• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BATAK TOBA TURPUK LIMBONG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BATAK TOBA TURPUK LIMBONG"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BATAK TOBA TURPUK

LIMBONG

Pada bab II ini penulis akan membahas latar belakang masyarakat Batak Toba di desa turpuk limbong, termasuk gografi, topografi, ekonomi, pendidikan dan mata pencaharian sehari-hari. Namun sebelum membahas topik tersebut, akan diuraikan lebih dahulu gambaran masyarakat Batak Toba misalnya asal usul orang Batak, sistem kepercayaan dan sistem kekerabatan.

2.1 Asal Usul Orang Batak

Kata “Batak” tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia yang merupakan salah satu suku yang terdapat di Indonesia di bagian Sumatera Utara. Etnis Batak terdiri dari Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Pak-Pak, Batak Mandailing dan Batak Toba. Suku Batak sebagian besar secara tradisional bermukim di daerah wilayah darat, pegunungan dan pedalaman di provinsi Sumatera Utara.

Secara admistratif, etnis Batak Toba mendiami daerah Tapanuli Utara. Adanya perubahan sistem pemerintahan empat tahun belakangan ini dengan pemekaran kabupaten, wilayah kabupaten Tapanuli Utara dibagi menjadi empat kabupaten yakni Kabupaten Tapanuli Utara dengan ibukota Tarutung, Kabupaten Toba Samosir ibukotanya Balige, Kabupaten Samosir ibukotanya Pangururan dan Kabupaten Humbang Hasundutan ibukotanya Dolok Sanggul.Wilayah kediaman masyarakat Batak Toba yang terbagi dengan empat Kabupaten di kelilingi etnis Batak Lainnya. Perhatikan Peta berikut.

(2)
(3)

Dengan terjadinya migran penduduk untuk mencari nafkah dan pengetahuan masyarakat Batak Toba sudah banyak ditemukan di luar dari wilayah kediaman tradisional yang banyak dituliskan para penenliti seperti, Cuningham, Aritonang dan Lan Castle. Perpindahan masyarakat Batak Toba dari desa ke kota juga tetap membawa sebagian budaya yang tetap dipedomani tanpa menghilangkan identitas orang Batak Toba seperti, “marga” dan adat walaupun sudah jauh dari kampung halamanya. Berikut ini, penulis akan membahas masyarakat Batak Toba lebih jauh.

Dalam mitologi Batak Toba, asal-usul lahirnya manusia yang pertama dipercaya turun dari langit (banua ginjang) ke Bumi yaitu di suatu tempat yang dinamakan dengan

Pusuk Buhit9

Berkat pertolongan yang diberikan oleh Mulajadi Nabolon menetaslah ketiga telur tersebut, setelah ketiga telur tersebut genap hitungan usia bulan dan tahunnya. Mulajadi Nabolon berkata kepada manukmanuk halambujati: ”berikanlah nama kepada yang nama lahir pertama Batara Guru, yang di tengah

Ompu Tuan Soripada, dan yang terakhir Ompu Tuan Mangalabulan, ketiganya . Dalam suatu mitos masyarakat Batak Toba menganggap bahwa manusia

yang pertama diciptakan oleh Ompu Mulajadi Nabolon yang bernama Raja Ihat Manisia dan Boru Ihat Manisia atas hasil perkawinan dari Siboru Deak Parujar (anak dari Batara

Guru) dan Tuan Rumauhir (anak dari Tuan Mangala Bulan).

Salah satu mitologi yang berkembang dalam masyarakat Batak Toba tentang asal-usul dari orang Batak Toba adalah sebagai berikut.

Pada suatu masa, ada seekor burung bernama Manukmanuk halambujati yang merupakan anak dari Manukmanuk humairi. Ukuran tubuhnya seperti kupu-kupu yang besar. Manukmanuk halambujati tersebut memiliki tiga buah telur masing-masing seukuran belanga tanah yang besar. Manukmanuk hulambujati tinggal cukup lama dengan ketiga telurnya tanpa mengerti apa yang harus diperbuat pada ketiga telurnya. Ia tidak mampu mengerami telurnya yang besar dengan ukuran tubuhnya yang kecil dari telurnya tersebut. Ia kemudian memohon kepada

Mulajadi Nabolon (Sang Pencipta) bagaimana untuk memberi jalan keluar

tentang nasib dari telurnya tersebut.

9

Pusuk Buhit secara harafiah artinya Pucuk Bukit merupakan salah satu nama gunung yang terletak di pinggiran danau Toba dekat desa turpuk Limbong atau kota pangururan.

(4)

adalah mahluk pertama yang sengaja Aku kirimkan”. Demikian sabda Mulajadi

Nabolon. Mereka kemudian tumbuh seperti buah timun, rimbun bagai daunan,

dan lembut bagai rebung. Ketiga mahluk ini berwujud dewa, disebut Debata

Natolu “Si Tiga Dewa” yang masing-masing memiliki kekuatan dan kekuasaan

khusus yang diberikan oleh Mulajadi Na Bolon.

Selang beberapa waktu lamanya, ketiga mahluk tadi semakin besar dan dewasa. Mereka memohon kepada Mulajadi Nabolon:”berikanlah kami masing istri pendamping”. Maka, Mulajadi Nabolon memberikan mereka masing-masing seorang istri. Dari ketiganya lahir beberapa anak laki-laki dan perempuan. Salah satu anak perempuan dari Batar Guru adalah Siboru Deak Parujar. Setelah

Siboru Deak Parujar beranjak dewasa, ia kemudian dikawinkan dengan Ompu Tuan Mangalabulan yang bernama Tuan Rumauhir dan Tuan Rumagorga.

Dari generasi keturunan hasil perkawinan Siboru Deak Parujar dan Tuan

Rumauhir lahirlah Raja Ihatmanisia dan Boru Ihat Manisia, dua Deak Parujar

dan orang bersaudara kembar, sebagai manusia yang pertama yang ada di bumi.

Raja Ihat Manisia adalah seorang anak laki-laki sedangkan Boru Ihat Manisia

seorang perempuan. Mereka bertempat tinggal di wilayah pusuk buhit.( Niessen, 1985, dalam Hutajulu dan Harahap, 2002:4-5).

Setelah masa lima generasi dari keturunan Siboru Deak Parujar dan Raja Rumauhir (Raja Odap-odap), maka zaman selanjutnya adalah zaman Si Raja Batak. Si Raja Batak dianggap sebagai nenek moyang orang Batak yang lahir di Pusuk Buhit. Mengingat bahwa Pusuk Buhit dipercaya sebagai tempat asal-usul manusia, maka sampai saat ini orang Batak tetap meyakini bahwa Pusuk Buhit tempat yang sakral.

Namun berbeda dari spekulasi cara pendekatan ilmiah bahwa terdapat perbedaan pendapat. M.O mencatat bahwa orang Batak tergolong Proto melayu.

Menurutnya karakteristik dari orang-orang proto melayu adalah menggemari daerah-daerah pedalaman/pegunungan dan menghindari daerah-daerah tepi pantai. Sehingga ketika mereka mendarat di kepulauan nusantara, nenek moyang bangsa batak ini langsung masuk jauh ke dalam hutan, dan diperkirakan mendiami daerah disekitar Danau Toba. Lebih jauh M.O. Parlindungan mengatakan:

“Cikal bakal suku bangsa batak pertama kali mendarat di muara sungai Sorkam, kemudian masuk terus ke dalam hutan, melewati daerah dolok

(5)

sanggul dan terus sampai di kaki bukit pusuk buhit. Kemudian Suku bangsa batak pertama kali mendirikan kampung di kaki bukit pusuk buhit, yang dikenal dengan nama Sianjur Sagala Limbong

Mulana”(M.O Parlindungan, 1964:19-21)

Diyakini raja pertama yang memimpin di daerah Sianjur Sagala Limbong Mulana bernama Sori Mangaraja Ompu Si Raja Batak bermarga Limbong.

Berdasarkan sejarah bahwa migrasi yang keluar dari Afrika (out of Afrika) menuju Eropa kemudian ke Asia tengah yang secara bertahap melintasi benua Asia bagian Tengah antara 2500-1500 SM, yang juga membawa peradapan kaukasus Germanen,Illirier, Thraker dan Kammerier dari kawasan Laut Hitam di Eropa dan Mongolia. Kemudian di Zaman perunggu sekitar 4 abad SM, kelompok melanesoid10

10

Kelompok melanesoid adalah rumpun tertua yang keluar dari eropa dengan rhas negro.

melanjutkan perjalanan gelombang migrasi lagi dari wilayah Tonkim-Annam di bagian Selatan Tiongkok sekarang yang berkembang dengan kebudayaan Dongson, yang menurut R. von Heine-Geldren, dari Yunnan melintasi jalur yang sekarang dinamai Kampuchea, Laos, Thailand, Semenanjung Malaya, memisah ke Kalimantan terus ke Filippina. Kemudian migrasi menempuh jalur dari pulau Sumatera bagian Utara dan Tengah, sebagian tinggal, dan yang lain melintasi daratan yang sekarang Pulau Jawa menuju ke arah Timur (Pasaribu 2009:ii).

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan, bahwa orang Batak bersal dari kelompok melanesoid yang keluar dari Afrika dengan melakukan imigrasi menuju Eropa, Asia Tengah dan sampai ke Sumatera bagian Utara. Walaupun demikian perlu ditekankan bahwa ratusan tahun yang lalu masyarakat Batak Toba sudah berkembang di tanah Batak.

(6)

2.1.1 Konsep Kepercayaan Masa Pra Kristen : Hasipelebeguon.

Pada masa pra Kristen masyarakat Batak Toba belum menganut kepercayaan

polytheisme atau hasipelebeguon. Hasipelebeguon adalah kepercayaan kepada

dewa-dewa yang ada dalam mitologi orang Batak Toba seperti, Batara Guru, Ompu Tuan

Soripada, Ompu Tuan Mangalabulan, roh nenek moyang dan kekuatan supranatural yang

mendiami tempat-tempat sakral (Vergouwen 1986:79). Dalam mitologi yang berkembang pada masyarakat Batak Toba penguasa tertinggi adalah Ompu Mulajadi Nabolon. Hal ini diyakini bahwa manusia dan segala isinya diciptakan oleh Mulajadi Nabolon.

Secara fungsional Mulajadi Nabolon terbagi tiga yang disebut tri tunggal sebagai wujud kuasa Mulajadi Nabolon, yaitu :Batara Guru, Ompu Tuan Soripada dan Ompu

Tuan Mangalabulan. Batara Guru merupakan dewa yang memberikan kepintaran,

tempat bertanya dan pemberi talenta. Ompu tuan soripada merupakan sebagai dewa yang memberi mata pencaharian, kekayaan, kejayaan dan kesusahan bagi manusia. Sedangkan

Tuan Sori Mangaraja adalah dewa yang memberikan ilmu kedukunan, kesaktian,

kekuatan dan ilmu keberanian (Tobing 1956:46-55)

Pada masyarakat Batak Toba banua (benua) terbagi atas tiga bagian yaitu : Banua

ginjang (benua atas), sebagai tempat bagi Ompu Mulajadi Nabolon. Banua tonga (benua

tengah), sebagai tempat tinggal manusia. Banua toru (benua bagian bawah), sebagai tempat para roh-roh jahat maupun yang baik. Selain tempat kediaman Ompu Mulajadi

Nabolon, banua ginjang juga menjadi tempat tinggal bagi sahala, debata na tolu, dewa-dewa, suru-suruon parhalado ( Tampubolon 1964:17)

Masyarakat Batak juga percaya bahwa roh dan jiwa juga mempunyai kekuatan. Roh dan jiwa pada masyarakat Batak Toba dibagi yakni: tondi, sahala, dan begu. Sesuatu

(7)

yang sentral dalam praktek hasipelebeguon adalah apa yang dikenal dengan tondi secara (harafiah berarti “roh” atau “jiwa”) yang dimiliki manusia hidup, manusia yang sudah meninggal, tumbuh-tumbuhan dan hewan (vergouwen 1986:82). Tondi merupakan kekuatan dari penggerak tubuh. Tondi ini didapat dari Mulajadi Nabolon baik yang hidup dan yang sudah mati (Tobing 1956:97-98). Sahala adalah kekuatan tondi yakni kekuatan untuk mempunyai banyak keturunan, kepintaran, pengetahuan atau talenta (Lumbantobing 1992:21). Sahala pada orang Batak Toba percaya bahwa orang yang hidup dan orang yang sudah mati dapat mengalihkan sahala kepada orang lain (pedersen 1970:29-30). Begu adalah arwah atau roh orang meninggal yang mendiami suatu tempat,

begu dibagi dua yaitu, begu yang jahat dan begu yang baik.

Praktek hasipelebeguon ini adalah penyembahan berhala boleh saja patung buatan tangan manusia yang dipercayai berhakekat illahi. Berhala itu juga boleh begu, roh orang mati, arwah yang dianggap dapat bertinggal di tempat angker, gunung, lembah, sungai dan rumah. Semua kuasa-kuasa ini dibujuk, disembah, diberi makanan atau persembahan

tonggo atau mantra-mantra (Sianipar, 1989).

Praktek hasipelebeguan pada masyarakat Batak Toba juga berkaitan dengan tradisi penyajian gondang sabangunan dan tor-tor11

11

Tortor adalah tarian seromial yang disajikan dengan musik gondang. Walaupun secara fisik tortormerupakan tarian, namun makna yang lebih dari gerakan-gerakanya menunjukkan tortor adalah sebuh media komunikasi, dimana melalui gerakan yang disajikan terjadi interaksi antara partisipan upacara. Tortor dan musik gondang ibarat koin yang tidak bisa dipisahkan

(Purba2004:64)

. Praktek pemujaan seperti contoh, acara asean taon, mamele, mandudu, yang selalu melibatkan penyajian gondang sabangunan dan tor-tor. Fungsi gondang sabangunan bukan semata-mata hanya mengiringi tor-tor, namun suatu rangkaian sebagai media untuk menyampaikan permohonan kepada Mulajadi Nabolon. Hal ini dapat dilihat dalam teknis penyajian

(8)

gondang sabangunan dalam suatu upacara. Tahap yang pertama yang dilakukan pada suatu acara adalah manjujur gondang12

Setelah masyarakat Batak Toba berkembang dan penduduknya yang semakin bertambah, banyak raja-raja penguasa daerah Batak Toba pada tahun 1880-an membentuk organisasi agama suku yang merupakan perwujudan aliran kepercayaan purba yaitu: Si Raja Batak, merupakan aliran yang meyakini leluhur orang Batak bertempat di daerah samosir. Parmalim atau aliran yang dipakai Sisingamangaraja XII meneruskan sikap hamalimon

dengan memainkan serangkaian tujuh reportoar yang ditujukan kepada Mulajadi Nabolon dan dewa-dewa yang tanpa tor-tor. Begitu juga halnya dengan judul komposisi gondang seperti gondang Mulajadi, gondang Batara

Guru, gondang habonaran. Dengan penjelasan diatas bahwa ansambel gondang

sabangunan sangat erat kaitannya dengan hasipelebeguon.

13

. Parbaringin adalah organisasi bius yang mengatur tata kehidupan masyarakat Batak Toba dalam acara asen taon14

12

Manjujur gondang adalah memohonan kepada Mulajadi Nabolon dan dewa-dewa supaya melindungi acara dan menjauhkan dari maksud jahat.

13

Hamalimon merupakan sifat kesucian. 14

Asean taon merupakan acara sakral tahunan yang bertujuan memohon kepada Mulajadi Na Bolon untuk mendatangkan hujan agar segala jenis tanaman menjadi subur dan memberikan hasil panen yang baik.

.

Tujuan di bentuk organisasi agama suku ini untuk menyatukan orang Batak menentang masuknya agama wahyu seperti agama kristen yang dibawakan oleh misionaris ke Tanah Batak. Pada prinsipnya aliran kepercayaan ini juga berlandasan kepada Ompu Mulajadi Nabolon yang di akui sebagai pencipta (Situmorang 1993b:98-120).

(9)

2.1.2 Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak Toba

Sistem kekerabatan pada masyarakat Batak Toba sangat erat kaitannya dengan istilah “marga” yang merupakan nama dari nenek moyang yang selalu diturunkan kepada keturunan dengan garis keturunan patriakal. Kekerabatan adalah suatu tata cara yang mengatur hubungan sosial kemasyarakatan. Sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba yaitu berlandaskan dalihan na tolu yang secara harafiah dalam bahasa Indonesia disebut sebagai “tungku yang tiga”.

Dalihan na tolu merupakan sebuah sistem hubungan sosial yang berlandaskan

pada tiga pilar kemasyarakatan, yakni hula-hula, dongan tubu (dongan sabutuha) dan

boru. Dalihan natolu diciptakan Mulajadi Nabolon dengan menurunkan kepada dewa

yang tiga yakni: Batara Guru sebagai simbol dari hula-hula, Debata Soripada simbol dari dongan sabutuha dan Debata Mangala Bulan simbol dari boru (Sinaga 1981:71-76)

Hula-hula merupakan kedudukan tertinggi dalam sistem kekerabatan masyarakat

Batak Toba. Hal ini dapat kita lihat dalam posisi dalam suatu acara dan penghormatan yang diberikan. Hula-hula merupakan status sebuah marga pemberi istri bagi marga lain. Sedangkan status boru merupakan pihak marga yang mengambil istri dari pihak

hula-hula. Istilah dongan sabutuha untuk menunjukkan sistem kekerabatan yang sederajat.

Biasanya untuk menyatakan hubungan dalam satu marga yang sama.

Dalihan Natolu pun diuraikan dengan pepatah “somba marhula-hula, manat mardongan tubu, elek marboru”. Pengertian dari pepatah ini secara harafiah “patuh dan

berikanlah sembah pada hula-hula, menjaga hubungan dengan dongan tubu, kelemah lembutan dengan boru. Pepatah ini bukan hanya sekedar ungkapan tetapi dapat kita lihat dalam suatu acara pesta.

(10)

Ketiga kelompok memiliki peranan yang penting dan saling melengkapi dalam adat. Ketika dalam suatu pesta, hula-hula tidak begitu repot karena dianggap sebagai posisi yang paling di hormati menjadi pemberi berkat dan restu. Dongan tubu berperan sebagai pihak yang turut bertanggung jawab dan mensukseskan acara tersebut. Biasanya

dongan tubu ini, menjadi tempat berdiskusi, dan menjalankan acara. Biasanya istilah

untuk dongan tubu dalam satu acara adat disebut dengan dongan saulaon (teman bekerja). Tidak kalah pentingnya juga peranan boru dalam satu perayaan acara adat istiadat pada masyarakat Batak Toba. Dalam setiap upacara adat pihak boru bertanggung-jawab dalam setiap hal yang sifatnya teknis pada upacara tersebut. Misalnya, mempersiapkan tempat, menyebarkan undangan, menyediakan kebutuhan acara, dan menyediakan konsumsi selama jalannya upacara (marhobas).

Dapat disimpulkan bahwa dalam dalihan na tolu, hula-hula dianggap sebagai pihak yang kedudukannya paling tinggi, dongan tubu sebagai pihak yang sederajat dan

boru merupakan pihak yang kedudukannya paling rendah. Namun istimewanya, setiap

orang dalam sistem kekerabatan Batak Toba akan berada dalam ketiga kedudukan tersebut. Artinya seseorang itu akan pernah sebagai hula-hula, dongan tubu dan sebagai

boru. Sehingga tidak akan pernah timbul perbedaan martabat dalam sistem kekerabatan

masyarakat Batak Toba.

Untuk mengkaji lebih dalam posisi ketiga pilar antara, hula-hula, dongan tubu dan

boru, juga dapat dilihat dalam rangkaian struktur tor-tor pada suatu acara. Ketika dalam

melakukan suatu upacara yang diadakan hasuhuton15

15

Hasuhuton merupakan yang membuat hajatan atau kepanitian.

, maka akan mengundang kekerabatan dan mempersilahkan manortor. Komposisi manortor ini dengan cara berdiri berhadap-hadapan atau membentuk lingkaran. Pada saat hula-hula manortor pihak

(11)

hasuhuton akan mendatangi hula-hula untuk meminta berkat. Hal ini dapat dilihat dari

pola gerak tortor dimana pihak hula-hula menumpangkan kedua tangan di atas kepala

hasuhuton, sebaliknya pihak hasuhuton mangelek (membujuk)sebagai tanda balasan

dengan cara kepala agak menunduk dan kedua tangan menyentuh dagu pihak hula-hula. Rangkaian pola gerak ini umum dilakukan secara bersamaan.

Penulis mengamati di lapangan bahwa di mana pun masyarakat Batak Toba bertempat tinggal, di pedesaan ataupun di perkotaan, adat kekerabatan ini masih tetap dijalankan tanpa merubah apa yang sudah diwariskan nenek moyang dahulu. Seperti pada pesta perkawinan masyarakat Batak Toba, tata acara dalam suatu pesta salah satu cerminan yang mendasar dengan konsep dalihan natolu.

2.2 Masyarakat Batak Toba di Desa Turpuk Limbong

Secara administratif, desa Turpuk Limbong termasuk ke dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Samosir, Kecamatan Harian Boho. Desa Turpuk Limbong ini terdiri dari tujuh dusun (Lumban), yaitu Lumban Simanappang, Lumban Gambiri,

Lumban Habeahan, Lumban Simardali-dali, Lumban Sitio-tio, Lumban Pandiangan, Lumban Upagordang.

Desa turpuk limbong ini berbatasan dengan desa Partungkoan16

16

Desa partungkoan ini mempunyai hutan yang luas dimana sebagai tempat mengambil material taganing seperti kayu dan rotan.

berada di sisi sebelah barat, desa Janji Martahan di sebelah timur, desa Limbong Sagala di sebelah utara dan di sebelah selatan adalah Danau Toba. Luas keseluruhan desa Turpuk Limbong mencapai 8,75 Km2. Wilayah ini terdiri dari, 56 ha lahan persawahan, tanah kering 80 ha,

(12)

pekarangan 8 ha, dan 371 ha, lahan bebas. Lahan bebas yang dimaksud pegunungan yang mengelilingi desa.

Desa Turpuk Limbong ini didiami sekitar 116 kepala keluarga. Dengan perincian, jumlah penduduk Desa Turpuk Limbong, sekitar 658 jiwa. Laki-laki 317 jiwa dan wanita 341 jiwa. Infrastruktur yang dapat ditemukan di daerah ini, satu unit Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), I unit Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Kantor Kepala Desa, satu unit Gereja HKBP, satu unit Gereja Katolik dan satu unit Sekolah Dasar (SD).

Salah satu keistimewaan desa Turpuk Limbong, yaitu desa ini merupakan salah satu desa tertua di kecamatan Harian Boho. Menurut Bapak M Habeahan17

Kemudian, sesuai dengan kesepakatan, mereka membagi batas-batas wilayah (turpuk), sehingga munculah istilah Turpuk Limbong, Turpuk Malau, Turpuk Sagala, dan

Turpuk Sihotang. Khususnya, untuk desa Turpuk Limbong, karena jumlah penduduk

semakin meningkat, penduduk menganggap perlu dibentuk suatu badan yang mengurus jalannya pemerintahan desa. Maka berdasarkan kesepakatan para pendiri desa pada saat , pada awalnya wilayah desa Turpuk Limbong, dibangun pada sekitar tahun 1700, oleh seorang marga Limbong yang berasal dari Desa Limbong Sagala yang berjarak sekitar 8-9 Km dari desa tersebut. Lahan yang subur, dan masih kosong membuat si Limbong tertarik untuk membuka lahan perladangan (manobbang) sekaligus ingin membuka wilayah perkampungan baru. Namun karena masih sendiri berdiam di wilayah itu Limbong merasa kesepian, sehingga mengundang beberapa orang dari sekitar pulau Samosir dan orang-orang sekitar desa Limbong Sagala. Adapun yang bersedia menerima undangannya adalah marga Malau, marga Sihotang dan marga Sagala.

17

(13)

itu memutuskan untuk membetuk suatu badan yang disebut dengan Bius Si Opat Tali18

Meskipun sektor peternakan bukan menjadi penghasilan utama masyarakat Desa Turpuk Limbong, namun tetap memiliki nilai ekonomi yang cukup baik sebagai penghasilan tambahan. Misalkan, apabila para petani membutuhkan biaya tambahan, biasanya mereka akan menjual hewan ternak mereka. Sebagian kecil penduduk Desa

di

desa Turpuk Limbong.

Kira-kira tahun 1950-an sesudah Indonesia merdeka penduduk Turpuk Limbong makin bertambah dimana marga-marga lain pun berdatangan untuk tinggal di Turpuk Limbong. Kemudian sesuai dengan sistem tata pemerintahan Republik Indonesia, Turpuk Limbong ini disahkan dengan desa Turpuk Limbong pada tahun 1970-an. Pada tahun 1980-an sampai sekarang ini desa Turpuk Limbong mengalami perkembangan dan kemajuan. Adapun perkembangan yang terdapat di desa Turpuk Limbong ini adalah jalan sudah beraspal hingga mempermudah sarana tranportasi untuk bepergian serta masuknya alat-alat elektronik dan listrik.

Sistem mata pencaharian masyarakat di Desa Turpuk Limbong didominasi sektor pertanian yaitu sekitar 80% dari keseluruhan jumlah penduduk. Komoditi pertanian masyarakat desa Turpuk Limbong pada umumnya, padi, bawang, cabe merah dan kopi ateng. Selain menjadi petani, masyarakat desa Turpuk Limbong pada umumnya juga beternak babi, dan ayam. Selain itu sebagian petani-petani desa Turpuk Limbong juga beternak kerbau dan sapi. Karena kedua jenis hewan ternak ini berperan dalam membantu masyarakat di sektor pertanian.

18

Bius siopat tali seperangkat desa untuk mengurus adat-istiadat, sengketa tanah dan juga mengurus pemerintahan desa. Sampai saat ini bius siopat tali masih aktiv berperan membantu pemerintahan desa.

(14)

Turpuk Limbong memiliki mata pencaharian sebagai penangkap ikan (nelayan) dan ada juga yang memelihara ikan (parkeramba) di Danau Toba. Biasanya para nelayan Desa Turpuk Limbong menangkap ikan dengan menggunakan sampan dan jaring. Beberapa masyarakat ada yang menjadi pegawai negeri dan membuka usaha seperti membuka toko. Dan ada juga yang berjualan hasil pertanian ketempat lain pada pagi hari untuk pajak pagi.

Di desa Turpuk Limbong juga ada ditemui sebagai pengrajin alat musik tradisional Batak Toba seperti, taganing, sarune, hasapi dan lain-lain. Pembuatan alat musik tradisional Batak Toba yang terdapat di turpuk limbong masih menggunakan peralatan yang sederhana. Sebagai mata pencaharian tambahan yang mempunyai ketrampilan dalam bermain musik beberapa masyarakat kecil Turpuk Limbong ada yang ikut menjadi pargonci, Dimana di desa ini masih ada ditemukan group kesenian Batak Toba.

Referensi

Dokumen terkait

Bila hal ini ingin lebih dicermati, sebenarnya dapat dilakukan estimasi yang lebih cermat dengan melakukan pendekatan dengan perhitungan statistik untuk pengujian dengan

Dengan metode Fast Grey-Level Grouping (FGLG) dengan nilai bin standar 20, didapatkan peningkatan kualitas kontras suatu citra yang cukup baik bagi citra yang memiliki

Adapun tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai peranan komunikasi dalam mempengaruhi kinerja

Hasil pengujian hubungan antara prinsip-prinsip good corporate governance dan manajemen laba pada tahun 2012 diperoleh bahwa semua prinsip-prinsip good corporate governance

P nl merupakan suplai daya lima phasa pada keadaan tanpa beban, maka besar reaktansi.

3.5 Condition assessment and recording of mural paintings After creating the base maps, the conditions of the mural paintings were recorded on the OHP sheets on the

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan tentang kanker serviks dengan metode peer group terhadap minat ibu melakukan pap smear di Desa Caturharjo,