• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Manuaba (2010), terdapat beberapa teori pada dismenorea primer, yaitu: a) Obstruksi Servikal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Menurut Manuaba (2010), terdapat beberapa teori pada dismenorea primer, yaitu: a) Obstruksi Servikal"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dismenorea

2.1.1 Definisi

Dismenorea atau nyeri haid merupakan nyeri berupa kram yang terjadi beberapa jam sebelum perdarahan yang dapat terjadi dalam beberapa jam sampai hari selama menstruasi. Dismenorea primer biasanya terjadi pada kisaran umur 17-22 tahun, sedangkan dismenorea sekunder terjadi pada umur yang lebih tua. (Al-Kindi dan Al-Bulushi, 2011). Dismenorea primer terjadi tanpa adanya kelainan patologi di daerah pelvis (Sugumar, 2012), sedangkan dismenorea sekunder terjadi karena ada kelainan patologi pada alat reproduksi (Manuaba, 2010).

2.1.2 Klasifikasi

Manuaba (2010) membagi dismenorea menjadi tiga berdasarkan gejala klinis, yaitu:

1. Dismenorea ringan bersifat sebentar, dapat segera pulih, tidak memerlukan pengobatan dan tidak mengganggu aktifitas atau pekerjaan sehari-hari. 2. Dismenorea sedang bersifat lebih sakit dari dismenorea ringan, biasanya

memerlukan obat-obatan untuk menghilangkan rasa sakit tanpa meninggalkan aktifitasnya.

3. Dismenorea berat bersifat sangat sakit sehingga mengganggu aktifitas dan memerlukan obat-obatan untuk mengurangi rasa sakit serta dibutuhkan istirahat.

2.1.3 Patofisiologi

Menurut Manuaba (2010), terdapat beberapa teori pada dismenorea primer, yaitu:

(2)

Diungkapkan oleh Mackitosh (1832), disebabkan oleh obstruksi pada kanalis servikalis akibat terlalu kecil atau anteversi / retroversi sehingga aliran darah terhambat dan menimbulkan dismenorea.

b) Prostaglandin

Produksi prostaglandin dalam jumlah besar yang didorong oleh cyclic AMP, estrogen dan progesteron semakin menurun, dan trauma jaringan. Walaupun prostaglandin cepat mengalami metabolisme, tetapi menyebabkan kontraksi miometrium, vasokontriksi, iskemia jaringan yang menyebabkan nekrosis, gangguan aliran darah menstruasi, disintegrasi endometrial, dan diikut i rasa sakit.

c) Hipotesa neurogenik

Terjadi apabila terdapat rangsangan dari uterus menuju sistem saraf pusat. d) Teori Vasopressin

Vasopressin banyak dikeluarkan selama menstruasi yang menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah dan menimbulkan kerusakan jaringan, iskemia pertanda mulainya perdarahan, dan kontraksi uterus sehingga menyebabkan rasa sakit.

Dari beberapa teori yang sudah diungkapkan diatas, teori hormonal tetap memegang peranan dalam patogenesis dismenorea primer. Berikut konsep patogenesis dismenorea primer. Empat hari setelah ovulasi, terjadi penurunan produksi estrogen dan progesteron yang menimbulkan efek kerusakan jaringan berupa iskemi yang menyebabkan pelepasan enzim lipooksigenase dan siklooksigenase, kemudian kerusakan membran sel yang menyebabkan pelepasan fosfolipid, asam arakidonat, dan ion kalsium. Sehingga terjadi pembentukan prostaglandin dan vasopressin yang menimbulkan vasokontriksi, iskemi endometrium bagian atas, merusak jaringan dan semakin dihasilkan fosfolipid. Hal ini menyebabkan kontraksi uterus semakin kuat, tekanan intra uterin meninggi yang menyebabkan perangsangan terhadap serat saraf simpatis dan parasimpatis sehingga terjadi nyeri haid atau dismenorea (Manuaba, 2010).

(3)

Dismenorea sekunder berkaitan dengan kelainan anatomi organ pelvis yang menyebabkan nyeri haid (dismenorea). Menurut Harada (2013), penyebab paling sering dismenorea sekunder adalah endometriosis. Diagnosa terhadap dismenorea sekunder dilakukan dengan pemeriksaan fisik.

2.1.4 Gambaran Klinis

Menurut Al-Kindi dan Al-Bulushi (2011) dan Sugumar et al. (2013) dismenorea secara fisik berhubungan gejala sistemik seperti nyeri pinggang yang dapat menjalar ke anterior paha, mual, muntah, diare, lelah, sakit kepala, dan nyeri kolik suprapubik. Selain itu dismenorea juga dapat menyebabkan nyeri punggung, sulit tidur, serta gugup (Wang et al., 2013)

2.2 Perilaku 2.2.1 Definisi

Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Menurut Ensiklopedia Amerika dalam Kholid (2012), perilaku diartikan sebagai aksi atau reaksi organisme terhadap lingkungannya.

Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) menjelaskan 2 teori yang disebut teori “S-O-R” atau Stimulus Organisme Respons yang membedakan adanya 2 respon.

1. Respondent respons atau reflexive, yakni respon yang terjadi oleh karena rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus ini disebut elicting stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.

2. Operant respons atau instrumental respon, yakni respon yang muncul dan berkembang setelah diikuti oleh stimulus atau perangsangan tertentu. Perangsangan ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer karena memperkuat respon.

(4)

2.2.2 Klasifikasi

Menurut Notoatmodjo (2007), dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:

a) Perilaku tertutup (covert behaviour)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati dengan jelas oleh orang lain.

b) Perilaku terbuka (overt behaviour)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

Dalam Kholid (2012), respons berbentuk dua macam, yaitu:

a. Bentuk pasif, adalah respons internal, yaitu yang terjadi didalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain.

b. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku ini jelas dapat diobservasi secara langsung.

Pengetahuan dan sikap merupakan respons individu terhadap stimulus yang masih bersifat terselubung yang disebut covert behaviour, sedangkan tindakan nyata (practice) merupakan overt behaviour.

2.2.3 Domain Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2007), faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

(5)

a. Determinan atau faktor internal yaitu karakteristik seseorang yang bersifat bawaan atau given, contohnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.

b. Determinan atau faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor eksternal ini merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi perilaku seseorang. Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) membagi perilaku menjadi 3 domain, ranah atau kawasan yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective) dan psikomotor (psychomotor). Tetapi dalam perkembangannya, dilakukan modifikasi yaitu:

a. Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan yang dilakukan melalui pancaindra manusia. Pengetahuan yang diterima biasanya diperoleh dari mata dan telinga. Menurut Kholid (2012) tingkat pengetahuan secara rinci dibagi enam tingkatan, yaitu:

1. Tahu (Know)

Berupa mengingat sesuatu yang telah dipelajari seperti mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau stimulus yang telah diterima dan merupakan tingkatan yang paling rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Mampu menjelaskan objek yang diketahui secara jelas dan dapat menginterpretasikan.

3. Aplikasi (Application)

Mampu mengaplikasikan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya.

4. Analisis (Analysis)

Mampu menjabarkan objek atau materi dalam suatu kelompok atau organisasi yang masih memiliki kaitan satu dengan yang lain.

(6)

5. Sintesis (Synthesis)

Mampu menghubungkan atau membentuk bagian-bagian dalam suatu bentuk utuh yang baru.

6. Evaluasi (Evaluation)

Mampu memberi penilaian terhadap suatu objek atau materi dengan menentukan sendiri kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2007).

b. Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi respons terhadap stimulus atau objek yang masih bersifat tertutup yang belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas (Notoatmodjo, 2007). Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa ada 3 komponen pokok sikap, yaitu:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Sama seperti pengetahuan, sikap juga memiliki beberapa tingkatan, yaitu: 1. Menerima (receiving)

Stimulus yang diberikan objek diterima oleh subjek. 2. Merespon (responding)

Berupa reaksi seperti menjawab apabila ditanya, atau melakukan apabila diminta dan merupakan indikasi suatu sikap.

3. Menghargai (valuing)

Dalam tingkatan ini termasuk mengajak untuk mengerjakan atau berdiskusi.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Dalam hal ini dimaksudkan bertanggung jawab terhadap pilihan yang telah dipilih dan merupakan tingkatan yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2007).

(7)

c. Praktik atau Tindakan (practice)

Sikap tidak otomatis terbentuk sebagai suatu tindakan. Hal yang dibutuhkan untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung seperti fasilitas dan faktor dukungan dari pihak lain. Praktik juga memiliki beberapa tingkatan, yaitu:

1. Persepsi (perception)

Memilih dan mengenal berbagai objek berkaitan dengan tindakan yang akan dilakukan.

2. Respons terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.

3. Mekanisme (mechanism)

Dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau bahkan sudah menjadi sebuah kebiasaan.

4. Adopsi (adoption)

Tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan tersebut sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2007).

Menurut teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2007), perilaku manusia berdasarkan tingkat kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor diluar perilaku (non-behaviour causes). Selanjutnya perilaku ditentukan oleh 3 faktor:

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik seperti tersedia atau tidak fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana.

3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud berupa sikap dan perilaku petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2007).

(8)

Hal diatas digambarkan sebagai berikut:

di mana: B = Behaviour RF = Reinforcing factors PF= Predisposing factors f = fungsi

EF= Enabling factors 2.2.4 Perubahan Perilaku

Perubahan atau adopsi perilaku merupakan suatu proses yang cukup panjang dan kompleks (Notoatmodjo, 2007). Dalam Kholid (2012), secara sederhana perubahan perilaku merupakan suatu proses belajar setelah terlebih dahulu mengalami perubahan perilaku sebelumnya. Menurut Notoatmodjo (2003) dalam Kholid (2012) proses belajar antara lain masukan (input), proses dan keluaran (output). Pengetahuan merupakan hal yang sangat mempengaruhi perubahan perilaku, dapat dilihat dari alur berikut ini (Kholid, 2012).

Gambar 2.1. Alur perubahan perilaku

Salah satu teori perubahan perilaku adalah teori Stimulus Organisme (SOR), dimana dalam teori ini penyebab perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme (Notoatmadjo, 2007). Hosland et al (1953) dalam Notoatmodjo (2007), proses perubahan perilaku dari proses belajar terdiri dari:

B = f (PF, EF, RF)

Pengetahuan

Sikap

Perilaku

(9)

1. Stimulus (rangsang) yang diberikan kepada organisme dapat diterima atau tidak. Apabila tidak diterima maka stimulus tidak efektif. Tetapi bila stimulus diterima berarti ada perhatian dari organisme yang menerima stimulus dan stimulus efektif.

2. Stimulus yang mendapat perhatian dari organisme sebagai pertanda bahwa ia mengerti dan dapat dilanjutkan ke stimulus selanjutnya.

3. Setelah stimulus diolah, terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterima (sikap).

4. Kemudian dengan adanya dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus memiliki efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).

Perubahan perilaku dapat terjadi apabila stimulus dapat melebihi stimulus semula yang berarti dapat meyakinkan organisme oleh peran faktor reinforcement.

2.3 Remaja

2.3.1 Definisi

Menurut WHO dalam Kusmiran (2011) remaja (adolescent) adalah periode usia antara 10 sampai 19 tahun, sedangkan menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2013), remaja merupakan masa peralihan kanak-kanak menjadi dewasa dengan melibatkan beberapa aspek seperti biologis, psikologis dan sosial-budaya.

2.3.2 Klasifikasi

Menurut The Health Resources and Services Administrations Guidelines Amerika Serikat dalam Kusmiran (2011) remaja berusia antara 11-21 tahun dengan pengelompokan remaja awal (11-14 tahun); remaja menengah (15-17 tahun); dan remaja akhir (18-21 tahun).

Secara umum remaja dibagi menjadi 3 bagian yaitu: a. Masa remaja awal (12-15 tahun)

(10)

Pada masa ini individu mulai meninggalkan perannya sebagai anak-anak dan mulai tidak menggantungkan diri kepada orang tua. Ikatan individu terhadap teman sebaya sangat kuat.

b. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)

Pada masa ini individu mulai mampu mengembangkan pola pikir yang baru. Walaupun pada masa ini peran teman sebaya masih cukup kuat, tapi individu sudah bisa mengarahkan diri sendiri. Pada masa ini penerimaan lawan jenis menjadi hal yang penting.

c. Masa remaja akhir (19-21 tahun)

Pada masa ini individu mengalami persiapan akhir untuk memasuki peran-peran dewasa. Pada masa ini individu sudah dapat memantapkan tujuan dan adanya keinginan yang kuat serta diterima dalam kelompok teman sebayanya (Kusmiran, 2011).

2.4 Patofisiologi Dismenorea Menyebabkan Perubahan Perilaku

Menurut Devall dan Lovick (2010), persepsi nyeri pada individu dipengaruhi oleh jenis kelamin. Wanita memiliki tingkat sensitifitas terhadap nyeri yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Penyebab dasar dari hal ini belum diketahui secara pasti dan diduga bersifat multifaktorial. Pada wanita, salah satu faktor yang diduga menjadi penyebabnya adalah hormon sex yang terjadi secara bersiklus yang dapat mengenai semua wanita bahkan yang sehat sekalipun.

Adapun persepsi nyeri tidak tergantung kepada eksitasi yang terjadi pada nociceptor perifer tetapi juga dipengaruhi aktifitas kontrol endogen desending yang memfasilitasi atau menghambat proses noceptif spinal. Pada menstruasi atau saat fase luteal, kontrol penghambat nyeri (diffuse noxious inhibitory control) melalui kontrol endogen desending mengalami penurunan. Keadaan ini menyebabkan gejala psikologi seperti kecemasan dan perubahan perasaan. Hormon yang mengubah kecemasan menyebabkan peningkatan sensitifitas nyeri dengan mempengaruhi mekanisme endogen kontrol nyeri (Devall dan Lovick, 2010).

(11)

Bagian otak tengah yaitu midbrain periaquaductal gray matter (PAG) merupakan sumber utama proses nociceptif endogen desending. Hal ini berhubungan dengan kecemasan seperti perubahan emosi. Perubahan hormonal selama siklus estrogen menunjukkan efek pada eksitabilitas otak di PAG. Perubahan fungsional yang terjadi di PAG dapat mempengaruhi perubahan responsif nociceptif (Devall dan Lovick, 2010).

Nyeri yang dirasakan menyebabkan peningkatan stress yang menyebabkan peningkatan sensitifitas terhadap nyeri. Nyeri haid berhubungan dengan stress psikologi yang dapat mengaktifkan sistem simpatis tubuh untuk melepaskan epineprin dan norepineprin serta menurunkan aktifasi sistem parasimpatis (Wang et al., 2013). Pengalaman nyeri dan stress menjadi pengalaman psikologis yang menyebabkan perubahan perasaan, emosi, kecemasan dan perilaku yang cenderung mengalami perubahan (Santina, Wehbe, dan Ziade, 2011).

Gambar

Gambar 2.1. Alur perubahan perilaku

Referensi

Dokumen terkait

Melihat komunikasi yang terjadi pada kedua unsur penyelenggara pemerintahan di daerah yaitu pihak eksekutif (pemerintah daerah) dan pihak legislative (DPRD) dalam

Pada muffin dengan perlakuan kontrol (100:0:0) terdapat kandungan betakaroten dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan muffin dengan perlakuan kombinasi

Menurunnya produksi padi di Kalimantan Barat disebabkan adanya penurunan luas panen dan produktivitas pada tahun 2015 dibandingkan tahun 2014, sementara

Tujuan yang harus dicapai BPS Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2016 ada 3 (tiga), yaitu (1) Peningkatan Kualitas Data Statistik, (2) Peningkatan pelayanan prima hasil kegiatan

Selain itu pendidik dalam hal ini Guru dalam kegiatan belajar mengajar juga masih banyak yang tidak menggunakan bahasa Indonesia secara efektif, hal ini juga

Sikap seks pranikah sebelum diberi penyuluhan pada remajakelas X di SMA Negeri 1 Tangen sebagian besar termasuk dalam kategori cukup sejumlah 30 siswa

Bentuk tindakan preventif yang dilakukan orang tua dalam melindungi anak dilakukan dengan cara mengarahkan anak untuk memasuki jenjang pendidikan anak usia dini dan

[r]