• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kemajuan yang pesat. Salah satu indikator nya adalah pendirian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kemajuan yang pesat. Salah satu indikator nya adalah pendirian"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1.1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan demokrasi di Indonesia pada abad 21 ini terlihat banyak kemajuan. Banyak indikator yang menggambarkan bahwa demokrasi di Indonesia menunjukkan kemajuan yang pesat. Salah satu indikator nya adalah pendirian partai politik. Pendirian partai politik adalah salah satu manifestasi dari penerapan kebebasan berpendapat dan berfikir. Hal ini sesuai dengan bunyi UUD 1945 pasal 28 yang berbunyi: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.

Salah satu dampak dari pelaksanaan demokrasi langsung ini adalah timbulnya euporia kemunculan partai politik. Masyarakat berbondong-bondong mendirikan partai politik untuk ikut serta dalam kegiatan pemilu pada tahun 1999. Tercatat sejak dikeluarkannya UU No.2 1999 tertanggal 1 Februari 1999 tentang partai politik, jumlah parpol yang dinyatakan absah sebagai badan hukum oleh Departemen Kehakiman sebanyak 93 partai, dan 48 diantaranya memenuhi syarat untuk mengikuti pemilu anggota DPR, DPRD I dan DPRD II pada bulan Juni 1999 yang merupakan pemilu pertama di era roformasi tersebut. Begitupula pada tahun-tahun berikutnya yaitu pemilu tahun 2004 yang diikuti 24 partai, tahun 2009 diikuti 38 parpol nasional dan 6 partai lokal Aceh serta tahun 2014 diikuti 12 partai politik dan 3 partai lokal Aceh. Dari urutan pelaksanaan pemilu tersebut

(2)

terlihat adanya penyebaran suara yang merata, dimana tidak ada partai politik yang mendapatkan suara mayoritas. Sehingga terkadang hasil yang dicapai parpol terdapat perbedaan yang tipis dalam peroleh prosentasenya suaranya

Selain partai politik yang menjadi euphoria dalam pendiriannya oleh masyarakat, tak kalah pentingnya adalah peran caleg atau calon anggota legislatif yang ada di DPR, DPRD maupun DPD baik berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan dari suatu partai politik. Perlu diketahui bahwa kebesaran dari parpol, tidak terlepas dari figur/ kandidat calegnya. Atau sebaliknya, kebesaran caleg pasti terkait dengan kebesaran partai. Keduanya, memiliki hubungan yang saling mempengaruhi dalam dunia politik (kausalitas politik). Partai politik akan dipilih rakyat, jika ada kesesuaian antara visi dan misi yang diinginkan rakyat sebagai pemilih dalam pemilu. Sedangkan calon legislatif akan dipilih bila dapat menjalankan visi misi parpol dengan benar dan lurus.

Keterlibatan caleg perempuan di Indonesia khususnya memang masih minim. Minimnya jumlah keterwakilan perempuan dalam politik kembali menjadi pembahasan menarik khususnya di saat menjelang pemilu. Sebagai bangsa, negara Indonesia merupakan salah satu yang berhasil mencapai berbagai pencapaian penting dalam urusan demokrasi dan kesetaraan hak berpolitik. Terbukti dengan Indonesia yang pernah memiliki perempuan sebagai presiden. Namun meskipun begitu, angka partisipasi perempuan dalam berpolitik di parlemen ternyata masih terbilang rendah.

Perempuan memilliki peran dan posisi yang penting dalam pembangunan suatu Negara. Dalam pasal 27 UUD 1945 disebutkan, bahwa kedudukan warga

(3)

negara sederajat di dalam hukum dan pemerintahan, ini berarti termasuk di dalamnya kedudukan laki-laki dan perempuan. Dalam undang-undang politik tersebut telah tercermin dan jaminan terhadap hak politik yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam hal memilih dan dipilih.

Seperti halnya pemilu tedahulu, pada pemilu tahun 2014 kali inipun diberlakukan kuota 30% perempuan. Menurut pasal 55 dalam Undang-Undang Pemilu No. 8/2012 setiap partai politik diwajibkan setidaknya ada tiga kandidat perempuan dalam daftar yang dipilih. Partai politik akan dilarang mengikuti Pemilihan Umum (Pemilu) apabila tidak memenuhi kuota ini.

Pada pemilu 2014, seluruh partai politik menggodok nama-nama yang diajukan untuk maju sebagai calon anggota legislatif. Bahkan banyak parpol sekarang ini menerapkan transparansi dalam penilaian calon anggota legislatifnya dengan membuka laporan pengaduan dari rekam jejak masing-masing caleg yang diusulkan. Bila ada aduan dari masyarakat pemilih terhadap calon anggota legislatif tersebut ada yang pernah terlibat kasus, maka partai yang memilih calon tersebut/ partai pengusung akan membuat suatu kebijakan yang pada intinya menampung dan memperhatikan aspirasi dari masyarakat sebagai pelapor.

Setelah melewati fase penilaian partai terhadap bakal calon legislatif, maka terpilih nama-nama yang sudah ditetapkan sebagai calon legislatif dari parpol tersebut. Di tahap inilah dimulai perjuangan dari satiap calon yang diusung untuk membawa kepentingan dari partai politik sebagai pengusung/ kendaraan politik dan si calon legislatif itu sendiri sebagai nakhodanya. Harus kita akui,

(4)

bahwa kemenangan sebuah partai politik, tidak terlepas dari caleg yang berjuang di lapangan. Para caleg, merupakan ujung tombak pemenangan pemilu setiap partai politik.

Ibu Hj. Desy Yusandi,SE adalah salah satu calon perempuan mewakili partai Golkar untuk maju dan bertanding dalam pemilu caleg 2014. Beliau adalah sosok perempuan yang mempunyai cita-cita untuk memajukan wilayah Banten khususnya Tangerang terutama kaum perempuan. Berlatar belakang seorang pengusaha, beliau dicalonkan menjadi caleg provinsi Banten mewakili dapil 6 meliputi kecamatan, Ciledug, kecamatan Cipondoh dan kecamatan Karang Tengah. Beliau menjadi Daftar Calon Tetap (DCT) nomor 1 partai Golkar dan berhasil terpilih menjadi anggota dewan dengan perolehan suara mayoritas sebanyak 20.159 suara. Hal ini merupakan prestasi bagi beliau sendiri dan tim sukses khususnya dan umumnya kaum perempuan yang kadang dianggap kemampuan berpolitiknya dengan sebelah mata.

Sebelum terjun ke dunia politik, beliau sudah aktif baik di organisasi sekolah dan juga dunia usaha. Beliau pernah menjadi petugas pengibar bendera (Paskibraka) tingkat Kabupaten Tangerang dan menjadi Mojang Priangan mewakilli daerah Jawa Barat. Setelah terjun ke dunia usaha beliau menjadi direktur dari PT. Bangga Usaha Mandiri dan aktif di kepengurusan KADIN serta GAPENSI Kota Tangerang. Pengalaman-pengalaman berorganisasi inilah yang menjadi salah satu faktor pendorong untuk maju menjadi anggota caleg partai Golkar mewakili daerah pemilihan Kota Tangerang.

(5)

Salah satu cara yang digunakan oleh calon legislatif untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas adalah penggunaan marketing politik dengan pendekatan politik pencitraan. Hal ini dilakukan oleh para kontestan pemilu karena adanya persaingan antar kontestan. Persaingan adalah satu konsekwensi logis dalam demokrasi, dimana masing-masing kandidat atau partai bersaing untuk meyakinkan pemilih bahwa partai dan kandidat merekalah yang layak untuk dipilih dan keluar sebagai pemenang pemilu.

Melalui mekanisme persaingan ini rakyat akan menilai dan memilih mana kontestan yang mampu menawarkan produk politik yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka. Melalui marketing politik, partai dan kandidat akan mempromosikan dan mengkomunikasikan ide-ide serta program-program yang paling manarik. Untuk itulah diperlukan suatu metode yang dapat memfasilitasi para kontestan dalam memasarkan produk politiknya.

Janji-janji perubahan yang disampaikan para calon anggota legislatif dari partai politik peserta Pemilu 2014, mayoritas masih bersifat normatif. Janji-janji yang disampaikan para caleg saat kampanye pada umumnya berkaitan masalah sosial seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, pelayanan dibidang kesehatan yang masih kurang sampai ke masalah infrastruktur. Hal itu semua menjadi bahasan yang menarik saat berkampanye para caleg di setiap kegiatan pemilu. Dan hal itu terkadang hanya janji-janji manis semata sebagai materi pembahasan saat kampanye.

(6)

Dan masyarakat sekarang ini sudah mulai mengetahui caleg mana saja yang dapat menepati janji dan yang tidak. Masyarakat juga sudah dapat menilai caleg yang mempunyai kemampuan dan yang tidak. Oleh sebab itu perlu adanya penyesuaian bagi para caleg tersebut antara janji-janji yang dibuat dengan tindakan nyata yang dilakukan. Karena umumnya yang pertama dilihat oleh masyarakat pemilih adalah “siapa” dan “apa”. “Siapa” diartikan tokoh atau figur yang menjadi calon, masyarakat menilai kinerja dan juga ketokohan dari caleg tersebut apakah sudah bernilai baik, dikenal, berkontribusi secara nyata dan lain-lain. Sedangkan ‘apa” diartikan kontribusi caleg tersebut kepada masyarakat, sumbangsih apa yang sudah dilakukan dan apakah berpengaruh terhadap kemajuan kehidupan masyarakat dan lain-lain.

Hj. Desy Yusandu,SE dengan bantuan tim sukses yang sudah dibentuk dengan nama “Banten Bersatu” menggunakan strategi marketing politik dengan konsep politik pencitraan. Beliau menggunakan cara lebih manusiawi dan menyentuh akar permasalahan yang ada di masyarakat. Hj. Desy Yusandi lebih banyak mendengar aspirasi masayarakat dengan mengedepankan nilai-nilai “silaturahim” dalam menampung aspirasi masyarakat. Beliau tidak segan-segan untuk turun ke bawah dan ikut serta dalam setiap kegiatan kemasyarakatan tanpa membedakan tingkat sosial masyarakat. Selain sudah dikenal baik dari keluarga besar beliau, juga sifat membantu orang-orang yang membutuhkan ketika menjadi pengusaha.

Pencitraan politik yang dilakukan Hj. Desy Yusandi merupakan proses yang berkelanjutan dan tidak instan. Hal ini dilakukan banyak menyentuh kaum

(7)

perempuan terutama ibu-ibu sebagai pemilih potensial. Ada beberapa strategi yanag dilakukan dalam menjalankan pencitraan politik Hj. Desy Yusandi dan tim suksesnya, seperti :

1) Nama baik keluarga dan sepak terjangnya.

Popularitas dan elektabilitas yang terbentuk dari opini publik dapat dicapai karena adanya proses. Masyarakat sudah dapat menilai sepak terjang dari seorang caleg baik dari sisi caleg itu sendiri maupun sumbangsihnya terhadap masyarakat banyak.

2) Menyambung tali “silaturahim”

Dengan tali silaturahim maka akan lebih erat hubungan yang terjalin antara caleg dan masyarakat pemilih. Masyarakat akan merasa lebih di dengar dan diperhatikan kepentingannya daripada janji-janji manis yang diucapkan oleh caleg.

3) Mengedepankan ketokohan

Ketokohan diartikan sebagai pribadi individu caleg, sepak terjang yang baik dalam kehidupan bermasyarakat menjadi salah satu nilai tambah yang membuat masyarakat pemilih menjatuhkan pilihannya kepada caleg tersebut. 4) Memberikan sumbangan baik financial maupun pikiran

Memberikan bantuan langsung kepada masyarakat atau orang yang membutuhkan baik berupa uang, barang maupun pikiran/ ide merupakan salah satu cara untuk meraih simpati masyarakat pemilih. Selama itu mampu dan memang bermanfaat kepada masyarakat, maka hal tersebut adalah salah satu cara yang efektif dalam meyakinkan pemilih.

(8)

5) Kampanye

Model kampanye yang dilakukan adalah Fast Finish Strategy, kampanye model ini dimulai dengan diam-diam dan lambat, lalu dipercepat beberapa hari sebelum hari pemilu. Strategi kampanye ini dilakukan karena caleg sudah dikenal masyarakat pemilih. Hal ini dapat dilakukan dengan pemasangan spanduk, iklan maupun pamflet yang berisi mengingatkan para pemilih untuk tidak lupa memilih caleg yang bersangkutan.

6) Gender perempuan sebagai isu utama

Strategi ini tepat dilakukan karena kaum perempuan terkadang masih di nomor dua kan dari segi kemampuan berpolitiknya dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini pula yang menyadarkan masyarakat terutama kaum ibu bahwa perempuan dapat berperan selayaknya kaum laki-laki.

7) Sosialisasi dalam pencoblosan suara

Hal ini dilakukan karena masih banyak masyarakat yang masih kesulitan saat mencoblos. Hal ini disebabkan karena model kertas suara yang terlalu rumit dan juga foto dari caleg tersebut yang terkadang berbeda sehingga mereka kurang familiar atau mengenal caleg yang dipilih.

Alasan peneliti memilih marketing politik dalam bentuk politik pencitraan sebagai bahan kajian penelitian, dikarenakan politik pencitraan yang sekarang ini gencar dilakukan oleh para caleg merupakan salah satu bentuk pemasaran politik. Dengan marketing produk politik yang dilakukan melalui pengkajian mendalam

(9)

oleh tim sukses partai atau kandidat maka akan lebih membuka jalan untuk mendapatkan dukungan yang luas dari pasar atau pemilih.

Sebelum membahas lebih lanjut tentang marketing politik dalam politik pencitraan, kita perhatikan contoh fenomena politik pencitraan berikut : “Barack Obama di Amerika Serikat (2008), berhasil menambah referensi sekaligus merubah sejarah politik dunia, orang berkulit hitam pertama yang menjadi Presiden Amerika Serikat. Ini terjadi di negara yang selama ratusan tahun menjadikan kulit hitam sebagai budak. Kemungkinan besar karena citra Obama sebagai pribadi yang merakyat, merangkul, jujur, pintar, dan berkeinginan kuat merubah peta politik Amerika Serikat, sehingga berhasil merebut faktor keterkesanan pemilih, dibandingkan citra McCain, pesaingnya dari Partai Republik”.

Ini adalah salah satu contoh penerapan dari pendekatan marketing politik dalam bentuk pencitraan politik yang dinilai berhasil meningkatkan popularitas dan elektabilitas Obama dalam menggiring opini publik untuk memberikan pilihannya kepada orang/ calon yang memang nota bene bukan berasal dari produk budaya Amerika asli. Obama adalah figur yang mematahkan dominasi kulit putih Amerika, yang di klaim sebagai kasta tertinggi dalam komposisi dari struktur masyarakat Amerika. Sedangkan kulit hitam dianggap sebagai kasta di bawahnya yang hanya berperan pada bidang fisik seperti atlit dan pekerja kasar bukan pada bidang akademisi maupun ilmuan.

(10)

Selain kapabilitas atau kecerdasan individu yang dimiliki Obama, kesuksesan Obama tersebut tidak lepas dari tim marketing yang handal yang dapat mengubah citra seorang Obama menjadi populer dan elektabilitasnya dikenal oleh sebagian besar masyarakat Amerika Serikat, sehingga mereka menjatuhkan pilihannya kepada Barack Obama untuk menjadi presiden.

Namun, perlu dipahami, sekalipun memiliki daya pengaruh yang luar biasa, aktifitas politik yang hanya mengedepankan pencitraan politik, tanpa dibarengi kualitas diri politisi tersebut, pada akhirnya hanya menghasilkan kekosongan. Disinilah diperlukan pemahaman seorang politisi tentang bagaimana cara mengolah pencitraan politik itu sendiri.

Di Indonesia, pencitraan politik juga sebagai salah satu konsentrasi kajian dalam komunikasi politik, hal ini mulai terlihat pada Pemilihan Umum (Pemilu) 1999, yang semakin berkembang dan atraktif setelah penerapan sistem pemilihan langsung dalam pemilu 2004, dan terlihat hingga pemilu 2009. Seiring dengan perubahan sistem politik, utamanya dalam pemilu 2009, dengan masa kampanye lebih lama dan sistem suara terbanyak, membuat komunikasi dan pencitraan politik yang dilakukan politisi, baik secara institusional maupun individual, semakin beragam dan menarik, melalui berbagai strategi yang terkadang mengabaikan etika politik itu sendiri.

Marketing politik dalam bentuk pencitraan politik itu sendiri dapat dilihat dari bentuk-bentuk seperti berikut : pertama, pure publicity yakni mempopulerkan diri melalui aktivitas masyarakat dengan setting sosial yang

(11)

alami atau apa adanya. Misalnya, moment hari-hari besar, perayaan Hari Kemerdekaan dan lain-lain. Pada umumnya, partai maupun kandidat, memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mencitrakan partai dan diri dari sang politisi. Kedua, free ride publicity yakni publisitas dengan cara memanfaatkan akses atau “menunggangi” pihak lain untuk turut mempopulerkan diri. Tampil menjadi pembicara di sebuah forum, berpartisipasi dalam event-event olah raga, mensponsori kegiatan-kegiatan sosial dan lain-lain. Ketiga, tie-in publicity yakni memanfaatkan extra ordinary news – kejadian sangat luar biasa. Peristiwa tsunami, gempa bumi atau banjir bandang misalnya. Kandidat dapat mencitrakan diri sebagai orang atau partai yang memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Sebuah peristiwa luar biasa, selalu menjadi liputan utama media, sehingga partisipasi didalamnya sangat menguntungkan secara politik. Keempat, paid publicity yakni cara mempopulerkan diri lewat pembelian rubrik atau program di media massa. Misalnya, pemasangan advertorial, iklan, blocking time program, dan lain-lain.

Prof. Anwar dalam bukunya menulis, bahwa istilah pencitraan politik memiliki banyak definisi seperti halnya definisi ilmu komunikasi itu sendiri. Namun dapat dikrucutkan menjadi dua makna luas yaitu, pertama bahwa politik pencitraan (imaging politics) merupakan proses atau cara bertindak dalam membentuk citra atau gambaran yang diinginkan oleh publik, dalam bentuk sikap, tindakan, pendapat dan gagasan. Hal ini dapat dilakukan oleh pemerintah, partai politik, organisasi massa, negarawan, politikus, kandidat, pemimpin, pengamat dan lain-lain.

(12)

Sejalan dengan demikian maka politik pencitraan dapat diterapkan ke dalam berbagai bidang, seperti bidang politik, ekonomi, bisnis, keagamaan, pendidikan, kesehatan, pertanian dan sebagainya. Dengan demikian pencitraan politik mencakup pengaruh (influenze), wewenang (authority), kekuasaan

(power), kekuatan (force), kerjasama (cooperation) dan lain-lain.

Kedua, politik pencitraan (imaging policy) merupakan kebijakan, terutama kebijakan negara (public policy) tentang pembentukan citra atau gambaran kepada publik, yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah dan rakyat baik secara individu, maupun secara berkelompok. Kebijakan ini contohnya, kebebasan berkomunikasi

(freedom of communication) meliputi kebebasan berekspresi dan kebebasan

informasi, kebebasan bersuara (freedom of speech),dan kebebasan pers (freedom

of press). Kesemuanya itu diatur dalam undang-undang atau peraturan–peraturan

lainnya. Politik pencitraan ini juga dapat dilakukan oleh partai politik, organisasi masa atau lembaga-lembaga lainnya.

Seiring dengan itu, lembaga konsultan politik menggunakan marketing politik sebagai agen pencitraan, yang melayani proyek pencitraan dari hulu sampai hilir, mulai dari pemetaan kelemahan dan kekuatan klien, survei opini publik, perumusan konsep iklan, pembuatan tagline (slogan), materi iklan, penempatan iklan di media, manajemen isu, hingga pengaturan acara klien, banyak bermunculan. Seperti, , PT. Lingkaran Survei Indonesia, Cirus, Indo Barometer dan lembaga survei lainnya.

(13)

Perusahaan tersebut banyak melayani para klien dalam menawarkan jasa politik untuk memperebutkan kekuasaan. Merekalah orang-orang yang bekerja di belakang layar yang menggunakan ide-ide politiknya untuk menggoalkan cita-cita kliennya. Mulai dari tahapan mengenalkan parpol pengusung, kandidat yang diusung, program kerja partai dan lain-lain, dengan menggunakan kemasan yang menarik sehingga publik pemilih akan tertarik dan ingin melihat lebih jauh apa dan siapa yang ada dibalik kemasan tersebut. Biasanya mereka menggunakan berbagai cara untuk mengenalkannya seperti, poster-poster/ spanduk di jalan-jalan, iklan media massa baik cetak maupun elektronik, jasa internet dan lain-lain. Di sinilah proses marketing politik dari peran pencitraan politik dari seorang calon/ kandidat akan dilakukan dan memegang peranan penting sebagai proses sosialisasi parpol dan para kandidat itu sendiri.

Biasanya bentuk pencitraan politik yang dilakukan terbagi dalam dua strategi, yaitu Incumbent (pejabat yang masih menjabat untuk mencalonkan kembali) dengan challenger (penantang/ pesaing baru yang mencoba merebut kekuasaan dari incumbent) . Yang pertama menunjukkan pencapaian sehingga perlu untuk diteruskan. Sementara challenger menunjukkan kegagalan-kegagalan kebijakan pemerintah sebagai bahan/ tema kampanyenya adalah perubahan untuk digantikan secara konstitusional. Dua strategi itulah, pencitraan politik dilakukan untuk meraih simpati dan kepercayaan publik, melalui aneka ragam aksi.

(14)

1.2. Rumusan dan Identifikasi Masalah

Dari uraian pendahuluan di atas maka, fokus penelitian ini adalah : “Marketing Politik Kandidat Legislatif” (Studi kasus Pemenangan Hj.Desy

Yusandi,SE Dalam Pemilu 2014 DPRD Provinsi Banten). Dari rumusan masalah tersebut, maka untuk mempermudah penelitian diperlukan penjabaran pertanyaan penelitian melalui identifikasi masalah sebagai berikut :

1). Bagaimanakah marketing politik Hj. Desy Yusandi,SE dalam pemilu legislatif 2014?

2). Bagaimana model marketing politik pencitraan yang diterapkan ditinjau dari teori marketing oriented party (MOP)?

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud

Maksud penelitian dilakukan untuk mengenali dan mengetahui sejauhmana popularitas dan elektabilatas dapat diraih melalui marketing politik dalam bentuk pencitraan politik yang diterapkan oleh para calon legislatif dalam mempengaruhi para pemilih untuk menjatuhkan pilihannya kepada partai politik dan juga kepada kandidat atau calon itu sendiri.

1.3.2. Tujuan dari penelitian

1). Mengenali lebih mendalam kajian marketing politik dalam bentuk politik pencitraan dapat meningkatkan popularitas dan elektabilitas dari calon legislatif tersebut.

(15)

2). Ingin mengetahui upaya apa saja yang diterapkan oleh calon legislatif untuk meningkatkan popularitasnya melalui pencitraan politik.

3). Ingin mengetahui sejauhmana hambatan yang ditemui dalam menjalankan marketing politik dalam pencitraan politik tersebut.

1.4. Manfaat Penelitian

Dari tujuan yang ingin dikembangkan oleh peneliti, maka manfaat yang ingin di sampaikan adalah ;

1). Secara teoritis, penelitian dapat menambah pengetahuan tentang ilmu komunikasi dan pemanfaatnnya, khususnya marketing politik dalam bentuk politik pencitraan untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas partai politik dan calon atau kandidat anggota legislatif itu sendiri.

2). Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat diterapkan dan membantu para pemilih atau konstituen untuk lebih teliti dalam memberikan pilihannya sesuai dengan hati nurani masing-masing dengan memperhatikan visi, misi dari parpol dan para calon atau kandidat.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul Bentuk dan Jenis Qâfiyah Qashîdah Yâ Wârid Al-Unsi dalam Kitab Maulid Simthu Ad-Durâr karya Habib Ali Al-Habsyi

Keterlambatan pengambilan keputusan di tingkat keluarga dapat dihindari apabila ibu dan keluarga mengetahui tanda bahaya kehamilan dan persalinan serta tindakan yang perlu

1) Pendidikan anak usia dini berfungsi membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan

Petani yang mengusahakan usahatani gambir terdapat faktor-faktor produksi yang terdiri dari lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen yang seluruhnya ditujukan untuk proses

Hasil dari analisis penelitian ini diharapkan akan menjadi masukan bagi Whiz Hotel Yogyakarta dalam menentukan strategi bersaing yang terintegrasi dan komprehensif untuk

Wilayah yang menjadi kajian adalah wilayah yang memiliki kekhususan fungsi guna lahan yaitu Zona I hingga Zona III dalam naungan Subkawasan Pelestarian (SP) I, karena

Dapat mengetahui jenis dan bagian tumbuhan beracun yang dapat dikonsumsi, dan mengetahui cara pengolahan tumbuhan beracun, serta kearifan lokal dalam memanfaatkan tumbuhan