• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL HEMATOLOGIS AYAM PETELUR YANG DIBERI KITOSAN DAN TANPA KITOSAN PADA KONDISI UPPER THERMONEUTRAL ZONE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL HEMATOLOGIS AYAM PETELUR YANG DIBERI KITOSAN DAN TANPA KITOSAN PADA KONDISI UPPER THERMONEUTRAL ZONE"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL HEMATOLOGIS AYAM PETELUR

YANG DIBERI KITOSAN DAN TANPA KITOSAN PADA KONDISI

“UPPER THERMONEUTRAL ZONE”

THE PROFILE OF HEMATOLOGY OF LAYING HEN

FED CHITOSAN AND NOT CHITOSAN IN THE CONDITION OF

“UPPER THERMONEUTRAL ZONE”

Ali Usman*, Kurnia A. Kamil**, Andi Mushawwir**

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jl. Bandung-Sumedang KM 21 Sumedang 45363 *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016

**Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran e-mail : aliusman0912@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini mengenai profil hematologis ayam petelur yang diberi kitosan 150 ppm yang telah dilaksanakan peternakan ayam petelur CV. Acum Jaya Abadi, Desa Sumur Wiru Kecamatan Cibeurem, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Analisis darah dilakukan Laboratorium Fisiologi dan Biokimia Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kitosan terhadap jumlah eritrosit, haemoglobin, hematokrit dan MCV ayam ras petelur. Terdapat dua perlakuan dengan sistem kelompok ayam petelur tanpa pemberian Kitosan dan pemberian kitosan. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan uji t tidak berpasangan. Berdasarkan hasil analisis menunjukan bahwa pemberian Kitosan berbeda nyata (P<0,05) pada jumlah eritrosit, haemoglobin, hematokrit dan MCV.

Kata kunci : Kitosan, Eritrosit, Haemoglobin, Hematokrit dan MCV

ABSTRACT

This research concerning the profile hematology of laying hen fed 150 ppm of chitosan was held in CV. Acum Jaya Abadi, Sumur Wiru village, Cibeureum, Kuningan Regency, West Java. The blood sample was analyzed at The Laboratory of Physiology and Biochemistry, Faculty of Animal Husbandry Padjadjaran University. The purpose of this research was to find out the effect of chitosan on the amount of eritrocyte, haemoglobin, hematocrite and MCV. There ware two kinds of treatmen which the laying hens not fed chitosan and laying hens fed chitosan. This research was an experimental method with t testing in not fair. Based on the analysis result, it indicate that chitosan gives a real difference (P<0,05) on a total of eritrocyte, haemoglobin, hematocrite and MCV.

(2)

PENDAHULUAN

Perkembangan populasi ayam petelur saat ini sangat pesat, meskipun produktivitasnya masih sangat unggul. Produktivitas yang tinggi ditunjukkan sebagai dampak perbedaan lokasi dan manajemen pemeliharaan. Kondisi fisik lingkungan seperti temperatur dan kelembaban memegang peranan penting dalam produktivitas ternak ayam petelur tersebut. Ransum dan jenis perkandangan, merupakan dua aspek manajemen yang sangat mempengaruhi produksi telur dan lama masa bertelur.Secara keseluruhan rata-rata temperatur lingkungan di Indonesia melebihi zona nyaman bagi ayam petelur. Radiasi panas lingkungan yang tinggi ke tubuh ayam petelur menyebabkan peningkatan panas tubuh. Ternak yang tergolong homoiterm, maka panas tubuhnya selalu dipertahankan pada kisaran yang normal (38 – 39,50C).

Diperlukan usaha untuk mempertahankan kisaran suhu tubuh tersebut. Periode pertumbuhan menunjukkan perbedaan temperatur tubuh ayam petelur, karena temperatur tubuh tidak menunjukkan suatu derajat panas yang tetap. Aktivitas metabolisme pada masing-masing periode tersebut menjadi penyebab utama pergeseran temperatur tubuh tersebut. Beban panas dari proses metabolisme ini, tentu menjadi beban bagi regulasi pengaturan panasnya apabila radiasi panas lingkungan juga tinggi.

Ayam petelur tidak memiliki kelenjar keringat, sehingga jalur utama untuk menjaga keseimbangan temperatur adalah pelepasan panas melalui saluran pernafasan dengan cara panting, melebarkan sayap, melalui air minum, serta manajemen pakan yang baik. Beban panas menyebabkan perubahan profil hematologik yang berdampak terhadap metabolisme secara keseluruhan dan produksi telur. Diketahui bahwa darah sebagai cairan tubuh ekstraselluler menjadi komponen penting bagi pengaturan regulasi nutrisi, metabolisme dan immunitas. Realita menunjukkan bahwa mortalitas meningkat seiring dengan meningkatnya beban panas, sebagai dampak perubahan profil hematologik.

Diperlukan upaya atau usaha untuk mencegah terjadinya perubahan profil darah ayam petelur agar performans produksi dapat dipertahankan. Beberapa upaya dapat dilakukan untuk mencegah hal tersebut, antara lain rekayasa lingkungan mikro kandang pemeliharaan dan penambahan bahan aditif ke dalam ransum. Penambahan bahan aditif ke dalam ransum merupakan cara yang lebih mudah dilakukan dan efektif, karena secara langsung dapat mempengaruhi metabolismenya. Salah satu jenis bahan aditif yang dapat digunakan adalah kitosan. Berdasarkan potensi kitosan yang telah dipublikasian oleh beberapa peneliti terdahulu, maka penulis tertarik untuk mengkaji dampak kitosan pada ayam petelur.

(3)

BAHAN, ALAT DAN METODE 1. Objek Penelitian

a. Ternak Percobaan

Ayam petelur fase layer yang digunakan untuk penelitian dipelihara di CV. Acum Jaya Abadi dengan jumlah objek penelitian sebanyak 60 ekor (kisaran bobot badan adalah 1750-1765). Ayam dipelihara dalam kandang battery individual. Selama penelitian, rata-rata suhu kandang berkisar 27-320C dengan rata-rata THI 82-89. Kisaran suhu dan THI ini merupakan kisaran di atas zona termoneutral yang menyebabkan stres ringan.

b. Kitosan

Kitosan yang digunakan dalam penelitian ini diberikan dalam bentuk cair yang dicampurkan dalam pakan dengan cara disemprotkan, kemudian diberikan kepada ternak percobaan sesuai dengan perlakuan. Bahan penelitian sebagai berikut: darah, alkohol 70 %, diluent, gel dan cairan cleaning dan alat penelitian yaitu

2. Metode Penelitian

a. Pemeliharaan Ternak Percobaan

Ternak percobaan sebanyak 60 ekor, dibagi menjadi dua kelompok yaitu 30 ekor diberikan Kitosan sebanyak 150 ppm/kg ransum dan 30 ekor lainnya tanpa perlakuan. Ternak dipelihara di kandang tipe open house dengan bentuk battery tiga susun individual, masing-masing cage berukuran panjang x lebar x tinggi yaitu 35 cm x 35 cm x 35 cm. Pemberian Kitosan dilakukan dengan cara disemprotkan ke dalam ransum sebelum diberikan pada ternak percobaan. Pemberian air minum dilakukan secara adlibitum, sedangkan pemberin ransum berdasarkan kebutuhannya yaitu 120 g/kor pehari.

b. Tahap Pengambilan Sampel

Sampel darah diambil pada akhir pemeliharaan setelah 30 hari (sore hari) dengan menggunakan syringe yang ditusukkan dari pembuluh vena bagian sayap (vena pectoralis externa) sebanyak 3 mL. Sampel darah masuk ke dalam tabung kemudian dikocok secara perlahan-lahan dan disimpan di dalam termos yang berisi es sebelum darah dianalisis untuk menghindari terjadinya penggumpalan pada darah.

c. Peubah yang Diamati

1. Jumlah Eritrosit

Eritrosit adalah sel darah merah yang merupakan salah satu komponen dalam darah yang berfungsi sebagai pegangkut oksigen dalam darah untuk distribusikan keseluruh organ tubuh. Eritrosit normal berbentuk berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran sekitar 7,5 mikrometer, tidak mempunyai inti sel maupun organ sel. Perhitungan pertama dilakukan

(4)

ternak diambil darahnya untuk di analisis sampel tanpa kitosan dan selanjutnya sampel pemberian kitosan.

2. Nilai Hematokrit

Pengukuran jumlah sel darah merah hematokrit untuk mengetahui perbandingan terhadap volume darah sel darah merah. Biasanya dalam penilaian hematokrit memiliki satuan menggunakan persen.

3. Nilai Hemoglobin

Hemoglobin adalah metaloprotein atau protein yang mengandung zat bezi di dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh tubuh ayam petelur. Pengukuran nilai hemoglobin dalam sel darah merah dihitung untuk melakukan sampel diambil darahnya yang tanpa kitosan selanjutnya sampel pemberian kitosan.

4. Jumlah Mean Corpuscular Volume (MCV)

Jumlah MCV merupakan salah satu pemeriksaan darah yang menunjukan volume rata-rata satu sel darah merah dibandingkan dengan volume sel darah merah keseluruhan. MCV dapat dihitung dengan membagi nilai hematokrit (konsentrasi sel darah merah dalam darah dengan jumlah sel darah merah keseluruhan).

d. Rancangan Penelitian dan Analisis Data

Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental menggunakan uji t tidak berpasangan. Penelitian ini terdiri atas dua perlakuan percobaan, yaitu:

P1 = Ayam Petelur tanpa pemberian kitosan P2 = Ayam Petelur dengan pemberian kitosan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar eritrosit, haemoglobin, hematokrit, dan MCV ayam peterlur yang diberi dan tanpa kitosan dalam pakan, berdasarkan hasil penelitian disajikan pada Tabel 1.

Tabel.1 Kadar Eritrosit, Haemoglobin, Hematokrit, dan MCV Ayam Ras Petelur Parameter Perlakuan

Tanpa Kitosan (P1) Kitosan (P2) Uji Hasil*

Eritrosit (x106/mm3) 2,75 2,42 P< 0,05

Haemoblogin (g%) 14,27 12,85 P< 0,05

Hematokrit (%) 35,13 34,03 P< 0,05

MCV (fL) 127,79 140,82 P< 0,05

(5)

*) P< 0,05 Menunjukan perbedaan yang nyata pada masing-masing parameter MCV=mean corpular volume

1. Erirosit dan Haemoglobin

Rata-rata kadar eritrosit ayam ras petelur berdasarkan hasil penelitian, baik tanpa pemberian kitosan maupun dengan pemberian kitosan, masing-masing 2,75x106 dan 2,42x106 cell mm3. Kadar eritrosit ini masih berada dalam range normal, meskipun kadar eritrosit ayam ras petelur tanpa pemberian kitosan berbeda nyata lebih tinggi (P<0,05) dibanding kadar eritrosit ayam petelur yang diberi kitosan. Menurut Talebi dkk. (2005) jumlah eritrosit normal pada ayam ras umur berkisar antara 2,17-2,86 (106/mm3). Kisaran yang relatif sama juga dilaporkan oleh Mangkoewidjojo dan Smith (1988), jumlah eritosit normal pada ayam adalah 2,0-3,2 juta/mm3.

Jumlah eritrosit yang lebih tinggi pada kelompok ayam tanpa pemberian kitosan menunjukkan sebuah adaptasi terhadap keadaan lingkungan kandang yang memiliki temperatur lebih tinggi dibandingkan kebutuhan temperatur ideal performa ayam petelur. Kondisi temperatur yang lebih tinggi dari termoneutralnya menyebabkan pengeluaran uap air dan karbon dioksida (CO2) melalui proses panting menjadi lebih tinggi. Kondisi ini disertai dengan

meningkatnya kebutuhan oksigen.

Diketahui bawah proses oksidasi reduksi ditingkat sel memerlukan oksigen dan melepaskan karbon dioksida (CO2). Molekul yang berperan dalam mengangkut senyawa

tersebut (O2 dan CO2) adalah haemoblobin (Hb). Temperatur lingkungan kandang yang tinggi,

menyebabkan kontraksi otot yang berperan dalam sistem pernafasan menjadi meningkat (Dawson dan Whittow, 2000). Selain itu, kebutuhan energi untuk proses pengeluaran panas memerlukan energi lebih banyak. Terkait dengan masalah ini maka kebutuhan oksigen untuk proses oksidasi reduksi dalam sintesis ATP menjadi meningkat. Begitu pula pengeluaran air melalui panting untuk mempertahankan panas tubuh, disertai pengeluaran karbon dioksida juga menjadi meningkat.

Berdasarkan kenyataan tersebut maka peran haemoglobin semakin penting. Oleh karena itu, dalam kondisi seperti ini maka sintesis eritrosit (eritropoesis) meningkat. Salah satu stuktur di dalam eritrosit terdapatnya molekul haemoglobin. Inilah yang menjadi alasan utama terjadinya peningkatan kadar eritrosit dan haemoglobin (P<0,05) ayam petelur pada kondisi pemeliharaan di atas zona termoneutral (upper termonutral zone) tanpa kitosan.

Kadar eritrosit dan haemoglobin yang lebih rendah (P<0,05) pada ayam ras petelur yang diberi kitosan merupakan dampak fisiologik atas kemampuan kitosan menurunkan stres panas ayam petelur tersebut. Hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan pemberian kitosan mampu

(6)

meningkatan pertumbuhan villi. Pertumbuhan villi illium yang lebih baik dapat dipastikan bahwa absorbsi nutrient menjadi lebih tinggi. Hasil penelitian dilaporkan oleh (Huang dkk., 2005) menunjukkan absorbsi Asam-asam amino esensial maupun non esensial lebih tinggi pada ayam yang diberi kitosan dibanding ayam tanpa pemberian kitosan. Lebih lanjut dilaporkan bahwa asam amino metionin tampak diabsorbsi lebih banyak dengan perlakuan pemberian kitosan dan ransum ayam tersebut.

Kadar eritrosit dan haemoglobin pada kelompok ayam yang mendapatkan kitosan menunjukkan kelompok ayam-ayam tersebut tidak mengalami stres panas sebagaimana yang dialami kelompok ayam tanpa pemberian kitosan. Hasil penelitian ini menunjukkan peran asam amino metionin yang diabsorbsi lebih tinggi ke dalam darah maupun sel pada kelompok ayam yang diberi kitosan. Terkait fungsi metionin, Hancock (2005) dan Campbell dkk. (2004) menyatakan bahwa asam amino metionin dapat berperan sebagai zat neurotransmitter. Metionin sebagai neurotransmitter berperan dalam menghambat dan transmisi dari central nervous system atau system syaraf pusat ke kereseptor-reseptor syaraf tepi/ujung-ujung syaraf atau sebaliknya (Hausser dkk., 2007; Nelson dkk., 2008). Kemampuan metionin tersebut menyebabkan ekspos panas pada kelompok ayam yang diberi kitosan, diterima sistem syaraf dan direspon sangat lambat oleh sistem syaraf pusat sehingga respon fisilogik sel terhadap panas menjadi lambat.

2. Hematokrit dan Mean Corpucular Volume (MCV)

Pengukuran jumlah sel darah merah hematokrit untuk mengetahui perbandingan terhadap volume darah sel darah merah. Biasanya dalam penilaian, hematokrit memiliki satuan menggunakan persen. Nilai hematokrit dapat menunjukkan kehadiran faktor toksik yang memberikan efek atau penurunan status fisilogis pada pembentukan sel darah merah, buruk pada pembentukan sel darah merah, juga dapat disebabkan oleh penurunan konsentrasi sel darah merah yang tidak sebanding dengan komponen cairan darah. Nilai hematokrit mengalami perubahan akibat peningkatan air plasma atau penurunan air plasma tanpa mempengaruhi jumlah MCV sel sepenuhnya (Rosmalawati, 2008). Sedangkan jumlah mean corpuscular volume (MCV) merupakan salah satu pemeriksaan darah yang menunjukan volume rata-rata satu sel darah merah dibandingkan dengan volume sel darah merah keseluruhan dalam darah (Soeharsono dkk., 2010).

Rata-rata kadar hematokrit ayam ras petelur berdasarkan hasil penelitian (Tabel 1), tampak lebih tinggi (P< 0,05) pada kelompok ayam ras petelur tanpa pemberian kitosan (35,13%), dibandingkan dengan kelompok ayam yang diberikan kitosan (34,03%). Kedua

(7)

kelompok ayam ini masih berada dalam range normal. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), nilai hematokrit normal pada ayam berkisar antara 24-43%.

Nilai hematokrit pada kelompok ayam tanpa pemberian kitosan mempertegas bahwa tanpa pemberian kitosan maka gejala stres panas tidak dapat ditanggulangi. Dalam keadaan lingkungan panas (upper thermoneutral zone), maka panas yang diradiasikan ke dalam tubuh ayam menjadi meningkat. Salah satu usaha ayam tersebut mempertahankan panas tubuhnya adalah melalui panting. Kondisi ini juga memaksa ternak tersebut meningkatkan metabolisme basal untuk menghasilkan energi. Baik painting maupun peningkatan metabolisme basal menyebabkan meningkatnya pengeluaran air menuju lingkungan kandang.

Konsekuensi penyesuaian kondisi fisiologik menyebabkan penurunan cairan tubuh ektraselular, antara lain cairan plasma darah. Dampak ini menjadi salah satu faktor utama peningkatan kadar hematokrit atau proporsi sel-sel darah terhadap plasmanya, sebagaimana terjadi pada kelompok ayam tanpa pemberian kitosan.

Rata-rata kadar MCV ayam ras petelur berdasarkan hasil penelitian, baik tanpa pemberian kitosan maupun dengan pemberian kitosan, masing-masing 127,79% fL dan 140,02% fL. Kadar MCV ini masih berada dalam range diatas normal, meskipun kadar MCV ayam ras petelur tanpa pemberian kitosan berbeda nyata lebih rendah (P<0,05) dibanding kadar MCV ayam petelur yang diberi kitosan. Rata-rata kadar MCV kedua kelompok ayam tersebut secara keseluruhan lebih tingggi dibandingkan kadar MCV menurut Talebi dkk. (2005). MCV normal berkisar antara 115,8-125,44 fL.

Rata-rata ukuran sel darah merah lebih tinggi pada kelompok ayam yang diberi kitosan. Hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa pemberian kitosan berdampak positif antara lain pertumbuhan villi lebih baik (Huang dkk., 2005). Pertumbuhan villi yang lebih baik menyebabkan absorbsi asam amino lebih tinggi. Dampak lain dilaporkan Zhou dkk. (2009), pemberian kitosan menyebabkan peningkatan ukuran organ pencernaan dan ukuran liver.

Absorbsi asam amino lebih tinggi dengan pemberian kitosan, berdapak baik terhadap eritrospoisis atau pembentukan sel-sel darah merah diketahui bahwa prekursor pembentukan sel-sel darah merah adalah asam amino selain karbohidrat dan lemak. Prekursor sel-sel darah merah yang tercukupi sangat memungkin terbentuknya sel-sel darah merah dengan ukuran yang lebih besar (Aengwanich dkk., 2003). Hasil penelitian ini juga ditunjang dengan perningkatan ukuran liver sebagai dampak pemberian kitosan, sebagaimana yang dilaporkan oleh peneliti sebelumnya. Ukuran liver yang lebih besar meningkatkan volume sintesis zat eritropoeitin. Eritropoeitin merupakan senyawa kimia (hormon) yang menstimulasi dan mengatur pembentukan eritrosit (sel-sel darah merah).

(8)

Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa lingkungan kandang diatas zona termoneutral menyebabkan stres. Penurunan imunitas (IgA, IgG, dan IgM) tanpa kitosan lebih rendah (Huang dkk,. 2005) menyebabkan konsumsi protein diarahkan meningkatkan imunitas, terutama beta lymphosit, sehingga ukuran eritrosit lebih kecil (Blecha, 2000).

KESIMPULAN

Pemberian kitosan 150 ppm melalui pakan menurunkan kadar eritrosit, haemoglobin, hematokrit dan meningkatkan kadar MCV meskipun dalam kadar yang normal.

SARAN

Diharapkan pemberian kitosan 150 ppm pada ayam ras petelur fase layer dalam kondisi diatas zona nyaman ternak, agar tidak menunjukkan perubahan profil eritrosit, hematokrit, MCV dan menurunnya kadar haemoglobin.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada pembimbing utama, Dr. Ir. Kurnia A.Kamil, M.Agr.Sc.,M.Phil. dan pembimbing anggota, Andi Mushawwir, S.Pt.,M.P. yang telah meluangkan waktu dan pemikirannya untuk membimbing.

DAFTAR PUSTAKA

Aengwanich, W. and O. Chinrasri. 2003. Effects of Chronic Heat Stres on Red Blood Cell Disoders in Broiler Chickens. Mahasarakham Univ. J. 21: 1-10.

Blecha, F. 2000. Immune System Respon to Stress. Dalam GP Moberg dan JA Mench, editor.The Biology of Animals Stress Basic Principles and Implications for Animal Welfare.Wallingford CABI.

Campbell, N.A., J. B. Reece, L.G. Mitchell. 2004. Biologi, JIlid I . (Penerjemah: Rahayu Lestari, dkk). Penerbit Erlangga, Jakarta.

Dawson, W. R., and G. C. Whittow. 2000. Regulation of Body Temperature. Dalam G. C. Whittow: Sturkie’s Avian Physiology. Academic Press, New York, NY.Pages 343–379. Huang, R. L., Y. L. Yin, G. Y. Wu, T. J. Zhang, L. L. Li, M. X. Li, Z. R. Tang, J. Zhang, B.

Wang, J. H. He, and X. Z. Nie. 2005. Effect of Dietary Oligochitosan Supplementation on Ileal Nutrient Digestibility and Performance in Broilers. Poult. Sci. 84:1383–1388. Hancock, J.T. 2005. Cell Signalling, Second Edition. Osford University Press.Great Clarendon,

(9)

Häusser, M. and Spencer L. Smith. 2007. Controlling Neural Circuits with Light. Nature.446: 617-619.

Nelson, D.L. and M.M. Cox.2008. Lehninger Principles of Biochemistry. W.H. Freeman and Company. USA.

Rosmalawati N. 2008. Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Sembung (Blumen Balamifera dalam Ransum terhadap Profil Darah Ayam Broiler Periode Finisher. Skripsi. IPB: Bogor.

Smith, J.B. and Mangkoewidjojo, S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Tikus Laboratorium (Rattus norvegicus): 37-57. Penerbit Universitas Indonesia.

Soeharsono, L.Adriani, E. Hernawan, K.A. Kamil, A. Mushawwir, 2010. Fisiologi Ternak: Fenomena dan Nomena Dasar, Fungsi, dan Interaksi Organ pada Hewan. Widya Padjadjaran. Bandung.

Talebi, A., S. A. Rezaei, R. R. Chai and R. Sahraei. 2005. Comparative studies on haematological value of broiler strains. Int. J. Poult. Sci., 4(8):573-579.

Zhou, T. X., Y. J. Chen, J. S. Yoo, Y. Huang, J. H. Lee, H. D. Jang, S. O. Shin, H. J. Kim, J. H. Cho, and I. H. Kim. 2009. Effects of chitooligosaccharide supplementation on performance, blood characteristics, relative organ weight, and meat quality in broiler chickens. Poultry Science 88:593–600.

Referensi

Dokumen terkait

ceramah sebab “metode ceramah adalah metode dasar yang sukar untuk ditinggalkan”. Guru cenderung memegang kendali proses pembelajaran secara aktif dalam metode

Processor biasanya berada di matherboard dan diletakan pada socket yang telah disediakan, komponent komputer yang satu ini dapat diganti dengan jenis - jenis

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa, pada hasil tes awal (pretest) yang dilakukan terhadap kemampuan menulis teks prosedur

Sumbar SATYALANCANAK ARYA SATYA XX TAHUN 7388 AFRINA YENTI, S.Pd.. Danau Kembar

Seiring dengan banyaknya kebutuhan dan pembangunan jalan, maka banyak pula ruang terbuka hijau yang kegunaannya beralih fungsi sehingga menimbulkan berbagai masalah

Pada April 2015 NTPR mengalami kenaikan indeks sebesar 0,31 persen, hal ini terjadi karena kenaikan indeks yang diterima petani sebesar 0,42 persen, lebih besar

Konsorsium IA-PTM (Bidang Keuangan) adalah organisasi yang berfungsi sebagai wadah kerjasama Internal Auditor (Bidang Keuangan) Perguruan Tinggi Muhammadiyah

• ECG1 tidak dapat digunakan dalam pengecekan kondisi jantung, dikarenakan bentuk sinyal yang didapat dari ECG1 berbeda dengan bentuk sinyal yang didapat dari ECG asli,. •