• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak revolusi industri yang terjadi pada periode tahun yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Sejak revolusi industri yang terjadi pada periode tahun yang"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak revolusi industri yang terjadi pada periode tahun 1750 – 1850 yang ditandai dengan penemuan mesin uap oleh James Watt, sebagian besar aspek kehidupan masyarakat global kini bergantung pada penggunaan mesin yang bersifat manufaktur.Peralihan penggunaan tenaga manusia ke tenaga mesin dalam memproduksi suatu produk telah mengubah wajah perdagangan dunia.Penggunaan teknologi yang semakin hari semakin cepat membuat industri perdagangan kian pesat.Namun penggunaan mesin dan teknologi tidak selalu berdampak positif. Proses produksi dengan menggunakan mesin kini telah dibuktikan berdampak buruk bagi lingkungan hidup. Limbah yang dihasilkan dalam produksi secara gradual merusak alam sekitar.

Kesadaran masyarakat global mengenai bahaya limbah beracun dimulai pada tahun 1980-an ketika ditemukan fakta bahwa terdapat penimbunan limbah beracun di sejumlah negara di Afrika dan negara-negara berkembang lainnya yang diimpor dari negara-negara maju. Hal ini tentu saja menimbulkan kekuatiran publik.1

1

Basel Convention: Overview, dapat diakses di:

Meningkatnya kegiatan pembangunan di Indonesia dapat mendorong peningkatan penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di berbagai sektor

http://www.basel.int/theconvention/overview/tabib/1271/default.aspx akses tanggal 14 Desember 2013

(2)

seperti industri, pertambangan, pertanian dan kesehatan. B3 tersebut dapat berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri (impor). B3 yang dihasilkan dari dalam negeri, juga ada yang diekspor ke suatu negara tertentu. Proses impor dan ekspor ini semakin mudah untuk dilakukan dengan masuknya era globalisasi.2

2

Penjelasan bagian Umum Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun.

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang meratifikasi Konvensi Rotterdam (1998) yang mengatur tentang limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, namun Indonesia seringkali masih menjadi sasaran pembuangan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun secara ilegal. Menurut Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) sejak larangan impor dikeluarkan, lebih dari 5000 ton sampah plastik yang masuk ke Indonesia dari Amerika Serikat, Jepang, dan Australia telah disita. Tingginya tingkat intensitas impor limbah ke Indonesia dari tahun ke tahun makin terbuka lebar dengan adanya desentralisasi pemerintahan.Dengan adanya desentralisasi, sebagian besar urusan pemerintahan saat ini telah dialihkan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.Hal ini mendorong banyak eksportir melirik kabupaten terutama daerah terpencil untuk menerima limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dengan iming-iming kompensasi yang besar untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).Eksportir negara maju membuang limbah Bahan Berbahaya dan Beracun ke negara berkembang seperti Indonesia dengan imbalan yang menggiurkan. Namun nilai itu sebenarnya lebih murah dibandingkan mengolah di negaranya karena harus memenuhi standar lingkungan yang tinggi

(3)

Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) merupakan salah satu dari tujuh masalah lingkungan utama pada tingkat global, sehingga membutuhkan kerjasama diantara negara-negara untuk mengatasinya.3Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dapat masuk atau dimasukkan dalam lingkungan melalui beberapa sumber atau kegiatan, yaitu tempat usaha, transportasi, pergudangan, penyimpanan, penggunaan dan pembuangan. Ancaman pencemaran lingkungan akibat limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) mulai disadari sejak sebuah studi yang dilaksanakan oleh kantor menteri negara kependudukan dan lingkungan hidup pada tahun 1983, mengungkapkan bahwa kegiatan sektor industri di Jakarta telah membuang limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sebesar 47.798,4 ton per tahun, baik dalam bentuk limbah padat maupun limbah cair. 4

Negara-negara penghasil limbah biasanya mencari jalan termudah dan termurah untuk membuang limbahnya.Negara-negara yang miskin yang sedang berkembang seringkali menjadi sasaran karena peraturan lingkungan yang masih Tingginya intensitas kegiatan ekspor impor limbah yang mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun ke negara berkembang disebabkan berbagai faktor.Pertama, kurangnya pengetahuan para pengambil keputusan tentang limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.Kedua, kurangnya sarana dan prasarana untuk mengetahui dan menganalisis limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.Ketiga, besarnya biaya pengolahan limbah tersebut dan ketatnya peraturan pengelolaan lingkungan di negara-negara maju.Keempat, banyak tipu muslihat para eksportir.

3 G.Palmer, “New Ways to Make International Environmental Law , 1992 , The American

Jurnal Of International Law, Hlm. 267

4W.Roekmiyai Soemartojo dan Hestriati Erdawanto. 1988 , “Berbagai Segi Limbah Bahan

Berbahaya dan pengelolaannya di DKI Jakarta”, Lingkungan dan Pembangunan Vol 8:2: 1998,

(4)

lemah.Keberadaan ekspor impor limbah Bahan Berbahaya dan Beracun antara negara maju dengan negara berkembang boleh dikatakan sudah berlangsung cukup lama sampai munculnya kembali kesadaran masyarakat internasional terhadap bahaya dari limbah industri tersebut.Untuk mengatasi akibat yang ditimbulkan oleh pengangkutan limban Bahan Berbahaya dan Beracun ini, maka perlu peraturan hukum yang jelas sebagai antisipasi untuk menghadapi dampak yang buruk terhadap lingkungan.Dalam mewujudkan tekad untuk menanggulangi masalah-masalah lingkungan, negara-negara telah mengikatkan diri pada perangkat hukum lingkungan internasional baik yang berlaku secara global maupun yang bersifat regional.Kemudian negara-negara juga menindaklanjuti dengan peraturan hukum nasional untuk kepentingan perlindungan terhadap lingkungannya.

Melihat pengalaman Negara-negara maju, seperti Belanda, Amerika Serikat dan Jepang yang memiliki pengaturan hukum tentang Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang terdapat dalam undang-undang.5

Di Belanda, Wet Gevaarlijke Stoffen, Stb.1963,313 mengatur tentang pengangkutan, pengepakan, penyerahan dan penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), sedangkan Wet Milieqevaarlijke Stoffen, Stb. 1983,639 yang mengatur pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), yakni mencakup tahap produksi atau impor, pengedaran, penggunaan dan penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).6

5 Takdir Rahmadi, “Hukum Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun” , Airlangga University Press, Surabaya: 2003, Hlm. 7

(5)

Di Amerika Serikat, The Toxic Substance Control Act of 1976 (TSCA) mengatur tentang pembuatan, pengembangan dan penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), sedangkan the Resoursce Conservation and Recovery Act of

1976 (RCRA) mengatur tentang pengangkutan, pengelolaan tentang limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun (B3), dan pemeliharaan fasilitas pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Di samping itu, the Comprehensive

Enviromental Response, Compensation and Liability Act of 1986 (CERCLA)

disebut juga the SuperFund Act mengatur tentang mekanisme perolehan dana untuk biaya pemulihan fasilitas pengolahan limbah yang rusak dan lingkungan hidup yang tercemar serta tangguggugat para penghasil limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). 7

Pengendalian pencemaran lingkungan akibat Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Jepang juga diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Kerangka dasar pengendalian pencemaran lingkungan di Jepan diatur dalam the Basic Law for Enviromental Pollution Control Act of 1967 yang telah diubah pada tanggal 19 Nopember 1993 dengan sebutan the Enviromental Basic

Law.8

Mengingat masalah limbah Bahan Berbahaya dan Beracun tidak saja berskala nasional tetapi juga internasional dan menyangkut berbagai aspek kehidupan manusia seperti teknologi, perdagangan, kesehatan, kebijaksanaan pemerintah dan hukum, maka diperlukan kerjasama negara-negara untuk mengatasinya.Pada mulanya limbah Bahan Berbahaya dan Beracun lebih

7Ibid Hlm. 8 8Ibid Hlm. 10

(6)

dianggap sebagai masalah negara-negara maju. Akan tetapi dalam perkembangannya, ketika limbah Bahan Berbahaya dan Beracun menjadi salah satu objek atau komoditi yang dapat diperjualbelikan, maka banyak negara-negara maju yang menjadikan negara miskin yang sedang berkembang sebagai sasaran tempat pembuangan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun baik secara sah maupun tidak sah. Dengan demikian limbah Bahan Berbahaya dan Beracun tidak lagi dianggap sebagai masalah nasional dan regional saja tetapi juga menyangkut masalah global.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah instrumen hukum internasional yang mengatur perdagangan Bahan Beracun dan Berbahaya?

2. Bagaimanakah Mekanisme Persetujuan atas Dasar Informasi Awal dalam Perdagangan Internasional Terkait Bahan Kimia Dan Pestisida Berbahaya Tertentu?

3. Bagaimanakah Implementasi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2013 Tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam Tentang Prosedur Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Untuk Bahan Kimia Dan Pestisida Berbahaya Tertentu Dalam Perdagangan Internasional?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

(7)

Adapun tujuan utama dalam Penulisan Skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat guna mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sebagai tambahan pengetahuan. Namun berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang akan dicapai dalam penulisan ini adalah :

a. Untuk mengetahui dan menganalisis lebih lanjut mengenai instrumen hukum internasional yang mengatur perdagangan Bahan Beracun dan Berbahaya.

b. Untuk mengetahui mekanisme persetujuan atas dasar informasi awal dalam perdagangan internasional terkait bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu

c. Untuk mengetahui dan menganalisis lebih lanjut mengenai implementasi Undang-Undang No.10 Tahun 2013 Tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam Tentang Prosedur Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Untuk Bahan Kimia dan Pestisida Berbahaya Tertentu Dalam Perdagangan Internasional

2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan ini adalah :

a. Secara Teoritis, penulisan skripsi ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan di bidang hukum lingkungan hidup mengenai implementasi dari Undang-undang No 10 Tahun 2013 Tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam Tentang Prosedur

(8)

Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Untuk Bahan Kimia dan Pestisida Berbahaya Tertentu Dalam Perdagangan Internasional.

b. Secara Praktis, penulisan skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran secara yuridis mengenai bagaimana instrumen hukum internasional yang mengatur perdagangan limbah B-3 serta bagaimana implementasi Undang-Undang No 10 Tahun 2013 Tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam Tentang Prosedur Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Untuk Bahan Kimia dan Pestisida Berbahaya Tertentu Dalam Perdagangan Internasional.

D. Keaslian Penulisan

Bahwa skripsi ini yang berjudul “Implementasi dari Undang-Undang

No 10 Tahun 2013 Tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam Tentang Prosedur Persetujuan atas Dasar Informasi Awal untuk Bahan Kimia dan Pestisida Berbahaya Tertentu dalam Perdagangan Internasional.” yang

diangkat dalam skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Hal ini diperkuat dengan surat keterangan tertanggal 20 Juni 2014 dari perpustakaan yang menyatakan bahwa judul skripsi yang telah ada di perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara/ Pusat Dokumentasi dan Informasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara adalah Aspek Hukum Internasional Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan Dampaknya bagi Indonesia yang disusun oleh Hendrizal/930200094, Beberapa Aspek Hukum Mengenai Pembuangan atau Duping dan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun dalam kaitannya

(9)

dengan Hukum Lingkungan Internasional yang disusun oleh Kardito Suryoutra/960221011, Penegakan hukum terhadap pencemaran limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dalam kaitannya dengan hukum lingkungan internasional yang disusun oleh Maurids Franky S. Sibarani/0002000108 , pengelolaan Lingkungan Industri dalam penanggulangan dampak pencemaran l;imbah B3 menurut Hukum Internasional yang disusun oleh Riky Arisandy/000200157, Regulasi Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dalam Pembangunan Global dan dampaknya terhadap pencemaran lingkungan hidup di Indonesia yang disusun oleh Irfan Sani Daulay/990200075 sehingga sangat jelas bahwa judul skripsi yang saya tulis berbeda dengan judul-judul sebelumnya dan judul-judul skripsi “Implementasi Dari Undang-Undang No 10 Tahun 2013 Tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam Tentang Prosedur Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Untuk Bahan Kimia Dan Pestisida Berbahaya Tertentu Dalam Perdagangan Internasional.” ini telah diperiksa oleh perpustakaan.

Penulisan Skripsi ini dimulai dari mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan lingkungan hidup, instrumen hukum internasional yang berkaitan, baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan, media cetak maupun media elektronik.Sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini, penulis membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara.

(10)

Apabila dikemudian hari, ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini dibuat, maka hal tersebut dapat diminta pertanggungjawaban dikemudian hari.

E. Tinjauan Kepustakaan

Dalam sistem hukum Internasional, terminology PerdaganganBahan Kimia dan Pestisida Berbahaya banyak dijumpai di dalam instrumen hukum lingkungan internasional. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat dengan B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.9 Pasal 2 huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2013 menyebutkan bahwa bahan kimia adalah suatu bahan baik dari bahan itu sendiri atau dalam campuran atau preparasi, dan baik hasil manufaktur atau yang diperoleh dari alam, tetapi tidak meliputi organisme hidup. Bahan tersebut terdiri dari kategori berikut: pestisida (yang meliputi beberapa formulasi pestisida sangat berbahaya) dan industri.10

9

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun.

10

Pasal 2 huruf (a) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2013 Tentang konvensi rotterdam tentang prosedur persetujuan atas dasar informasi awal untuk bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu dalam perdagangan internasional.

Bahan kimia yang dilarang adalah suatu bahan kimia yang semua penggunaannya dalam satu atau lebih kategori telah dilarang melalui ketetapan peraturan final, untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan

(11)

hidup.11

Formulasi pestisida sangat berbahaya adalah suatu bahan kimia yang diformulasikan untuk penggunaan pestisida yang mengakibatkan pengaruh besar pada kesehatan atau lingkungan hidup yang dapat diamati dalam periode waktu singkat setelah terjadinya paparan tunggal atau berulang, dalam kondisi penggunaan tertentu.

Bahan kimia tersebut meliputi bahan kimia yang ditolak persetujuan penggunaannya untuk pertama kali atau telah ditarik oleh industri baik dari pasar domestik atau dari pertimbangan lebih lanjut dalam proses persetujuan domestik dan bila ada bukti nyata bahwa tindakan tersebut telah diambil untuk melindungi kesehatan manusia atau lingkungan hidup.

12

Untuk meningkatkan upaya tanggung jawab bersama dan kerja sama para pihak dalam perdagangan internasional bahan kimia berbahaya tertentu untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari potensi kerugian dan untuk menyumbang pada penggunaannya yang berwawasan lingkungan hidup, dengan memfasilitasi pertukaran informasi tentang karakteristik bahan kimia berbahaya tertentu, dengan menyediakan informasi bagi proses pengambilan keputusan nasional mengenai impor dan ekspor, dan menyebarluaskan keputusan tersebut kepada para pihak.13

11

Pasal 2 huruf (b) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2013 Tentang konvensi rotterdam tentang prosedur persetujuan atas dasar informasi awal untuk bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu dalam perdagangan internasional.

12

Pasal 2 huruf (D) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2013 Tentang konvensi rotterdam tentang prosedur persetujuan atas dasar informasi awal untuk bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu dalam perdagangan internasional.

13

Pasal Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2013 Tentang konvensi rotterdam tentang prosedur persetujuan atas dasar informasi awal untuk bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu dalam perdagangan internasional.

(12)

F. Metode Penulisan

Didalam suatu penulisan skripsi, posisi metodologi sangatlah penting sebagai suatu pedoman. Pedoman ini nantinya akan menjelaskan mengenai apa yang seharusnya atau yang tidak seharusnya dilakukan dalam penulisan.

1. Jenis Penelitian

Penyusunan skripsi ini, ditulis dengan menggunakan Metode Penelitian Yuridis Normatif. Metode Yuridis Normatif bersifat kepustakaan yakni bahan-bahan yang diperoleh berdasarkan pada bahan hukum primer, sekunder, tersier yaitu inventarisasi instrumen hukum yang berkaitan dengan Lingkungan Hidup khususnya perdagangan limbah B-3 2. Jenis Data

Bahan atau Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari sumber hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2013 tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam tentang Prosedur Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Untuk Bahan kimia dan Pestisida Berbahaya tertentu dalam Perdagangan Internasional. serta instrumen hukum internasional lainnya yang berkaitan. Selain itu bahan hukum sekunder seperti literatur yang diperoleh dari perpustakaan seperti bahan bacaan, buku-buku, jurnal-jurnal dan artikel-artikel yang berhubungan dengan masalah Implementasi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2013 Tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam Tentang Prosedur Persetujuan Atas

(13)

Dasar Informasi Awal Untuk Bahan Kimia Dan Pestisida Berbahaya Tertentu Dalam Perdagangan Internasional.Serta kamus-kamus hukum dan ensiklopedia yang dipergunakan sebagai bahan hukum tersier yang mendukung data primer maupun sekunder.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah dengan cara penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan literatur dengan sumber data berupa bahan hukum primer dan ataupun bahan hukum sekunder yang ada hubungannya dengan permasalahan yang dibahas oleh penulis.

4. Teknik Analisis Data

Dalam mengolah dan menganalisis data yang akan digunakan dalam Penelitian Skripsi ini adalah metode kualitatif. Pendekatan Kualitatif memusatkan kepada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia, atau pola-pola yang dianalisis gejala-gejala sosial budaya dengan menggunakan kaidah-kaidah hukum positif yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku.Oleh karenanya analisis yang dilakukan seputar permasalahan Bahan kimia dan pestisida berbahaya.

G. Sistematika Penulisan

Dalam menguraikan permasalahan dan pembahasan penulisan yang berjudul “Implementasi dari Undang-Undang No 10 Tahun 2013 Tentang

(14)

Pengesahan Konvensi Rotterdam Tentang Prosedur Persetujuan atas Dasar Informasi Awal untuk Bahan Kimia dan Pestisida Berbahaya Tertentu dalam Perdagangan Internasional ” Penulis membagi penelitian ini dalam 4

bab yaitu :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini akan menjelaskan tentang latar belakang pemilihan judul, dan permasalahan serta ruang lingkup dan pokok permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini. Penjelasan itu juga meliputi tujuan penulisan, kerangka konsepsional serta metode penulisan yang di pergunakan.

BAB II INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL YANG MENGATUR PERDAGANGAN BAHAN BERACUN DAN BERBAHAYA

Pada bab ini akan dipaparkan mengenai instrumen hukum internasional yang terkait dengan Perdagangan Bahan Beracun dan Berbahaya yang meliputi Deklarasi Rio Tahun 1992, Konvensi Basel Tahun 1989, Konvensi Stokholm 2001, Konvensi Rotterdam 1998 dan peraturan perundang-undangan yang meliputi Undang-Undang No 10 Tahun 2013 Tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam Tentang Prosedur Persetujuan atas Dasar Informasi Awal untuk Bahan Kimia dan Pestisida Berbahaya Tertentu dalam Perdagangan Internasional.

(15)

BAB III MEKANISME PERSETUJUAN DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL TERKAIT BAHAN KIMIA DAN PESTISIDA BERBAHAYA TERTENTU.

Pada bab ini akan dibahas mengenai mekanisme persetujuan dalam perdagangan internasional terkait bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu.

BAB IV IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO 10 TAHUN 2013 TENTAG PENGESAHAN KONVENSI ROTTERDAM TENTANG PROSEDUR PERSETUJUAN ATAS DASAR INFORMASI AWAL UNTUK BAHAN KIMIA DAN PESTISIDA BERBAHAYA TERTENTU DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Pada bab ini akan dipaparkan pembahasan mengenai ketentuan Dasar Berlakunya Undang-Undang No 10 Tahun 2013, Implementasi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2013, Serta Analisis Terhadap Implementasi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2013 Di Indonesia.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisi Kesimpulan dan Saran bagi penulis yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas .

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui karakteristik petani kopi Arabika dengan berbagai pola tanam terpadu di desa Sukorejo, (2) Mengetahui keuntungan dari berbagai pola

Ibnu 'Arabi dalam kitabnya, At-Tajalliyyaat, mengaku bahwa ia bertemu dengan tokoh-tokoh tasawwuf terdahulu dalam Barzakh (kubur) dan mendiskusikan/

Gejala klinis dari sindrom kanalis semisirkularis superior (SKSS) adalah autofonia, yaitu suara yang ditimbulkan oleh tubuhnya terdengar lebih keras, hiperakusis,

Manfaat: Mendeteksi kemungkinan adanya kelainan lemak (dislipidemia) di dalam tubuh danseteksi small dense LDL (LDL kecil padat, yaitu jenis kolesterol yang sangat berbahaya)

Perusahaan tersebut terus mengalami penurunan jumlah barang yang dijual (dalam satuan wastafel) dari tahun 2010 sampai bulan Agustus 2014 dengan jumlah penjualan

Ada hubungan positif yang erat dan signifikan antara persepsi siswa tentang profesionalisme guru IPS dalam mengelola program belajar mengajar dengan prestasi belajar siswa kelas

Berdasarkan telaah terhadap kompetensi ini, pro- ses penilaian kinerja yang harus diperhatikan oleh pengawas sekolah, di anta- ranya harus mampu menilai sub-sub kompetensinya

Sejalan dengan pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan pembangunan Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani,