• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Komposisi Tanaman Induk Jantan dan Betina Terhadap Produktivitas dan Vigor Benih F1 Jagung Hibrida Bima-5

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penentuan Komposisi Tanaman Induk Jantan dan Betina Terhadap Produktivitas dan Vigor Benih F1 Jagung Hibrida Bima-5"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

74

Pendahuluan

Benih merupakan masukan dasar yang paling penting dalam pertanian (Paliwal, 2000). Sejak dicanangkannya revitalisasi per-tanian di Jatiluhur tahun 2005, upaya pening-katan luas panen jagung hibrida ditingkatkan terus dan pada tahun 2008 areal panen jagung hibrida mendekati 56% dari luasan lahan pananaman jagung di dalam negeri yang ter-catat seluas 4,25 juta hektare (Bisnis Indo-nesia, www.deptan.go.id, diakses 7 Agustus 2008). Bahkan data dari Direktorat Perbeni-han (2008) menunjukkan bahwa pada akhir

tahun 2008, data distribusi jagung hibrida telah mencapai 57,4%, komposit 16,75% dan varietas lokal 25,81%. Benih jagung hibrida silang tunggal dibentuk dari persilangan dua inbrida sebagai tetua pembentuknya (jantan dan betina). Salah satu masalah yang dike-luhkan oleh para produsen benih jagung hibrida adalah rendahnya produksi benih F1 yang dihasilkan, yaitu hanya berkisar 1,0-1,5 ton per hektar. Rendahnya produksi benih F1 merupakan salah satu penyebab mahalnya harga benih, sehingga diperlukan upaya untuk peningkatan produksi benih hibrida F1.

Penentuan Komposisi Tanaman Induk Jantan dan Betina Terhadap

Produktivitas dan Vigor Benih F1 Jagung Hibrida Bima-5

Sania Saenong dan Rahmawati

Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi 274 Maros, Sulawesi Selatan

Abstrak

Salah satu masalah yang dikeluhkan oleh para produsen benih jagung hibrida adalah rendahnya produksi benih F1 yang dihasilkan, biasanya hanya berkisar 1,0 ton per hektar, sehingga harga jual benihnya cukup tinggi. Karena itu upaya untuk peningkatan produksi benih hibrida F1 diperlukan, salah satu pendekatan yang ditempuh adalah mengatur komposisi tanaman induk jantan dan betina. Tujuan penelitian adalah untuk menentukan komposisi tanaman induk jantan dan betina yang optimum terhadap produkstivitas dan kualitas benih F1 jagung hibrida Bima-5. Penelitian dilak-sanakan di kabupaten Soppeng Sulawesi Selatan, dari tanggal 24 Juli sampai 19 Nopember 2009 dan di Kabupaten Gowa dari tanggal 10 Agustus sampai 30 Nopember 2009. Benih yang ditanam adalah masing-masing satu galur murni (inbreed) tetua pejantan (Mr14) dan satu tetua betina (G193) pembentuk BIMA 5. Komposisi tanaman sebagai perlakuan yang diteliti adalah sebagai berikut: (a) komposisi 1 jantan: 2 betina; (b) komposisi 1 jantan: 4 betina; (c) komposisi 1 jantan: 6 betina; (d) komposisi 2 jantan: 4 betina; (e) komposisi 2 jantan: 6 betina dan (f) komposisi 2 jantan : 8 betina. Tanaman induk jantan ditanam 5 hari lebih awal dibanding induk betina. Hasil benih tertinggi di Bajeng Kabupaten Gowa diperoleh pada komposisi tanaman 1 : 6 yaitu 1,35 t/ha, menyusul pada komposisi 1: 4 dengan hasil biji 1,32 t/ha masing-masing pada kadar air 14%. Di lain pihak hasil yang diperoleh dari kabupaten Soppeng sangat rendah (0,35t/ha), karena keluarnya bunga jantan kurang sinkron (lebih dahulu) dibanding dengan keluarnya bunga betina, selain kekeringan sehingga jumlah tongkol ompong cukup tinggi (mencapai 60%). Kedepan untuk meningkatkan hasil benih hibrida Bima 5, Induk betina (G193) dan jantan (MR14) sebaiknya ditanam bersamaan untuk meningkatkan sinkronisasi pembungaan. Demikian pula komposisi induk jantan dan betina dianjurkan meng-gunakan komposisi 1: 4 atau 1: 6. Pada komposisi tersebut, vigor benih juga cukup tinggi (daya berkecambah benih yang dihasilkan lebih dari 90%) dengan kecepatan tumbuh lebih dari 30% per etmal.

(2)

75 Usaha ke arah peningkatan produkti-vitas benih hibrida sudah pernah dilakukan, namun hasilnya belum memuaskan karena berbagai permasalahan antara lain bentuk tanaman kurang kekar, jumlah rambut dan jumlah tepung sari relatif sedikit, rentan berbagai cekaman lingkungan, waktu penyer-bukan yang tepat sulit dicapai, jumlah biji per tongkol sedikit, ukuran tongkol kecil dan produksi benihnya rendah. Namun demikian produktivitas benih jagung hibrida silang tunggal hasilnya dapat ditingkatkan hingga mencapai 3 t/ha, tergantung dari potensi genetik tetuanya dan managemen produksi-nya, karena itu masih ada peluang untuk me-ningkatkan hasil benih F1 dengan upaya penyediaan managemen produksi benih yang optimal. Komposisi tanaman jantan dan betina yang biasa dilaksanakan adalah 2 baris jantan dan 4 baris betina. Komposisi tersebut belum dapat memberikan hasil benih yang optimal karena tanaman jantan menempati ruang lahan separuh dari lahan untuk penanaman induk betina. Jika penanaman induk jantan terlalu kurang, maka induk betina akan keku-rangan tepung sari sehingga banyak tongkol yang ompong karena itu diperlukan penga-turan komposisi baris jantan dan betina untuk memperoleh hasil benih yang optimal.

Bahan dan Metode

Percobaan dilaksanakan di Soppeng Sulawesi Selatan, dari tanggal 24 Juli sampai dengan 19 Nopember 2009 dan di kabupaten Gowa dari tanggal 10 Agustus sampai dengan 30 Nopember 2009. Benih yang ditanam ada-lah masing-masing satu galur murni (inbreed) tetua pejantan (Mr14) dan satu tetua betina (G193) pembentuk jagung hibrida silang tunggal BIMA 5 dengan komposisi tetua jantan

dan betina sesuai pengaturan komposisi tanaman sebagai berikut:

1. Komposisi 1 jantan: 2 betina 2. Komposisi 1 jantan: 4 betina 3. Komposisi 1 jantan : 6 betina 4. Komposisi 2 jantan : 4 betina 5. Komposisi 2 jantan : 6 betina 6. Komposisi 2 jantan : 8 betina

Penelitian dilaksanakan di kabupaten Soppeng pada lahan sawah tadah hujan yang terletak di Dusun Lonrong, Desa Jampu, ke-camatan Liliriaja, dan di Desa Bajeng kabu-paten Gowa, Sulawesi Selatan. Penanaman tetua jantan di kabupaten Soppeng dilaksana-kan pada tanggal 24 Juli 2009, tetua betina pada tanggal 29 Juli 2009, dan dipanen tanggal 19 Nopember 2009. Penanaman tetua jantan di Bajeng Gowa dilaksanakan pada tanggal 10 Agustus 2009, tetua betina tanggal 15 Agus-tus 2009, dan dipanen tanggal 30 Nopember 2009. Percobaan menggunakan Rancangan Kelompok, dengan empat ulangan. Ukur-an petak percobaUkur-an baik di Soppeng ataupun di Bajeng adalah yaitu 12 m x 4 m setiap perlakuan. Jarak tanam yang digunakan ada-lah 70 cm x 20 cm, 1 tanaman per lubang. Tanaman induk jantan (Mr14) ditanam 5 hari sebelum tanaman induk betina (G193). Penyu-laman dilaksanakan dengan menggunakan bibit yang sudah ditumbuhkan dalam polibag plastik yang ditanam bersamaan dengan pe-nanaman petak penelitian di lapangan. Pemu-pukan pertama dan penyulaman di kabupaten Soppeng dilakukan pada tanggal 8 dan 9 Agustus 2009, dan di kabupaten Gowa pada tanggal 24 dan 25 Agustus. Pemupukan kedua dilaksanakan pada tanggal 27 dan 28 Agustus di kabupaten Soppeng dan 14 September di kabupaten Gowa.

(3)

76 Parameter-parameter yang diamati ada -lah sebagai berikut: (1) Persentase tanaman tumbuh, dihitung pada 5 sampai 7 hari se-sudah tanam. Tanaman yang tumbuh vigor dan kurang vigor dihitung dari total tanaman yang tumbuh; (2) Umur berbunga tanaman jantan (anthesis), dihitung dari waktu tanam sampai 50% tanaman dalam petakan telah membentuk malai (tassel) dan telah mempro-duksi tepung sari; (3) Umur berbunga tana-man betina (silking), dihitung dari waktu tanam sampai 50% tanaman dalam petakan mengeluarkan rambut tongkol minimal sepan-jang 2 cm; (4) Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah sampai pada buku tempat daun bendera; (5) Tinggi tongkol, diukur dari permukaan tanah sampai buku tempat tong-kol; (6) Jumlah dan persentase tanaman yang dipanen per petak (12x4m); (7) Jumlah tong-kol panen per petak diukur pada ukuran petak sampel yang telah ditetapkan; (8) Bobot tongkol panen kupas per petak; (9) Kadar air biji saat panen; (10) Bobot biji dan janggel per tongkol yang ditentukan secara acak; (11) Rendemen biji dihitung dari perbandingan antara bobot tongkol kupas dengan bobot pipilan pada kadar air yang sama; (12) Pan-jang tongkol diukur mulai dari letak biji di bagian dasar tongkol sampai pada letak biji diujung tongkol; (13) Diameter tongkol diukur dari bagian tengah tongkol diambil dari 10 tongkol secara acak; (14) Jumlah baris biji per tongkol, dihitung jumlah baris di setiap tong-kol diambil dari 10 tongtong-kol secara acak; (15) Jumlah biji per baris diambil dari 10 tongkol secara acak dan di setiap tongkol acak hanya diukur satu baris secara acak; (16) Bobot 100 biji diambil secara acak dari 10 tongkol yang telah dipipil; (17) Hasil biji per petak dan hasil

biji/ha, dikonversi pada kadar air 14% untuk masing-masing perlakuan; (18) Mutu benih yang dihasilkan (vigor dan daya berkecambah benih), dengan mengecambahkan benih se-jumlah 50 butir benih per ulangan pada media pasir, kemudian daya berkecambah dan vigor benih yang dihasilkan dievaluasi.

Hasil dan Pembahasan

Dalam kegiatan penelitian ini, daya tum-buh benih selalu lebih tinggi dibanding vigor benihnya yang diukur dengan tolok ukur ke-serempakan tumbuh benih (Tabel 1). Persen-tase tanaman tumbuh dan vigor benih di Sop-peng rendah, karena terserang bulai pada awal pertumbuhan tanaman, sehingga tana-man yang terserang harus dicabut kemudian diikuti dengan penyemprotan Saromil pada tanaman yang belum terserang untuk pen-cegahan serangan bulai selanjutnya. Selain itu, tanaman juga mengalami kekeringan, karena sulit memperoleh sumber air.

Berdasarkan hasil pengamatan tinggi tanaman dan tinggi letak tongkol pada peneli-tian di Kabupaten Gowa dan Kabupaten Sop-peng, umumnya memperlihatkan pertumbu-han tanaman induk jantan yang lebih tinggi dibanding tinggi tanaman induk betina. Hal ini membantu terjadinya penyerbukan yang le-bih optimal karena jumlah tepung sari yang dihasilkan lebih mudah menyerbuki bunga betina (silk) dari tanaman induk betina (G193). Letak tongkol rata-rata berada pada posisi setengah dari tinggi tanamannya, se-hingga tanaman tidak mudah rebah dan cukup mudah menerima tepung sari (Tabel 2). Per-bedaan komposisi tanaman tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan tinggi tongkol

(4)

77 pada induk betina baik dari percobaan yang dilaksanakan di Bajeng kabupaten Gowa atau-pun di Liliriaja kabupaten Soppeng. Namun demikian, komposisi tanaman berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan tinggi tongkol pada tanaman induk jantan di Bajeng kabu-paten Gowa. Tanaman induk jantan tertinggi di Bajeng diperoleh pada komposisi tanamam 1:2 yaitu mencapai 119,56 cm dan berbeda nyata dibanding pada komposisi tanaman 1:6 yaitu hanya 110,75 cm. Tinggi tongkol ter-tinggi juga diperoleh pada komposisi 1:2 yaitu 60,03 cm dan terendah pada komposisi tana-man 1:6 yaitu hanya 51,53 cm (Tabel 2). Tinggi tanaman dan tinggi tongkol yang dilak-sanakan di Liliriaja kab.Soppeng tidak berbeda untuk tanaman betina, tetapi berbeda pada tinggi tongkol tanaman induk jantan, dan tertinggi diperoleh pada komposisi 1:6 dan terendah pada komposisi 2:6 hanya mencapai 38,03 cm (Tabel 2).

Rendemen biji tertinggi diperoleh pada komposisi tanaman 1:2 baik di Bajeng ataupun di Soppeng, yaitu 50,52% di Bajeng kab Gowa dan 53,83% di Liliriaja Kabupaten Soppeng. Di lain pihak rendemen biji terendah diperoleh pada komposisi 2:8 baik di Bajeng ataupun di Liliriaja yaitu sebesar 38,78% di Bajeng dan 31,01% di Liliriaja (Tabel 3). Se-lanjutnya bobot 100 butir, panjang tongkol dan diameter tongkol tidak dipengaruhi oleh perbedaan komposisi tanaman baik di Ba-jeng ataupun di Liliriaja (Tabel 3). Kian tinggi komposisi tanaman induk betina dibanding dengan induk jantan, persentase tongkol om-pong (barren) semakin tinggi.

Hasil percobaan dilaksanakan di Kabu-paten Gowa menunjukkan bahwa persentase tertinggi tongkol ompong diperoleh pada komposisi jantan-betina 2:8 yaitu sejumlah 77%, menyusul komposisi 2:6 sebesar 71,8% dan pada komposisi 1:6 sejumlah 62,6% . Tabel 1. Jumlah persentase daya tumbuh dan keserempakan tumbuh tanaman pada

masing-masing perlakuan komposisi tanaman induk jantan dan betina dalam penelitian penen-tuan komposisi tanaman induk jantan dan betina terhadap produktivitas dan vigor benih F1 jagung hibrida Bima 5, di KP. Bajeng Kabupaten Gowa dan Liliriaja, Kabupaten Soppeng, 2009

Kom-posisi Jantan :

betina

Bajeng, Gowa Liliriaja, Soppeng

Persentase daya

tumbuh(%) tumbuh/vigor(%) Keserempakan Persentase daya tumbuh(%) tumbuh/vigor(%) Keserempakan Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina

A(1:2) 90 90 53 50 90 90 52 45 B(1:4) 72 68 45 40 50 67 45 40 C(1:6) 88 93 63 48 88 90 62 50 D(2:4) 60 68 48 35 60 67 47 35 E(2:6) 95 93 65 55 90 87 60 60 F(2:8) 95 93 50 48 90 87 50 48

(5)

78 Komposisi

Jantan : Betina

Bajeng, Gowa

Tinggi tanaman (cm) Tinggi Tongkol (cm)

Jantan Betina Jantan Betina

A(1:2) 119,56 a 101,14 tn 60,03 a 49,17tn B(1:4) 115,78 ab 106,03 55,56 ab 49,56 C(1:6) 110,75 b 94,69 51,53 b 39,86 D(2:4) 117,28 ab 97,97 57,92 a 41,95 E(2:6) 114,22 ab 99,61 56,39 a 42,92 F(2:8) 114,58 ab 99,17 56,81 a 42,92 Komposisi Jantan :

Betina Liliriaja, Soppeng

A(1:2) 130,73 tn 108,93 tn 41,78 ab 28,33tn B(1:4) 127,55 106,78 41,63 ab 28,18 C(1:6) 132,38 112,03 43,88 ab 31,98 D(2:4) 132,05 109,05 42,15 ab 30,25 E(2:6) 131,03 111,53 38,03 b 32,45 F(2:8) 133,18 110,95 45,13 a 32,58 Bajeng, Gowa Komposisi jantan :

betina Bobot 100 butir (g) Rendemen biji (%) Panjang tongkol (cm) Diameter tongkol (cm)

A(1:2) 26.70tn 50,52a 15,59b 3,70tn B(1:4) 26.78 49,14ab 16,57ab 3,61 C(1:6) 26.65 41,70bcd 16,95a 3,51 D(2:4) 26.48 47,83abc 16,24ab 3,64 E(2:6) 25.40 40,21cd 16,64ab 3,45 F(2:8) 25.43 38,78d 16,61ab 3,45 Komposisi

jantan : betina Liliriaja, Soppeng

A(1:2) 28,03a 53,83a 13,27tn 3,98tn

B(1:4) 26,39ab 40,85bc 14,16 3,75

C(1:6) 25,80b 32,18c 10,41 3,45

D(2:4) 25,73b 45,12ab 13,16 3,74

E(2:6) 25,50b 35,60bc 12,21 3,78

F(2:8) 24,74b 31,01c 10,87 3,47

Tabel 1. Jumlah persentase daya tumbuh dan keserempakan tumbuh tanaman pada masing-masing perlakuan komposisi tanaman induk jantan dan betina dalam penentuan kom-posisi tanaman induk jantan dan betina terhadap produktivitas dan vigor benih F1 ja-gung hibrida Bima-5. KP. Bajeng Kab. Gowa dan Liliriaja, Kab. Soppeng, 2009

Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman dan letak tongkol dalam penelitian penentuan kom-posisi tanaman induk jantan dan betina terhadap produktivitas dan vigor benih F1 jagung hibrida Bima-5. KP. Bajeng Kab. Gowa dan Liliriaja, Kab. Soppeng, 2009

(6)

79 Di lain pihak jumlah persentase tongkol isi tertinggi diperoleh pada komposisi 1:2 yaitu sebesar 55,1%, menyusul komposisi 1:4 yaitu sejumlah 40,3% dan pada komposisi 2:4 hanya sejumlah 38,6%. Dari segi jumlah tong-kol total, komposisi 1:4 memberikan jumlah tongkol tertinggi yaitu 167 tongkol per petak (12 x 4 m), menyusul komposisi 1:6 yaitu se-jumlah 141,75 tongkol dan selanjutnya pada komposisi 2:6 dengan jumlah tongkol yang hanya mencapai 117,25 tongkol per petak. Tendensi yang serupa juga diperoleh pada percobaan yang dilaksanakan di kabupaten Soppeng, menunjukkan bahwa semakin lebar jarak antar tanaman induk jantan dengan in-duk jantan berikutnya, maka persentase

tong-kol ompong pada tanaman induk betina kian meningkat dan mencapai 83% pada komposisi 2:8, menyusul komposisi 2:6 yaitu 72,6%, ke-mudian komposisi 1:4 dan 1:6 masing-masing 71,2-72,3%. Namun demikian, jumlah total tongkol isi per petak terbanyak diperoleh pada komposisi 1:6 yaitu 250 buah per petak, menyusul komposisi 1:4 dan 2:8, karena pada komposisi tesebut volume lahan yang ditem-pati induk betina lebih luas (Tabel 4).

Peluang peningkatan hasil biji cukup tinggi pada perlakuan komposisi 1:4, dan 1:6 namun karena jarak waktu tanam induk jan-tan terlalu lama dibanding dengan induk bet-ina (selang 5 hari lebih dahulu induk jantan) yang seharusnya ditanam bersamaan, maka Tabel 4. Rata-rata persentase tongkol isi dan tongkol ompong (barren) per petak ukuran 12 x 4 m

pada penelitian penentuan komposisi tanaman induk jantan dan betina terhadap produktivitas dan vigor benih F1 jagung hibrida Bima 5,di KP Bajeng Kabupaten Gowa dan Liliriaja, Kabupaten Soppeng, 2009

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada 0,05 uji Duncan tn : tidak nyata

Komposisi Jantan : betina

Bajeng, Gowa Jumlah tongkol/petak

(12 x 4 m) Tongkol isi/petak (%) Tongkol ompong/petak (%)

A(1:2) 114,25b 55,1 44,9 B(1:4) 167,00a 40,3 59,7 C(1:6) 141,75ab 37,4 62,6 D(2:4) 116,00b 38,6 61,4 E(2:6) 117,25b 28,2 71,8 F(2:8) 114,75b 22,2 77,8 Komposisi Jantan : betina Liliriaja, Soppeng Jumlah tongkol/petak

(12 x 4 m) Tongkol isi/petak (%) Tongkol ompong/petak (%)

A(1:2) 115,50d 45,2 54,8 B(1:4) 209,50b 27,5 72,3 C(1:6) 250,00a 28,8 71,2 D(2:4) 156,25c 33,6 66,4 E(2:6) 163,25c 27,7 72,6 F(2:8) 193,25bc 17,0 83,0

(7)

80 tepung sari sudah banyak terbuang sebelum rambut tanaman betina siap untuk menerima tepung sari. Karena itu banyak tongkol yang ompong (Tabel 4) sehingga hasil biji yang diperoleh juga rendah (Tabel 6). Jumlah biji per baris untuk tongkol yang berisi pada hasil yang diperoleh di Gowa tidak berbeda nyata, sedangkan pada kabupaten Soppeng berbeda nyata (Tabel 5). Jika dikaitkan dengan hasil biji yang diperoleh baik di kabupaten Gowa ataupun kabupaten Soppeng sesuai Tabel 6, hasil biji tertinggi diperoleh pada komposisi 1:2 karena pada komposisi pertanaman terse-but rendemen biji cukup tinggi hingga menca-pai 50,52% di Bajeng dan 53,83% di

kabu-paten Soppeng (Tabel 3). Komponen hasil yaitu bobot 100 butir tertinggi pada perco-baan di Soppeng mencapai 28,03g, dan 26,78 g di Gowa (Tabel 3). Ditinjau dari segi efisiensi penggunan lahan, bobot tongkol kupas rata-rata tertinggi di Bajeng diperoleh pada kom-posisi 1:2 yaitu 96,25 g/tongkol dan di Liliriaja Soppeng hanya 68,75g/tongkol (Tabel 5).

Hasil biji yang dicapai pada komposisi 1:2 di Bajeng Gowa dapat mencapai 1,18 t/ha dan di Liliriaja hanya 0,35t/ha pada komposisi yang sama (Tabel 6). Hasil biji tertinggi di Ba-jeng kab. Gowa diperoleh pada komposisi ta-naman 1:6 yaitu 1,35 t/ha pada kadar air 14%, Tabel 5. Rata-rata jumlah baris/tongkol, jumlah biji/baris, dan bobot per tongkol kupas dalam

penelitian penentuan komposisi tanaman induk jantan dan betina terhadap produktivitas dan vigor benih F1 jagung hibrida Bima 5 di KP Bajeng Kabupaten Gowa dan Liliriaja, Kabupaten Soppeng, 2009

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada 0,05 uji Duncan, tn : tidak nyata

Komposisi Jantan : betina

Bajeng, Gowa

Jumlah baris/tongkol Untuk tongkol bernas Jumlah biji/ baris Bobot tongkol kupas(g/tongkol) A(1:2) 12,65 tn 20,56tn 96,25a B(1:4) 12,80 18,36 84,38ab C(1:6) 12,98 18,67 85,71ab D(2:4) 12,78 18,01 87,75ab E(2:6) 12,18 20,68 80,25ab F(2:8) 13,01 17,92 78,06b Komposisi

Jantan : betina Liliriaja, Soppeng

A(1:2) 12,88ab 18,38a 68,75a

B(1:4) 12,63ab 16,38ab 66,25ab

C(1:6) 13,59a 11,19c 50,42ab

D(2:4) 12,50ab 16,75ab 61,25ab

E(2:6) 12,70ab 13,13bc 53,17ab

(8)

81 menyusul pada komposisi 1:4 dengan hasil biji 1,32 t/ha pada kadar air 14%, dan selanjutnya pada komposisi 2:4 dengan hasil 1,2 t/ha juga pada kadar air yang sama (Tabel 6). Jika tana-man induk jantan ditanam bersamaan dengan induk betina dimungkinkan produktivitas (hasil benih F1) akan lebih tinggi karena akan ditunjang oleh meningkatnya peluang sinkro-nisasi pembungaan antara tanaman induk jan-tan dengan jan-tanaman induk betina, yang akan berpengaruh positif terhadap polinasi pada tanaman induk betina.

Rendahnya hasil biji di Kabupaten Sop -peng karena pada awal pertumbuhan, tana-man kekurangan air sampai tanah tampak re-tak-retak (Gambar 1). Pada periode pertum-buhan vegetatif akhir (menjelang berbunga) juga terjadi banjir beberapa hari sehingga tanaman stress. Sumber air yang pada awal penelitian diperkirakan cukup untuk mengairi tanaman ternyata tidak cukup, sehingga te-pung sari tidak dapat bertahan lama (hanya sekitar 3 hari), di lain pihak dengan interval penanaman 5 hari tanaman jantan lebih da-hulu terbentuk berakibat pada kurang sin-Tabel 6. Rata-rata kadar air, bobot tongkol kupas dan hasil biji (ton/ha) dalam penelitian pentuan komposisi tanaman induk jantan dan betina terhadap produktivi-tas dan vigor benih F1 jagung hibrida Bima 5, KP Bajeng Kab. Gowa dan Liliriaja, Kabupaten Soppeng, 2009

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada 0,05 uji Duncan tn : tidak nyata

Komposisi Jantan :

betina

Bajeng, Gowa

Kadar air pipil (%) Bobot tongkol kupas (kg/12 x 4m)) K.a. 14%(t/ha) Hasil biji

A(1:2) 15,00 7,75ab 1,18ab

B(1:4) 14,35 9,63a 1,32 a C(1:6) 15,45 9,68a 1,35 a D(2:4) 16,70 7,50ab 1,20 ab E(2:6) 16,90 7,18b 1,17 ab F(2:8) 17,00 5,88b 1,02 b Komposisi

Jantan : betina Liliriaja, Soppeng

A(1:2) 17,14 2,15 a 0,35 a B(1:4) 16,45 0,86 b 0,27 bc C(1:6) 16,54 0,99 b 0,23 bc D(2:4) 16,76 1,14 b 0,30 ab E(2:6) 15,93 0,67 b 0,24 bc F(2:8) 17,06 0,40 b 0,20 c

(9)

82 kronnya proses penyerbukan (malai pada tanaman jantan Mr 14 lebih cepat keluar di-banding rambut tongkol pada tanaman induk betina sehingga banyak tepung sari yang ter-buang. Karena itu banyak tongkol yang om-pong (tidak memperoleh tepung sari), se-hingga produksi biji yang dihasilkan di Sop-peng lebih rendah dibanding dengan yang di-hasilkan di Bajeng, kab. Gowa, karena sumber air untuk mengairi tanaman di Bajeng lebih tersedia, dibanding pertanaman di kabupaten Soppeng. Hasil penelitian produksi benih yang dilaksanakan oleh Fadly dalam Saenong et al. (2009) pada lokasi yang sama menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh pada komposisi 1:4 dengan selisih waktu tanam induk jantan dengan betina (2 hari) dapat mencapai 1,36t/ ha, sementara selisih waktu tanam 3 hari pada komposisi induk jantan dan betina yang sama (1:4), hasil yang diperoleh 0,65t/ha. Hasil tersebut masih dapat ditingkatkan lagi dengan pemberian PPC (Gandasil B dan Hyponex biru) sehingga hasil yang diperoleh dapat mencapai 1,58t/ha, di lain pihak tanpa penggunaan PPC hasil yang diperoleh hanya berkisar 0,75-0,88 t/ha (Fahdiana dalam Saenong et al., 2009).

Kualitas benih (daya berkecambah) dari benih yang dihasilkan pada percobaan di Bajeng kab.Gowa tidak menunjukkan perbeda-an ditinjau dari segi pengaruh komposisi ta-naman, demikian pula indikator vigor benih-nya yang ditunjukkan oleh parameter kecepa-tan tumbuh benih, berat kering kecambah yang dihasilkan serta panjang akarnya tidak berbeda nyata. Rata-rata daya berkecambah dari benih yang dihasilkan antara 94,0 sampai 97,0 persen sehingga benih yang dihasilkan dari seluruh perlakuan dapat memenuhi kri-teria benih yang layak untuk ditanam (Tabel 7).

Westgate dan Boyer (1986) dalam Fonseca et al. (2004) dan Andrade et al.,dalam Fonseca et al. (2004) dalam produksi benih jagung hibrida silang tunggal juga mengatakan bahwa adanya stres air, dan kurangnya radiasi matahari dapat menurunkan hasil biji. Demi-kian pula defisiensi hara dapat memperlambat pertumbuhan tongkol, sehingga berpengaruh terhadap anthesis silking interval (ASI) se-hingga perbedaan ASI bertambah besar). Ber-tambah besarnya perbedaan “anthesis silking interval” (ASI) dapat berpengaruh terhadap pembentukan biji. Kurangnya tepung sari, dan menurunnya viabilitas tepung sari merupakan penyebab utama penurunan hasil biji pada produksi benih F1 hibrida (Bolanos dan Ed-meades, dalam Fonseca et al., 2004). Pengel-olaan lingkungan pertumbuhan tanaman yang baik pada saat produksi benih juga dapat ber-pengaruh positif terhadap produksi tepung sari dan viabilitas tepung sari sehingga dapat memberi peluang waktu penyerbukan yang tepat (sinkronisasi pembungaan antara malai pada tanaman jantan dan rambut tongkol pada tanaman induk betina. Sinkronisasi pembentukan malai pada tanaman jantan dan Gambar 1. Tanaman kekeringan selama 7 hari di

Kabupaten Soppeng pada awal bulan Agustus 2009

(10)

83 rambut pada tongkol tanaman betina sangat menjamin terjadinya proses fertilisasi yang optimal, namun perlu diikuti dengan pemupu-kan yang tepat untuk meningkatpemupu-kan hasil biji (Jones dan Kiniry,dalam Fonseca et al., 2004; Schoper, et al., 1986, 1987a dalam Anderson et al., 2004; Mitchell and Petolino, 1988 dalam Anderson et al., 2004).

Kesimpulan dan Saran

1. Hasil benih pertinggi dalam produksi be-nih hibrida F1 varietas Bima 5 diperoleh

pada komposisi pengaturan tanaman in-duk jantan:betina (1:4 sampai 1:6), kare-na hasil benih dapat mencapai 1,32-1,35 t/ha, sementara komposisi 1:2 yang u-mum digunakan hasilnya hanya 1,18t/ha. 2. Selisih waktu tanam induk jantan dan

betina sangat penting pengaruhnya pada sinkronisasi pembungaan antara bunga jantan dari tanaman induk jantan dan bunga betina dari tanaman induk betina. Untuk mencapai hasil benih yang optimal dalam produksi benih Bima 5, disarankan Tabel 7. Rata-rata daya berkecambah, kecepatan tumbuh, berat kering tanaman dan panjang akar

penelitian penentuan komposisi tanaman induk jantan dan betina terhadap produk-tivitas dan vigor benih F1 jagung hibrida Bima 5, KP. Bajeng Kabupaten Gowa dan Liliriaja, Kabupaten Soppeng, 2009

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada 0.05 uji Duncan; tn : tidak nyata

Komposisi jantan :

betina

Bajeng, Gowa Daya Berkecambah

(%) Kecepatan Tum-buh (%/etmal)

Berat Kering ke-cambah (g/ kecambah) Panjang Akar (cm) A(1:2) 95.00tn 23.98tn 0.23tn 16.76tn B(1:4) 95.50 24.14 0.21 15.64 C(1:6) 97.00 24.83 0.22 17.08 D(2:4) 95.50 23.34 0.21 15.00 E(2:6) 97.50 24.95 0.21 17.46 F(2:8) 94.00 24.33 0.21 15.90 Komposisi jantan :

betina Liliriaja, Soppeng

A(1:2) 99,25a 29,69a 0,219tn 18,82tn

B(1:4) 97,00b 28,57abc 0,207 18,59 C(1:6) 96,25bc 27,64bc 0,212 19,27 D(2:4) 94,50c 27,72bc 0,212 19,16 E(2:6) 96,75b 28,75ab 0,219 16,49 F(2:8) 95,50bc 26,67c 0,211 18,04

(11)

84 agar tanaman induk jantan (Mr14) dita-nam bersamaan dengan tadita-naman induk betina (G193).

3. Sebelum melaksanakan produksi benih hibrida setiap varietas, perlu dilakukan pengujian pendahuluan tentang umur 50% berbunga (baik bunga jantan ataupun bunga betina), pada setiap tanaman induk yang akan digunakan sebagai tetuanya di setiap agro-ekologi pengembangan pro-duksi benih. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin ketepatan sinkronisasi pembu-ngaan antara bunga betina dari tanaman induk betina dan bunga jantan dari ta-naman induk jantan lebih optimal.

Daftar Pustaka

Bassetti dan Westgate, 1993b, 1993c cit Steven R. Anderson, Michael J. Lauer, John B. Schoper and Richard M. Shibles. 2004. Pollination Timing Ef-fect on Kernel Set and Silk Receptivity in Four Maize Hybrids. Crop Phy-siology & Metabolism. Crop Scien-ce. Published in Crop Sci. 44: 464-473. 677 S. Segoe Rd. Madison, WI 53711 USA.

Bisnis Indonesia, 2008. BISI incar 65% pasar benih jagung. www.deptan.go.id, diak-ses 7 Agustus 2008.

Direktorat Perbenihan (2008). Diakses di internet : www.deptan.go.id. tanggal 7 Agustus 2008.

Fonseca, Agustina E. Jon I. Lizaso, Mark E. Westgate, Lahcen Grass dan David L. Dornbos. 2004. Simulating Potential Kernel Production in Maize Hybrid Seed Fields. Crops Science. 44 : 1696-1709.

Fadly dalam Saenong, A.F Fadly, Fahdiana, Fauziah dan M.Sudjak Saenong. 2009. Teknologi Produksi Benih Jagung

Hi-brida. Laporan Ristek, Tahun 2009. Balitsereal, Puslitbangtan Bogor, be-lum diterbitkan.

Fahdiana dalam Saenong, A.F Fadly, Fahdiana, Fauziah dan M.Sudjak Saenong. 2009. Teknologi Produksi Benih Jagung Hi-brida. Laporan Ristek, Tahun 2009. Balitsereal, Puslitbangtan Bogor, be-lum diterbitkan.

Mitchell and Petolino, 1988 cit Steven R. Anderson, Michael J. Lauer, John B. Schoper dan Richard M. Shibles. 2004. Pollination Timing Effect on Kernel Set and Silk Receptivity in Four Maize Hybrids. Crop Physiology & Metabo-lism. Crop Science. Published in Crop Sci. 44 : 464-473. 677 S. Segoe Rd. Madison, WI 53711 USA.

Saenong, S. A.F Fadly, Fahdiana, Fausia dan M.Sujak Saenong. 2009. Teknologi Pro-duksi Benih Jagung Hibrida. Laporan Ristek, Tahun 2009. Balitsereal, Puslit-bangtan Bogor, belum diterbitkan. Schoper, J.B., R.J. Lambert, and B.L. Vasilas ,

1986, 1987a cit Steven R. Anderson, Michael J. Lauer, John B. Schoper and Richard M. Shibles. 2004. Pollination Timing Effect on Kernel Set and Silk Receptivity in Four Maize Hybrids. Crop Physiology & Metabolism. Crop Science. Published in Crop Sci. 44: 464-473. 677 S. Segoe Rd. Madison, WI 53711 USA.

Peterson, 1949; cit Steven R. Anderson, Michael J. Lauer, John B. Schoper and Richard M. Shibles. 2004. Pollination Timing Effect on Kernel Set and Silk Receptivity in Four Maize Hybrids. Crop Physiology & Metabolism. Crop Science. Published in Crop Sci. 44: 464-473. 677 S. Segoe Rd. Madison, WI 53711 USA.

Westgate and Boyer,1986; cit Steven R. Anderson, Michael J. Lauer, John B. Schoper dan Richard M. Shibles. 2004. Pollination Timing Effect on Kernel Set

(12)

85 and Silk Receptivity in Four Maize Hybrids. Crop Physiology & Metabo-lism. Crop Science. Published in Crop Sci. 44: 464-473. 677 S. Segoe Rd. Madison, WI 53711 USA.

Paliwal, R.L. 2000. Seed production. cit R.L. Paliwal, G. Granados, H.R. Lafitte and A.D. Violic. Tropical maize, improve-ment and production. FAO Plant Pro-duction and Protection Series no.28,

Food and Agriculture Organization of the Nations, Rome, p.309-322.

Vasal, S.K and N.N. Singh. 1999. A critique of inbred line development methods. Makalah Pelatihan Pemuliaan Jagung dan Produksi Benih jagung hibrida. 6 p. Maros 24 – 28 Desember 1999.

Gambar

Tabel  1.  Jumlah  persentase  daya  tumbuh  dan  keserempakan  tumbuh  tanaman  pada  masing- masing-masing  perlakuan  komposisi  tanaman  induk  jantan  dan  betina  dalam  penentuan   kom-posisi tanaman  induk  jantan  dan  betina  terhadap  produktivi
Tabel  6.  Rata-rata  kadar  air,  bobot  tongkol  kupas  dan  hasil  biji  (ton/ha)  dalam  penelitian  pentuan  komposisi  tanaman  induk  jantan  dan  betina  terhadap   produktivi-tas  dan  vigor  benih  F1  jagung  hibrida  Bima  5,  KP  Bajeng  Kab

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan materi atau bahan dasar obyek animasi yang dipakai, secara umum jenis teknik film animasi dapat digolongkan menjadi dua bagian besar, yaitu film

mengerti tentang seluk beluk kucing maupun cara memelihara dengan baik dan benar. Buku ini dirancang untuk memberi informasi kepada pemelihara maupun penyuka kucing

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat mengenai over populasi kucing stray dan mampu mengajak masyarakat untuk menjalankan sterilisasi dalam upaya mencegah

Dari tabel tersebut dapat dikemukakan bahwa biaya peralatan yang dipergunakan untuk memperbaiki kebocoran pipa, relatif rendah apabila dibandingkan dengan hasil

Saat operator menekan tombol sesuai dengan arah aksis yang tertera pada kolom fungsi JOG, maka aksis pada simulasi mesin CNC di Solidworks akan bergerak sesuai

Penemuan isolat bakteri endofit yang cocok untuk perlakuan benih bawang merah dalam mengendalikan Xaa penyebab penyakit hawar daun bakteri dan informasi mengenai respon

Mereka a yang menentuk yang menentukan an maju mundurn maju mundurnya ya ruma rumah h saki sakit, t, deng dengan an memi memiliki tenaga- liki tenaga- tenaga

Berdasarkan simpulan tersebut di atas, dirasa perlu untuk melakukan penyuluhan lanjutan yang berkaitan dengan strategi apa saja yang bisa mereka praktekkan untuk dapat menjadikan