BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prinsip Dasar Beton Prategang
Beton prategang pada dasarnya adalah beton di mana tegangan-tegangan internal dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban luar dilawan sampai suatu tingkat yang diinginkan. Pada batang beton bertulang, prategang pada umumnya diberikan dengan menarik baja tulangannya.
Kekuatan tarik beton polos hanyalah merupakan suatu fraksi saja dari kekuatan tekannya dan masalah kurang sempurnanya kekuatan tarik ini ternyata menjadi faktor pendorong dalam pengembangan material komposit yang dikenal sebagai “beton prategang”. Pada beton prategang rendahnya kapasitas kuat tarik tersebut diatasi dengan mengkombinasikan beton berkekuatan mutu tinggi dan baja mutu tinggi dengan caara menarik baja tersebut dan menahanya ke beton sehingga membuat beton dalam keadaan tertekan. Dalam tahun 1904, Freyssinet mencoba memasukkan gaya-gaya yang bekerja secara permanen pada beton untuk melawan gaya-gaya elastik yang ditimbulkan oleh beban dan gagasan ini kemudian telah dikembangkan dengan sebutan “prategang”. Besar gaya prategang umumnya ditentukan oleh besarnya tegangangan ijin di dalam beton maka dalam analisis dan perencanaan digunakan beban kerja, tegangan ijin, dan anggapan-anggapan dasar yang digariskan dalam SNI 13-2847-2002.
Jadi pada beton konvensional maupun beton prategang memiliki prinsip utama yang sama yaitu bahwa tulangan ditempatkan pada daerah yang nantinya akan mengalami tegangan tarik akibat beban. Hanya saja pada beton konvensional tulangan berfungsi mengambil alih tegangan tarik yang sudah tidak dapat lagi dipikul oleh beton, sedangkan pada beton prategang tulangan (tendon) berfungsi menciptakan tegangan awal yang nantinya harus mengimbaiu tegangan tarik akibat beban.
2.2 Material Beton Prategang 2.2.1 Beton
Beton adalah campuran dari semen, air dan agregat serta suatu bahan tambahan. Setelah beberapa jam dicampur, bahan-bahan tersebut akan lansung mengeras sesuai betuk pada waktu basahnya. Campuran tipikal untuk beton dengan perbandingan berat agregat kasar 44%, agregat halus 31%, semen 18% dan air 17%. Kekuatan beton ditentukan oleh kuat tekan karakteristik pada usia 28 hari atau f’c. Kuat tekan karakteristik adalah tegangan yang melampaui 95% dari pengukuran kuat tekan uniaksia yang diambil dari tes penekanan standar, yaitu dengan kubus ukuran 150x150 mm, atau silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Pengukuran kekuatan dengan kubus adalah lebih tinggi daripada dengan silinder. Rasio antara kekuatan silinder dan kubus adalh 0,8.
Beton yang digunakan (Andi, 2008) untuk beton prategang adalah yang mempunyai kekuatan tekan yang cukup tinggi dengan nilai f’c antara 30-50 Mpa. Kuat tekan yang tinggi diperlukan untuk menahan tegangan tekan pada serat tertekan, pengangkuran tendon, mencegah terjadinya keretakan, mempunyai modulus elastisitas yang tinggi dan mengalami rangkak lebih kecil. Tipikal diagram tegangan dan regangan beton dapat dilihat pada gambar berikut :
Secara umum kemiringan kurva tegangan-regangan pada tahap awal menggambarkan nilai modulus elastisitas bahan. Dengan mengamati berbagai macam kurva tegangan-regangan kuat tekan berbeda, tampak bahwa umumnya kuat tekan maksimum terjadi pada suatu satuan regangan ε’ yaitu ±0,002. Selanjutnya nilai tegangan f’c akan perlahan turun seiring dengan bertambahnya nilai regangan sampai benda uji hancur pada nilai ε mencapai 0,003-0,005. Pada SNI 15-1991-03 menetapkan bahwa regangan kerja maksimum yang diperhitungkan pada serat tepi beton tekan terluar adalah 0,003-0,0035 sebagai batas hancur.
Perubahan bentuk (deformation) pada beton adalah langsung dan tergantung waktu (time dependent). Pada beban tetap, perubahan bentuk bertambah dengan waktu dan jauh lebih besar dibanding harga langsungnya. Pengembangan regangan sepanjang waktu disebabkan oleh susut (shrinkage) dan rangkak (creep). Susut tidak disebabkan oleh tegangan, tetapi merupakan akibat dari hilangnya air dalam proses pengeringan beton, sementara rangkak disebabkan oleh bekerjanya tegangan. Susut
dan rangkak menyebabkan perubahan bentuk aksial, kelengkungan (curvature) pada penampang, kehilangan tegangan,redistribusi tegangan lokal antaa beton dan baja, serta redistribusi aksi internal pada struktur statis tak tentu. Susut dan rangkak juga bisa mengakibatkan retak yang dapat mempengaruhi kemampuan layan dan keawetan struktur. Nilai modulus elastisitas beton sampai saat ini belum ada keseragaman dan kesesuaian pendapat, karena sifatnya yang elasto plastis. Nilai modulus elastisitas masih merupakan rumus-rumus empiris yang didapat dari percobaan para ahli. Namun untuk tujuan praktis, nilai modulus elastis adalah tetap sepanjang waktu.
Sesuai dengan SNI 2002 pasal 10.5.1 digunakan rumus modulus elastisitas beton sebagai berikut :
𝐸𝐸𝑐𝑐 = 0,043 𝑤𝑤𝑐𝑐1,50�𝑓𝑓′𝑐𝑐
di mana,
EC = modulus elastis beton tekan (MPa)
wC = berat isi beton (kg/m3) f’C = kuat tekan beton (MPa)
Rumus empiris tersebut hanya berlaku untuk beton dengan berat isi berkisar
antara 1500 dan 2500 kgf/m3. Untuk beton dengan kapadatan normal ± 24 kN/m3
dapat digunakan nilai (SNI 2002 Pasal 10.5.1) :
𝐸𝐸𝑐𝑐 = 4700�𝑓𝑓′𝑐𝑐 (2.2)
Tabel 2.1 Nilai modulus elastisitas beton (EC) berbagai mutu beton. f’C (Mpa) EC (Mpa) 17 19.500 20 21.000 25 23.500 30 25.700 35 27.800 40 29.700 2.2.2 Baja Prategang
Untuk penggunaan pada beban layan yang tinggi, penggunaan baja tulangan (tendon) dan mutu tinggi akan lebih efisien. Hanya baja dengan tegangan elastis yang tinggi yang cocok digunakan pada baja prategang. Penggunaan baja mutu tinggi bukan saja merupakan suatu keuntungan, tetapi merupakan suatu keharusan. Prategang akan menghasilkan beban yang ringan, bentang yang panjang, dan lebih ekonimis.
Baja prategang dapat berupa kawat-kawat tunggal, strands yang terdiri dari beberapa kawat yang dipuntir membentuk elemen tunggal berupa batang dengan mutu tinggi. Berikut tiga jenis yang umum digunakan :
• Kawat-kawat relaksasi rendah atau stress-relieved tak berlapisan. • Strands relaksasi rendah atau stress-relieved strands tak berlapisan. • Batang-batang baja mutu tinggi tak berlapisan
Kawat-kawat stress-relieved adalah kawat-kawat tunggal yang ditarik-dingin yang sesuai dengan standar ASTM A 421. Ukuran dari kawat tunggal bervariasi
terbuat dari tujuh kawat dengan memuntir enam di antaranya pada pitch sebesar 12 sampai 16 kali diameter di sekeliling kawat lurus yang sedikit lebih besar. Pelepasan
tegangan dilakukan sesudah kawat-kawat dijalin menjadi strand. Tegangan tarik (fP)
untaian kawat adalah antara 1750-1860 Mpa. Nilai modulus elastisitasnya ES =
195x103 MPa. Untuk tujuan desain, nilai tegangan tariknya (0,70 fPU). Selain tipe
kawat tunggal dan untaian kawat, untuk baja prategang juga digunakan kawat batangan dari alloy (High Strength Alloy Steel Bars) yang sesuai dengan spesifikasi ASTM A 722 di Amerikas Serikat. Baja tulangan tersedia dengan diameter 8-35 mm.
Tegangan tarik (fP) baja batangan adalah antara 1000-1100 Mpa. Berikut daftar
tipikal baja prategang yang banyak dipakai :
Tabel 2.2 Tipikal Baja Prategang
Jenis Material Diameter (mm) Luas (mm2) Beban Putus (kN) Tegangan Tarik (Mpa) Kawat Tunggal (Wire) 3 7,1 13,5 1900 4 12,6 22,1 1750 5 19,6 31,4 1600 7 38,5 57,8 1500 8 50,3 70,4 1400 Untaian kawat (Strand) 9,3 54,7 102 1860 12,7 100 184 1840 15,2 143 250 1750 Kawat Batangan (Bars) 23 415 450 1080 26 530 570 1080
29 660 710 1080
32 804 870 1080
38 1140 1230 1080
Sumber : Andri Budiadi, 2008
Untuk memaksimumkan luas baja strand 7 kawat untuk suatu diameter nominal, kawat standar dapat dibentuk menjadi strand yang dipdatkan seperti terlihat dalam Gambar 2.2(b); ini berbeda dengan strand 7 kawat standar yang terlihat dalam gambar 2.2(a).
2.3 Sistem Prategang dan Pengangkeran
Pada prestressed concrete, sistem pemberian gaya prategang dari tendon kepada beton terdiri dari dua macam, yaitu Pretensioned Prestressed Concrete (Pratarik) dan Post-tensioned Prestressed Concrete (Pascatarik)
2.3.1 Sistem Pratarik
Di dalam sistem pratarik, tendon terlebih dahulu ditarik diantara blok-blok angker yang kaku (rigid) yang dicetak diatas tanah atau didalam suatu kolom atau
Gambar 2.2 Strands prategang 7 kawat. (a) Penampang strand standar. (b) Penampang
perangkat cetakan pratarik seperti terlihat pada gambar 2.3, dan selanjutnya dicor dan dipaatkan sesuai dengan bentuk serta ukuran yang diinginkan.
Metode ini digunakan untuk beton-beton pracetak dan biasanya digunakan untuk konstruksi-konstruksi kecil. Beton-beton pracetak biasanya digunakan untuk konstruksi-konstruksi bangunan, kolom-kolom gedung, tiang pondasi atau balok dengan bentang yang panjang.
Adapun urutan pengerjaan beton pratarik adalah sebagai berikut :
a. Tendon diregangkan diatas landasan (stressing bed) pracetak berupa slab beton dengan lay out yang disesuaikan menurut perencanaan dan dipasang lalu diangker ke dinding penahan (bulkhead) yang didesain untuk menahan gaya prategang yang besar. Tegangan ijin maksimum terhadap gaya prategang yang diberikan pada tendon menurut peraturan ACI dan AASHTO adalah sebesar 94 % dari kuat leleh tendon tetapi tidak lebih besar daripada yang terkecil antara 80 % dari kuat tariknya dengan nilai maksimum yang disarankan oleh pembuat jangkar atau tendon prategang.
b. Kemudian beton dicor dengan menuangkan adukan beton sesuai dengan mutu yang sudah direncanakan.
c. Setelah beton mengeras dan mencapai tingkat kekuatan tertentu, pada umumnya sekitar 1 sampai 2 hari, baru tendon dipotong pada kedua ujungnya. Pada kondisi awal ini beton harus mampu memikul tegangan yang diakibatkan oleh gaya prategang, sedangkan tegangan akibat berat sendiri gelagar pada umumnya tidak terlalu berpengaruh dikarenakan konstruksi ini dikerjakan di pabrik dan balok bertumpu pada seluruh bentangnya. Gaya prategang yang diberikan mengakibatkan beton dalam keadaan tertekan dan
memendek, atau cenderung melengkung apabila tendon diletakkan diatas atau dibawah titik berat penampang (eksentris).
d. Dan setelah memenuhi persyaratan serta cukup kuat untuk dipindahkan, beton dilepas dari bekistingnya dan landasan kerja siap untuk digunakan lagi.
2.3.2 Sistem Pascatarik
Dengan cetakan yang sudah disediakan, beton dicor di sekeliling solongsong (ducts). Posisi selongsong diatur sesuai dengan bidang momen dari struktur. Biasanya baja tendon tetap beradadi dalam selongsong selama pengecoran. Jika beton sudah mencapai kekuatan tertentu, tendon ditarik. Tendon bisa ditarik di satu sisi dan sisi yang lain diangkur. Atau tendon ditarik di dua sisi dan diangkur secara bersamaan. Beton menjadi tertekan setelah pengangkuran.
Tendon berupa strand tidak boleh dilekatkan atau disuntik (grouting) sebelum terjadinya prategang penuh.
(a) Beton Dicor
(b) Tendon Ditarik dan Gaya Tekan Ditransfer
(c) Tendon Diangkur dan Di-grouting
Gambar 2.4 Proses Pembuatan Beton Prategang Pascatarik
Metode pemberian prategang seperti ini dapat dipakai pada elemen-elemen baik beton pracetak (precast) yang dibuat dipabrik maupun beton yang dicetak ditempat (cast in place).
2.4 Pembebanan
Besar dan macam beban yang bekerja pada struktur sangat tergantung dari jenis struktur. Berikut ini akan disajikan jenis-jenis beban, data beban dan faktor-faktor dan kombinasi pembebanan serta faktor reduksi bahan sebagai dasar acuan bagi perhitungan struktur.
Beban mati Besar beban
Batu Alam 2600 kg/m3
Beton Bertulang 2400 kg/m3
Beton Prategang 2500 kg/m3
Dinding pasangan 1/2 bata 250 kg/m3
Langit-langit + penggantung 18 kg/m3
Lantai Ubin 24 kg/m3
Spesi per cm tebal 21 kg/m3
Tabel 2.3 Beban mati pada struktur
2.4.1 Jenis-jenis beban
a. Beban mati (Dead load / DL)
Beban mati merupakan berat dari semua bagian daru suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyalesaian, mesin-mesin sertap peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari struktur itu. Yang termasuk beban mati adalah berat struktur sendiri dan juga semua benda yang tetap posisinya selama struktur berdiri.
b. Beban hidup (Life load / LL)
Beban hidup merupakan beban yang bisa atau tidak ada pada struktur untuk suatu waktu yang diberikan. Beban hidup berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, beban penghuni atau pengguna bangunana. Untuk menentukan secara pasti beban hidup yang bekerja pada bangunan sangatlah sulit, dikarenakan fluktuasi bebahn hidup bervariasi, tergantung oleh banyak faktor. Oleh karena itu, faktor-faktor beban hidup lebih besar daripada beban mati.
Material Besar beban
Lantai dan tanggan rumah tinggal 200 kg/m2
Ruang olahraga 400 kg/m2
Ruang dansa 500 kg/m2
Lantai dan balkon dalam dari ruang pertemuan
400 kg/m2
Panggung penonton 500 kg/m2
Pabrik, bengkel, gudang 400 kg/m2 Tabel 2.4 Beban Hidup pada Lantai Gedung
2.4.2 Faktor Beban dan Kombinasi Pembebanan
Berdasarkan SKSNI SNI 03-1726-2002 dikatakan bahwa struktur dan komponen struktur harus direncanakan hingga semua penampang mempunyai kuat rencana minimum sama dengan kuat perlu yang dihitung berdasarkan kombinasi pembebanan dan gaya terfaktor sebagai berikut :
Kombinasi pembebanan tetap
U = 1,2DL + 1,6LL (2.3)
Kombinasi pembebanan sementara
U = 1,2DL + 0,5LL ± 1,0 (I/R)E (2.4)
dimana :
DL = Beban mati LL = Beban hidup E = Beban gempa
I = Faktor keutamaan struktur R = Faktor reduksi gempa
2.5 Perencanaan Balok Prategang
Langkah awal yang harus dilakukan dalam analisa struktur balok beton prategang adalah menentukan dimensi balok prategang. Dalam pradimensi tinggi balok menurut SKSNI 03-1726-2002 merupakan fungsi dari bentang dan mutu yang digunakan. Secara umum pradimensi tinggi balok direncanakan L/10 – L/15 dan lebar balok diambil 1/2 H – 2/3 H, dimana H adalah tinggi balok.
Pada perencanaan balok makan pelat dihitung sebagai beban dimana pendistribusian gayanya menggunakan metode amplop. Dalam metode amplop terdapat 2 macam bentuk yaitu pelat sebagai beban segitiga dan pelat sebagai beban trapesium.
Adapun persamaan bebannya sebagai berikut : Perataan beban pelat pada perhitungan balok
• Perataan beban trapesium
Suatu pelat One Way Slab didesain dengan ukuran Lx dan ly diberi beban sebesar q kN/m.
Gambar 2.5 One Way Slab
Gambar 2.6 Perataan Beban Trapesium
(
)
(
)
4 2 2 2 5 , 0 2 qLx Lx Ly Q qLx x Lx x Ly Ly Q − = − + =(
2)
2 qLx Lx Ly Q RB RA − = = = = (2.5) (2.6)Jadi, Mmaks(trapesium)=Mmaks(qekv)
(
)
(
)
− − − + − − = RA Ly Lx qLx x x Lx Ly Lx Ly Lx qLx Ly Lx trapesium Mmaks 4 1 2 2 1 2 2 1 3 1 2 2 1 2 1 2 1 ) ((
)
( )
(
)
− = − − − + − − = 2 2 2 2 3 1 * 16 1 2 1 2 1 2 2 6 1 4 16 ) )( ( 2 Lx Ly Lx q Lx Ly qLx Lx Ly Lx Lx q Ly Lx q Lx Ly 2 * * 8 1 ) (qekv q Ly Mmaks = ekv 2 2 2 3 1 * 2 1 Ly Lx Ly Lx q Qekv − = (2.7) (2.8) (2.9)• Perataan beban segitiga 2 1 * * * 2 1 * 2 1 Lx q Lx RB RA= =
Jadi, Mmaks(ekv)=Mmaks(segitiga)
2 * * 8 1 Lx q = 3 * * 24 1 ) (segitiga q Lx Mmaks = 2 ) * * 8 1 ) (qekv q Lx Mmaks = ekv Lx q Qekv * * 3 1 =
Gambar 2.7 Perataan Beban Segitiga
(2.10) (2.11) (2.12) (2.13)
( )
2( )
3 * * 24 1 * * 8 1 Lx q Lx qekv =2.6 Analisa Prategang
Tegangan yang disebabkan oleh prategang saja umumnya merupakan tegangan kombinasi yang disebabkan oleh aksi beban lansung dan lenturan yang dihasilkan oleh beban yang ditempatkan secara eksentris maupun konsentris.
Analisis teganga-tegangan yang timbul pada suatu elemen struktur beton prategang didasarkan atas asumsi-asumsi berikut :
1. Beton adalah suatu material yang elastis serta homogen
2. Beton tidak menerima tegangan tarik. Hal ini berlaku untuk struktur dengan prategang penuh (fully prestressed). Pada struktur dengan prategang sebagian (partially prestressed), tegangan tarik terbatas bisa saja terjadi pada penampang.
3. Perubahan tegangan pada baja pada umumnya tidak ditinjau dalam perhitunganm dimana pembebanan merupakan hal kecil yang dapat diabaikan.
Selama tegangan tarik yang diberikan tidak melampaui batas modulus keruntuhan beton, setiap perubahan dalam pembabanan batang menghasilkan perubahan tegangan pada beton saja, satu-satunya fungsi dari tendon prategang adalah untuk memberikan dan memelihara prategang beton pada beton.
a. Tendon Konsentris
Balok beton prategang dengan satu tendon konsentris yang ditujukan dalam gambar 2.8.
Gambar diatas menunjukkan sebuah beton prategang tanpa eksentrisitas, tendon perada pada garis berat beton (central grafity of concrete, c.g.s). Prategang seragam pada beton = P/A yang berupa tekan pada seluruh tinggi balok. Pada umumnya beban-beban yang dipakai dan beban mati balok menimbulkan tegangan tarik terhadap bidang bagian bawah dan ini diimbangi lebih efektif dengan menggunakan tendon.
b. Tendon eksentris
Sebuah balok yang mengalami suatu gaya prategang eksentris sebesar P yang ditempatkan dengan eksentrisitas e (kern). Prinsip utama pada kondisi ini adalah
Gambar 2.9 Distribusi Tegangan Tendon Konsentris
) ( 6 1 Kern d e =
tidak ada yang tertarik pada balok prategang. Tendon ditempatkan secara eksentris terhadap titik berat beton. Eksentrisitas beton akan menambah kemampuan memikul beban eksternal.
2.7 Kehilangan Gaya Prategang
Merupakan suatu kenyataan bahwa gaya prategang awal yang diberikan pada elemen beton prategang mengalami proses reduksi secara progresif seiring bertambahnya waktu. Secara umum ini dinyatakan sebagai “Kehilangan Prategang”.
Penentuan secara tepat besarnya semua kehilangan tersebut-khususnya yang bergantung pada waktu-sulit dilakukan karena kehilangan tersebut bergantung pada berbagai faktor yang berkaitan. Metode-metode empiris untuk memperkirakan kehilangan berbeda-beda menurut peraturan atau rekomendasi, seperti metode
Prestressed Concret Institute, cara komite ACI-ASCE, cara Comite
Eurointernationale du Beton (CEB), dan FIP (Federation Internationale de la Precontrainte). Derajat kerumitan masing-masing metode bergantung pada pendekatan-pendekatan yang digunakan dan catatan praktek yang telah diterima.
Pada dasarnya nilai masing-masing gaya prategang adalah kecil, tetapi apabila dijumlahkan dapat menyebabkan penurunan gaya jacking yang significant, yaitu ± 15% - 25%, sehingga gaya prategang harus dipertimbangkan. Bebarapa hal yang perlu diperhatikan untuk meminimalkan kehilangan gaya prategang :
1. Mutu beton yang digunakan, minimal 40 Mpa untuk memperkecil rangkak 2. Tendon yang digunakan adalah mutu tinggi yang memiliki relaksasi rendah.
Secara umum, reduksi gaya prategang dapat dikelompakkan menjadi dua kategori, yakni :
1. Kehilangan elastis segera yang terjadi pada saat proses fabrikasi atau konstruksi, termasuk perpendekan beton secara elastis, kehilangan karena pengangkeran dan kehilangan karena gesekan.
2. Kehilangan yang bergantung akibat waktu, seperti rangkak, susut dan kehilangan yang diakibatkan karena efek temperatur dan relaksasi baja, yang
Jenis Kehilangan Prategang
Tahap Terjadinya Kehilangan tegangan tendon
Komponen struktur pratarik Komponen struktur pascatarik Selama selang waktu (ti, tj) Total atau selang waktu Perpendekan elastis beton (ES) Saat transfer Saat pendongkrakan sekuensial ... Δ fPES Relaksasi tendon (R) Sebelum dan sesudah transfer Sesudah transfer Δ fPR (ti ,tj) Δ fPR Rangkak beton (CR)
Sesudah transfer Sesudah transfer
Δ fPC (ti ,tj) Δ fPCR
Susut beton (SH) Sesudah transfer Sesudah transfer Δ fPS (ti ,tj) Δ fPSH
Friksi (F) ... Saat pendongkrakan ... Δ fPF
Kehilangan karena pengangkeran (A)
... Saat transfer
... Δ fPA
Total HIDUP HIDUP Δ fPT (ti ,tj) Δ fPT
Tabel 2.5 Jenis-jenis Kehilangan Prategang
kesemuanya dapat ditentukan pada kondisi limit tegangan akibat beban kerja di dalam elemen beton prategang.
2.7.1 Kehilangan Prategang pada Komponen Struktur Pratarik
Kehilangan prategang pada komponen struktur pratarik meliputi : 1. Perpendekan elastis beton (Elastic Shortening)
2. Relaksasi tegangan baja (Relaxation)
3. Kehilangan yang diakibatkan oleh rangkak (Creep) 4. Kehilangan yang diakibatkan oleh susut (Shrinkage)
Kehilangan pada komponen struktur pratarik dapat dirumuskan (Nawy,2001) sebagai berikut :
dimana :
to= waktu pada saat jacking
ttr= waktu pada saat transfer (kondisi awal)
ts= waktu pada saat gaya kehilangan sudah stabil
2.7.2 Kehilangan Prategang pada Komponen Struktur Pascatarik
Kehilangan prategang pada komponen struktur pascatarik meliputi : 1. Kehilangan karena dudukan angker
2. Kehilangan karena gesekan
PSH PCR PR PES PT
f
f
f
f
f
=
∆
+
∆
+
∆
+
∆
∆
)
,
(
)
,
(
0 tr PR tr ts PR PRf
t
t
f
t
t
f
=
∆
+
∆
∆
(2.14) (2.15)3. Kehilangan karena friksi (Friction) 4. Relaksasi tegangan baja (Relaxation)
5. Kehilangan yang diagibatkan oleh rangkak (Creep) 6. Kehilangan yang diakibatkan oleh susut (Shrinkage)
Kehilangan pada komponen struktur pratarik dapat dirumuskan (Nawy,2001) sebagai berikut :
dimana : 0 ≠
∆fPES , jika tendon ditarik dan diangkur tidak dalam waktu bersamaan
2.7.3 Kehilangan Beton Prategang a. Perpendekan Elastis Beton (ES)
Beton memendek pada saat gaya prategang bekerja padanya. Karena tendon yang melekat pada beton di sekitarnya secara simultan juga memendek, maka tendon tersebut akan kehilangan sebagian dari gaya prategang yang dipikulnya.
1. Elemen Pratarik
Suatu balok prategang diberi gaya sebesar P pada daerah konsentris setelah balok mencapai kekuatan yang diinginkan mengalami perpendekan elastis seperti gambar berikut PSH PCR PR PES PF PA PT
f
f
f
f
f
f
f
=
∆
+
∆
+
∆
+
∆
+
∆
+
∆
∆
(2.16)Jika setelah transfer tegangan akibat P, beton mengalami perpendekan Δes, maka dapat digunakan persamaan (Nawy, 2001)
dimana :
cs
f : Tegangan beton pada level baja akibat gaya prategang awal
ES
ε : Regangan
ES
∆ : Besar perpendekan
Jika tendon memiliki eksentrisitas (Nawy,2001)
Δes
Gambar 2.12 Perpendekan Elastis
cs C C C s ES s PES C C ES ES nf A nxP xE A xP E E f xE A P L = = = = ∆ = ∆ = ε ε Ic xe M r e A P f C i cs + + − = 1 22 (2.17) P P (2.18) (2.19)
2. Elemen Pascatarik
Menurut Andri Budiadi, 2008, nilai ∆fPES =0, jika tendon-tendon ditarik dan diangkur pada waktu yang bersamaan. Jika n adalah jumlah tendon atau pasangan tendon yang ditarik secara berurutan, maka digunakan persamaan (Nawy, 2001) :
Dimana j menunjukkan jumlah operasi penarikan/ pengangkuran.
b. Relaksasi Tegangan Baja (R)
Tendon stress relieved mengalami kehilangan pada gaya prategang sebagai akibat dari perpanjangan konstan terhadap waktu. Besar pengurangan prategang bergantung tidak hanya durasi gaya prategang yang ditahan, melainkan juga pada rasio antara prategang awal dan kuat leleh baja prategang 𝒇𝒇𝑃𝑃𝑃𝑃
𝑓𝑓𝑃𝑃𝑃𝑃 . Kehilangan
tegangan seperti ini disebut relaksasi tegangan.
(
f
)
j
n
f
n j PES PES∑
=∆
=
∆
11
(2.20)Peraturan SNI 03-2847-02 membatasi tegangan tarik di tendon sebagai berikut : 1. Akibat pengangkuran tendon 0,94 fpy
Tetapi tidak lebih besar dari nilai terkecil 0,8 fpu dan nilai maskimum yang
direkomendasikan oleh pabrik pembuat beton prategang atau perangkat angkur.
2. Sesaat setelah penyaluran gaya prategang 0,8 fpy tetapi tidak lebih besar dari
0,74 fpu
3. Tendon pascatarik, di pengangkeran dan perangkai segera setelah transfer gaya = 0,70 fpu
Nilai fpy dapat dihitung dari :
• Batang prategang, fpy = 0,8 fpu
• Tendon stress relieved, fpy = 0,85 fpu
• Tendon relaksasi rendah, fpy = 0,90 fpu
Metode ACI-ASCE menggunakan konstribusi terpisah antara perpendekan elastis, rangkak dan susut dalam evaluasi kehilangan yang diakibatkan relaksasi tegangan, dengan menggunakan persamaan :
dimana :
∆fPR = kehilangan tegangan akibat relaksasi baja prategang
Kre = koefisien relaksasi yang harganya berkisar 41- 138 MPa, tergantung tipe
tendon
J = faktor waktu yang harganya berkisar antara 0,05-0,15 tergantung tipe tendon
C = faktor relaksasi yang besarnya tergantung pada jenis tendon
(
)
[
K
J
f
f
f
xC
]
f
PR=
re−
PES+
PCR+
PSH∆f PSH = kehilangan tegangan akibat susut
∆f PCR = kehilangan tegangan akibat rangkak
∆f PES = kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis beton
Jika analisis kehilangan dengan cara langkah demi langkah dibutuhkan, maka rumus kehilangan (Nawy,2001) pada suatu tahap dapat didefenisikan sebagai
dimana t1 adalah waktu pada awal suatu interval dan t2 adalah waktu di akhir
interval, yang keduanya dihitung dari saat pendongkrakan
Tabel 2.6 Koefisien Relaksasi (Kre) dan Faktor Waktu (j)
Jenis tendon Kre J
Kawat atau stress-relieved strand mutu 270 Kawat atau stress-relieved strand mutu 250 Kawat stress-relieved mutu 240 atau 235
Strand relaksasi rendah mutu 270 Kawat relaksasi rendah mutu 250 Kawat relaksasi rendah mutu 240 atau 235
Batang stress-relieved mutu 145 atau 160
20.000 18.500 17.600 5000 4630 4400 6000 0,15 0,14 0,13 0,040 0,037 0,035 0,05 Sumber : Nawy, 2001 Fpi/fpu
Kawat atau strand Stress-relieved
Kawat atau strand relaksasi rendah atau batang stress-relieved 0,80 1,28 − − = ∆ 0,55 10 log log 2 1 ' ' py pi pi PR f f t t f f (2.22)
0,79 0,78 0,77 0,76 0,75 0,74 0,73 0,72 0,71 0,70 0,69 0,68 0,67 0,66 0,65 0,64 0,63 0,62 0,61 0,60 1,45 1,36 1,27 1,18 1,09 1,00 0,94 0,89 0,88 0,78 0,73 0,68 0,63 0,58 0,53 0,49 1,22 1,16 1,11 1,05 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75 0,70 0,66 0,61 0,57 0,53 0,49 0,45 0,41 0,37 0,33 c. Rangkak (CR)
Susut serta rangkak beton pada dasarnya sama asalnya, sebagian besar adalah akibat perpindahan tempat air di lobang –lobang kapiler pasta semen. Penelitian Sumber : Nawy, 2001
eksperimnetal yang dilakukan selama setengah abad yang lalu mengindikasikan bahwa aliran di material terjadi di sepanjang waktu apabila ada beban atau tegangan. Deformasi atau aliran lateral akibat tegangan longitudinal disebut rangkak (creep).
Kegagalan usaha-usaha awal dalam prategang sebagian besar disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai rangkak beton yang dapat dianggap sebagai sumber utama dari kehilangan pada beton prategang. Berbagai faktor yang mempengaruhi rangkak beton adalah kelembaban relatif, tingkat tegangan, kekuatan beton, umur beton pada pembebanan, lamanya tegangan, perbandingan air dan semen, dan tipe semen serta agregat pada beton. Untuk tegangan sampai dengan kira-kira setengah kekuatan hancur beton, rangkak berbanding lurus dengan tegangan, akan tetapi di atas nilai ini, rangkak bertambah lebih cepat. Rangkak beton berlangsung untk waktu yang sangat lama, yang cenderung mencapai suatu nilai batas setelah suatu waktu yang tak terhingga di bawah beban, meskipun kecepatan rangkaknya makin lama makin berkurang. Telah diperkirakan bahwa hampir 55 % dari rangkak selama 20 tahun terjadi dalam tiga bulan dan 76 % dari rangkak selama 20 tahun terjadi dalam satu tahun.
Menurut (Nawy,2001) kehilangan prategang di komponen struktur prategang akibat rangkak dapat didefenisikan untuk komponen struktur bonded:
dimana :
fcs = tegangan pada beton yang melekat pada titik berat tendon akibat gaya
prategang awal cs c ps t PCR
f
E
E
C
f
=
∆
(2.23)Rumus komite ACI-ASCE untuk menghitung kehilangan akibat rangkak pada dasarnya sama dengan persamaan:
dimana :
CR
K = 2,0 untuk komponen struktur pratarik (Nawy, 2001)
= 1,60 untuk komponen struktur pascatarik (keduanya untuk beton normal)
(Nawy, 2001)
−
cs
f = tegangan di beton pada level pusat berat baja segera setelah transfer
−
csd
f = tegangan di beton pada level pusat berat baja akibat semua beban mati tambahan yang bekerja setelah prategang diberikan
n = rasio modulus − = ∆ −cs csd− c ps CR PCR f f E E K f
−
=
∆
f
PCRnK
CRf
−csf
csd− atau (2.24) (2.25)d. Susut (SH)
Susut beton pada beton prategang disebabkan oleh kehilangan kelembaban secara bertahap yang mengakibatkan perubajan volume. Seperti halnya pada rangkak beton, besarnya susut beton dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi proporsi campuran, tipe agregat, tipe semen, waktu perawatan, waktu antara akhir perawatan eksternal dan pemberian prategang., ukuran komponen dan kondisi lingkungan. Ukuran dan bentuk komponen juga mempengaruhi susut. Kira-kira 80 % dari susut terjadi di tahun pertama.
Untuk kondisi standar, Prestressed Concrete menetapkan nilai rata-rata untuk regangan susut ultimit nominal
(
SH)
u 820x10(
mm/mm)
6 −
=
∈ . Kehilangan prategang
pada komponen struktur pratarik adalah
Penyesuaian kehilangan susut untuk kondisi standar sebagai fungsi dari waktu t dalam hari sesudah 7 hari untuk perawatan basah dan 3 hari untuk perawatan uap dapat diperoleh dari rumus-rumus berikut
(a) Perawatan basah, sesudah 7 hari
dimana
( )
∈SH uadalah regangan susut ultimit, t = waktu dalam hari (b) Perawatan uap, sesudah 1 sampai 3 harips SH PSH
xE
f
=∈
∆
( )
SH t( )
SH ut
t
∈
+
=
∈
35
(
SH)
t(
SH)
ut
t
∈
+
=
∈
55
(2.26) (2.27)Untuk komponen pascatarik, kehilangan prategang akibat susut agak lebih kecil karena sebagian susut telah terjadi sebelum pemberian pascatarik. Rumus umum Prestressed Concrete Institute untuk menghitung kehilangan prategang akibat susut menjadi
dimana:
V = luas penampang beton
S = keliling penampang yang beton yang berhubungan lansung dengan udara RH = kelembaban relatif udara
SH K = 1,0 (pratarik)( Nawy, 2001)
(
RH
)
S
V
E
K
x
f
PSH SH ps
−
−
=
∆
−100
06
,
0
1
10
2
,
8
6 (2.28) (2.29) Gambar 2.15 Kurva susut-waktu (Nawy,2001)
2.8 Pekerjaan Prestressing oleh Voorspan System Losinger (VSL) 2.8.1 Material Prestressing
1. Strands
Strands merupakan gabungan dari beberapa wires yang disatukan secara spiral menjadi satu satuan kabel strands
2. Duct
Pembungkus strands dengan bahas dasar “galvanized zinc” yang dibentuk berupa pipa berulir.
Selisih waktu antara pengecoran dengan prategangan( hari)
1 3 5 7 10 20 30 60
𝑲𝑲𝒔𝒔𝒔𝒔 0,92 0,85 0,80 0,77 0,73 0,64 0,58 0,45
Sumber : Nawy, 2001
Gambar 2.16 Duct pembungkus tendon Tabel 2.8 Nilai Ksh untuk komponen struktur pascatarik
3. Angkur
Pengangkeran ada 2 macam yaitu : angker mati dan angker hidup. Angker mati adalah angker yang tidak bisa dilakukan lagi penarikan setelah penegangan tendon dilakukan. Angker mati sering digunakan dalam prategang dengan sistem pratarik, sedangkan angker hidup dapat dilakukan penarikan kembali jika hal itu diperlukan. Pengangkeran ini sering digunakan dalam prategang dengan sistem pasca tarik.
4. Non shrink additive untuk grouting
Mixing beton yang digunakan untuk mengisi selongsong/duct setelah stressing dengan campuran semen, air, dan additive.
Gambar 2.17 Jenis-jenis Angkur (a) Angkur Mati
5. Stressing jack data
Stressing jack adalah alat yang digunakan untuk memberikan tegangan terhadap kabel baja prategang dengan kekuatan tertentu.
2.9 Analisa Lendutan
Falsafah desain yang disebut “pendekatan keadaan batas” (limit state
approach), yang dipakai oleh peraturan-peraturan Rusia pada tahun 1954 dan
Amerika serta Inggris pada tahun 1971, memerlukan pengetahuan yang tepat mengenai perilaku batang beton struktural di mana lendutan merupakan suatu kriteria penting untuk keamanan struktur. Menurut SNI 2002 menetapkan bahwa semua struktur beton ( baik beton prategang maupun beton konvensional) harus direncanakan dengan kekuatan yang cukup dan membatasi lendutan yang terjadi. Kontrol terhadap lendutan yang sesuai sangat penting karena alasan-alasan berikut :
1. Lendutan yang berlebihan pada batang struktural utama tidak mudah terlihat dan pada waktunya membuat lantai tidak sesuai untuk pemakaian yang direncanakan.
2. Lendutan yang besar akibat pengaruh dinamis dan akibat pengaruh beban yang berubah-ubah dapat mengurangi kenyamanan pemakainya.
3. Lendutan yang berlebihan cenderung mengakibatkan kerusakan pada permukaan, sekat dan struktur yang berkaitan.
2.9.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lendutan
Lendutan batang beton prategang dipengaruhi oleh faktor-faktor penting berikut ini:
• Beban terpasang dan berat sendiri • Besarnya gaya prategang
• Profik kabel
• Momen inersia potongan melintang • Modulus elastis beton
• Perpendekan elastis,susut,rangkak, dan relaksasi baja • Bentang batang
• Kondisi perletakan balok prategang
Pada faktor diatas pengaruh susut dan rangkak beton adalah untuk memperbesar lendutan jangka panjang akibat beban yang terus-menerus, yang diperhitungkan dengan memakai metode-metode empiris yang mencakup pemakaian modulus elastisitas efektif (jangka panjang) atau dengan mengalikan lendutan jangka pendek dengan faktor yang sesuai.
2.9.2 Pengaruh Profil Tendon terhadap Lendutan
Di dalam hampir semua kasus balok prategang, tendon ditempatkan dengan eksentrisitas (e) mengarah ke tepi bawah balok untuk melawan momen lentur yang melengkukngkan balok akibat beban transversal. Sebagai akibatnya, balok beton akan melengkung ke atas (Camber) pada waktu pemberian atau transfer prategang. Oleh karena momen lentur pada setiap penampang merupakan hasil perkalian gaya prategang dan eksentrisitas, maka profil tendon sendiri akan menunjukkan bentuk DML (Diagram Momen Lentur). Berikut perhitungan lawan lendut (Camber) untuk dua jenis bentuk kabel.
4. Tendon Lurus
Misalkan sebuah balok diberi gaya prategang dengan suatu tendon eksentris yang konstan seperti terlihat dalam gambar 3.4 gunakan perjanjian tanda yaitu penggambaran diagram momen primer di sisi tarik dari balok, dan gunakan metode momen sebagai muatan dengan mengkonversi ordinat-ordinat diagram momenya ke berat elastis M/EI di bentang balok L.
(a)
(c) (b)
Gambar 2.19 Perhitungan defleksi metode momen area. (a) Gaya prategang (b) Momen primer Pxe. (c) Beban statis We = M/EI. (d) Defleksi
Kalau lendutan ke atas dianggap negatif. Sehingga, momen akibat intensitas beban Pxe dari setengah bentang di dalam gambar 3.4(c) terhadap titik tengah bentang menghasilkan
Dimana :
P = gaya prategang efektif (KN)
e = eksentrisitas (mm)
L = panjang balok (m)
a = camber (mm)
5. Tendon Parabola (Angkur di Pusat)
Gambar 3.5 menunjukkan sebuah balok dengan suatu tendon berbentuk parabola. Diberikan gaya prategang dengan eksentrisitas maskimum e di tengah bentang. (2.30) (a) EI PeL L x L EI Pe L EI PeL a 8 4 2 2 2 2 = − =
Reaksi perletakan EI PeL x EI PeL 3 3 2 2 1 Re = =
Sehingga lawan lendut (camber),
EI PeL PeL PeL EI L x x EI PeL a 48 5 48 3 6 1 2 8 3 6 2 2 1 Re 2 2 2 = − = − = (b) We= (Pxe)/EI (c)
Gambar 2.20 Perhitungan defleksi metode momen area. (a) Gaya prategang (b) Beban statis We = M/EI. (c) Defleksi
(2.31) (b)
2.9.3 Lendutan Jangka Panjang
Deformasi batang prategang berubah menurut waktu sebagai akibat dari rangkak dan susut beton serta relaksasi tegangan pada baja. Lendutan batang prategang dapat dihitung relatif terhadap suatu datum yang ditentukan yaitu waktu.
Batang beton prategang menimbulkan deformasi di bawah dua pengaruh yang biasanya bertentangan, yaitu prategang dan beton transversal. Dalam buku Beton Prategang N Krisna Raju, 1988, kelengkungan netto φ pada suatu penampang pada t
setiap tahap tertentu dapat diperoleh
φ
t =φ
mt +φ
ptdimana,
φmt = perubahan kelengkungan disebabkan oleh beban transversal
φ = perubahan kelengkungan disebabkan oleh prategang pt
Di bawah aksi beban transversal yang terus-menerus, distribusi tegangan tekan pada beton berubah menurut waktu.
Sehingga lendutan jangka panjang dapat ditentukan dengan persamaan (Andri, 2008):
(
)
− ∆ + −∆ − + =δ ϕ ϕ δ i i i P f P f a 2 1 1 1 dimana: iδ = defleksi awal akibat beban luar
(2.33) (2.32)
f
∆ = total kehilangan (losses)
i
P = gaya prategang ideal
ϕ = koefisien rangkak
a = camber akibat prategang