• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PEMETAAN KEMISKINAN

DI KOTA SEMARANG

Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat

Unisbank Semarang

Abstrak

Kemiskinan sampai saat ini masih menjadi isu pembangunan di Kota Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk memetaan kemiskinan di Kota Semarang. Diambil sampel 4 (empat) kecamatan, yaitu Semarang Barat mewakili kemiskinan perkotaan, Semarang Utara mewakili kemiskinan pantai , Pedurungan mewakili kemiskinan pedesaan dan Gunungpati mewakili kemiskinan pegunungan. Profil masyarakat miskin pada empat kecamatan tersebut adalah : jenis pekerjaan meliputi buruh, wiraswasta dan nelayan, dengan penghasilan di bawah Rp.500.000,- perbulan. Jumlah anggota keluarga kecil dan jumlah anak sedikit, tingkat pendidikan SD, air yang digunkan air sumur, menggunakan penerangan listrik, kebutuhan akan tempat tinggal dipenuhi sendiri, tidak memiliki tanah garapan serta penduduk sekitar bekerja sebagai buruh. Garis kemiskinan dilihat dari pemenuhan kebutuhan sehari dinilai dengan konsumsi beras adalah >0,75 – 1 kg beras. Rekomendasi penelitian ini adalah menyelenggarakan pendidikan tingkat menengah dan tingkat atas bidang kejuruan bagi keluarga miskin dengan biaya terjangkau, memberikan penyuluhan bersamaan saat pembagian sumbangan, subsidi, dan sejenisnya untuk menyadarkan masyarakat bahwa kemiskinan dapat diatasi dari lingkungan keluarga, kriteria kemiskinan yang ada perlu dibakukan dan disosialisasikan kepada masyarakat, bantuan yang diberikan diarahkan pada bantuan modal usaha atau pemberian lapangan kerja. Kata kunci : pemetaan, kemiskinan, kecamatan

Pendahuluan

Kondisi ekonomi yang semakin memburuk di Indonesia setelah krisis ekonomi, telah membawa dampak yang berkepanjangan. Hal tersebut terlihat dengan meningkatnya jumlah keluarga miskin) sehingga kemiskinan masih menjadi isu pembangunan di Kota Semarang. Data BPS tahun 2006 di Kota Semarang menunjukkan jumlah sekitar 230.000 warga miskin. Upaya Pemerintah Kota Semarang dalam menangani kemiskinan tertera dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2005 – 2010, melalui misi pertama “Mewujudkan kualitas sumber daya manusia yang religius melalui peningkatan kualitas keimanan dan ketaqwaan, pendidikan dan derajat kesehatan masyarakat dengan memperbesar akses bagi masyarakat miskin, serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi”.

Program dan kegiatan Pemerintah Kota Semarang baik yang didanai oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah kota belum berjalan optimal dikarenakan gambaran kemiskinan belum terpetakan secara detail. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan pemetaan kemiskinan agar dapat diketahui

potret riil kemiskinan di Kota Semarang, agar target dan sasaran serta strategi penanganannya lebih optimal. Fokus dari studi ini meliputi 13 komponen kebutuhan dasar, yaitu listrik (penerangan), air minum/PAM, pendidikan, beras, lauk, sandang, kesehatan, biaya sosial, tabungan agregatif, transportasi, perumahan/fasilitas, rekreasi dan kebutuhan lainnya dan rata-rata pendapatan perhari.

Landasan Teori

Banyak sekali pengertian tentang kemiskinan, kemiskinan dapat didefinisikan dari berbagai sudut pandang. BPS mendasarkan pada besar rupiah yang dibelanjakan perkapita perbulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan & bukan makanan (BPS,1994). Kebutuhan minimum makanan menggunakan patokan 2.100 kalori perhari, kebutuhan non makanan meliputi perumahan, sandang, aneka barang dan jasa. Menurut Prof. Sujogyo kemiskinan didasarkan atas harga beras yaitu tingkat konsumsi perkapita setahun yang sama dengan beras. Kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan memenuhi standart hidup minimum. Ukuran kemiskinan didasarkan pada 2 elemen konsumsi (Consumption based poverty line) , yaitu pengeluaran untuk pemenuhan standart gizi

(2)

minimum dan kebutuhan dasar dan pengeluaran untuk kebutuhan hidup bermasyarakat.

Penyebab kemiskinan dari sisi ekonomi secara mikro adalah ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya, perbedaan kualitas sumber daya manusia, dan perbedaan akses dalam modal. Ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang, kualitas sumber daya manusia rendah

berarti produktivitas rendah sehingga upah rendah. Rendahnya kualitas SDM diakibatkan karena tingkat pendidikan yang rendah, nasib yang kurang beruntung, diskriminasi dan keturunan.

Ketiganya bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (Vicious Circle of Poverty) yang dapat digambarkan pada diagram berikut :

Lingkaran Setan Kemiskinan (Vicious Circle of Poverty)

Metodologi Penelitian

Data primer didapatkan melalui penyebaran kuesioner kepada 600 responden keluarga miskin dan 40 responden pejabat kelurahan dan kecamatan terkait. Data sekunder merupakan data kemiskinan yang diperoleh dari instansi terkait.

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis deskriptif. Dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas pada kuesioner kemiskinan.

Hasil Penelitian

Dilihat dari kondisi geografis yang ada, Kota Semarang memiliki 4 karakteristik yaitu wilayah

pedesaan, wilayah perkotaan, wilayah pantai dan wilayah pegunungan. Penetapan sampel Kecamatan didasarkan pada 4 karakteristik tersebut. Semarang Barat mewakili kemiskinan perkotaan karena kecamatan Semarang Barat mempunyai keluarga miskin terbanyak diantara kecamatan kota yang ada, Semarang Utara mewakili kemiskinan pantai karena Semarang Utara mempunyai penduduk miskin terbanyak di daerah pantai, Pedurungan mewakili kemiskinan pedesaan karena Pedurungan adalah daerah pedesaan yang mempunyai penduduk miskin terbanyak dan Gunungpati mewakili kemiskinan pegunungan karena Gunungpati merupakan daerah pegunungan yang mempunyai keluarga miskin terbanyak.

1. Profil Masyarakat Miskin

Tabel 1 Kurang Modal Investasi Rendah Tabungan rendah Produksi Rendah Pendapatan rendah Ketidak Sempurnaan Pasar

Keterbelakangan Ketertinggalan

(3)

Profil Masyarakat Miskin di Kecamatan Gunungpati, Pedurungan, Semarang Barat dan Semarang Utara Tahun 2007

No Karakteristik

Kemiskinan Gunungpati Pedurungan Semarang Barat Semarang Utara 1 Pekerjaan Buruh Wiraswasta Buruh Nelayan 2 Umur >40 – 50 th >40 – 50 th >40 – 50 th >60 th 3 Penghasilan <Rp.500.000 <Rp.500.000 <Rp.500.000 <Rp.500.000 4 Anggota kel 1-3 orang >3 - 5 orang >3 - 5 orang >3 - 5 orang 5 Anak kandung 1-2 orang 3 - 4 orang 1-2 orang 1-2 orang 6 Penddikan Lulus SD Lulus SD Lulus SD Lulus SD 7 Air Sumur Sumur Sumur Sumur 8 Penerangan Listrik Listrik Listrik Listrik 9 Kebut.pokok >0,75-1kg >0,75-1kg >0,75-1kg >0,75-1kg 10 Kebut.rumah Sendiri Sendiri Sendiri Sendiri 11 Tanah garapan Tidak punya Tidak punya Tidak punya Tidak punya 12 Pekj.warga

sekitar

Buruh Buruh Buruh Buruh Sumber : data primer terolah

Profil masyarakat miskin di 4 kecamatan adalah sebagai berikut : jenis pekerjaan meliputi buruh, wiraswasta dan nelayan, dengan besar penghasilan di bawah Rp.500.000,- perbulan. Usia termasuk usia produktif, jumlah anggota keluarga 2 – 5 orang , tingkat pendidikan rendah yaitu lulus sekolah dasar, menggunakan air dari sumur, menggunakan tenaga listrik, kebutuhan akan tempat tinggal dipenuhi sendiri, tidak memiliki tanah garapan serta masyarakat di lingkungan sekitar bekerja sebagai buruh.

2. Analisis Komponen Kebutuhan Dasar

Pada 4 kecamatan diketahui bahwa responden membeli sandang setelah terlebih dahulu menabung karena penghasilan yang rendah. Harga beras dirasakan relatif tinggi sedangkan harga beras Dolog terjangkau. Penghasilan yang didapatkan baru memenuhi kebutuhan primer, responden mengutamakan gizi anak-anak walaupun belum memikirkan empat sehat lima sempurna. Kebutuhan akan rumah yang layak sangat mendesak untuk dipenuhi walaupun mahal. Peralatan rumah tangga dirasakan perlu tetapi banyak yang menganggap tidak terbeli. Sebagian kondisi rumah tidak memenuhi syarat hunian dan tidak dilengkapi dengan fasilitas sanitasi yang baik. Biaya pendidikan dirasakan tinggi dan tidak terjangkau sehingga pendidikan

yang ditempuh hanya sampai tingkat pendidikan dasar. Menurut responden tingkat pendidikan mempengaruhi pilihan pekerjaan, dengan pendidikan rendah mereka hanya bisa menjadi buruh.

Kesehatan dirasakan penting tetapi responden jarang berobat ke dokter karena mahal. Puskesmas lebih terjangkau dan pengobatan alternatif lebih menjadi pilihan. Masyarakat jarang menyediakan obat-obatan di rumah. Biaya sosial yang dibutuhkan disesuaikan dengan kemampuan lingkungan sehingga durasakan tidak terlalu besar. Kebutuhan air dipenuhi dari air sumur karena untuk membayar PDAM mahal. Hampir semua responden menggunakan listrik untuk penerangan rumah, walaupun demikian mereka menganggap biaya rekening listrik mahal. Lauk yang dapat dibeli adalah lauk yang sederhana. Masyarakat belum dapat menabung karena tidak punya kelebihan uang. Alat transportasi dianggap cukup penting tetapi tidak terjangkau karena mahal. Biaya rekreasi dirasakan sangat mahal dan belum merupakan kebutuhan keluarga, sebagai pengganti rekreasi mereka berkumpul dengan keluarga di rumah atau mencari hiburan sendiri. Kebutuhan lain tidak terjangkau walaupun mereka menganggap selain kebutuhan pokok mereka juga memiliki kebutuhan lain. Responden hampir tidak memiliki waktu istirahat karena

(4)

waktu digunakan untuk mencari nafkah. Bila tidak ada pekerjaan maka waktu dihabiskan bersama keluarga di rumah. Walaupun sibuk mereka selalu meluangkan waktu untuk beribadah.

3. Persepsi Terhadap Kemiskinan dan Kebijakan Penangannya

3.1. Pendapat Pejabat

Pendapat pejabat kecamatan dan kelurahan tentang jumlah penduduk miskin dalam suatu wilayah bervariasi, sebagian menganggap jumlah meningkat , sebagian menganggap tetap, sebagian lagi berpendapat bahwa jumlahnya menurun. Penanganan kemiskinan dapat diberikan dalam bentuk Askeskin, Raskin, Sumbangan Langsung Tunai (SLT) dan penanganan dalam bentuk lain disamping ketiga hal tersebut.

Penyebab kemiskinan menurut mereka adalah lapangan pekerjaan kurang, keahlian kurang, tingkat pendidikan rendah, tidak memiliki tanah garapan, kemiskinan adalah warisan para leluhur dan situasi di lingkungan masyarakat yang mendukung.

Sarana dan prasarana umum yang tersedia cukup memadai dan cukup terjangkau oleh masyarakat, tetapi sarana dan prasarana yang mahal tetap tidak terjangkau.

Kebijakan pemerintah dalam menangani kemiskinan cukup baik karena masyarakat merasa terbantu. Program Askeskin, Raskin, dan SLT dibutuhkan masyarakat tetapi penyampaian SLT terkadang salah sasaran. Dari ketiga jenis penanganan tersebut yang mempunyai urutan dari yang paling efektif menurut mereka adalah Askeskin, Raskin, SLT. Masyarakat miskin membutuhkan jenis bantuan lain yang dapat meningkatkan pendapatan seperti pembekalan ketrampilan.

3.2. Pendapat Masyarakat a. Kecamatan Gunungpati

Sebagian besar responden menganggap bahwa penanganan kemiskinan yang selama ini dilakukan oleh pemerintah belum mengena karena sering salah sasaran (66,67%). Bantuan yang diberikan tidak sepenuhnya diterima oleh warga miskin tetapi juga diterima warga yang tidak miskin. Sebelum bantuan diberikan sebaiknya dilakukan pendataan ulang keluarga miskin. Sebanyak 47,50% responden mengusulkan jenis bantuan dari pemerintah berupa beras, uang, dan bantuan modal kerja tanpa bunga. Sebanyak 35,83%

responden mengusulkan perluasan lapangan pekerjaan baik berupa padat karya atau penciptaan lapangan kerja baru. Penanganan lain yang diinginkan adalah penurunan harga baik harga kebutuhan pokok atau harga bahan bakar dan adanya program pendidikan dan kesehatan gratis.

b. Kecamatan Pedurungan

Sebanyak 54,46% responden menganggap bahwa program bantuan yang selama ini diberikan pemerintah pada masyarakat miskin sudah mengena pada sasaran. Masyarakat menginginkan perluasan lapangan pekerjaan, sekolah gratis dan penurunan harga.

c. Kecamatan Semarang Barat

Sebagian besar responden menganggap bahwa penanganan kemiskinan yang selama ini dilakukan oleh pemerintah belum mengena. Mereka menginginkan pendataan ulang masyarakat miskin agar diperoleh data yang valid. Masyarakat mengharapkan perluasan lapangan kerja, penurunan harga, kenaikan upah buruh, dan sekolah gratis.

d. Kecamatan Semarang Utara

Sebagian besar responden menganggap bahwa penanganan kemiskinan yang selama ini dilakukan oleh pemerintah pada masyarakat miskin sudah mengena pada sasaran (76,67%), tetapi besarnya batuan belum sebanding dengan kebutuhan sehingga diharapkan bantuan berlanjut dengan nilai lebih besar dan dilaksanakan tepat waktu. Responden mengharapkan bantuan modal kerja, penciptaan lapangan kerja baru untuk menampung pengangguran, sekolah gratis untuk meningkatkan pendidikan, dan harga diturunkan agar harga kebutuhan pokok terjangkau.

D. Simpulan dan Rekomendasi 1. Simpulan.

1. Profil masyarakat miskin di kecamatan Gunungpati, Pedurungan, Semarang Barat, dan Semarang Utara adalah : jenis pekerjaan masyarakat meliputi buruh, wiraswasta dan nelayan, dengan penghasilan di bawah Rp.500.000,- perbulan. Jumlah anggota keluarga kecil dan jumlah anak sedikit, tingkat pendidikan SD, menggunakan air sumur, menggunakan penerangan listrik, kebutuhan akan tempat tinggal dipenuhi sendiri, tidak memiliki tanah garapan serta penduduk sekitar bekerja sebagai buruh.

(5)

2. Garis kemiskinan dilihat dari pemenuhan kebutuhan yang dinilai dengan jumlah beras adalah >0,75 – 1 kg beras sehari. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat miskin tergolong pada katagori miskin. Kemiskinan disebabkan karena tingkat pendidikan rendah yang tidak diimbangi oleh ketrampilan sehingga pekerjaan mereka sebagian besar sebagai buruh, tidak memiliki tanah garapan sendiri sehingga mereka selalu tergantung pada orang lain, tinggal pada lingkungan yang tidak mendukung karena masyarakatnya bekerja sebagai buruh.

3. Pejabat berpendapat bahwa secara keseluruhan kebijakan pemerintah dalam menangani kemiskinan yang dilakukan cukup baik. Askeskin dan raskin merupakan bantuan yang sangat dibutuhkan, sedangkan SLT tidak semua berpendapat hal itu dibutuhkan. Urutan program yang dinilai paling efektif adalah askeskin, raskin, SLT Dibutuhkan program bantuan yang lain selain tiga program tersebut. Masyarakat Kecamatan Gunungpati dan Semarang Barat berpendapat bahwa program bantuan yang telah diberikan belum mengena, berbeda dengan pendapat masyarakat Pedurungan dan Semarang Utara yang menyatakan bahwa program pemberian bantuan telah tepat sasaran.

4. Masyarakat Kecamatan Gunungpati mengusulkan adanya pemberian bantuan, penurunan harga kebutuhan pokok dan bahan bakar, sekolah dan kesehatan gratis , serta perluasan lapangan pekerjaan. Masyarakat Kecamatan Pedurungan mengusulkan perluasan lapangan pekerjaan, pemberian bantuan, menambah ketrampilan masyarakat, menurunkan harga serta sekolah dan kesehatan gratis. Masyarakat Kecamatan Semarang Barat mengusulkan perluasan lapangan pekerjaan, pemberian bantuan, penurunan harga, sekolah dan kesehatan gratis, menaikkan upah buruh dan memberikan bekal ketrampilan. Masyarakat Kecamatan Semarang Utara mengusulkan pemberian bantuan, perluasan lapangan pekerjaan, sekolah dan kesehatan gratis dan penurunan harga.

2. Rekomendasi

1. Menyelenggarakan pendidikan tingkat menengah dan tingkat atas bidang kejuruan

bagi keluarga miskin dengan biaya yang terjangkau.

2. Memberikan penyuluhan pada saat pembagian sumbangan, subsidi, dan sejenisnya untuk menyadarkan masyarakat bahwa kemiskinan dapat diatasi dari lingkungan keluarga dengan berusaha meningkatkan keahlian dan pendidikan, sehingga budaya yang melekat pada mereka bahwa orang tua miskin maka anak juga akan miskin dapat terkikis. 3. Kriteria kemiskinan yang ada perlu dibakukan

dan disosialisasikan kepada masyarakat hingga tingkat RT oleh petugas kelurahan dan kecamatan, sehingga tidak menimbulkan kecemburuan dalam pembagian bantuan. 4. Bantuan yang diberikan berupa bantuan

modal usaha atau pemberian lapangan kerja. Dibutuhkan pembinaan yang kontinyu oleh Pemerintah Kota maupun kerja sama dengan pihak lain.

(6)

Perkembangan Kemiskinan pada 4 kecamatan tahun 2005 – 2007 dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 1

Jumlah Penduduk Miskin (KK) berdasarkan Kelurahan Sampel

Kecamatan 2005 2006 2007

Gunungpati 2450 2281 3254 Pedurungan 1010 977 922 Semarang Barat 1877 2120 2359 Semarang Utara 3671 3453 3591

Sumber: data primer terolah Dari empat kecamatan hanya 1 kecamatan yang mengalami penurunan jumlah gakin yaitu Kecamatan Pedurungan sedangkan 3 kecamatan yang lain mengalami peningkatan. Hal ini menandakan bahwa penanganan yang selama ini

dilakukan oleh pemerintah belum sepenuhnya berhasil.

Jumlah gakin dan program penanganan yang dilaksanakan pemerintah pada tahun 2007 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2

Jumlah Gakin dan Program Penanganan Kemiskinan Tahun 2007 No Kecamatan Jumlah Dapat

kartu Miskin Kartu Miskin ditolak KK Gakin BLT Askeskin 1 Semarang Utara 10.134 42.060 6.679 13.424 29.351 12.709 2 Semarang Barat 9.865 41.368 7.143 10.026 28.933 12.435 3 Gunungpati 6.251 25.279 4.968 5.677 19.152 6.127 4 Pedurungan 7.397 29.898 3.977 8.987 21.287 8.702 Jumlah 33.647 138.696 22.767 38.114 98.723 39.973 Sumber: Bappeda Kota Semarang 2007

Jumlah gakin tertinggi pada Kecamatan Semarang Utara dan terendah pada Kecamatan Gunungpati. Belum semua keluarga miskin mendapat Sumbangan Langsung Tunai (SLT) maupun Askeskin. Jumlah KK penerima Askeskin tertinggi pada Kecamatan Semarang Utara dan terendah pada Kecamatan Gunungpati. Penerima BLT terbanyak pada Kecamatan Semarang Barat dan terendah pada Kecamatan Pedurungan.

Simpulan : 1. Jumlah penduduk miskin pada tiga kecamatan yaitu Gunungpati, Semarang Barat, Semarang Utara mengalami peningkatan sedangkan jumlah penduduk miskin pada Kecamatan Pedurungan menurun

Gambar

Tabel 1  Kurang Modal Investasi Rendah Tabungan rendah  Produksi Rendah  Pendapatan rendah Ketidak Sempurnaan Pasar

Referensi

Dokumen terkait

Dasar Pembelajaran Materi Karakter Bangsa Nilai Budaya &amp; Kewirausahaan/ Ekonomi Kreatif Pembelajaran Kegiatan paian Kompetensi Indikator Penca- Penilaian Alokasi Waktu

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan metode Backpropagation Neural Network dari hasil ekstraksi dari 5 besaran GLCM dapat mengenali

Berasal dari bahasa Yunani echimos (landak) dan derma (kulit) semua hewan yang termasuk filum echinodermata biasanya hidup di laut, bentuk tubuhnya simetris

2013 26 Pengadaan Bahan Material Rehab Ruang Kelas SDN KLIMAS 35.130.000,00 Karanggede Pengadaan Langsung Kecil September DAK TA.. 2013 27 Pengadaan Bahan Material Rehab Ruang Kelas

langsung menjadi sukses; dibutuhkan waktu, proses, dan kesabaran yang ekstra di dalam diri Ana, dan pada satu saat nanti cara berpikir anda yang selalu melihat setiap hal

6DDW LQL SHUVDOLQDQ VHFWLR FDHVDUHD WLGDN PHPDNDL DQHVWHVL XPXP \DQJ PHPEXDW LEX WHWDS VDGDU WHWDSL NHDGDDQ OXND GL SHUXW UHODWLI PHQJKDPEDW SURVHV PHQ\XVXL 1\HUL VHWHODK

Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa pada Mean skor tingkat nyeri sebelum pemberian kombinasi mobilisasi dini dan relaksasi spiritual pada kelompok intervensi 5.67

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah tungau yang paling banyak ditemukan di Kelurahan Malalayang I adalah tungau dari famili Pyroglyphidae, dengan spesies yang