• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERAGAAN USAHA PENGGEMUKAN TERNAK SAPI POTONG Bubun Bunyamin 1) Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KERAGAAN USAHA PENGGEMUKAN TERNAK SAPI POTONG Bubun Bunyamin 1) Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAAN USAHA PENGGEMUKAN TERNAK SAPI POTONG

Bubun Bunyamin

1)

Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi

Bubunbunyamin024@gmail.com

Riantin Hikmah Widi

2)

Fakultas Pertanian Univerrsitas Siliwangi

riantinhikahwidi@yahoo.co.id

Hj. Tenten Tedjaningsih

3)

Fakultas Pertanian Univerrsitas Siliwangi

Tenten_ks@yahoo.co.id

ABSTRAK

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi

kasus pada peternak sapi di Kelompok Ternak Jayamukti di Desa Linggalaksana,

Kecamatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya yang merupakan kelompok yang

mempunyai prestasi dari kelompok yang ada di Kecamatan Cikatomas. Informasi

mengenai teknis budidaya penggemukan sapi potong diperoleh berdasarkan hasil

wawancara langsung dengan responden, sementara analisis yang digunakan adalah R/C.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dilihat dari aspek teknis budidaya

usaha ternak penggemukan sapi potong yang dilakukan oleh peternak responden masih

bersifat tradisional. Sementara berdasarkan hasil analisis R/C, menunjukkan bahwa R/C

Sapi Lokal sebesar 1,20 Sapi Brahman sebesar 1,03 dan Sapi Peranakan Ongole (PO)

sebesar 1,48. Sehingga dilihat dari analisis tersebut usaha ternak penggemukan sapi

potong layak untuk diusahakan.

Kata Kunci : Penggemukan Sapi Potong, Biaya, Penerimaan, Pendapatan, R/C.

ABSTRACT

Research method which is use on this research is case study method to

fatening Kelompok Tani Ternak Jayamukti Desa Linggalaksana, Kecamatan Cikatomas,

Kabupaten Tasikmalaya. This is a community whish have a

prominent achievement

between Kelompok Ternak at Kecamatan Cikatomas. Information about cultivation

method about beef cattle fatten effort were got from live interview with respondence,

otherwise the analysis is doing by R/C ratio.

(2)

The result of this research shows that if we are see it from cultivation

technique beef cattle fatten effort which is doing by respondence has appropriate with

the advice. Based on equals of R/C ratio analysis, shows the data Local Beef is 1,20,

Brahman Beef is 1,03 and Peranakan Ongole (PO) Beef is 1,48. So, we can see from

that analysis that beef cattle fatten effort have good feasibility.

Key Word: Fattening Beef Catle, Cost, Receive, Income, R/C

PENDAHULUAN

Sumber daya alam yang dimiliki Indonesia merupakan potensi untuk

mengembangkan sektor pertanian. Seperti yang telah dikenal sejak dulu bahwa

Indonesia merupakan negara agraris dimana mata pencaharian sebagian besar

penduduknya adalah di sektor pertanian maka dapat dipastikan bahwa sektor pertanian

merupakan jantung bagi pertumbuhan sektor ekonomi penduduknya

Jumlah penduduk yang semakin meningkat disertai dengan proses pemulihan

ekonomi nasional yang pesat mendorong semakin tingginya kesadaran masyarakat akan

kebutuhan gizi terutama yang berasal dari protein hewani. Kondisi ini menyebabkan

permintaan terhadap produk-produk utama peternakan seperti daging, susu dan telur

semakin meningkat pula.

Lahan pertanian saat ini kian tergerus oleh pembangunan sektor non pertanian.

Menyempitnya lahan pertanian yang digarap mendorong para petani untuk berusaha

meningkatkan pendapatan melalui kegiatan lain yang bersifat komplementer atau

pelengkap dari usaha utamanya. Salah satu kegiatan tersebut adalah kegiatan usaha

ternak, secara umum usaha ternak memiliki beberapa kelebihan, diantaranya sebagai

penghasil protein hewani seperti daging dan susu. Selain itu, kotoran ternak juga dapat

dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik (Purnomo Arbi, 2009)

Pembangunan peternakan pada dasarnya penting untuk dilakukan karena sub sektor

ini memiliki peranan yang strategis bagi bangsa Indonesia. Peranan strategis ini

setidaknya dapat dilihat pada 4 (empat) hal. Pertama, sub sektor ini diharapkan

memperbaiki/meningkatkan konsumsi dan distribusi gizi (protein) hewani. Kedua,

untuk meningkatkan pendapatan petani/peternak yang pada gilirannya dapat

meningkatkan kesejahteraan keluarga petani dan masyarakat.

Salah satu jenis ternak yang bernilai ekonomi tinggi adalah ternak sapi. Budi

Gusdiansah (2003) mengungkapkan, jika dilihat dari segi ekonomi, ternak sapi

(3)

mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi dibanding dengan kerbau. Keunggulan lain

dari usaha ternak sapi adalah karena sapi mudah dipelihara baik pada daerah yang

mempunyai lahan pertanian sempit maupun daerah yang padat penduduknya

Permintaan terhadap daging sapi dibanding dengan daging ternak lainya memiliki

persentase terbesar yaitu sebesar 88,6 persen dari total permintaan daging ternak

ruminansia (Direktorat Jendral Peternakan, 2012) Pada tahun 2000 konsumsi daging

sapi per kapita adalah 1,72 kg/kapita/tahun sementara pada tahun 2010 meningkat

menjadi

2,72 kg/kapita/tahun,

yaitu dengan peningkatan pertahunnya 0,1

kg/kapita/tahun. Populasi sapi potong 14,8 juta ekor dengan produksi daging sebesar

654,4 ribu ton/tahun dengan jumlah penduduk sebesar 242,4 juta orang (Direktorat

Jendral Peternakan, 2012).

Kebutuhan akan daging sangat erat kaitanya dengan suplai daging dari dalam

negeri, tapi sejauh ini permintaan daging dalam negeri belum diimbangi dengan suplai

yang memadai, Khusus untuk sapi potong pemerintah Indonesia sejak tahun 2004 yang

lalu mencanangkan swasembada daging sapi secepat mungkin, walaupun diakhir tahun

2010 pencapaiannya masih sangat jauh di bawah target yang diinginkan, sehingga target

pencapaian tersebut dijadwalkan ulang sampai tahun 2014 (Mohamad Agus Setiadi dkk,

2012).

Swasembada daging sapi merupakan tekad yang dicanangkan oleh pemerintah

pusat sebagai pemacu pengembangan wilayah dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini

juga mendorong untuk mengembalikan Indonesia sebagai eksportir sapi seperti pada

masa yang lalu dengan tujuan kemandirian pangan

Kabupaten Tasikmalaya merupakan salah satu kawasan andalan Priangan Timur

yang memiliki potensi cukup besar dalam pengembangan peternakan, karena tersedia

sumberdaya yang sangat potensial dan lingkungan agroklimat yang mendukung upaya

pengembangan sapi potong. Sebagai komoditas peternakan yang potensial, sapi potong

diharapakan mampu menjadi salah satu komoditas unggulan bagi Kabupaten

Tasikmalaya khususnya Cikatomas.

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus

pada peternak sapi di Kelompok Tani Ternak Jayamukti di Desa Linggalaksana,

Kecamatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya. Pemilihan kelompok dilakukan secara

(4)

purvosive berdasarkan pertimbangan bahwa kelompok tersebut merupakan kelompok

yang mempunyai prestasi diantara Kelompok yang ada di Kecamatan Cikatomas.

Jumlah seluruh peternak di Kelompok Tani Ternak Jayamukti adalah 25 peternak.

Dari 25 peternak tersebut diambil tiga peternak responden, ditentukan secara purposive

sampling, yaitu pemilihan responden atas dasar kesamaan waktu dalam proses periode

produksi penggemukan sapi potong pada bulan Juni sampai November 2012.

Data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan analisis usahatani yang

meliputi analisis biaya, penerimaan, pendapatan, dan R/C ratio. Menurut Ken Suratiyah

(2006), analisis data yang dimaksud dijabarkan sebagai berikut :

1) Untuk menghetahui besarnya biaya dihitung dengan rumus sebagai berikut :

TC = TFC + TVC

Dimana:

TC

= Total Cost (biaya total)

TFC = Total Fixed Cost (biaya tetap total)

TVC = Total Variable Cost (biaya variable total)

2) Untuk menghetahui besarnya penerimaan dihitung dengan rumus sebagai berikut :

TR = Y. Py

Dimana:

TR = Total Revenue (penerimaan total)

Y = Jumlah Produk (ekor)

Py =

Harga Produk (Rp/ekor)

3) Untuk mengetahui besarnya R/C dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut :

Biaya

Penerimaan

C

R

/

Dengan ketentuan :

- Apabila R/C >1, maka usahatani tersebut menguntungkan.

- Apabila R/C =1, maka usahatani tersebut tidak untung tidak rugi.

- Apabila R/C <1, maka usahatani tersebut merugi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

a) Iklim

Indonesia tergolong sebagai wilayah yang cocok untuk usaha penggemukan sapi

potong karena iklimnya adalah iklim tropis, Produktivitas sapi akan maksimal jika

mereka hidup di lingkungan yang nyaman dan tidak perlu beradaptasi dengan

lingkungan baru. Jika dua hal tersebut tidak didapatkan, sapi akan stres dengan

tanda-tanda di antaranya adalah dengan naiknya suhu tubuh. Akibatnya sapi harus

mengeluarkan air agar suhu tubuh normal melalui kelenjar, paru-paru ataupun mulut.

(5)

Akibatnya, energi yang seharusnya menunjang produktvitas justru digunakan untuk

menahan panas tubuh. (As Sudarmono, 2010)

b). Bakalan Sapi

Pemilihan bakalan yang dilakukan oleh para peternak di kelompok dirasa cukup

sulit sebab diperlukan pengetahuan, pengalaman dan kecakapan yang cukup. Akan

tetapi, ketersediaan bibit yang bagus memang keberadaannya cukup sulit. Kriteria yang

digunakan para peternak responden dalam memilih sapi bakalan adalah dilihat dari

bakalan yang sehat, bagus, bentuk badannya gemuk dan murah.

c). Pemberian Pakan dan Minum

Jenis pakan yang diberikan para peternak pada sapi adalah berupa pakan hijauan

saja. Pakan hijauan ini adalah berupa rumput gajah yang diberikan setiap dua kali sehari

yaitu pagi dan sore hari. Banyaknya rumput yang diberikan adalah sebanyak 50

kilogram per satu kali makan. Jadi di dalam satu hari peternak harus mencari rumput

gajah sebanyak 100 kilogram.

d) Sistem Penggemukan Sapi

Sistem penggemukan yang dilakukan di kelompok penelitian adalah dry lot

fattening yaitu sapi yang digemukan ditempatkan di dalam kandang sampai bobot sapi

yang diinginkan tercapai dan pemberian pakan dilakukan di dalam kandang, namun

pakan yang diberikan hanyalah pakan hijauan saja yang bisa diperoleh tanpa

mengeluarkan biaya yang besar dan bisa didapat di daerah sekitar.

e) Kebersihan Kandang

Lingkungan peternakan harus bersih dan sehat supaya terbebas dari penyakit.

Ternak-ternak yang dipelihara harus dalam keadaan yang sehat, begitu pula dengan

peternak yang selalu berhubungan langsung dengan ternak harus dalam keadaan yang

sehat. Untuk kebersihan kandang sapi, peternak selalu membersihkan kandangnya dari

kotoran sapi setiap hari.

f) Pemberian Vitamin dan Obat-obatan

Vitamin dibutuhkan oleh ternak agar dapat hidup dan tumbuh secara normal.

Vitamin tidak menghasilkan energi, tetapi diperlukan untuk pengaturan metabolisme.

Meskipun vitamin dibutuhkan dalam jumlah yang kecil tetapi jika kekurangan vitamin

maka akan menimbulkan akibat yang parah.

(6)

Kotoran ternak sejauh ini masih dianggap sebagai limbah yang mencemari

lingkungan perkandangan. Padahal kotoran sapi masih bisa diolah menjadi produk yang

memiliki nilai jual. Para peternak di kelompok ini memanfaatkan kotoran sapi menjadi

pupuk kandang.

h) Lamanya Penggemukan Sapi

Waktu yang dibutuhkan untuk penggemukan setiap sapi tidak selalu sama.

Perbedaan waktu bagi penggemukan sapi yang satu dengan yang lain ini dipengaruhi

oleh berbagai faktor, seperti umur, kondisi dan berat badan sapi pada awal

penggemukan, jenis kelamin, kualitas bibit dan mutu pakan. Lama penggemukan sapi

potong yang dilakukan oleh peternak adalah selama enam sampai tujuh bulan, karena

sapi bakalan yang dibeli berumur muda yakni satu tahun.

i) Kriteria Sapi Potong Layak Jual

Kriteria sapi yang sudah layak untuk dijual mengacu pada batasan umur sapi yang

layak dipotong yakni berumur dua sampai dua setengah tahun. Adapun batasan dalam

penjualan sapi potong yang ada di kelompok adalah sudah berumur satu tahun lebih,

bentuk badan yang besar, tingkat penawaran harga yang ditawarkan dari bandar cukup

tinggi.

j) Kendala Usaha Ternak Sapi Potong

Kendala usaha ternak sapi potong yang dialami para peternak adalah dalam hal

teknik pemeliharaan yang baik dan benar, informasi terbaru, sulitnya mendapatkan bibit

yang berkualitas, ketersediaan obat-obatan dan vitamin yang terbatas. Dalam hal teknik

pemeliharaan peternak masih kekurangan informasi mengenai teknik pemeliharaan yang

baik dan benar sehingga para peternak sering sekali merasa ketakutan bobot sapi potong

yang dipeliharanya tidak sesuai dengan standar. Para peternak juga masih kekurangan

informasi terbaru, baik itu dari segi teknologi pemeliharaan maupun harga sapi di

pasaran. Kendala lain yang dihadapi para peternak adalah dalam hal sulitnya

mendapatkan bibit yang berkualitas yang akan berimbas pada bobot akhir sapi serta

penyediaan vitamin dan obat-obatan yang masih terbatas di kelompok

Kendala Pemasaran

Transaksi yang dilakukan dalam penjualan sapi potong ini adalah secara tunai.

Kendala yang dihadapi kelompok Ternak Jayamukti dalam penjualan sapi potong

adalah kurangnya informasi pasar, seperti pengetahuan struktur pasar, penampilan

(7)

produk dan pelaksanaan pemasaran sehingga harga sering ditentukan sepihak oleh pihak

bandar. Struktur pasar di sini berkaitan dengan persaingan antara penjual dan pembeli

dalam produknya. Kekuatan pasar ini akan sangat berpengaruh terhadap harga dan

jumlah produk yang beredar di pasar. Secara umum, struktur pasar ini disebabkan oleh

jumlah penjual dan pembeli yang bermain di pasar tersebut, tingkat perkembangan

biaya dan harga produk serta tingkat permintaan dan penawaran.

Analisis Kelayakan

Analisis usaha penggemukan sapi potong pada prinsipnya ditujukan untuk

mencapai keuntungan yang maksimal dengan cara pengelolaan yang sebaik-baiknya.

Analisis usaha di sini ditekankan pada usaha penggemukan sapi potong. Sebagaimana

dengan usaha yang bergerak dibidang produksi, keuntungan usaha penggemukan sapi

ditentukan oleh penerimaan dan biaya produksi. Jumlah sapi yang dijual pada periode

produksi dari bulan Juni sampai November sebanyak tiga ekor yang terdiri dari Sapi

Lokal (sapi Jawa), Sapi Brahman dan Sapi Peranakan Ongole (PO).

1. Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan sejumlah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha

ternak. Biaya ini terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan

biaya yang dikeluarkan untuk sarana produksi, diantaranya adalah sewa lahan, peralatan

yang digunakan dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sementara biaya variabel adalah

biaya yang dikeluarkan secara berulang-ulang, diantaranya adalah bakalan, pakan,

vitamin dan obat-obatan, tenaga kerja dan biaya pemasaran.

a. Biaya Tetap

Biaya tetap yang dikeluarkan terdiri dari penyusutan kandang, penyusutan alat,

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), iuran kelompok dan bunga modal. Biaya tetap untuk

setiap jenis sapi biaya tetap yang dikeluarkan selama masa penggemukan sapi potong

untuk jenis Sapi Lokal sebesar Rp 172.584, Sapi Brahman sebesar Rp 179.625 dan Sapi

Peranakan Ongole (PO) sebesar Rp 166.708.

Perbedaan biaya tetap ini dikarenakan adanya perbedaan dalam biaya yang

digunakan untuk pembuatan kandang dan harga peralatan yang dibeli oleh setiap

peternak untuk masing-masing jenis sapi. Iuran Kelompok yang dibayarkan peternak

kepada kelompok sebesar Rp 50.000,. Besarnya iuran terbentuk atas kesepakatan antara

(8)

kelompok dengan anggota. Pembayaran iuran kelompok ini dilakukan setelah peternak

menjual sapi potongnya. Iuran tersebut masuk ke dalam kas kelompok.

Tabel 1. Biaya Tetap Usaha Ternak Penggemukan Sapi Potong di Kelompok Tani

Ternak Jayamukti.

No Jenis Biaya (Rp Jenis Sapi

Lokal Brahman PO 1 Penyusutan Kandang 70.000 80.000 70.000 2 Penyusutan Peralatan 40.500 37.150 34.950 3 PBB Kandang 2.500 2.500 2.500 4 Iuran Kelompok 50.000 50.000 50.000 Jumlah 163.000 169.650 157.450 5 Bunga Modal (5,88%) 9.584 9.975 9.258 Jumlah Total (Rp) 172.584 179.625 166.708 Sumber : Data Primer Diolah, 2013

b. Biaya Variabel

Biaya variabel yang dikeluarkan terdiri dari harga bakalan, pakan hijauan, vitamin

dan obat-obatan, tenaga kerja, biaya pemasaran dan bunga modal. Biaya variabel untuk

setiap jenis sapi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Biaya Variabel Usaha Ternak Penggemukan Sapi Potong di Kelompok Tani

Ternak Jayamukti.

No Jenis Biaya Jenis Sapi

Lokal Brahman PO

Jumlah Nilai (Rp) Jumlah Nilai (Rp) Jumlah Nilai (Rp) 1 Bakalan (ekor) 1 4.000.000 1 7.000.000 1 4.000.000 2 Pakan (Kg) 14.640 1.464.000 18.300 1.830.000 18.300 1.830.000 3 Vitamin (frekuensi) 1 15.000 2 30.000 2 30.000 4 Tenaga Kerja (HOK) 183 915.000 183 915.000 183 915.000 5 Biaya Transport - 100.000 - 100.000 - 100.000 Jumlah 6.494.000 9.875.000 6.875.000 6 Bunga Modal (5,88%) - 381.847 - 580.650 - 404.250 Jumlah Total 6.875.847 10.455.650 7.279.250 Sumber : Data Primer Diolah, 2013

Pada Tabel 2 menunjukan bahwa biaya variabel yang dikeluarkan selama masa

penggemukan sapi potong untuk jenis Sapi Lokal sebesar Rp 6.875.847, Sapi Brahman

sebesar Rp 10.455.650 dan Sapi Peranakan Ongole (PO) sebesar Rp 7.279.250.

Perbedaan biaya variabel ini disebabkan adanya perbedaan harga bakalan yang dibeli,

pakan yang diberikan setiap harinya dan frekuensi pemberian vitamin.

(9)

Perbedaan harga bakalan yang dibeli peternak dari setiap jenis sapi dipengaruhi

oleh jenis bakalan tersebut. Jenis sapi Brahman mempunyai bentuk badan yang besar

dan berisi, jadi bobotnya pun besar sehingga harga dari bakalan Brahman pun menjadi

tinggi. Sedangkan sapi Lokal dan sapi PO bentuk badannya relatif sama yakni badanya

kecil.

2. Penerimaan, Pendapatan dan R/C dari Usaha Penggemukan Sapi Potong

Penerimaan dari usaha penggemukan sapi potong berupa penjualan sapi hidup.

Potensi lain dari penggemukan sapi potong ini adalah dari pupuk kandangnya. Akan

tetapi pupuk kandang tersebut belum mempunyai nilai ekonomi karena pupuk kandang

yang dihasilkan tidak dijual, melainkan digunakan untuk keperluan pertaniannya.

Penerimaan setiap jenis sapi tersaji pada Tabel 3.

Jika besarnya penerimaan dan biaya produksi telah diketahui, maka dapatlah

dihitung besarnya pendapatan yang diperoleh dalam usaha penggemukan sapi potong

tersebut. Besarnya pendapatan yang diperoleh dalam usaha penggemukan sapi potong

selalu berubah dari tahun ke tahun sejalan dengan terjadinya perubahan harga sarana

produksi maupun harga penjualan sapi yang digemukan. Pendapatan setiap jenis sapi

tersaji pada Tabel 3.

Analisis usaha digunakan untuk melihat kelayakan sebuah usaha yang akan

dijalankan atau dikembangkan. Ada beberapa indikator yang bisa digunakan untuk

mengukur kelayakan sebuah usaha, diantaranya yaitu revenue cost ratio (R/C ratio)..

Pendapatan untuk setiap jenis sapi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Penerimaan, Pendapatan dan R/C Usaha Ternak Penggemukan Sapi Potong di

Kelompok Tani Ternak Jayamukti.

No Uraian Jenis Sapi

Lokal Brahman PO 1 Bobot Awal (Kg) 140 200 160 2 Kenaikan Bobot (Kg) 110 170 140 3 Bobot Akhir Sapi (Kg) 250 370 300 4 Penerimaan (Rp) 8.500.000 11.000.000 11.025.000 5 Biaya (Rp) 7.048.431 10.635.958 7.445.958 6 Pendapatan (Rp) 1.456.569 364.725 3.579.042 7 R/C 1,20 1,03 1,48 Sumber : Data Primer Diolah, 2013

Angka kenaikan bobot dari setiap jenis sapi mulai dari awal penggemukan sampai

akhir dapat dilihat pada Tabel 3, yaitu untuk kenaikan bobot sapi Lokal sebesar 110

kilogram, sapi Brahman 170 kilogram dan sapi Peranakan Ongole (PO) 140 kilogram.

(10)

Perbedaan bobot sapi dapat terlihat pada setiap jenis sapi meskipun periode produksinya

sama. Perbedaan tersebut dikarenakan beberapa faktor diantaranya pemberian

obat-obatan, pakan dan dari jenis sapinya yang unggul. Menurut Edy Rianto Endang

Purbowati (2009), pertambahan bobot badan per hari rata-rata masing-masing antara

0,61 kg per hari dan 0,80 kg per hari.

Pada Tabel 3 dapat terlihat bahwa penerimaan untuk sapi Lokal sebesar Rp

8.500.000, sapi Brahman sebesar Rp 11.000.000 dan sapi Peranakan Ongole (PO)

sebesar Rp 11.025.000. Perbedaan dalam penerimaan ini karena harga jual sapi berbeda.

Selain itu, bobot akhir dari sapi juga sangat mempengaruhi besar kecilnya penerimaan

yang akan diterima oleh peternak. Penerimaan yang di dapat sapi PO lebih besar dari

sapi Brahman dan Lokal karena harga sapi PO per kilogramnya lebih tinggi, yakni Rp

36.750 per kilogram.

Tabel 3 menunjukan bahwa pendapatan yang diperoleh dari penggemukan Sapi

Lokal sebesar Rp 1.451.569, Sapi Brahman sebesar Rp 364.725 dan Sapi Peranakan

Ongole (PO) sebesar Rp 3.579.042. Perbedaan pendapatan yang diperoleh peternak

dipengaruhi oleh besar kecilnya biaya yang telah dikeluarkan dan penerimaan dari

penjualan sapi potong dari setiap peternaknya.

Tabel 3 menunjukan bahwa R/C Sapi Lokal sebesar 1,20 ini berarti setiap satu

rupiah biaya yang dikeluarkan akan mendapatkan penerimaan sebesar dua puluh rupiah.

R/C Sapi Brahman sebesar 1,03 ini berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan

akan mendapatkan penerimaan sebesar tiga rupiah. R/C Sapi peranakan Ongole (PO)

sebesar 1,48 ini berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan mendapatkan

penerimaan sebesar empat puluh delapan rupiah. Berdasarkan hasil analisis usaha,

penggemukan sapi potong jenis Sapi Lokal, Sapi Brahman dan Sapi Peranakan Ongole

(PO) yang dilakukan oleh ketiga peternak ini layak untuk diusahakan.

Tabel 4. Penerimaan, Pendapatan dan R/C Usaha Ternak Penggemukan Sapi Potong di

Kelompok Tani Ternak Jayamukti dengan potongan 30% .

No Uraian Jenis Sapi

Lokal Brahman PO 1 Bobot Awal (Kg) 140 200 160 2 Kenaikan Bobot (Kg) 110 170 140 3 Bobot Akhir Sapi (Kg) 250 370 300 4 Penerimaan (Rp) 5.950.000 7.700.000 7.717.500 5 Biaya (Rp) 7.048.431 10.635.958 7.445.958 6 Pendapatan (Rp) (1.098.431) (2.935.275) 271.542 7 R/C 0,84 0,72 1,04

(11)

Pada Tabel 4 dapat terlihat bahwa penerimaan untuk sapi Lokal sebesar Rp

5.950.000, sapi Brahman sebesar Rp 7.700.000 dan sapi Peranakan Ongole (PO) sebesar

Rp 7.717.500. Sedangkan pendapatan yang diperoleh dari penggemukan Sapi Lokal

sebesar Rp (1.098.431), Sapi Brahman sebesar Rp (2.935.275) dan Sapi Peranakan

Ongole (PO) sebesar Rp 271.542. Sehingga R/C untuk Sapi Lokal sebesar 0,84 ini

berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh kerugian sebesar

enam belas rupiah, R/C Sapi Brahman sebesar 0,72 ini berarti setiap satu rupiah biaya

yang dikeluarkan akan memperoleh kerugian sebesar dua puluh delapan rupiah, R/C

Sapi peranakan Ongole (PO) sebesar 1,04 ini berarti setiap satu rupiah biaya yang

dikeluarkan akan mendapatkan penerimaan sebesar empat rupiah. Berdasarkan hasil

analisis usaha yang telah dipotong 30 persen, maka sapi Lokal dan Brahman mengalami

kerugian, sedangkan sapi jenis PO masih menguntungkan.

Tabel 5. Penerimaan, Pendapatan dan R/C Usaha Ternak Penggemukan Sapi Potong di

Kelompok Tani Ternak Atas Biaya Tunai.

No Uraian Jenis Sapi

Lokal Brahman PO 1 Bobot Awal (Kg) 140 200 160 2 Kenaikan Bobot (Kg) 110 170 140 3 Bobot Akhir Sapi (Kg) 250 370 300 4 Penerimaan (Rp) 8.500.000 11.000.000 11.025.000 5 Biaya (Rp) 4.287.584 7.309625 4.296.708 6 Pendapatan (Rp) 4.212.416 3.690.375 6.728.292

7 R/C 1,38 1,05 1,79

Sumber : Data Primer Diolah, 2013

Pada Tabel 5 dapat terlihat bahwa penerimaan untuk sapi Lokal sebesar Rp

8.500.000 sapi Brahman sebesar Rp 11.000.000 dan sapi Peranakan Ongole (PO)

sebesar Rp 11.025.000. Sedangkan pendapatan yang diperoleh dari penggemukan Sapi

Lokal sebesar Rp 4.212.416 Sapi Brahman sebesar Rp 3.690.375 dan Sapi Peranakan

Ongole (PO) sebesar Rp 6.728.292. Sehingga R/C untuk Sapi Lokal sebesar 1,38 ini

berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar

sembilan puluh delapan rupiah, R/C Sapi Brahman sebesar 1,05 ini berarti setiap satu

rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar lima puluh empat

rupiah, R/C Sapi peranakan Ongole (PO) sebesar 1,79 ini berarti setiap satu rupiah

biaya yang dikeluarkan akan mendapatkan penerimaan sebesar seratus lima puluh enam

ripiah.

(12)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka simpulan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Secara umum teknis pemeliharaan penggemukan sapi potong yang dilaksanakan

oleh responden masih bersifat tradisional dan masih ada beberapa hal yang menjadi

kendala yakni dalam hal mendapatkan bibit yang berkualitas, ketersedian vitamin

dan obat-obatan dan harga pakan konsentrat yang mahal.

2. Nilai R/C aktual Usaha Penggemukan Ternak Sapi Potong untuk tiga jenis sapi

tersebut layak, tetapi apabila mendapatkan potongan sebesar 30 persen maka

menjadi tidak layak . R/C atas biaya tunai memiliki nilai tertinggi, pada kondisi ini

menunjukkan bahwa Usaha Penggemukan Sapi tersebut berpotensi sebagai

pendapatan peternak yang bersumber dari tenaga kerja keluarga yang digunakan

dalam Usaha Penggemukan Sapi Potong.

Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan, maka saran yang dapat diberikan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Kelompok harus bisa menyediakan bakalan yang berkialitas dan Bagi para

penyuluh lebih intensif lagi dalam melakukan penyuluhan dan cepat menyampaikan

teknologi terbaru dalam hal memperbaharui teknik pemeliharaan sapi potong.

2. Bagi para peternak disarankan untuk memperbesar skala usahanya dan lebih aktif

dalam mencari informasi pasar terutama yang berkaitan dengan harga jual sapi.

DAFTAR PUSTAKA

As Sudarmono. 2010. Pengaruh Iklim Pada Sapi Potong. Online. Tersedia:

http://duniasapi.com/id/budidaya/943-jenis-iklim-untuk-ternak-sapi.html

Budi Gusdiansah. 2003. Evaluasi Proyek. Pionir Jaya. Bandung.

Direktorat Jendral Peternakan. 2012. Data dan Fakta Daging. (Online). Tersedia:

http://syahyutidaging.blogspot.com/2012/09/konsumsi-daging-sapi-per-kapita-1984.html.

Edy Rianto dan Endang Purbowati. 2009. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar

Swadaya. Bogor.

Ken Suratiyah. 2006. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mohamad Agus Setiadi, Gumbira Sa’id, Kurnia Achjadi. 2012. Sapi Dari Hulu Kehilir

dan Info Mancanegara. Penerbit Agriflo (Penebar Swadaya). Jakarta.

Purnomo Arbi. 2009. Analisis Kelayakan dan Strategi Pengembangan Usaha Ternak

Sapi Potong. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Skripsi.

Dipublikasikan.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil kerja siswa dilihat dari kemampuan memecahkan masalah diketahui bahwa untuk soal nomor 1 terdapat 15 siswa yang tidak melakukan tahapan memahami

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan: 1).Dengan pemberian reward dan punishment akan mendorong karywan untuk dapat melaksanakan tugas

Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Karya Satya adalah PNS yang telah bekerja dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik

Untuk perilaku seksual sehat berarti siswa memiliki kecenderungan perilaku untuk menjaga kebersihan pakaian dalam, menghindarkan diri dari obat pemutih wajah atau kulit, selalu

DC. Stapf.) terhadap pembentukan granuloma pada tikus putih betina inflamasi akibat penanaman butiran kapas yang telah dicelupkan ke dalam suspensi kaolin I 0%. Ekstrak

VII, Nomor 35, 15 Nubuwwah 1392 HS/November 2013 10 ini, dan semua yang terjadi ini telah diberitahukan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as dan beliau tampilkan di hadapan kita dan untuk

--- = tidak termasuk di dalam penelitian.. kerja yang tinggi. Selain itu, penduduk miskin di Indonesia sebagian besar bekerja pada sektor pertanian. Bidang pendidikan dan

Pada kelas eksperimen dapat disimpulkan bahwa strategi jumput efektif dalam pemebelajaran Bahasa indonesia materi membaca puisi “Tanah Air Mata” karya Sutardji Calzum