• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL PENELITIAN"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

50

Manajemen sistem trasnportasi pelabuhan diperlukan karena sesuai dengan kebijakan prioritas pembangunan Perhubungan Darat, dimana peran Pelabuhan Penyeberangan sebagai rangkaian jaringan transportasi nasional, yaitu:

1. Meningkatan Keselamatan TransportasiDarat.

2. Pemulihan kondisi armada angkutan jalan sesuai standar pelayananminimal.

3. Pembangunan perkotaan terutama di kota-kota besar diprioritaskan pada pengembangan angkutan massal (Bus Rapid Transit) berbasis jalan raya, menurunkan penggunaan kendaraan pribadi dan meningkatkan kehandalan angkutanumum.

4. Pelayanan keperintisan LLAJ danLLASDP.

5. Pembangunan ASDP diprioritaskan pada pengembangan armada angkutan SDP, rehabilitasi & pemeliharaan saranan dan prsaranana transportasi SDP, pengembangan saranan SDP; serta penyediaan sarana bantu navigasi beserta fasilitas penyeberangan di pulau-pulau terpencil dan di kawasan perbatasan.

Manajemen transportasi pada sebuah pelabuhan berhubungan erat dengan manajemen sistem parkir (kapal, container, dan kendaraan), manajemen waktu tunggu kapal, manajemen barang, faktor penyebab buruknya kinerja pelabuhan, manajemen terminal dan loading barang, dan manajemen storage operation. Pelayanan pelabuhan juga sangat dipengaruhi oleh beberapa hal tersebut, sehingga apabila pelayanan pelabuhan kurang baik maka hal yang sering kali terjadi adalah adanya antrean kendaraan di pelabuhan. Oleh karena itu manajemen transportasi yang baik sangat diperlukan oleh sebuahpelabuhan.

(2)

A. Manajemen Parkir (Kapal, Container, danKendaraan)

Kinerja sistem parkir sebuah pelabuhan mempengurhi kelancaran transportasi pada pelabuhan tersebut. Sistem parkir yang dimaksud adalah batasan waktu bagi sebuah kapal yang sedang merapat, jalur parkir kapal pada dermaga, serta teknis proses bongkar muat sebuhah kapal. Apabila sebuah pelabuhan memiliki sistem parkir yang baik tentu saja sebuah kapal dapat merapat atau melakukan bongkar-muat dengan mudah dan sesuai dengan schedule. Tetapi yang kerapkali terjadi di Indonesia adalah kapal – kapal seringkali harus menunggu dulu sebelum bisa merapat ke dermaga karena dermaga yang akan dituju masih digunakan oleh kapal lain yang sedang merapat. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah ada, manajemen parkir termasuk menjadi tolak ukur kinerja pelayanan sebuah pelabuhan. Menurut (Iksan, 2006) ada beberapa tolak ukur yang digunakan untuk mengukur performa sistem pelayanan pelabuhan, antara lain :

1. Rata – rata waktu pelayanan dalam satuperiode 2. Rata – rata panjangantrean

3. Jumlah customer yang dilayani setiapharinya

Demi lancarnya arus lalu lintas kapal di sebuah pelabuhan, diguanakanlah jasa pemanduan yang merupakan salah satu jasa kepelabuhanan yang memiliki peranan vital dalam aktifitas kapal di pelabuhan. Jasa Pemanduan adalah jasa kegiatan pemanduan yang dilaksanakan oleh Pandu dalam membantu Nahkoda agar olah gerak kapal dapat terlaksana dengan aman, tertib dan lancar (Sistem dan Prosedur Pelayanan Jasa Kapal dan Barang di lingkungan PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero) Cabang Tanjung Emas Semarang) (Eric, 2011). Petugas Pandu adalah pelaut nautis yang telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk melaksanakan tugas pemanduan. Dalam menunjang kegiatan pemanduan, petugas pandu juga dibekali dengan Sarana Bantu Pemanduan dan Prasarana Pemanduan. Sarana Bantu Pemanduan adalah alat yang secara langsung digunakan untuk membantu pandu dalam melaksanakan tugas-tugas pemanduan, misalnya Handy Talkie

(3)

dan Kapal Pandu. Prasarana Pemanduan adalah alat yang secara tidak langsung digunakan untuk membantu pandu dalam melaksanakan tugastugas pemanduan, misalnya seragam dan pelampung (Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 24 Tahun 2002). Arus lalu lintas dan pergerakan kapal selama di pelabuhan sangat bergantung pada petugas pemandu. Petugas pemandu dibantu oleh sarana dan prasarana yang ada memberikan petunjuk dan keputusan bisa atau tidaknya kapal merapat, melakukan bongkar muat, dan bergerak meninggalkan pelabuhan. Berikut adalah data pendapatan jasa pemanduan Cabang Pelabuhan Tanjung Emas Semarang periode tahun 2007 – 2009 adalah sebagai berikut:

Tabel 5.1 Data Pendapatan Jasa Pemanduan Periode Tahun 2007 – 2009

NO BULA N 2007 2008 2009 Gerakan Pendapatan (Rp) Gerakan Pendapatan (Rp) Gerakan Pendapatan (Rp) 1 Januari 367 511,367,000 461 811,166,000 443 756,214,000 2 Februari 416 640,344,000 380 767,885,000 422 696,776,000 3 Maret 445 696,330,000 536 921,299,000 517 893,123,000 4 April 372 581,874,000 499 795,730,000 458 857,433,000 5 Mei 445 658,559,000 444 775,602,000 435 711,174,000 6 Juni 350 566,562,000 414 848,099,000 501 802,313,000 7 Juli 384 682,227,000 424 824,253,000 385 760,388,000 8 Agustus 483 829,775,000 402 838,248,000 444 753,990,000 9 September 407 646,538,000 505 845,393,000 429 695,762,000 10 Oktober 464 740,706,000 424 625,235,000 473 815,238,000 11 November 490 846,235,000 450 745,162,000 514 838,050,000 12 Desember 458 864,534,000 440 1,040,076,000 531 844,881,000 5081 8,265,051,000 5,379 9,838,148,000 5,552 9,425,342,000

Sumber: Laporan Pendapatan Pemanduan Cab.Pelabuhan Tg.Emas Smg Th. 2007-2009

B. Waktu TungguKapal

Baik atau tidaknya sistem majamen transportasi sebuah pelabuhan, dapat dilihat dari waktu tunggu sebuah kapal untuk merapat. Semakin banyak

(4)

waktu yang dibutuhkan sebuah kapal untuk merapat berarti sistem menajeman transportasi pelabuhan tersebut masih kurang baik, sebaliknya bila semakin sedikit waktu yang diperlukan oleh sebuah kapal untuk merapat (atau bahkan dapat langsung merapat tanpa harus membuang waktu untuk menunggu) berarti sistem manajemen transportasi pelabuhan tersebut sudah baik. Menurut (Hermaini Wibowo, 2010) waktu tunggu (waiting time) kapal untuk merapat adalah waktu tunggu yang dikeluarkan oleh Kapal untuk menjalani proses kegiatan di dalam area perairan Pelabuhan, bertujuan untuk mendapatkan pelayanan sandar di Pelabuhan atau Dermaga, guna melakukan kegiatan bongkar dan muat barang di suatu Pelabuhan. Misalnya, Kapal yang tengah mengantri di perairan Lampu I mengajukan permohonan sandar kepada PT Pelindo III Cabang Tanjung Emas Semarang pada pukul 10.30 WIB. Kemudian petugas pandu datang menjemput Kapal pukul 11.30 WIB maka Waiting Time nya selama 1 jam. Jadi keterlambatan selama 1 jam dapat dikatakan sebagai waktu terbuang (non produktif) yang harus di emban oleh pihak Kapal, pihak pengusaha pelayaran atau pengirim barang (Shipper) yang telah menggunakan jasa fasilitas Pelabuhan, yang dikarenakan oleh faktor – faktor tertentu di Pelabuhan. Adapun Indikator kinerja pelayanan yang terkait dengan jasa Pelabuhan terdiri dari:

a) Approach Time (AT) atau waktu pelayanan pemanduan adalah jumlah waktu terpakai untuk Kapal bergerak dari lokasi lego jangkar sampai ikat tali ditambatan.

b) Effective Time (ET) atau waktu efektif adalah jumlah waktu efektif yang digunakan untuk melakukan kegiatan bongkar muat selama Kapal ditambatan.

c) Idle Time (IT) adalah waktu tidak efektif atau tidak produktif atau terbuang selama Kapal berada di tambatan disebabkan pengaruh cuaca dan peralatan bongkar muat yangrusak.

d) Not Operation Time (NOT) adalah waktu jeda, waktu berhenti yang direncanakan selama Kapal di Pelabuhan. (persiapan b/m dan

(5)

istirahatkerja)

e) Berth Time (BT) adalah waktu tambat sejak first line sampai dengan lastline.

f) Berth Occupancy Ratio (BOR) atau tingkat penggunaan Dermaga adalah perbandingan antara waktu penggunaan Dermaga dengan waktu yang tersedia (Dermaga siap operasi) dalam periode waktu tertentu yang dinyatakan dalamprosentase.

g) Turn around Time ( TRT) adalah waktu kedatangan Kapal berlabuh jangkar di Dermaga serta waktu keberangkatan Kapal setelah melakukan kegiatan bongkar muat barang ( TA s/d TD).

h) Postpone Time (PT) adalah waktu tunggu yang disebabkan oleh pengurusan administrasi dipelabuhan.

i) Berth Working Time (BWT) adalah waktu untuk bongkar muat selama kapal berada di dermaga.

Gambar 5.1 indikator pelayanan kapal di pelabuhan (Sumber : PT. Pelindo III Semarang)

Data waiting time di Pelabuhan Emas, Penetapan Waiting Time Pilot dan Realisasi Tahun 2007 – 2009

C. Manajemen Barang

Kapal sebagai sarana pelayaran memiliki peran yang sangat penting dalam sistem trasnportasi laut. Hampir semua barang ekspor dan impor (dalam jumlah besar) diangkut mengguanakan kapal laut walaupun terdapat alat

(6)

transportasi lainnya seperti pesawat terbang. Hal ini mengingat kapal memiliki kapasitas angkut yang jauh lebih besar dibandingkan dengan alat transportasi lainnya (Bambang Tritmodjo, 2008). Menurut R. Bintarto (1968), Dalam pengembangan bidang ekonomi, pelabuhan memiliki beberapa fungsi yang sama – sama dapat meningkatkan ekonomi suatu negara. Pelabuhan bukan hanya digunakan sebagai tempat merapat bagi sebuah kapal melainkan juga dapat berfungsi untuk tempat penyimpanan stok barang, seperti contohnya sebagai tempat penyimpanan cadangan minyak dan peti kemas (container), karena biasanya selain sebagai prasarana transportasi manusia pelabuhan juga kerap menjadi prasarana transportasi untuk barang – barang. Berikut ini adalah kegiatan – kegiatan penanganan (handling) Petikemas di Pelabuhan, yang terdiridari:

a. Mengambil Petikemas dari Kapal dan meletakkannya di bawah portal gantry crane

b. Mengambil dari Kapal dan langsung meletakkannya di atas bak truk / trailer yang sudah siap dibawah portal gantry, yang akan segera mengangkutnya keluarPelabuhan

c. Memindahkan Petikemas dari suatu tempat penumpukan untuk ditumpuk ditempat lainnya diatas Container yard yangsama.

d. Melakukan shifting Petikemas, karena Petikemas yang berada ditumpukan bawah akan diambil sehingga Petikemas yang menindihnya harus dipindahkan terlebihdahulu.

e. Mengumpulkan (mempersatukan) beberapa Petikemas dari satu shipment ke satu lokasi penumpukan (tadinya terpencar pada beberapa lokasi. Oleh karena kegiatan sebuah kapal pada sebuah pelabuhan membutuhkan pelayanan yang baik agar arus bongkar – muat dapat berjalan dengan baik, maka setiap kapal yang merapat ke sebuah pelabuhan akan dikenakan biaya. Contohnya di Pelabuhan Tanjung Priok, setiap kapal yang merapat akan dikenakan biaya yang dihitung berdasarkan komponen – komponen tertentu yaitu biaya navigasi, tambat, dan biaya operasi muatan (Yuliani, 2011).

(7)

Walaupun biaya yang dikeluarkan sebuah kapal untuk melakukan bongkar muatan cukup mahal, tetapi disisi lain ada keuntungan – keuntungan yang bisa didapat dari kegiatan transportasi laut tersebut seperti dapat mengangkut barang yang cukup besar seperti peti kemas. Gagasan-gagasan penggunaan Peti Kemas (containers), bantalan munggah (pallets), serta kemas apung (lash) merupakan usaha-usaha kearah pemecahan masalah kelambatan muat bongkar yang pada akhirnya merupakan perombakan pola pengangkutan laut pada umumnya.

Untuk memperlancar proses angkut barang – barang di pelabuhan, maka diperlukan alat - alat bongkar – muat petikemas yang tentunya memiliki nilai efektifitas dan efisiensi kerja. Seperti contohnya Waktu standart container crane kegiatan muat sebesar 113.8 detik dengan output standar adalah sebesar 31.6 =32 petikemas/jam. Waktu standart container crane kegiatan bongkar sebesar 89.85 detik dengan output standar adalah sebesar 40 petikemas/jam. Waktu standart rubber tyred gantry kegiatan muat sebesar 122 detik dengan output standar adalah sebesar 29 petikemas/jam. Waktu standart rubber tyred gantry kegiatan bongkar sebesar 105 detik dengan output standar adalah sebesar 34 petikemas/jam. Untuk lebih jelas mengenai alat – alat yang digunakan untuk proses bongkar muat secara berturut – turut dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Gantry Crane

Gantry crane merupakan alat bongkar – muat Petikemas yang letaknya berada disisi Dermaga. Cara kerjanya meliputi pada saat alat ini tidak beroperasi, bagian portal yang menghadap kelaut diangkat agar tidak menghalangi manuver Kapal ketika merapat ke Dermaga atau keluar dari dermaga, jika hendak beroperasi, bagian tersebut diturunkan menjadihorizontal. Saat beroperasi membongkar Petikemas, setelah mengambil Petikemas dari tumpukannya di Kapal dan mengangkatnya pada ketinggian yang cukup, selanjutnya mesin crane di gondola membawanya sepanjang portal kebelakang kearah lantai Dermaga. Kecepatan kerja

(8)

bongkar – muat Petikemas dengan cara tersebut dinamakan Hook Cycle berjalan cukup cepat yaitu kurang lebih 2 sampai 3 menit per box. Dengan demikian produktivitas hook cycle berkisar 20 sampai 25 box tiap jam. Hook cycle adalah waktu yang diperlukan dalam proses pekerjaan bongkar – muat Petikemas dihitung sejak takap atau spreader disangkutan pada muatan, diangkat untuk dipindahkan ke tempat yang berlawanan di Dermaga atau Kapal.

Gambar 5.2 Gantry crane

b. Container Spreader

Container Spreader adalah alat bongkar – muat Petikemas yang terdiri dari kerangka baja segi empat yang dilengkapi dengan pena pengunci pada bagian bawah keempat sudutnya dan digantung pada kabel baja dari gantry crane, transtainer, Straddler Loader, dan dengan konstruksi yang sedikit berbeda juga pada container forklift.

(9)

Gambar 5.3 Container Spreader

c. Stradler Loader

Kendaraan ini sama dengan jenis staddler carrier tetapi tidak dilengkapi dengan alat kemudi, gerakannya hanya maju, mundur atau depan dan belakang lokasi semula. Fungsi alat ini adalah untuk mengatur tumpukan Petikemas dilapangan penumpukan (CY) antara lain ; menyiapkan Petikemas yang akan dimuat oleh gantry crane atau sebaliknya mengambil Petikemas yang baru dibongkar dari Kapal, dibawah kaki / portal gantry, guna dijauhkan ketempat lain supaya tidak menghalangi Petikemas lainnya yang barudibongkar.

(10)

Ganbar 5.4 Staddler Loader

d. Transtainer / Rubber TyredGantry

Alat ini disebut juga dengan RTG (Rabber Tayred Gantry) fungsinya adalah untuk mengatur tumpukan Petikemas, memindahkan Petikemas dari arah depan dan belakang. Cara kerjanya adalah mengambil Petikemas pada tumpukan paling bawah dengan cara terlebih dahulu memindahkan Petikemas yang menindihnya, memindahkan (Shifting) Peti kemas dari satu tumpukan ke tumpukan lainnya.

(11)

Gambar 5.5 Transtainer / (RTG)

e. Container Forklift

Truck garfu angkat yang khusus digunakan untuk mengangkat Petikemas ini (bukan mengangkut muatan dalam rangka stuffing) bentuknya tidak berbeda dari Forklift trucklainnya tetapi daya angkatnya jauh lebih besar, lebih dari 20 ton dengan jangkauan lebih tinggi supaya dapat mengambil Petikemas dari (atau meletakan pada) susunan tiga atau empat tier bahkan sampai lima tier.

(12)

Gambar 5.6 Container Forklift

g. Side Loader

Kenderaan ini mirip Forklift tetapi mengangkat dan menurunkan Petikemas dari samping, bukannya dari depan. Side Loader digunakan untuk menurunkan dan menaikan Petikemas dari dan keatas trailer atau chasis dimana untuk keperluan tersebut trailer trailer atau chasis dibawa kesamping loader. Kegiatan memuat dan membongkar Peti kemas menggunakan side loader memakan waktu agak lama karena sebelum mengangkat Petikemas, kaki penopang side loader (jack) harus dipasang dahulu supaya loader tidak terguling ketika mengangkatPetikemas.

Gambar 5.7 Side Loader

(13)

Setelah barang – barang diangkut dari kapal, kemudian barang – barang tersebut akan dibawa ke terminal petikemas yang kemudian akan dilakukan pemilahan barang mana yang akan diangkut lagi keluar pelabuhan mengguanakan alat transportasi darat dan barang mana yang akan disimpan di pelabuhan. Selain itu terminal petikemas juga merupakan tempat transit bagi barang – barang yang akan diangkut kedalam kapal. Terminal Petikemas di Pelabuhan terdiri dari beberapa bagian diantaranya:

1. Unit Terminal Petikemas(UTPK)

UTPK adalah terminal di Pelabuhan yang khusus melayani Petikemas dengan sebuah lapangan (yard) yang luas dan diperkeras untuk bongkar/ muat dan menumpuk Peti kemas yang dibongkar atau yang akan dimuat ke Kapal. Karena Kapal Petikemas tidak dilengkapi dengan alat bongkar/ muat, maka bongkar/muat Kapal Petikemas dilakukan dengan gantry crane, yaitu derek darat yang hanya dapat digunakan untuk membongkar dan memuat Petikemas dengan kapasitas lebih kurang 50 ton. Untuk membongkar/muat suatu Kapal, di (UTPK) diperlukan satu lapangan luas tertentu bagi satu Kapal untuk menimbun sementara Petikemas - Petikemas yang baru dibongkar atau menyusun Peti kemas - Petikemas yang akan dimuat karena Petikemas harus dimuat sesuai muatan dalam penyusunan di dalamKapal.

2. Container Yard(CY)

Container yard adalah kawasan di daerah Pelabuhan yang digunakan untuk menimbun Petikemas FCL yang akan dimuat atau dibongkar dari Kapal.

3. Container Freight Station(CFS)

Container freight station adalah kawasan yang digunakan untuk menimbun Peti kemas (LCL), melaksanakan stuffing / unstuffing, dan untuk menimbun break-bulk cargo yang akan di-stuffing ke Petikemas atau di-unstuffing dari Petikemas.

4. Inland Container Depot(ICD)

(14)

Pelabuhan yang berada di bawah pengawasan Bea dan Cukai yang digunakan untuk menimbun Petikemas (FCL) yang akan diserahkan kepada consignee atau diterima dari shipper.

5. Menara Pengawas

Menara pengawas digunakan untuk melakukan pengawasan disemua tempat dan mengatur dan serta mengerahkan semua kegiatan diterminal, seperti pengoperasian peralatan dan pemberitahuan arah penyimpanan dan penempatanPetikemas.

6. Bengkel Pemeliharaan

Mekanisme bongkar – muat diterminal Petikemas menyebabkan dibutuhkannya perawatan dan reparasi peralatan yang digunakan dan juga untuk memperbaiki Petikemas kosong yang akan dikembalikan. Kegiatan tersebut dilakukan dibengkel perbaikan. Kerusakan peralatan dan keterlambatan perbaikan peralatan dapat menyebabkan tertundanya semua kegiatan di terminal. Mengingat pentingnya, maka semua terminal Peti kemas harus mempunyai bengkel pemeliharaan.

7. Apron

Apron terminal Petikemas lebih lebar dibanding dengan apron untuk terminal lain yang biasanya berukuran dari 200 m samapai 50 m. Pada apron ini ditempatkan peralatan bongkar – muat Petikemas seperti gantry crane, rel – rel kereta api dan jalan truk trailer, serta pengoperasian peralatan bongkar – muat Petikemas lainnya. Fasilitas tersebut memberikan beban yang sangat besar pada Dermaga dan harus diperhitungkan dengan teliti didalam perencanaan.

8. Fasilitaslain

Didalam terminal Petikemas diperlukan pula beberapa fasilitas umum lainnya seperti sumber tenaga listrik untuk Petikemas berpendingin, suplai bahan bakar, suplai air tawar, penerangan untuk pekerjaan pada malam hari dan keamanan.

Pergerakan barang dan Petikemas dimulai saat Kapal sandar di Dermaga, kemudian melalui alat Gantry crane, Petikemas tersebut

(15)

diangkat dari Kapal ke Dermaga (stevdoring), dan diletakan diatas truck trailer yang sudah dipersiapkan dan selanjutnya dibawa kelapangan penumpukan Petikemas (CY) atau langsung ke pemilik barang (consignee).

Dalam pengangkutan Petikemas dari suatu negara ke negara lainnya, terdapat 2 jenis status pengagkutan barang yang biasa digunakan yaitu:

1. Full Container Load(FCL)

Pengagkutan jenis ini memiliki ciri – ciri sebagai berikut :

a. Berisi muatan dari satu shipper dan dikirim untuk satuConsignee

b. Peti kemas diisi ( stuffing) oleh shipper ( shipper load and count ) dan Peti kemas yang sudah diisi diserahkan di container yard (CY) di Pelabuhanmuat.

c. DiPelabuhanbongkar,Petikemasdiambilolehconsigneedi(CY)dandiunstuf fingolehconsignee.

d. Perusahaan Pelayaran tidak bertanggung jawab atas kerusakan dan kehilangan barang yang ada didalamPetikemas.

2. Less Than Container Load(LCL)

Pengangkutan Peti kemas ini memiliki ciri – ciri sebagai berikut :

a. Pertikemas berisi muatan dari beberapa shipper ditujukan untuk beberapa consignee.

b.Muatan diterima dalam keadaan break bulk dan diisi (stuffing) di container freight station (CFS) oleh PerusahaanPelayaran.

c . Di Pelabuhan bongkar, Petikemas di unstuffing di (CFS) oleh Perusahaan Pelayaran dan diserahkan kepada beberapa consignee dalam keadaan breakbulk.

d. Perusahaan Pelayaran bertanggung jawab atas kerusakan dan kehilangan barang yang diangkut dalamPetikemas.

Pada prinsipnya lalu lintas kargo dapat dikelompokkan atas aliran kargo konvensional dan aliran kargo kontainer. Aliran kargo konvensional biasa digunakan untuk barang yang diangkut tidak menggunakan kontainer, sedangkan barang yang menggunakan kontainer akan mengikuti aliran kargo kontainer. Lalu lintas kontainer melalui pelabuhan yang dikelola oleh

(16)

PT. Pelabuhan Indonesia I-IV pada tahun 2007 mencapat 7,6 (tujuh koma enam) juta TEUs. Jumlah ini meliputi kegiatan kargo internasional dan kargo dalam negeri. Volume ini akan meningkat karena menurut studi ASEAN tahun 1999 dalam kurun waktu 15 tahun mendatang, diperkirakan kenaikan lalu lintas angkutan barang melalui kontainer sebesar 3 (tiga) kali lipat, non kontainer 2 (dua) kali lipat, angkutan udara 5 (lima) kali lipat, dan volume perdagangan antar negara ASEAN sebesar 20–30% (dua puluh sampai tiga puluh) dalam kurun waktu 15 tahun mendatang.

B. Faktor Penyebab Buruknya Kinerja Pelabuhan

Bila dilihat dari data waktu tunggu kapal serta manajemen arus container yang melakukan kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan – pelabuhan yang ada di Indonesia, dapat diketahui bahwa kinerja pelabuhan – pelabuhan di Indonesia masih belum baik. Menurut Hermaini Wibowo (2010) ada beberapa faktor yang bersama - sama menghambat kinerja sistem Pelabuhan Komersial Indonesia, sebagai berikut:

1. Batasan-BatasanGeografis.

Kedalaman Pelabuhan tampaknya menjadi masalah besar di hampir setiap Pelabuhan di Indonesia. Indonesia memiliki Pelabuhan - Pelabuhan perairan dalam alami yang sangat sedikit dan sistem sungai yang rentan terhadap pendangkalan parah yang membatasi kedalaman Pelabuhan.

Apabila pengerukan tidak dapat dilakukan, seperti yang terjadi dengan Pelabuhan sungai Samarinda, Kapal seringkali harus menunggu kedalaman Pelabuhan tampaknya menjadi masalah besar di hampir setiap Pelabuhan di Indonesia. Indonesia memiliki Pelabuhan - Pelabuhan perairan dalam alami yang sangat sedikit dan sistem sungai yang rentan terhadap pendangkalan parah yang membatasi kedalaman Pelabuhan. Apabila pengerukan tidak dapat dilakukan, seperti yang terjadi dengan Pelabuhan sungai Samarinda, Kapal seringkali harus menunggu sampai air pasang sebelum memasuki Pelabuhan, yang menyebabkan lebih banyak waktu non-aktif bagi kapa.

(17)

Geografi fisik terutama membatasi bagi Pelabuhan - Pelabuhan Indonesia di pantai utara Jawa, yang melayani wilayah paling padat penduduk dan wilayah dengan tingkat industri tertinggi di Indonesia.

Hal ini disebabkan oleh tanah pesisir/dasar laut yang sangat aluvial dan tidak stabil, ditambah dengan perairan-perairan pantai yang dangkal. Pelabuhan Semarang, Pelabuhan utama untuk Jawa Tengah, terutama bermasalah dalam hal Rob, hal ini dikarenakan semakin tingginya tingkat abrasi pantai sehingga setiap kali air pasang naik, banyak kawasan Pelabuhan yang terendam air. Kenaikan air mencapai 7-12 cm pertahun dan sebagian besar Pelabuhan terkena dampaknya. Butuh waktu lama untuk mengatasi masalahtersebut.

2. Masalah TenagaKerja.

Waktu non-aktif yang dibahas di atas sebagian disebabkan oleh cara pemanfaatan tenaga kerja di Pelabuhan yang secara efektif melembagakan penggunaan fasilitas Pelabuhan secara tidak efisien dan membatasi kemungkinan - kemungkinan peningkatan efisiensi. Di banyak Pelabuhan, hanya tersedia satu giliran tenaga kerja dan peluang untuk lembur dibatasi. Untuk Pelabuhan - Pelabuhan yang dimaksudkan untuk beroperasi selama 24 jam, 6 jam dari setiap 24 jam terbuang karena waktu - waktu istirahat yang kaku dan tidak digilir untuk memastikan pelayanan Kapal secara berkesinambungan (Nathan Associates 2001).

3. Kurangnya Keamanan.

Pengiriman Cargo dari Indonesia biasanya menarik premi asuransi 30-40 % lebih tinggi dari kargo yang berasal dari Singapura. Hal ini disebabkan tidak hanya oleh perampokan di laut, tetapi juga oleh kegiatan di Pelabuhan yang dilakukan kelompokkelompok kejahatan terorganisir, pencurian umum dan pencurian kecil (pilferage) sekaligus pemogokan dan penghentian kerja. Seperti disebutkan selanjutnya, Pelabuhan - Pelabuhan utama yang terlibat dalam ekspor-impor sekarang harus memperbaiki keamanannya untuk memenuhi persyaratan keamanan Internasional.

(18)

4. Korupsi.

Sebab lain waktu non-aktif adalah penundaan karena ketidakadilan dan korupsi dalam alokasi tambatan/berth (Nathan Associates, 2001). LPEM-FEUI (2005), mencatat bahwa penggunaan pungutan liar untuk mengurangi waktu antri yang disebabkan kurangnya sarana infrastruktur utama seperti derek jembatan dan ruang penyimpanan juga merupakan hal yang umum. Biaya - biaya semacam itu masih ditambah lagi dengan banyak sekali pungutan liar yang diminta di Pelabuhan untuk prosedur ekspor dan impor yang terus disorot di laporan-laporan media.

5. Kurangnya Sarana dan PrasaranaPelabuhan.

Banyak Pelabuhan regional kekurangan sarana Petikemas, yang mengharuskan Perusahaan - Perusahaan Pelayaran untuk menggunakan peralatan sendiri, baik yang berada di Kapal maupun yang disimpan di Pelabuhan. Hanya 16 dari 111 Pelabuhan komersial yang mempunyai penanganan Petikemas jenis tertentu. Akhir-akhir ini terdapat keterlambatan pelayaran yang lama di Pelabuhan- Pelabuhan tertentu, terutama pada Pelabuhan Panjang di Lampung dan Pelabuhan Belawan di Sumatra Utara, yang disebabkan oleh rusaknya peralatan sisi-Pelabuhan utama (seperti derek jembatan) dan keterlambatan dalam mendapatkan suku cadang pengganti. Kekurangan tempat untuk penyimpanan dan pengisian Petikemas adalah masalah lain yang dihadapi sebagian besar Pelabuhan Indonesia.

Hal ini seringkali mengharuskan pemakaian armada truk putar untuk mengantar kargo langsung kepada pelanggan atau pos pengangkutan Petikemas container freight station (CFS) langsung dari Kapal yang menyebabkan lebih banyak keterlambatan, kemacetan Pelabuhan yang lebih parah (baik di sisi darat maupun laut) dan biaya penanganan yang lebih meningkat (Carana, 2004). Hampir semua Pelabuhan besar Indonesia berlokasi dekat dengan daerah – daerah perkotaan besar yang aksesnya melalui jalan - jalan raya kota yang padat. Masalah kemacetan demikian

(19)

seringkali diperparah oleh kedatangan Kapal penumpang, karena hanya beberapa Pelabuhan regional yang memiliki sarana terpisah untuk Kapal barang dan penumpang. Di Pelabuhan-Pelabuhan dengan tingkat okupansi tambatan Kapal yang tinggi, kehadiran Kapal penumpang dan barang yang bersamaan menyebabkan lebih banyak keterlambatan, dan memperlama waktu persiapan perjalanan pulang Kapal barang.

6. FaktorAlam.

Selain beberapa faktor diatas yang menjadi penyebab buruknya kinerja di Pelabuhan ada hal lain yang juga turut mempersulit kinerja Pelabuhan adalah masalah keadaan alam yang kurang bersahabat misalnya terjadinya hujan deras disertai badai, sehingga Kapal tidak bisa merapat di Dermaga untuk melakukan kegiatan Bongkar dan muat barang, begitu juga sebaliknya operator sedikit lebih terganggu dalam melakukan aktivitasnya.

C. Manajemen Terminal dan LoadingBarang

Posedur pemuatan barang, muatan kapal terdiri dua jenis utama, yaitu barang keluar dan barang masuk. Barang keluar disebut juga sebagai muatan ekspor dan barang masuk disebut juga sebagai muatan impor. Berikut ini adalah proses pemuatan barang ekspor dan pembongkaran barang impor dari Kapal yang harus diperhatikan oleh keagenan Kapal sebagai berikut :

1. Persiapan pengapalan barang (ekspor)

Proses pengapalan barang dimulai pada saat pengirim mengeluarkan shipping instruction untuk muatan ekspor. Shipping instruction merupakan perintah pengapalan barang dan ditujukan kepada agen perwakilan dari Kapal yang akan mengangkut barang itu. Shipping instruction memuat data yang diperlukan antara lain :

1 Nama shipper, consignee, dan notify adress 2 Pelabuhan muat dan bongkar

(20)

3 Mark dan No. Sertabarang

4 Jumlah muatan, Kg / colli, weight, dan volume 5 Nama Kapal yang akan mengangkut

6 Pembayaran freight prepaid atau tocollect 7 Jumlah original Bill of Lading yangdikehendaki.

Atas data – data yang ada maka agen perKapalan membuat draft B/L. Apabila draft B/L tersebut telah dinyatakan sesuai dengan data dan fakta barang yang dikirim, maka agen pelayaran membuat B/L asli yang kemudia diserahkan kepada pengirim muatan. Dalam muatan LCL (sesuai pergerakan Petikemas), agen akan mencari Petikemas yang akan diisi oleh pengirim di container freight station (CFS), atau tempat pengangkutan Petikemas. Setelah Petikemas diisi maka pengirim atau EMKL yang ditunjuk mengurus ke cabang Bea – Cukai. Setelah EMKL mendapat Fiat Muat maka Petikemas di bawa kelapangan Petkemas (container yard) untuk menunggu pengapalanmuatan.

2. Prosedur muatanimpor

Sebelum Kapal datang membawa muatan yang akan di bongkar, dokumendokumen barang sebelumnya telah disampaikan ke agen perKapalan. Dokumen tersebut mencakup manifest, salinan B/L, Loading List, dari barang yang hendak dibongkar oleh Kapal yang mengangkut. Penyampaian dokumen dapat melalui pos atau melalui perwakilan pemilik Kapal. Atas dasar dokumen maka agen perKapalan akan melakukan hal – hal sebagai berikut :

 Memberi tahu kepada consignee, ETA dari Kapal dan beberapa lama akan membongkar/muat barang

 Memberi tahu kepada Bea-Cukai dan membuat Pemberitahuan Umum (PU) dari barang yang ada di Kapal dan yang akandibongkar.

 Bila Kapal telah tiba dan mulai kegiatan bongkar/muat maka consignee, atau EMKL yang ditunjuk akan mengurus B/L dan surat – suratbarangnya.

(21)

 Dengan B/L yang ada dan dokumen pendukung lainnya menyelesaikan dahulu kewajiban terhadap agen pelayaran, seperti freight, jaminan Petikemas, documentasi fee, administrasi, terminal handling charges (THC) dan biayalainnya.

 Bila biaya – biaya tersebut dan kewajiban Bea-Cukai telah diselesaikan, maka consignee atau EMKL yang ditunjuk akan mendapat delivery order(DO).

 Dengan D/O dan penarikan B/L, barang akan dikeluarkan dengan mendapat fiat – keluar. Deliveri order adalah surat perintah yang tercantum sebagai penerima dalam to Order of Bank B/L tercantum sebagai Notify Address. Company guarantee dapat diterima hanya apabila perusahaan memberikan jaminan sudah diketahui dengan baik bonafiditas dankredibilitas.

Sedangkan untuk dapat memenuhi prosedur pemuatan barang dengan baik, maka pelabuhan juga harus memiliki sistem terminal penyeberangan yang baik juga, dimana dapat memfasilitasi segala kebutuhan penumpang – penumpangnya, menurut Leung Pak Kan, Gary (1999) sistem manajemen pelabuhan yang baik harus sesuai dengan standar penilaian sebuah pelabuhan yaitu:

 FlowControl

 Sirkulasi yang sederhana dan langsung, sinyal dan petunjuk yang jelas untuk menunjukkan wilayah fungsional yang berbeda. Tata pencahayaan yang baik dan juga desain arsitektur memberikan arah penumpang dengan tepat.VesselsCirculation. Tipe pelabuhan mampu memberikan kelancaran sirkulasi kapal dan faktor sebagai "back-out" tidak dibutuhkan. Hal itu memberikan keuntungan dengan memperpendek jarak berjalan dari ruang tunggu terminal menuju akses ke Kapal Ferry.

 Traffic Inter change

Fasilitas harus terhubung langsung ke tempat keberangkatan dan kedatangan penumpang. Dan desain jalur akses seharusnya sesederhana

(22)

mungkin dan mudah untuk penumpang menggunakannya. 1. Tidal, Current, Wave and WindCondition

Menyadari bahwa tidak ada kondisi sempurna dalam desain, akantetapi informasi dasar dapat memberikan ide untuk berkompromi bagaimana semua kondisi cocok untuk satu solution.

2. Separate Operation

Kapasitas penumpang di jam sibuk dan jam sepi sehingga terminal harus dapat beroperasi secara hemat (misalnya listrik) dengan menggunakan pembagian area operational secaraefektif.

3. Expansion

Kesulitan untuk memprediksi kebutuhan masa depan yang akurat, diusulkan pembangunan terminal terbagi dalam fase - fase. Dan pada fase berikutnya akan menjadi pengembangan yang tergantung pada penyelidikan dan prediksi pertumbuhan penumpang selanjutnya.

D. Manajemen Storage Operation

Manajemen storage operation adalah salah satu fungsi manajemen Pelabuhan yang mempunyai peranan penting seiring dengan meningkatnya volume perdagangan dan beragamnya jenis muatan yang melalui Pelabuhan dewasa ini (Suranto, 2004). Jika ingin mengelola dan mengawasi lapangan pengumpul (storage) secara efesien, kita harus memahami terlebih dahulu storage seperti apa yang dikehendaki oleh pengguna jasa (pemilik barang atau transportir) dan lain sebagainya. Yang tercermin dalam kebutuhan adalah betapa pentingnya keberadaan lapangan penumpukan di Pelabuhan dan mengapa mereka membutuhkan storage serta jenis apa saja yang dibutuhkan oleh mereka. Mengetahui betapa pentingnya storage dalam perdagangan Internasional (international trade) merupakan titik awal pelayanan dalam manajemen storage operation. Dengan mempelajari storage operation, diharapkan dapat memahami tahap –tahap yang harus dilakukan dalam mengelola lapangan penumpukan yang meliputi :

(23)

 Memperkirakan permintaan area penumpukan  Menghitung spacepenumpukan

 Memonitor tingkat pengguna area penumpukan  Kebijaksanaan penumpukan

Secara umum, fungsi utama manajemen penumpukan adalah perencanaan, pengawasan menghitung storage area, dan mengantisipasi kelemahan – kelemahan storage operation. Dalam perjalanan barang, tahap yang dilalui oleh muatan ekspor sebelum sampai ketujuan atau kepasar luar negeri adalah:

a) Penyimpanan muatan di pabrik (cargo owners), bahkan dari loading petani atau pertambangan dan transportasi dari hiterland ke Pelabuhanekspor.

b) Di Pelabuhan, sebagian besar muatan disusun dan dikonsolidasikan dilapangan penumpukan atau di cargo distribution center (CDC) Pelabuhan sebelum dimuat keatasKapal.

c) Pelayaran dari negara asal ekspor ke negara tujuan impor atausebaliknya.

d) Tiba di Pelabuhan tujuan (impor) dan kemudian membongkar muatan, dan sebagian besar muatan melalui tempatpenumpikan.

e) Distribusi ke hiterland melalui jalan raya ( roadsways transportation system), kereta api ( trainways transportation system), atau melalui angkutan sungai pedalaman ( inland waterways transportation system) Meskipun pada tingkatan yang sederhana ini dapat dilihat peranan penting Pelabuhan tidak hanya sebagai pintu gerbang perdagangan Internasional, tetapi juga berfungsi sebagai consolidation dan distribution center dalam perdagangan Internasioal, sebagian besar muatan terfokus melalui gudang atau lapangan penumpukan di Pelabuhan pada setiap akhir pelayaran dari sebuah Kapal. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila operasi lapangan penumpukan mempunyai pengaruh yang patut diperhitungkan pada bongkar muat di Dermaga dan troughput Dermaga. Kenyataanya, di sebagian besar area Pelabuhan disediakan lapangan atau

(24)

gudang, dan pada Dermaga General Cargo tertentu mungkin 60 % area daratnya digunakan untuk storage. Peranan yang mendasar digudang lapangan penumpukan di Pelabuhan dalam perdagangan General Cargo memungkinkan muatan untuk diatur dan dikonsolidasikan agar siap untuk dimuat keatas Kapal, atau dibongkar dari Kapal. Muatan ekspor harus disiapkan dan dikonsolidasikan dengan tujuan sebagai berikut:

 Sejumlah barang yang berukuran kecil harus disatukan menjadi sejumlah besar kuantitas barang yang memenuhi persyaratan untuk dimuat oleh Kapal yang akan datang.

 Barang harus disusun kembali untuk pemuatan dengan ukuran yang benar, dalam rangka membantu merencanakan penumpukannya di Kapal dan memungkinkan pembongkaran muatan dalam urutan yang benar di Pelabuhan persinggahan danpenyerahaannya.Packages kecil dan parcels cargo dapat disatukan menjadi unit yang lebih besar untuk meningkatkan efesien cargohandling.

Jenis gudang dan lapangan penumpukan di Pelabuhan didasarkan pada waktu yang dihabiskan dalam penyimpanannya,antara lain :

 Transit storage, diperuntukan hanya bagi barng – barang yang memerlukan waktu singkat di Pelabuhan.

 Long term storage , digunakan untuk barang – barang yang disebabkan oleh faktor dan alasan harus tinggal lama diPelabuhan.

Berdasarkan status kepabeanan, maka status penumpukan gudang atau lapangan dapat dibagi menjadi:

1 Daerah Lini I

 Daerah Pabean (Custom Area, Douane Gebied)

 Barang yang ditimbun di daerah ini berada dalam pengawasan Bea dan Cukai, yang berarti masih belum melaksanakan kewajiban atas bea masuk dan pajak – pajak lainnya.

2 Daerah Lini II

(25)

Pelabuhan, sudah melunasi bea masuk, barang – barang yang ditumpuk tinggal menunggu pengeluaran barang saja.

 Barang – barang yang disebabkan oleh sesuatu (hasil penyeludupan atau statusnya sudah jelas dan tinggal menunggu pelelangan)

3 Entreport

 Gudang terletak diluar Pelabuhan, tetapi barang – barangnya masih dalam pengawasan Bea dan Cukai.

 Entreport ini dapat dimiliki oleh Pemerintah ( umum ) atau Partikuler (swasta,khusus).

Kesiapan armada angkutan petikemas :

Dalam hal ini suatu armada angkutan dalam menjalankan operasi kegiatannya mempunyai suatu standarisasi yang telah ditentukan, yaitu : 1. Telah memenuhi persyaratan dari Biro Klasifikasi Indonesia (BKI)

diantaranya :

 Sertifikat Lambung/Hull  Sertifikat Mesin/Mecinery  Sertifikat Garis Muat/Load Line

2. Telah memenuhi standarisasi dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut mengenai kelaiklautan kapal dengan ketentuan persyaratan sebagai berikut :

 Sertifikat Keselamatan/Certificate Of Seaworthines

 Sertifikat Radio Kapal/Cargo Ship Safety Radio Certificate  Surat Laut/Certificate Of Nationality

 Sertifikat Polusi Minyak/International Oil Polution Prevention  Document Of Compliance

 International Ship Security Certificate/ISSC  Sertifikat Document Management/SMC  Buku Kesehatan

(26)

 Sertifikat Liferaft/Liferaft Certificate  Buku Sijil

 Continous Sypnopsis Record/CSR  Surat Ijin Trayek/RPT

 Oil Record Book

3. Telah memenuhi persyaratan secara internasional yang mengacu pada SOLAS (Safety Of Life At Sea) yang diatur didalamnya oleh IMO (InternationalMaritime Organization) dengan ketentuan persyaratan sebagai berikut :

 Sertifikat Kontruksi/Contruction Certificate  Sertifikat Perlengkapan/Equipment Certificate  Standar Crew Kapal/Safe Manning

 Sertifikat Barang Berbahaya/Dangerous Good

 Sertifikat Polusi Udara/International Air Polution Prevention Certificate

 Sertifikat Kotoran/International Sewage Polution Prevention Certificate

Tabel 5.1 Daftar kapal milik PT Tempuran Emas Tbk yang beroperasi dan tidak beroperasi selama dalam penelitian selama 3 bulan antara lain :

NO DAFTAR KAPAL BEROPERASI TIDAK

BEROPERASI

01 KM AYER MAS Tidak beroperasi

02 KM BAHAR MAS Beroperasi

03 KM BELIK MAS Tidak beroperasi

04 KM CAHYA MAS Beroperasi 05 KM CURUG MAS Beroperasi

(27)

06 KM ESTUARI MAS Beroperasi 07 KM GUHI MAS Beroperasi 08 KM GULF MAS Beroperasi 09 KM HILIR MAS Beroperasi 10 KM KANAL MAS Beroperasi 11 KM KALI MAS Beroperasi

12 KM KEDUNG MAS Tidak beroperasi

13 KM KISIK MAS Beroperasi 14 KM KUALA MAS Beroperasi 15 KM LAGOA MAS Beroperasi 16 KM LAGUN MAS Beroperasi 17 KM LAUT MAS Beroperasi 18 KM LAUTAN MAS Beroperasi 19 KM MARE MAS Beroperasi

20 KM MUARA MAS Tidak beroperasi

21 KM OCEAN MAS Tidak beroperasi

22 KM PALUNG MAS Tidak beroperasi

23 KM PASIR MAS Tidak beroperasi

24 KM RIVER MAS Tidak beroperasi

25 KM SAMUDERA MAS

Beroperasi

(28)

27 KM SELAT MAS Tidak beroperasi

28 KM SENDANG

MAS

Beroperasi

29 KM STRAIT MAS Tidak beroperasi

30 KM SUNGAI MAS Tidak beroperasi

31 KM TASIK MAS Beroperasi

32 KM TELAGA MAS Tidak beroperasi

33 KM UMBUL MAS Beroperasi 34 KM WARIH MAS Beroperasi

Keterangan :

Dalam tabel 5.2 menunjukan bahwa terdapat 60 % (23 kapal) yang beroperasi dan terdapat 40 % (12 kapal) yang tidak beroperasi.

Faktor penyebab kapal beroperasi antara lain : a. Kesiapan muatan dipelabuhan muat

b. Kesiapan dermaga yang disediakan oleh pihak Pelindo c. Kesiapan alat bongkar muat yang memadai

d. Kesiapan crew kapal dalam mengelola mesin kapal, navigasi dan manajemen

Kapal

Faktor penyebab kapal tidak beroperasi antara lain : a. Kapal dalam perbaikan atau overhoul

b. Kapal perbaikan tahunan atau docking

c. Kapal menunggu muatan atau ketidaksiapan muatan d. Kapal menunggu dermaga karena dermaga penuh

(29)

5.2 Target Penyandaran Kapal dan Bongkar Muat dalam 1 Kali Kunjungan SHIP PARTICULARS

- Ship’s Name : KM. Samudera Mas - Call Sign : P K G W

- Klass : BKI

- Port of Registry : Jakarta - Flag : Indonesia

- Ship Type : Multi Purpose Cargo Ship ( Carriage of Containers) - Owner : PT. Pelayaran Tempuran Emas, Tbk

- Year of build : April 2004 - DWT : 5.222 Tons - Length Over All : 96.50 Mtrs - Length B.P : 90.80 Mtrs - Breadth : 15.80 Mtrs - Draught : 5.95 Mtrs - Depth : 7.40 Mtrs - Draft : 5.95 Mtrs - FO Consumption : 212 ltrs/ hrs - Speed : 11 knots - Capacity : 296 Teus

Saat kapal KM. Samudera Mas rencana sandar, maka pihak operasional memperhitungkan waktu yang dibutuhkan untuk bongkar muat. Pekerjaan bongkar muat di pelabuhan menggunakan 2 unit gentry dengan kapasitas 1 gentry sebagai berikut :

- 1 jam container 20 feet = 20 box - 1 jam container 40 feet = 14 box

KM. Samudera Mas mempunyai kapasitas muatan 296 containers, muatan 20 feet sebanyak 250 containers, dan muatan 40 feet sebanyak 46 containers. Maka untuk kegiatan bongkar dengan menggunakan 2 unit gentry membutuhkan waktu :

(30)

- Bongkar 46 container 40 feet = 46/ 14/ 2 = 2.05 jam - Total waktu bongkar 296 container = 8.30 jam

Maka untuk kegiatan bongkar dengan kapasitas muatan 296 box container membutuhkan waktu 8 jam 30 menit. Waktu yang dibutuhkan untuk bongkar muat adalah 17 jam.

5.2.1 Biaya / Cost

Akibat dari penyandaran kapal yang terlambat sandar, bongkar muat dan keberangkatan kapal keluar, mengakibatkan kapal berikutnya mengalami keterlambatan yang sama

Contoh KM Samudera Mas isi kotor Grt 2.999 panjang kapal 96.50 - Biaya Tambat

Rumus : Gt Kapal x 1 x Rp. 68

Gt 2.999 x 1 x Rp. 68 = Rp. 203.932 - Biaya Labuh

Rumus : Gt Kapal x 1 x Rp. 73 (1 kali kunjungan kapal per 15 hari)

2.999 x 1 x Rp. 73 = Rp. 218,927

Pergerakan masuk

- Biaya Pandu

a). Tarif pokok

Rp. 2 x Rp. 28.000 = Rp. 56.000 b). Tarif tambahan

Gt 2999 x 2 x 8 = Rp. 47.984

Jumlah biaya pandu = Rp. 103.984 - Biaya Tunda

a). Tarif tetap

1 x Rp. 475.000 = Rp. 475.000

(31)

Gt 2.999 x 1 x 2 = Rp. 5.998 +

Jumlah = Rp. 480,998

- Biaya Kepil

Dikenakan 1 kali kujungan = Rp. 162.500 - Biaya Sampah

Dikenakan 1 kali kujungan = Rp. 75.000 Pergerakan keluar

- Biaya Pandu a). Tarif pokok

Rp. 2 x Rp. 28.000 = Rp. 56.000 b). Tarif tambahan Gt 2999 x 2 x 8 = Rp. 47.984 + Jumlah = Rp. 207,984 - Biaya Tunda a). Tarif tetap

1 x Rp. 475.000 = Rp. 475.000

b). Tarif variable

Gt 2.999 x 1 x 2 = Rp. 5.998

+

Jumlah = Rp. 480.998

Total biaya tambat labuh dengan menggunakan kapal peti kemas adalah Rp 1.070.232 (Satu juta tujuh puluh ribu dua ratus tiga puluh dua ribu rupiah)

5.2.2 Pokok Permasalahan

Waktu yang sudah dijadwalkan untuk satu unit kapal berhubungan dengan biaya operasional kapal pada perusahaan. Sehingga apabila terjadi keterlambatan (delay) pada sebuah kapal akan mempengaruhi jadwal kapal yang lainnya, dan akan menambah besar biaya operasional pada perusahaan.

(32)

5.2.3 Diketemukan pada pokok permasalah sebagai berikut :

Setelah kegiatan bongkar muat selesai, kapal mengalami masalah saat keluar dari pelabuhan, dengan demikian waktu yang sudah dijadwalkan mengalami kemunduran (delay). Pihak operasional kemudian menghubungi dan berkordinasi dengan Marine Superintendent kapal KM. Samudera Mas dengan adanya masalah kapal saat akan keluar pelabuhan. Setelah diadakan pengecekan oleh superintendent, maka ditemukan masalah di engine room, auxiliary engine kapal KM.Samudera Mas tidak berfungsi saat start engine serta adanya kebocoran pada cylinder head.

5.2.4 Tindakan yang dilakukan terhadap permasalahan tersebut :

Auxiliary engine yang mengalami masalah segera dilakukan observasi untuk mengetahui permasalahan sebenarnya.

Setelah dilakukan observasi, maka superintendent bekerjasama dengan crew engine melakukan overhaul untuk mengatasi kerusakan cylinder head pada auxiliary engine. Kerusakan tersebut tidak begitu saja dapat diatasi dengan cepat, mengingat beberapa faktor yang dihadapi, seperti :

- Peralatan kerja atau Spare part engine - Peralatan overhaul yang ada di engine room - Kesiapan dan keahlian crew engine.

Setelah overhaul selesai kuarng lebih 1 (satu) hari, maka diadakan engine test, agar mesin yang diperbaiki dapat berfungsi dengan baik. Mengacu pada pembahasan di atas, dimana waktu sandar dan bongkar muat yang telah ditentukan, maka kapal KM. Samudera Mas mengalami kemunduran jadwal (delay). Akibat kemunduran jadwal tersebut, kapal berikut yang akan sandar dan bongkar muat yaitu KM. Laut Mas 17.156 DWT, akan mengalami kemunduran jadwal. Sehingga biaya operasional akan bertambah.

(33)

5.2.5 Perhitungan biaya operasional yang di keluarkan akibat kemunduran jadwal.

Untuk pemaikaian buruh 1 shift dengan jumlah 12 orang sebesar Rp. 836.009 dengan 2 alat gentry crane, misalkan KM Samudera Mas mengalami delay hingga 1 hari (24 jam) dengan perhitungan sebagai berikut :

Jumlah shift x Rp. 836.009 = Hasil delay 3 x Rp. 836.009 = Rp. 2.508.027

5.2.6 Biaya Bahan Bakar selama masa delay

Untuk pemakaian Auxiliary engine konsumsi bahan bakar sebanyak 19 liter per jam. Dikarenakan kapal mengalami delay satu hari (24 jam), maka konsumsi bahan bakar kapal KM.Samudera Mas sebanyak :

19 x 24 = 456 liter/ hari. Harga bahan bakar solar industry dalam satu liter sebesar Rp.6.000,- Maka biaya pengeluaran untuk bahan bakar sebesar Rp.2.736.000,-

Untuk pemakaian oli auxiliary engine, konsumsi oli sebanyak 5 liter per jam. Dikarenakan kapal mengalami delay satu hari (24 jam). Maka konsumsi oli kapal KM.Samudera Mas sebanyak :

5 x 24 = 120 Liter/ hari Harga 1 liter oli industri sebesar Rp.27.000,-

Maka biaya pengeluaran oli dalam satu hari sebesar Rp.3.240.000,-

Total biaya operasional kapal KM.Samudera Mas apabila mengalami delay per sebesar :

- Biaya per shipment = Rp. 1.295.609,- - Biaya pergerakan keluar = Rp. 480.998,- - Biaya bahan bakar solar = Rp. 2.736.000,- - Biaya pemakaian oli = Rp. 3.240.000,- - Total = Rp. 7.752.607,-

(34)

Dengan adanya perubahan jadwal, maka kapal berikutnya yaitu KM .Laut Mas akan mengalami penambahan biaya bahan bakar dan oli pelumas, sebesar :

- Biaya pemakaian bahan bakar solar pada auxiliary engine - Untuk pemakaian Auxiliary engine konsumsi bahan bakar

sebanyak 96 liter per jam. Dikarenakan kapal mengalami delay satu hari (24 jam), maka konsumsi bahan bakar kapal KM.Laut Mas sebanyak :

96 x 24 = 2.304 liter/ hari

Harga bahan bakar solar industri dalam satu liter sebesar Rp.6.000,- Maka biaya pengeluaran untuk bahan bakar sebesar Rp.13.824.000,-

- Biaya pemakaian oli pelumas auxiliary engine

- Untuk pemakaian oli auxiliary engine, konsumsi oli sebanyak 50 liter per jam. Dikarenakan kapal mengalami delay satu hari (24 jam). Maka konsumsi oli kapal KM.Samudera Mas sebanyak :

50 x 24 = 1200 Liter/ hari

Harga 1 liter oli industri sebesar Rp.27.000,-

Maka biaya pengeluaran oli dalam satu hari sebesar Rp.32.400.000,-

Total biaya operasional kapal KM.Laut Mas apabila mengalami delay per hari sebesar :

- Biaya per shipment = Rp. 1.295.609,- - Biaya pergerakan keluar = Rp. 480.998,- - Biaya bahan bakar solar = Rp. 13.824.000,- - Biaya pemakaian oli = Rp. 32.400.000,- - Total = Rp. 48.000.607,-

Total Biaya yang harus dikeluarkan apabila terjadi delay satu hari adalah : - KM. Samudera Mas = Rp. 7.752.607,-

- KM. Laut Mas = Rp. 48.000.607,- - Total = Rp. 55.753.214,-

(35)

Oleh karena itu, mengacu pada contoh kasus diatas, pihak operasional, marketing dan armada harus saling berkoordinasi untuk menghindari biaya tak terduga seperti contoh diatas.

Berikut penulis akan memberikan hubungan antara perhitungan tarif jasa kepelabuhanan yang merujuk pada SK. Menteri Perhubungan dengan pengoperasian kapal di pelabuhan

1). Jasa Kapal

a. Kapal niaga yang berkunjung ke pelabuhan sesuai dengan trayeknya sekalipun kapal tersebut tidak melakukan kegiatan bongkar muat barang atau hewan dan atau menaikan menurunkan penumpang dikenakan tarif jasa labuh sebesar 100 % dari tarif dasar

b. Untuk kunjungan kapal kedua dan seterusnya yang masih dalam waktu 15 hari tidak dikenakan tarif jasa labuh lagi, dan apabila pada masa ke 11 masih berada di pelabuhan untuk kunjungan tersebut dikenakan tarif jasa labuh baru

c. Kapal yang menunggu naik dok atau perbaikan diperairan pelabuhan dikenakan tarif jasa labuh sebesar 75 % dari tarif dasar atas dasar syarat keterangan dari Syahbandar setempat, kecuali kapal tersebut berlabuh dalam lingkungan kerja yang telah disewa sesuai kontrak antara pemilik dok yang bersangkutan dengan PT. (Persero) Pelindo dibebaskan dari tarif jasa labuh.

2). Jasa Pandu

a. Kapal wajib pandu yang masuk, keluar dan atau melakukan gerakan tersendiri di daerah perairan wajib pandu tanpa izin, dikenakan tambahan tarif pelayanan jasa pemanduan sebesar 200 % dari tarif dasar

b. Pelayanan pemanduan gerakan tersendiri di dalam perairan wajib pandu untuk keperluan shifting kapal pada pelabuhan tertentu yang jarak pelayanan pemanduannya melebihi jarak pemanduan pada pelabuhan setempat diatur dengan keputusa tersendiri

(36)

c. Pengenaan tarif pelayanan jasa pemanduan bagi kapal tunda yang menggandeng tongkang atau alat apung lainya diatur sebagai berikut :

1). Tongkang atau alat apung lainnya yang ditunda atau dikawal atau didorong atau digandeng oleh kapal tunda milik perusahaan, dikenakan tarif pelayanan jasa pemanduan sebesar GT tongkang atau alat apung yang bersangkutan, sedangkan penggunaan kapal tunda tersebut dikenakan tarif pelayanan jasa tunda yang berlaku sesuai dengan keputusan ini

2). Tongkang atau alat apung lainnya yang ditunda atau dikawal atau didorong atau digandeng oleh kapal tunda bukan milik perusahaan dikenakan tarif pelayanan jasa pemanduan sebesar GT kapal tunda ditambah GT tongkang atau alat apung yang bersangkutan

d. Kapal yang menggunakan jasa pemanduan diluar batas perairan wajib pandu pelabuhan terdekat dengan ketentuan biaya transportasi dan akomodasi pemanduan menjadi beban pemakai jasa yang besarnya ditetapkan oleh kepala cabang setempat

3). Jasa Tunda

a. Pengenaan tarif pelayanan jasa pemanduan kapal diperairan wajib, ditetapkan sebagai berikut :

1). Pemakaian kapal tunda dikenakan tarif pelayanan jasa penundaan sebesar tarif dasar

2). Pembatalan permintaan kapal tunda yang telah dikirim ke lokasi kapal, dikenakan tarif pelayanan jasa penundaan sesuai tarif dasar minimal untuk pemakaian 1 jam

b. Jam pemakaian kapal tunda dihitung sejak kapal tunda tiba dilokasi kapal yang ditunda sampai dengan selesai menunda ditambah jumlah jam keberangkatan dari sampai ke pangkalan c. Jumlah jam keberangkatan dari pangkalan dan jam kembali ke pangkalan bagi kapal tunda sebagaimana dimaksudkan, ditetapkan dengan keputusan tersendiri

(37)

d. Pemakaian kapal tunda diluar batas perairan wajib pandu dan di perairan pandu luar biasa dalam keadaan menunda atau mendorong atau menggandeng dan keadaan tidak menunda atau mendorong atau menggandeng, termasuk melakukan pengawalan dan penjagaan kapal, ditetapkan dengan keputusan tersendiri

e. Kapal tunda bukan milik perusahaan dapat menunda kapal sebagai sarana bantu pemanduan, dengan ketentuan dilakukan bagi hasil dengan perusahaan, yang besarannya ditetapkan berdasarkan kesepakatan

f. Penundaan kapal yang dilayani secara bersama-sama oleh kapal tunda milik perusahaan, maka pendapatan jasa penundaannya ditetapkan sebagai berikut :

1). Dibagi berdasarkan perbandingan jumlah PK dari masing-masing kapal tunda yang digunakan

2). Operator kapal tunda bukan milik perusahaan wajib membayar pada perusahaan yang besarannya sesuai dengan hasil sebagaimana telah ditetapkan

3). Dalam hal terjadi pelayanan jasa pemanduan dengan menggunakan kapal tunda bukan milik perusahaan diluar batas perairan wajib pandu, dikenakan tambahan biaya supervise penundaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan 4). Pembulatan jam pemakaian kapal tunda sebagaimana dimaksudkan, ditetapkan sebagai berikut :

(a) Penggunaan kapal tunda kurang dari 1 jam dihitung menjadi 1 jam

(b) Untuk selebihnya

(1) Kurang dari1/2 jam dihitung menjadi 1 jam (2) Lebih dari ½ jam dihitung menjadi 1 jam 5). Jasa Tambat

(38)

a. Pengenaan tarif pelayanan jasa tambat, didasarkan pada GT kapal berpedoman pada surat ukur kapal dengan masa tambat menggunakan satuan etmal

b. Kelebihan waktu tambat dari batas waktu yang ditetapkan oleh kepala cabang setempat berdasarkan kesepakatan dengan asosiasi pengguna jasa terkait, berpedoman pada pola perhitungan Loading/Unloading rate (rata-rata bongkar muat). Dikenakan tambahan biaya tambat sebesar 100 % dari tarif dasar

c. Kapal yang bertambat pada breasting dolphin atau pelampung yang melebihi 30 etmal dikenakan tambahan tarif pelayanan jasa tambat sebesar 50 % dari tarif dasar yang dihitung mulai dari etmal ke-31

d. Tarif pelayanan jasa tambat untuk tambatan pinggiran dikenakan terhadap kapal yang bertambat atau sandar secara fisik diikat dipinggiran sungai atau pantai dalam daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan

e. Kapal yang bertambat pada tambatan pinggiran dikenakan tarif pelayanan jasa tambat tanpa pembatasan waktu tambat

f. Kapal yang bertambat lebih dari satu jenis tambatan, yaitu tambatan dermaga (beton) atau bertambat pada lambung kapal lain yang sedang bertambat, perhitungan masa tambatnya didasarkan pada penjumlahan waktu dari penggunaan beberapa tambatan dan dikenakan tarif tambatan tertinggi, tidak termasuk waktu bertambat pada breasting dolphin, pelampung dan pinggiran

g. Kapal yang bertambat pada tambatan dermaga (beton, besi dan kayu) yang dilengkapi breasting dolphin atau pelampung dikenakan tarif pelayanan jasa tambat dermaga (beton, besi dan kayu)

h. Tarif pelayananjasa tambat bagi kapal yang melakukan kegiatan tetap, pembayarannya dapat dilakukan sekaligus untuk setiap bulan almanak, yang besaranya diperhitungkan sebayak 20 etmal

(39)

dikalikan tarif dasar pelayanan jasa tambat tertinggi di pelabuhan yang bersangkutan

i. Kapal yang bertambat tidak sesuai dengan jam tambat yang telah ditetapkan, keterlambatan pembatalan permintaan tambatan, keterlambatan permintaan perpanjangan penggunaan tambatan, dikenakan tambahan tarif pelayanan jasa tambat yang pelaksanaanya diatur dengan keputusan tersendiri

Tabel 5.2 Biaya Yang Dikeluarkan Oleh Peraturan Pelindo III Tanjung Emas Semarang

KAPAL DALAM NEGERI

NO JENIS JASA TARIF

(Rp) KETERANGAN

1 JASA LABUH

- Kapal niaga 73,- per

GT/kunjungan - Kapal bukan niaga 37,- per

GT/kunjungan

2 JASA TAMBAT

- Dermaga (Besi,

Besi/Kayu) 68,- per GT/etmal - Breasting Dolphin dan

Pelampung 35,- per GT/etmal

- Pinggiran 23,- per GT/etmal

3 PEMANDUAN

(40)

- Tarif tambahan 22,- per

GT/kapal/gerakan

4 PENUNDAAN

4.1 Kapal s.d 3.500 GT

- Tarif tetap 186.000,- per kapal yang ditunda/jam - Tarif variabel 3,- per GT/kapal

yang ditunda/jam 4.2 Kapal 3.501 s.d 8.000 GT

- Tarif tetap 465.000,- per kapal yang ditunda/jam - Tarif variabel 3,- per GT/kapal

yang ditunda/jam 4.3 Kapal 8.001 s.d 14.000

GT

- Tarif tetap 736.250,- per kapal yang ditunda/jam - Tarif variabel 3,- per GT/kapal

yang ditunda/jam 4.4 Kapal 14.001 s.d 18.000

GT

- Tarif tetap 968.750,- per kapal yang ditunda/jam - Tarif variabel 3,- per GT/kapal

yang ditunda/jam 4.5 Kapal 18.001 s.d 26.000

(41)

- Tarif tetap 1.550.000,- per kapal yang ditunda/jam - Tarif variabel 3,- per GT/kapal

yang ditunda/jam 4.6 Kapal 26.001 s.d 40.000

GT

- Tarif tetap 1.550.000,- per kapal yang ditunda/jam - Tarif variabel 3,- per GT/kapal

yang ditunda/jam 4.7 Kapal 40.001 s.d 75.000

GT

- Tarif tetap 1.550.000,- per kapal yang ditunda/jam - Tarif variabel 3,- per GT/kapal

yang ditunda/jam 4.8 Kapal di atas 75.000 GT

- Tarif tetap 2.092.500,- per kapal yang ditunda/jam - Tarif variabel 4,- per GT/kapal

yang ditunda/jam 5 KEPIL DARAT 5.1 PENGEPILAN a. Di dermaga LOA 30 s/d 50 M 102.700,- ikat/lepas per kapal LOA 51 s/d 100 M 194.000,- ikat/lepas per kapal

(42)

LOA 101 M ke atas 285.000,- ikat/lepas per kapal b. Di bouy LOA 51 s/d 100 M 285.000,- ikat/lepas per kapal LOA 101 s/d 150 M 399.300,- ikat/lepas per kapal LOA 151 M ke atas 570.375,- ikat/lepas per kapal 5.2 SHIFTING

a. Dalam satu dermaga

tanpa penundaan 102.700,-

sekali gerakan ke kapal

b. Antar dermaga dengan

penundaan 194.000,-

sekali gerakan ke kapal

c. Antar bouy dengan

penundaan 285.000,-

sekali gerakan ke kapal

LUAR NEGERI

NO JENIS JASA TARIF

(US $) KETERANGAN

1 JASA LABUH 0.092 per GT/kunjungan

2 JASA TAMBAT

- Dermaga (Besi,

(43)

- Breasting Dolphin dan

Pelampung 0.058 per GT/etmal - Pinggiran 0.017 per GT/etmal

3 PEMANDUAN

- Tarif pokok 75 per kapal/gerakan - Tarif tambahan 0.022 per

GT/kapal/gerakan

4 PENUNDAAN

4.1 Kapal s.d 3.500 GT

- Tarif tetap 163.13 per kapal yang ditunda/jam

- Tarif variabel 0.005 per GT/kapal yang ditunda/jam

4.2 Kapal 3.501 s.d 8.000 GT

- Tarif tetap 421.88 per kapal yang ditunda/jam

- Tarif variabel 0.005 per GT/kapal yang ditunda/jam

4.3 Kapal 8.001 s.d 14.000

GT

- Tarif tetap 641.25 per kapal yang ditunda/jam

- Tarif variabel 0.005 per GT/kapal yang ditunda/jam

4.4 Kapal 14.001 s.d 18.000

(44)

- Tarif tetap 866.25 per kapal yang ditunda/jam

- Tarif variabel 0.005 per GT/kapal yang ditunda/jam

4.5 Kapal 18.001 s.d 26.000

GT

- Tarif tetap 1372.5 per kapal yang ditunda/jam

- Tarif variabel 0.005 per GT/kapal yang ditunda/jam

4.6 Kapal 26.001 s.d 40.000

GT

- Tarif tetap 1372.5 per kapal yang ditunda/jam

- Tarif variabel 0.005 per GT/kapal yang ditunda/jam

4.7 Kapal 40.001 s.d 75.000

GT

- Tarif tetap 1462.5 per kapal yang ditunda/jam

- Tarif variabel 0.005 per GT/kapal yang ditunda/jam

4.8 Kapal di atas 75.000 GT

- Tarif tetap 1912.5 per kapal yang ditunda/jam

- Tarif variabel 0.005 per GT/kapal yang ditunda/jam

(45)

5.1 PENGEPILAN a. Di dermaga LOA 30 s/d

50 M 18 ikat/lepas per kapal

LOA 51 s/d

100 M 37 ikat/lepas per kapal LOA 101 M

ke atas 46 ikat/lepas per kapal

b. Di bouy LOA 51 s/d

100 M 46 ikat/lepas per kapal LOA 101

s/d 150 M 69 ikat/lepas per kapal LOA 151 M

ke atas 92 ikat/lepas per kapal

5.2 SHIFTING

a. Dalam satu dermaga tanpa penundaan 18

sekali gerakan ke kapal

b. Antar dermaga dengan

penundaan 37

sekali gerakan ke kapal

c. Antar bouy dengan

penundaan 46 sekali gerakan ke kapal DERMAGA NO URAIAN TARIF (Rp) KETERANGAN

(46)

1 Barang Dalam Kemasan a. Petikemas di Dermaga

Konvensional

1) Ukuran 20" - Kosong 15.600,- Per Box - Isi 31.200,- Per Box

2) Ukuran 40" - Kosong 23.400,- Per Box - Isi 46.800,- Per Box

b. Palet dan Unitisasi 780,- Per Ton/M3

2 Barang Tidak Dalam

Kemasan

a. Tidak Menggunakan alat khusus / mekanis (conveyor/pipa/pompa/Wheel loader dan sejenisnya)

975,- Per Ton/M3

b. Menggunakan alat khusus / mekanis

(conveyor/pipa/pompa/Wheel loader dan sejenisnya)

780,- Per Ton/M3

(47)

c. Hewan (sapi, kerbau, kambing, babi dan sejenisnya) 975,- Per Ekor PENUMPUKAN NO URAIAN TARIF (Rp) KETERANGAN

1 Gudang 325,- Per Ton/M3/hari

2 Lapangan Non Petikemas

a. Barang Umum / Curah / Pallet /

Unitisasi 160,- Per Ton/M3/hari

b. Hewan (sapi, kerbau, kambing,

babi dan sejenisnya) 975,- Per Ekor/hari

3 Lapangan Petikemas

a. Petikemas Ukuran 20"

1) Kosong 3.250,- Per Box/hari

2) Isi 6.500,- Per Box/hari

3) Overheight / Overlength /

Overwidth 11.700,- Per Box/hari

4) Petikemas Reefer 11.700,- Per Box/hari 5) Chassis 5.000,- Per Box/hari

6) Chasis bermuatan 5.000,-

Per Box/hari ditambah tarif

(48)

sesuai nomor 3.a.1),2),3) dan 4)

b. Petikemas Ukuran 40"

1) Kosong 6.500,- Per Box/hari

2) Isi 13.000,- Per Box/hari

3) Overheight / Overlength /

Overwidth 23.400,- Per Box/hari

4) Petikemas Reefer 23.400,- Per Box/hari 5) Chassis 10.000,- Per Box/hari

6) Chasis bermuatan 10.000,- Per Box/hari ditambah tarif sesuai nomor 3.b.1),2),3) dan 4)

Melihat dari rujukan ketentuan tarif diatas yang nantinya dapat diambil hubungannya dengan pengoperasian kapal. Disini penulis akan memberikan persamaan dari beberapa ketentuan yang ada, seperti :

1. Adanya pembebasan tarif bagi kapal-kapal dengan tujuan kemanusiaan, kapal perang, kapal palang merah ataupun kapal-kapal instansi pemerintah (misalnya : kapal PEMDA, kapal POLRI, kapal penelitian) 2. Adanya denda penalti bagi kapal-kapal niaga yang melewati batas

waktu yang telah ditentukan atau diperkirakan pemakaiannya. Dengan hal ini berarti para pengguna jasa memperhatikan efiensi waktu di pelabuhan. Dengan begitu dapat memperkecil biaya running well di pelabuhan seperti bunker, TKBM, biaya labuh, biaya pandu, biaya tunda, dan biaya tambat itu sendiri

3. Dan jika ada pembatalan permintan pelayanan oleh pihak pengguna jasa, sebagai contoh pada jasa penundaan tetap ada sesuai tarif dasar

(49)

minimal untuk pemakaian 1 (satu) jam. Oleh karenanya bagai para pengguna jasa lebih bijak dalam hal ini jika tidak ingin memperbesar biaya operasional yang pada akhirnya berpengaruh terhadap benefit perusahaan itu sendiri. Sangatlah lalai apabila adanya pengeluaran biaya operasional hanya dikarenakan oleh pemakaian jasa pelabuhan yang dibatalkan

4. Pada pelayanan jasa pemanduan jika ada kapal niaga melakukan shifting di dalam perairan wajib pandu diatur dengan keputusan sendiri. A. Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya biaya kapal di pelabuhan

1. Produktifitas bongkar muat yang rendah hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya :

a. Muatan tempat penimbunan peti kemas di dalam kapal atau in hold tidak teratur yang menjadi bongkar muatan menjadi lambat

b.Jika sebagaian alat bongkar muatnya yang kurang terawat atau maintenance, sehingga menyebabkan mobilitas bongkar muat menjadi rendah

c. Skill dari SDM yang dipekerjakan rendah

d.Ketidaksiapan alat angkut petikemas atau trailer terjadi pada alat gentry crane ataupun ship crane menjadi idle time (waktu menganggur)

2. Pelayanan pemanduan yang lamban sehingga menyebakan waiting time yang pada akhirnya menambah biaya operasional

3. Faktor penunjang lainnya adalah sebagai berikut : a. Cuaca

Misalnya kalau terjadi hujan lebat disertai badai menyebabkan kerja tidak maksimal

b. Pada waktu bongkar muat chasis tidak siap c. Waktu BOR sangat tinggi

(50)

B. Upaya-upaya yang dapat dilakukan agar biaya kapal di pelabuhan lebih efisien

1. Mendukung kelancaran kegiatan bongkar muat, misalnya dengan cara : a. Muatan lebih siap ditempat yang terjangkau

b. Maintenance peralatan rutin, kalaupun ada yang sudah tidak layak seyogyanya peralatan tersebut bisa melalui sewa atau membeli dengan cara outsourcing

c. Mengadakan diklat - diklat pelatihan bagi SDM untuk menambah wawasan dan pengalaman baru

d. Sebelum dimulai kegiatan bongkar muat semua alat angkut ataupun alat bongkar telah siap

2. Pelayanan jasa kapal yang cepat, misalnya pada saat meminta pelayanan pemanduan langsung terlayani sehingga kapal langsung bisa mulai bekerja (bongkar-muat)

3. Menekan faktor BOR yang tinggi, dengan cara meningkatkan produktifitas bongkar muat, sehingga mobilitas pemakaian kade dapat lebih maksimal.

5.3 Pengujian Sistem

Pengujian sistem merupakan salah satu tahap yang digunakan untuk menguji dan mengetahui kinerja dari keseluruhan fungsi sistem yang telah dibangun. Fungsi utama dari sistem ini merupakan pengelompokkan daerah mana yang banyak menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan sejenis. Berikut ini merupakan hasil pengujian dari setiap menu yang terdapat pada sistem.

(51)

5.3.1 Tampilan Halaman Login Aplikasi

Gambar 5.8 Tampilan Halaman Login Aplikasi

Gambar 5.8 merupakan tampilan halaman login yang akan menjadi halaman utama pada sistem ini, halaman home berisi data setiap record dari pasien yang telah diinputkan pada form inputan yang kemudian disimpan dalam database sistem, seluruh data yang telah diinputkan akan ditampilkan dalam bentuk tabel sesuai atribut data kapal.

Gambar

Tabel 5.1 Data Pendapatan Jasa Pemanduan Periode Tahun 2007 – 2009
Gambar 5.1 indikator pelayanan kapal di pelabuhan (Sumber : PT.
Gambar 5.2 Gantry crane
Gambar 5.3 Container Spreader
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahun 1985-1987 di desa Kali- kotes juga pernah dilakukan penelitian ten- tang peran serta masyarakat dalam penang- gulangan malaria melalui pengangkatan Tenaga

Beberapa bagian penting yang dianalisis meliputi seberapa besar waktu tunggu kapal (Waiting Time), waktu pelayanan pemanduan kapal (Approach Time), rasio effective time

Fungsi trigonometri adalah fungsi yang periodik sehingga tidak satu-satu, jika daerah asalnya dibatasi fungsi trigonometri bisa dibuat menjadi satu- satu sehingga mempunyai

Teori ini didasarkan pada suatu analisa di mana setiap orang membayar atas penggunaan barang-barang publik dengan jumlah yang sama, yaitu sesuai dengan sistem harga untuk

Anwar (2009) dalam penelitiannya yang berjudul ‘Nilai Ekonomi Akibat Kerusakan Jalan Berdasarkan Pendekatan Willingness to Pay dan Willingness to Accept di Jalan

Jadi yang dimaksud dengan studi dalam penelitian ini adalah suatu penelitian ilmiah, kajian, telaahan untuk mengetahui bagaimana bentuk bimbingan dan konseling terhadap

ƒ Time to market : waktu mulai proyek Time to market : waktu mulai proyek sampai produk tersedia bagi pelnggan dalam jumlah yang dibutuhkan j y g. ƒ Mengurangi time to

2 FKG Universitas Jember Jumlah work station yang berhasil dicoba terlampau sedikit (6 komputer), webcam saat uji coba tidak terkoneksi dengan KDGI. 3