• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEROPREVALENSI DINAMIK LEPTOSPIROSIS PADA DAERAH PENGEMBANGAN SAPI PERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SEROPREVALENSI DINAMIK LEPTOSPIROSIS PADA DAERAH PENGEMBANGAN SAPI PERAH"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

SEROPREVALENSI DINAMIK LEPTOSPIROSIS

PADA DAERAH PENGEMBANGAN SAPI PERAH

(Dynamic Seroprevalence of Leptospirosis in the Dairy Cattle Developing

Area)

SUSANTI,KUSMIYATI danSUPAR

Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor

ABSTRACT

Leptospirosis is an infectious disease caused by some of the Leptospira interrogans bacterial serovars. The disease widespreads in many parts of the world including Indonesia and is classified as zoonotic. Leptospirosis symptoms on cattle may be varied from subclinical, mild to acute infection and can cause of death. Infection in pregnant cow are abortion symptom, stillbirth and death of foetus. Leptospirosis infection in lactation dairy cattle causes fever with a dropping of milk production for 2 – 10 days. The milk consistency may be similar to mastitis case and suddenly lossing of all milk production. The leptospirosis infected animals secrete the Leptospira sp through urine and contaminate farm environment. The aims of this studies were to determine seroprevalence of leptospirosis in cattle by serologically testing of serum samples received at the Bacteriology laboratory of Indonesian Centre Research Institute for Veterinary Science (ICRIVS). Diagnosis of leptospirosis disease on cattle was done by serological assay with microscopic agglutination test (MAT). From 2003 – 2007 Bacteriology Laboratory of ICRIVS has done the serological assay dairy and cow serum samples from many areas in Bandung, Bogor, Jakarta, Semarang, Baturaden, Malang, Grati, Yogyakarta and Nusa Tenggara Barat. The assay’s results showed 18,38% of samples are positive leptospirosis. From those positive samples, positive reactor to hardjo serovar is 60,54%, tarassovi (43,40%), icterohaemorrhagiae (34,41%), pomona (33,82%), javanica (29,56%), ballum (27,73%), canicola (23,45%), rachmati (1,89%), australis (1,51%), bataviae (0,60%) and pyrogenes (0,48%). Cattle were susceptible to

Leptospira interrogans. Hardjo serovar was found to be the most dominant. Seroprevalence of leptospirosis in

dry season was 16,38% less than wet season (19,20%). It shows the increasing of infection in wet season. Keyword: Dairy cattle, leptospirosis, seroprevalence

ABSTRAK

Leptospirosis merupakan penyakit infeksius yang disebabkan oleh beberapa serovar bakteri Leptospira

interrogans. Penyakit tersebut tersebar luas di berbagai wilayah di dunia termasuk di Indonesia dan bersifat

zoonosis. Gejala leptospirosis pada sapi dapat bervariasi mulai dari subklinis, ringan hingga infeksi akut dan dapat menyebabkan kematian. Pada induk sapi yang bunting, gejala abortus, pedet lahir lemah dan mati. Infeksi leptospirosis pada sapi perah yang sedang laktasi dapat menyebabkan demam disertai dengan penurunan produksi susu yang berlangsung selama 2-10 hari, perubahan fisik susu seperti mastitis dan tiba-tiba kehilangan semua produksi susu. Hewan penderita leptospirosis dapat mensekresikan bakteri Leptospira

sp melalui urine dan dapat mencemari lingkungan peternakan. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui

seroprevalensi leptospirosis pada sapi dengan memeriksa sampel sera yang diterima di laboratorium Bakteriologi Balai Besar Penelitian Veteriner (BBALITVET). Pemeriksaan penyakit leptospirosis pada sapi dilakukan secara serologik dengan microscopic agglutination test (MAT). Pemeriksaan secara serologik sampel serum sapi perah dan sapi potong dari berbagai tempat di daerah Bandung, Bogor, Jakarta, Semarang, Baturaden, Malang, Grati, Yogyakarta dan Nusa Tenggara Barat yang dilakukan di laboratorium Bakteriologi BBALITVET dari tahun 2003 – 2007 menunjukkan 18,38% positif leptospirosis. Dari jumlah sampel positif tersebut, sebanyak 60,54% merupakan reaktor positif serovar hardjo, tarassovi (43,40%), icterohaemorrhagiae (34,41%), pomona (33,82%), javanica (29,56%), ballum (27,73%), canicola (23,45%), rachmati (1,89%) australis (1,51%), bataviae (0,60%) dan pyrogenes (0,48%). Dari kajian tersebut disimpulkan bahwa sapi rentan terhadap Leptospira interrogans, yang dominan serovar hardjo. Seroprevalensi leptospirosis musim kemarau (16,38%) lebih rendah dari musim penghujan (19,20%), menunjukkan peningkatan infeksi pada musim penghujan.

(2)

PENDAHULUAN

Leptospirosis merupakan penyakit infeksius yang disebabkan oleh beberapa serovar bakteri Leptospira interrogans. Penyakit tersebut tersebar luas di berbagai wilayah di dunia terutama pada daerah tropis termasuk di Indonesia dan bersifat zoonosis. Bakteri ini kebanyakan menginfeksi baik hewan ternak, liar maupun manusia. Hewan yang terinfeksi termasuk tikus, tupai, hewan domestik seperti sapi, domba, kambing, unta, babi, anjing, kucing, dan beberapa hewan liar seperti anjing hutan, monyet, rubah, serigala, dan sigung (RAD et al., 2004).

Leptospirosis pada ternak dapat menyebabkan kerugian ekonomi pada industri peternakan sapi dan babi akibat gangguan reproduksi yang ditimbulkannya. Gejala klinis leptospirosis pada sapi dapat bervariasi mulai dari yang ringan, infeksi yang tidak tampak, sampai infeksi akut yang dapat menyebabkan kematian. Pada ternak sapi yang bunting, gejala abortus, pedet lahir mati atau lemah sering muncul pada kasus leptospirosis. Infeksi akut paling sering terjadi pada pedet/sapi muda (HUDSON, 1978). Infeksi pada sapi perah dapat terjadi demam sementara disertai dengan penurunan produksi susu yang berlangsung selama 2-10 hari (HIGGINS, 2004). Berat ringannya gejala klinis tergantung dari serovar Leptospira yang menginfeksi dan imunitas hewan yang terinfeksi (ELLIS et al., 1986). Leptospirosis pada sapi umumnya disebabkan oleh infeksi L. interrogans serovar hardjo. Serovar ini dihubungkan dengan aborsi, lahir mati, lahir lemah, mastitis, penurunan produksi susu dan infertilitas pada ternak (KOCABIYIK

dan CETIN, 2003). L. interrogans serovar pomona pada sapi menyebabkan demam, depresi, anemia akut, haemorrhagis, dan redwater (ELLIS et al., 1986).

Diagnosa dilakukan berdasarkan sejarah penyakit, gejala klinis, isolasi agen penyebab, dan hasil uji serologi. Isolasi Leptospira sp dari hewan tersangka seringkali sulit dilakukan, untuk konfirmasi diagnosis penyakit dilakukan secara serologis di laboratorium dengan Microscopic Agglutination Test (MAT) untuk menentukan seroprevalensi. Uji ini digunakan pada pemeriksaan serologik leptospirosis pada sapi (SCOTT-ORR et al., 1980; RATNAM et al.,

1994; ROCHA, 1998; OIE, 2000; EBRAHIMI et al., 2004).

Penularan leptospirosis dapat terjadi secara horizontal, baik secara kontak langsung dengan hewan tertular atau lingkungan yang tercemar leptospira. Bakteri Leptospira yang dikeluar-kan melalui urin hewan terinfeksi dapat mencemari lingkungan dan menjadi sumber penularan untuk hewan lain dan juga manusia. Infeksi Leptospira pada hewan bunting menyebabkan aborsi, lahir mati dan kegagalan reproduksi pada sapi dan babi pada khususnya dan meningkatkan penyebaran dan prevalensi leptospirosis pada manusia yang dihasilkan dari kontak dengan ternak yang terinfeksi (HUNTER dan HERR, 1994). Seringkali sapi-sapi bibit, yang termasuk sapi-sapi-sapi-sapi pilihan dan sangat berharga itu, yang juga peka terhadap leptospirosis, akan membantu menyebarkan infeksi secara luas diantara ternak Indonesia bila mereka ternyata terinfeksi. Di Indonesia infeksi leptospirosis sudah pernah dilaporkan sebelumnya yaitu bahwa ada kelompok sapi di Jawa Barat, yang mengandung banyak reaktor terhadap L. hardjo (hampir 50%) adalah kelompok sapi yang mempunyai sapi impor. Mereka juga menemukan bahwa paling sedikit 20% dari sapi potong di Jawa Tengah dan Jawa Timur positif terhadap serovar hardjo dan 37% sapi perah dari Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan Sumatera Utara positif terhadap serovar hardjo dan tarassovi (SCOTT -ORR et al., 1980).

Kajian ini bertujuan untuk mengetahui seroprevalensi dinamik reaktor positif leptospirosis pada sapi perah dan sapi potong didasarkan pada pengujian sampel serum sapi yang diterima di laboratorium Bakteriologi Balai Besar Penelitian Veteriner pada kurun waktu 2003–2007.

MATERI DAN METODE Sampel serum

Sampel darah atau serum sapi diperoleh dari sampel yang diterima di laboratorium Bakteriologi Balai Besar Penelitian Veteriner (BBalitvet) selama 5 tahun terakhir untuk pemeriksaan serologik terhadap leptospira. Sampel ini berasal dari sapi yang sehat maupun menunjukkan gejala sakit dari berbagai tempat

(3)

di Indonesia yaitu Jawa Barat (Bandung, Bogor), Jakarta, Jawa Tengah (Semarang, Baturaden), Jawa Timur (Malang, Grati), Yogyakarta dan Nusa Tenggara Barat. Serum disimpan pada suhu -200C sampai saatnya uji dilakukan.

Penyiapan antigen

Antigen yang digunakan untuk MAT adalah antigen hidup yaitu biakan-biakan L. interrogans serovar-serovar icterohaemor-rhagiae, javanica, celledoni, canicola, ballum, pyrogenes, cynopteri, rachmati, australis, pomona, grippotyphosa, hardjo, bataviae dan tarassovi, berumur 5–9 hari, yang ditumbuhkan di dalam medium EMJH cair pada suhu 28– 300C. Konsentrasi antigen kira-kira 2x108 leptospira per mililiter.

Pemeriksaan secara microscopic agglutination test (MAT)

Sebanyak 0.05 ml enceran serum 1:50 diisikan pada lubang microplate, kemudian ditambahkan 0.05 ml antigen dan diinkubasi pada suhu 28–300C selama 2 jam. Dengan diluter, campuran serum-antigen dipindahkan ke kaca objek (tidak ditutup dengan kaca penutup) dilihat dengan mikroskop medan gelap/fase kontras pada pembesaran 100x. Serum yang menunjukkan reaksi 50% aglutinasi atau lebih dilakukan titrasi, sebagai berikut : sebanyak 0.05 ml enceran serum 1:50,

1:200, 1:800, 1:3200 masing-masing diteteskan dalam lubang-lubang microplate, kemudian masing-masing enceran tersebut ditambahkan 0.05 ml antigen yang menunjukkan reaksi positif (reaksi 50% aglutinasi atau lebih) pada pemeriksaan pendahuluan, dan diinkubasi pada suhu 28–300C selama 2 jam. Pembacaan dilakukan seperti pada pemeriksaan pendahuluan. Titik akhir pembacaan adalah 50% aglutinasi atau lebih (diperkirakan dari jumlah leptospira bebas, yaitu sebanyak 50% atau kurang) dan titer didefinisikan sebagai enceran akhir tertinggi serum dalam campuran serum-antigen yang menunjukkan 50% aglutinasi atau lebih.

Pengolahan data hasil uji microscopic agglutination test

Data hasil pemeriksaan sampel secara serologik dihitung per setengah tahun berdasarkan musim dan pertahun. Persentase antibodi anti–leptospira positif dihitung, juga dibuat rata–rata selama 5 tahun.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pemeriksaan secara serologik dengan microscopic agglutination test (MAT) terhadap sampel serum sapi perah dan sapi potong didasarkan pada pengujian sampel yang diterima di laboratorium Bakteriologi Balai Besar Penelitian Veteriner pada kurun waktu 2003–2007 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengujian antibodi anti–leptospira sera sapi dengan MAT (2003–2007)

Reaksi serologik leptospirosis secara MAT Tahun Banyaknya sampel yang diperiksa

Positif % 2003 1039 77 7,41 2004 305 53 17,38 2005 319 50 15,67 2006 458 165 36,03 2007 545 84 15,41 Rata-rata 533 86 18,38

Pada Tabel 1 terlihat bahwa seroprevalensi leptospirosis dari tahun 2003–2007 berdasar-kan pemeriksaan serologik sangat berfluktuasi. Persentase sera dengan antibodi anti– leptospira positif dari tahun 2003 ke tahun 2004 terjadi kenaikan sebesar 9,97%, dari

tahun 2004 ke tahun 2005 terjadi penurunan sebesar 1,71%, dari tahun 2005 ke tahun 2006 terjadi kenaikan sebesar 20,36% dan dari tahun 2006 ke tahun 2007 terjadi penurunan sebesar 20,62%. Kejadian leptospirosis paling tinggi terjadi pada tahun 2006 (36,03%). Jumlah

(4)

kasus dalam suatu daerah sering berfluktuasi dari tahun ke tahun karena variasi dari curah hujan, banjir, kepadatan populasi rodent dan kejadian infeksi leptospira pada hewan (FAINE, 1982).

Variasi seroprevalensi dari reaktor positif terhadap serovar Leptospira yang digunakan dalam pengujian dapat dilihat pada Tabel 2. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa sebanyak 60,54% sera merupakan reaktor positif terhadap Leptospira interrogans serovar hardjo, tarassovi (43,40%), icterohaemor-rhagiae (34,41%), pomona (33,82%), javanica (29,56%), ballum (27,73%), canicola (23,45%), rachmati (1,89%) australis (1,51%), bataviae (0,60%) dan pyrogenes (0,48%). Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sapi rentan terhadap Leptospira interrogans, satu serum yang diperiksa dapat bereaksi positif terhadap beberapa serovar yang digunakan, hal ini kemungkinan dapat terjadi karena sapi pernah terinfeksi oleh beberapa serovar Leptospira tersebut.

Pada Tabel 2 dapat juga dilihat bahwa persentase sera dengan antibodi anti– leptospira positif terhadap serovar hardjo lebih tinggi dibandingkan dengan serovar yang lainnya, hal ini dapat terjadi karena sapi merupakan maintenance host untuk serovar hardjo. Setelah penularan, Leptospira akan tinggal di dalam ginjal dan diekskresikan melalui urin. Serovar ini dapat berada di ginjal sapi sampai lebih dari 18 bulan dan kemungkinan dapat menjadi hewan karier (THIERMAN, 1982). KOCABIYIK dan CETIN

(2003) juga menyatakan bahwa leptospirosis pada sapi umumnya disebabkan oleh infeksi L. interrogans serovar hardjo, serovar ini dihubungkan dengan aborsi, lahir mati, lahir lemah, mastitis, penurunan produksi susu dan infertilitas pada ternak. Pada sapi yang bunting atau laktasi menyebabkan demam, mastitis dengan penurunan produksi susu yang drastis sampai 14 hari, perubahan warna susu, meningkatkan jumlah leukosit dalam susu dan dapat menyebabkan aborsi sampai 5–10% dari sapi yang terinfeksi, 6–12 minggu setelah infeksi (TURNER danSTEPHENS, 2008).

Hasil pemeriksaan secara serologik dengan microscopic agglutination test (MAT) terhadap sampel sera sapi didasarkan pada pembagian musim kemarau dan musim penghujan dapat dilihat pada Tabel 3.

Dari Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa kejadian leptospirosis pada musim kemarau (16,38%) lebih rendah daripada musim penghujan (19,20%). Kejadian leptospirosis dapat meningkat pada saat curah hujan yang tinggi dan lingkungan yang banyak genangan air (DARODJAT danRONOHARDJO, 1989). Pada saat ini terjadi kenaikan jumlah air, hal ini mencegah urine hewan yang terinfeksi leptospira mengalami evaporasi atau penetrasi ke dalam tanah sehingga leptospira dapat secara langsung berada di dalam permukaan air, menyebabkan invasi oleh rodent aquatik Saat padang rumput tetap berair untuk beberapa hari atau bahkan berminggu-minggu, hewan terutama ternak yang sering merebahkan diri mudah terkena infeksi. Kontaminasi Leptospira pada permukaan air berperan penting untuk resiko dari infeksi ke hewan lain, baik rodent maupun hewan domestik. Lingkungan yang terkontaminasi oleh urin hewan yang terinfeksi Leptospira merupakan titik sentral epidemiologi leptospirosis (HIGGINS, 2004).

KESIMPULAN

Leptospirosis merupakan penyakit penting pada sapi yang disebabkan oleh beberapa serovar bakteri Leptospira interrogans dan tersebar luas di berbagai wilayah di dunia termasuk di Indonesia. Seroprevalensi leptospirosis rata–rata 18,38% selama kurun waktu 5 tahun (2003–2007) dengan seroprevalensi paling tinggi adalah serovar Hardjo (60,54%). Seroprevalensi leptospirosis pada musim kemarau (16,38%) yang lebih rendah daripada musim penghujan (19,20%), menunjukkan terjadi peningkatan infeksi pada musim penghujan.

DAFTAR PUSTAKA

DARODJAT,M.danP.RONOHARDJO. 1989. Diagnosa serologik microscopic agglutination test (MAT) untuk leptospirosis pada serum manusia. Penyakit Hewan XXI (37) Semester I : 1–8.

EBRAHIMI, A., Z. NASR and G.A. KOJOURI. 2004. Seroinvestigation of bovine leptospirosis in Shahrekord District, Central Iran. Iranian J.

(5)

Vet. Res. University of Shiraz. 5(2) Ser.(10).

1383: 110–113.

ELLIS, W.A., J.J. OBRIEN, S.O. NELL and D.G. BRYSON. 1986. Bovine leptospirosis: experimental serovar hardjo infection. Vet.

Microbiol. 11: 293–299.

HIGGINS, R. 2004. Emerging or re-emerging bacterial zoonotic disease: bartonellosis, leptospirosis, lyme borreliosis, plaque. Rev.

Sci. Tech. off. Int. Epiz. 23 (2): 569–581.

HUDSON, D.B. 1978. Leptospirosis of domestic animals. http://www.ianrpubs.unl.edu/ LeptospirosisofDomesticAnimals/g78-17.htm. HUNTER,P.andS.HERR. 1994. Infectious disease of livestock. Cape Town Oxford New York. Oxford University Press Vol. 2 : 997.

KOCABIYIK,A.L.andC.CETIN. 2003. Detection of antibodies to Leptospira interrogans serovar hardjo by the Microscopic Agglutination Test and Enzyme-Linked Immunosorbent Assay in cattle sera. Indian Vet. J. 80: 969–971.

OFFICE INTERNATIONAL DES EPIZOOTIES (OIE). 2000. Leptospirosis, pp: 265–275. In Manual of Standards for Diagnostic Test and Vaccines. Office International des Epizooties, Paris, France.

RAD, M. A. A. ZEINALI, J.VAND YOUSOFI, A. H. TABATABAYI and S. BOKAIE. 2004. Seroprevelence and bacteriological study of canine leptospirosis in Tehran and its suburban areas. Iranian Journal of Veterinary

Research, University of Shiraz. Vol. 5, No. 2,

Ser. No. 10, 1383: 73–80.

RATNAM,S.,C.O.R.EVERARD andC.ALEX. 1994. A pilot study on the prevalence of leptospirosis in Tamilmadu State. Indian Vet. J. 71: 1059– 1063.

ROCHA,T. 1998. A review of leptospirosis in farm animals in Portugal. Rev. Sci. Tech. Off. In.

Epiz. 17(3): 699–712.

SCOTT-ORR H.,M.DARODJAT,J.ACHDIJATI andM. SOEROSO. 1980. Kejadian leptospirosis dan brucellosis pada ternak di Indonesia. Risalah

(Proceedings) Seminar Penyakit Reproduksi dan Unggas. Tugu Bogor 13-15 Maret 1980.

LPPH - Puslitbangnak, Deptan. Hlm. 31–57. TURNER LandJSTEPHENS. 2008. Leptospirosis in

dairy cattle: Economic benefits, animal welfare and human health considerations of vaccination programs.

DISKUSI

Pertanyaan:

1. Bagaimana pengaruh musim terhadap kejadian leptospirosis di lapang?

2. Apakah Leptospira dapat ditularkan lewat susu sapi?

3. Sekarang ada kit komersial untuk diagnosis leptospirosis. Apakah kit komersial tersebut sama baiknya dengan uji MAT yang menggunakan antigen hidup?

Jawaban:

1. Kejadian leptospirosis pada musim penghujan lebih tinggi daripada musim kemarau karena pada saat musim hujan terjadi kenaikan jumlah air, urine hewan yang menderita leptospirosis akan terbawa oleh aliran air sehingga leptospira dapat secara langsung menginfeksi hewan lain atau menyebab-kan invasi oleh rodent aquatik.

2. Leptospira dapat ditemukan dalam air susu yaitu pada saat terjadi infeksi akut dimana Leptospira yang berada di dalam sirkulasi darah sebagian masuk ke dalam kelenjar susu.

3. Kit komersial digunakan untuk mendeteksi antibodi anti-leptospira sampai tingkat genus, dengan interp-retasi hasil reaksi positif atau negatif. Sedangkan MAT merupakan pemerik-saan serologis standar yang mempunyai sensitifitas dan spesifisitas tinggi dan dapat mendeteksi titer antibodi agglutinasi pada tingkat serovar sehingga dapat membedakan antar serovar leptospira yang menginfeksi hewan/manusia. Disamping itu MAT juga dapat mendeteksi hewan tersangka leptospirosis terinfeksi lebih dari satu serovar.

(6)

2007)

Pemeriksaan sampel sera sapi secara MAT pada tahun

2003 2004 2005 2006 2007 Leptospira sp sampel sera sapi secara MAT pada periode Jumlah sampel positif diuji Pos itif serovar % Jumlah sampel positif diuji Pos itif serovar % Jumlah sampel positif diuji Pos itif serovar % Jumlah sampel positif diuji Pos itif serovar % Jumlah sampel positif diuji Pos itif serovar % Rata-rata % Icterohaemor 77 - - 53 - - 50 16 32 165 125 75,76 84 54 64,29 34,41 Javanica 77 - - 53 - - 50 6 12 165 116 70,30 84 55 65,48 29,56 Celledoni 77 - - 53 - - 50 - - 165 - - 84 - - - Canicola 77 - - 53 - - 50 11 22 165 57 34,55 84 51 60,71 23,45 Ballum 77 - - 53 - - 50 11 22 165 110 66,67 84 42 50 27,73 Pyrogenes 77 - - 53 - - 50 - - 165 4 2,42 84 - - 0,48 Cynopteri 77 - - 53 - - 50 - - 165 - - 84 - - - Rachmati 77 - - 53 5 9,43 50 - - 165 - - 84 - - 1,89 Australis 77 1 1,30 53 3 5,66 50 - - 165 1 0,61 84 - - 1,51 Pomona 77 - - 53 5 9,43 50 14 28 165 121 73,33 84 49 58,33 33,82 Grippotyphosa 77 - - 53 - - 50 - - 165 - - 84 - - - Hardjo 77 44 57,14 53 23 43,40 50 34 68 165 131 79,39 84 46 54,76 60,54 Bataviae 77 - - 53 - - 50 - - 165 3 1,82 84 1 1,19 0,60 Tarassovi 77 32 41,56 53 26 49,06 50 37 74 165 61 36,97 84 13 15,48 43,40 Keterangan: Satu serum dapat bereaksi positif terhadap satu atau lebih serovar

Tabel 3. Komparasi seroprevalensi leptospirosis pada sapi didasarkan pada perbedaan musim Bulan/Tahun Jumlah sampel Seropositif

leptospirosis % Bulan/Tahun Jumlah sampel

Seropositif leptospirosis % April – September 2003 865 62 7,17 Oktober 2003– Maret 2004 165 15 9,1 April – September 2004 280 52 18,57 Oktober 2004– Maret 2005 67 11 16,42 April – September 2005 161 27 16,77 Oktober 2005– Maret 2006 140 20 14,29 April – September 2006 213 68 31,92 Oktober 2006– Maret 2007 238 93 39,08 April – September 2007 295 22 7,46 Oktober 2007– Maret 2008 374 64 17,11

Referensi

Dokumen terkait

Pengadaan ini dilaksanakan secara elektronik, dengan mengakses aplikasi Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) pada alamat website LPSE : www. Jadwal

[r]

Hasil pengujian pencacahan botol plastik tidak maksimal, dikarenakan botol plastik yang dimasukkan kedalam mesin tidak tercacah atau terpotong keseluruhan tetapi

Pimpinan Per usahan dapat mew akilkan kehadir annya selama pr oses pembuktian kualifikasi kepada pengur us per usahaan yang namanya ter cantum dalam Akte Pendir ian/ Per ubahan

Dewan Komisaris juga mengapresiasi Direksi dalam kinerja sosial sebagai komitmen Perusahaan sesuai dengan salah satu misi Pupuk Kaltim “memberikan manfaat yang optimum bagi

Penguasaan terhadap pengetahuan tersebut akan mempermudah seorang pemain drum dalam menginterpretasikan komposisi musik untuk drum sesuai dengan apa yang

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi positif terhadap ilmu pengetahuan di bidang sastra, khususnya pada interdisiplin ilmu sosiologi sastra dalam

(arakteristik dari striktur adalah perubahan epitel uretra oleh aringan +ibrosa padat karena trombo+lebitis lokal di korpus spongiosum dalam. 2pitel itu sendiri biasanya