SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Program Studi Pendidikan Agama Islam
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar
JAMALUDDIN NIM: 105 1922 8714
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1440 H / 2019 M
vi
ََّلَّ ْىَأَُّدَِْشَأ
َّ
ٍََُّدْعَبَّ ِٖبًَََّلََُُّل ُْْس َر ٍََُُّّدْبَعَّاًد وَحُهَّ ىَأَُّدَِْشَأ ََُّّاللهَّ لِإََََّلِإ
.
ََّٔلَع َََّّن لَس ََََِّّْ٘لَعَُّاللهَّٔ لَصَّ ٍد وَحُهََّٔفَطْصُوْلاَّبٌَِِّ٘بًَََّٔلَعَُّمَلا سلا ََُّّةَلا صلَا
ََّدُِِبََّٓدَتُْا ََََُّّلِْ٘بَسَّ َكَلَسَّ ْيَه َََِِّّبْحَص َََِِّّلآ
َِّيِّْٗدلاَّ ِم َََّْْٗٔلِإٍَُّا
.
َّ
بّهأ
َّ
دعب
...
Segala puji hanya bagi Allah swt, penguasa alam semesta, yang menciptakan ketaatan dan ketundukan kepada-Nya berdasarkan ketulusan cinta sebagai bukti, yang menggerakkan jiwa kepada berbagai macam kesempurnaan sebagai sugesti untuk mencari dan mendapatkan cinta-Nya. Tuhan yang telah membangkitkan hasrat dan minat demi meraih harapan sang pencari cinta, sehingga manusia dapat hidup dalam indahnya kasih sayang dan cinta dalam kedamaian.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada utusan Allah swt. yaitu Nabi Muhammad Saw. yang telah menghibahkan hidupnya di jalan Allah swt. dan juga kepada orang-orang yang senantiasa berjuang di jalan-Nya hingga akhir zaman. Alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul; “Implementasi Pendidikan Tauhid dalam Keluarga Perspektif Muhammad Abduh”, guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pedidikan islam pada Prodi Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.
Selesainya skripsi ini tentu tidak terlepas dari peran serta dari berbagai pihak yang memberikan bimbingan dan bantuan kepada penulis.
vii
selama ini memberikan perhatian dalam setiap langkah dan gerak selama menjalani perkuliahan.
2. Bapak Dr. H. Abd. Rahman Rahim, SE.,M.M. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak Drs. H. Mawardi Pewangi, M.Pd.I. Sebagai Dekan Fakultas Agama Islam, yang senantiasa melakukan pengembangan Fakultas sehingga Fakultas Agama Islam Menjadi Fakultas yang terakreditasi Baik.
4. Ibu Dr. Amirah Mawardi, S.Ag.,M.Si. selaku Ketua Prodi Pendidikan Agama Islam, yang senantiasa memberikan pelayanan yang baik bagi mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam termasuk penulis.
5. Bapak Dr. H.M. Alwi Uddin, M.Ag, sebagai Dosen Pembimbing I dan Mahlani S, S.Th.I, M.A, sebagai Pembimbing II, dalam penyelesaian skripsi ini, yang telah menyediakan waktunya selama proses pengajuan judul sampai penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak/Ibu Dosen dan Staf Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar, yang senantiasa memberikan pelajaran ilmu pengetahuan selama perkuliahan berlangsung, sehingga saya dapat menyelesaikan study dengan baik.
viii
8. Terakhir ucapan terima kasih juga disampaikan kepada mereka yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu tetapi banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Teriring do’a semoga jasa-jasa dan kebaikan mereka mendapatkan imbalan yang lebih baik dari Allah swt. Amin.
Makassar, 6 Jumadil Awal 1440 H 12 Januari 2019 M
Penulis
JAMALUDDIN NIM: 105 19228714
ix
ABSTRAK
JAMALUDDIN. 10519228714. 2018. Implementasi Pendidikan
Tauhid dalam Keluarga Perspektif Muhammad Abduh. Dibimbing oleh H.M. Alwi Uddin dan Mahlani S.
Skripsi ini membahas tentang Implementasi Pendidikan Tauhid dalam Keluarga Perspektif Muhammad Abduh. 1).Tipologi keluarga dalam islam. 2). Pendidikan tauhid dalam keluarga perspektif islam. 3). Penerapan pendidikan tauhid dalam keluarga perspektif Muhammad Abduh.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan bentuk penelitian kajian pustaka (library research) dengan pendekatan kualitatif.
Dari hasil penelitian penulis, dapat disimpulkan bahwa, Implementasi pendidikan tauhid dalam keluarga, dapat dilihat dari materi dan metodenya. Tidak seorang anakpun yang dilahirkan kecuali ia dilahirkan menetapi fitrah. Maka kedua orang tuanya lah yang menyebabkan dia menjadi yahudi, nasrani, atau majusi. Materi ketauhidan terbagi menjadi dua bagian yakni tentang tauhid Rububiyah dan tauhid Uluhiyah.
Hasil pemikiran yang diperoleh adalah pemikiran Muhammad Abduh tentang pendidikan Tauhid adalah model pendidikan yang berakar pada akidah ketauhidan dan melepaskan manusia dari kejumudan maupun kepada ikatan-ikatan berhala, disamping benda-benda lain, yang posisinya hanyalah sebagai makhluk Allah SWT.
Untuk mengimplementasikan pendidikan tauhid dalam keluarga perspektif muhammad abduh adalah suatu upaya penanaman aqidah islamiah anak, sejak dini tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan pada-Nya. ke dalam konteks lingkungan keluarga, sehingga terbentuklah sifat-sifat akhlaq anak yang dapat melahirkan suatu perbuatan atau tindakan yang mencerminkan perbuatan-perbuatan yang baik, menurut ketentuan akal dan norma agama.
x
PENGESAHAN SKIRIPSI ... III BERITA MUNAQASYAH ... IV PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... V KATA PENGANTAR ... VI ABSTRAK ... IX DAFTAR ISI ... X
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5 C. Tujuan Penelitian ... 5 D. Manfaat Penelitian ... 6 E. Definisi Operasional ... 6 F. Metodologi Penelitian ... 8 1. Jenis penelitian ... 8 2. Sumber Data ... 8
3. Teknik Pengumpulan Data ... 8
4. Teknik Analisis data ... 9
BAB II PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA ... 10
A. Tauhid dalam Pendidikan Islam ... 10
1. Tauhid ... 10
2. Pendidikan ... 18
B. Keluarga dalam Perspektif Islam ... 25
1. Pengertian Keluarga ... 25
xi
1. Riwayat Hidup Muhammad Abduh ... 2. Riwayat Pendidikan Muhammad Abduh ... 3. Pemikiran dan Karya-karya Muhammad Abduh ... B. Pendidikan Tauhid Menurut Muhammad Abduh ... 1. Pengertian Pendidikan Tauhid ... 2. Tauhid Menurut Muhammad Abduh ...
BAB IV PENDIDIKAN TAUHID DAN IMPLEMENTASINYA DALAM KELUARGA PERSPEKTIF MUHAMMAD ABDUH ...
A. Tinjauan Keluarga Secara Umum ... 1. Pengertian Pendidikan Tauhid dalam Keluarga ... 2. Dasar Pendidikan Tauhid dalam Keluarga ... 3. Kurikulum Pendidikan Tauhid dalam Keluarga ... 4. Peran Orang Tua Terhadap Pendidikan Tauhid dalam Keluarga ... B. Tipologi Keluarga dalam Islam ... C. Pendidikan Tauhid dalam Keluarga Perspektif Islam ... D. Penerapan pendidikan tauhid dalam keluarga menurut
Muhammad Abduh ... BAB V PENUTUP ... A. Kesimpulan ... B. Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN
1
Seiring perkembangan zaman, pengaruh keluarga mulai melemah karena perubahan sosial, politik, dan budaya. Keluarga telah kehilangan fungsinya dalam pendidikan. Berkurangnya kebersamaan antara anak dengan orang tua menyebabkan anak kurang memiliki kedekatan emosional dan kurang peka terhadap orang tua. Banyak orang tua yang tidak bisa lagi membimbing atau mendiddik anak-anaknya karena waktu yang telah tersita oleh pekerjaan mereka untuk memenuhi materi keluarga.1
Kurangnya pemahaman pendidikan tauhid yang diajarkan dan dibentuk sejak dini kepada anak oleh orang tua dan belum adanya kesadaran bagi orang tua tentang pentingnya pendidikan tauhid dalam keluarga. Kemudian kurangnya pengawasan orang tua terhadap informasi yang didapatkan anak melalui media. Seperti halnya, anak-anak sering disuguhi dengan tontonan yang dapat merusak tauhid melalui tayangan televisi. Selain itu, anak sudah diberikan fasilitas yang memudahkan mereka melihat berbagai tayangan melalui internet. Sehingga anak-anak lebih fokus pada kesenangan duniawi daripada ukhrowi yang
1
mengakibatkan mereka malas untuk belajar keagamaan khususnya pendidikan tauhid.2
Pendidikan merupakan sebuah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Istilah pendidikan atau paedagogie dapat diartikan sebagai bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Sehingga pendidikan menunjukkan suatu proses bimbingan, tuntunan atau pimpinan yang didalamnya mengandung unsur-unsur seperti pendidik, peserta didik, tujuan dan sebagainya. Selain itu, pendidikan juga merupakan fenomena manusia yang fundamental, yang mempunyai sifat konstruktif dalam hidup manusia.Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi manusia untuk merubahnya menjadi lebih dewasa. Baik dewasa dalam hal jasmani maupun rohani.3
Menurut Achmadi, pendidikan Islam ialah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam. Dalam pandangan Islam, insan kamil diartikan sebagai pribadi muslim yakni manusia yang beriman dan bertaqwa serta memiliki berbagai kemampuan yang teraktualisasi dalam
2 Saepul Bahri, “Konsep Pendidikan Tauhid dalam Keluarga” (Skripsi Program
Sarjana, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014),h.18
3
Hasbullah,Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan: Umum dan Agama Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012),h.1-8.
hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam sekitarnya secara baik, positif, dan konstruktif.4
Untuk membentuk anak yang saleh, dibutuhkan pendidikan yang terarah sebagaimana diajarkan Alquran. Pendidikan agama, pendidikan budi pekerti dan pendidikan moral perlu ditanamkan sejak dini mungkin kepada anak sehingga terbentuk karakter anak yang jelas menjadi dambaan orang tua, nusa, bangsa dan agamanya.5 Oleh karena itu setiap orang tua wajib mengajarkan pendidikan tauhid pada keluarganya sebagai mana yang terkandung dalam Alquran.
Firman Allah SWT dalam Alquran surah al-Ikhlas ayat 1-4:
Terjemahnya:“Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan.”6
Dan juga dalam Alquran surah at-Tahrim ayat 6, Firman Allah SWT:
4Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam: Paradigma Humanisme Teosentris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h.28-29.
5
Marijan,Metode Pendidikan Anak: Membangun Karakter Anak yang Berbudi
Mulia, Cerdas dan Berprestasi (Yogyakarta: Sabda Mulia, 2012),h.18
6
Kemenag RI, Alquran dan Terjemahannya (Bandung:CV Mikraj Khasana Ilmu,
Terjemahnya:“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”7
Anak merupakan bagian dari keluarga dan secara kodrati orang tua bertanggung jawab atas pendidikan tauhid anaknya. Pendidikan tauhid yang orang tua ajarkan kepada anaknya merupakan fondasi yang nantinya akan membentuk karakter anak. Maka dari itu pendidikan tauhid yang dilakukan orang tua sangat penting untuk membentengi dan meluruskan anaknya menuju kehidupan yang akan ditempuhnya sehingga menjadi lebih baik.
Semakin kurang tauhid seorang muslim, semakin rendah pula kadar akhlak, watak kepribadian, serta kesiapannya menerima konsep Islam sebagai pedoman dan pegangan hidupnya. Oleh karena itu, pentingnya menanamkan akidah ke dalam jiwa, karena itu merupakan cara yang paling tepat untuk mewujudkan unsur-unsur yang baik, yang dapat melaksanakan perannya secara sempurna dalam kehidupan, dan dapat memberikan andil yang sangat besar dalam membekeli jiwa dengan hal-hal yang lebih bermanfaat dan benar.8
7
Ibid, h.820.
8
Sayid Sabiq, Aqidah Islamiyah, terj. Lily Turangan dkk, (Jakarta: Robani Press,2006), hlm.8
Berdasarkan kepada permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat dan menulis skripsi dengan judul
“Implementasi Pendidikan Tauhid dalam Keluarga Perspektif Muhammad Abduh”
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana Tipologi Keluarga dalam Islam?
2. Bagaimana Pendidikan Tauhid dalam keluarga Menurut Islam? 3. Bagaimana Penerapan pendidikan tauhid dalam keluarga menurut
Muhammad Abduh?
C. Tujuan Penelitian
Berangkat dari latar belakang pemikiran yang mendasar lahirnya permasalahan pokok dan sub-sub masalah di atas, maka peneliti bertujuan meneliti konsep dan memaparkan masalah ini. Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penyusunan skripsi yaitu :
1. Untuk Mengetahui Tipologi Keluarga dalam Islam.
2. Untuk Mengetahui Pendidikan Tauhid dalam keluarga Menurut Islam.
3. Untuk Mengetahui Penerapan pendidikan tauhid dalam keluarga menurut Muhammad Abduh.
D. Manfaat Penelitian
1. Diharapkan memiliki nilai akademis dan mampu memberikan sumbangan pemikiran tentang pendidikan tauhid dalam keluarga, khususnya di lingkungan Fakultas Pendidikan Agama Islam Universitras Muhammadiyah Makassar.
2. Sebagai informasi bagi setiap orang tua keluarga bagaimana memberikan pendidikan tauhid dan materi yang disampaikan kepada anak-anak mereka.
3. Pola dalam membentuk masyarakat yang bertauhid sebagai modal untuk membangun bangsa, serta sebagai solusi alternatif terhadap masalah yang dihadapi bangsa.
Bagi penulis agar menambah wawasan tentang konsep pendidikan tauhid, sebagai modal untuk berkeluarga nantinya.
E. Definisi operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman ataupun kekeliruan dalam memahami, maka perlu ditegaskan istilah judul tersebut. Adapun istilah yang perlu dijelaskan:
Implementasi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara
bahasa, kata implementasi yang berarti pelaksanaan atau penerapan. Bentuk kata kerjanya adalah mengemplementasikan yang artinya melaksanakan atau menerapkan.9
9
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kamus Bahasa
Keluarga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu
kerabat yang paling mendasar dalam masyarakat yang terdiri dari ibu dan bapak dengan anak-anaknya.10.
Perspektif, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata perspektif
pertama adalah cara melukiskan suatu benda pada permukaan yang mendatar sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi (panjang, lebar dan tingginya), kedua adalah sudut pandang; padangan.11
Muhammad Abduh adalah salah seorang pembaharuh agama dan sosial di Mesir pada abad ke 20 yang pengaruhnya sangat besar di dunia Islam .Dialah penganjur yang sukses dalam membuka pintu ijtihad untuk menyesuaikan Islam dengan tuntutan zaman modern.
F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yang bersifat kajian kepustakaan (Library Research) yang difokuskan pada penelusuran dan penelaan literature serta bahan pustaka yang dianggap ada kaitannya Implementasi Pendidikan Tauhid dalam Keluarga Perspektif Muhammad Abduh. 10 Ibid, h.223. 11 Ibid, h.406
2. Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer maksudnya adalah berupa buku-buku yang secara khusus membahas tentang Implementasi Pendidikan Tauhid dalam Keluarga Perspektif Muhammad Abduh.
b. Sumber Data Sekunder
Data sekunder adalah referensi atau buku-buku yang dapat mendukung permasalahan pokok yang dibahas.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang ditempuh penulis yaitu melakukan riset kepustakaan (library research) yaitu suatu analisis yang penulis pergunakan dengan jalan membaca dan menelaah beberapa literatur karya ilmiah yang ada kaitannya dengan skripsi yang akan diteliti dengan menggunakan cara pengambilan data sebagai berikut:
1. Kutipan langsung yaitu kutipan secara langsung tampa mengubah satu katapun dan kata-kata pengarang yang biasa dengan Quotasi.
2. Kutipan tidak langsung yaitu mengutip seluruh isi bacaan dengan menggunakan kata-kata sipeneliti atau si pembaca sendiri yang biasanya juga dengan Parapharase.
4. Teknik Analisis Data
Sebagai penelitian kualitatif, pada tahap analisis setidak-tidaknya ada tiga tahapan yang dilalui dalam penelitian ini, yaitu: reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan (conclusion drawing). Tiga komponen tersebut berproses secara siklus. Model yang demikian terkenal dengan sebutan model analisis interaktif (Interaktive Model of Analysis). Juga menggunakan metode induktif dan deduktif. Metode induktif yaitu berpola pikir kesimpulan dari khusus ke umum. Sedang metode deduktif yaitu berpola pikir dari umum ke khusus.
10 BAB II
PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA A. Tauhid dalam pendidikan Islam
1. Tauhid
a. Pengertian Tauhid
Tauhid secara bahasa Arab merupakan bentuk masdar dari fi‟il dari kata wahhada ( (دحو ), yuwahhidu ( دحوٌ ), tauhidan” ( ادٌحوت ). 1
(dengan huruf ha ditasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu saja. Secara etimologis, tauhid berarti keesaan. Maksudnya, keyakinan bahwa Allah SWT adalah Esa; Tunggal; satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang digunakan dalam Bahasa Indonesia, yaitu “keesaan Allah”; mentauhidkan berarti “mengakui akan keesaan Allah; mengeesakan Allah”.2
Tauhid adalah percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mempercayai tidak ada yang menjadi sekutu baginya.
Ilmu tauhid menurut Syekh Muhammad Abduh, tauhid adalah ilmu yang membahas wujud Allah, sifat yang wajib tetap baginya, sifat-sifat yang jaiz disifat-sifatkan kepadanya, dan sifat-sifat-sifat-sifat yang sama sekali wajib ditiadakan darinya, juga membahas tentang Rasul-rasul Allah untuk menetapkan kebenaran risalahnya, apa yang wajib ada pada diri mereka, hal-hal yang jaiz bagi mereka, dan hal-hal yang terlarang atau mustahil
1
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Munawwir, (Yogyakarta: PP. al-Mmunawwir, 1989, h.1542
2
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kamus Bahasa
Indonesia untuk Pelajar, (Jakarta Timur: Badang Pengembangan dan Pembinaan
bagi mereka.3 Ilmu ini dinamakan ilmu tauhid karena pokok pembahasannya dititikberatkan pada keesaan Allah SWT.
Menurut Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, tauhid adalah meyakini keesaan Allah dalam rububiyah, ikhlas beribadah kepada-Nya, serta menetapkan bagi-Nya nama-nama dan sifat-sifat-Nya.4 Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Abu Isa Abdullah bin Salam dalam mendefinisikan tauhid menurut para ulama bahwa tauhid adalah keyakinan tentang keesaan Allah dalam rububiyah-Nya, mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya (dalam uluhiyah-Nya), serta menetapkan nama-nama dan sifat-sifat kesempurnaan bagi-Nya.5
Definisi tauhid di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tauhid ialah Keyakinan tentang satu atau Esanya Zat Allah, tidak hanya percaya bahwa Allah ada, yang menciptakan seluruh alam semesta beserta pengaturannya, tetapi haruslah percaya kepada Allah dengan segala ketentuan tentang Allah meliputi sifat, asma` dan af`al-Nya.
Dengan demikian, tauhid adalah suatu bentuk pengakuan dan penegasan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, Zat Yang Maha Suci yang meliputi sifat, asma`dan af`al-Nya.
3
Taufik Rahman, Tauhid Ilmu Kalam, (CV Pustaka Setia, 2013), h.23
4
Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan, Agus Hasan Bashori (penj.). Kitab
Tauhid 1. Cet. Ke-22. (Jakarta: Darul Haq, 2013), h. 19.
5
Abu Isa Abdullah bin Salam, M. Syaifudin Hakim (ed). Mutiara Faidah Kitab
Tauhid Syaikh Muhammad At-Tamimi. Cet. Ke-7. (Yogyakarta: Pustaka Muslim, 2009), h.
b. Macam-macam Tauhid
Tauhid terbagi menjadi 3 macam, yaitu tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah/ubudiyyah, dan tauhid asma‟ wa shifat. Pembagian tauhid ini menurut Abdurrozzaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad terkumpul dalam firman Allah swt. Dalam Alqur‟an QS.19:Maryam: 65:
Terjemahnya:“(Dialah) Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguhhatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya”.6
Menurutnya dalam firman-Nya ِض أرَ ألۡٱ َو ِت ََٰو ََٰمَّسلٱ ُّب َّر “(Dialah) Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi” merupakan penetapan tauhid rububiyah, ِهِتَد ََٰبِعِل أرِبَط أصٱ َو ُه أدُب أعٱَف “maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya” merupakan penetapan tauhid uluhiyah, dan ا ٌِّّٗمَس ۥُهَل ُمَلأعَت ألَه “Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya?” merupakan penetapan tauhid asma‟ wa shifat.7
1) Tauhid Rububiyah
Dalam kamus Bahasa Arab kata ٌب َر bermakna “Tuhan: tuan yang punya (pemilik)” dan kata ُّب َّرلا bermakna ُدوبعملا ُهللإا (Tuhan yang
6
Kemenag RI, Op.cit, h.310.
7
Abdurrozzaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad, Abu Umar Urwah (penj.), Ali Basuki (muraja‟ah). Mengapa Kita Bagi Tauhid Menjadi Tiga?. (Yogyakarta: Darul „Ilmi, 2007), h. 6.
disembah), كلاملا (raja), dan دٌسلا (tuan)”.8
Adapun secara istilah menurut Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah dalam segala perbuatan-Nya, dengan meyakini bahwa Dia sendiri yang menciptakan, pemberi rezeki, penguasa dan pengatur alam semesta, serta tidak ada sekutu bagi-Nya.9 Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Fatihah: 2:
Terjemahnya:“segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam”.10
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz menyatakan bahwa tauhid rububiyah adalah percaya bahwa Allah swt pencipta dan pengatur segala sesuatu, serta tidak ada sekutu bagi-Nya.11 Sementara Abu Isa Abdullah bin Salam, tauhid rububiyah adalah keyakinan tentang keesaan Allah dalam perbuatan-perbuatan-Nya, yaitu meyakini bahwa Allah swt sebagai satu-satunya pencipta, pemberi rizki, penguasa dan pengatur segala urusan alam, Yang memuliakan dan menghinakan, Yang menghidupkan
8
Ahmad Warson Munawwir, Op.cit, h.462
9
Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan, Agus Hasan Bashori (penj.). Kitab
Tauhid 1, h.19-22.
10
Kemenag RI, Op.cit, h.5
11 Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. Menjaga Tauhid. (Riyadh: Tobi‟ah Khomsah,
dan mematikan, Yang menjalankan malam dan siang, serta Yang maha kuasa atas segala sesuatu.12
Berdasarkan definisi di atas, bahwa tauhid rububiyah adalah keyakinan tentang keesaan Allah swt dalam perbuatan-perbuatan-Nya, yaitu meyakini bahwa Allah sebagai satu-satunya pencipta, pemelihara dan pengatur segala sesuatu, serta tidak ada sekutu bagi-Nya. Dengan demikian tauhid rububiyah m encakup keimanan kepada tiga hal, yaitu:13
a) Beriman kepada perbuatan-perbuatan Allah swt. secara umum, seperti mencipta, memberikan rizki, menghidupkan, mematikan, dan lain-lain.
b) Beriman kepada qadha‟ dan qadar Allah swt. c) Beriman kepada keesaan Dzat-Nya.
2) Tauhid Uluhiyah
Menurut bahasa kata uluhiyah berarti sembahan, persembahan. Tauhid uluhiyah berarti kepercayaan bahwa hanya Allah sembahan yang benar. Dan ini harus dibuktikan dalam kehidupan nyata dengan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun.14 Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Abu Isa Abdullah bahwa tauhid uluhiyah adalah
12
Abu Isa Abdullah bin Salam, M. Syaifudin Hakim (ed). Mutiara Faidah Kitab
Tauhid Syaikh Muhammad At-Tamimi, h. 2-3
13
Ibid, h. 7
14 M. Asran Dirun. “Tauhid Rububiyah dan Uluhiyah.” (www.adiylessonqurdis.
mengesakan Allah swt dalam beribadah kepada-Nya,15 Tuhan yang berhak disembah dan tidak ada sekutu bagi-Nya.16
Tauhid Ilahiyah atau Tauhid Ibadah adalah menjadikan Allah sebagai Tuhan yang harus disembah dan diminta pertolongan. Tidak ada yang berhak disembah dan diminta pertolongan kecuali Dia. Allah berfirman dalam QS. Al-Fatihah:5:
Terjemahnya:“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.”17
Kemurnian tauhid uluhiyah akan didapat menurut Abu Isa Abdullah dengan mewujudkan dua hal mendasar, yaitu:18
a) Seluruh ibadah hanya diperuntukkan kepada Allah swt. saja, bukan kepada yang lain.
b) Dalam pelaksanaan ibadah tersebut harus sesuai dengan syariat Allah swt.
3) Tauhid Asma’ wa Shifat
Tauhid asma‟ wa shifat adalah mengesakan Allah dalam nama-nama-Nya yang terindah dan sifat-sifat-Nya yang termulia, yang
15
Abu Isa Abdullah bin Salam, M. Syaifudin Hakim (ed). Mutiara Faidah Kitab
Tauhid Syaikh Muhammad At-Tamimi, h. 6.
16
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. Menjaga Tauhid, h. 23
17
Kemenag RI, Op.cit, h.6
18
bersumber dari Alquran dan Sunnah, dan beriman terhadap makna-makna dan hukum-hukum-Nya.19 Firman Allah QS Al-A‟raf:180:
Terjemahnya:“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. nanti mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” 20
Hal-hal yang harus diperhatikan menurut Abu Isa Abdullah dalam tauhid asma‟ wa shifat adalah sebagai berikut:21
a) Harus menetapkan semua nama dan sifat Allah swt. tidak meniadakan dan menolaknya.
b) Tidak boleh melampaui batas dengan menamai atau mensifati Allah swt. di luar nama dan sifat yang telah ditetapkan oleh Allah swt. dan Rasul-Nya.
c) Tidak menyerupakan nama dan sifat Allah swt. dengan nama dan sifat para makhluk-Nya.
d) Tidak perlu (dan tidak memungkinkan) untuk mencari tahu hakikat (bentuk sebenarnya) dari sifat-sifat Allah swt. tersebut.
19
Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan, Agus Hasan Bashori (penj.). Kitab
Tauhid 1, h. 99.
20
Kemenag RI, Op.cit, h.252
21
e) Beribadah kepada Allah swt. sesuai dengan konsekuensi nama dan sifat-Nya.
Ketiga macam tauhid di atas memiliki hubungan yang tidak bisa dipisahkan. Keimanan seseorang kepada Allah swt. tidak akan utuh sehingga terkumpul pada dirinya ketiga macam tauhid tersebut. Tauhid rububiyah seseorang tidak akan berguna sehingga dia bertauhid uluhiyah. Sedangkan tauhid uluhiyah seseorang tidak akan lurus sehingga dia bertauhid asma‟ wa shifat. Singkatnya, mengenal Allah swt. saja tidaklah cukup kecuali apabila seseorang benar-benar beribadah hanya kepada-Nya. Sedangkan beribadah kepada Allah swt. tidaklah akan terwujud dengan benar tanpa mengenal Allah swt.
2. Pendidikan
a. Pengertian Pendidikan
Secara bahasa, dalam bahasa Indonesia, "kata pendidikan berasal dari kata didik. Kata didik dan mendidik berarti adalah memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran".22 Didalam kamus al-Munawwir, “kata pendidikan juga berasal dari kata rabba-yurabbi-tarbiyatan, berarti mendidik, mengasuh, dan memelihara.”23
Sedangkan secara istilah, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
22
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Op.cit, h.97
23
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 Bab I Pasal 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Beberapa ahli pendidikan mendefinisikan pendidikan sebagai berikut: 1) Menurut Kihajar Dewantara, pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.24
2) Ahmad D. Marimba, pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak menuju terbentuknya kepribadian yang utama (insan kamil).25
3) Omar Mohammad At-Toumy Asy-Syaibani, pendidikan adalah proses membentuk pengalaman dan perubahan yang dikehendaki dalam individu dan kelompok melalui interaksi dengan alam dan lingkungan kehidupan.26
24
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan. Cet. Ke-2. (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h.70
25
Ramayulis, dan Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem dan
Pemikiran Para Tokohnya. Cet. Ke-1. (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h.88.
26
Muhammad Hambal Shafwan. Intisari Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri
Praktek Tarbiyah dan Dakwah Sejak Diutusnya Rasulullah saw. Hingga Kemerdekaan Indonesia Demi Menyongsong Kembali Kejayaan Pendidikan Islam. Cet. Ke-1. (Solo:
4) Beni Ahmad Saebani, pendidikan adalah usaha yang bersifat mendidik, membimbing, membina, memengaruhi, dan mengarahkan dengan seperangkat ilmu pengetahuan.27
5) Muhammad Fadhil al-Jamali, pendidikan adalah upaya mengembangkan, mendorong, serta mengajak manusia untuk lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, dan perbuatan.28
Berdasarkan pengertian pendidikan yang dikemukakan para ahli di atas dapat disimpulkan, pendidikan berarti usaha yang dilakukan untuk menanamkan nilai dan norma yang ada dalam masyarakat serta mewariskannya kepada generasi setelahnya untuk dikembangkan dalam kehidupan yang merupakan suatu proses pendidikan untuk melestarikan hidupnya.
b. Faktor-Faktor Pendidikan
Para ahli pendidikan membagi faktor-faktor pendidikan menjadi tiga bagian, antara lain:
1) Pendidik
Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada anak didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri
27
Beni Ahmad Saebani, dan Hendra Akhdiyat. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. Ke-2. (Bandung: Pustaka Setia, 2012), h. 22.
28
Abdul Mujib, dan Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. Ke-2. (Jakarta: Kencana, 2008), h. 26.
sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah swt. dan mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu mandiri.29
Pendidik pertama dan utama adalah orang tua sendiri. Mereka berdua yang bertanggung jawab penuh atas kemajuan perkembangan anak, karena sukses tidaknya anak sangat tergantung pengasuhan, perhatian, dan pendidikannya. Kesuksesan anak merupakan cerminan atas kesuksesan orang tua juga.
2) Anak Didik
Anak didik adalah individu yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan akhirat kelak. Definisi ini memberi arti bahwa anak didik merupakan individu yang belum dewasa, yang karenanya memerlukan orang lain untuk menjadikan dirinya dewasa. Anak adalah anak didik dalam keluarga, murid adalah anak didik di sekolah, anak-anak penduduk adalah anak didik masyarakat sekitarnya, dan umat beragama menjadi anak didik ruhaniawan dalam suatu agama.30
3) Lingkungan
29
Abdul Mujib, dan Jusuf Mudzakkir. Op.cit, h. 87.
30
Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor yang penting peranannya dalam pendidikan, karena dapat mempengaruhi perkembangan anak. Pengaruh lingkungan berbeda dengan pengaruh pendidik terhadap anak, yaitu pengaruh pendidik sifatnya bertanggung jawab, sedangkan pengaruh lingkungan tidak bertanggung jawab. Pengaruh lingkungan sekitar dapat bersifat positif dan dapat pula negatif. Karena itu sangat beruntunglah seorang anak yang tinggal di lingkungan alam sekitar yang memberikan pengaruh positif. Mengingat faktor ini penting, maka sudah menjadi tugas kewajiban para pendidik atau orang tua untuk mengantisipasi dan menghindarkan pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan serta berupaya menyediakan pengaruh lingkungan yang positif yang dapat menunjang perkembangan kepribadian anak.31 Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor pendidikan Islam adalah sesuatu yang ikut menentukan keberhasilan pendidikan Islam yang memiliki beberapa bagian yang saling mendukung satu sama lainnya. sehingga terbentuk satu kebulatan yang utuh dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
c. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan suatu yang penting, mengingat perjalanan setiap institusi yang memiliki visi yang jelas selalu dimulai dari tujuan, demikian pula pendidikan, yang kini menjadi harapan
31
mengarahkan pada kehidupan yang lebih baik hendaknya selalu berangkat dari tujuan yang akan dicapai.
Tujuan pendidikan menurut UU No 20 tahun 2003 Bab 2 pasal 3 pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara demokratis serta bertanggung jawab.
Sedangkan tujuan pendidikan menurut Muhammadiyah adalah agar terciptanya manusia yang penuh iman dan berilmu, atau istilah populernya terciptanya manusia yang „Alim ilmiyah dan ilmiyah yang „alim.32
Untuk maksud itu dipedomani firman Allah surat Al-Mujadalah ayat 11 sebagai berikut:
Terjemahnya:“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
32
Margono Poespo Suwarno,Gerakan Islam Muhammadiyah (Cet. V; Yogyakarta: Persatuan Baru 2005),h. 61.
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.33
Menurut Ibnu Taimiyah, sebagaimana dikutip oleh „Irsan al-Kaylani dalam Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam menyebutkan bahwa tujuan pendidikan tertumpu pada empat aspek, salah satunya adalah tercapainya pendidikan tauhid dengan cara mempelajari ayat Allah swt. dalam wahyu-Nya.34
Dengan demikian, bahwasanya Pendidikan merupakan usaha manusia untuk meningkatkan ilmu pengetahuan yang didapat baik dari lembaga formal maupun informal dalam membantu proses transformasi sehingga dapat mencapai kualitas yang diharapkan. Agar kualitas yang diharapkan dapat tercapai, diperlukan penentuan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan inilah yang akan menentukan keberhasilan dalam proses pembentukan pribadi manusia yang berkualitas dengan tanpa mengesampingkan peranan unsur-unsur lain dalam pendidikan.
B. Keluarga dalam Perspektif Islam 1. Pengertian Keluarga
Keluarga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu kerabat yang paling mendasar dalam masyarakat yang terdiri dari ibu dan bapak dengan anak-anaknya.35
“Menurut Ibrahim Amini, keluarga adalah orang-orang yang secara terus menerus atau sering tinggal bersama si anak, seperti ayah, ibu,
33
Kemenag RI, Op.cit, h.543
34
Abdul Mujib, dan Jusuf Mudzakkir. Op.cit, h. 78.
35
kakek, nenek, saudara laki-laki dan saudara perempuan dan bahkan pembantu rumah tangga diantara mereka di sebabkan mempunyai tanggung jawab menjaga dan memelihara si anak yang menyebabkan si anak terlahir di dunia, mempunyai peranan yang sangat penting dan kewajiban yang lebih besar bagi pendidikan si anak.”36
Terdapat beberapa definisi keluarga dari beberapa sumber, yaitu: a. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari
suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.37
b. Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga.38
c. Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.39
d. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di
36
Ibrahim Amini, Agar Tak Salah Mendidik (Cet. I; Jakarta: Al-Huda, 2006), h.107
37
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Pasal 1 Ayat 6.
38 Duval dan Logan (1986) dalam Muchlisin Riadi. “Definisi, fungsi dan bentuk
keluarga”. (www.kajianpustaka.com: 2012), diakses pada tanggal 1 Juni 2016.
39
suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. 40
Dari definisi di atas dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan unit terkecil dalam lingkungan masyarakat yang bersatu melalui ikatan perkawinan yang sah baik secara hukum maupun agama, terdiri dari ayah ibu (orang tua) dan anak yang hidup bersama dalam sebuah rumah tangga.
Salah satu tujuan syariat Islam adalah memelihara kelangsungan keturunan melalui perkawinan yang sah menurut agama. Diakui oleh undang-undang dan diterima sebagai dari budaya masyarakat. Keyakinan ini sangat bermakna untuk membangun subuah keluarga yang dilandasi nilai-nilai moral agama. Pada intinya lembaga keluarga terbentuk melalui pertemuan suami dan istri yang permanen dalam masa yang cukup lama, sehingga berlangsung proses reproduksi. Dalam bentuknya yang paling umum dan sederhana, keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak.41 Firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21:
Terjemahnya: 40Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1988), Op.cit.h. 67
41
Fuaduddin TM, Pengasuh Anak dalam Keluarga Islam (Jakarta:Lembaga kajian Agama dan Jender, 1999), h.4-5.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.42
2. Fungsi Keluarga
Secara sosiologis keluarga dituntut berperan dan berfungsi untuk menciptakan suatu masyarakat yang aman, tenteram, bahagia dan sejahtera, yang semua itu harus dijalankan oleh keluarga sebagai lembaga sosial terkecil. Dalam buku Keluarga Muslim dalam Masyarakat, dijelaskan bahwa berdasarkan pendekatan budaya keluarga sekurangnya mempunyai tujuh fungsi. yaitu, fungsi biologis, edukatif, religius, protektif, sosialisasi, rekreatif dan ekonomis.43
a. Fungsi biologis, perkawinan dilakukan antara lain bertujuan agar memperoleh keturunan, dapat memelihara kehormatan serta martabat manusia sebagai makhluk yang berakal dan beradab. Fungsi biologis inilah yang membedakan perkawinan manusia dengan binatang.
b. Fungsi edukatif, keluarga merupakan tempat pendidikan bagi semua anggotanya dimana orang tua memiliki peran yang cukup penting untuk membawa anak menuju kedewasaan jasmani dan rohani dalam dimensi kognisi, afektif maupun skill, dengan tujuan
42
Kemenag RI, Op.cit., h. 406
43
Mufidah, Psikologi Keularga Islam Berwawasan Gender (Cet. I; Malang : UIN Press, 2008),h. 43.
untuk mengembangkan aspek mental, spiritual, moral, intelektual, dan profesional.
c. Fungsi relegius, keluarga merupakan tempat penanaman nilai moral agama melalui pemahaman, penyadaran dan praktek dalam kehidupan sehari-hari sehingga menciptakan iklim keagamaan didalamnya Dengan demikian keluarga merupakan awal mula seseorang mengenal siapa dirinya dan siapa Tuhannya.
d. Fungsi protektif, adalah dimana keluarga menjadi tempat yang aman dari gangguan internal maupun eksternal keluarga dan untuk menangkal segala pengaruh negatif yang masuk didalamnya. Gangguan internal dapat terjadi dalam kaitannya dengan keragaman kepribadian anggota keluarga, perbedaan pendapat dan kepentingan, dapat menjadi pemicu lahirnya konflik bahkan juga kekerasan. Adapun gangguan eksternal keluarga biasanya lebih mudah dikenali oleh masyarakat karena berada pada wilayah publik.
e. Fungsi sosialisasi, adalah mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik, mampu memegang norma-norma kehidupan secara universal baik interelasi dalam keluarga itu sendiri maupun dalam menyikapi masyarakat yang pluralistik lintas suku, bangsa, ras, golongan, agama, budaya, bahasa maupun jenis kelaminnya. f. Fungsi rekreatif, bahwa keluarga merupakan tempat yang dapat
masing-masing anggota keluarga. Fungsi rekreatif ini dapat mewujudkan suasana keluarga yang menyenangkan, saling menghargai, menghormati, dan menghibur masing-masing anggota keluarga sehingga tercipta hubungan harmonis, damai, kasih sayang dan setiap anggota keluarga merasa “rumahku adalah surgaku”.
g. Fungsi ekonomis, yaitu keluarga merupakan kesatuan ekonomis dimana keluarga memiliki aktifitas mencari nafkah, pembinaan usaha, perencanaan anggaran, pengelolaan dan bagaimana memanfaatkan sumber-sumber penghasilan dengan baik, mendistribusikan secara adil dan proporsional, serta dapat mempertanggung jawabkan kakayaan dan harta bendanya secara sosial dan moral.
Sedangkan di lingkungan Muhammadiyah keluarga memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a. Keluarga di lingkungan Muhammadiyah perlu difungsikan selain dalam mensosialisasikan nilai-nilai ajaran Islam juga melaksanakan fungsi kaderisasi, sehingga anak-anak tumbuh menjadi generasi muslim Muhammadiyah yang dapat menjadi pelangsung dan penyempurna gerakan dakwah di kemudian hari.
b. Keluarga di lingkungan Muhammadiyah dituntut keteladanan (uswatun hasanah) dalam mempratikkan kehidupan yang islami yakni tertanamnya ihsan/kebaikan dan bergaul dengan ma‟ruf,
saling menyayangi dan mengasihi, menghormati hak hidup anak, saling menghargai dan menghormati antar angota keluarga, memberikan pendidikan akhlak yang mulia secara paripurna, menjauhkan segenap angota keluarga dari bencana siksa neraka, meembiasakan bermusyawarah dalam menyelesaikan urusan, berbuat adil dan ihsan, memelihara persamaan hak dan kewajiban, dan menyantuni angota keluarga yang tidak mampu.44
Melihat beragamnya fungsi keluarga tersebut, dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah institusi sentral penerus nilai-nilai budaya dan agama. Artinya keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi seorang anak mulai belajar mengenal nlai-nilai yang berlaku di lingkungannya, dari hal-hal yang sepele seperti menerima sesuatu dengan tangan kanan sampai dengan hal-hal yang rumit seperti interpretasi yang kompleks tentang ajaran agama atau tentang berbagai interaksi manusia.
3. Fungsi Keluarga Sebagai Madrasah Pertama
Keluarga adalah merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat, karena dalam kelauargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa.45 Peranan keluarga terutama dalam penanaman sikap dan nilai hidup, pengembangan bakat dan minat serta pembinaan bakat dan kepribadian.46 Keluarga tersebut secara kodrati
44
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah 2001),h. 68.
45
Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan (Cet. IV; Jakarta PT RINEKA CIPTA 2005),h. 57.
46
juga mengemban tugas mendidik dan memelihara anak sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
َّنَأ َرَمُع ِنْب ِ َّاللَّ ِدْبَع ْنَع ٍراَنٌِد ِنْب ِ َّاللَّ ِدْبَع ْنَع ٍكِلاَم ْنَع َةَمَلْسَم ُنْب ِ َّاللَّ ُدْبَع اَنَثَّدَح
ِهِتٌَِّع َر ْنَع ٌلوُئْسَم ْمُكُّلُك َو ٍعا َر ْمُكُّلُك َلََأ َلاَق َمَّلَس َو ِهٌَْلَع ُ َّاللَّ ىَّلَص ِ َّاللَّ َلوُس َر
ِلْهَأ ىَلَع ٍعا َر ُلُج َّرلا َو ْمُهْنَع ٌلوُئْسَم َوُه َو ْمِهٌَْلَع ٍعا َر ِساَّنلا ىَلَع يِذَّلا ُرٌِمَ ْلۡاَف
ْمُهْنَع ٌةَلوُئْسَم ًَِه َو ِهِدَل َو َو اَهِلْعَب ِتٌَْب ىَلَع ٌةٌَِعا َر ُةَأ ْرَمْلا َو ْمُهْنَع ٌلوُئْسَم َوُه َو ِهِتٌَْب
ْنَع ٌلوُئْسَم ْمُكُّلُك َو ٍعا َر ْمُكُّلُكَف ُهْنَع ٌلوُئْسَم َوُه َو ِه ِدٌَِّس ِلاَم ىَلَع ٍعا َر ُدْبَعْلا َو
ملﺴم و ىراخبلا هاور
(
هِتٌَِّع َر
Artinya:“Ibn umar r.a berkata: saya telah mendengar rasulullah saw bersabda: setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) darihal hal yang dipimpinnya.” (Muttafaqun „alaihi. HR.Al-Bukhari dan Muslim)47
Hadis tersebut menunjukkan bahwa betapa pentingnya peran orang tua dalam mendidik anak karena orang tua merupakan pemimpin dan setiap apa yang dipimpinnya akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti termasuk keluarga.
Orang tua secara direncanakan maupun tidak direncanakan akan menanamkan nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak terutama dalam sikap atau perilaku serta keperibadiannya. Selanjutnya dengan disadari maupun tidak disadari, anak membawa nilai-nilai atau kebiasaan-kebiasaan
47
Imam An-Nawawi, Riyadhus Shalihin. Terj. Arif Rahman Hakim, (Solo: Insan Kamil (terjemah) Arif Rahman Hakim, 2011). h.360
keluarga itu dalam berintraksi sosial di lingkungan luar. Dalam konsepsi Islam, keluarga adalah penanggungjawab utama Terpeliharanya fitrah anak. Dengan demikian penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh anak-anak lebih disebabkan oleh ketidakwaspadaan orangtua atau pendidik terhadap perkembangan anak".48
Anak bagi keluarga merupakan anugrah yang diberikan Allah SWT yang memiliki dua potensi yakni baik dan buruk. Hal tersebut tergantung bagaimana pendidikan yang diberikan oleh kedua orng tuanya. Orang tua memiliki peran yang tidak dapat diremehkan bagi masa depan anak. Anak memiliki fitrah yang dibawanya, tergantung kepada usaha pendidikan dan bimbingan yang dilakukan kedua orang tuanya. Sebagaimana Rasulullah saw bersanda:
:َلاَق ،ِّي ِرْه ُّزلا ْنَع ، ُسُنوٌُ اَن َرَبْخَأ ،ِ َّاللَّ ُدْبَع اَن َرَبْخَأ ،ُناَدْبَع اَنَثَّدَح
:َلاَق ،ُهْنَع ُ َّاللَّ ًَ ِض َر َة َرٌْ َرُه اَبَأ َّنَأ ،ِنَمْح َّرلا ِدْبَع ُنْب َةَمَلَس وُبَأ ًِن َرَبْخَأ
ْوَأ ِهِناَدِّوَهٌُ ُها َوَبَأَف ،ِة َرْطِفْلا ىَلَع ُدَلوٌُ َّلَِإ ٍدوُل ْوَم ْنِم اَم " :ِ َّاللَّ ُلوُس َر َلاَق
اَهٌِف َنوُّس ِحُت ْلَه ،َءاَعْمَج ًةَمٌِهَب ُةَمٌِهَبْلا ُجَتْنُت اَمَك ِهِناَس ِّجَمٌُ ْوَأ ،ِهِنا َر ِّصَنٌُ
ِ ْلَخِل َلٌِدْبَت لَ لاَهٌَْلَع َساَّنلا َرَطَف ًِتَّلا َِّاللَّ َة َرْطِف :ُلوُقٌَ َّمُث ،َءاَعْدَج ْنِم
ملﺴم و ىراخبلا هاور
(مٌَِّقْلا ُنٌِّدلا َكِلَذ ِهَّللا
Artinya:“Abdan menceritakan kepada kami (dengan berkata), Abdullah memberitahukan kepada kami (yang berasal) dari al-Zukhri (yang menyatakan) Abu salamah bin Abd al-Rhman memberitahukan kepadaku bahwa Abu Hurairah ra. Berkata: Rasulullah saw. Bersabda: setiap anak lahir (dalam keadan) fitrah, kedua orang tuanya (yang memiliki andil dalam) menjadikan anak beragama Yahudi, Nasrani, atau bahkan beragama Majusi. Sebagaimana
48 Abdurahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat
binatang ternak memperanakkan seekor binatang (yang sempurnah anggota tubuhnya). Apakah anda melihat anak binatang itu ada yang cacat (putus telinganya atau anggota tubuhnya yang lain) kemudian beliau membaca, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan menurut fitrah manusia itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus.” (HR.Al-Bukhari dan Muslim).49
Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang bersifat kodrati, karena antara orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai terdidik terdapat hubungan darah. Karena itu kewenangannya pun bersifat kodrati pula. Sifat yang demikian, membawa hubungan antara pendidik dan terdidik menjadi sangat erat.
49
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Barri (penjelasan kitab Shahih al-Bukhari). Terj. Amiruddin, Jilid XXIII, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, h.568
33
1. Riwayat Hidup Muhammad Abduh
Muhammad Abduh adalah seorang putra Mesir, dan didalam riwayat lain ia tinggal di Mesir Hilir, yang jauh dari perkotaan dan sering berpindah-pindah tempat, perbedaan pendapat tentang tempat dan tanggal lahir yang bermunculan ini dikarenakan suasana kacau pada masa itu, yang terjadi di akhir zaman kekuasaan Muhammad Ali (tahun 1805-1849M), Kekerasan yang dipakai penguasa pada waktu itu ialah dalam pengumpulan pajak dari penduduk desa menyebabkan para petani selalu pindah tempat untuk menghindari beban-beban berat yang dipikul atas diri mereka, sehingga kejadian ini menimpa pula pada keluarganya, sehingga dalam masa setahun keluarga beliau pindah dari tempat- ke tempat, sampai akhirnya ia menetap di Desa Mahallah Nashr, di sinilah keluarga beliau membeli sebidang tanah dan disinilah beliau di lahirkan.1
Nama lengkapnya adalah Muhammad Abduh bin Hassan Khairullah (Lahir di Desa Mahallat Nashr, Provinsi Gharbiyah, Mesir, pada 1265 H/1849 M) dan wafat pada tahun 1905. Ayahnya bernama Abduh bin Hasan Khairullah, merupakan seorang petani dan mempunyai silsilah
1
keturunan dengan bangsa Turki, nama Abduh diambil dari hadis Nabi Muhammad Saw, yaitu “Abduhu wa rasuluh.2
Sedangkan ibunya adalah Junaidah Uthman, perempuan yang berasal dari suku Arab yang nasabnya sampai pada Umar Ibnu Khattab, sahabat Nabi Muhammad Saw.3 Sebagaimana umumnya keluarga Islam, pendidikan agama pertama didapat dari lingkungan keluarga. Adalah sang ayah, Abduh Khair Allah, yang pertama menyentuh Abduh di arena pendidikan. Ayahnya mengajarkan baca-tulis, dan menghafal Alquran. Khair Allah memberikan kecerdasan kepada Abduh. Ini terbukti, hanya dalam tempo kurang dari tiga tahun mempelajari Alquran, ia sudah mampu menghafal semua isinya.
Setelah belajar dari ayahnya, di usia 14 tahun Abduh dikirim ke Thanta, disebuah lembaga pendidikan Masjid Al-Ahmad, milik Al-Azhar. Di sini ia belajar bahasa Arab, Alquran dan fikih. Dua tahun belajar di sini, Abduh sudah merasa bosan. Ini karena, menurut Abduh, sistem pendidikannya hanya mengandalkan hafalan, dan tidak memberi kebebasan para muridnya untuk mengembangkan pikirannya. Maka, ia pun undur diri, dan pulang ke Mahallat Nashr.
Di usia 17 tahun, tepatnya tahun 1866 M, Abduh menikah. Awal yang baru dari kehidupan Abduh. Tapi, ayahnya tidak rela bila Abduh berhenti
2
Muhammad Abduh, Risalat tauhid, terjemahan K.H.firdaus A.N., Cet. Jakarta: Bulan Bintang 1992, h.vii.
3
menuntut ilmu. Maka, setelah 40 hari menikah, Abduh diminta oleh ayahnya untuk kembali ke Thanta, untuk melanjutkan menuntut ilmu. Abduh pun tidak bisa mengelak. Tapi ia tidak langsung ke Thanta, ia mampir ke rumah pamannya, seorang pengikut tarekat-Syadziliah, Syekh Darwisy Khadr. Dari Khadr pula akhirnya Abduh menuntut ilmu, terutama yang berkaitan dengan tasawuf, untuk beberapa bulan.
Setelah dirasa cukup, Abduh lalu melanjutkan menuntut ilmu di Masjid Al-Ahmad, tidak lebih dari 3 bulan, ia sudah meninggalkan Thanta, menuju Kairo, untuk menempuh pendidikannya di Al-Azhar. Di sini pun Abduh kembali kecewa, karena metode pelajarannya sama dengan yang didapat di Thanta.4 Maka, ia pun mencari guru di luar Al-Azhar. Dari sinilah Abduh belajar ilmu-ilmu non agama yang tidak di dapatkan dari Al-Azhar. Antara lain, filsafat, matematika, dan logika. Ia mendapatkan ilmu-ilmu tersebut dari Syekh Hasan at-Tawil.
Dunia pengabdiannya sebagai seorang pendidik ia rintis di Al-Azhar. Gerakan pembaharuan pertamanya mengusulkan perubahan terhadap Al-Azhar. Ia yakin, apabila Al-Azhar diperbaiki, kondisi kaum muslimin akan membaik. Al-Azhar, dalam pandangan Abduh, sudah saatnya untuk berbenah. Dan karena itu perlu diperbaiki, terutama dalam masalah administrasi dan pendidikan di dalamnya, termasuk perluasan kurikulum, mencakup ilmu-ilmu modern, sehingga Al-Azhar dapat berdiri sejajar dengan universitas-universitas lain serta menjadi mercusuar dan pelita
4
Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), h.130
bagi kaum Muslimin pada zaman modern. Di akhir masanya beliau meninggal dunia pada tahun 1905, bersamaan dengan tahun 1314 H, beliau di makamkan di Iskandariah.5 Di kawasan Qurafat al-Mujawirin, ia hanya meninggalkan empat orang putri saja.
Beliau meninggal pada tanggal 11 Juli 1905. Banyaknya orang yang memberikan hormat di Kairo dan Alexandria, membuktikan betapa besar penghormatan orang kepada dirinya. Meskipun „Abduh mendapat serangan sengit karena pandangan dan tindakannya yang reformatif, namun Mesir dan Islam merasa kehilangan atas meninggalnya seorang pemimpin yang terkenal lemah lembut dan mendalam spiritualnya.
2. Riwayat Pendidikan Muhammad Abduh
Sebagai anak dari keluarga yang ta‟at beragama, mula-mula Muhammad Abduh diserahkan oleh orang tuanya belajar mengaji Alquran. Berkat otaknya yang cemerlang, maka dalam waktu dua tahun ia telah hafal kitab suci itu seluruhnya, padahal ketika itu ia masih berusia 12 tahun.Kemudian ia meneruskan pelajaran pada perguruan agama di Masjid ”Ahmadi”, yang terletak di desa Thantha, akhirnya ia melanjutkan pada perguruan tinggi Islam “Al-Azhar Kairo”. 6
.
5
http/ [wanita-muslimah]/ jurnalis pembaru dakwah, biografi muhammad Abduh
(Gema InsaniTue), 09 Jan 2007
6
Dalam pendapat lain ia memperoleh peringkat Kedua, di karenakan banyak opini yang berkembang, yakni pro-kontra antara dosen pengujinya ketika itu, ia ber umur 28 tahun (lihat; A‟malul kamilah lil imam Muhammad Abduh, Beirut,1344H), juz 1, h.1
Abduh menyelesaikan studinya pada tahun 1877, dan mengajar pertama kali di Al-Azhar. Puncak karir Muhammad „Abduh dalam pembaharuannya, terutama di bidang pendidikan adalah ketika ia ditugaskan menjadi seorang mufti pertama Mesir. Posisi ini diperolehnya pada 03 Juni 1899 M.
a. Belajar dengan Said Jamaluddin Al-Afghani
Pada tahun 1869, datang ke Mesir seorang alim besar Said Jamaluddin al-Afghani, terkenal dalam dunia Islam sebagai mujahid (pejuang), pembaharu dan ulama yang sangat alim. Ketika itu Muhammad Abduh sedang menjadi mahasiswa pada perguruan tinggi Al-Azhar. Muhammad Abduh bertemu dengan Said Jamaluddin Al-Afghani untuk pertama kalinya, ketika itu Muhammad Abduh datang kerumah beliau dengan Syeikh Hasan at-Tawil, dimana dalam pertemuan itu mereka berdiskusi tentang “ilmu tasawwuf” dan “tafsir”.
Sejak itulah Abduh tertarik kepada Said Jamaluddin Al-Afghani, oleh ilmunya yang dalam dan serta cara berpikirnya yang modern, sehingga akhirnya Abduh benar-benar mengaguminya dan selalu berada disampingnya sambil belajar juga pada Al-Azhar. Selain Abduh sendiri banyak pula mahasiswa-mahasiswa al-Azhar yang lain ditarik oleh Abduh ikut datang kepada Said Jamaluddin al-Afghani untuk belajar.7
7
Disamping diskusi-diskusi tentang ilmu-ilmu agama mereka balajar juga kepada beliau pengetahuan-pengetahuan modern, filsafat, sejarah, hukum dan ketatanegaraan dan lain-lain. Suatu hal yang istimewa yang diberikan Said Jamaluddin Al-Afghani kepada Muhammad Abduh ialah semangat berbakti kepada masyarakat dan berjihad memutus rantai-rantai kekolotan dan cara-cara berfikir yang fanatik dan merombaknya dengan berfikir yang lebih maju.
Udara baru yang ditiupkan Said Jamaluddin Al-Afghani, berkembang dengan pesat di Mesir, terutama dikalangan mahasiswa-mahasiswa Al-Azhar yang dipelopori oleh Muhammad Abduh. Karena Abduh telah memiliki cara berfikir yang lebih maju, banyak membaca buku-buku filsafat, banyak mempelajari perkembangan jalan pikiran kaum rasional Islam (Mu‟tazilah), maka guru-guru Al-Azhar pernah menuduhnya sebagai orang yang telah meninggalkan “Madzhab Asy‟ary. Terhadap tuduhan itu Abduh menjawab: Yang terang saya telah meninggalkan taklid kepada Asy‟ari, maka kenapa saya harus bertaklid pula kepada Mu‟tazilah? Saya akan meninggalkan taklid kepada siapapun juga, dan hanya berberpegang kepada dalil yang dikemukakan”.
b. Prestasi Muhammad Abduh ketika Studi di Mesir
Sebagai pelajar mahasiswa al-Azhar yang berpikir dan berpaham maju, Muhammad Abduh sering terbentur pada perbedaan pendapat dengan para dosen Al-Azhar yang kolot. Dan perbenturan pendapat itu
mencapai puncaknya pada waktu Muhammad Abduh hendak mengakhiri masa kuliahnya, dalam suatu ujian terakhir yang harus dihadapinya.
Ternyata, bahwa di kalangan para dosen penguji itu masih murni dan jernih pikirannya. Karenanya pendapat mereka terpecah menjadi dua, sekelompok yang terdiri dari para dosen yang kolot cara berpikirnya. Syeikh Alisy berpendapat, bahwa Muhammad Abduh tidak lulus, dan yang lain yang berpikir maju berpendapat bahwa Muhammad Abduh berhak mendapatkan nilai nomor satu bahkan lebih dari itu . Dengan alasan, bahwa segala sesuatunya pertanyaan yang diajukan kepada Abduh dijawabnya dengan cara yang amat luas secara ilmiah sangatlah mengagumkan. Pihak ini menganggap Muhammad Abduh adalah bintangnya mahasiswa Al-Azhar dan amat jarang mahasiswa Al-Azhar secerdik dan semaju beliau dalam caranya dia mengungkapkan buah pikirannya dan pendapatnya yang luar biasa itu.8
Syeikh Alisy dan kawan-kawannya yang kolot itu tetap berkeras kepala, bahwa Abduh tidak lulus, karena pahamnya yang maju dan cara berpikirnya yang modern itu terlalu berbahaya bagi Al-Azhar, akhirnya rektor Al-Azhar, Syeikh Muhammad Al-Abbai al-Mahdi, turun tangan untuk menentramkan pertarungan pendapat yang sengit tersebut untuk menjaga suasana Al-Azhar itu sendiri, beliau yang ikut menyaksikan munaqosah itu dengan secara berat hati menyatakan bahwa Muhammad Abduh lulus beroleh syahadah dengan “derajat kedua” setelah salah seorang dosen
8
penguji mengajukan usul jalan tengah seperti itu, yakni setelah terjadi perdebatan yang lama dan panjang sekali. Sebenarnya rektor sangat kagum terhadap segala sesuatunya pertanyaan yang diajukan oleh para dosen penguji itu, bahwa dia tidak pernah melihat seseorang yang secerdas dan setangguh Abduh itu membela ilmunya, dan bahwa dia sesungguhnya berhak menerima yang lebih tinggi dari itu kalau ada”.9
Putusan itu belum final, karena rektor sendiri yakin bahwa putusan itu tidaklah adil bagi seorang alim seperti Muhammad Abduh itu. Tetapi apa boleh buat, kondisi dan situasi waktu itu dimana kekolotan masih mencekam dan merupakan unsur yang dominan dalam Al-Azhar, rektor terpaksa menyetujui putusan yang amat meragukan itu.
Setelah terjun kemasyarakat, bintang Muhammad Abduh makin lama makin terang-terangan, melangkahi semua mereka yang berkualitas dalam Al-Azhar itu sendiri. Abduh semakin lama makin Masyhur di Dunia melampaui batas Negerinya sendiri dan namanya semakin harum semerbak karena ilmunya yang tinggi, hal ini memaksa Al-Azhar meninjau kembali keputusannya yang tidak adil dan tidak tepat dua puluh enam tahun yang lalu itu.
Akhirnya, 26 tahun kemudian (1904) yakni dikala rektor Al-Azhar dijabat oleh Syeikh Ali Al-Bablawi,10 ditetapkannya, bahwa kepada Syeikh Muhammad Abduh harus diberikan haknya yang sebenarnya, yakni nilai
9
Ibid. h.133
10