• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN PRODUK INTERPRETASI WISATA KOTA MANADO PROVINSI SULAWESI UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN PRODUK INTERPRETASI WISATA KOTA MANADO PROVINSI SULAWESI UTARA"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH DIANE TANGIAN

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

B O G O R 2007

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pengembangan Produk Interpretasi Wisata Kota Manado” adalah karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Sumber dan informasi yang digunakan berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2007

Diane Tangian NIM P052050141

(3)

Abstrak

DIANE TANGIAN. Pengembangan Produk Interpretasi Wisata Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara. Dibimbing oleh ARIS MUNANDAR, dan SOEHARTINI SEKARTJAKRARINI.

Pemerintah Kota Manado telah mencanangkan visi dan misi Kota Manado sebagai kota tujuan wisata dunia tahun 2010. Visi dan misi tersebut harus diikuti dengan kesiapan obyek dan daya tarik wisata Kota Manado, seperti tersedianya produk intepretasi wisata karena produk tersebut dapat meningkatkan daya saing tempat tujuan wisata. Kurangnya produk interpretasi wisata Kota Manado saat ini menyebabkan pengenalan wisatawan akan obyek dan daya tarik wisata juga sangat kurang. Untuk itu diperlukan tindakan kebijakan dalam merumuskan pengembangan produk intepretasi wisata di Kota Manado. Metode yang digunakan adalah survei lapangan mengacu pada kriteria standar penilaian obyek dan daya tarik wisata alam serta wisata sejarah. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa Kota Manado memiliki potensi wisata yang tinggi, dengan nilai indeks rata-rata di atas 80%. Terdapat dua jalur interpretasi yang potensial berdasarkan waktu dan aksesibilitas yaitu jalur interpretasi paket wisata C (untuk satu sampai dua hari) dan jalur interpretasi paket wisata A (untuk tiga sampai empat hari). Strategi pengembangan produk interpretasi wisata yang perlu dikembangkan di Kota Manado adalah pengembangan produk interpretasi wisata secara keseluruhan baik di dalam kawasan wisata maupun di luar kawasan wisata, karena hal tersebut sangat mempengaruhi daya saing pariwisata Kota Manado.

(4)

ABSTRACT

DIANE TANGIAN. Development of tourism product interpretation in Manado, North Sulawesi. Supervaised by ARIS MUNANDAR and SOEHARTINI SEKARTJAKRARINI.

The government of Manado has proclaimed its vision and mission as a city of world tourism destination by 2010. The vision and mission must be followed by equipping objects and tourism fascination at Manado, is tourism interpretation products of tourism destination. Lack of tourism interpretation product at this time is causing the decreased of tourist recognition of objects and tourism fascination at Manado. Therefore, it is needed a policy action formulating development of tourism interpretation product in Manado. Field survey was used as a method considering the standard criterion assessment of objects and natural recreation fascination, and history tourism. This research indicated that Manado city was having high tourism potency, with index value above 80%. There are two potential tourism interpretation paths according to time and accessibility i.e. tourism Packet C (for one until two days) and tourism Packet A (for three until four days). Suggested development strategies that require to be developing in Manado are development of tourism interpretation product totally, both in tourism area and also outside tourism area, because it is influential the competitiveness of Manado tourism.

(5)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2007

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(6)

PENGEMBANGAN PRODUK INTERPRETASI WISATA KOTA MANADO PROVINSI SULAWESI UTARA

DIANE TANGIAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

B O G O R 2007

(7)

Judul Tesis : Pengembangan Produk Interpretasi Wisata Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara

Nama : Diane Tangian

NIM : P052050141

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Aris Munandar, MS Dr. Ir. Soehartini Sekartjakrarini, MSc

Ketua Anggota

Diketahui, Plh. Ketua Program Studi Pengelolaan

Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Etty Riani, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(8)

PERSEMBAHAN Karya ilmiah ini kupersembahkan kepada

Anakku tercinta Wison Paulus Pijoh Terima kasih atas dukungan doanya

Wison yang selalu memberikan inspirasi, semangat dan harapan baru

Semoga karya ilmiah ini dapat menjadi pendorong untuk keberhasilan studi Wison Selalu tegar dalam menghadapi kenyataan hidup, dan

Andalkan Tuhan Yesus dalam segala hal. Aku senantiasa memandang kepada Tuhan,

karena Dia berdiri disebelah kananku, aku tidak goyah. (Kisah Para Rasul 2 : 25)

Kakak-kakak dan ponakan-ponakanku

Terima kasih atas bantuan dan doa yang kalian berikan selama ini

Kalian yang selalu memberikan semangat dan dorongan disaat aku lemah Memberiku harapan untuk menggapai cita-cita

Semua itu tentunya tidak lepas dari didikan mami dan papi Saling menopang sebagai saudara, dalam keadaan apapun. Sahabat-sahabatku

Sandra, Simon, Audy ,Maykel dan Sandi terima kasih atas bantuan yang kalian berikan selama ini. Santi, Indah, Icha, Lasmi, Widhi, Pepen, Masudin, dan Ipul kalian yang selalu memberiku dorongan dan semangat. Leni, Fitri, Tri, Uni, terima kasih atas persahabatan yang kalian berikan, Aang, Andri, Radiso, Amin, Wahit, Budi dan Soleh terima kasih atas kebersamaan selama ini. Persahabatan dan rasa kekeluargaan yang terjalin memberikan semangat dan warna baru dalam hidupku.

(9)

RIWAYAT HIDUP

Diane Tangian lahir di Mundung pada tanggal 9 Juni 1972, anak bungsu dari lima bersaudara. Ayah Alfonsus Tangian (almarhum) dan ibu Yuliana Mokorimban (almarhum). Tahun 1994 penulis menyelesaikan studi tingkat dasar di SDN II Mundung, dan pada tahun 1997 menyelesaikan studi tingkat menengah di SMP N. Molompar. Pada Tahun 1990 menyelesaikan studi tingkat atas di SMA N. I Manado, dan pada tahun yang sama penulis diteriama di Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi dan lulus pada tahun 1995. Tahun 2001 penulis diterima sebagai Dosen di Politeknik Negeri Manado. Pada tahun 2005 penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB), pada program tudi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan.

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis penjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, berkat kasih dan bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis menyadari dalam penyelesaian tesis ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Aris Munandar, MS dan Dr. Ir. Soehartini Sekartjakrarini, MSc selaku pembimbing.

2. Dr. Ir. Alinda Fitriani, MS selaku penguji luar komisi.

3. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan periode 2005-2007.

4. Dr Ir. Etty Riani, MS selaku Plh. Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan.

5. Nixon Munaiseche, SE selaku Direktur Politeknik Negeri Manado beserta seluruh pimpinan dan staf pengajar Jurusan Pariwisata.

6. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Manado.

7. Rekan-rekan angkatan 2005 Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan tesis ini.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... ... 1 1.2 Tujuan Penelitian ... ... 2 1.3 Kerangka Pemikiran ... ... 3 1.4 Perumusan Masalah ... ... 3 1.5 Manfaat Penelitian ... ... 4 II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Pariwisata dan Ekowisata ... ... 6

2.1.1 Batasan serta Pengertian Pariwisata ... 6

2.1.2 Batasan serta Pengertian Ekowisata ... 8

2.1.2.1 Sejarah Munculnya Istilah Ekowisata ... 8

2.1.2.1 Konsep Ekowisata ... 9

2.2 Keterkaitan Ekowisata dengan Interpretasi... ... 11

2.3 Interpretasi ... ... 12 2.3.1 Pengertian Interpretasi ... 12 2.3.2 Tujuan Interpretasi ... 14 2.3.3 Prinsip Interpretasi ... 15 2.3.4 Perencanaan Interpretasi ... 15 2.3.5 Cara-cara Interpretasi ... 17

2.3.6 Unsur Utama Interpretasi ... 18

2.3.7 Tipe-tipe Interpretasi ... 19

2.4 Daya Saing Pariwisata ... ... 20

III METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... ... 22

3.2 Metode Penelitian ... ... 23

3.3 Analisis Data ... ... 23

(12)

3.3.2 Analisis Pengunjung ... 23

3.3.3 Analisis Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) ... 24

IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 25

4.1 Provinsi Sulawesi Utara ... ... 25

4.2 Kota Manado ... ... 29

4.2.1 Kondisi Fisik Kota Manado ... 29

4.2.2 Sejarah Kota Manado ... 33

4.2.3 Potensi Obyek Wisata Kota Manado ... 34

4.2.4 Kebijakan Pemerintah untuk Pengembangan Pariwisata ... 35

V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

5.1 Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata ... ... 41

5.1.1 Potensi Obyek Wisata Alam ... 41

5.1.2 Potensi Obyek Wisata Sejarah ... 45

5.1.3 Potensi Obyek Wisata Buatan ... 49

5.1.4 Potensi Obyek Wisata Seni dan Budaya ... 53

5.2 Penilaian Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata .. ... 61

5.2.1 Penilaian Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam ... 61

5.2.2 Penilaian Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Sejarah ... 79

5.2.3 Penilaian Potensi Pengunjung ... 83

5.3 Evaluasi Jalur Interpretasi ... ... 84

5.4 Evaluasi Alternatif Kebijakan ... ... 96

VI KESIMPULAN DAN SARAN ... ... 101

6.1 Kesimpulan ... ... 101

6.2 Saran ... ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 102

(13)

DAFTAR TABEL

1. a. Hasil penilaian potensi ODTW kawasan TNB (Obyek wisata laut) ... 62

b. Hasil penilaian potensi ODTW kawasan TNB (Obyek wisata darat) ... 63

2. Penilaian potensi ODTW Alam Pantai Malalayang ... 64

3. Penilaian potensi ODTW Alam Gunung Tumpa ... 65

4. Penilaian potensi ODTW Alam Air Terjun Kima ... 66

5. Hasil penilaian potensi ODTW Sejarah ... 80

6. Jumlah kunjungan wisata ... 83

7. Hasil evaluasi jalur interpretsi paket wisata satu sampai dua hari ... 86

8. Skema jalur interpretasi paket wisata satu sampai dua hari ... 87

9. Obyek wisata paket satu sampai dua hari ... 88

10. Hasil evaluasi jalur paket wisata tiga sampai empat hari ... 90

11. Skema jalur interpretasi paket wisata satu sampai dua hari ... 91

12. Obyek wisata paket tiga sampai empat hari ... 92

13. Skema jalur interpretasi paket wisata satu minggu ... 94

14. Obyek wisata satu minggu ... 94

15. Hasil pembobotan alternatif kebijakan ... 97

(14)

DAFTAR GAMBAR

1. Bagan alir kerangka pikir ... 5

2. Pariwisata dari sisi demand dan supplay ... 7

3. Diskriminan keunggulan ekowisata terhadap pariwisata ... 11

4. Bagan proses perencanaan interpretasi ... 16

5. Perspektif produktif life cycle ... 21

6. Peta lokasi penelitian ... 22

7. Peta wisata alam ... 58

8. Peta wisata sejarah ... 59

9. Peta wisata buatan ... 60

10. Keindahan panorama bawah laut ... 67

11. Daya tarik Pulau Manado Tua ... 68

12. Perahu katamaran dan jenis transportasi laut ... 69

13. Hasil kerajinan masyarakat ... 70

14. Akomodasi di Pulau Bunaken ... 70

15. Daya tarik Pantai Malalayang ... 72

16. Rumah makan terapung ... 74

17. a. Pemandangan Kota Manado ... 75

b. Pemandangan Pulau Manado Tua dan Bunaken ... 75

18. Air Terjun Kima ... 77

19. Kondisi jalan menuju obyek ... 78

20. a. Tugu/waruga Dotu Lolong Lasut ... 81

b. Waruga abad 13-14 ... 81

21. Batu Sumanti... 82

22. Goa Jepang ... 82

23. Peta jalur interpretasi paket wisata satu sampai dua hari ... 89

24. Peta jalur interpretasi paket wisata tiga sampai empat hari ... 93

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Tabel kriteria penilaian ODTW alam ... 105

2. Tabel kriteria penilaian ODTW sejarah ... 115

3. Hasil pembobotan jalur interpretasi ... 116

4. Data kunjungn wisata ... 116

5. Data kunjungan wisman ... 117

6. Obyek wisata SULUT ... 119

7. Tempat rekreasi dan hiburan ... 122

8. Pusat belanja ... 124

9. Daiving center and resort ... 125

10. Jalur penerbangan ... 127

10a. Jalur penerbangan domestik ... ... 127

10b. Jalur penerbangan internasional ... 129

(16)

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pariwisata merupakan salah satu produk yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara cepat dalam hal kesempatan kerja, peningkatan taraf hidup yaitu dengan mengaktifkan sektor industri lain. Diperkirakan menjelang abad ke-21 pariwisata akan menjadi andalan perolehan devisa negara dan perkembangannya dapat memacu perekonomian suatu negara. Industri pariwisata akan tumbuh secara berlanjut dengan rata-rata 4% per tahun dan dengan pasar ekowisata 10% per tahun (WTTC, 2004). Industri pariwisata pada tahun 2010 diperkirakan akan memberikan kontribusi devisa pada gross domestic product (GDP) sebesar 12%. Pertumbuhan pariwisata pada tahun yang sama diperkirakan akan menciptakan lapangan kerja sebanyak 2,5 juta orang di Indonesia (WTO, 2002 dalam Hengky, 2006)

Untuk meningkatkan daya saing, world travel and tourism council menyatakan bahwa pelaku usaha pariwisata di Indonesia perlu mengubah pemanfaatan ODTW secara konseptual, terencana, bertahap, dan berwawasan lingkungan (WTTC, 2004 dalam Hengky 2006). Interpretasi merupakan produk pariwisata yang dilandasi konsep ekowisata yang mengkombinasikan kepentingan industri pariwisata, wisatawan dan para pencinta lingkungan. Trend pariwisata berwawasan lingkungan saat ini makin diperhatikan masyarakat dunia, dan Indonesia juga menindak lanjuti dengan berbagai bentuk pariwisata sejalan dengan pelestarian lingkungan.

Provinsi Sulawesi Utara merupakan daerah yang kaya akan obyek dan daya tarik wisata. Keunggulan potensi pariwisata Sulawesi Utara khususnya Manado dapat dilihat dari dua sisi yaitu: pertama sebagai daerah tujuan wisata, terdapat beberapa obyek wisata alam, wisata buatan, wisata sejarah, wisata seni dan budaya. Kedua sebagai pintu gerbang pariwisata regional bahkan nasional, karena posisinya yang strategis sebagai inlet/outlet di kawasan timur Indonesia belahan utara ke pasar pariwisata global, khususnya di kawasan Asia Pasifik. Adapun visi dan misi pariwisata Kota Manado adalah ”Manado kota pariwisata dunia tahun 2010”.

(17)

Permasalahan yang dihadapi industri pariwisata saat ini yaitu minimnya produk interpretasi yang menyebabkan pengenalan wisatawan akan obyek dan daya tarik wisata daerah ini juga sangat minim. Melihat kondisi tersebut perlu dilakukan pengembangan produk interpretasi pariwisata untuk mempermudah wisatawan mengenal dan memahami obyek wisata yang ada, di samping itu juga agar wisatawan tidak hanya dicitrakan oleh satu citra saja (capsule image) Bunaken. Interpretasi memberikan/ memungkinkan keragaman obyek wisata sehingga tekanan terhadap suatu obyek wisata yang menjadi ”capsule image” dapat dikurangi.

Interpretasi dalam pengertian produk pariwisata adalah suatu kemasan produk dengan muatan nilai-nilai substantif sumber-sumber (alam / budaya), untuk memenuhi harapan pengunjung mendapatkan pengetahuan dan pembelajaran tentang lingkungan setempat (Sekartjakrarini, 2003). Interpretasi sejarah menghubungkan wisatawan dengan keadaan masa lalu, sehingga tergugah perasaannya seakan merasa berada pada masa itu. Interpretasi yang harus dikembangkan pada situs sejarah yang paling utama adalah pemahaman akan situs.

Menurut Adelson (1996) interpretasi yang baik akan membantu pengunjung memahami, merasakan, apa yang ditunjukkan, dikatakan atau dilaksanakan sehingga pengunjung merasakan keterlibatan secara pribadi. Jadi interpretasi itu merupakan suatu cara pelayanan untuk membantu pengunjung supaya tergugah rasa sensitifnya dalam merasakan keindahan alam serta hubungan timbal balik dengan lingkungan, rasa ketakjuban dan hasrat untuk mengetahui keberadaan sejarah maupun seni budaya masyarakat lokal sehingga merasa tergugah untuk menjaga kelestariannya. Interpretasi adalah suatu mata rantai komunikasi antara pengunjung dan sumber daya yang ada (Sharpe, 1982). Pengelolaan pariwisata itu sendiri adalah untuk menciptakan interdependensi antara wisatawan dengan obyek-obyek wisata itu sendiri, dan diperlukan paduan yang serasi antara seni dan iptek. Tanpa iptek, sangatlah tidak mungkin pariwisata dapat berkembang secara berkelanjutan (Soewarno, 2002).

(18)

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengindentifikasi dan menganalisis potensi wisata yang ada di Kota Manado. b. Menetapkan jalur interpretasi paket wisata Kota Manado.

c. Menetapkan produk interpretasi wisata yang dapat dikembangkan di Kota Manado.

1.3 Kerangka Pemikiran

Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara, pariwisata mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melestarikan budaya dan pembelajaran tentang alam dan lingkungan. Dengan melihat potensi obyek dan daya tarik wisata yang ada di Kota Manado, berupa potensi obyek wisata alam, wisata buatan, wisata sejarah, wisata seni dan budaya, perlu dilakukan suatu program pengelolaan secara terpadu untuk tercapainya visi dan misi Pariwisita Kota Manado ” Manado kota pariwisata dunia tahun 2010”. Salah satu alternatif pengelolaan dan pengembangan pariwisata yang perlu dilakukan adalah dengan mengidentifikasi dan menganalisa potensi obyek dan daya tarik wisata yang ada, menetapkan jalur paket wisata, dan selanjutnya menentukan produk interpretasi wisata yang dapat diterapkan di daerah ini. Adapun kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 menunjukkan kerangka pikiran tahap dan proses pelaksanaan penelitian.

1.4 Perumusan masalah

Kota Manado memiliki obyek dan daya tarik wisata yang potensial, dan patut diperhitungkan sebagai daerah tujuan wisata. Obyek dan daya tarik wisata berupa obyek wisata alam, buatan, sejarah, seni dan budaya merupakan daya tarik wisata yang potensial untuk dijual. Permasalahan yang dihadapi industri pariwisata saat ini adalah minimnya produk interpretasi wisata, menyebabkan wisatawan kurang mengenal obyek dan daya tarik wisata yang ada. Wisata di Kota Manado dicitrakan sebagai suatu “capsule image” yaitu Bunaken. Pengembangan produk interpretasi dan pembuatan jalur interpretasi disamping untuk meningkatkan apresiasi pengunjung, juga dimaksudkan untuk meningkatkan keberagaman tujuan wisata serta pelestarian lingkungan obyek wisata unggulan akibat tekanan jumlah kunjungan yang melebihi kapasitas daya dukungnya.

(19)

Adapun dari alur perumusan masalah yang dikembangkan, maka permasalahan yang dicoba untuk dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana pengembangan produk interpretasi wisata yang dapat diterapkan di Kota Manado untuk menunjang produk pariwisata itu sendiri dan bagaimana bentuk jalur interpretasi paket wisata yang dapat diterapkan di Kota Manado (Gambar 1).

1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Menjadi sumber informasi mengenai obyek dan daya tarik wisata yang tersebar di Kota Manado.

b. Sebagai bahan acuan dan pertimbangan bagi semua pihak terkait dalam menentukan kebijakan yang tepat dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata khususnya produk interpretasi wisata Kota Manado.

(20)

PERUMUSAN TUJUAN SURVEI DAN ANALISA FORMULASI KEBIJAKAN DAN REKOMENDASI MANFAAT PRODUK INTERPRETASI BIOFISIK Analisis ODTW Analisis karakteristik Ananlisis Jalur Interpretasi Evaluasi Jalur Interpretasi Rumusan akhir manfaat pengembangan interpretasi Alternatif Kebijakan Evaluasi Alternatif Kebijakan

SOSBUD DAN EKONOMI

Pengunjung: - Jumlah - Asal - Musim kunjungan - Lama kunjungan ODTW: - Alam - Buatan - Sejarah - Seni dan budaya

Penduduk (sosial): - Pendidikan - Pelayanan - Kemampuan berbahasa Budaya: - Adat istiadat

Prasarana dan sarana: - Akomodasi - Aksesibilitas

Ekonomi: - Mata pencaharian

Umpan Balik

(21)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata dan Ekowisata

2.1.1 Batasan Serta Pengertian Pariwisata

Pariwisata adalah pergerakan temporer wisatawan ke obyek dan daya tarik wisata (ODTW) di luar tempat mereka tinggal dan bekerja. Selama tinggal di ODTW tersebut mereka melakukan kegiatan rekreasi di tempat yang terdapat fasilitas akomodasi untuk memenuhi kebutuhan mereka (Mathieson dan Wall, 1982). Menurut Cooper et al. (1999) mendefinisikan pariwisata dari dua sisi demand dan supply. Definisi pariwisata biasanya lebih berorientasi pada sisi demand daripada sisi supply (Gambar 2).

Gambar 2 Pariwisata dari sisi demand dan supply (Cooper et al, 1999)

Adapun ekowisata merupakan suatu konsep yang telah mengakomodasi tourism demand dan tourism supply, dimana hal tersebut terlihat dalam enam unsur yang mengikuti konsep ekowisata yaitu : konservasi, edukasi, etika, sustainable development, impact dan local benefit (Cooper at al, 1999). Sedangkan jika dilihat konsep pariwisata dari sisi demand, sangat dipengaruhi oleh situasi ruang dan waktu; dengan berbagai motivasi yang mengikutinya (McIntosh et al., 1995) meliputi :

Tourism Demand Indikator Clasification of Tourism Concept Motivation Consumer Behavior Decision Making Market Intermedia Accomodation Socio-Culture Economic Transport Atraction Destination Envr Tourism Development Government Organization Carrying Capacity Tourism Supply

(22)

Fisik : motivasi terkait dengan aktivitas yang bertujuan untuk mengurangi tekanan fisik (penyegaran pikiran, kesehatan dan ketenangan)

Budaya : motivasi untuk melihat, mengetahui lebih banyak mengenai budaya lain, gaya hidup, musik, seni dan dansa.

Antar-orang : motivasi untuk mendapat pengalaman baru yang berbeda seperti ; bertemu dengan orang baru, teman dan relasi.

Status atau prestise : motivasi untuk mengunjungi ODTW yang masih alami dan mengandung unsur pendidikan atau interpretasi.

Perilaku wisatawan saat ini telah berubah dimana wisatawan lebih memilih ODTW yang bernuansa alami. Mayoritas wisatawan sekarang ini menginginkan pariwisata yang bersifat rekreasi plus, yaitu dalam bentuk: 1) mendapatkan pengalaman berwisata dalam suasana yang merefleksikan keunikan lingkungan setempat dan terpelihara secara lestari, 2) interaksi aktif dengan masyarakat setempat untuk mengenal lebih jauh tentang budaya, adat istiadat, tradisi dan nilai-nilai soaial masyarakat (Sekartjakrarini, 2004). Kedua bentuk ini selain untuk memenuhi hasrat untuk memperoleh pengalaman berwisata yang khas tidak dijumpai di tempat lain, juga dimaksudkan sebagai pembelajaran (faktor interpretasi) untuk lebih memahami nilai-nilai lingkungan dari tempat yang dikunjungi. Menurut Cooper et al (1999) keputusan wisatawan untuk berwisata ditentukan oleh waktu luang, dana dan perilaku wisatawan itu, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku wisatawan meliputi: promosi, persepsi resiko berwisata dan motifasi.

Jika dilihat dari sisi supply, faktor-faktor pariwisata mencakup; transportasi, atraksi, akomodasi, pelayanan, informasi, promosi, sosial budaya, daya dukung, destinasi, dampak fisik lingkungan, kebijakan dan kelembagaan. Dari pemaparan tentang persepsi pariwisata dari sisi demand dan supply menunjukkan bahwa faktor interpretasi merupakan faktor penunjang pariwisata yang perlu dikembangkan untuk menunjang produk pariwisata. Adapun ekowisata itu merupakan bentuk wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area), memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat (Fandeli dan Muklison,

(23)

2000). Ekowisata adalah bentuk baru dari perjalanan bertanggung jawab ke arah alami dan berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata (Eplerwood, 1999).

Pengertian baru ekowisata berdasarkan hasi kajian dari 45 pakar, terdiri dari 31 pakar mancanegara dan 14 pakar nasional mengindikasikan ada tiga kelompok ekowisata (Hengky, 2006) yaitu:

1. Tahun 1987-1990 menitik beratkan pada mengurangi dampak negatif lingkungan, destinasi dan motivasi wisatawan.

2. Tahun 1991-2000 menekankan pada mengurangi dampak negatif lingkungan, penghasilan masyarakat lokal, perjalanan yang bertanggung jawab dan budaya.

3. Tahun 2001-2005 menitik beratkan pada mengurangi dampak negatif lingkungan, suastainable development dan penghasilan masyarakat lokal.

2.1.2 Batasan Serta Pengertian Ekowisata 2.1.2.1 Sejarah Munculnya Istilah Ekowisata

Degradasi lingkungan seperti berkurangnya keragaman hayati dapat terjadi sebagai akibat dari pembangunan berbagai sarana akomodasi, transportasi dan perilaku wisatawan yang kurang ramah terhadap lingkungan. Selain itu pelaku industri pariwisata pada umumnya didominasi oleh pengusaha sedangkan penduduk lokal pada banyak kasus hanya menjadi pihak yang menjual tanah, tenaga dan lainnnya untuk kepentingan pengusaha dan kemudian mereka termajinalkan. Keadaan ini mendorong timbulnya kesadaran untuk mengembangkan pariwisata yang ramah terhadap lingkungan (ecological friendly) dan peningkatan perekonomian masyarakat lokal, sehingga terjadi kesetaraan ekonomi bagi penduduk lokal dangan pengusaha wisata.

Perjalanan mengeksplorasi yang ingin mengetahui keadaan di benua lain telah dilakukan oleh Marcopollo, Washington,Wallacea, Weber, Junghuhn, dan Van Sreines dan masih banyak yang lain merupakan awal perjalanan antar pulau dan antar benua yang penuh dengan tantangan. Para adventurer ini melakukan perjalanan ke alam yang merupakan awal dari perjalanan ekowisata. Indonesia sebagai negara megabiodiversity nomor dua di dunia, telah dikenal memiliki kekayaan alam, flora dan fauna yang sangat

(24)

tinggi. Para explorer dari dunia barat maupun timur telah mengunjungi Indonesia pada abad lima belas yang lalu.

Istilah ekowisata mulai diperkenalkan pada tahun 1987 oleh Hector Ceballos Lascurain. Istilah ekowisata mengalami perubahan dari waktu ke waktu, namun pada hakekatnya pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area), memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat, Fandeli (2000). setelah itu beberapa pakar mendefinisikan ekowisata yang masing-masing meninjau dari sudut pandang yang berbeda.

2.1.2.2 Konsep Ekowisata

Definisi ekowisata menurut The Ecotourism Society, 1990 dalam Fandeli, 2000 adalah suatu bentuk perjalanan wisata kearah alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat.

Menurut Sekartjakrarini dan Legoh (2004) batasan ekowisata adalah pengembangan dan penyelenggaraan kegiatan berbasis pemanfaatan lingkungan untuk perlindungan, berintikan partisipasi aktif masyarakat, dengan penyajian produk bermuatan pendidikan dan pembelajaran, berdampak negatif minimum, memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan perekonomian daerah dan diberlakukan bagi kawasan lindung, kawasan terbuka, kawasan alam binaan serta kawasan budaya.

The Ecotourism Society (Eplerwood 1999) menyatakan ada delapan prinsip ekowisata, yaitu:

1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat.

2. Pendidikan konservasi lingkungan. Mendidik wisatawan dan masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi. Proses pendidikan ini dapat dilakukan langsung di alam.

(25)

3. Pendapatan langsung untuk kawasan. Mengatur agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelolaan kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan. Retribusi dan conservation tax dapat dipergunakan secara langsung untuk membina, melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan pelestarian alam.

4. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat diajak dalam merencanakan pengembangan ekowisata, demikian pula di dalam pengawasan peran masyarakat di harapkan ikut secara aktif.

5. Penghasilan masyarakat. Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat menjaga kelestarian kawasan alam.

6. Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua upaya pengembangan termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam. Apabila ada upaya disharmonize dengan alam akan merusak produk wisata ekologis ini. Menghindari sejauh mungkin penggunaan minyak, mengkonservasi flora dan fauna serta menjaga keaslian budaya masyarakat.

7. Daya dukung lingkungan. Pada umumnya lingkungan alam mempunyai daya dukung yang lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan. Meskipun mungkin permintaan sangat banyak, tetapi daya dukunglah yang membatasi.

8. Peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap negara. Apabila suatu kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata, maka devisa dan belanja wisatawan didorong sebesar-besarnya dinikmati oleh negara atau negara bagian atau pemerintah daerah setempat.

Ekowisata adalah bagian dari pariwisata berkelanjutan (Wight, 1993; Western dan David, 1993). Perbedaan ekowisata dengan pariwisata (Gambar 3) terletak pada karakteristiknya. Karakteristik ekowisata lebih ke arah primitif dan alami, sedangkan karakteristik pariwisata lebih ke arah hiburan (Wight, 1995).

(26)

Primitif Alami (ekowisata)

Hiburan

(Pariwisata masal)

Gambar 3 Diskriminan keunggulan ekowisata terhadap pariwisata (Crosseley dan Lee, 1994)

Dilihat dari bentuk kegiatannya, ekowisata tampaknya tidak berbeda dari kegiatan wisata alam biasa. Dalam pengembangan dan penyelenggaraan kegiatan ekowisata, kepedulian, tanggung-jawab, dan komitmen tersebut harus diwujudkan dengan berpegang teguh pada prinsip dan kriteria-kriteria pengembangan ekowisata.

Banyaknya batasan dan definisi ekowisata menunjukkan bahwa ekowisata sebenarnya masih merupakan suatu konsep yang akan terus berkembang. Dalam penulisan tesis ini mengacu pada batasan serta konsep ekowisata menurut Sekartjakrarini dan Legoh (2004).

2.2 Keterkaitan Ekowisata dengan Interpretasi

Ekowisata merupakan perpaduan antara aspek rekreasi dengan penyadaran lingkungan agar kelestariannya dapat terjaga, serta meningkatan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat. Wisatawan yang berkunjung di suatu daerah ingin mendapatkan suatu pengalaman yang baru dan kepuasan dalam kunjungannya. Untuk itu perlu dilakukan perpaduan antara keinginan wisatawan dengan pelestarian lingkungan, agar dapat berjalan secara berkelanjutan. Wisatawan pada umumnya tidak memahami atraksi maupun obyek-obyek yang ada, sehingga diperlukan panduan / interpretasi untuk mencapai tujuan wisatawan.

Karakteristik

1. Lokasi yang leluasa, jauh, dan bebas dari aktivitas 2. Melihat tumbuhan, hewan, margasatwa dan alami 3. Penduduk asli, seni dan budaya

4. Benefit bagi masyarakat setempat 5. Tantangan fisik

6. Tempat belanja dan tempat makan yang baik 7. Atraksi populer

(27)

Istilah interpretasi semula berawal dari pemikiran para pengelola ‘kawasan alam yang dilindungi’ sebagai konsep dan program untuk memberikan pendidikan kepada pengunjung tentang sumberdaya alam dan ekosistemnya dengan maksud agar lebih memahami dan menghargai lingkungan alam. Interpretasi dapat berperan penting dalam ekowisata dengan mendidik wisatawan mengenal alam pada komunitas dan daerah yang mereka kunjungi, dan juga mengenal masalah-masalah sumber daya alam, memberikan informasi tentang konsekwensi pada setiap tindakan mereka dan merangsang wisatawan untuk berperilaku yang melestarikan lingkungan.

Menurut Black (2000) pendidikan konservasi dan interpretasi merupakan elemen penting dalam kegiatan Ekowisata dan dapat diberikan kepada pengunjung dengan menggunakan berbagai media baik oleh pelaksana industri wisata, taman-taman wisata, Taman Nasional maupun oleh masyarakat lokal. Kegiatan ekowisata berkaitan erat dengan pendidikan dan kesadaran lingkungan. Menurut Brag (1990) dalam Black (2000) berpendapat bahwa “Ekowisata melibatkan organisasi aktif, pendidikan dan interpretasi lingkungan, kesadaran lingkungan, perhatian dan komitmen, melalui peningkatan pemahaman dan apresiasi terhadap alam”.

2.3 Interpretasi

2.3.1 Pengertian Interpretasi

Interpretasi adalah suatu mata rantai komunikasi antara pengunjung dan sumberdaya yang ada (Sharpe, 1982). Istilah interpretasi, bermula dari pemikiran para pengelola ‘kawasan yang dilindungi’ sebagai konsep dan program untuk memberikan pendidikan kepada pengunjung tentang sumberdaya alam dan ekosistemnya dengan maksud agar lebih memahami dan menghargai lingkungan alam. Berdasarkan pemahaman tersebut diharapkan pengunjung dapat mengambil bagian dalam usaha-usaha perlindungan dan pelestarian lingkungan alam di kawasannya.

Seiring dengan pergeseseran nilai di kalangan wisatawan, konsep pengertian interpretasi diadopsi oleh kalangan penyelenggara pariwisata dalam desain dan penawaran produk. Adapun pengertian interpretasi dalam produk pariwisata adalah suatu kemasan produk dengan muatan nilai-nilai substantif sumber-sumber (alam/budaya) untuk

(28)

memenuhi harapan pengunjung mendapatkan pengetahuan dan pembelajaran tentang lingkungan setempat (Sekartjakrarini dan Legoh, 2003). Interpretasi adalah pelayanan kepada pengunjung yang merupakan mata rantai komunikasi antara pengunjung dengan sumberdaya alam dan membantu pengunjung untuk merasakan sesuatu yang dirasakan oleh interpreter tentang keindahan, keunikan alam, keanekaragaman dan berhubungan dengan lingkungan, keajaiban alam dan perasaan ingin tahu.

Menurut Direktorat Taman Nasional dan Hutan Wisata (1988), interpretasi merupakan kombinasi dari 6 (enam) hal yaitu: 1) pelayanan informasi, 2) pelayanan pemanduan, 3) pendidikan, 4) hiburan, 5) inspirasi, 6) promosi. Kegiatan ini diselenggarakan dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pengunjung juga dengan cara memperlihatkan langsung pengunjung dengan obyek interpretasi sehingga pengunjung dapat memperoleh pengalaman langsung melalui panca indranya seperti penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman ataupun perabaan. Pengertian ini mengisyaratkan bahwa penyelenggaraan pariwisaa kini tidak cukup terfokus pada pengembangan produk rekreatif generik dan penyelenggaraan yang hanya memperhatikan unsur kenyamanan saja, akan tetapi harus memasukkan misi interpretasi di dalamnya.

Menurut Tilden (1957), dalam Interpreting Our Heritage menyatakan bahwa Interpretasi adalah kegiatan pendidikan yang bertujuan untuk mengungkapkan arti dan keterkaitan suatu obyek, oleh mereka yang berpengalaman, dengan menggunakan berbagai media, bukan hanya sekedar melakukan komunikasi berdasarkan informasi yang ada. Menurut Muntasib (2003), interpretasi merupakan suatu upaya untuk menjelaskan misteri alam, seni dan budaya kepada pengunjung baik secara langsung (melalui interpreter) maupun tidak langsung ( melalui poster, slide, film, photo ataupun alat peragaan lainnya), berupa seni yang menarik dan merupakan penggabungan berbagai pengetahuan yang terkait (flora, fauna, sejarah, geologi dan sebaginya). Pengunjung yang datang ke suatu kawasan wisata terutama bertujuan untuk menikmati alam dan seisinya baik keindahan, keunikan dan kekhasannya. Melalui interpretasi pengunjung dapat mengerti akan makna dari ODTW yang ada, sehingga membangkitkan emosional pengunjung untuk mencintai dan melestarikan alam dan budaya.

(29)

2.3.2 Tujuan Interpretasi

Tujuan dari pengembangan interpretasi secara umum yaitu sebagai produk, untuk memenuhi kebutuhan pengunjung akan pengetahuan, pembelajaran dan pengalaman baru; juga sebagai proses untuk menumbuhkan pengertian, pemahaman dan penghargaan pengunjung terhadap nilai-nilai substantif sumber-sumber suatu kawasan tujuan pariwisata dan pada gilirannya ikut melindungi dan melestarikan kawasan tersebut.

Menurut Sharp (1982), tujuan pokok interpretasi yaitu:

1. Membantu pengunjung membangun kesadaran, penghargaan dan pengertian tentang kawasan yang dikunjungi agar kunjungan kaya akan pengalaman dan kenyamanan. 2. Membantu pihak pengelola untuk mencapai tujuan pengelolaan karena interpretasi

dapat mendorong pengunjung menggunakan sumber daya dengan baik serta memperkecil dampak manusia yang merusak lingkungan.

3. Meningkatkan pengertian masyarakat umum terhadap sasaran dan tujuan yang hendak dicapai oleh suatu institusi/instansi, dengan jalan memasukkan perasaan-perasaan dalam program interpretasinya.

Pengembangan interpretasi sebagai suatu produk (kegiatan dan fasilitas pelayanan) adalah diperlukannya suatu ruang/tapak untuk mewujudkannya. Interpretasi dapat dikembangkan diberbagai kawasan baik hutan (konservasi, lindung, dan produksi), peninggalan sejarah, pertanian kampung tradisional, bahkan perkotaan. Terkait dengan tujuan dan teknik penyajian interpretasi, program interpretasi yang dikembangkan harus mempertimbangkan: (1) Potensi dan daya tarik pariwisata kawasan, (2) Teknik pengemasan, (3) Ketersediaan sarana dan prasarana pendukung.

2.3.3 Prinsip Interperetasi

Sejalan dengan pengertian dan tujuan interpretasi, keberhasilan mengembangkan produk interpretasi tergantung pada prinsip-prinsip yang ditetapkan. Menurut Sekartjakrarini dan Legoh (2003), interpretasi merupakan suatu pruduk yang harus layak untuk dijual, untuk itu diperlukan suatu proses yang harus dipenuhi dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

(30)

1. Keterkaitan.

Materi yang disajikan, ditujukkan, dan dijelaskan harus ada keterkaitan dengan hal-hal yang ingin diketahui dan dialami oleh pengunjung;

2. Ketepatan.

Sesuatu yang ingin diketahui dan / atau dialami pengunjung harus berdasarkan informasi yang lengkap atau akurat;

3. Keutuhan.

Penyajian sesuatu yang ingin diketahui dan / atau dialami pengunjung harus secara utuh / komprehensif;

4. Berseni

Untuk menarik dan mendorong keingintahuan pengunjung perlu menggabungkan berbagai seni dalam mengkomunikasikan sajian interpretasi, baik sajian tersebut dalam bentuk ilmiah, sejarah maupun yang berkaitan dengan arsitektur bangunan;

5. Ketertarikan.

Membangkitkan ketertarikan pengunjung untuk ingin tahu, belajar, mengalami dan selanjutnya menghargai kawasan tujuan bukan memerintah.

6. Pendekatan pasar.

Berorientasi melayani dan pendekatan berbeda untuk ‘audience’ yang berbeda.

2.3.4 Perencanaan Interpretasi.

Proses perencanaan interpretasi menurut Sharpe (1982), dimulai dari penetapan tujuan perencanaan interpretasi, inventarisasi, analisis, sintesis dan perencanaan, implementasi dan evaluasi. Seperti terlihat pada Gambar 4 proses-proses tersebut cenderung berurutan, interaktif dan berkelanjutan. Setiap tahap berlanjut ke tahap berikutnya dan membutuhkan masukan dan umpan balik sepanjang proses.

Gambar 4 Bagan proses perencanaan interpretasi menurut Sharpe (1982)

Tujuan Inventarisasi Analisis

Umpan Balik

Sintesis Perencanaan Implementasi Evaluasi

(31)

Direktorat Taman Nasional dan Hutan Wisata (1988), mengemukakan langkah-langkah pendekatan dalam proses perencanaan interpretasi yang meliputi:

1. Penentuan arah.

Pada tahap ini harus dipastikan mengenai konteks perencanaan yang disusun. Pendekatan ini selalu mengawali kegiatan perencanaan dan yang mendasari kewenangan penyampaian interpretasi suatu kawasan.

2. Perencanaan.

Tahap ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran bagaimana mengemukakan suatu interpretasi dan kepada siapa hal tersebut ditujukan. Langkah ini meliputi pengumpulan informasi, analisis dan sintesis serta penggerak cara-cara pemecahan masalah yang timbul.

3. Implementasi.

Tahap ini mencakup kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pemilihan cara dan tempat pelaksanaan interpretasi, sebab sebenarnya langkah ini dimaksudkan untuk melaksanakan penyampaian cerita yang sekaligus memecahkan permasalahan yang timbul.

4. Evaluasi.

Tahap ini merupakan tahap untuk mengukur keberhasilan dari cara-cara yang digunakan untuk memberi reaksi terhadap masuknya tanggapan dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan.

Secara rinci langkah-langkah yang diperlukan dalam menyusun sebuah perencanaan interpretasi adalah menyusun tindakan perencanaan, mempelajari penggunaan kawasan oleh pengunjung, mengevaluasi interpretasi yang sudah ada, menyusun tujuan-tujuan, mengumpulkan informasi sumber daya dan tempat-tempat yang dikunjungi pengunjung, menganalisis informasi, mensintesis informasi dan memutuskan media yang digunakan, menyusun pendanaan, mengajukan perencanaan untuk mendapatkan persetujuan dan mengevaluasi interpretasi setelah dilaksanakan.

(32)

2.3.5 Cara-cara Interpretasi

Menurut Sharpe (1982) secara garis besar terdapat 2 (dua) macam cara interpretasi yaitu:

1. Teknik secara langsung (attended service).

Kegiatan interpretasi yang melibatkan langsung antara pemandu dan pengunjung dengan obyeknya. Pengunjung dapat secara langsung melihat, mendengar atau mungkin mencium, meraba dan merasakan obyek-obyek interpretasi yang ada. Adanya kontak langsung antara pengunjung dengan pemandu, akan terjadi komunikasi langsung. Peran seorang pemandu sangat besar untuk dapat mengungkapkan secara menarik semua potensi yang ada dalam suatu kawasan. Seorang pemandu yang baik harus dapat membuat suasana menjadi santai sehingga pengunjung dapat bebas bertanya dan menyampaikan keluhan-keluhannya.

2. Teknik secara tidak langsung (unattended service).

Kegiatan interpretasi yang dilakukan dengan menggunakan alat bantu dalam memperkenalkan obyek interpretasi. Interpretasi dilakukan dalam bentuk slide, video, film, rangkaian gambar-gambar dan sebagainya. Program ini biasanya diselenggarakan terutama untuk kawasan yang sangat luas sehingga tidak semua potensi alam mudah dinikmati atau didatangi, daerahnya masih rawan, satwa liar yang besar masih banyak dan sebagainya. Melalui teknik ini diharapkan meskipun pengunjung tidak dapat mengunjungi semua lokasi yang ada tetapi dapat mengetahui dan menikmati kekayaan alam yang ada di lokasi tersebut.

Kedua interpretasi di atas sebenarnya tidak dapat dipisahkan karena biasanya pengunjung yang datang ke suatu kawasan yang mempunyai potensi besar dan luas, ingin mengetahui keseluruhan potensi alam yang ada di tempat-tempat tersebut, setelah itu barulah memilih salah satu atau beberapa program interpretasi.

(33)

2.3.6 Unsur-unsur Utama Interpretasi

Unsur utama interpretasi ada tiga (Ditjen PHPA, 1988) yaitu: 1. Pengunjung.

Pengunjung menginginkan dalam kunjungannya yang singkat dapat memanfaatkan kesempatan tersebut untuk melihat, merasakan dan mempelajari keistimewaan kawasan sebagai pengalaman barunya. Beberapa hal yang berkaitan dengan pengunjung perlu dianalisis dan diperhitungkan dalam perencanaan dan pelaksanaan interpretasi antara lain:

 Tempat-tempat yang paling banyak mendapat perhatian pengunjung.  Asal sebagian besar pengunjung.

 Distribusi musiman pengunjung dan sebagainya. 2. Pemandu wisata.

Kualitas pemandu wisata sangat menentukan tingkat keberhasilan program interpretasi. Syarat pemandu wisata harus mempunyai kemampuan:

 Menguasai beberapa ilmu atau ahli dalam bidang ilmu tertentu (flora, fauna, sejarah, geologi atau budaya) yang berkaitan dengan obyek wisata.

 Menguasai pengetahuan dibidang pendidikan dan komunikasi masa dan mampu mempraktekkannya.

 Menguasai cara-cara melaksanakan interpretasi secara benar, tidak hanya sekedar informasi saja.

3. Obyek interpretasi.

Obyek interpretasi adalah semua yang ada di kawasan yang bersangkutan yang digunakan sebagai obyek dalam menyelenggarakan interpretasi. Terdapat dua macam obyek interpretasi yaitu sumberdaya alam dan sejarah ataupun budaya. Dalam pemilihan obyek interpretasi harus memperhatikan sifat dan keadaan pengunjung serta sifat sumberdaya alam, sejarah dan budaya yang menjadi obyek interpretasi.

Menurut Sekartjakrarini dan Legoh (2003), potensi obyek dan daya tarik kawasan dapat berupa: 1) sumberdaya alam (kawasan hutan khususnya hutan konservasi), 2) fenomena-fenomena alam berkarakter kuat (geologi, tanah dan hidrologi), 3) fenomena

(34)

budaya yang unik berikut legendanya, 4) kekhasan budaya dan kehidupan masyarakat setempat.

2.3.7 Tipe-Tipe Interpretasi

Batasan tipe-tipe interpretasi (Aldridge, 1972 dalam Muntasib, 1999) sebagai berikut:

1. Interpretasi tempat sejarah.

Adalah bidang ilmu yang mempelajari seni dalam menjelaskan tempat-tempat yang ada hubungannya dengan sejarah masa lampau atau berhubungan dengan keadaan budaya suatu masyarakat yang sudah turun temurun. Kegiatan ini dilakukan dengan membuat suatu program yang mempertunjukkan gambar-gambar, slide, dan media lainnya di sentra pengunjung dan bisa berbentuk cerita atau dengan suatu tema tertentu. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kesadaran pengunjung akan sejarah tempat yang dikunjungi, sehingga diharapkan dapat memahami sehingga turut melestarikan tempat tersebut.

2. Interpretasi tempat alami.

Adalah bidang ilmu yang mempelajari seni dalam menjelaskan atau mengungkapkan kondisi tempat-tempat alami seperti tanah, batuan, tumbuhan, binatang dan kehidupan manusia pada kondisi aslinya. Kegiatan ini bisa dilakukan secara langsung dengan menunjukkan tempat-tempat sebenarnya atau bisa didahului dengan suatu cerita dengan tema yang menarik. Program ini diharapkan juga dapat membangkitkan minat dan kesadaran pengunjung tentang keindahan alam dan potensi yang dikandungnya. 3. Interpretasi lingkungan hidup.

Adalah bidang ilmu yang mempelajari seni dalam mengungkapkan hubungan antara manusia dengan lingkungan. Dalam kegiatan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan menunjukkan langsung tempat-tempat manusia dan lingkungan berinteraksi positif atau sebaliknya berinteraksi negatif. Demikian pula kegiatan ini dilakukan baik secara tidak langsung dengan membuat leaflet, booklet, slide, film yang berisi cerita tentang hasil interaksi manusi dengan lingkungannya baik akibat positif

(35)

maupun negatif. Tujuan kegiatan ini untuk menunjukkan betapa pentingnya peran lingkungan ini bagi kelangsungan hidup manusia.

4. Pendidikan pelestarian.

Suatu bidang ilmu yang menpelajari seni dalam memberikan pendidikan berhubungan dengan pelestarian lingkungan hidup. Kegiatan ini bukan hanya ditujukan bagi pelajar tetapi juga bagi orang-orang yang dianggap harus mengetahui dan ikut melestarikan lingkungan hidup, baik berupa kursus-kursus maupun penyuluhan-penyuluhan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memberikan kesadaran, meningkatkan pengertian tentang kondisi alam dan lingkungannya dan dapat ikut melestarikannya.

2.4 Daya Saing Pariwisata

Menurut Pearce dan Robinson (1997) dalam Hengky (2006), kriteria daya saing meliputi: 1) kreativitas dan sumber daya manusia (SDM), 2) keunggulan dalam pengawasan operasional ODTW, 3) efektivitas distribusi promosi ODTW, 4) keunggulan harga, dan 5) kualitas ODTW (Pearce dan Robinson 1997). Menurut Konsolas (2002) untuk meningkatkan daya saing ODTW diperlukan kreativitas dan SDM, yaitu dengan membuat ODTW baru. ODTW baru perlu dipersiapkan, walaupun ODTW lama masih diminati oleh wisatawan (Gambar 5). Product Life Cycle (PLC) ODTW lama perlu diperbaharui bila ODTW tersebut berada pada posisi pendewasaan (Jx) (Gambar 5). ODTW

baru tersebut dibuat berdasarkan kreativitas dan SDM dengan tujuan itu untuk menghilangkan kejenuhan pada wisatawan terhadap ODTW lama.

(36)

Kuantitas produk

0 Jx

Waktu Gambar 5 Perspektif product life cycle (PLC) (Kotler, 1994)

Keterangan: = PLC ODTW lama

(37)

III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada obyek-obyek wisata di Kota Manado (Gambar 6). Kota Manado sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Utara, secara geografis terletak antara 1025’88” – 1039’5” LU dan 124047’00” – 124056’00” BT. Luas wilayah Kota Manado berdasarkan PP No. 22 Tahun 1988 adalah 15.726 ha. Dengan adanya program reklamasi yang dimulai pada tahun 1995, maka luas daratan Kota Manado telah bertambah seluas 76 ha. Jumlah Kecamatan adalah sembilan dan jumlah Kepulauan adalah tiga; Pulau Siladen, Pulau Bunaken, Pulau Manado Tua.

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember-Juni 2007, meliputi survei awal, dan pengumpulan data di lokasi penelitian selanjutnya melakukan analisis dan pengelolaan data.

Gambar 6 Peta Loksi Penelitian

(38)

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan analisis penilaian potensi ODTW, dan untuk analisis jalur interpretasi dan evaluasi alternatif kebijakan menggunakan analisis metode perbandingan eksponensial atau MPE (Ma’arif dan Tandjung, 2003).

Penelitian dilakukan dengan metode survei (non experimental) melalui pengamatan langsung di lokasi penelitian. Pengumpulan data ODTW, potensi pengunjung dilakukan dengan teknik in-depth interview dan observasi menurut Kusmayadi (2004).

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap, dimana tahap pertama adalah studi literatur untuk merumuskan pengembangan interpretasi pariwisata. Tahap kedua adalah melakukan identifikasi seluruh ODTW melalui survei dan analisis dan selanjutnya analisis pengunjung. Tahap ketiga adalah menyusun rencana pengembangan interpretasi wisata berdasarkan hasil penilaian potensi ODTW, dan selanjutnya menetapkan jalur paket wisata berdasarkan hasil MPE.

3.3 Analisis Data

Data yang diperoleh diolah melalui cara mentabulasikan, kemudian dilakukan analisis berdasarkan jenis dan tujuan penggunaan.

3.3.1 Analisis Penilaian Potensi

Analisis penilaian potensi ODTW dilakukan dengan cara menggunakan tabel kriteria penilaian ODTW Alam, yang disesuaikan berdasarkan standar yang telah ditetapkan oleh Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan, Ditjen Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan tahun 2002. Selanjutnya untuk penilaian ODTW sejarah akan menggunakan penilaian potensi ODTW Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan, Ditjen Hutan dan Konservasi Alam yang dimodifikasi unsur/sub unsur kriteria penilaiannya untuk menilai ODTW Sejarah dengan mengacu pada Gunn (1994).

3.3.2 Analisis Pengunjung

Berdasarkan data sekunder kemudian dianalisis dengan cara mentabulasikan, menghitung frekuensi dan diuraikan secara deskriptif (Wiranto, 2000). Adapun yang

(39)

menjadi pokok analisis ini berupa jumlah pengunjung, asal, lama kunjungan, dan musim kunjungan.

3.3.3 Analisis Metode Perbandingan Ekponensial (MPE)

Metode perbandingan ekponensial (MPE) merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang mengkuantitasikan pendapat seseorang dalam skala tertentu (Ma’arif dan Tanjung, 2003), sehingga diharapkan hasil yang diperoleh lebih kuantitatif dan obyektif. Penelitian ini akan menggunakan pendapat-pendapat dari pakar/ahli untuk menetukan derajat kepentingan (bobot) setiap kriteria penilaian untuk evaluasi jalur interpretasi paket wisata dan evaluasi alternatif kebijakan dengan menggunakan metode pembobotan (Eckenrode Method). Konsep metode pembobotan adalah dengan melakukan perubahan urutan menjadi nilai, yaitu urutan pertama dengan nilai yang tertinggi, urutan kedua dengan nilai di bawah dan seterusnya (Marimin, 2004). Penghitungan bobot dengan pembobotan menggunakan rumus di bawah ini.

n

∑ λ

ej W e = k n

∑ λ

ej

∑ e

ej e=1 j=1 e = 1,2,3,….k

(40)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI

4.1 Provinsi Sulawesi Utara

Sulawesi Utara adalah salah satu Provinsi di Indonesia yang terletak di bagian utara Indonesia timur dengan garis horisontal dari barat ke timur jazirah, dan terletak di garis teritorial utara letaknya di Kepulauan Sangihe dan Talaud yang letaknya berbatasan dengan Philipina, sehingga membuat Sulawesi Utara terletak di posisi strategis dalam era globalisasi dan itu terlihat dari sisi letak geografisnya. Provinsi Sulawesi Utara dengan ibukota Manado, secara geografis terletak di antara 0,300 – 4,300 lintang utara dan 123,00 – 127,00 bujur timur, dengan luas wilayah 15.272,44 km2. Sebagian besar wilayahnya merupakan perbukitan rendah dengan ketinggian 0-2000 meter di atas permukaan laut. Sulawesi Utara mempunyai 13 wilayah pemerintahan yaitu Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Kabupaten Sangihe, Kabupaten Talaud, Kabupaten Sitaro, Kota Manado, Kota Bitung, Kota Kotamobagu, dan Kota Tomohon yang keseluruhannya mempunyai sumber daya alam yang berpotensi seperti perikanan dan kelautan, pertanian dan peternakan.

Untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satu penunjangnya adalah industri pariwisata. Industri pariwisata Sulawesi Utara menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang memberikan kontribusi relatif signifikan terhadap pertumbuhan Produk Domestic Regional Bruto (PDRB) melalui sub-sub sektor terkait seperti, hotel dan restoran, transportasi, perdagangan, dan tanaman pangan, serta menyerap tenaga kerja secara langsung melalui kegiatan-kegiatan bisnis yang berhubungan dengan industri kepariwisataan. Adapun potensi obyek wisata yang terdapat di Provinsi Sulawesi Utara adalah berupa wisata alam, sejarah dan budaya, wiasta agro, dan wisata buatan. Obyek wisata yang menonjol di daerah ini adalah obyek wisata alam, karena memiliki keindahan dan kekayaan sumber daya alam yang tinggi.

1. Potensi obyek wisata alam

Provinsi Sulawesi Utara adalah salah satu daerah yang memiliki karakteristik fisik yang khas, dengan kondisi geografis dan topografis yang beraneka ragam terdiri dari

(41)

daratan, lautan, pulau dan pantai. Obyek wisata alam antara lain, Taman Nasional Bunaken yang merupakan andalan pariwisata Provinsi Sulawesi Utara yang telah dikenal dunia, dan merupakan peringkat ke-dua dunia yang terkenal akan keindahan panorama bawah lautnya. Selain itu juga terdapat Cagar Alam Tangkoko, dimana terdapat Tarsius primata terkecil dunia dan termasuk jenis satwa malam, Yaki (Monyet Hitam Sulawesi). Bagi wisatawan yang mempunyai kegemaran olah raga menantang (panjat tebing dan arung jeram) dapat mengunjungi obyek wisata Batu Dinding Ranoyapo.

2. Potensi obyek wisata sejarah, seni dan budaya

Masyarakat Sulawesi Utara yang memiliki beraneka ragam seni budaya, peninggalan sejarah dan purbakala dari suku Minahasa, Bantik dan Bolaang Mongondow. Masyarakat Sulawesi Utara mempunyai sifat khusus seperti: ramah tamah, terbuka, spontanitas, gotong royong, kerukunan beragama yang harmonis dan mantap sebagai cermin dari falsafah Pancasila yang merupakan modal dasar yang menunjang pengembangan pariwisata. Disamping itu berkembang pula seni budaya dari masyarakat pendatang yang tumbuh secara harmonis melengkapi daerah ini dengan beraneka ragam sumberdaya wisata budaya.

Pada setiap akhir panen hasil pertanian, masyarakat minahasa memiliki budaya yang dikenal dengan ‘Pengucapan”. Pengucapan ini merupakan ungkapan terima-kasih kepada Sang Pencipta atas segala berkatnya, dan sebagai ungkapan syukur seluruh masyarakat membuat masakan dan membawanya ke Gereja untuk makan bersama. Disetiap rumah juga disediakan makanan bagi tamu-tamu yang datang, tanpa membedakan orang yang dikenal atau tidak. Adapun yang menjadi ciri khas makanan pengucapan ini adalah kue Nasi Jaha dan Dodol. Setiap tamu yang akan pulang biasanya akan diberikan kue tersebut. Pengucapan ini sama dengan thanks giving. 3. Potensi obyek wisata agro.

Adapun potensi wisata agro yang terdapat di daerah ini antara lain, wisata agro Modoinding yang terletak di Kabupaten Minahasa Selatan yang merupakan pusat pengembangan tanaman hortikultura Sulawesi Utara.

(42)

4. Potensi obyek wisata buatan/binaan.

Bukit Kasih merupakan salah satu obyek wisata buatan yang terkenal di Sulawesi Utara, terletak di desa Kanonang Kab. Minahasa. Obyek wisata ini merupakan kawah gunung Soputan yang telah ditatah sebagai obyek wisata ziarah. Dipuncak Bukit Doa terdapat tempat ibadah dari lima agama yang ada di Indonesia sebagai tanda kerukunan umat beragama di Sulawesi Utara.

Adapun rencana pemerintah dalam kaitannya dengan pembangunan sektor pariwisata daerah ini adalah sebagai berikut:

1. Sasaran untuk pengembangan pariwisata di Provinsi Sulawesi Utara, antara lain: ─ Terwujud dan terlaksananya grand design pembangunan pariwisata Sulawesi Utara

yang terintegrasi dengan provinsi-provinsi lain dan kawasan regional.

─ Tercapainya jumlah kunjungan wisatawan internasional sebanyak 100.000 orang dan wisatawan domestik 300.000 orang pada akhir tahun 2010.

─ Terwujudnya Sulawesi Utara sebagai pusat distribusi (hub) turis di Kawasan Indonesia Timur (KIT).

─ Terwujudnya event tahunan pariwisata Sulawesi Utara. 2. Kebijakan

Untuk mewujudkan beberapa sasaran pembangunan industri pariwisata, diperlukan beberapa konsep kebijakan sebagai berikut:

─ Mengutamakan penyusunan grand design pembangunan pariwisata berkelanjutan, bersinergi, dan terintegrasi. Melibatkan secara langsung dan aktif semua pemerintah kabupaten dan kota, serta seluruh stakeholders yang terkait secara langsung, serta harus memperhatikan prioritas pemanfaatan sumber daya untuk pengembangan pariwisata yang tidak berbenturan dengan kepentingan-kepentingan sektor dan institusi lain di luar pariwisata.

─ Mengutamakan pembenahan dan penguatan institusi-institusi pemerintah yang berhubungan langsung dengan pariwisata di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Kebijakan ini dapat dilakukan dengan mereposisi Dinas Pariwisata.

(43)

─ Melakukan pembenahan obyek-obyek wisata, infrastruktur dan sarana pendukung, dan keamanan yang terkordinasi dan terintegrasi antara pemerintah provinsi dan kabupaten dan kota, serta menciptakan obyek-obyek wisata eksotis baru.

─ Menformulasikan dengan jelas strategi untuk menciptakan tambahan penerbangan international dan domestik masuk melalui Bandara International Sam Ratulangi. Peran dan fungsi pemerintah sangat signifikan untuk melakukan koordinasi pembagian tugas dan fungsi semua stakeholder utama seperti Angkasa Pura I, tour operator, perhotelan, perusahan-perusahan penerbangan, Dinas Perhubungan, Imigrasi, Bea Cukai, Karantina, Sekuriti, dan pemda kabupaten dan kota, serta menawarkan beberapa penerbangan domestik untuk memposisikan Bandara Internationa Sam Ratulangi sebagai base utama mereka di KIT.

3. Program dan Kegiatan

─ Memprioritaskan penyusunan grand design pariwisata Sulawesi Utara.

─ Mengutamakan kerja sama pembangunan dan promosi pariwisata dengan provinsi-provinsi tetangga dan regional (Gorontalo, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Maluku, Irian Jaya Barat, Papua, Kaltim dan Provinsi Bali).

─ Memprioritaskan pembenahan, rehabilitasi, dan peran objek-objek wisata yang sudah berkembang, serta membangun objek-objek wisata baru yang eksotis.

─ Memprioritaskan penguatan, insentif, dan pemberdayaan institusi-institusi yang berhubungan langsung dengan kepari-wisataan.

─ Mendorong pelaksanaan penguatan dan pemberdayaan SDM yang terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan industri pariwisata.

─ Mengutamakan tersusunnya calender events pariwisata tahunan daerah.

─ Program mendorong peningkatan kerja sama Dinas Pariwisata dengan institusi-institusi bisnis domestik dan internasional untuk melakukan promosi bersama. ─ Mendorong terwujudnya pembukaan North Sulawesi Tourism Information Center

di Makassar, Bali, Jakarta, Cebu, Singapura, dan Hongkong, sebagai pusat-pusat promosi pariwisata.

─ Mengutamakan perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana penunjang yang berhubungan langsung dengan objek-objek wisata.

(44)

─ Mendorong dan menfasilitasi peningkatkan frekuensi penerbangan domestik dan internasional.

─ Pengembangan kebudayaan dan kesenian.

4.2 Kota Manado

Kota Manado sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Utara berkembang selain sebagai kota jasa, juga sebagai pusat bisnis dan perdagangan. Pentingnya fungsi kota terhadap peningkatan dan pengembangan berbagai kegiatan telah memberikan peluang pertumbuhan ekonomi dan menempatkan Kota Manado pada peran yang lebih luas sebagai pusat kegiatan nasional dan khususnya sebagai pusat pembangunan dan pelayanan bagi kawasan Indonesia bagian timur.

4.2.1 Kondisi Fisik Kota Manado a. Wilayah dan Pemerintahan

Secara geografis, Kota Manado terletak di antara : 1° 30' - 1° 40' Lintang utara 1240 40' - 126° 50' Bujur Timur. Terdapat tiga kecamatan di Kota Manado yang memiliki wilayah yang luas yaitu, Kecamatan Mapanget, Bunaken dan Kecamatan Malalayang. Kecamatan Mapanget adalah kecamatan terluas dan Kecamatan Sario adalah yang terkecil. Kecamatan Bunaken mempunyai dua wilayah yang berbeda yaitu wilayah daratan dan kepulauan.

Kota Manado berbatasan dengan :

- Sebelah Utara dengan : Kecamatan Wori (Kabupaten Minahasa Utara) & Teluk Manado - Sebelah Timur dengan : Kecamatan Dimembe (Kabupaten Minahasa Utara)

- Sebelah Selatan dengan : Kecamatan Pineleng (Kabupaten Minahasa) - Sebelah Barat dengan : Teluk Manado / Laut Sulawesi

Luas Wilayah

Secara administratif Kota Manado terbagi kedalam sembilan kecamatan dan 87 kelurahan / desa sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1988 luas Kota Manado adalah 15.726 ha. Dengan adanya reklamasi pantai Teluk Manado yang dimulai tahun 1995, maka luas daratan Kota Manado telah bertambah ± 67 ha. Adanya rencana

(45)

pembangunan dan pengembangan reklamasi tahap selanjutnya yang meliputi wilayah pesisir utara yaitu dari pesisir pantai Singkil / Sindulang sampai dengan pesisir Tuminting akan menambah wilayah Kota Manado sekitar 50 ha lagi.

Pemerintahan

Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah sekaligus peningkatkan pelayanan kepada masyarakat, Pemerintah Kota Manado melalui peraturan Daerah Nomor 4 dan 5 Tahun 2000 telah melakukan perubahan status Desa menjadi Kelurahan sehingga jumlah kelurahan bertambah dari 68 menjadi 87 kelurahan.

b. Kondisi Geografis Topografis

Kota Manado memiliki topografi tanah yang bervariasi untuk tiap kecamatan. Secara keseluruhan, Kota Manado memiliki keadaan tanah yang berombak sebesar 44% dan dataran landai sebesar 38% dari luas wilayah, dan sisanya dalam keadaan tanah bergelombang, berbukit dan bergunung. Ketinggian dari permukaan laut pada tiap-tiap kecamatan di Kota Manado bervariasi. Terdapat dua gunung di Kota Manado, keduanya terletak di Kelurahan Bunaken. Gunung tertinggi adalah Manado Tua dengan ketinggian sekitar 655 meter, dan Gunung Tumpa dengan ketinggian sekitar 610 meter.

Morfologis

Secara umum kondisi morfologis Kota Manado terbentuk karena kondisi karakteristik alam Kota Manado itu sendiri yang unik dan berbeda dari kebanyakan kota di Indonesia pada umumnya. Kota Manado memiliki bentang alam dengan unsur trimatra yaitu pantai, daratan dan perbukitan, yang terbentang dengan jarak yang relatif kecil (kurang dari 1 km) diantara ketiga matra tersebut. Selain itu, di wilayah Kota Manado terdapat banyak sungai yang pada umumnya mengalir dari daerah perbukitan dan bermuara ke pantai di Teluk Manado. Kondisi inilah yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan Kota Manado memanjang mulai dari kawasan pesisir pantai utara sampai ke pesisir pantai selatan, yang kemudian membentuk pola pertumbuhan dan perkembangan kota seperti jari tangan. Pola ini mengikuti kondisi topografi Kota Manado, permukiman

(46)

mengelompok secara memanjang pada kawasan yang memiliki topografi datar yang menyusup diantara kawasan perbukitan dengan kondisi lereng cukup tinggi. Akibat kondisi tersebut maka pertumbuhan dan perkembangan kota tidak terjadi secara merata pada seluruh kawasan di wilayah Kota Manado.

Geologis

Menurut derajat kekuatan geologi teknik, maka di Kota Manado terdapat empat jenis derajat kekuatan geologi teknik berdasarkan data yang diperoleh dari Atlas Surnber daya Wilayah Pesisir: Minahasa - Manado – Bitung Tahun 2002. Zona derajat kekuatan geologi teknik sangat rendah oleh endapan alluvium (Qal) berupa lanau pasiran dan endapan pantai, di Kota Manado zona ini terdapat di Pantai Tumumpa.

c. Klimatologi

Sebagai daerah yang terletak di garis katulistiwa, maka Kota Manado hanya mengenal dua musim yaitu musim hujan dan kemarau.

Curah Hujan

Data curah hujan yang dianalisis adalah data 20 tahun terakhir yaitu periode tahun 1985 sampai dengan 2004. Pola curah hujan Kota Manado dari data yang diperoleh dimana rataan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari yakni, 446,8 mm, sedangkan terendah pada bulan Agustus yakni 84,2 mm. Hasil analisis curah hujan dengan menggunakan pendekatan tipe iklim Oldeman untuk Wilayah Manado termasuk tipe iklim Bl (8 bulan basah berturut-turut dan 1 bulan kering).

Suhu Udara

Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Pada tahun 2003 suhu udara rata-rata pada siang hari berkisar antara 29,40°C sampai 32,20°C, sedangkan suhu udara pada malam hari berkisar antara 21,60°C sampai 23,20°C. Suhu udara maksimum terdapat pada bulan September (32,20°C), sedangkan suhu udara minimum terdapat pada bulan September-Oktober (21,60°C).

(47)

─ Kelembaban Udara

Kota Manado mempunyai kelembaban udara relatif tinggi dengan rata-rata berkisar antara 75% pada bulan Juni sampai 92% di bulan Desember tahun 2003.

─ Kecepatan dan Arah Angin

Pola kecepatan dan arah angin Kota Manado sesuai data yang diperoleh menunjukkan rataan kecepatan angin tertinggi terjadi pada bulan Agustus yakni sekitar 5,4 km/jam sedangkan terendah pada bulan April yakni 1,6 km/jam. Arah pergerakan angin terbanyak yakni dari Barat hingga Barat Laut terjadi pada bulan Nopember, Desember dan Januari dengan kisaran 60 - 70%. Untuk bulan Pebruari, Maret dan April angin berhembus terbanyak dari Utara dengan kisaran sekitar 50 - 60%. Bulan Mei sebagian Utara sebagian lagi dari arah Selatan masing-masing sekitar 40%. Bulan Juni sampai September arah angin terbanyak dari Selatan, sedangkan bulan Oktober arah angin berubah-ubah. Secara umum kecepatan angin tinggi terjadi pada pukul 10.00 - 15.00 dan pada pukul 22.00 - 24.00.

d. Masyarakat dan Budaya

Pengaruh budaya dan adat istiadat terhadap kehidupan masyarakat Manado terjadi pada pola pengelompokan sosial, dimana pada umumnya masyarakat di Kota Manado yang heterogen terdiri dari berbagai macam etnis seperti etnis Minahasa, Bolaang Mongondow, Gorontalo dan Sangihe Talaud. Masyarakat Kota Manado yang mayoritas penduduknya beretnis Minahasa memiliki budaya yang dikenal dengan sebutan Mapalus. Budaya mapalus atau bekerja bersama dan saling bantu sampai saat ini tetap terjaga dan terpelihara dengan baik, bukan hanya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan saja tetapi budaya ini berlaku disegala segi kehidupan masyarakat.

Rumah adat adalah berbentuk rumah panggung, yang terbuat dari kayu dan memiliki tangga. Untuk meresmikan rumah baru atau lebih dikenal dengan sebutan naik rumah baru, biasanya diadakan suatu tarian yang dikenal dengan Marambak, dilakukan dengan cara menyanyi sambil menyentakkan kaki dengan tujuan untuk menguji kekuatan rumah tersebut. Selain itu juga terdapat tarian Maengket dimana menari sambil menyanyi mengenai dewa-dewa kesuburan yang berhubungan dengan tanaman padi, naik rumah baru,

Gambar

Gambar 1 Bagan alir kerangka pikir; tahap dan proses penelitian   5
Gambar 2 Pariwisata dari sisi demand dan supply (Cooper et al, 1999)
Gambar 3 Diskriminan keunggulan ekowisata terhadap pariwisata  (Crosseley dan Lee, 1994)
Gambar 5 Perspektif product life cycle (PLC) (Kotler, 1994)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Padahal Pulau Samosir masih memiliki banyak potensi objek daya tarik wisata yang dapat dikunjungi wisatawan, seperti potensi wisata sejarah, wisata alam, wisata seni dan

Strategi Pengembangan Obyek dan Daya Tarik Wisata (Studi Kasus Pada Pelaku Pariwisata di ODTW Wisata Alam Selo di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi obyek dan daya tarik wisata alam yang ada di kawasan Danau Linting dan untuk menganalisis kesiapan masyarakat untuk

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi obyek dan daya tarik wisata alam yang ada di kawasan Danau Linting dan untuk menganalisis kesiapan masyarakat untuk

Pengembangan daya tarik/atraksi wisata adalah menciptakan potensi wisata memiliki nilai daya tarik yang merangsang kedatangan wisatawan dan atau atraksi wisata untuk

Potensi internal berupa daya tarik dari masing-masing destinasi obyek wisata, seperti Pantai Pasar Bawah memiliki daya tarik pantai yang indah, Taman Remaja Rekreasi memiliki

Dari hasil eksplorasi para responden, didapatkan faktor- faktor yang berpengaruh dalam pengembangan pariwisata terpadu pada obyek dan daya tarik wisata, selanjutnya hasil

Pengaruh Daya Tarik Wisata X1 Terhadap Pengembangan Potensi Pariwisata Bukit Bolangi Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara variabel Y dan X1 maka digunakan metode analisis Chi