Prosiding BPTP Karangploso No. 02 ISSN: 1410-9905
PROSIDING
SEMINAR HASIL
PENELITIAN/PENGKAJIAN
BPTP KARANGPLOSO
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KARANGPLOSO 2000
PENGARUH KEPADATAN TANAMAN TOMAT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KUBIS SERTA PERKEMBANGAN HAMA Plutella xylostella L. SECARA
TUMPANG SARI DENGAN DAN TANPA INSEKTISIDA BIOLOGIS
(The Effect of Tomato Plant Density on The Growth And Yield of Cabbage and Population Growth)
Ferziana, Lily Agustina dan Gatot Mudjiono
Politeknik Pertanian Universitas Lampung dan Faperta Unibraw
ABSTRAK
Tujuan percobaan untuk mempelajari pengaruh kepadatan tanaman tomat dengan dan tanpa insektisida biologis terhadap pertumbuhan, hasil kubis dan perkembangan hama P.xylostella L pada sistem tumpangsari. Percobaan dilaksanakan di desa Tulungrejo Junggo kecamatan Bumiaji Malang. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi dengan dua faktor dan tiga ulangan. Petak utama adalah perlakuan insektisida biologis terdiri atas dua tingkat: yaitu dengan insektisida dan tanpa insektisida sedangkan anak petak adalah kepadatan tanaman tomat terdiri atas tiga tingkat: yaitu 20000, 25000 dan 30769 tan/ha. Varietas kubis yang digunakan adalah Grand II sedangkan tomat untuk tanaman varietas Dona. Hasil percobaan menunjukkan bahwa: 1) tidak terdapat perbedaan pertumbuhan dan hasil kubis namun terdapat perbedaan populasi hama dan perdentase kerusakan tanaman oleh P.xylostella L; 2) terdapat perbedaan indek luas daun, laju tumbuh tanaman tombat dan tidak terdapat perbedaan pada hasil tomat dan 3) keuntungan tertinggi diperoleh pada kombinasi kepadatan tanaman tomat 25000 tan/ha dengan penyemprotan insektisida biologis. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa walaupun hasil kubis lebih rendah dari pada hasil kubis ditingkat petani, tetapi dalam sistem tumpangsari dengan tomat hasil yang diperoleh bebas terhadap residu pestisida dan aman untuk lingkungan.
ABSTRACT
The aims of this study is to determine the effect of tomato density on the growth and yield of cabbage and the population growth of P.xylostella L. in the intercropping system. This experiment was conducted at the Tulungrejo Junggo village, Bumiaji Malang. The Split Plot Design was used with two factors and three replications. The main-plot was the biological insecticide consisting of two levels: with and without biological insecticide. The sub-plot was the tomato density consisting of three levels: 20000, 25000, and 30769 plants/ha. The varieties used were “Grand” of cabbage and “Dona” of tomato. The result indicate that: 1) no significant difference was shown in the growth and yield of cabbage whereas otherwise was evident of the population growth of P.xylostella and percentage of plant damage caused, 2) significant difference was shown by leaf area index and crop growth rate of tomato whereas otherwise was shown by the yield of tomato, and 3) the highest benefit was obtained from the combination of a tomato density of 25000 plants/ha with biological insecticide. Base on the results, it is concluded that eventhough the yield of cabbage was lower tha in farmers level but the intercropping with tomato showed that the yield was free of pesticide residual effect and was harmless to environment.
PENDAHULUAN
Tanaman kubis sangat peka terhadap hama ulat daun (Plutella xylostella L.) dan kerusakan dapat mencapai 100% apabila tidak dilakukan pengendalian terutama di musim kemarau. Pengendalian yang dilakukan petani umumnya menggunakan insektisida secara intensif dengan interval waktu 3-4 hari sekali. Cara seperti ini lama kelamaan dapat mengakibatkan efek residu pada tanaman dan akan membahayakan kesehatan, hama menjadi resisten, resurjensi hama, musnahnya musuh alami. Salah satu cara pengendalian yang berpegang pada prinsip pengelolaan ekosistem adalah penanaman secara tumpangsari (Untung, 1993).
Dalam sistem tumpangsari maka kompetisi ditekan sekecil mungkin. Oleh karena itu pengaturan kepadatan tanaman pada suatu areal tanah akan mempengaruhi hasil secara maksimum. Atas dasar tersebut maka dilakukan penelitian tumpangsari tomat pada berbagai kepadatan tanaman yang dikombinasikan dengan penyemprotan insektisida. Tujuan penelitian untuk mempelajari pengaruh kepadatan tanaman tomat dengan dan tanpa insektisida biologis terhadap pertumbuhan, hasil kubis dan perkembangan hama P.xylostella L. pada sistem tumpangsari.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 1997 sampai dengan Oktober 1997 di desa Tulungrejo Junggo, kecamatan Bumiaji kabupaten Malang pada ketinggian tempat 1300 dpl. Percobaan menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design), 3 ulangan dengan perlakuan petak utama yaitu Perlakuan insektisida terdiri dua taraf yaitu Io= tanpa insektisida dan I1: dengan insektisida sedangkan anak petak yaitu kepadatan tanaman tomat terdiri tiga taraf yaitu T1= 20000 tan./ha, T2: 25000 tan./ha, T3: 30769 tan./ha. Analisis data menggunakan analisis ragam berdasarkan rancangan percobaan petak terbagi dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) 5%.
Varietas kubis yang digunakan adalah Grand 11, tomat varietas Dona sedangkan insektisida yang digunakan adalah Dipel WP. Kubis sebagai tanaman pokok dengan jarak tanam tetap yaitu 50 x 50cm sedangkan jarak tanam tomat sesuai dengan kepadatan tanaman.
Untuk menghitung Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) juga ditanam tanaman kubis secara monokultur dengan jarak 50cm x 50cm dan tanaman tomat monokultur dengan jarak tanam sesuai dengan kepadatan tanaman.
Pelaksanaan percobaan meliputi: (1) Pengolahan tanah, sebanyak dua kali sampai struktur tanah menjadi remah. Kemudian dibuat petak percobaan dengan panjang 5.5 m , lebar 3.5 m dan tinggi 40 cm. Jarak antar petak 1 m sedangkan jarak antar ulangan 1.5 m, (2) penanaman, dilakukan pada saat yang bersamaan. Tanaman kubis dan tomat telah disemaikan terlebih dahulu dan telah siap ditanam dilapang dengan umur sekitar 3 minggu setelah sebar, (3) pemupukan, pupuk kandang diberikan secara merata pada setiap lubang tanam sebanyak 1 kg/tan sedangkan pupuk buatan untuk tanaman kubis terdiri dari N (100kg/ha Urea + 250kg ZA/ha). P2O5 (250kg TSP/ha) dan K2O (200kg KCl). Pupuk diberikan 2 kali yaitu saat tanam 1/2 dari jumlah seluruh (Urea) sedangkan pupuk TSP dan KCl diberikan seluruh pada awal tanam. Pupuk urea susulan (II) diberikan setelah tanaman kubis berumur 4 minggu sejak tanam. Kebutuhan pupuk untuk tanaman tomat adalah 175kg urea/ha, 350kg TSP/ha, 200kg KCl/ha diberikan bersama-sama dengan tanaman kubis, (4) penyiraman, dilakukan setiap hari atau sesuai kebutuhan, (5) penyiangan, dengan melihat keadaan gulma, (6) penyemprotan insektisida, disesuaikan dengan nilai ambang kendali yaitu apabila terdapat 0.5 larva/tanaman.
Pengamatan tanaman contoh dilakukan mulai umur 2 minggu setelah tanam dengan selang waktu 14 hari untuk pengamatan pertumbuhan sedangkan untuk pengamatan hama dilakukan setiap 7 hari sekali. Pengamatan pertumbuhan, meliputi jumlah daun (kubis), tinggi tanaman (tomat), indeks luas daun (ILD), luas daun spesifik (LDS), laju asimilasi bersih (LAB), laju tumbuh tanaman (LTT), diameter crop, hasil kubis/ha, hasil tomat/ha, nisbah kesetaraan lahan (NKL), indek kompetisi (CI). Pengamatan hama meliputi jumlah ulat P.xylostella instar 3 dan 4, tingkat kerusakan tanaman (%). Pengamatan iklim mikro dengan mengukur efisiensi intersepsi cahaya matahari, suhu dan kelembaban.
ILD = luas daun pertanaman/luas tanah yang dinaungi ILD = Indeks Luas Daun
LDS = Luas Daun Tanaman/bobot kering daun (cm2.g-1) LDS = Luas Daun Spesifik
(W2 - W1) (ln LA2-ln LA1) LAB t2-t1 = x
(t2 - t1) ( LA2 - LA1 ) LAB = Rata-rata laju Asimilasi Bersih (g.cm-2hari-1) LTT 1-2 = 1/Lt x (W2-W1) / (t2-t1)
LTT = Rata-rata laju tumbuh tanaman g.cm-2.hari-1 Keterangan:
Lt = Luas tanah yang diduduki tanaman
W2-W1 = Bobot kering tanaman pengamatan 2 dan 1 LA2-LA1 = Luas daun tanaman pengamatan 2 dan 1
t2-t1 = Umur tanaman pengamatan 2 dan 1 (Agustina, 1989) Ax Ay
NKL = + Px Py NKL = Nilai Kesetaraan Lahan
Ax = hasil tanaman tomat tumpangsari Px = hasil tanaman tomat monokultur Ay = hasil tanaman kubis tumpangsari Py = hasil tanaman kubis monokultur
(N'A - NA)(N'B - NB) CI =
( NA x NB )
CI = Competition Indes; =Indeks Kompetisi
N'A dan N'B adalah banyaknya jumlah tanaman A dan B yang dibutuhkan untuk memberikan hasil yang sama dengan satu unit tanaman A dan B dalam sistem monokultur (Nugroho, 1990).
( n x v ) P (%) = x 100 Z N
P = tingkat kerusakan tanaman (%)
n = banyaknya daun pada nilai v tertentu v = nilai katagori serangan ( 0 s/d 4)
N = jumlah daun yang diamati
Z = nilai katagori serangan tertinggi (4)
Nilai katagori serangan dengan kriteria sebagai berikut: Skor 0 adalah serangan 0%
1 adalah serangan 1-15% (katagori ringan) 2 adalah serangan 16-40% (katagori sedang) 3 adalah serangan 41-70% (katagori berat) 4 adalah serangan > 71% (katagori hancur) (Sastrosiswoyo, 1986).
Intensitas radiasi matahari, menggunakan light meter dengan mengukur pada bagian bawah dan bagian atas tajuk tanaman antara pukul 11.00-12.00. Data tersebut digunakan untuk menghitung efisiensi intersepsi (Ei) (Sugito, 1996).
Ei (%) = ( (It - Itr)/It ) x 100 Ei = efisiensi intersepsi
It = intensitas cahaya matahari diatas tajuk Itr = Intensitas cahaya matahari yang diteruskan
Suhu dan kelembaban, dilakukan pada jam 07.00, 12.00 dan 17.00 WIB setiap satu minggu sekali, menggunakan hidrometer yang dipasang pada bagian tengah petak percobaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian secara keseluruhan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pertumbuhan tanaman kubis meliputi jumlah daun, ILD, LDS, LAB dan LTT pada kombinasi antara kepadatan tanaman tomat dengan penyemprotan insektisida. Namun demikian secara terpisah terdapat perbedaan jumlah daun yang terbentuk, ILD dan LDS kubis antara tanaman yang disemprot dan tidak disemprot insektisida, sedangkan perbedaan kepadatan tanaman tomat juga mengakibatkan perbedaan LDS, LAB dan LTT kubis (Tabel 1).
Pada awal pertumbuhan tanaman kubis sampai umur 8 MST tidak terdapat perbedaan jumlah daun, ILD dan LDS antara tanaman yang disemprot dan tidak disemprot insektisida. Hal ini berarti adanya tanaman tomat diantara tanaman kubis mampu melindungi tanaman kubis melalui senyawa tomatin yang dikeluarkan sebagai penolak (repellent) bagi imago
P.xylostella untuk datang dan meletakkan telurnya (oviposisi) sehingga pengaruh penyemprotan
insektisida tidak tampak. Menurut Kartosuwondo (1993), selain faktor fisik maka faktor kimia tumbuhan sangatlah berperan untuk oviposisi P. xylostella sedangkan menurut Harborne (1982) terdapat dua senyawa yang dapat mempengaruhi tingkah laku serangga mencari makan yaitu sebagai senyawa penarik (chemical attractant) dan senyawa penolak (chemical repellent). Disamping itu adanya tanaman tomat pada berbagai kepadatan tanaman mempengaruhi penyerapan radiasi matahari yang juga relatif sama sehingga perkembangan tanaman kubis untuk mencapai ILD juga relatif sama.
Perbedaan jumlah daun, ILD, LDS baru terjadi setelah tanaman berumur 12 mst. Hal ini karena semakin berkurangnya senyawa yang dikeluarkan oleh tanaman tomat seiring dengan semakin bertambahnya umur tanaman sehingga pengaruh penyemprotan (dengan dan tanpa) insektisida menampakkan perbedaan.
Tanaman yang tidak disemprot insektisida memiliki jumlah daun kubis yang lebih banyak 68.23%, hal ini berkaitan dengan persentase tingkat kerusakan tanaman yang lebih besar oleh
P.xylostella karena larvanya lebih menyukai daun-daun yang muda disekitar pucuk daun
sehingga terjadi kerusakan pada titik tumbuh. Tanaman yang disemprot insektisida terhindar dari kerusakan oleh P.xylostella sehingga perkembangan tanaman lebih normal dengan demikian perkembangan luas daun menjadi lebih baik, ILD dan LDS juga menjadi meningkat yaitu berturut-turut 29.89% dan 27.81 dari pada yang tidak disemprot.
Pada umur 8 MST, perkembangan luas daun berjalan dengan cepat sehingga kompetisi tanaman mulai terjadi akibatnya terdapat perbedaan LDS kubis. Pada populasi tanaman tomat yang tinggi (30 769 tan/ha) memiliki LDS kubis paling tinggi (99.15 cm2/g). Hal ini disebabkan terjadinya penaungan diantara individu tanaman karena tingginya ILD sehingga kompetisi juga tinggi dengan fotosintat yang dihasilkan sedikit. Bertambahnya umur tanaman (12 MST), bahan kering tanaman semakin bertambah dan perkembangan luas daun berjalan lambat sehingga LDS kubis tidak menunjukkan perbedaan.
Tanaman yang tidak disemprot insektisida mengakibatkan pertumbuhan tanaman terhambat akibat rusaknya organ-organ tanaman. Keadaan ini menguntungkan bagi pertumbuhan tomat sehingga pada umur 12 MST terjadi perbedaan ILD dan LTT tomat akibat pengaruh penyemprotan yang berinteraksi dengan berbagai kepadatan tanaman tomat. ILD tertinggi pada kepadatan 20 000 tan/ha tanpa penyemprotan insektisida (0.79) dan menunjukkan perbedaan dengan perlakuan lainnya. Hal ini karena pada kepadatan tanaman tomat yang rendah 20 000 tan/ha kompetisinya menjadi lebih kecil sehingga ILD tomat yang dihasilkan menjadi lebih tinggi (0.79) diiringi dengan meningkatnya berat kering sehingga LTT juga tinggi (4.38). Menurut Gardner (1991) LTT merupakan penimbunan berat kering tanaman per satuan waktu.
Populasi tomat yang berbeda yang ditanam secara tumpangsari dengan tanaman kubis ternyata tidak mempengaruhi diameter krop, hasil kubis/ha. Hal ini menunjukkan bahwa adanya tanaman tomat diantara tanaman kubis tidak mengakibatkan perbedaan kompetisi terhadap cahaya matahari, hal ini dapat dilihat pada perolehan ILD yang relatif sama yang berpengaruh terhadap aktifitas fotosintesis sehingga diameter krop, hasil kubis/ha yang terbentuk relatif sama.
Pengaruh penyemprotan insektisida terhadap hasil tomat/ha mampu meningkatkan hasil tomat/hektar 1.8 kali lebih banyak dari pada yang tidak disemprot insektisida. Hal ini disebabkan karena buah tomat banyak yang terserang ulat buah (H. armigera) sehingga produksinya lebih sedikit dibandingkan yang disemprot insektisida.
NKL terbesar diperoleh pada kombinasi antara tanpa penyemprotan insektisida dengan populasi tomat 20 000 tan/ha yaitu sebesar 2.0. Populasi tomat yang terendah ini membutuhkan jumlah lahan monokultur yang lebih besar yaitu dua kali lebih banyak untuk dapat memberikan hasil yang sama seperti pada sistem tumpangsari. NKL yang lebih besar ini berarti hasil yang diperoleh pada kombinasi perlakuan tersebut adalah paling rendah. Hal ini berkaitan dengan peranan tanaman tomat yang jumlahnya lebih sedikit dan tanpa penyemprotan insektisida sehingga mempengaruhi hasil sedangkan pengaruh penyemprotan pada populasi tanaman yang berbeda-beda memiliki NKL yang relatif sama yang berarti penyemprotan insektisida masih diperlukan untuk meningkatkan hasil.
Nilai CI terbesar pada kombinasi perlakuan tanpa penyemprotan insektisida dengan populasi tomat yang padat (30 769 tan/ha) yaitu sebesar 0.45 maka berarti kombinasi ini telah terjadi kompetisi antar tanaman yang lebih besar dibandingkan kombinasi lainnya sedangkan kompetisi yang terkecil yaitu 0.21 terdapat pada kombinasi tanpa penyemprotan pada populasi tomat yang rendah (20 000 tan/ha). CI ini digunakan untuk melihat besar kecilnya kompetisi dalam suatu sistem tumpangsari. Semakin kecil nilai CI maka kompetisi yang terjadi juga semakin kecil.
Dengan demikian adanya kombinasi tanpa penyemprotan insektisida dengan berbagai kepadatan populasi tomat telah mengakibatkan perbedaan CI sedangkan jika dilakukan penyemprotan insektisida, pengaruh kepadatan tanaman tomat tidak menimbulkan perbedaan CI.
Interaksi antara pengaruh penyemprotan insektisida dan kepadatan tanaman tomat tidak menunjukkan perbedaan terhadap diameter krop, hasil kubis/ha serta hasil tomat/ha. Namun demikian penyemprotan dengan menggunakan insektisida mampu meningkatkan diameter krop 2.8 kali lebih besar, hasil kubis/ha 4.9 kali lebih banyak dari pada tanpa insektisida. Keadaan ini menunjukkan bahwa penggunaan insektisida yaitu Dipel WP mampu melindungi tanaman kubis terhadap serangan hama P. xylostella sehingga kehilangan hasil dapat dikurangi, hanya saja penggunaannya harus sifatnya efektif menurunkan populasi hama sasaran yang sedang meningkat diatas ambang ekonomi. Menurut Untung (1992), penggunaan insektisida merupakan sebagian kecil dan alternatif terakhir untuk pengendalian hama secara terpadu.
Peningkatan produksi tomat merupakan akibat tidak langsung pengaruh penyemprotan insektisida (Dipel WP) yang digunakan untuk mengendalikan hama P. xylostella, tetapi juga untuk mengendalikan ulat buah yang disebabkan oleh H. armigera. Rendahnya hasil tomat/ha sebagai akibat tanpa penyemprotan insektisida yang disebabkan karena buah tomat banyak yang terserang ulat buah (H. armigera) sehingga produksinya lebih sedikit dibandingkan yang disemprot insektisida.
Produksi yang rendah pada kepadatan tanaman tomat 30 769 tan/ha disebabkan karena kompetisi yang terjadi lebih besar. Menurut Gardner et al (1991), hasil panen per tanaman mengalami penurunan sejalan dengan peningkatan jumlah tanaman.
Interaksi antara penyemprotan insektisida pada berbagai kepadatan tanaman tomat terhadap populasi larva P.xylostella baru terlihat secara nyata perbedaannya pada saat tanaman berumur 6 MST. Tumpangsari kubis dan tomat (20000 tan/ha) yang tidak disemprot insektisida menghasilkan populasi larva P. xylostella paling tinggi yaitu 2.73 sedangkan populasi larva P.
xylostella yang paling rendah yaitu sebesar 0.57 dihasilkan karena adanya kepadatan tanaman
tomat 30769 tan/ha. Dengan demikian maka dapat terlihat peranan insektisida masih tetap dibutuhkan dalam suatu sistem budidaya tanaman untuk mengendalikan hama, hanya saja penggunaannya harus seefektif mungkin. Penggunaan tanaman tomat saja yang difungsikan untuk membantu mengendalikan hama P. xylostella lewat senyawa tomatin yang dikeluarkan sebagai penolak imago P. xylostella untuk meletakkan telurnya pada daun kubis ternyata belum cukup. Hal ini harus dikombinasikan dengan penyemprotan insektisida. Kombinasi ini sejalan seperti yang diungkapkan oleh Djunaidi (1995) yang menyatakan bahwa penggunaan insektisida masih berperan didalam sistem Pengendalian Hama Terpadu yang sifatnya efektif menurunkan populasi hama sasaran yang sedang meningkat diatas ambang ekonomi, tidak menurunkan fungsi musuh alami dan tidak meningkatkan residu di lingkungan.
Kombinasi ini baru terlihat perbedaanya secara nyata pada saat tanaman berumur 6 MST yang disebabkan karena pada saat ini jumlah larva P. xylostella mencapai puncaknya (Gambar 1) dan ini didukung pula oleh pendapat Sastrosiswoyo dalam Mudjiono dkk (1995) yang menyatakan bahwa populasi larva P.xylostella tertinggi pada tanaman kubis yang berumur 6-8 MST.
Penggunaan insektisida Dipel WP dengan bahan aktif Bacillus thuringiensis yang bersifat selektif ternyata cukup efektif menurunkan populasi hama P. xylostella sebesar 76.92% pada populasi tomat 20 000 tan/ha, 38.83% pada populasi tomat 25 000 tan/ha dan 68.85% pada populasi tomat 30 769 tan/ha.
Perbedaan persentase tingkat kerusakan secara nyata baru terlihat setelah tanaman berumur 8 MST. Hal ini berkaitan dengan jumlah populasi larva yang mencapai puncaknya pada saat tanaman berumur 6 MST (Gambar 1) sehingga akan mempengaruhi juga pada persentase tingkat kerusakan yang cukup besar.
Secara keseluruhan, pengaruh penyemprotan insektisida mampu menurunkan persentase tingkat kerusakan tanaman oleh P. xylostella sedangkan kepadatan populasi tomat yang berbeda mempengaruhi persentase tingkat kerusakan yang berbeda pula.
Penyemprotan insektisida pada berbagai kepadatan populasi tomat mengakibatkan penurunan persentase tingkat kerusakan tanaman kubis yang berbeda pula, yaitu masing-masing sebesar 77.55%. 54.23% dan 72.46% pada populasi tomat 20 000 tan/ha, 25 000 tan/ha dan 30 769 tan/ha.
Pengaruh kepadatan tomat mengakibatkan persentase tingkat kerusakan tanaman kubis yang berbeda pula. Persentase tingkat kerusakan tanaman kubis yang terendah terdapat pada kombinasi antara kepadatan tanaman tomat 20 000 tan/ha dengan penyemprotan insektisida yaitu sebesar 9.71% dan ini tidak berbeda pada kepadatan tanaman tomat 30 769 tan/ha yaitu sebesar 11.42%. Sedangkan persentase tingkat kerusakan tanaman kubis terbesar pada kombinasi antara kepadatan tanaman tomat 20 000 tan/ha dengan tanpa penyemprotan insektisida biologis yaitu sebesar 43.27% dan ini juga tidak berbeda pada kepadatan 30 769 tan/ha yaitu sebesar 41.46%.
Dari Gambar 2, pada saat awal pertumbuhan tanaman yaitu umur 2MST-3MST, persentase tingkat kerusakan mengalami peningkatan yang tajam. Hal ini disebabkan karena pada awal pertumbuhan tanaman, populasi larva P. xylostella cukup tinggi disamping itu tanaman masih muda yang sangat disukai oleh larva P. xylostella. Selanjutnya pada umur 6-7 MST, persentase tingkat kerusakan juga mengalami peningkatan lagi yang disebabkan oleh adanya populasi larva P. xylostella yang tinggi pula.
Aplikasi penyemprotan insektisida yang dilakukan setelah pengamatan/perhitungan ambang kendali dapat mengurangi frekuensi penyemprotan. Selama penelitian berlangsung aplikasi penyemprotan dilakukan sebanyak 8 kali. Hal ini tentunya dapat mengurangi biaya untuk pembelian pestisida. Dari hasil analisa ekonomi maka perlakuan I1T2 (kombinasi kepadatan tanaman 25 000 tan/ha dan penyemprotan insektisida biologis) memberikan keuntungan yang terbesar.
Hasil analisa residu pada sample perlakuan sama sekali tidak terdapat residu pestisida sedangkan pada sample petani yang menggunakan insektisida Lannate 25 WP, Supracide dan Buldog juga tidak dapat terdeteksi namun demikian terdapat bentuk lain yang belum dapat diketahui jenisnya. Dengan demikian penggunaan pestisida yang berlebihan dan tidak selektif yang dilakukan oleh petani menyebabkan residu pada krop kubis.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Tidak terdapat perbedaan pertumbuhan dan hasil kubis yang ditanam pada berbagai kepadatan tanaman tomat namun terdapat perbedaan populasi hama dan persentase tingkat kerusakan tanaman kubis, sedangkan terhadap pertumbuhan tanaman tomat terdapat perbedaan pada ILD dan LTT serta tidak terdapat perbedaan hasil.
Pengendalian hama menggunakan insektisida biologis mampu meningkatkan hasil sebesar 4.9 kali lebih banyak pada kubis, 1.8 kali lebih banyak pada tomat, menekan populasi hama sebesar 57% dan mengurangi tingkat kerusakan tanaman oleh P.xylostella sebesar 55% dibandingkan tanpa insektisida biologis.
Keuntungan tertinggi terdapat pada kombinasi kepadatan tanaman tomat 25 000 tan/ha dengan penyemprotan insektisida biologis, meskipun hasil yang diperoleh lebih rendah dibandingkan yang dihasilkan oleh petani akan tetapi bebas terhadap residu pestisida.
Saran
Dari hasil penelitian ini disarankan bahwa tanaman tomat dapat digunakan dalam sistem tumpangsari dengan kubis dalam rangka mengurangi ketergantungan terhadap insektisida, menjaga kesehatan lingkungan dan produk pertanian dari pencemaran oleh insektisida.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, L. 1989. Dasar-Dasar Analisis Tumbuh Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. 73 hal.
Djuniadi, D. 1995. Peranan Insektisida Dalam Pengendalian Serangga. hal 35-37 dalam Suharsono, Marwoto, A.Winarto (Ed). Risalah Seminar Regional Resistensi Serangga Terhadap Insektisida dan Upaya Penanggulangannya Perhimpunan Entomologi Indonesia Cabang Malang. Malang.
Gardner, F.P., R.B. Pearce, R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya (Terjemahan). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 424 hal.
Harborne, J.B. 1982. Introduction to Ecological Bioche-mistry. Academic Press, London. 278 hal.
Kartosuwondo.U. 1993. Dasar-dasar pemanfaatan brassica-ceae liar untuk konservasi
parasitoid Diadigma semiclausum dalam mendukung pengendalian hama terpadu Plutella xylostella L. Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor. 75 hal.
Mudjiono G, Bambang T.R. dan Suputa. 1995. Pengendalian hama terpadu sayuran dataran
tinggi. hal 2-7 dalam Suharsono, Marwoto dan A.Winarto (Ed). Risalah Seminar
Regional Resistensi Serangga terhadap Insektisida dan Upaya Penanggulangannya. Perhimpunan Entomologi Indonesia Cabang Malang.
Nugroho, W.H. 1990. Statistical Analysis and Interpretation of Intercropping Research. First
Ed. Insitute of Publication of the Faculty of Agriculture, Brawijaya University. Malang.
p.269.
Sastrosiswoyo, S. dan Sukma Nuswantara. 1986. Hubungan antara instar larva P.xylostella
dan penggunaan insektisida mikroba Bacillus thuringiensis terhadap kerusakan daun pada tanaman kubis. Bull. Penel. Hort. 13 (3) : 93-102.
Sugito, Y. 1996. Ekologi Tanaman. Program Pascasarjana Universitas Brawijaya. 101 hal. Untung, K. 1993. Konsep Pengendalian Hama Terpadu. Jogyakarta. 150 hal.