VIABILITAS BENIH MELON (Cucumis melo L.) PADA
KONDISI OPTIMUM DAN SUB-OPTIMUM
SETELAH DIBERI PERLAKUAN INVIGORASI
NOVITA
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Viabilitas Benih Melon (Cucumis Melo L.) pada Kondisi Optimum dan Sub-optimum Setelah diberi Perlakuan Invigorasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2013 Novita NIM A24080141
ABSTRAK
NOVITA. Viabilitas Benih Melon (Cucumis Melo L.) pada Kondisi Optimum dan Sub-optimum Setelah diberi Perlakuan Invigorasi. Dibimbing oleh FAIZA C SUWARNO.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan invigorasi dengan menggunakan GA3 dan air kelapa pada benih melon yang memiliki viabilitas rendah dan tinggi di kondisi optimum dan sub-optimum (kekeringan). Percobaan pada penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Institut Pertanian Bogor dari bulan Februari hingga Desember 2012. Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu percobaan invigorasi pada kondisi optimum dan percobaan invigorasi pada kondisi sub-optimum. Hasil dari percobaan menunjukkan bahwa pada kondisi optimum semua perlakuan invigorasi dapat meningkatkan indeks vigor dari 16.67% menjadi 30.67%-48% kecuali perlakuan GA3 100 ppm. Perlakuan dengan GA3 80 ppm dan GA3 100 ppm dapat meningkatkan daya berkecambah benih melon tingkat viabilitas rendah dari 72% menjadi 85.33% dan 88%. Pada penanaman di kondisi sub-optimum semua perlakuan invigorasi tidak dapat meningkatkan viabilitas benih melon.
Kata kunci : GA3, air kelapa, kondisi kekeringan, invigorasi
ABSTRACT
NOVITA. Viability of Invigorated Melon (Cucumis melo L.) Seed in Optimum and Sub-optimum Conditions. Supervised by FAIZA C SUWARNO.
The purpose of this research was to find out the effect of invigoration treatments using GA3 and coconut water on viability of high and low quality melon seeds in optimum and sub-optimum (drought) conditions. The research was conducted in Seed Science and Technology Laboratory, Bogor Agricultural University, from February until December 2012. The research was consist of two experiments, invigoration in optimum condition and sub-optimum (drought) condition. Results of the experiment showed that in optimum condition all of invigoration treatment could increase vigor index from 16.67% to 30.67%-48% except GA3 100 ppm treatment. Coconut water treatment could increase germination percentage of low quality melon seed from 72% to 85.33%-88%. In sub-optimum condition there were no invigoration treatment could increase viability of melon seeds.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
VIABILITAS BENIH MELON (Cucumis melo L.) PADA
KONDISI OPTIMUM DAN SUB-OPTIMUM
SETELAH DIBERI PERLAKUAN INVIGORASI
NOVITA
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Viabilitas Benih Melon (Cucumis Melo L.) pada Kondisi Optimum dan Sub-optimum Setelah diberi Perlakuan Invigorasi
Nama : Novita
NIM : A24080141
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MSc.Agr Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Dr Ir Faiza C Suwarno, MS Pembimbing
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Viabilitas Benih Melon (Cucumis Melo L.) pada Kondisi Optimum dan Sub-optimum Setelah diberi Perlakuan Invigorasi”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan kali ini, penulis menyampaikan terimakasih kepada berbagai pihak yang memberikan bimbingan dan motivasi selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini: Dr Ir Faiza C Suwarno MS selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan pengarahan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi, Dr Ir Endah Retno Palupi MSc dan Dr Ir Adiwirman MS selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan dukungannya, Maryati Sari SP MSi dan Dr Ir Winarso D Widodo selaku dosen penguji pada ujian tugas akhir penulis, Ibunda Syafni dan Ayahanda Dasril yang senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan yang tulus baik moril maupun materil. Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada kedua kakak Ade Santoso dan Devita Ana serta kakak ipar Muhammad Mawardi dan kak Ika serta keluarga yang telah memberikan motivasi yang tulus baik moril maupun materil, David Hidayad yang telah memberikan dukungan baik moril dan materil, teman-teman AGH 45 khususnya Rani, Lina, Emil, Niken, Opi, Eki dan Anita atas bantuan, kerjasama, dukungan dan kebersamaannya selama ini, teman-teman Wisma Nusantara khususnya Ai, Ika, Begum dan Rahma serta semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat memberikan informasi dan manfaat bagi para pembaca.
Bogor, April 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Hipotesis 1
TINJAUAN PUSTAKA 2
Viabilitas dan Vigor Benih 2
Invigorasi Benih 2
Air Kelapa 3
Giberelin 4
Polyethylene Glycol (PEG) 4
BAHAN DAN METODE 4
Tempat dan Waktu 4
Bahan dan Alat 5
Metode Penelitian 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Percobaan I : Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas Benih Melon yang Ditanam pada Kondisi Optimum 8 Percobaan II : Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas Benih Melon yang Ditanam pada Kondisi Sub-Optimum 11
SIMPULAN DAN SARAN 13
Simpulan 13
Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 13
DAFTAR TABEL
1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas, perlakuan invigorasi dan interaksinya terhadap viabilitas benih melon pada kondisi optimum 8 2. Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan perlakuan
invigorasi pada kondisi optimum terhadap tolok ukur
daya berkecambah (%) 9
3. Pengaruh tingkat viabilitas terhadap beberapa tolok ukur yang diamati pada kondisi optimum 10 4. Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap indeks vigor
pada kondisi optimum 10
5. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas, perlakuan invigorasi dan interaksinya terhadap viabilitas benih melon pada kondisi sub-optimum 11 6. Pengaruh tingkat viabilitas terhadap beberapa tolok ukur
pada kondisi sub-optimum 12
7. Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap daya berkecambah dan kecepatan tumbuh maksimum pada
kondisi sub-optimum 12
DAFTAR GAMBAR
1. Pengaruh perlakuan kontrol terhadap benih TV2 pada
kondisi optimum 9
2. Pengaruh perlakuan GA3 100 ppm terhadap benih TV2
pada kondisi optimum 9
DAFTAR LAMPIRAN
1. Bagan alir pelaksanaan penelitian 15 2. Perhitungan kebutuhan Polyethylene Glycol (PEG) 6000 16 3. Gambar pelaksanaan percobaan invigorasi 17 4. Analisis ragam pengaruh Tingkat Viabilitas (TV) dan
Invigorasi (I) terhadap tolok ukur yang diamati pada
kondisi optimum 19
5. Analisis ragam pengaruh Tingkat Viabilitas (TV) dan Invigorasi (I) terhadap tolok ukur yang diamati pada
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Melon merupakan tanaman buah-buahan semusim yang digemari oleh masyarakat karena mempunyai rasa manis, tekstur daging buah yang renyah, warna daging buah yang bervariasi dan mempunyai aroma yang khas. Melon juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dalam pemasaran dan produksi benihnya.
Berdasarkan data Direktorat Budidaya dan Pascapanen Buah (2011), konsumsi buah melon di Indonesia baru mencapai 34.06 kg/kapita/tahun, sedangkan tingkat konsumsi perkapita yang direkomendasikan FAO adalah sebesar 65 kg buah/kapita/tahun. Badan Pusat Statistik (2011) menyatakan produksi melon nasional tahun 2010 adalah 85 161 ton lebih rendah dibandingkan dengan produksi tahun 2009 sebesar 85 860 ton.
Faktor yang mempengaruhi produksi melon antara lain vigor benih. Vigor adalah kemampuan benih menjadi tanaman normal pada kondisi sub-optimum di lapang produksi, atau sesudah disimpan dalam kondisi simpan yang sub-optimum dan ditanam dalam kondisi lapang yang optimum (Sadjad 1994).
Benih yang tersebar pada petani mempunyai vigor rendah dan vigor tinggi. Tersebarnya benih yang bervigor rendah dan yang tinggi itu dapat mempengaruhi produktivitas tanaman tersebut. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan vigor. Peningkatan vigor tersebut dikenal sebagai invigorasi. Seed conditioning merupakan salah satu cara invigorasi yang berguna untuk mempercepat dan menyeragamkan persentase pemunculan kecambah dan bibit (Ilyas 1994).
Penelitian pengaruh invigorasi benih dengan GA3 dan air kelapa terhadap vigor benih melon belum banyak dilakukan. Perlakuan invigorasi pada benih melon diharapkan dapat meningkatkan vigor benih. beberapa penelitian telah membuktikan manfaat invigorasi pada tanaman pertanian seperti benih padi (Belo 2012) dan benih kedelai (Widajati 1999).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan GA3 dan air kelapa terhadap vigor dan viabilitas benih melon pada kondisi optimum dan sub-optimum (kekeringan).
Hipotesis
Perlakuan invigorisasi dengan GA3 dan air kelapa dapat meningkatkan vigor dan viabilitas benih melon pada kondisi optimum dan sub-optimum.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Viabilitas dan vigor benih
Viabilitas merupakan kemampuan benih untuk hidup, tumbuh dan berkembang. Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang dapat diindikasikan oleh pertumbuhannya ataupun gejala metabolismenya yang mencakup viabilitas total, viabilitas potensial dan vigor. Menurut Sadjad (1993) pengujian viabilitas benih bertujuan untuk mengetahui semua benih yang hidup baik dorman maupun tidak dorman sehingga dapat menggambarkan daya hidup benih. Viabilitas benih menurun seiring berjalannya waktu.
ISTA (2008) mendefinisikan vigor sebagai sekumpulan sifat yang dimiliki benih yang menentukan tingkat potensi aktivitas dan performa benih atau lot benih selama perkecambahan dan menculnya kecambah. Vigor benih dibagi menjadi dua, yaitu vigor kekuatan tumbuh dan vigor daya simpan.
Menurut Copeland dan McDonald (2001) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi vigor benih antara lain kondisi lingkungan selama perkembangan benih, kondisi genetik benih, dan lingkungan penyimpanan. Faktor genetik meliputi tingkat kekerasan benih, vigor tanaman induk, daya tahan terhadap kerusakan mekanik dan komposisi kimia benih. Sedangkan faktor lingkungan selama perkembangan benih meliputi kelembaban, kesuburan tanah dan pemanenan benih.
Menurut Sutopo (2004) benih yang memiliki vigor benih yg rendah akan berakibat terjadinya:
1. Kemunduran benih selama penyimpanan
2. Makin sempitnya keadaan lingkungan dimana benih dapat tumbuh
3. Kecepatan berkecambah benih yang menurun 4. Kepekaan akan hama dan penyakit meningkat 5. Meningkatkan jumlah kecambah abnormal 6. Rendahnya produksi tanaman
Invigorasi Benih
Invigorasi adalah suatu proses bertambahnya vigor benih Sadjad (1994). Invigorasi benih dilakukan untuk mengatasi rendahnya produktivitas yang disebabkan penggunaan benih bervigor rendah. Seed conditioning merupakan salah satu cara menginvigorasi benih. Seed conditioning adalah memobilisasi sumber daya yang dimiliki benih (internal) ditambah sumber daya dari luar (eksternal) untuk memaksimalkan perbaikan dalam pertumbuhan dan hasil tanaman. Invigorasi benih dapat dilakukan dengan metode priming (Belo 2012). Priming pada prinsipnya mengatur jumlah air
3 yang diimbibisi oleh benih serta pengaturan kecepatan masuknya air kedalam benih (Murray and Wilson 1987).
Beberapa metode primming yang dapat dilakukan:
1. Hydroprimming yaitu primming yang dilakukan dengan cara merendam benih dalam air (Fujikura et al. 1993).
2. Osmotic primming yaitu primming dengan menggunakan larutan osmotic, misalnya larutan KNO3, K3PO4, KH2PO4, MgSO4, NaCl, gliserol, KCl dan sebagainya (Murray and Wilson 1987).
3. Matriconditioning yaitu primming dengan cara menempatkan benih pada media padat yang lembab, misalnya vermikulit (Khan 1992).
Air Kelapa
Kelapa merupakan salah satu tanaman yang memiliki banyak manfaat mulai dari daun, batang dan buah (daging dan air). Air kelapa mengandung karbohidrat, gula, vitamin dan sejumlah bahan organik disamping itu mengandung hormon tumbuh sitokinin 5.8 mg/l, auksin 0.07 mg/l dan giberelin yaitu zat yang mempercepat pembelahan sel dan perkembangan sel.
Selain berfungsi sebagai diferensiasi tunas adventif dan organ, sitokinin juga berfungsi dalam sintesis protein dan pembelahan sel. Hormon auksin berfungsi untuk merangsang pembesaran sel dan merangsang pertumbuhan akar pada stekan atau cangkokan. Giberelin atau sering disebut asam giberelat (GA) merupakan hormon perangsang pertumbuhan dan giberelin merupakan senyawa organik yang berperan dalam proses perkecambahan karena dapat mengaktifkan reaksi enzimatik didalam benih.
Menurut Pierik (1978) air kelapa merupakan senyawa organik yang kompleks yang sering dijadikan sebagai bahan pada media kultur jaringan. Penggunaan air kelapa dibidang penelitian sudah cukup berkembang. Komponen asam organik yang dikandung air kelapa yaitu, karboksilat, malat, suksinat, dan sitrat dengan total konsentrasi 12.5 Meq/ml pada buah muda, 13.33 Meq/ml pada buah tua. Gula yang terkandung oleh air kelapa adalah sukrosa, glukosa dan fruktosa dimana sukrosa menyusun lebih dari setengah bagian komposisi gula. Total konsentrasi gula pada kelapa muda adalah sebesar 9.16 mg/ml, 13.87 mg/ml pada kelapa tua (Mandang 1993).
Pada penelitian sebelumnya dibidang kehutanan penggunaan air kelapa telah digunakan untuk memicu pertumbuhan dan perkembangan embrio benih, diantaranya benih Kemiri (Aleurites mollucana Wild.) yang direndam air kelapa selama 4 jam menghasilkan daya berkecambah sebesar 53.33% dan kecepatan berkecambah 0.6274%/hari (Suita dan Naning 2004).
4
Giberelin
Semua jenis giberelin merupakan tetracylic diterpenoid acids ring ent-gibberelance dan ditemukan pada tahun 1935 yang dihasilkan dari filtrat kultur fungus Gibberalla fujikuroi selanjutnya dikenal sebagai salah satu hormon pertumbuhan (Kusumo 1990). Giberelin memacu terbentuknya enzim hidrolase yang dapat menguraikan bahan cadangan makanan pada biji untuk pertumbuhan kecambah (Salisbury dan Ross 1995).
Giberelin merupakan senyawa organik yang berperan penting dalam proses perkecambahan, karena dapat mengaktifkan reaksi enzimatik di dalam benih. Hormon giberelin merupakan jenis hormon tumbuhan yang mula-mula ditemukan di Jepang oleh Kurosawa pada tahun 1926. Sejumlah perlakuan untuk memacu perkecambahan biji antara lain dengan perlakuan kombinasi temperatur dan kelembaban tinggi, perendaman dalam larutan asam, pelarut organik, bahan kimia seperti asam sulfat, asam nitrat, potassium hidroksida, asam hidroklorit, thiourea dan perlakuan dengan hormon tumbuh seperti auksin, giberelin dan sitokinin (Sutopo 2004).
Polyethylene Glycol (PEG)
Polyethylene Glycol (PEG) merupakan senyawa yang stabil, non ionik, polymer panjang yang larut dalam air dan dapat digunakan menstimulasi kondisi kekeringan, karena sifatnya yang dapat menghambat penyerapan air oleh sel atau jaringan tanaman (Lawyer 1970).
Ciri-ciri PEG menurut Harris (1997) yaitu akan menjadi kental jika dilarutkan, tidak berwarna dan berbentuk kristal putih. Senyawa PEG bersifat larut dalam air dan menyebabkan penurunan potensial air. Besarnya penurunan potensial air sangat bergantung pada konsentrasi dan berat molekul PEG. Keadaan seperti ini dimanfaatkan untuk simulasi penurunan potensial air. Agen penyeleksi yang digunakan untuk mencari varietas yang toleran terhadap kekeringan adalah berupa senyawa osmotikum.
Senyawa PEG dengan berat molekul 6000 dipilih karena mampu bekerja lebih baik pada tanaman daripada PEG dengan berat molekul yang lebih rendah, senyawa PEG mampu mengikat air. Besarnya kemampuan larutan PEG dalam mengikat air bergantung pada berat molekul dan konsentrasinya (Murray and Wilson 1987).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Percobaan pada penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
5 Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai bulan Februari sampai Desember 2012.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih melon varietas Action. Bahan lain yang digunakan adalah kertas merang, plastik, PEG-6000 (Polyethylene Glycol) dengan tekanan -2 bar yang setara dengan 126.06 g/L (lampiran 2), air, air kelapa muda, giberelin, kertas label, amplop dan selotip. Alat-alat yang digunakan, yaitu alat pengepres kertas tipe IPB 75-1, alat pengecambah benih (APB) tipe IPB 72-1, lemari es, kipas angin, timbangan analitik, magnetic stirrer, oven, desikator, kain strimin, gelas ukur, kamera dan kuas.
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri atas dua percobaan, yaitu percobaan invigorasi yang ditanam pada kondisi optimum dan percobaan invigorasi yang ditanam pada kondisi sub-optimum. Masing-masing percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor yang pertama yaitu tingkat viabilitas, daya berkecambah rendah (60% - 75%) dan daya berkecambah tinggi (80% - 95%). Faktor yang kedua adalah perlakuan invigorasi (kontrol, air kelapa, GA3 80 ppm, GA3 100 ppm, kombinasi air kelapa dan GA3 80 ppm dan kombinasi air kelapa dan GA3 100 ppm). Setiap ulangan terdiri dari 25 butir benih.
Invigorasi Benih yang Ditanam pada Kondisi Optimum
Pada percobaan ini benih melon dari dua tingkat viabilitas (tinggi (80% - 95%) dan rendah 60% - 75%)) diberi perlakuan invigorasi (kontrol, air kelapa, GA3 80 ppm, GA3 100 ppm, kombinasi air kelapa dan GA3 80 ppm dan kombinasi air kelapa dan GA3 100 ppm). Perendaman dilakukan pada suhu 10°C selama 24 jam.
Setelah selesai direndam kemudian benih dikeringanginkan selama 24 jam. Benih yang sudah kering ditanam pada media kertas merang yang menggunakan metode Uji Kertas digulung didirikan dalam Plastik (UKDdP). Pada kondisi optimum kertas merang dilembabkan dengan air dan di pres dengan menggunakan alat pengepres kertas merang.
Peubah yang diamati pada percobaan ini adalah indeks vigor (IV), daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT) dan potensi tumbuh maksimum (PTM).
Percobaan Invigorasi yang Ditanam pada Kondisi Sub-optimum Pada percobaan ini benih dari dua tingkat viabilitas (tinggi (80%-95%) dan rendah 60%-75%)) diberi perlakuan yang sama dengan perlakuan pada kondisi optimum. Kemudian ditanam pada media kertas merang yang telah dilembabkan dengan menggunakan PEG 6000 dengan tekanan osmotik -2 bar.
6
Peubah yang diamati pada percobaan ini adalah indeks vigor (IV), daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT) dan potensi tumbuh maksimum (PTM).
Model linier yang digunakan pada setiap percobaan adalah : Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ρk + εijk
Keterangan :
Yijk = Pengamatan pada tingkat viabilitas ke-i dan perlakuan invigorasi ke-j serta kelompok-k
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh tingkat viabilitas ke-i βj = Pengaruh perlakuan invigorasi ke-j (αβ)ij = pengaruh interaksi ke-i dan ke-j ρk = Pengaruh kelompok ke-k
εijk = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j Setiap hasil percobaan dilakukan analisis ragam. Untuk hasil yang berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut dengan Duncans Multiple Test (DMRT) pada taraf nyata 5% (Gomez dan Gomez 1995).
Pelaksanaan Penelitian
Invigorasi Benih yang Ditanam pada Kondisi Optimum
Percobaan invigorasi pada kondisi optimum ini dimulai dengan merendam benih melon pada perlakuan yang telah disiapkan yaitu, I0 : perlakuan kontrol, I1 : perendaman dalam air kelapa, I2 : perendaman dalam GA3 80 ppm, I3 : perendaman dalam GA3 100 ppm, I4 : perendaman dalam kombinasi air kelapa dan GA3 80 ppm, I5: perendaman dalam kombinasi air kelapa dan GA3 100 ppm. Lamanya perendaman semua perlakuan adalah 24 jam. Perendaman dilakukan pada ruangan bersuhu 10°C.
Setelah dilakukan perendaman selama 24 jam benih ditiriskan dan dikeringanginkan dengan menggunakan kipas angin selama 24 jam. Benih yang telah kering ditanam pada kertas merang yang telah dilembabkan dengan merendamnya dalam air dan dipres menggunakan alat pengepres kertas IPB 75-1 sampai airnya tidak menetes. Metode pengecambahan yang digunakan yaitu metode Uji Kertas Digulung didirikan dalam Plastik (UKDdP). Setiap percobaan dilakukan sebanyak tiga ulangan. Masing-masing ulangan menggunakan 25 butir benih melon.
Invigorasi Benih yang Ditanam pada Kondisi Sub-optimum
Percobaan invigorasi pada kondisi optimum ini dimulai dengan merendam benih melon pada perlakuan yang telah disiapkan yaitu, I0 : perlakuan kontrol, I1 : perendaman air kelapa, I2 : perendaman GA3 80 ppm, I3 : perendaman GA3 100 ppm, I4 : perendaman kombinasi air kelapa dan GA3 80 ppm, I5: perendaman kombinasi air kelapa dan GA3 100 ppm. Lamanya perendaman semua perlakuan adalah 24 jam. Perendaman dilakukan pada ruangan bersuhu 10°C.
Pada percobaan sub-optimum kertas merang akan dilembabkan dengan larutan PEG (Polyethylene Glycol) dengan tekanan osmotik -2 bar
7 yang dioleskan menggunakan kuas. Setelah kertas merang diolesi dengan PEG, benih ditanam pada media kertas dengan metode UKDdP. Setiap percobaan dilakukan sebanyak tiga ulangan. Masing-masing ulangan menggunakan 25 butir benih melon.
Pengamatan
Peubah yang diamati dalam penelitian ini meliputi: Indeks Vigor (IV)
Indeks vigor dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal pada hitungan pertama. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung indeks vigor adalah sebagai berikut:
IV = ∑ KN I
∑ x 100%
Keterangan: IV = Indeks vigor KN = Kecambah normal Daya Berkecambah (DB)
Pengamatan daya berkecambah dilakukan pada hari ke-3 (hitungan pertama) dan ke-5 (hitungan kedua), dengan menghitung jumlah benih yang tumbuh normal. Rumus untuk menghitung daya berkecambah adalah :
DB
∑ ∑ KN I ∑ KN II x100%
Keterangan: DB = Daya berkecambah
KN I = Kecambah normal pada hitungan pertama KN II = Kecambah normal pada hitungan kedua Kecepatan Tumbuh (KCT)
Kecepatan tumbuh benih (KCT) dihitung berdasarkan jumlah presentasi pertambahan kecambah normal. Setiap kali pengamatan, jumlah presentase kecambah normal dibagi dengan etmal (24 jam). Nilai etmal kumulatif diperoleh dari saat benih ditanam sampai dengan akhir waktu pengamatan (hari kelima). Rumus yang digunakan adalah:
KCT =
∑
N tn
0
Keterangan : KCT = Kecambah tumbuh (%/ etmal)
N = Persentase kecambah normal setiap waktu pengamatan
tn = Waktu akhir pengamatan
8
Potensi Tumbuh Maksimum
Potensi Tumbuh Maksimum benih diperoleh dengan menghitung jumlah benih yang berkecambah yang ditinjau dari aspek fisiologi. Berdasarkan tinjauan ini benih dinyatakan berkecambah walaupun embrio baru memunculkan calon akar. Rumus yang digunakan adalah :
PTM = ∑ ∑ KN1 ∑ KN2 KAN x 100%
Keterangan :
PTM = Persentase potensi tumbuh maksimum ∑ KN = Jumlah benih normal
∑ KAN = Jumlah benih abnormal
HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan I : Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas Benih Melon yang Ditanam pada Kondisi Optimum
Sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan bahwa tingkat viabilitas pada kondisi optimum berpengaruh sangat nyata terhadap semua tolok ukur yang diamati kecuali tolok ukur kecepatan tumbuh berpengaruh nyata. Perlakuan invigorasi pada kondisi optimum berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur indeks vigor. Perlakuan invigorasi menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap daya berkecambah, kecepatan tumbuh dan potensi tumbuh maksimum.
Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas, perlakuan invigorasi dan interaksinya terhadap viabilitas benih melon pada kondisi optimum.
Tolok Ukur Perlakuan dan interaksi
TV I TVxI
Indeks Vigor ** ** tn
Daya Berkecambah ** tn *
Kecepatan Tumbuh * tn tn
Potensi Tumbuh Maksimum ** tn tn
Keterangan : TV (tingkat viabilitas), I (invigorasi), * = berpengaruh sangat nyata pada taraf 5%, ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%, tn = tidak berpengaruh nyata.
Interaksi antara tingkat viabilitas dan invigorasi tidak bepengaruh nyata pada semua tolok ukur, kecuali terhadap tolok ukur daya berkecambah.
9 Pengaruh Interaksi Tingkat Viabilitas dan Perlakuan Invigorasi terhadap Daya Berkecambah pada Kondisi Optimum
Daya berkecambah merupakan tolok ukur viabilitas benih yang paling banyak digunakan dalam pengujian mutu benih. Menurut Ilyas (2012) viabilitas benih merupakan daya hidup benih, aktif secara metabolis, dan memiliki enzim yang dapat mengatalisis reaksi metabolis yang diperlukan untuk perkecambahan dan pertumbuhan kecambah.
Tabel 2 menunjukkan pada TV1 semua perlakuan tidak memberikan pengaruh dalam meningkatkan daya berkecambah benih. Secara statistik semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah. Pada TV2 perlakuan GA3 80 ppm dan GA3 100 ppm memperlihatkan peningkatan vigor dari 72% menjadi 85.33% dan 88%.
Gambar 1. Pengaruh perlakuan kontrol terhadap benih TV2 pada kondisi optimum
Gambar 2. Pengaruh perlakuan GA3
100 ppm terhadap benih TV2 pada kondisi optimum
Tabel 2. Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan perlakuan invigorasi pada kondisi optimum terhadap tolok ukur daya berkecambah (%). Perlakuan Tingkat viabilitas Rata – rata
TV 1 TV 2 Kontrol 94.67 ab 72.00 e 83.33 AB Air kelapa 98.67 a 74.67 de 86.67 A GA3 80 ppm 93.33 ab 85.33 bcd 89.33 A GA3 100 ppm 86.67 abcd 88.00 abc 87.33 A Air kelapa+ GA3 80 ppm 85.33 bcd 70.67 e 78.00 B
Air kelapa+GA3 100 ppm 89.33 abc 80.00 cde 84.67 AB
Rata – rata 91.333A 78.44B
Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α = 0.05. TV 1 = tingkat viabilitas tinggi. TV 2 = tingkat viabilitas rendah.
Giberelin merupakan senyawa organik yang berperan penting dalam proses perkecambahan, karena dapat mengaktifkan reaksi enzimatik di dalam benih. Menurut Kucera et al. (2005) ada dua fungsi giberelin selama perkecambahan benih yaitu, pertama giberelin diperlukan untuk meningkatkan potensi tumbuh embrio dan sebagai promotor perkecambahan dan kedua diperlukan untuk mengatasi hambatan mekanik oleh lapisan penutup benih karena terdapatnya jaringan di sekeliling radikula.
10
Pengaruh Tingkat Viabilitas terhadap Beberapa Tolok Ukur yang Diamati
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa pengaruh tingkat viabilitas terhadap tolok ukur indeks vigor, kecepatan tumbuh dan potensi tumbuh maksimum.
Tabel 3. Pengaruh tingkat viabilitas terhadap beberapa tolok ukur yang diamati pada kondisi optimum.
Tolok ukur Tingkat viabilitas
TV 1 TV 2
Indeks vigor (%) 51.10 a 21.56 b
Kecepatan tumbuh (%/etmal) 26.94 a 22.49 b Potensi tumbuh maksimum (%) 93.78 a 87.33 b
Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf kecil pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α = 0.05.
Pada semua tolok ukur yang diamati, benih dengan TV1 memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan TV2. Hal ini dikarenakan respon benih TV2 terhadap perlakuan invigorasi tidak lebih tinggi dari TV1 sehingga nilai viabilitas TV2 tidak dapat menyamai TV1.
Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Indeks Vigor
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa perlakuan invigorasi pada kondisi optimum berpengaruh nyata terhadap indeks vigor. Benih kontrol yang mempunyai indeks vigor 16.67% setelah diberikan perlakuan invigorasi air kelapa benih meningkat indeks vigornya menjadi 38%. Perlakuan kombinasi antara GA3 80 ppm dan 100 ppm dengan air kelapa mampu meningkatkan indeks vigor benih dari 16.67% menjadi 45.33% - 48%.
Tabel 4. Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap indeks vigor pada kondisi optimum.
Perlakuan Invigorasi Indeks vigor
Kontrol 16.67 b air kelapa 38.00 a GA3 80 ppm 39.33 a GA3 100 ppm 30.67 ab Air kelapa+GA3 80 ppm 45.33 a Air kelapa+GA3 100 ppm 48.00 a
Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf kecil tidak berbeda nyata pada uji DMRT α = 0.05.
Peningkatan indeks vigor diduga karena air kelapa mengandung senyawa yang berfungsi untuk merangsang pembentukan akar dan daun. Air kelapa juga mengandung 4.11% karbohidrat, 0.13% protein dan 0.12% lemak. Air kelapa mengandung tiga hormon yang dibutuhkan dalam perkecambahan antara lain sitokinin, auksin dan giberelin. Perlakuan GA3 80 ppm mampu meningkatkan indeks vigor benih menjadi 39.33% dari
11 indeks vigor kontrol 16.67%. GA3 dengan konsentrasi 80 ppm merupakan perlakuan yang tepat untuk tolok ukur indeks vigor karena peningkatan konsentrasi GA3 menjadi 100 ppm justru menjadikan tidak berbeda nyata dengan kontrol.
Pada perbanyakan anggrek Dendrobium secara kultur jaringan, pemberian air kelapa 150 ml/l dapat mendorong pertumbuhan planlet (Widiastoety et al. 1997). Air kelapa dapat memacu pertumbuhan benih karena mengandung hormon pertumbuhan yang sangat diperlukan saat fase perkecambahan.
Percobaan II : Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas Benih Melon yang Ditanam pada Kondisi Sub-optimum
Kondisi sub-optimum adalah kondisi yang kurang optimum bagi perkecambahan benih. Kondisi sub-optimum meliputi cekaman kekeringan, tanah salin dan lain-lain. Pada percobaan ini kondisi sub-optimum adalah cekaman kekeringan yang menggunakan larutan PEG 6000 -2 bar. Hasil sidik ragam pada Tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat viabilitas pada kondisi sub-optimum berpengaruh sangat nyata terhadap semua tolok ukur. Tabel 5. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas,
perlakuan invigorasi dan interaksinya terhadap viabilitas benih melon pada kondisi sub-optimum.
Tolok Ukur Perlakuan dan interaksi
TV I TVxI
Daya Berkecambah ** tn tn
Kecepatan Tumbuh ** tn tn
Potensi Tumbuh Maksimum ** tn tn
Keterangan : TV (tingkat viabilitas), I (invigorasi), * = berpengaruh sangat nyata pada taraf 5%, ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%, tn = tidak berpengaruh nyata.
Perlakuan invigorasi pada kondisi sub-optimum tidak berpengaruh nyata untuk semua tolok ukur yang diamati. Interaksi antara tingkat viabilitas dan invigorasi tidak berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum dan berat kering kecambah normal.
Pengaruh Tingkat Viabilitas Terhadap Viabilitas Benih
Pada Tabel 6 dapat dilihat pengaruh tingkat viabilitas benih melon terhadap tolok ukur daya berkecambah, kecepatan tumbuh maksimum dan potensi tumbuh maksimum. Pada kondisi sub-optimum semua tolok ukur yang diamati menunjukkan nilai TV2 berbeda nyata (memiliki nilai yang lebih tinggi) dari TV1.
12
Tabel 6. Pengaruh tingkat viabilitas terhadap beberapa tolok ukur pada kondisi sub-optimum.
Tolok ukur Tingkat viabilitas
TV 1 TV 2
Daya Berkecambah 85.78 a 64.22 b
Kecepatan tumbuh 20.51 a 14.62 b
Potensi tumbuh maksimum 93.56 a 85.33 b
Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf kecil pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α = 0.05.
Pada pengamatan indeks vigor belum ada benih melon yang berkecambah normal. Benih-benih yang tidak tumbuh diduga karena aktivitas dari PEG yang menyebabkan jumlah air yang terserap melalui permukaan kulit benih melon sangat sedikit dan lambat, sehingga benih tersebut baru terlihat tumbuh menjadi kecambah normal pada pengamatan hari kelima (saat pengamatan daya berkecambah).
Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Daya Berkecambah dan Kecepatan Tumbuh
Tabel 7 menunjukkan bahwa semua perlakuan invigorasi tidak berpengaruh nyata terhadap tolok ukur daya berkecambah dan kecepatan tumbuh Pada kondisi sub-optimum benih melon mendapatkan sedikit air untuk melakukan proses perkecambahan. Hal ini disebabkan karena penggunaan larutan PEG -2 bar menyebabkan penyerapan air yang sedikit dan lambat oleh benih melon.
Tabel 7. Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap daya berkecambah dan kecepatan tumbuh maksimum pada kondisi sub-optimum.
Perlakuan Invigorasi TV1 TV2 Daya berkecambah (%) Kontrol 82.67 58.67 Air kelapa 80.00 58.67 GA3 80 ppm 86.67 70.67 GA3 100 ppm 92.00 72.00 Air kelapa + GA3 80 ppm 88.00 58.67 Air kelapa + GA3 100 ppm 85.33 66.67
Kecepatan tumbuh (%/etmal)
Kontrol 19.67 13.20 Air kelapa 19.13 13.60 GA3 80 ppm 21.00 16.80 GA3 100 ppm 22.20 16.13 Air kelapa + GA3 80 ppm 21.20 13.46 Air kelapa + GA3 100 ppm 9.87 14.53
PEG sebagai komponen seleksi pada berbagai jenis tanaman dapat menurunkan pertumbuhan tanaman sekaligus dapat menghasilkan genotipe-genotipe baru yang tahan terhadap cekaman kekeringan (Hutami et al. 2006). Penyerapan air yang sedikit dan lambat mengakibatkan menurunnya nilai peubah viabilitas benih yang diamati.
13
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pada kondisi optimum semua perlakuan invigorasi kecuali GA3 100 ppm dapat meningkatkan indeks vigor benih melon. Perlakuan invigorasi dengan menggunakan GA3 80 ppm dan 100 ppm mampu meningkatkan daya berkecambah benih melon tingkat viabilitas rendah sehingga setara dengan tingkat viabilitas tinggi. Perlakuan air kelapa dan kombinasi antara air kelapa dan GA3 baik pada tingkat viabilitas rendah maupun tinggi tidak dapat meningkatkan viabilitas benih melon.
Pada kondisi sub-optimum semua perlakuan invigorasi tidak mampu meningkatkan viabilitas benih melon berdasarkan semua tolok ukur yang diamati yaitu daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh dan potensi tumbuh maksimum.
Saran
Perlu dilakukan pengujian waktu perendaman yang efektif pada perlakuan invigorasi terhadap benih melon dan perlu dilakukan pengujian pada kondisi sub-optimum yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2011. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta (ID). 182 hal. Belo SM 2012. Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas Benih
dan Hasil Padi (Oryza sativa L.). [Disertasi] Bogor (ID) : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Copeland LO, McDonald MB. 2001. Principles of Seed Science and Technology. Fourth edition. Kluwer Academic. London. 467 p.
Direktorat Budidaya dan Pascapanen Buah. 2011. Gerakan Peningkatan Konsumsi [Internet]. [diunduh 30 Mei 2012]. Tersedia pada: http://ditbuah.hortikultura.go.id/
Fujikura YLA, Kraakh S, Basra, Karssen CM. 1993. Hydropriming, a simple and inexpensive priming method. Seed Sci. Technol. 21:411-415.
Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian (diterjemahkan dari : Statistical Procedurs for Agricultural Research, Penerjemah : E, Sjamsuddin dan J.S. Baharsjah). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta (ID). 698 hal.
Harris MJ. 1997. Polyethylene Glycol Chemistry. Biotechnical and Biomedical Applications [Internet]. [diunduh 2 Juni 2012]. Tersedia pada: http://www.interscience.wiley.com/app.
14
Hutami S, Mariska I dan Supriati Y. 2006. Peningkatan Keragaman Genetik Tanaman melalui Keragaman Somaklonal. Jurnal AgroBiogen 2(2):81-88.
Ilyas S. 1994. Matriconditioning of Pepper (Capsicum annum L.) Seeds to Improve Seed Perfomance. Keluarga Benih 5(1):59-67.
. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih. Bogor (ID). IPB Pr.
[ISTA] International Seed Testing Association. 2008. Seed Science and Technology. International Rules for Seed Testing. Zurich (DE): International Seed Testing Association.
Khan AA. 1992. Preplant Physycological Seed conditioning. In J Janick Hortikultura Review. Wiley and Sons. New York (US). 131-181 p. Kucera B, Cohn MA, Metzge GH. 2005. Plant hormone interactions during
seed dormancy release and germination. Seed Science Research. 15:281-307.
Kusumo S. 1990. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. CV Yasaguna. Bogor (ID). 75 hal.
Lawyer DW. 1970. Absorption of polyethilene glicol by plants enther effect on plant growth. New Physiol 69:501-513.
Mandang JP. 1993. Peranan Air Kelapa dalam Kultur Jaringan Tanaman Krisan (Chrysanthemum morifolium). (Disertasi). IPB. Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Michel BE, Kaufman MR. 1973. The ismotic potential of polyethylene glycol 6000. Plant Physiol 57:914-916.
Murray GA, Wilson DO. 1987. Priming Seed for Improved Vigor. University of Idaho College of Agriculture, Moscow Indaho Bull 67 :55-75 hal.
Pierik RLM. 1987. In vitro Culture of Higher Plants. Martinus Nijhoff Publ. London.
Sadjad S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Gramedia. Jakarta.
. 1994. Kuantifikasi Metabolisme. PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta (ID). 145 hal.
Salisbury FB, Ross CW. 1985. Plant Physiology. Wadsworth Publishing Company Belmont. California (US). 540 p.
Suita E, Yuniarti N. 2004. Pengaruh Skarifikasi Terhadap Daya Berkecambah Benih Kemiri. Penelitian Kehutanan 2:235-246.
Sutopo L. 2004. Teknologi Benih. Jakarta (ID). Rajawali Press.
Widajati E. 1999. Deteksi Vigor Biokimiawi dan Vigor Fisiologi untuk Fenomena Pemulihan Vigor pada Tingkat Awal Deteriorasi dan Devigorasi Benih Kedelai (Glycine max L. Merr) Melalui Proses Invigorasi. [Disertasi] Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Widyastoety DS, kusumo S, Syafni. 1997. Pengaruh tingkat ketuaan air kelapa dan jenis kelapa terhadap pertumbuhan planlet anggrek dendrobium. Jurnal Hortikultura 7(3):768-772.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Bagan alir pelaksanaan penelitian
Viabilitas benih melon (Cucumis melo L) pada kondisi optimum dan sub-optimum setelah diberi perlakuan invigorasi
Tingkat viabilitas tinggi (TV1, DB 94%) Tingkat viabilitas rendah (TV2, DB 72%) Percobaan I
Perlakuan invigorasi benih melon dan ditanam pada kondisi optimum
Percobaan II
Perlakuan invigorasi benih melon dan ditanam pada kondisi sub-optimum (kekeringan)
Media dilembabkan menggunakan PEG 6000 dengan tekanan osmotic -2 bar.
Perlakuan invigorasi pada benih melon dengan enam perlakuan, yaitu kontrol, air kelapa, GA3 80 ppm, GA3 100
ppm, kombinasi air kelapa dan GA3 80 ppm dan kombinasi
air kelapa dan GA3 100 ppm dengan TV1 dan TV2.
Media dilembabkan dengan air dan dipres menggunakan alat pengepres kertas
Perlakuan invigorasi pada benih melon dengan enam perlakuan, yaitu kontrol, air kelapa, GA3 80 ppm, GA3 100
ppm, kombinasi air kelapa dan GA3 80 ppm dan kombinasi
air kelapa dan GA3 100 ppm dengan TV1 dan TV2.
Variabel yang diamati indeks vigor, daya berkecambah, kecepatan tumbuh dan potensi tumbuh maksimum.
16
Lampiran 2. Perhitungan Kebutuhan Polyethylene Glycol (PEG) 6000
Keterangan:
Y = Tekanan Osmotik (Bar; 1 Bar = 0.1 Mpa) C = Konsentrasi (Gram Kg-1)
T = Suhu (°C)
(sumber : Michel dan Kaufman, 1973)
Kebutuhan PEG untuk 1 liter larutan -2 Bar PEG 6000, suhu 29°C :
-2 = - (1.18x10-2) C – (1.18x10-4) C2 + (2.67x10-4) C x T + (8.39x10-7) C2 x T -2 = - (4.057 x 10-3) C + (-9.3669 x 10-5) C2………(x 105) ↔ 9.3669 C2 + 405.7 C – (2 x 105) = 0 ↔ C1,2 = √ ↔ C1,2 = . . . .
↔ C1 = 126. 062 gram L-1 dan C2 = -169.3746 gram L-1
Berdasarkan perhitungan kesetaraan potensial air (Michael and Kaufman 1973) kebutuhan PEG untuk 1 liter larutan -2 bar pada suhu 29°C, sebesar 126. 062 gram L-1
Y = - (1.18x10-2) C – (1.18x10-4) C2 + (2.67x10-4) C x T + (8.39x10-7) C2 x T
17 Lampiran 3. Gambar Percobaan Invigorasi
Benih yang akan direndam Perendaman benih
PEG 6000 Pelarutan PEG
Penanaman benih pada media
kertas merang Metode UKDdp
Pertumbuhan kecambah benih TV1 pada kondisi optimum
Pertumbuhan kecambah benih TV1 pada kondisi sub-optimum
18
Kecambah abnormal dan
19 Lampiran 4. Analisis ragam pengaruh Tingkat Viabilitas (TV) dan Invigorasi (I) terhadap tolok ukur yang diamati pada kondisi optimum. SK DB JK KT F-Hitung Pr>F Indeks Vigor (%) Ulangan 2 394.67 197.33 1.03tn 0.37 I 5 3886.67 777.33 4.06** 0.009 TV 1 7861.78 7861.77 41.05** <0.0001 IxTV 5 1159.56 231.91 1.21tn 0.33 Galat 22 4213.33 191.51 KK 38.08% Daya Berkecambah (%) Ulangan 2 192.89 96.44 2.29tn 0.12 I 5 472.89 94.57 2.24tn 0.08 TV 1 1495.11 1495.11 35.48** <0.0001 IxTV 5 691.56 138.31 3.28* 0.02 Galat 22 927.11 42.14 KK 7.64%
Kecepatan Tumbuh (%/Etmal)
Ulangan 2 6.47 3.23 0.1tn 0.9 I 5 41.41 8.28 0.26tn 0.93 TV 1 178.04 178.04 5.55* 0.02 IxTV 5 113.83 22.76 0.71tn 0.62 Galat 22 706.23 32.1 KK 22.91%
Potensi Tumbuh Maksimum (%)
Ulangan 2 150.22 75.11 4.09* 0.03 I 5 204.89 40.97 2.23tn 0.08 TV 1 373.78 373.78 20.33** 0.0002 IxTV 5 183.56 36.71 2tn 0.11 Galat 22 404.44 18.38 KK 4.73%
Keterangan: SK = Sumber Keragaman, DB = Derajat Bebas, JK = Jumlah Kuadrat, KT = Kuadrat Total, I = invigorasi, TV = tingkat viabilitas, KK = koefisien keragaman, * = nyata , ** = sangat nyata, tn = tidak nyata
20
Lampiran 5. Analisis ragam pengaruh Tingkat Viabilitas (TV) dan Invigorasi (I) terhadap tolok ukur yang diamati pada kondisi sub-optimum. SK DB JK KT F-Hitung Pr>F Daya Berkecambah (%) Ulangan 2 18.67 9.33 0.09tn 0.91 I 5 702.67 140.53 1.4tn 2.63 TV 1 4181.78 4181.78 41.62** <0.0001 IxTV 5 162.22 32.44 0.32tn 0.89 Galat 22 2210.67 100.48 KK 13.36%
Kecepatan Tumbuh (%/Etmal)
Ulangan 2 0.006 0.003 0tn 0.99 I 5 43.5 8.7 1.46tn 2.44 TV 1 312.11 312.11 52.21** <0.0001 IxTV 5 10.58 2.17 0.35tn 0.87 Galat 22 131.51 5.97 KK 13.91%
Potensi Tumbuh Maksimum (%)
Ulangan 2 123.56 61.78 1tn 0.38 I 5 252.89 50.57 0.82tn 0.54 TV 1 608.44 608.48 9.85** 0.004 IxTV 5 252.89 50.57 0.82tn 0.54 Galat 22 1359.11 61.78 KK 8.78%
Keterangan: SK = Sumber Keragaman, DB = Derajat Bebas, JK = Jumlah Kuadrat, KT = Kuadrat Total, I = invigorasi, TV = tingkat viabilitas, KK = koefisien keragaman, * = nyata , ** = sangat nyata, tn = tidak nyata
21
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bonjol, Propinsi Sumatera Barat pada tanggal 10 Agustus 1989. Penulis merupakan anak dari Bapak Dasril dan Ibu Syafni.
Tahun 2002 penulis lulus dari SD Negeri 005 Perawang, kemudian pada tahun 2005 penulis menyelesaikan studi di SMP Swasta YPPI Perawang. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tualang pada tahun 2008. Tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB).
Tahun 2008 hingga sekarang menjadi anggota pada Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Riau. Pada tahun 2008/2009 penulis sebagai anggota UKM Agriaswara. Penulis pada tahun 2009/2010 menjadi anggota Koperasi Mahasiswa Agronomi Institut Pertanian Bogor.