• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian Resistensi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian Resistensi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Resistensi

Hasil pengujian resistensi menunjukkan bahwa dari tiga spesies serangga yang diuji, dua spesies menunjukkan resistensinya terhadap fosfin dengan faktor resistensi (RF) yang bervariasi, berkisar antara 1 kali sampai 15.5 kali yaitu T. castaneum, dan R. dominica, sedangkan spesies yang ketiga, yaitu Cryptolestes sp. tidak menunjukkan resistensinya terhadap fosfin (Tabel 3 – 7).

Tabel 3 Nilai LD50, LD99.9 dan Faktor Resistensi (RF) T. castaneum dari beberapa

lokasi dengan periode fumigasi selama 20 dan 48 jam.

Lokasi 20 jam fumigasi Faktor Resistensi (RF)** 48 jam fumigasi Faktor Resistensi (RF)** Konfirmasi LD50 LD99.9 LD50 LD99.9 ...mg/l... ...mg/l...

Probolinggo 0.006 0.099 3.4 kali 0.004 0.219 7.5 kali Resisten Indramayu 0.020 0.115 3.9 kali 0.024 0.340 11.7 kali Resisten Semarang 0.021 0.259 8.9 kali 0.004 0.131 4.5 kali Resisten Biotrop,

Bogor

0.009 0.029 - - - - Tidak

resisten

Keteranga : RF** = Resistance factor (Faktor Resistensi) - = Tidak dilakukan pengujian

Berdasarkan data pada Tabel 3 tersebut, terlihat bahwa nilai faktor resistensi (RF) sampel hasil pengujian T. castaneum dengan pemaparan gas fosfin selama 20 jam lebih besar dari satu, yang mempunyai arti bahwa serangga yang berasal dari tiga lokasi (Probolinggo, Indramayu, dan Semarang) menunjukkan sifat resistensinya terhadap fosfin, dengan faktor resistensi berkisar antara 3.4 sampai dengan 8.9 kali. Resistensi terendah terhadap fosfin terdapat pada sampel yang berasal dari Probolinggo dengan faktor resistensi 3.4 kali, sedangkan resistensi tertinggi berasal dari Semarang dengan faktor resistensi 8.9 kali. Sampel serangga uji yang telah diduga resisten terhadap fosfin tersebut kemudian dilakukan pengujian dengan pemaparan gas fosfin selama 48 jam untuk memastikan resistensinya.

Pada pemaparan gas fosfin selama 48 jam terlihat bahwa serangga yang berasal dari Probolinggo, Indramayu, dan Semarang telah terjadi resistensi terhadap fosfin, karena nilai faktor resistensinya (RF) lebih besar dari satu. Hal ini

(2)

diduga bahwa serangga T. castaneum yang terdeteksi resisten terhadap fosfin tersebut karena lebih sering terpapar oleh gas fosfin.

Hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian BULOG dan SEAMEO BIOTROP (2010) yang dilakukan di laboratorium Entomologi SEAMEO BIOTROP, pada penelitian tersebut dilaporkan bahwa T. castaneum yang berasal dari Indramayu dengan faktor resistensi 1.1 kali, dan serangga yang berasal dari Probolinggo dengan faktor resistensi sebanyak 1.3 kali. Demikian juga hasil penelitian Pimentel et.al (2006) menunjukkan terjadinya resistensi fosfin di sepuluh populasi T. castaneum dari negara bagian Goias, Mato Grasso, Minas Gerais, dan Sao Paulo. Di Brazil menurut Pimentel et.al (2010) dari 19 sampel serangga T. castaneum yang diuji, 14 sampel yang menunjukkan resistensi yang tinggi dan 5 sampel serangga yang tidak terjadi resistensi. Athie and Mills (2005) juga melaporkan terjadinya resistensi T. castaneum terhadap fosfin sebanyak sepuluh dari dua belas sampel yang diuji.

Tabel 4 Nilai LD50, LD99.9 dan Faktor Resistensi (RF) R. dominica dari beberapa

lokasi dengan periode fumigasi selama 20 dan 48 jam.

- = Tidak dilakukan pengujian

Nilai LD50 dan LD99.9 R. dominica yang berasal dari Probolinggo, dan

Ciamis pada pemaparan gas fosfin selama 20 jam dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai LD99.9 dari beberapa lokasi tersebut berturut-turut dari nilai yang terendah ke nilai

tertinggi adalah Probolinggo 0.155 mg/l dan Ciamis 0.292 mg/l. Berdasarkan perbandingan nilai LD99.9 serangga uji dengan nilai LD99.9 serangga yang rentan

dapat dikatakan bahwa R. dominica dari sampel probolinggo dan Ciamis telah menunjukkan terjadinya resistensi terhadap fosfin, karena nilai LD99.9 nya lebih

tinggi daripada nilai LD99.9 strain rentan dari Biotrop. Sampel serangga uji yang

telah diduga resisten terhadap fosfin tersebut kemudian dilakukan pengujian dengan pemaparan gas fosfin selama 48 jam untuk memastikan resistensinya.

Lokasi 20 jam fumigasi Fakor Resistensi (RF)** 48 jam Fumigasi Fakor Resistensi (RF)** Konfirmasi LD50 LD99.9 LD50 LD99.9 ...mg/l... ...mg/l...

Probolinggo 0.023 0.155 15.5 kali 0.003 0.177 17.7 kali Resistensi Ciamis 0.023 0.139 13.9 kali 0.022 0.195 19.5 kali Resisten Biotrop,

Bogor

0.059 0.001 - - - - Tidak

resisten

(3)

Pada pemaparan gas fosfin selama 48 jam tersebut menunjukkan hasil bahwa serangga yang berasal dari Probolinggo dan Ciamis terjadi resistensi terhadap fosfin, dengan faktor resistensi 17.7 kali dan 19.5 kali. Song et.al (2011) melaporkan dari 16 strain serangga R. dominica, ada lima strain yang tingkat resistensinya rendah, enam strain yang tingkat resistensinya sedang, dan lima strain yang tingkat resistensinya tinggi. Demikian juga menurut hasil penelitian Athie dan Mills (2005) yaitu adanya resistensi sembilan dari sepuluh sampel serangga R. dominica.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya resistensi terhadap fumigan di antaranya adalah frekuensi aplikasi fumigasi dan perpindahan bahan komoditi pangan (Georghiou 1972). Data pengujian resistensi terhadap fosfin menunjukkan bahwa resistensi R. dominica lebih tinggi daripada serangga T. castaneum. Hal ini ditunjukkan oleh nilai faktor resistensi (RF) yang lebih tinggi. Hasil pengujian ini hampir sama dengan pengujian BULOG dan SEAMEO BIOTROP (2010), yang melaporkan bahwa serangga R. dominica menunjukkan tingkat resistensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan serangga T. castaneum.

Pengujian Keragaan Relatif Strain Resisten

Pengujian keragaan relatif dilakukan terhadap strain resisten dibandingkan dengan strain rentan dan hasil silangan antara strain resisten dengan strain rentan. Peubah yang diamati adalah faktor resistensi dan fekunditas dari strain yang diuji.

Faktor Resistensi

Nilai faktor resistensi T. castaneum dengan pemaparan gas fosfin selama 20 jam, menunjukkan bahwa hasil persilangan (Cross breeding) antara strain rentan dari Biotrop dengan strain resisten dari Probolinggo, Indramayu, dan Semarang, umumnya terjadi penurunan nilai faktor resistensi (RF) pada serangga hasil persilangan dibandingkan dengan serangga induknya yang resisten hasil dari serangga itu sendiri (Inbreeding), kecuali pada generasi F2 hasil persilangan antara strain Biotrop dengan Semarang. Penurunan nilai faktor resistensi (RF) serangga hasil persilangan antara serangga yang rentan dengan serangga yang resisten dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai faktor resistensi (RF) T. castaneum

(4)

generasi 1 hasil persilangan dari strain rentan dengan strain resisten dari beberapa lokasi tersebut berturut-turut dari nilai terendah ke nilai tertinggi adalah Biotrop x Semarang 2.4 kali, Biotrop x Probolinggo 2.7 kali, dan Biotrop x Indramayu 3.5 kali. Sedangkan T. castaneum generasi 2 nilai faktor resistesnsinya dari nilai terendah ke nilai tertinggi adalah Biotrop x Indramayu 1.2 kali, Biotrop x Probolinggo 1.9 kali, dan Biotrop x Semarang 4.3 kali.

Tabel 5 Nilai LD50 , LD99.9 dan Faktor Resistensi (RF) T. castaneum (F1 dan F2)

dari beberapa lokasi dengan periode fumigasi selama 20 dan 48 jam.

Lokasi 20 jam fumigasi Faktor Resistensi (RF)** 48 jam fumigasi Faktor Resistensi (RF)** Konfirmasi LD50 LD99.9 LD50 LD99.9 ...mg/l... ...mg/l...

Probolinggo 0.006 0.099 3.4 kali 0.004 0.219 7.5 kali Resisten Indramayu 0.020 0.115 3.9 kali 0.024 0.340 11.7 kali Resisten Semarang 0.021 0.259 8.9 kali 0.004 0.131 4.5 kali Resisten Biotrop, Bogor Generasi I (F1) Biotrop x Probolinggo Biotrop x Indramayu Biotrop x Semarang Generasi 2 (F2) Biotrop x Probolinggo Biotrop x Indramayu Biotrop x Semarang 0.009 0.025 0.020 0.017 0.014 0.012 0.017 0.029 0.080 0.102 0.070 0.055 0.035 0.125 - 2.76 kali 3.5 kali 2.4 kali 1.9 kali 1.2 kali 4.3 kali - 0.005 0.006 0.006 - - - - 0.038 0.022 0.021 - - - - 1.3 kali 0.76 kali 0.7 kali - - - Tidak resisten Resisten Tidak resistensi Tidak resistensi Diduga resisten Diduga resisten Diduga resisten

Keteranga : RF** = Resistance factor (Faktor Resistensi)

- = Tidak dilakukan pengujian

Pada pemaparan gas fosfin selama 48 jam tersebut terlihat bahwa serangga generasi 1 hasil persilangan antara strain rentan dengan strain yang resisten yang berasal dari Biotrop dengan Probolinggo telah terdeteksi terjadinya resistensi terhadap fosfin, karena nilai faktor resistensi (RF) lebih dari satu, sedangkan serangga hasil silangan antara Biotrop dengan Indramayu dan Biotrop dengan Semarang tidak terdetaksi terjadi resistensi terhadap fosfin karena nilai faktor resistensi (RF) kurang dari satu. T. castaneum generasi 2 tidak dapat dipastikan terjadinya resistensi terhadap fosfin karena tidak dilakukan pengujian dengan

(5)

pemaparan gas fosfin selama 48 jam, hal ini terjadi dikarenakan oleh keterbatasan serangga uji dan keterbatasan waktu penelitian.

Hasil pengujian R. dominica dengan pemaparan gas fosfin selama 20 jam, menunjukkan hasil yang sama dengan T. castaneum, yaitu terjadinya penurunan nilai faktor resistensi (RF) terhadap serangga hasil persilangan dibandingkan dengan serangga induknya yang resisten (Tabel 6). Rhyzopertha dominica generasi 1 memiliki nilai faktor resistensi (RF) dari hasil persilangan strain rentan dengan strain resisten dari lokasi Biotrop x Probolinggo adalah 10.3 kali dan Biotrop x Ciamis 13.2 kali. Sedangkan generasi 2 nilai faktor resistensi (RF) nya adalah Biotrop x Probolinggo 8.8 kali dan Biotrop x Ciamis 13.4 kali. Hal ini diduga bahwa serangga R. dominica telah terdeteksi terjadinya resistensi terhadap fosfin, sehingga dilakukan pengujian lanjutan dengan pemaparan gas fosfin selama 48 jam.

Tabel 6 Nilai LD50, LD99.9 dan Faktor Resistensi R. dominica (F1 dan F2) dari

beberapa lokasi dengan periode fumigasi selama 20 dan 48 jam. Lokasi 20 jam fumigasi Faktor Resistensi (RF)** 48 jam fumigasi Faktor Resistensi (RF)** Konfirmasi LD50 LD99.9 LD50 LD99.9 ...mg/l... ...mg/l...

Probolinggo 0.023 0.155 15.5 kali 0.003 0.177 17.7 kali Resistensi Ciamis 0.023 0.139 13.9 kali 0.022 0.195 19.5 kali Resisten

Biotrop 0.059 0.001 - - - - Resisten

Generasi I (F1)

Biotrop X Probolinggo

0.023 0.103 10.3 kali 0.010 0.050 5.0 kali Resisten Biotrop X

Ciamis

0.025 0.132 13.2 kali 0.020 0.167 16.7 kali Resistensi

Generasi 2 (F2) Biotrop X Probolinggo 0.020 0.088 8.8 kali - - - Diduga resisten Biotrop x Ciamis 0.022 0.134 13.4 kali - - - Diduga resisten

Keterangan: RF** = Resistance factor (Faktor Resistensi)

- = Tidak dilakukan pengujian

Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa nilai faktor resistensi (RF) dari serangga hasil persilangan lebih besar dari satu, sehingga R. dominica dapat dipastikan telah terjadi resistensi terhadap fosfin. Menurut hasil penelitian Collin

(6)

et.al (2000) tidak ada keseimbangan kebugaran yang jelas terkait dengan strain yang rentan dengan strain yang resisten. Hal ini menunjukkan bahwa strain yang resisten akan menghasilkan keturunan yang resisten dan sebaliknya. Persilangan antara serangga yang resisten dengan serangga yang rentan menghasilkan keturunan yang resisten kuat dan strain resisten lemah. Hanya dari mayoritas serangga yang rentan akan dapat mengurangi tingkat resistensi pada populasi resisten. Athie and Mills (2005) melaporkan bahwa dari dua gen yang memiliki sifat resisten terhadap fosfin, gen heterozigot memiliki sifat resistensi yang lebih rendah daripada gen homozigot.

Resistensi Cryptolestes sp. yang berasal dari lokasi Klaten dan Surakarta terhadap fosfin tidak dilakukan pengujian, hal ini dikarenakan oleh keterbatasan serangga uji. Data pengujian resistensi pada Tabel 7 didapat dari pengujian resistensi tahun 2010 di Laboratorium Entomologi SEAMEO BIOTROP. Nilai LD50 dan LD99.9 serangga uji Cryptolestes sp. dari strain hasil persilangan antara

Biotrop dengan Klaten, Biotrop dengan Surakarta, dan strain Biotrop itu sendiri dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Nilai LD50, LD99.9 dan Faktor Resistensi Cryptolestes sp. (F1 dan F2) dari

beberapa lokasi dengan periode fumigasi selama 20 dan 48 jam.

Lokasi 20 jam fumigasi Faktor Resistensi (RF)** 48 jam fumigasi Faktor Resistensi (RF)** Konfirmasi LD50 LD99.9 LD50 LD99.9 ...mg/l... ...mg/l...

Klaten 0.005 0.227 4.7 kali - - - Resisten Surakarta 0.017 0.140 2.9 kali - - - Resisten

Biotrop 0.014 0.048 0.96 kali - - - Tidak

resisten Generasi I (F1) Biotrop X Klaten 0.019 0.049 1 kali - - - Tidak resisten Biotrop X Surakarta 0.016 0.046 0.95 kali - - - Tidak resisten Generasi 2 (F2) Biotrop x Klaten - - - Tidak resisten

Keterangan: RF** = Resistance factor (Faktor Resistensi)

- = Tidak dilakukan pengujian

Berdasarkan perbandingan nilai LD99.9 serangga uji dengan nilai LD99.9

(7)

strain hasil persilangan antara Biotrop dengan Klaten tidak ditemukan terjadinya resistensi terhadap fosfin, karena nilai faktor resistensinya 1 kali. Sedangkan strain serangga hasil persilangan antara Biotrop dengan Surakarta, tidak menunjukkan terjadinya resistensi terhadap fosfin, karena nilai faktor resistensi (RF) serangga tersebut kurang dari satu. Generasi 2 Cryptolestes sp. tidak memiliki nilai LD50 dan LD99.9, karena serangga yang diuji menunjukkan nilai

mortalitas hampir 100%, sehingga waktu dianalisis dengan probit tidak muncul nilai LD50 dan LD99.9. Meskipun demikian, Athie dan Mills (2005) juga

melaporkan adanya resistensi Cryptolestes sp. di Brazil.

Fekunditas Serangga Uji

Pertumbuhan populasi serangga hama gudang dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar dari populasi serangga tersebut. Faktor dalam, seperti keperidian atau kemampuan bertelur dan siklus hidup, dapat menentukan kecepatan berkembangbiak suatu jenis serangga. Semakin tinggi keperidian dan semakin singkat siklus hidup, pertumbuhan populasi serangga tersebut akan semakin cepat (Harahap 2009). Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan populasi serangga adalah makanan, suhu, dan kelembaban.

Berdasarkan hasil pengujian untuk ketiga sampel serangga uji yang berasal dari beberapa lokasi tersebut, terlihat bahwa nilai fekunditasnya berbeda-beda dari keturunan F1 sampai keturunan F2. Urutan nilai fekunditas serangga uji dari yang terendah sampai yang tertinggi dari keturunan F1 adalah T. castaneum, Cryptolestes sp, dan R. dominica. Sedangkan urutan populasi terendah pada keturunan F2 adalah T. castaneum, R. dominica, dan Cryptolestes sp. (Tabel 8).

Keragaan relatif pada serangga adalah perimbangan antara satu faktor biologi dengan faktor biologi lainnya, dalam hal ini jika suatu populasi serangga berubah menjadi resistensi terhadap insektisida atau fumigan maka ada faktor biologi lain yang dikorbankan. Dalam hal ini faktor biologi tersebut adalah keperidian atau jumlah keturunan yang dapat dihasilkan oleh seekor imago betina. Berdasarkan data pada Tabel 8, secara umum dapat dikatakan bahwa nilai faktor resistensi dari ketiga jenis serangga yang diuji mengalami penurunan antara serangga itu sendiri dengan hasil persilangan strain rentan dengan strain yang resisten. Perhitungan fekunditas atau keperidian serangga uji hanya dilakukan

(8)

pada serangga yang disilangkan antara strain yang rentan dengan strain yang resisten. Populasi imago yang tertinggi dari serangga uji T. castaneum untuk keturunan F1 berasal dari persilangan antara Biotrop dengan Probolinggo sebanyak 1591 ekor, sedangkan keturunan F2 berasal dari persilangan antara Biotrop dengan Semarang sebanyak 1041ekor.

Tabel 8 Faktor resistensi dan fekunditas/keperidian serangga T.castaneum, R. dominica, dan Cryptolestes sp.pada keturunan F1 dan F2 selama 14 hari.

Keterangan: RF** = Resistance factor (Faktor Resistensi)

- = Tidak dilakukan pengujian

Jika dikaitkan antara hasil pengujian resistensi serangga F1 T. castaneum hasil persilangan dari strain rentan (Biotrop) dan strain resisten yang berasal dari Probolinggo, Indramayu, dan Semarang maupun serangga R. dominica hasil persilangan strain rentan (Biotrop) dan strain resisten yang berasal dari Pobolinggo dan Ciamis, maka terlihat bahwa serangga hasil persilangan masih resisten terhadap fosfin. Sebagai akibat dari resistensi ini maka terjadi penurunan fekunditas atau keperidian serangga-serangga tersebut pada keturunan F1 dibandingkan dengan F2 nya, sehingga populasi keturunan F2 lebih rendah dibandingkan dengan populasi keturunan F1. Sedangkan serangga uji Cryptolestes

Jenis serangga Lokasi

Faktor resistensi

(RF)**

Populasi imago serangga uji (ekor)

F1 F2

Tribolium castaneum Probolinggo 3.4 kali - -

Indramayu 3.9 kali - -

Semarang 8.9 kali - -

Biotrop 0.7 kali - -

Biotrop x Probolinggo 2.7 kali 1591 556

Biotrop x Indramayu 3.5 kali 1391 729

Biotrop x Semarang 2.4 kali 1141 1041

Rhyzopertha dominica Probolinggo 15.1 kali - -

Ciamis 13.9 kali - -

Biotrop 0.3 kali - -

Biotrop x Probolinggo 10.3 kali 3456 1985

Biotrop x Ciamis 13.2 kali 3708 3197

Cryptolestes sp Klaten 4.7 kali - -

Surakarta 2.9 kali - -

Biotrop 0.96 kali - -

Biotrop x Klaten 1 kali 2571 3996

(9)

sp. mengalami penambahan populasi dari keturunan F1 ke keturunan F2. Hal ini terjadi karena serangga Cryptolestes sp tidak terdeteksi terjadinya resistensi terhadap fosfin.

Resistensi pada serangga hama gudang sering dikaitkan dengan faktor dari berbagai kebugaran, seperti laju perubahan intrinsik (White dan Bell, 1990), perubahan peningkatan populasi, frekunditas dan tingkat reproduksi serangga hama gudang (Arnaud dan Haubruge, 2002). Fragoso et.al (2005) mendeteksi bahwa populasi serangga yang resisten menunjukkan tingkat penurunan fekunditas, karena memiliki kelemahan dalam reproduksi.

Gambar

Tabel 3    Nilai LD 50,  LD 99.9  dan Faktor Resistensi  (RF) T. castaneum dari beberapa  lokasi dengan periode fumigasi selama 20 dan 48 jam
Tabel 4    Nilai LD 50 , LD 99.9  dan Faktor Resistensi (RF) R. dominica dari beberapa  lokasi dengan periode fumigasi selama 20 dan 48 jam.
Tabel 5    Nilai LD 50  , LD 99.9  dan Faktor Resistensi (RF)  T. castaneum  (F1 dan F2)  dari beberapa lokasi dengan periode fumigasi selama 20 dan 48 jam
Tabel 6    Nilai LD 50 ,  LD 99.9  dan Faktor Resistensi R. dominica (F1 dan F2) dari  beberapa lokasi dengan periode fumigasi selama 20 dan 48 jam
+3

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Radji (2006:55), virus AI H5N1 digolongkan ke dalam higly pathogenic avian influenza (HPAI) yang dapat saja berkembang menjadi pandemi di seluruh

Pengaruh komposisi media pada jamur merang menunjukkan berpengaruh tidak nyata, karena Kulit buah kopi tidak mengalami pengomposan hal ini menyebabkan bahan organik

Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas ilmu

Bukan dikarenakan pengetahuan siswa keliru (tidak sesuai pandangan ahli) sehingga siswa menggunakan konsep yang keliru tersebut dalam menyelesaikan ataupun

Kurva reflektansi untuk keempat jenis lamun menunjukan pola yang hampir sama yaitu, memiliki dua puncak pada spektrum hijau (500-600 nm) dan spektrum inframerah dekat (700-750

Saran dari penelitian ini, yaitu (1) perlu memetakan konsep-konsep dari suatu materi kimia, agar dapat menyusun soal tes penguasaan (pemahaman) konsep dan dapat

Beberapa adsorben telah diteliti untuk mengadsorp Hg(II) dari dalam larutan [5, 6, 7, 8], namun ternyata memiliki kapasitas adsorpsi yang belum memuaskan sehingga masih

Hipotesis dalam penelitian ini adalah hasil belajar fisika siswa kelas X SMK Handayani Sungguminasa setelah diajar dengan menerapkan model pembelajaran inquiry