• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENERAPAN ORGANISASI PEMBELAJARAN PADA PT. JAVA CELL. Oleh RAHMAD ARIEF PRIYONO H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENERAPAN ORGANISASI PEMBELAJARAN PADA PT. JAVA CELL. Oleh RAHMAD ARIEF PRIYONO H"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh

RAHMAD ARIEF PRIYONO

H24101015

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

RAHMAD ARIEF PRIYONO

H24101015

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

ANALISIS PENERAPAN ORGANISASI PEMBELAJARAN PADA PT. JAVA CELL

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

RAHMAD ARIEF PRIYONO H24101015

Menyetujui, Agustus 2007

Erlin Trisyulianti, S. TP, M. Si. Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr.Ir.Jono M Munandar,M.Sc. Ketua Departemen

(4)

Trisyulianti.

Penerapan organisasi pembelajaran dapat digunakan sebagai salah satu upaya bagaimana organisasi mampu mempelajari lingkungan, kemudian mengembangkan dan selanjutnya digunakan untuk memenangkan kompetisi.

PT. Java CELL, merupakan sebuah badan usaha swasta yang berbentuk perusahaan terbatas yang bergerak di bidang teknologi komunikasi. Secara umum perusahaan tersebut telah menerapkan sebagian dari sistem organisasi pembelajaran. Dalam kaitan ini terlihat dari salah satu visi dan tujuannya, yaitu Ikut berpartisipasi dalam mengembangkan industri komunikasi di Indonesia dan melakukan pemberdayaan manusia yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang mendalam mengenai pendukung komunikasi nirkabel.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana penerapan organisasi pembelajaran pada perusahaan tersebut dan bagaimana perbedaan sikap pimpinan dan non pimpinan terhadap penerapan organisasi pembelajaran.

Penelitian kualitatif dengan pendekatan kuantitatif menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Agar alat ukur ini valid dan reliable, diuji dengan menggunakan metode Alpha Cronbach, untuk uji reliabilitas dan uji validitas dengan metode Product Moment Pearson. Sedangkan hasil penelitian diolah dengan melihat persentase jumlah dan rata-rata jawaban-jawaban responden . Untuk uji perbedaan persepsi pegawai dengan jabatan dan non jabatan digunakan analisis dengan uji t.

Uji reliabilitas menunjukan bahwa alat pengumpul data sangat andal dengan nilai alpha 0,971, sedangkan validitas 0,235 - 0,807. Hasil penelitian menunjukkan, jawaban responden pada PT. Java CELL lebih mengarah pada skala 3 (2,98) berarti perusahaan tersebut sebagian besar telah menerapkan organisasi pembelajaran dan tidak ada perbedaan persepsi antara pimpinan dan non pimpinan pada perusahaan tersebut.

(5)

iii

merupakan anak kedua dari empat bersaudara pasangan H. Endang Supriyanto dan Hj. Mariani.

Penulis menyelesaikan pendidikan TK Angkasa Medan pada Tahun 1988, lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Swasta Angkasa I Medan. Pada tahun 1995, penulis melanjutkan pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Swasta Pondok Pesantren Modern Nurul Hakim Medan dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Swasta Darul Ulum I Pondok Pesantren Modern Darul Ulum Jombang Jawa Timur dan masuk dalam program IPA pada tahun 1998. Pada tahun 2001, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Manajemen.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Kerohanian Islam Departemen Manajemen dengan jabatan wakil ketua pada tahun 2001. Selain itu, pada tahun 2003 penulis juga aktif dalam Himpunan Profesi (HIMPRO) Departemen Manajemen dengan jabatan Human Resource Management (HRM). Pada tahun 2004, penulis bekerja pada Restoran Saung Mirah Bogor sebagai Marketing Departement selama 5 bulan. Penulis juga pernah menjadi Financial Consultant di perusahaan Asuransi Wana Artha Life selama 2 bulan ditahun yang sama. Pada tahun 2006 sampai sekarang penulis bekerja pada perusahaan perbankan Amerika yang bergerak dalam bidang Kartu Kredit yang diberi nama GE sebagai Tenaga Pemasar (SALES) selama 6 bulan. Selain itu ditahun yang sama, penulis juga terdaftar sebagai Sales Manager pada PT. IDENTIKA PRIMA INDONESIA, dimana perusahaan tersebut bergerak dalam bidang MLM parfum dan kosmetik. Mulai Februari 2007 sampai September 2007 penulis terdaftar sebagai tenaga kontrak pada Direktorat SDM dan Administrasi Umum Institut Pertanian Bogor.

(6)

iv

memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Analisi Penerapan Organisasi Pembelajaran (Studi Kasus pada PT. Java CELL Jakarta). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dan dukungan baik secara moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Erlin Trisyulianti, S.TP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan dan masukan yang tiada ternilai.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, Dipl.Ing, DEA dan Dra. Siti Rahmawati, M.Pd selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktunya untuk menguji, memberikan arahan dan masukan yang sangat berharga. 3. Ibu Hardiana Widyastuti, S.Hut, MM selaku Komisi Pendidikan yang telah

memberikan arahan dan bimbingan yang sangat berguna.

4. Bapak Dr. Ir. H. Moh. Yamin, M.Agr.Sc selaku direktur Direktorat SDM&AU yang telah memberikan kesempatan untuk dapat mengaktualisasikan diri.

5. Ibu Tuti Suryati, S.Pt, M.Si yang telah memberikan motivasi tinggi untuk berkarya.

6. PT. Java CELL yang telah berpartisipasi dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi penulis untuk melakukan penelitian.

7. Kedua Orang Tua, kakak dan adik serta seluruh keluarga yang tiada pernah putus senantiasa berdoa dan memberikan dukungan kepada penulis.

8. Keluarga besar almarhum Atmosuwito dan keluarga besar almarhum H. M. Kasni yang tak henti-hentinya memberi support untuk tetap menjadi anak yang baik.

(7)

v

10. Seluruh staf pengajar dan tata usaha di Departemen Manajemen FEM IPB. 11. Seluruh mahasiswa manajemen angkatan 37, 38, 39, 40, Nia (Jankrix), Eva

(Pocy), Doddy (Dorongdot), Joni (Jonse) yang telah berkenan menjadi temen saya selama di Departemen Manajemen FEM dan Direktorat SDM dan AU IPB.

12. Seluruh warga Perumahan Nuansa Hijau Ciomas yang telah membantu saya dalam bersosialisasi dengan masyarakat umum.

13. Pak Dana yang sudah memberikan pinjaman printernya kepada penulis. 14. Rafik yang sering menjadi tempat curhat dalam sedih dan duka.

15. Pak Asep selaku RW di Perumahan Nuansa Hijau Ciomas yang sudah banyak memberikan motivasi kepada penulis.

16. Mas Cahyo yang telah memberi dukungan dan bantuannya kepada penulis yang tidak akan pernah penulis lupakan.

17. Ayah yang telah memberikan kasih sayangnya ke pada penulis.”I’ll always remember u Ayah”.

18. Seluruh pegawai Direktorat SDM&AU yang telah banyak memberikan dukungan moril serta membantu dalam melaksanakan tugas.

19. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan proposal penelitian ini. Semoga Allah SWT memberikan pahala atas kebaikannya.

Tak ada gading yang tak retak. Skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran konstruktif diperlukan untuk hal yang lebih baik. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemaslahatan umat dan bernilai ibadah dalam pandangan Allah SWT. Amin.

Bogor, Agustus 2007

(8)

vi

ABSTRAK

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah... 3 1.3. Tujuan Penelitian... 3 1.4. Manfaat Penelitian... 3

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Organisasi Pembelajaran ... 5

2.2. Karakteristik Organisasi Pembelajaran ... 7

2.3. Model Organisasi Pembelajaran... 10

2.3.1. Sub Sistem Dinamika Pembelajaran... 15

2.3.2. Sub Sistem Transformasi Organisasi... 18

2.3.3. Sub Sistem Pemberdayaan Manusia... 20

2.3.4. Sub Sistem Pengelolaan Pengetahuan ... 21

2.3.5. Sub Sistem Penerapan Teknologi ... 23

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Pendekatan Penelitian... 27

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

3.3. Populasi dan Sampel ... 27

3.3.1. Populasi ... 27

3.3.2. Pengambilan Sampel ... 27

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 28

3.5. Operasionalisasi Konsep ... 29

3.6. Definisi Operasional... 29

3.7. Teknik Analisis Data ... 31

3.7.1. Analisis Uji Validitas ... 31

3.7.2. Analisis Uji Reliabilitas... 31

(9)

vii

4.2.2. Jenis Kelamin ... 34

4.2.3. Tingkat Pendidikan ... 35

4.2.4. Usia ... 35

4.2.5. Masa Kerja ... 36

4.3. Analisis Kuesioner Penerapan Organisasi Pembelajaran... 36

4.3.1. Analisis Validitas ... 36

4.3.2. Analisis Reliabilitas ... 36

4.4. Analisis Penerapan Organisasi Pembelajaran pada PT. Java CELL... 37

4.4.1. Sub Sistem Dinamika Belajar ... 37

4.4.2. Sub Sistem Transformasi Organisasi ... 41

4.4.3. Sub Sistem Pemberdayaan Manusia ... 47

4.4.4. Sub Sistem Pengelolaan Pengetahuan... 54

4.4.5. Sub Sistem Aplikasi Teknologi... 60

4.5. Analisis Keseluruhan Penerapan Organisasi Pembelajaran... 65

4.6. Analisis Perbedaan ... 68

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 69

2. Saran... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(10)

viii

1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian... 30

2. Data Responden Berdasarkan Tingkat jabatan ... 34

3. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 34

4. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 35

5. Data Responden Berdasarkan Usia ... 35

6. Data Responden Berdasarkan Masa Kerja... 36

7. Jawaban Responden Penerapan Sub Sistem Dinamika Pembelajaran... 37

8. Jawaban Responden Penerapan Sub Sistem Transformasi Organisasi ... 42

9. Jawaban Responden Penerapan Sub Sistem Pemberdayaan Manusia ... 48

10. Jawaban Responden Penerapan Sub Sistem Pengelolaan Pengetahuan .... 55

11. Jawaban Responden Penerapan Sub Sistem Aplikasi Teknologi ... 61

(11)

ix

1. Keterkaitan Lima Sub Sistem Organisasi Pembelajaran... 15

2. Sub Sistem Dinamika Pembelajaran ... 18

3. The Learning Organization Model : Reflexive Input/Output Model... 24

4. Kurva radar Nilai Rata-rata Sub Sistem Dinamika Pembelajaran ... 39

5. Kurva radar Nilai Rata-rata Sub Sistem Transformasi Organisasi ... 45

6. Kurva radar Nilai Rata-rata Sub Sistem Pemberdayaan Manusia ... 52

7. Kurva radar Nilai Rata-rata Sub Sistem Pengelolaan Pengetahuan... 58

8. Kurva radar Nilai Rata-rata Sub Sistem Aplikasi Teknologi... 63

(12)

x

1. Kuesioner ... 72

2. Tabel Item Total Statisics ... 79

3. Tabel Reliability Statistics ... 81

4. Sosiodemographi... 82

(13)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan teknologi yang semakin pesat berdampak terhadap meningkatnya kompetisi. Hal ini mengharuskan seluruh organisasi untuk terus-menerus merubah perilakunya dalam menjalankan organisasi sesuai dengan tuntutan jaman. Organisasi dituntut untuk meningkatkan kemampuan di segala tingkatan pekerjaan (bukan jenis pekerjaan). Selain itu organisasi harus mampu menguasi setiap perkembangan informasi serta berusaha untuk meminimalisasi risiko yang ada jika ingin tetap bertahan dalam peta persaingan yang ketat. Beberapa penelitian menunjukkan, bahwa perusahaan yang gagal meraih keberhasilan karena tiga hal. Pertama, 40% dari perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan strategi yang dibuat. Kedua, 35% keberhasilan karena organisasi tidak siap untuk berubah atau tidak memiliki komitmen terhadap perubahan yang dibutuhkan. Ketiga, hanya 17% diakibatkan karena tidak memiliki strategi yang baik (McKinsey dan Company dalam Smye dan Cooke, 1996). Penelitian yang dilakukan menyimpulkan, bahwa salah satu kunci perusahaan dapat bertahan adalah faktor manusia.

Organisasi sekarang ini harus mempersiapkan diri untuk berbagai perubahan tersebut dengan melakukan perubahan dari unsur manusianya. Salah satu cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) adalah dengan membudayakan manusia itu sendiri melalui proses belajar, yaitu suatu proses individu dan atau sekelompok individu memperoleh dan menguasai pengetahuan yang baru yang diikuti dengan perubahan perilaku dan tindakan serta pengembangan kemampuan di dalam organisasi dan menjadikan organisasi sebagai learning organization.

Geus dalam Sangkala (2002) memberikan gambaran tentang karakteristik umum yang menyebabkan tidak bertahannya perusahaan sebagai ketidakmampuannya untuk belajar dan beradaptasi dengan permintaan perubahan lingkungan. Proses belajar ilmu pengetahuan merupakan

(14)

penciptaan modal atau investasi untuk pembelajaran yang unggul di persaingan global.

Organisasi pembelajaran bukan merupakan hal baru dalam pengelolaan organisasi yang berbasis pada pengetahuan. Implementasi pembelajaran organisasi merupakan hal penting jika organisasi ingin bertahan hidup. Suatu wujud yang harus menyebabkan perubahan di semua sektor kehidupan, merubah sistem teknologi ke tingkat yang lebih tinggi, membuat hal yang buruk menjadi lebih baik serta perubahan perilaku manusia organisasi merupakan komitmen paling utama dalam proses organisasi pembelajaran.

Organisasi pembelajaran bukan merupakan hal yang dianggap mudah. Banyak permasalahan yang harus diantisipasi dalam menerapkan organisasi pembelajaran, yaitu adanya dua sisi kepentingan. Pertama dari sisi organisasi dan kedua dari sisi manusia. Dua sisi yang tidak mungkin dipisahkan, saling melekat satu sama lain.

Pada dasarnya setiap organisasi telah menerapkan sebagian konsep organisasi pembelajaran. Perbedaannya ada pada kualitas dan kuantitasnya. Seperti halnya Java CELL, yang merupakan sebuah badan usaha swasta berbentuk perusahaan terbatas yang bergerak di bidang teknologi komunikasi. Salah satu bentuk usaha untuk dapat bertahan hidup dan berkembang harus mengikuti perkembangan telekomunikasi yang semakin canggih.

Hal ini berarti bila sebuah perusahaan ingin selalu menjadi pemimpin pasar, paling tidak harus melakukan proses pembelajaran dan membentuk organisasi pembelajaran. Secara umum PT. Java CELL telah menerapkan sebagian dari sistem organisasi pembelajaran. Dalam kaitan ini terlihat dari salah satu visi dan tujuannya, yaitu Ikut berpartisipasi dalam mengembangkan industri komunikasi di Indonesia dan melakukan pemberdayaan manusia yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang mendalam mengenai pendukung komunikasi nirkabel. Dalam profilnya juga menyatakan bahwa perusahaan tersebut akan memelihara proyek dan bekerja dengan mendekati pelanggan untuk mengerti dan mengetahui kebutuhan pelanggan.

(15)

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar penerapan yang telah dilakukan perusahaan yang sedang berkembang ini agar dapat ditarik kesimpulan guna perbaikan-perbaikan di masa yang akan datang.

1.2. Perumusan Masalah

Usaha meningkatkan kemampuan suatu organisasi untuk mengantisipasi berbagai perubahan dan mampu untuk berkompetisi, maka sudah barang tentu setiap organisasi untuk meningkatkan kualitas SDM melalui proses pembelajaran individu ataupun kelompok. Untuk itu dirumuskan masalah yang menjadi arah dari penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana penerapan organisasi pembelajaran pada PT. Java CELL ? 2. Bagaimana perbedaan sikap pimpinan dan non pimpinan terhadap

penerapan organisasi pembelajaran pada PT. Java CELL ? 1.3. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis sejauhmana penerapan organisasi pembelajaran pada PT. Java CELL.

2. Mengetahui bagaimana perbedaan sikap pimpinan dan non pimpinan terhadap penerapan organisasi pembelajaran pada PT. Java CELL.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini dapat dirasakan oleh berbagai pihak, antara lain:

a. Akademisi

Hasil Penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan bagi pengembangan konsep-konsep di bidang pengembangan SDM dan organisasi, khususnya tentang organisasi pembelajaran (learning organization).

(16)

b. Praktisi

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi pimpinan organisasi, khususnya PT. Java CELL dalam membuat kebijakan pengembangan dan pengelolaan SDM.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini hanya membahas satu variabel saja (univariat), yaitu menggali secara mendalam potensi organisasi pembelajaran (learning organization) pada PT. Java CELL melalui sub sistem-sub sistem dari teori organisasi pembelajaran itu sendiri.

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Organisasi Pembelajaran

Konsep learning organization sudah dikenal pada era post modern, namun baru berkembang secara eksponensial sejak ditulis oleh Peter Senge, (1990) dalam karya Fifth Discipline. Sampai sekarang ini kajian tentang learning organization semakin merambah dunia pendidikan.

Marquardt (1996) menyatakan, bahwa pembelajaran dalam organisasi memfokuskan diri pada “apa” - karakteristik, prinsip-prinsip dan sistem dari suatu organisasi yang belajar secara kolektif. Sedangkan organisasi pembelajaran mengacu pada “bagaimana” – tingkat penguasaan dan proses pengembangan pengetahuan.

Sistem organisasi secara menyeluruh yang mengembangkan organisasi pembelajaran sudah didefinisikan oleh beberapa peneliti dan pakar sumber daya manusia dari berbagai perspektif. Senge dalam Marquardt dan Reynolds (1994) memberikan definisi organisasi pembelajaran adalah organisasi yang anggotanya secara terus menerus memperluas kapasitasnya demi terciptanya hasil yang benar-benar diinginkan bersama. Dalam kaitan ini pola ekspansif dimungkinkan, aspirasi kolektif diberi kebebasan dan anggotanya senantiasa mendapatkan bagaimana untuk dapat belajar bersama-sama.

Back dalam Marquardt dan Reynold (1996) mendefinisikan organisasi pembelajaran adalah organisasi yang telah memberikan fasilitas pembelajaran dan pengembangan pribadi pada semua anggotanya dan pada saat yang sama organisasi tersebut secara terus menerus mengubah dirinya sendiri.

Selanjutnya menurut Schwandt dalam Marquardt dan Reynolds (1996) memberikan definisi organisasi pembelajaran diartikan sebagai suatu sistem dari tindakan-tindakan para pelaku, simbol-simbol dan proses yang merubah informasi ke dalam pengetahuan yang bernilai pada gilirannya akan mengubah kapasitasnya melalui proses perjalanan panjang dari penyesuaian diri.

Pengertian ini menitikberatkan, bahwa organisasi pembelajaran merupakan sistem yang terdiri dari bermacam komponen yang saling

(18)

berhubungan dan ketergantungan secara fungsional. Komponen tersebut adalah perilaku pimpinan dan anggota organisasi sebagai pelaku dalam upaya pencapaian efektivitas dan tujuan organisasi.

Watkins dan Marsick dalam Marquardt dan Reynolds (1996) melihat kekuatan dari organisasi pembelajaran adalah organisasi yang berusaha meningkatkan kemampuannya menjadi organisasi pembelajaran, yaitu dengan memberdayakan SDM melalui inisiatif berkualitas dan menciptakan kehidupan dalam pekerjaan berkualitas, menciptakan kesempatan yang luas bagi pembelajaran yang mendorong kerjasama, mengembangkan pengawasan dan secara terus menerus menciptakan kesempatan pembelajaran, melalui strategi yang terintegrasi, yang menyatakan pembelajaran di dalam organisasi mengubah persepsi, perilaku kepercayaan, model mental, strategi kebijakan dan gaya dalam merespon berbagai perubahan di lingkungan dengan cepat.

2.2. Karakteristik Organisasi Pembelajaran

Organisasi yang telah menerapkan konsep organisasi pembelajaran memiliki ciri-ciri seperti yang dikatakan Moris dalam Marquardt dan Reynold (1996) adalah :

1. Setiap individu yang belajar, perkembangannya terkait dengan organisasi pembelajaran dan pengembangan organisasi.

2. Menitikberatkan kepada usaha kreativitas dan adaptasi.

3. Berbagai kerjasama merupakan unsur proses dan pengembangan belajar. 4. Jaringan kerja yang bersifat individu dan penerapan teknologi merupakan

bagian terpenting untuk menciptakan organisasi pembelajaran. 5. Bagian mendasar adalah berpikir sistem.

6. Organisasi pembelajaran yang berkelanjutan menyebabkan keadaan yang lebih baik (transformasi) terhadap pertumbuhan organisasi.

Uraian tersebut mengarah pada kesimpulan, bahwa organisasi pembelajaran merupakan suatu kondisi atau iklim yang dapat mendorong dan mempercepat personal, kelompok dan organisasi untuk belajar. Organisasi

(19)

pembelajaran mengarahkan untuk penerapan proses berpikir kritis dalam memahami sesuatu yang seharusnya dilaksanakan dan untuk apa kita melaksanakannya. Setiap individu atau pegawai adalah SDM dalam organisasi yang berperan penting dalam membantu organisasimya untuk belajar dari kesalahan, kegagalan dan keberhasilan. Dengan demikian disadari dan diakui berbagai perubahan lingkungan dan berusaha beradaptasi dengan cara yang lebih efektif.

Dapat diketahui keberadaan organisasi dari kemampuan individunya untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Organisasi pembelajaran hanya akan terwujud melalui pengalaman dan perilaku individu yang mencirikan suatu proses pembelajaran dalam organisasi serta membawa peningkatan kinerja organisasi.

Marquardt (1994) menyatakan istilah Learning Company yang mengidentifikasikan suatu perusahaan untuk menciptakan kondisi dalam membantu terciptanya komitmen, integritas dan tanggung jawab pada sumber daya manusia terhadap keberhasilan kinerja organisasi. Hal tersebut tercermin dalam tiga sikap. Pertama, setiap pegawai harus memiliki visi organisasi, yaitu persepsi dan sudut pandang yang sama mengenai kegiatan, tujuan dan arah organisasi di masa mendatang. Kedua, setiap pegawai mempunyai akses yang berkesinambungan terhadap informasi yang dibutuhkan guna mendukung keberhasilan organisasi. Ketiga, setiap anggota organisasi mempunyai kesempatan untuk belajar dari anggota yang lain dan membuat kesimpulan dan konsensus bersama tentang apa yang seharusnya dilakukan organisasi.

Untuk lebih mendalam lagi melalui penelitian yang dilakukan Marquardt dan Reynolds (1994), organisasi pembelajaran mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1. Melihat ketidakpastian sebagai kesempatan untuk pertumbuhan dan perkembangan.

2. Membuat pengetahuan baru dengan memakai informasi yang obyektif, cara pandang yang obyektif, simbol-simbol dan berbagai asumsi.

(20)

4. Memberikan rangsangan dan meningkatkan tanggung jawab mulai dari tingkatan pegawai yang terendah.

5. Mendorong setiap manajer atau pemimpin untuk menjadi pembimbing dan memberikan fasilitas proses belajar.

6. Mempunyai budaya umpan balik dan keterbukaan.

7. Mempunyai pandangan yang terpadu dan sistematis terhadap sistem organisasi, proses dan keterkaitan antar unsur organisasi.

8. Memiliki visi, tujuan dan nilai-nilai yang sama antar anggota organisasi. 9. Pengambilan keputusan terdesentralisasi dan setiap pegawai diberikan

kewenangan untuk mengambil suatu keputusan.

10. Mempunyai pemimpin yang berani menghadapi resiko dan selalu mencoba hal-hal yang baru berdasarkan perhitungan yang matang.

11. Orientasi kepada pelanggan.

12. Mempunyai sistem dalam berbagai pengetahuan dan melakukannya dalam organisasi.

13. Kepedulian terhadap lingkungan masyarakat sekitarnya.

14. Adanya keterkaitan pengembangan diri setiap pegawai dengan pengembangan organisasi.

15. Mempunyai jejaring kerja (network) yang berfungsi di dalam organisasi dengan penggunaan teknologi.

16. Mempunyai jaringan dengan lingkungan internasional.

17. Memberikan kesempatan kepada setiap pegawai yang memiliki inisiatif dan prestasi kerja.

18. Menghindari birokrasi.

19. Memberikan penghargaan kepada setiap pegawai yang memiliki inisiatif dan prestasi.

(21)

21. Melakukan pembaharuan yang berkelanjutan.

22. Mendorong, mengembangkan dan menghargai setiap bentuk kerjasama kelompok.

23. Mengusahakan dan memanfaatkan kelompok kerja lintas fungsional. 24. Mengusahakan dan memanfaatkan keahlian yang ada pada SDM dan

mengevaluasi kapasitas belajarnya.

25. Melihat organisasi sebagai organisme yang hidup dan terus berkembang. 26. Memandang sesuatu yang tidak diharapkan sebagai suatu kesempatan

untuk belajar.

Usaha mewujudkan organisasi pembelajaran harus dimulai dengan memahami kemampuan dari organisasi dalam upaya membuat kondisi yang mengarah pada terbentuknya organisasi pembelajaran, dengan memanfaatkan keahlian dan pengetahuan yang dimiliki serta dikelola oleh semua unsur organisasi, sehingga menjadi kekuatan organisasi. Peranan pemimpin sangat diperlukan untuk menentukan kondisi terwujudnya pembelajaran setiap pegawai, kelompok kerja dan organisasi secara keseluruhan.

2.3. Model Organisasi Pembelajaran

Senge (1990) yang pertama kali mengemukakan, bahwa di dalam organisasi pembelajaran yang efektif sangat diperlukan lima disiplin yang harus diwujudkan dan dikembangkan dalam terciptanya organisasi pembelajaran :

1. Disiplin Personal Mastery, disiplin yang antara lain menunjukkan kemampuan untuk senantiasa mengklarifikasi dan mendalami visi pribadi, memfokuskan energi, mengembangkan kesabaran, dan memandang realitas secara objektif. Penguasaan pribadi juga merupakan kegiatan belajar untuk meningkatkan kapasistas pribadi kita, untuk menciptakan hasil yang paling diinginkan, dan menciptakan suatu lingkungan organisasi yang mendorong semua anggotanya untuk mengembangkan diri ke arah sasaran dan tujuan organisasi. Kualitas disiplin personal mastery seseorang dicirikan oleh kuatnya disiplin-disiplin berikut :

(22)

¾ Memiliki kesadaran akan hakikat dirinya, sehingga mampu memahami diri sendiri secara mendalam.

¾ Mampu melakukan penyelarasan (aligment) antara visi pribadinya dengan visi bersama sehingga memiliki keseimbangan antara visi pribadi dengan pemahaman yang mendalam terhadap kondisi organisasi.

¾ Memiliki kesadaran tentang posisi dan kemampuan-kemampuan dirinya relatif diantara anggota-anggota lain dalam organisasinya, sehingga terjadi hubungan interpersonal yang harmonis.

¾ Konsisten untuk membangun kondisi lingkungan kerja yang kondusif untuk suburnya proses belajar bersama.

2. Disiplin Berbagi Visi menggambarkan kemampuan organisasi dalam mengikat para anggotanya untuk secara bersama-sama mencapai sasaran yang disepakati. Dengan disiplin berbagi visi, organisasi dapat membangun suatu rasa komitmen bersama, dengan menetapkan gambaran-gambaran tentang masa depan yang diciptakan bersama, dan sekaligus menetapkan prinsip-prinsip serta rencana-rencana jangka panjang sebagai arahan bertindak para anggotanya. Kualitas disiplin berbagi visi sebuah organisasi dicirikan oleh kuatnya disiplin-disiplin berikut :

¾ Mampu mencatat ”gambar” yang diciptakan bersama, untuk kemudian diwujudkan sebagai visi bersama.

¾ Kuatnya komitmen terhadap kebenaran dan tidak mudah putus asa ketika menghadapi tekanan maupun ketidakpastian akibat tuntutan perubahan.

¾ Kuatnya keyakinan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk menciptakan masa depan bersama, dan komitmen untuk menggunakan semua kompetensi yang mereka miliki.

¾ Memiliki tingkat pemahaman yang baik tentang masa depan (visi) organisasi.

3. Disiplin Model Mental menggambarkan kemampuan para anggota organisasi untuk melakukan perenungan, mengklarifikasikan dan memperbaiki gambaran-gambaran internal (pemahaman) tentang dunia,

(23)

yang dilandasi oleh prinsip-prinsip serta nilai-nilai yang sarat dengan moral dan etika. Disiplin model mental berpengaruh saat seseorang membuat peta atau kerangka berpikir, sehingga berpengaruh pada kemampuan seseorang atau organisasi saat memahami permasalahan yang dihadapinya. Disiplin model mental dapat menjelaskan bagaimana seseorang berpikir, sehingga dapat menjelaskan pula mengapa dan bagaimana seseorang atau organisasi menetapkan suatu keputusan atau melakukan tindakan. Kualitas disiplin model mental seseorang atau organisasi dicirikan oleh kuatnya disiplin-disiplin berikut :

¾ Para anggota organisasi memiliki kesamaan atau kesadaran akan pentingnya model mental bersama, sebagai landasan berpikir.

¾ Mampu membuka atau membahas asumsi-asumsi yang tersembunyi. ¾ Kuatnya pemahaman akan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang

disepakati bersama.

¾ Kuatnya rasa saling terbuka dan tulus dalam bekerjasama diantara seluruh anggota organisasi.

¾ Mampu menciptakan keselarasan (aligment) antara model mental individual dengan model mental bersama (organisasi).

¾ Memiliki jati diri dan paradigma organisasi yang kuat, sehingga tidak ”panik” ketika menghadapi tekanan atau tuntutan perubahan lingkungan yang dinamis.

¾ Mampu membuat keputusan kunci didasarkan pada pemahaman bersama atas nilai-nilai yang diyakininya.

4. Disiplin Berpikir Sistemik menggambarkan kemampuan untuk melihat organisasi sebagai satu-kesatuan dari seluruh komponen yang membentuk atau mempengaruhinya. Dengan disiplin berpikir sistemik, kita mampu melihat gambaran yang lebih besar dari organisasi sebagai keseluruhan yang dinamis (helicopter view), sehingga mampu memahami bagaimana organisasi bergerak dan bagaimana individu-individu dalam organisasi berinteraksi. Dengan disiplin berpikir sistemik, kita mampu melakukan analisis dan sekaligus mampu menyusun kerangka kerja konseptual yang lengkap, karena memiliki cara pandang dan cara berpikir tentang satu

(24)

kesatuan dari keseluruhan prinsip-prinsip organisasi pembelajaran. Tanpa kemampuan menganalisis dan mengintegrasikan disiplin-disiplin organisasi pembelajaran, tidak mungkin kita dapat menterjemahkan disiplin-disiplin tersebut menjadi tindakan (action) yang lengkap dan tuntas. Disiplin berpikir sistemik membantu kita melihat bagaimana kita sebaiknya mengubah sistem-sistem yang ada, agar proses belajar dan tindakan organisasi dapat dilakukan dengan lebih efektif. Disiplin berpikir sistemik pengertiannya hampir sama dengan apa yang disampaikan oleh Guthrie (1986), tentang bagaimana sebaiknya kita memandang organisasi sebagai satu-kesatuan yang tidak terpisahkan (viewing organization as integrated whole). Kualitas disiplin berpikir sistemik organisasi dicirikan oleh kuatnya disiplin-disiplin berikut :

¾ Memiliki kemampuan untuk memahami hubungan saling pengaruh antara faktor-faktor internal maupun eksternal organisasi secara kontekstual.

¾ Mampu menstrukturkan asumsi-asumsi, atau faktor-faktor penyebab dari suatu masalah secara benar.

¾ Mampu melihat setiap permasalahan secara komprehensif tentang pola keterkaitan dan pola sebab akibat adanya perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

¾ Mampu menunjukkan apa yang telah kita miliki saat ini, dan bagaimana kita sebaiknya meraih sasaran atau visi organisasi.

¾ Mampu saling mengkoreksi (”saling menilai”) kelebihan dan kelemahan dari kebiasaan-kebiasaan kerjanya.

¾ Kuatnya kesadaran bahwa seluruh anggota organisasi harus mengetahui bagaimana mereka ”bermain” bersama dalam arena organisasi, untuk membangun kerjasama cerdas.

¾ Memiliki kebiasaan untuk berpikir secara terbuka dan positif (positive thingking).

5. Disiplin Tim Pembelajar adalah suatu keahlian para anggota organisasi untuk melakukan proses berpikir kolektif dan sinergis, serta mampu melakukan proses dialog dan berbagi pengetahuan secara efektif, sehingga

(25)

organisasi mampu mengembangkan kecerdasan dan mampu membangun kapasaitas real yang jauh lebih besar daripada sekedar jumlah dati kemampuan individual para anggotanya. Kemampuan dialog dan berbagi kepengetahuan merupakan disiplin fundamental dari organisasi pembelajaran. Melalui dialog dan berbagi pengetahuan, setiap individu mampu berinteraksi untuk menggali dan menyelesaikan permasalahan, membuat keputusan dan sekaligus menentukan tindakan yang tepat, termasuk bagaimana mereka dapat menerima sistem dan struktur dari organisasi, maupun saat menetapkan visi organisasi. Dengan dialog dan berbagi pengetahuan, para anggota organisasi mampu memahami apa yang terjadi dalam organisasi, memahami bagaimana setiap individu memperoleh pemahaman tentang struktur dan proses kerja dalam organisasi, atau memahami bagaimana model-model baru atau tujuan baru ditetapkan. Kualitas disiplin tim pembelajaran organisasi dicirikan oleh kuatnya disiplin-disiplin berikut :

¾ Memiliki kemampuan dan kebiasaan untuk saling pengertian atau kemapuan untuk membangun kesepakan bersama.

¾ Mau dan mampu melaksanakan kerjasama cerdas sehingga terjadi proses pengkayaan wawasan dan pandangan.

¾ Komunitas organisasi memiliki kemampuan yang tinggi untuk melakukan proses dialog (berbagi nilai, berbagi visi maupun berbagi pengetahuan) untuk membangun kecerdasan bersama.

Kelima disiplin yang telah dijelaskan dikembangkan dan dicermati sebagai suatu nilai individual dengan proses pelatihan kepemimpinan dan proses pengamatan perubahan budaya serta pengetahuan untuk suatu perubahan pola pikir yang beradaptasi terhadap perubahan organisasi. Proses pembelajaran diawali dari pembelajaran individu untuk mengetahui potensi diri, sehingga timbul motivasi yang diapresiasikan dalam komitmen bersama, agar dapat belajar secara tim dalam proses pembelajaran organisasi, yang selanjutnya berkomitmen untuk memperjuangkan visi di dalam organisasi pembelajaran.

(26)

Model lain telah dikembangkan Marquardt. Model Marquardt ini sering digunakan sebagai dasar dari penelitian-penelitian organisasi pembelajaran, dengan pengembangan-pengembangan lebih lanjut. Menurut Marquardt (1996) organisasi pembelajaran dibentuk dengan menyatukan lima sub sistem yang berbeda, yaitu :

1. Dinamika pembelajaran. 2. Transformasi Organisasi.

3. Pemberdayaan orang-orang/manusia. 4. Pengelolaan pengetahuan

5. Penerapan teknologi.

Gambar 1. Keterkaitan Lima Sub Sistem Organisasi Pembelajaran (Marquardt,1996)

Gambar 1 menunjukkan adanya keterikatan yang tidak terpisahkan antara sub-sub sistem organisasi pembelajaran yang terpusat pada dimensi dinamika pembelajaran. Pembelajaran akan berbeda pada tingkatan individu, kelompok dan tingkatan organisasi. Masing-masing sub sistem yang lain, yaitu transformasi organisasi, pemberdayaan manusia, pengelolaan pengetahuan dan penerapan teknologi diperlukan untuk meningkatkan dan menambah kualitas serta dampak dari organisasi pembelajaran. Keempat sub sistem/dimensi tersebut sangat diperlukan keterikatannya satu sama lain untuk membangun, menjalankan dan mendukung terciptanya organisasi pembelajaran. Kelima sub sistem tersebut diuraikan berikut:

Organisasi

Teknologi Pengetahuan

Manusia

(27)

2.3.1. Sub Sistem Dinamika Pembelajaran

Terdapat dua hal pokok untuk membangun organisasi pembelajaran pada sebuah organisasi (Marquardt, 1996) :

1. Tingkatan pembelajaran

Ada tiga tingkatan pembelajaran terdiri dari tingkat individu, group/kelompok dan tingkat organisasi. Ketiga tingkatan tersebut dijabarkan sebagai berikut :

a. Pembelajaran individu, yaitu pembelajaran yang berkenaan dengan perubahan keahlian, cara pandang, pengetahuan, pengalaman, sikap dan nilai-nilai yang dimiliki oleh individu melalui pembelajaran mandiri, cara pandang instruksi teknologi dan observasi. Menurut Senge (1990) organisasi dapat belajar melalui individu yang memiliki kemauan untuk belajar, tetapi jika individunya tidak ingin belajar belum tentu tercipta organisasi pembelajaran. Namun jika individunya ingin belajar maka akan terwujud organisasi pembelajaran. Sebegitu besar peran pembelajaran individu dalam organisasi pembelajaran, dikarenakan hanya melalui individu yang dapat melakukan perubahan organisasi sebagai penentu perubahan inti dimensi secara berkesinambungan dan mempersiapkan organisasi di masa mendatang.

b. Pembelajaran kelompok, yaitu pembelajaran yang menitikberatkan peningkatan pengetahuan, keahlian dan kompetensi melalui kelompok-kelompok yang terdapat pada organisasi. Pembelajaran kelompok dapat menghadirkan penemuan baru dalam pemecahan masalah secara bersama (collective problem solving) melalui komunikasi kolektif dan pemikiran yang dibangun bersama, sehingga kreativitas yang konstruktif dalam bekerja terwujud sebagai bentuk kemandirian organisasi.

(28)

c. Pembelajaran organisasi menekankan bagaimana meningkatkan kemampuan organisasi, meningkatkan cara pandang dan produktivitas, serta komitmen bersama.

2. Jenis pembelajaran terdiri dari adaptive, anticifation, deuteron dan action learning.

a. Pembelajaran adaptif adalah sistem pembelajaran dari pengalaman dan refleksi. Sistem pembelajaran ini lebih menganggap, bahwa suatu kesalahan merupakan hal yang dapat dipelajari, yang selanjutnya digunakan dalam pemecahan masalah-masalah yang serupa. Pembelajaran juga dapat dilakukan dari kesalahan-kesalahan pihak lain yang selanjutnya dicermati dan dipelajari.

b. Pembelajaran antisipatif, yaitu proses perolehan pengetahuan dengan analisis cara pandang ke depan.

c. Pembelajaran dutro melalui derajat refleksi pada intensitas kegiatan atau kejadian dalam organisasi. Biasanya pembelajaran tipe ini menempatkan semua kejadian-kejadian dalam organisasi sebagai bahan untuk memperoleh perubahan sehingga pekerjaan yang dilakukan akan lebih efektif dan efisien.

d. Pembelajaran tindakan adalah pembelajaran melalui tindakan dengan pemecahan permasalahan yang ada dengan metode yang lebih baik dan memungkinkan terjadinya penyebaran pembelajaran dalam organisasi dengan menanggapi perubahan yang lebih cepat dan efektif. Seperti pepatah : “there is no learning without action and no action without learning”. Action learning begitu berperan dalam suatu pembelajaran yang mana memiliki dua manfaat besar, yaitu : (1) pengembangan keahlian dan pengetahuan melalui proses refleksi atas tindakan yang diambil pada saat penyelesaian masalah yang nyata dan (2) perubahan organisasi yang terjadi menyebabkan setiap individu menempatkan permasalahan organisasi dari perspektif baru.

(29)

Marquardt mengambil model organisasi pembelajaran dari Senge (1990) dimana disiplin kelimanya ditambah satu lagi, yaitu dialog.

Gambar 2. Sub sistem Dinamika Pembelajaran (Marquardt, 1996) 2.3.2. Sub sistem Organisasi (transformasi organisasi)

Sub sistem kedua dari organisasi pembelajaran adalah organisasi itu sendiri. Organisasi dalam kaitannya diartikan sebagai tempat proses pembelajaran berlangsung. Organisasi dikatakan juga sebagai sekumpulan dari orang-orang yang di dalamnya terdapat komponen dan elemen, termasuk struktur, individu dan kelompok yang melakukan proses belajar itu sendiri. Organisasi dalam upayanya untuk tumbuh dan berkembang menjadi organisasi pembelajaran harus mengatur dirinya sendiri melalui empat aspek keberhasilan organisasi pembelajaran. Dalam sistem transformasi organisasi dapat diwujudkan dalam empat aspek keberhasilan organisasi pembelajaran.

a. Budaya

Komponen yang terdapat dalam budaya organisasi adalah nilai-nilai yang dimiliki oleh organisasi, kebiasaan, pelaksanaan kerja yang dijalankan, kepercayaan, adat-istiadat atau kebiasaan dari organisasi. Di dalam organisasi pembelajaran, budaya memegang peranan

Learning Skill : - system thingking - Mental Models - Personal Mastery - Team learning - Shared Vision - Dialogue Types : - Adaptive - Anticipatory - Deutro - Section Levels : - Individual - Group - Organization

(30)

penting untuk keberhasilan organisasi. Budaya belajar dari individu harus diciptakan agar menjadi sebuah kebiasaan, sehingga terbentuk pembelajaran organisasi. Melalui budaya belajar organisasi akan memiliki kondisi, sehingga pembelajaran menjadi dihargai, diberi penghargaan dan tanggung jawab terhadap pembelajaran secara keseluruhan. Kepercayaan dan kebiasaan belajar berhasil menciptakan inovasi, mengimplementasikan hal baru dan berani mengambil risiko yang dapat dipertanggungjawabkan. Budaya komitmen pemimpin terhadap pengembangan dan pelatihan pegawai serta kreativitas akan terbentuk, sehingga secara keseluruhan akan mendukung terbentuknya organisasi pembelajaran.

b. Visi

Visi merupakan harapan (hope), tujuan (goal) dan arah masa depan (direction) sebuah organisasi, serta menggambarkan apa yang akan dicapai organisasi di masa mendatang. Organisasi tanpa visi yang jelas akan mempunyai arah dan tujuan yang tidak jelas pula pada akhirnya.

c. Strategi

Strategi merupakan rencana tindakan, metodologi, teknik, langkah-langkah atau kisi-kisi yang dilakukan organisasi untuk mencapai suatu tujuan. Dengan menjadi organisasi pembelajaran maka segala prioritas tindakan-tindakan akan tertuju pada aktifitas pembelajaran seperti mengakui, menghargai dan membangkitkan peluang pembelajaran serta membuat ruang dan lingkungan untuk kepentingan pembelajaran.

d. Struktur

Struktur menggambarkan keadaan pembagian tanggung jawab dan wewenang suatu pekerjaan yang terdapat dalam organisasi (departemen), dimana pada organisasi pembelajaran hirarki dikurangi dengan memiliki sedikit batasan dan diharapkan mampu

(31)

mempengaruhi kelancaran proses pembelajaran dalam setiap lini yang ada dalam organisasi.

2.3.3. Sub Sistem pemberdayaan manusia

Sumber daya manusia merupakan hal yang paling utama dalam organisasi, karena melalui perilaku dan kemampuan individu yang akan mencerminkan perilaku organisasi. Sub sistem pemberdayaan manusia terdapat enam komponen, yakni; pegawai, manajer, konsumen, supplier, masyarakat dan rekanan/mitra (Marquardt, 1996).

Upaya pemberdayaan manusia dalam hal ini pegawai atau individu diperlakukan layaknya manusia bebas berkreasi dan memaksimalkan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab melibatkan seluruh upaya pengembangan strategi dan perencanaan dengan suatu kesinambungan kebutuhan individu di dalam organisasi. Seperti dikemukakan Carver dalam Clutterbucj dan Kernaghan (2003), bahwa pemberdayaan sebagai upaya mendorong dan memungkinkan individu-individu untuk mengemban tanggung jawab pribadi atas upaya mereka memperbaiki cara melaksanakan pekerjaan-pekerjaannya dan menyumbangkannya untuk pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Hal ini menuntut suatu budaya yang mendorong orang-orang di semua tingkat untuk merasa dapat menghasilkan perubahan-perubahan dan membantunya untuk mendapatkan kepercayaan diri dan keterampilan-keterampilan dalam menghasilkan perubahan-perubahan itu.

Selain individu atau pegawai, pemimpin organisasi memegang peranan penting dalam keberhasilan pemberdayaan manusia. Pemimpin yang mempunyai cara pandang luas dan ke masa depan sesuai kepentingan perubahan. Gaya atau model kepemimpinan yang diperlukan dalam organisasi pembelajaran adalah transformasional, yaitu kepemimpinan yang memiliki gaya memberdayakan SDM, melayani, sebagai teman belajar, instruktur, koordinator dan selalu memberikan bimbingan dalam pembelajaran.

(32)

Dalam organisasi pembelajaran pelanggan sebagai input dari berbagai informasi yang berharga untuk memperbaiki kualitas pelayanan, karenanya harus mendapat perhatian yang serius. Misalnya memberi kesempatan belajar mengenal produk, menemukan inovasi, memberikan saran-saran dan sebagainya.

Keberhasilan organisasi tergantung juga pada jaringan (networking) yang ada. Jaringan tersebut mencakup mitra kerja, masyarakat, supplier dan seluruh stake holder untuk membangun ikatan yang global menjadi kebutuhan organisasi memperluas wawasan, peningkatan produk dan pelayanan. Keterlibatan peran masyarakat pada proses belajar adalah hal yang sangat penting terutama untuk meningkatkan citra organisasi dan melayani masyarakat dalam mengantisipasi perubahan di dalam dan luar organisasi agar selalu tanggap akan keinginan kepentingan masyarakat.

2.3.4. Sub sistem Pengelolaan Pengetahuan

Pengetahuan menjadi lebih penting untuk organisasi dibandingkan dengan sumber daya keuangan, teknologi atau aset perusahaan lainnya (Marquardt, 1996). Pengetahuan dilihat sebagai sumber daya utama dalam penyelenggaraan organisasi. Tradisi organisasi, teknologi, sistem operasi dan prosedur sangat membutuhkan keahlian pengetahuan. Pegawai memerlukan pengetahuan untuk meningkatkan layanan jasa yang berkualitas. Dengan pengetahuan, organisasi memungkinkan untuk terus tumbuh dan berkembang.

Terdapat beberapa komponen dari sub sistem pengelolaan pengetahuan, suatu sub sistem yang juga tidak dapat berdiri sendiri, yaitu :

a. Penguasaan atau akuisisi berkaitan dengan pengumpulan input berupa informasi dan data dari internal dan eksternal organisasi. Organisasi pembelajaran memerlukan penguasaan dan akuisisi sebagai alat untuk mentranformasikan pengetahuan yang dibutuhkan organisasi. Sumber pengetahuan dari luar, misalnya

(33)

melalui studi banding dari organisasi lain yang lebih berhasil, konferensi, seminar, internet, televisi, radio, umpan balik dari pelanggan dan informasi sekitar lingkungan organisasi atau kerja sama dengan organisasi lain. Sementara sumber pengetahuan dari dalam misalnya pengetahuan pegawai, belajar dari pengalaman terhadap pemecahan permasalahan dan mengimplementasikan proses perubahan yang berkelanjutan.

b. Penciptaan pengetahuan.

Dalam hal penciptaan pengetahuan, Nonaka dan Takeuchi (1995) beranggapan, bahwa pengetahuan tercipta melalui (1) tacit-tacit, yaitu pengetahuan yang dimiliki seseorang yang ditularkan kepada orang lain melalui bekerja bersama, sehingga dapat dilihat dan dicontoh; (2) eksplisit to eksplisit, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari kombinasi dengan memperbaiki pengetahuan yang telah ada; (3) Tacit to eksplisit, yaitu pengetahuan yang didapat dari memformalisasikan pengetahuan yang ada pada diri seorang; (4) Eksplisit to tacit, yaitu pengetahuan yang diperoleh dengan cara menanamkan pengetahuan tertulis atau informasi kepada seseorang. c. Penyebaran dan penggunaan pengetahuan. Dalam penyebaran

pengetahuan ini dapat dilakukan melalui beberapa hal, sengaja dilakukan dan tidak sengaja dilakukan. Proses ini dilakukan dengan beberapa hal (Marquardt, 1996), yaitu melalui intentional transfer (sengaja dilakukan) : (1) komunikasi secara individu; (2) Melakukan pelatihan melalui kursus-kursus; (3) konferensi internal; (4) briefing; (5) publikasi internal (6) kegiatan pariwisata; (7) mutasi kerja internal dan (8) mentoring. Disamping juga melalui unintentional transfer (tidak sengaja) yaitu dengan melakukan rotasi kerja, sejarah kerja, tugas-tugas dan keterkaitan jaringan informal.

d. Penyimpanan dan pencarian pengetahuan atau persiapan data dan informasi untuk memudahkan penyimpanan dan penelusuran, serta pencarian kembali pengetahuan dengan pengelolaan yang maksimal.

(34)

Maka ketika data dan informasi akan dipergunakan oleh organisasi dapat diketahui dengan mudah dan cepat.

2.3.5. Sub sistem Penerapan Teknologi

Dari beberapa sub sistem penerapan teknologi adalah teknologi informasi, pembelajaran berbasis teknologi, sistem teknologi elektronik pendukung kerja. Teknologi sebagai alat untuk mendukung upaya komunikasi struktur dan kolaborasi, pelatihan, koordinasi dan keahlian pengetahuan lainnya di dalam organisasi. Alat tersebut menggunakan elektronik yang mempercepat proses pembelajaran seperti konferensi dengan komputer, simulasi dan pengambilan data informasi melalui internet. Peralatan komputer tersebut bekerja untuk menciptakan ilmu pengetahuan dan penyebarannya yang secara bebas diakses dan dipergunakan di seluruh jajaran, unit-unit organisasi untuk kepentingan keberhasilan tujuan organisasi.

Pesatnya perkembangan teknologi informasi, data dan informasi dari seluruh penjuru dunia dapat diakses dalam waktu yang sangat cepat dan akurat. Lingkup organisasi di mana semua kegiatan membutuhkan peran teknologi infromasi sehingga dapat dijalankan dengan mudah dan cepat. Bahkan dengan perkembangan internet dan telekonferen memungkinkan diskusi dan pembelajaran dilakukan dengan jarak jauh dan juga bermanfaat terhadap efisiensi waktu dalam pengambilan keputusan.

Konsep mengenai model juga disimpulkan Blackman dan Henderson (2005), menyatakan terdapat tiga perspektif tipologi dari organisasi pembelajaran, yakni adaptation developing of action-outcome relationship, assumption sharing dan instutitionalised experience. Konsep ini menyatakan, bahwa keseluruhan berawal dari perbedaan dasar pengetahuan. Proses adaptasi dan orientasi pada penerapan akan memunculkan suatu yang mendasar dari sebuah pengalaman dan dengan fokus yang murni bagaimana sebuah pembelajaran mendapat tempat. Assumption sharing adalah sebuah gaya yang memiliki konstruk

(35)

pembelajaran seperti keharusan adanya pembentukan model mental secara individual. Instutitionalised experience adalah kombinasi dari beberapa gugus tugas yang selanjutnya menjadi pengetahuan dikembangkan secara cepat, yang diterapkan pada keterampilan yang sama dan muncullah perkembangan. Perkembangan ini membentuk alasan-alasan beradaptasi sebaik perkembangan akan pengertian dari konteks yang ada. Ini merujuk pada sebuah organisasi pembelajaran yang berhasil diterima sebagai fokus dalam institutionalised experiences dan shared assumptions – ini akan merefleksikan pada suatu yang berkelanjutan. Keseluruhan menjadi suatu bentuk alur proses, yaitu (1) adanya masukan dari proses organisasi berupa struktur baru yang radikal atau perubahan kepemimpinan, adanya kemungkinan kesempatan pembelajaran yang terkontrol, adanya personal mastery dan informasi mengenai pengetahuan/perkembangan dan kebersamaan, (2) masukan organisasi pembelajaran berupa individu baru – berorientasi pada budaya yang menantang, system thinking, kebersamaan dalam mental model yang baru dan visi bersama dan; (3) output berupa pengetahuan yang mengarah pada kekuatan untuk berkompetisi dan perubahan-perubahan. Alur tersebut dapat digambarkan sebagaimana Gambar 3.

Organisational Learning Organisation OUTPUT Process Input Meaning Input

Gambar 3.The Learning Organization Model: Reflexive Input/Output Model Radical New Structure/New Leadership Enable Continous Monitored Learning Opportunities Personal Mastery Information/Knowle -dge Generation and

Sharing New People-centered Culture Encuraging Challenge System Thingking Sharing New Mental

Models Shared Vision Competitive Advantage Knowledge Tranformational Change

(36)

Gambar 3 menunjukkan pola hubungan yang mirip dengan yang dikemukakan Marquardt (1996). Ahli yang memberikan model/dimensi berbeda untuk mengukur organisasi pembelajaran yang merupakan pengembangan dari beberapa teori sebelumnya. Dimensi-dimensi yang juga disebut faset-faset ini disebut Organizational Learning Mechanisms (OLMs). OLMs merupakan budaya dan faset-faset struktural dari organisasi yang memfasilitasi perkembangan dari pembelajaran, penerapan dan pembaharuan dari organisasi pembelajaran. Tanpa mekanisme ini sebuah organisasi pembelajaran tidak akan terbentuk.

Faset-faset budaya berisi beberapa set dari nilai bersama, norma-norma yang dipercaya, sikap, peran asumsi-asumsi dan perilaku-perilaku yang memungkinkan untuk belajar (Argyris & Schon, 1978). Senge (2002) juga berbicara mengenai visi bersama dalam model mental yang luas di dalam budaya organisasi. Visi bersama yang memungkinkan terjadinya budaya belajar berkembang adalah merefleksi dalam beberapa item seperti komitmen pada sumber daya untuk memunculkan seperti pengidentifikasian kebutuhan belajar dan menyiapkan aktivitas pelatihan. Nilai lain yang dapat mempengaruhi pembelajaran dapat dimasukan, sebagai contoh persepsi yang berbeda yang dipakai bersama dari peran belajar dalam keberhasilan unjuk kerja organisasi melalui kemampuan individu dan juga penyelia, pemberdayaan, pembaharuan dan tanggung jawab pribadi.

Faset-faset struktural adalah struktur dari institusi dan prosedur yang digunakan dan diakui yang mendukung organisasi menjadi informasi kolektif yang sistematis, teranalisa, tersimpan, tidak digunakan dan digunakan untuk bersinergi pada organisasi efektif

Dari penjelasan faset-faset OLMs tersebut dapat disimpulkan, bahwa organisasi pembelajaran mengacu pada faset-faset budaya (visi, nilai-nilai, asumsi-asumsi dan perilaku) yang mendukung lingkungan belajar, proses yang mendorong orang-orang untuk belajar dan perkembangan melalui identifikasi kebutuhan pembelajaran dan

(37)

fasilitasi belajar. Faset struktural yang memungkinkan aktivitas pembelajaran untuk mendukung dan mengimplementasikan dalam dunia kerja. Elemen-elemen ini membentuk dasar dari operasionalisasi OLMs.

Kategori-kategori yang merupakan dimensi atau struktur OLMs berikut :

1. Lingkungan pembelajaran, meliputi aspek-aspek pembelajaran berkaitan dengan misi, fasilitasi lingkungan belajar dan misi yang mendukung.

2. Identifikasi kebutuhan belajar dan perkembangan yang meliputi aspek-aspek identifikasi pembelajaran pada kepuasan dalam unit kerja dan identifikasi pembelajaran pada penyelia langsung.

3. Penyelarasan kebutuhan belajar dan kebutuhan berkembang yang meliputi aspek-aspek kebutuhan belajar dan untuk maju dengan adanya dukungan organisasi, sedikitnya pengaruh pada pegawai, adanya mentor dan pelatih dan kepuasan pada pelatihan.

4. Penerapan hasil belajar dalam dunia kerja meliputi aspek-aspek kemudahan dalam penerapan hasil belajar, efektifitasnya dan adanya umpan balik, serta dukungan penyelia langsung.

(38)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Pendekatan penelitian adalah kualitatif, yaitu dalam rangka memberikan penjelasan dan gambaran secara mendalam tentang sesuatu hal seperti apa adanya (Uma Sekaran, 2003). Penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta yang ada tentang penerapan suatu model organisasi pembelajaran.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada PT. Java CELL yang bertempat di Jalan TB. Simatupang Jakarta Selatan dan dilaksanakan mulai tanggal 25 Agustus 2006 sampai dengan selesai.

3.3. Populasi dan Sample 3.3.1. Populasi

Populasi mengacu pada keseluruhan sekelompok orang, peristiwa, atau hal-hal yang berhubungan dengan minat dengan berbagai keinginan peneliti untuk menyelidiki.

Populasi untuk penelitian ini adalah seluruh pegawai yang bekerja pada PT. Java CELL yang memiliki karakteristik :

1. Masa kerja minimal satu tahun. Hal ini dimaksudkan agar subyek sudah diangkat sebagai pegawai tetap.

2. Pendidikan minimal SMU sederajat, karena dianggap mampu menjawab seluruh kuesioner yang akan diajukan.

3.3.2. Pengambilan Sampel

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling. Suatu jenis metode sampling probabilitas. Menurut Uma Sekaran (2003), simple random sampling adalah metode pengambilan sampel dimana tiap-tiap unsur dari populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai subjek dari penelitian.

(39)

Teknik ini dipilih, karena tidak mengandung bias, artinya tidak seorang anggotapun dari populasi yang memiliki peluang dipilih lebih besar dari lainnya, atau semua populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih.

Untuk jumlah sampel yang akan diambil, peneliti menggunakan rumus Slovin berikut :

, dimana ...(1)

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

e = Tingkat kesalahan yang masih dapat ditolerir (5%)

dari hasil perhitungan menggunakan rumus diatas maka didapat 119 (pembulatan) sampel atau responden yang akan dijadikan subjek penelitian (N = 170, e = 5%).

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Alat pengumpul data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bagi penelitian dimana peneliti dapat mengetahui apa yang diperlukan dan bagaimana cara mengukur variabel yang diinginkan (Uma Sekaran, 2003). Ada beberapa keuntungan dari penggunaan kuesioner ini, antara lain (1) biaya relatif lebih murah, (2) pemberian instruksi pengisian kuesioner dapat dilakukan oleh yang tidak memiliki keahlian khusus, dan (3) survey dapat dilakukan dengan jumlah responden yang besar dan waktu yang relatif singkat.

Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari pertanyaan isian dan pertanyaan dengan pilihan berganda. Pertanyaan isian digunakan untuk mendapatkan data tentang usia, masa kerja, jenis kelamin, tingkat pendidikan, departemen tempat kerja dan lainnya. Sedangkan pertanyaan dengan pilihan

N n= 1+Ne2

(40)

berganda digunakan untuk memperoleh data tentang penerapan organisasi pembelajaran.

Skala pengukuran pada kuesioner penelitian ini menggunakan skala interval dengan empat pilihan jawaban. Subyek diminta untuk memilih jawaban pada masing-masing pernyataan, yaitu belum diterapkan, sebagian kecil sudah diterapkan, sebagian besar sudah diterapkan dan hampir seluruhnya diterapkan. Kategori jawaban netral tidak diberikan, dengan tujuan menghindari kecenderungan subyek untuk memberikan jawaban netral dan memaksa subyek untuk memilih sikap positif atau negatif terhadap pernyataan/pertanyaan yang diberikan. Hal ini digunakan untuk menghindari subyek memberi jawaban yang meragukan.

Adapun pembobotan dari setiap kemungkinan jawaban dari skala tersebut adalah :

Belum diterapkan = 1 Sebagian kecil sudah diterapkan = 2 Sebagian besar sudah diterapkan = 3 Hampir seluruhnya diterapkan = 4 3.5. Operasionalisasi Konsep

Definisi operasional dari organisasi pembelajaran adalah jumlah nilai yang diperoleh dari angket/kuesioner tentang hasil penilaian responden terhadap pertanyaan learning organization yang mencakup lima sub sistem yang dikembangkan Marquardt (1996) yang terdiri dari sub sistem dinamika pembelajaran, transformasi organisasi, pemberdayaan pegawai, pengelolaan pengetahuan dan penerapan teknologi.

3.6. Definisi Operasional

Definisi operasional dari organisasi pembelajaran adalah jumlah nilai yang diperoleh dari angket tentang hasil penilaian responden terhadap pertanyaan organisasi pembelajaran yang mencakup lima sub sistem sebagai indikator dan dipecah menjadi 19 sub indikator seperti yang dikembangkan

(41)

oleh Watkins dan Marsick (1998). Indikator dan sub indikator yang digunakan berikut kuesioner yang diajukan tersebut seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Kisi-kisi instrument penelitian

No Dimensi Indikator Sub Indikator Skala Pengukuran Item pertanyaan 1 Organisasi Pembelajaran Dinamika Pembelajaran - Pembelajaran Individu - Pembelajaran Kelompok 1 2 3 4 1,2,3,4,5,6 7,8,9,10 2 Organisasi

Pembelajaran Transformasi Organisasi - Visi - Budaya - Strategi - Struktur 1 2 3 4 11,12,13 14,15,16 17,18 19,20 3 Organisasi

Pembelajaran Pemberdayaan Pegawai - Pegawai - Penyelia - Konsumen - Rekanan - Mitra Kerja - Masyarakat 1 2 3 4 21,22 23,24,25 26 27 28 29,30 4 Organisasi Pembelajaran Pengelolaan Pengetahuan - Akuisisi - Penciptaan - Penyimpanan - Penyebaran/tra nsfer pengetahuan 1 2 3 4 31,32,33 34,35,36 37 38,39,40 5 Organisasi

Pembelajaran Penerapan Teknologi - Teknologi Informasi - Pembelajaran berbasis teknologi - Sistem pendukung kinerja elektronik 1 2 3 4 41,42 43,44,45,46 47,48,49 Keterangan :

Skala pengukuran 1 : Belum diterapkan

Skala pengukuran 2 : Sebagian kecil sudah diterapkan Skala pengukuran 3 : Sebagian besar sudah diterapkan Skala pengukuran 4 : Hampir seluruhnya diterapkan

(42)

3.7. Teknik Analisis Data 3.7.1. Uji validitas

Pengujian validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu instrument mengukur apa yang ingin diukur. Uji validitas menggunakan metode uji construct validity, yaitu metode analisis data dengan melihat kuesioner yang dibangun berdasarkan teoritis. Caranya adalah dengan melihat kesepadanan item kuesioner dengan total seluruh item dimana item itu berada. Adapun teknik pengujiannya menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson.

Dengan rumus :

rxy = , dimana...(2)

N = Jumlah responden

X = Skor masing-masing pertanyaan Y = Skor total

3.7.2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas yang digunakan adalah Metode Alpha Cronbach. Uji reliabilitas ini dimaksudkan untuk melihat, bahwa kuesioner akan mengukur secara ajeg atau mengukur secara sama atau relative sama untuk orang yang sama pada waktu yang berbeda (Hadi, 1994).

Dengan rumus : , dimana , dimana………(3) Jika : N(∑XY) – (∑X∑Y) √{(N∑X²) – (∑X)²}{(n∑Y²) – (∑Y)²} k

δ

2 r = 1 - k – 1

δ

2

(43)

, dimana………(4)

r = Koefisien reliabilitas yang dicari k = Jumlah butir pertanyaan (soal) δi² = Varian butir-butir pertanyaan δ² = Varian skor test

∑Xi = Jumlah skor jawaban subjek untuk butir pertanyaan ke- n N = Jumlah populasi

3.7.3. Analisis Data Hasil Penelitian

Untuk uji perbedaan dilakukan dengan cara menguji mean kelompok dengan menggunakan metode comparasional bivariat. Faktor yang dibandingkan adalah besarnya penerapan LO menurut pandangan/sikap pimpinan (penyelia hingga presiden direktur) dengan para karyawan tanpa jabatan. Analisis statistik menggunakan uji t.

Rumus :

, dimana …..…………..(5)

t = nilai perbedaan

M1 = rata-rata skor pimpinan M2 = rata-rata skor non pejabat SDM1 = standar deviasi skor pimpinan SDM2 = standar deviasi skor non pejabat

Keseluruhan perhitungan statistik menggunakan bantuan komputer dengan software SPSS versi 12.0.

( ∑X i)2 ∑Xi 2 – N δi 2 = N M1 – M2 t = SD M1 – M2

(44)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

Java CELL adalah perusahaan yang berbentuk Perusahaan Terbatas bergerak dalam bidang komunikasi, termasuk pengerjaan implementasi infrastruktur, disain instalasi komunikasi, penyediaan sarana prasarana jaringan dan pelayanan pemeliharaan dan pengoptimalisasi penggunaannya juga didukung dengan pelayanan pembangunan engeneering. Java CELL juga memberikan pelayanan sampai pada pemeriksaan manajemen proyek dan pekerjaan lainnya dengan mendekatkan diri dengan pelanggan dan berusaha memahami kebutuhan pelanggan.

Perusahaan mengembangkan diri dalam upaya untuk ikut berpartisipasi pada pembangunan industri komunikasi di Indonesia. Didukung oleh SDM yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang mendalam dalam jaringan komunikasi tanpa kabel dan selalu berusaha mengembangkannya.

Secara umum perusahaan bergerak dalam bidang : 1. Implementasi infrastruktur,

2. Pembangunan disain jangkauan instalasi komunikasi,

3. Instalasi dan pengembangan elemen-elemen jaringan komunikasi, 4. Pemeliharaan dan optimalisasinya.

Pelanggan yang telah bekerja sama dengan perusahaan tersebut selama ini adalah :

1. M3-Indosat dalam membangun coverage design dan pengecekan jaringan. 2. Telkomsel dalam membangun coverage design dan pengecekan jaringan. 3. Satelindo dalam membangun implementasi jangkauan jaringan

4. Erikson GSM/DCB

5. Exelcom dalam membangun jaringan.

Dalam proses pekerjaan, secara teknis perusahaan tersebut didukung oleh 53 Sarjana Teknik dalam bidang engeenering dan komunikasi. Administasi dan pemasaran, serta pengembangan didukung sebanyak 112 orang pegawai. Sebagian besar adalah tamatan S1, Diploma 3, pasca sarjana dan sebagian kecil SMU sederajat untuk pelaksanaan administrasi ringannya.

(45)

4.2. Karakteristik Responden

Jumlah responden yang dijadikan sumber data dalam penelitian ini adalah 119 orang, yaitu karyawan dan karyawati PT. Java CELL yang memenuhi kriteria seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada metodologi penelitian. Dari 119 responden tersebut didapatkan karakteristik tingkat jabatan, jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia dan masa kerja.

4.2.1. Tingkat Jabatan

Berdasarkan data yang dikumpulkan, responden dapat dikelompokkan dalam dua tingkat jabatan, yaitu penyelia / manajer sebesar 26,32% dan pegawai administrasi / staf lainnya sebesar 73,68%. Tabel 2. Data Responden Berdasarkan Tingkat Jabatan

Nomor Jabatan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Manajer dan penyelia 30 26,32

2 Staf administrasi /staf

lainnya 84 73,68

Jumlah total 114 100

4.2.2 Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, responden laki-laki memiliki jumlah lebih besar dibanding responden wanita, yakni 70,18% pekerja laki-laki dan 29,82% adalah pekerja wanita. Hal ini bukan karena adanya diskriminasi gender, tetapi lebih disebabkan peminat pekerjaan telekomunikasi yang cenderung bersifat teknis ini adalah laki-laki. Sebagian pekerjaan lainnya lebih banyak berkaitan dengan tuntutan spesifikasi pekerjaan laki-laki.

Tabel 3. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamian

Nomor Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Laki-laki 80 70,18

2 Perempuan 34 29,82 Jumlah total 114 100

(46)

4.2.3. Tingkat Pendidikan

Berdasarkan pengelompokkan tingkat pendidikan, jumlah responden didominasi oleh yang memiliki tingkat pendidikan sarjana/pascasarjana, yaitu 53,51% dan diploma yaitu 36,84%. Hal ini dikarenakan pekerjaan yang ditawarkan merupakan pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus atau terapan.

Tabel 4. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Nomor Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 SMU/SLTA sederajat 11 9,65 2 Diploma 2/diploma 3 42 36,84

3 Sarjana/Pasca Sarjana 61 53,51 Jumlah total 114 100

4.2.4. Usia

Pengelompokan berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 5. Data menunjukan hanya sedikit dari responden memiliki usia yang non produktif. Dijelaskan di sini, dengan sedikitnya pegawai berusia di bawah 25 tahun memungkinkan organisasi atau perusahaan tidak terlalu besar mengeluarkan biaya pemberian fasilitas dan ilmu pengetahuan dasar. Sehingga dapat memprioritaskan pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan organisasi.

Tabel 5. Data Responden Berdasarkan Usia

Nomor Usia (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

1 < 25 11 9,65 2 25 – 30 39 34,21 3 31 – 35 34 29,82 4 36 – 40 14 12,28 5 > 40 16 14,04 Jumlah 114 100

(47)

Dari data tersebut diketahui, bahwa mayoritas responden berada pada usia produktif untuk bekerja adalah usia antara 25-30 tahun (34,21%), 31-35 tahun (29,82%) dan 36-40 tahun (12,28%).

4.2.5. Masa Kerja

Jumlah responden berdasarkan masa kerja adalah sebagaimana Tabel 6. Seluruh responden yang menjawab kuesioner memiliki masa kerja di atas satu tahun, ini berarti data yang valid, karena pengetahuan tentang organisasi paling tidak sudah dikenal oleh responden dengan masa kerja tersebut. Mayoritas responden telah bekerja lebih dari dua tahun, yang berarti ada kecenderungan telah beradaptasi dengan budaya organisasi atau bahkan ikut membentuk budaya organisasi itu sendiri. Tabel 6. Data Responden Berdasarkan Lama Bekerja

Nomor Masa Kerja (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) 1 1 – 2 15 13,16 2 2 – 5 65 57,02

3 > 5 34 29,82

Jumlah total 114 100

4.3. Analisis Kuesioner Penerapan Organisasi Pembelajaran 4.3.1. Analisis Validitas

Hasil perhitungan validitas setiap item dari kuesioner menunjukan hanya dua item yang tidak valid yaitu item nomor 9 dan nomor 11 dan untuk selanjutnya tidak digunakan dalam perhitungan dalam analisis data. Sedangkan item-item lainnya dinyatakan valid dan dapat dipergunakan untuk pengukuran dalam penelitian selanjutnya. Adapun item-item yang valid secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 2. Item 9 dan item 11 dinyatakan tidak valid karena kedua item tersebut memiliki nilai r dibawah 0,176 dengan taraf signifikansi 5%

4.3.2. Analisis Reliabilitas

Reliabilitas suatu alat ukur yang sangat mempengaruhi keabsahan suatu penelitian. Dengan menggunakan metode statistik Alpha

(48)

Cronbach, diperoleh bahwa alat ukur memiliki reliabilitas sebesar 0,971. Hal ini berarti kuesioner memiliki keajegan yang sangat tinggi. Sesuai dengan pendapat Kerlinger (1994), kuesioner dengan reliabilitas di atas 0,970 merupakan alat ukur yang termasuk kategori sangat andal (Lampiran 3).

4.4. Analisis Penerapan Organisasi Pembelajaran Pada PT Java CELL 4.4.1. Sub Sistem Dinamika Pembelajaran

Sub sistem dinamika pembelajaran yang menjadi indikator dari organisasi pembelajaran ini memiliki dua sub indikator, yaitu pembelajaran individu dan pembelajaran kelompok. Adapun hasil analisis tentang sub sistem (indikator) dinamika pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jawaban Responden Untuk Penerapan Sub Sistem Dinamika Pembelajaran

Jawaban Responden

Item diterapkan Belum Sebagian kecil diterapkan Sebagian Besar diterapkan Sepenuhnya sudah diterapkan Jumlah

Responden Rata- rata

1 1 40 63 15 119 2.89 2 1 40 63 15 119 2.89 3 1 26 67 25 119 3.11 4 1 46 61 11 119 2.81 5 3 47 56 13 119 2.78 6 2 43 58 16 119 2.86 Jumlah Pembelajaran Individu 9 242 368 95 714 2.89 Persentase (%) 1.26 33.89 51.54 13.31 100.00 7 1 41 62 15 119 2.89 8 0 19 71 29 119 3.22 10 1 39 55 24 119 2.98 Jumlah Pembelajaran Kelompok 2 99 188 68 357 3.03 Persentase (%) 0.56 27.73 52.66 19.05 100.00 Jumlah 11 341 556 163 1071 2.96 Persentase (%) 1.03 31.84 51.91 15.22 100.00

Gambar

Gambar 1. Keterkaitan Lima Sub Sistem Organisasi Pembelajaran  (Marquardt,1996)
Gambar 2.   Sub sistem Dinamika Pembelajaran (Marquardt, 1996)
Gambar 3.The Learning Organization Model: Reflexive Input/Output Model Radical New Structure/New Leadership Enable Continous Monitored Learning Opportunities Personal Mastery Information/Knowle-dge Generation and
Tabel 1. Kisi-kisi instrument penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bidang ekonomi sebagai dampak yang dominan muncul melalui adanya pendidikan oleh lembaga pendidikan asing antara lain: pertama, masyarakat dapat melakukan transaksi

Penelitian menggunakan kajian intertekstualitas ini dilakukan dengan beberapa pandangan: Pertama, pipihnya antara fakta dan fiksi dalam karya sastra sehingga memungkinkan

Penelitian ini akan fokus pada kualitas audit yang dipengaruhi secara langsung oleh profesi akuntan publik dengan memperhatikan sistem pengendalian mutu sebagai acuan bagi

Fuzzyfikasi : proses untuk mengubah data input sistem yang memiliki nilai tegas menjadi variabel linguistik menggunakan fungsi keanggotaan yang disimpan dalam

Yuan Chen China not provided 895179673@qq.com MEMBER Primary nurse. Weixiang Chen China 13266948117 lullabychnn@hotmail.com

ليلتح( تانايبلا في لدا .)قحلا لأا ثحابلا عنص نأ دعب نم نوكتت تيلا ةادلأا رابتخلا ةلئس &#34;أ&#34; عساتلا لصفلا لىإ ةلئسلأا كلت برتخا ثم ،لااؤس تُثلاث (IX A)

Sementara, penelitian mengenai problematika hukum Pemilihan Umum KDH dan WKDH di Salatiga khususnya tahun 2011 belum pernah dilakukan penelitian secara menyeluruh

Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998,