• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI KEBUDAYAAN DAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL KANCING YANG TERLEPAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NILAI-NILAI KEBUDAYAAN DAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL KANCING YANG TERLEPAS"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI KEBUDAYAAN DAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL

KANCING YANG TERLEPAS KARYA HANDRY TM SERTA RELEVANSINYA

DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA

(Kajian Antropologi Sastra)

Titi Setiyoningsih Universitas Sebelas Maret titisetiyoningsih@yahoo.co.id Abstract The purpose of this study to describe and explain: (1) the complexity of the ideas in the novel Kancing yang Terlepas by Handry TM, (2) the complexity of the characters activity in the novel Kancing yang Terlepas by Handry TM, (3) the complexity of culture results in a novel Kancing yang Terlepas by Handry TM, (4) the values of character education in the Kancing yang Terlepas by Handry TM, and (5) the relevance of the novel Kancing yang Terlepas by Handry TM with high school learning. The results of this study indicate that: (1) the complexity of the ideas in the Kancing yang Terlepas by Handry TM are the idea of a religious system, human life, human relationships, mankind’s view of the universe, and man’s work, (2) the complexity of the characters activity in the novel Kancing yang Terlepas by Handry TM are the activities associated with the religious system, kinship, arts, livelihood systems, and politics, (3) the complexity of culture in the novel Kancing yang Terlepas by Handry are culture in the form of religion, language, system of knowledge, technology, and arts, (4) the value of character education in the novel Kancing yang Terlepas by Handry are tolerance, discipline, hard work, creativity, curiosity, friends/communicative, love peace, love reading, and social care, (5) novel Kancing yang Terlepas by Handry can used as teaching materials in the high school class XI and XII. Keywords: novel, the complexity of the idea, the complexity of the activity, the complexity of the results of culture, anthropology literature, the value of character education Abstrak Tujuan penelitian ini mendeskripsikan dan menjelaskan: (1) kompleksitas ide dalam novel Kancing yang Terlepas karya Handry TM, (2) kompleksitas aktivitas tokoh dalam novel Kancing yang Terlepas karya Handry TM, (3) kompleksitas hasil budaya dalam novel Kancing yang Terlepas karya Handry TM, (4) nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel Kancing yang Terlepas karya Handry TM, dan (5) relevansi novel Kancing yang Terlepas karya Handry TM dengan pembelajaran sastra di SMA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) kompleksitas ide novel Kancing yang Terlepas karya Handry TM meliputi, ide tentang sistem religi, hidup manusia, hubungan antarmanusia, pandangan manusia terhadap alam semesta, dan karya manusia, (2) kompleksitas aktivitas tokoh novel Kancing

yang Terlepas karya Handry TM antara lain meliputi aktivitas yang berhubungan dengan sistem

religi, kekerabatan, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, dan politik, (3) kompleksitas hasil budaya novel Kancing yang Terlepas karya Handry TM dibagi dalam beberapa jenis, yakni hasil budaya berbentuk sistem religi, bahasa, sistem pengetahuan, teknologi, dan kesenian. (4) nilai pendidikan karakter yang ditemukan dalam novel Kancing yang Terlepas karya Handry TM meliputi, nilai toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, rasa ingin tahu, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, dan peduli sosial, (5) novel Kancing yang Terlepas karya Handry TM dapat dijadikan sebagai bahan ajar dalam pembelajaran sastra di SMA kelas XI dan XII. Kata kunci: novel, kompleksitas ide, kompleksitas aktivitas, kompleksitas hasil budaya, antropologi sastra, nilai pendidikan karakter Pendahuluan Karya sastra merupakan re leksi kehidupan manusia yang memuat ajaran dan nilai hidup dalam suatu masyarakat. Meskipun karya sastra bersifat imajinatif, sebuah karya sastra tidak akan pernah lepas dari kehidupan yang sesungguhnya karena secara tidak langsung sebuah karya sastra merupakan proyeksi dari kehidupan nyata. Selain bersifat menghibur karena sifatnya yang imajinatif, sebuah karya sastra juga memiliki fungsi pengajaran.

(2)

Pamela (2003: 65) berpendapat bahwa kesusastraan dipahami bukan saja sebagai suatu produk konsumsi dan hiburan, melainkan lebih sebagai bagian penting dari usaha membangun bangsa (nation building). Hal ini dikarenakan dalam sastra, kebudayaan-kebudayaan lokal di Indonesia yang beraneka ragam termuat dalam satu istilah yaitu ‘sastra Indonesia’. Senada dengan Pamela, Dubghail (2012: 61) mengatakan bahwa sulit untuk memisahkan antara antropologi dan sastra apabila kita setuju bahwa etnogra i merupakan dasar dari sebuah karya sastra. Hal tersebut ditunjukkan oleh Timothy Mo, seorang penulis asal Cina, dalam novelnya yang bercerita mengenai kehidupan masyarakat Cina di negara Barat (Angela 2008: 154).

Menurut Suyitno (2014: 34) in the literary world, there is no single interpretation. Sebuah karya sastra bisa dibahas atau diteliti melalui berbagai pendekatan yang berkaitan dengan segala hal yang menyangkut kehidupan manusia atau masyarakat. Sosiologi sastra, psikologi sastra, dan antropologi sastra, sebagai ilmu sosial humaniora jelas mempermasalahkan manusia. Perbedaannya, sosiologi sastra mempermasalahkan masyarakat, psikologi sastra pada aspek-aspek kejiwaan, sedangkan antropologi sastra pada kebudayaannya (Ratna, 2009: 353).

Dari berbagai pendekatan interdisipliner tadi, penelitian ini akan difokuskan pada pengkajian antropologi sastra sebuah karya iksi. Sebagaimana pendapat Endraswara (2013: 18) sastra memiliki ruh dan menyimpan ideologi kultural. Biasanya, para sastrawan juga lebih sensitif terhadap perubahan budaya. Itulah sebabnya sastra layak dipelajari melalui antropologi sastra. Antropologi adalah ilmu tentang manusia, bagaimana mereka bertindak secara simbolis. Tugas antropologi sastra adalah mengkaji keindahan unsur sastra yang dibangun atas konteks budaya. Perlu diingat bahwa manusia adalah makhluk berbudaya yang gemar berpikir, mencipta, belajar, dan berubah setiap saat. Kajian antropologi dimanfaatkan untuk mengungkap nilai-nilai budaya dalam sebuah karya sastra yang terbagi dalam wujud-wujud budaya. Menurut Koentjaraningrat (2009: 150-151) kebudayaan terbagi dalam tiga wujud, yakni (1) kompleksitas ide, gagasan, nilai, norma, dan peraturan; (2) kompleksitas aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat; (3) wujud isik atau benda karya manusia.

Novel Kancing yang Terlepas karya Handry TM adalah salah satu karya sastra yang bercerita kehidupan serta kebudayaan masyarakat Tionghoa di Indonesia dengan latar tempat kota Semarang pada tahun 1960-an menjelang masa orde baru. Sesuai dengan fungsinya, yaitu menjadi sarana pengajaran, di dalam setiap karya sastra terkandung nilai-nilai pendidikan karakter. Selain itu, karena mengandung nilai-nilai yang luhur, sastra dijadikan sebagai bahan ajar dalam dunia pendidikan, termasuk jenjang SMA. Sastra dalam pembelajaran memiliki banyak peran, salah satunya adalah sebagai wujud pelestarian budaya masyarakat Indonesia yang beragam.

Pembahasan

1. Kompleksitas Ide dalam Novel Kancing yang Terlepas Karya Handry TM

Hasil analisis terhadap novel Kancing yang Terlepas karya Handry TM, menunjukkan adanya kompleksitas ide sebagai salah satu wujud budaya Tionghoa yang bersifat tak benda. Kompleksitas ide yang terrepresentasi dalam novel ini, merupakan perwujudan unsur-unsur kebudayaan yang universal. Kompleksitas ide yang ditemukan berhubungan dengan persoalan, ide tentang sistem religi, ide tentang hidup manusia, ide tentang hubungan antarmanusia, ide tentang pandangan manusia terhadap alam semesta, dan ide tentang karya manusia. Ide sebagai wujud budaya Tionghoa tentang sistem religi yang terpresentasi dalam novel Kancing yang Terlepas muncul dalam dua bentuk ide. Ide yang berisi gagasan yang berhubungan dengan sistem kepercayaan, yaitu percaya pada makhluk gaib dan ide berupa gagasan yang berisi tata cara, peraturan ritual tahun baru Imlek dan upacara kematian. Ide tentang pandangan

(3)

hidup manusia, dinyatakan dalam beragam cara oleh pengarang, baik lewat narasi maupun dialog para tokohnya. Pandangan hidup manusia dalam etnis Tionghoa mengenal keseimbangan antara kebaikan dan keburukan. Secara umum, hubungan antarmanusia dalam masyarakat Pecinan memiliki konsep yang sama dengan masyarakat pada umumnya. Mereka menghargai orang yang mau berbaur dengan masyarakat dan mengucilkan orang yang menutup diri. Hal ini tampak jelas dari cara warga memperlakukan Tek Siang dengan pernah hormat karena Tek Siang pandai bergaul dengan masyarakat. Sebaliknya, masyarakat menganggap lalu kematian putra Tan Kong Gie karena mendiang dinilai jarang mau berbaur dengan masyarakat. Konsep tentang hubungan manusia dengan alam semesta tampak pada anggapan Boenga Lily mengenai kedatangan binatang kelelawar. Orang Tionghoa memiliki konsep bahwa semua binatang masing-masing memiliki makna. Pemaknaan setiap binatang nampak pada konsep shio. Sejak zaman purba bangsa Tionghoa menghitung jarak waktu dengan kesatuan yang terdiri atas 60 tahun. Tiap kesatuan itu terdiri dari 5 kali 12 tahun. Kedua belas tahun ini dilambangkan masing-masing dengan seekor binatang (Lan, 2013: 273).

Mengenai ide tentang karya manusia, pandangan para pemain orkes Cina, kegiatan berkesenian merupakan sebuah ritual rasa syukur mereka. Sedangkan tokoh Boenga Lily beranggapan karya manusia sebagai sarana untuk mencari na kah hidup dan juga untuk mencapai kehormatan dalam masyarakat.

2. Kompleksitas Aktivitas dalam Novel Kancing yang Terlepas Karya Handry TM

Wujud kedua dari kebudayaan adalah kompleksitas aktivitas sebagai wujud budaya etnis Tionghoa yang terpresentasi dalam novel Kancing yang Terlepas karya Handry TM. Aktivitas yang dimaksud, meliputi aktivitas yang berhubungan dengan sistem religi, aktivitas yang berhubungan dengan kekerabatan, aktivitas yang berhubungan dengan kesenian, aktivitas yang berhubungan dengan sistem mata pencaharian hidup, dan aktivitas yang berhubungan dengan politik. Temuan aktivitas sebagai wujud budaya yang berkenaan dengan sistem religi dalam novel Kancing yang Terlepas tampak pada bentuk kegiatan perayaan tahun baru Imlek, masa perkabungan, dan pemujaan leluhur.

Beberapa sebutan kekerabatan dalam novel Kancing yang Terlepas adalah panggilan ‘cik’ dan ‘koh’ atau ‘engko’. Kedua panggilan tersebut tidak hanya ditujukan untuk kerabat yang masih memiliki pertalian darah. Hal tersebut tampak pada novel Kancing yang Terlepas ketika Giok Hong memanggil Lena Teng dengan sebutan ‘cik’. Dalam bahasa Tionghoa, ‘cik’ merupakan nama untuk kakak perempuan. Dalam perkembangannya, panggilan ‘cik’ tidak hanya ditujukan untuk kakak perempuan kandung, namun juga untuk perempuan yang berusia lebih tua atau memiliki kedudukan tinggi. Sedangkan panggilan ‘koh’ atau ‘engko’ dalam bahasa Tionghoa berarti kakak laki-laki. Tetapi orang Tionghoa menyebutkan orang lain dengan sebutan ‘engko’. Panggilan ini menunjukkan bahwa orang yang diajaknya bicara berumur lebih tua dan merupakan sikap penghormatan akan orang yang diajak bicara. Aktivitas yang berhubungan dengan kesenian dalam novel Kancing yang Terlepas terdapat aktivitas kesenian sebagai salah satu wujud budaya Tionghoa. Aktivitas yang dimaksud berupa aktivitas menonton dan mempertunjukkan kesenian musik Orkes Cina. Temuan yang diperoleh dalam novel Kancing yang Terlepas karya Handry TM diketahui terdapat aktivitas yang berhubungan dengan sistem mata pencaharian hidup. Tergambar aktivitas masyarakat Tionghoa dalam mata pencaharian yang dominan adalah perdagangan.

Aktivitas politik antara lain berupa, aktivitas politik aktif, upaya pemerolehan dukungan politik, dan akibat pergeseran politik Indonesia bagi masyarakat etnis Tionghoa. Novel Kancing yang Terlepas berlatar tempat di kawasan Pecinan Semarang pada tahun 1960-an. Dalam

(4)

sejarah perkembangan masyarakat Tionghoa di Indonesia, pada tahun 1960 terdapat program pribumisasi pemerintah (Perpu no.10). Program tersebut berisi tentang mengebiri hak-hak warga Indonesia keturunan Cina (Lie, 2000: 4).

3. Kompleksitas Hasil Budaya dalam Novel Kancing yang Terlepas Karya Handry TM

Kompleksitas hasil budaya dalam makalah ini memilah lima unsur kebudayaan dalam novel Kancing yang Terlepas. Adapun pemilahan hasil budaya tersebut yaitu, hasil budaya berbentuk sistem religi, hasil budaya berbentuk bahasa, hasil budaya berbentuk sistem pengetahuan, hasil budaya berbentuk teknologi, dan hasil budaya berbentuk kesenian. Adapun rincian lengkap mengenai masing-masing bentuk kompleksitas hasil budaya tersebut dapat diamati dalam paparan berikut ini.

Kajian kompleksitas hasil budaya menganalisis adanya hasil budaya berupa benda atau sarana dalam bidang religi. Benda-benda tersebut merupakan benda yang dijadikan pelengkap dalam ritual keagamaan etnis Tionghoa. Dalam novel Kancing yang Terlepas terdapat benda hasil budaya berupa patung Dewa Dapur, hio atau dupa, tempat sesaji, kertas merah untuk doa, lampion, dan peti mati.

Wujud bahasa lisan dipresentasikan dalam bentuk tuturan antartokoh. Dalam kehidupan sehari-hari, orang Tionghoa di kawasan Pecinan Gang Pinggir menggunakan bahasa utama yaitu bahasa Indonesia. Namun, ada kalanya terdapat campur kode bahasa Jawa dan bahasa Tionghoa dalam dialog mereka. Hasil budaya berbentuk bahasa tulis berupa tulisan huruf Cina. Dalam novel Kancing yang Terlepas, wujud bahasa tulis disebutkan saat tokoh Ing Wen menerima kertas berisi doa berupa tulisan Tionghoa dari A Bing. Sedangkan bahasa Tionghoa yang bertuliskan huruf latin terdapat pada papan rumah Tek Siang yang bertulisan ‘Fan Mang De Shui Xin’. Tulisan tersebut dalam bahasa Indonesia memiliki arti ‘Gemericik Air yang Mengalir dari Hati’.

Sistem pengetahuan dalam novel Kancing yang Terlepas, masyarakat Tionghoa mengaplikasikan pemanfaatan pengetahuan tersebut dalam bentuk makanan olahan yaitu berupa ronde, onde-onde, kue keranjang, ca babi, mi bebek peking, produk olahan biokimia berupa arak dan sabun mandi RRT, obat-obatan berupa minyak adas dan racun semut Tiongkok.

Teknologi sebagai hasil budaya yang dikaji dalam novel Kancing yang Terlepas terbatas pada bentuk teknologi yang dihasilkan oleh masyarakat Tionghoa. Secara umum, hasil budaya berbentuk teknologi yang terdapat dalam novel Kancing yang Terlepas sudah dipengaruhi oleh kebudayaan asing. Akulturasi membuat warga Tionghoa tidak menutup diri atas perubahan sosial. Salah satunya dengan penggunaan hasil budaya Eropa, yakni sepeda motor dan mobil. Di sisi lain teknologi adopsi budaya asing di luar budaya asal Cina adalah penggunaan radio dan alat pemutar piringan hitam (gramofon). Kompleksitas hasil budaya berupa alat dan bentuk kesenian terdapat dalam kajian novel Kancing yang Terlepas karya Handry TM. Hasil budaya berbentuk kesenian antara lain berupa alat-alat musik, sastra, wayang, dan kerajian tangan. 4. Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Kancing yang Terlepas Karya Handry TM Berikut uraian temuan data yang mempresentasikan nilai-nilai pendidikan karakter. Dalam novel Kancing yang Terlepas pendidikan karakter disiplin terdapat pada tokoh Giok Hong dan Boenga Lily. Kedua tokoh tersebut selalu menjaga pola makan agar pita suara mereka senantiasa terdengar indah dan merdu. Nilai pendidikan karakter kerja keras dalam novel Kancing yang Terlepas ini dapat diambil dari tokoh Tek Siang, Boenga Lily, dan para pedagang di pasar tumpah. Kerja keras sudah menjadi bagian dari hidup para pedagang di pasar tumpah.

(5)

Para pedagang tidak pernah mengeluh tentang cuaca panas atau hujan. Pendidikan karakter kreatif dalam novel Kancing yang Terlepas ditunjukkan oleh tokoh Tek Siang. Tek Siang mampu mengungkapkan pandangan hidup dan rasa kagumnya pada seorang tokoh politik dalam lirik-lirik lagu yang diciptakannya. Pendidikan karakter rasa ingin tahu terdapat pada tokoh Tek Siang dalam menghadapi situasi politik Indonesia pada tahun 1960-an. Karena memiliki rasa ingin tahu mengenai perkembangan politik Indonesia, Tek Siang berupaya mencari informasi dengan bertanya pada teman-teman juga melalui radio gelap luar negeri. Pendidikan karakter bersahabat dalam novel Kancing yang Terlepas ditunjukkan oleh tokoh Boenga Lily. Secara eksplisit terlihat Boenga Lily tidak segan menjalin pertemanan dengan orang yang baru ditemuinya, yaitu Timoer Laoet. Cinta damai dalam novel Kancing yang Terlepas diperlihatkan melalui karakter tokoh yang mengutamakan perdamaian, yaitu Tan Kong Gie. Tan Kong Gie tidak mau terjadi keributan atau perselisihan karena dirinya. Tokoh yang digambarkan memiliki karakter gemar membaca ialah Timoer Laoet. Meskipun pekerjaannya adalah seorang pemain rebab, Timoer Laoet memiliki pengetahuan tentang ilmu ilsafat yang tinggi. Nilai pendidikan karakter peduli sosial dalam novel Kancing yang Terlepas dapat diambil dari perilaku tokoh Tan Kong Gie. Mengetahui Tek Siang sakit-sakitan, setiap sore Tan Kong Gie memberikan bubur secara gratis untuk Tek Siang. 5. Relevansi Novel Kancing yang Terlepas Karya Handry TM dengan Pembelajaran Sastra di SMA Novel Kancing yang Terlepas karya Handry TM jika dikaitkan dengan pembelajaran bahasa Indonesia kelas kelas XI Sekolah Menengah Atas (SMA) semester I dengan standar kompetensi (SK) memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan dengan kompetensi dasar (KD) antara lain: (a) menemukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik hikayat, (b) menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan, juga pada kelas XII Sekolah Menengah Atas (SMA) semester I dengan standar kompetensi (SK) memahami pembacaan novel dengan kompetensi dasar (KD) antara lain: (a) menanggapi pembacaan penggalan novel dari segi vokal, intonasi, dan penghayatan, (b) menjelaskan unsur intrinsik dari pembacaan novel. Berkaitan dengan hal tersebut novel Kancing yang Terlepas dapat dijadikan bahan ajar dalam pembelajaran sastra di SMA. Nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung di dalam novel relevan dengan pembelajaran sastra di SMA. Selain itu, nilai-nilai kebudayaan yang ada di dalam novel dapat dijadikan tambahan kajian dalam kelas XI dan XII jurusan bahasa di SMA. Penutup

Kompleksitas ide novel Kancing yang Terlepas karya Handry TM meliputi, ide tentang sistem religi, hidup manusia, hubungan antarmanusia, pandangan manusia terhadap alam semesta, dan karya manusia. Kompleksitas aktivitas tokoh antara lain yang berhubungan dengan sistem religi, kekerabatan, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, dan politik. Kompleksitas hasil budaya dibagi dalam beberapa jenis, yakni berbentuk sistem religi, bahasa, sistem pengetahuan, teknologi, dan kesenian.

Novel Kancing yang Terlepas karya Handry TM dapat dijadikan sebagai bahan ajar dalam pembelajaran sastra di SMA kelas XI dan XII karena novel tersebut mengandung nilai-nilai pendidikan karakter toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, rasa ingin tahu, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, dan peduli sosial.

Berdasarkan penelitian ini diharapkan siswa hendaknya memanfaatkan novel Kancing yang Terlepas untuk menambah wawasan mengenai kebudayaan etnis Tionghoa yang ada di Indonesia, guru dapat memanfaatkan novel Kancing yang Terlepas sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA, dan pembaca sebaiknya dapat mengambil nilai-nilai positif dan meninggalkan unsur-unsur negatif yang terdapat dalam novel Kancing yang Terlepas.

(6)

Daftar Pustaka

Allen, Pamela. 2003. “Sastra Diasporik?: Suara-Suara Tionghoa Baru di Indonesia”. Jurnal Antropologi Indonesia ke-3 Universitas Udayana. Dubhghaill, Sean O’. 2012. “Reduction and Representation: the Function(s) of Understanding and Comparison in, and between, Anthropology and Literature”. The International Journal of Comparative Research in Anthropology and Sociology. Vol.3 (2). Endraswara, S. 2013. Metodologi Penelitian Antropologi Sastra. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Koentjaraningrat. 1985. Budaya, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia. Lan, Joe Nio. 2013. Peradaban Tionghoa Selayang Pandang. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia). Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Antropologi Sastra, Peranan Unsur-unsur Kebudayaan dalam Proses Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Stanescu, Angela. 2010. “Chinese Culture in the Novels of Timothy Mo”. International Journal the Novel as A Vehicle of Cultural Anthropology.

Suryadinata, Leo. 2010. Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Suyitno dan Nugraha, Dipa. 2014. “Canonization of Four Indonesian Contemporary Novels Written in the 21st Century: Questioning Public Recognition and Acceptance Towards The

Ideas of Feminism”. Journal of Language and Literature, Vol 5 (1).

Referensi

Dokumen terkait

Melalui surat ini, izinkan kami untuk meminta sedikit waktu Bapak/Ibu untuk sudi kiranya menjawab beberapa pertanyaan dengan cara memberikan Nilai (skor) di setiap kolom yang

Hasil ini didukung oleh hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yunus (2012) yang juga mendapatkan hasil yang sama di mana peningkatan nilai hasil belajar kognitif

Menurut Tarigan (2008: 37), dilihat dari kemampuan membacanya, ada tiga jenis keterampilan membaca pemahaman, yaitu: (1) membaca literal, (2) membaca kritis, dan (3) membaca

Harapan saya semoga penelitian ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi

Different OGC specifications for WMS, WFS, WCS, CAT, GML, OWS_Common, and different versions of those specifications require different forms of CRS specification. It is a

Dari ketigapuluh data untuk setiap kombinasi diambil nilai rata-ratanya, sehingga data yang akan diolah tinggal 27 data seperti pada tabel 1.” Fuzzy logic dipergunakan

Penawaran produk KSP Gradiska kepada nasabah atau calon nasabah mempertimbangkan beberapa syarat. Syarat suatu produk adalah adanya atribut yang

proyek akhir dengan judul “ Pengujian Kinerja HFC-134a Refrigerant Motor pada AC Mobil Sistem (Percobaan Statis) dengan Variasi Kecepatan Motor ”.. dengan baik dan lancar