• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN

HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

Manajemen Keuangan 1.

Pengertian Manajemen Keuangan a.

Pengertian manajemen keuangan mengalami perkembangan mulai dari pengertian manajemen yang hanya mengutamakan aktivitas memperoleh dana saja sampai yang mengutamakan aktivitas memperoleh dan menggunakan dana serta pengelolaan terhadap aktiva. Beberapa definisi manajemen keuangan antara lain sebagai berikut :

Menurut Agus Sartono (2001 : 6) “ Manajemen Keuangan adalah manajemen dana baik yang berkaitan dengan pengalokasian dana dalam berbagai bentuk investasi secara efektif maupun usaha pengumpulan dana untuk pembiayaan investasi atau pembelanjaan secara efisien”.

Menurut Sutrisno (2003 : 3) “Manajemen Keuangan adalah sebagai semua aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan usaha – usaha mendapatkan dana perusahaan dengan biaya yang murah serta usaha untuk menggunakan dan mengalokasikan dana tersebut secara efisien”.

Manajemen keuangan dengan demikian merupakan suatu bidang keuangan yang menerapkan prinsip-prinsip keuangan dalam sebuah organisasi

(2)

untuk menciptakan dan mempertahankan nilai melalui pengambilan putusan dan manajemen sumberdaya yang tepat (Emery et al, 1998 : 3).

Pinches (1996 : 6) menyatakan bahwa manajemen keuangan adalah akuisisi, manajemen, dan pembiayaan terhadap sumberdaya-sumberdaya bagi badan usaha dengan menggunakan uang dan berhubungan dengan harga - harga di pasar ekonomi eksternal.

Manajemen keuangan dapat didefinisikan dari tugas dan tanggung jawab manajer keuangan. Meskipun tugas dan tanggung jawabnya berlainan di setiap perusahaan, tugas pokok manajemen keuangan antara lain meliputi : keputusan tentang investasi, pembiayaan kegiatan usaha dan pembagian dividen suatu perusahaan (Weston dan Copeland, 1992: 2).

Suad Husnan dan Enny pudjiastuti (1998 : 4) Manajemen Keuangan adalah pengaturan kegiatan keuangan dalam suatu organisasi yang menyangkut kegiatan perencanaan, analisis, dan pengendalian kegiatan keuangan.

Grestenberg : bagaimana bisnis diselenggarakan untuk memperoleh dana, bagaimana mereka memperoleh dana, bagaimana menggunakannya dan bagaimana bisnis keuntungan didistribusikan.

Tujuan Manajemen keuangan b.

Untuk bisa mengambil keputusan-keputusan keuangan yang benar, manajemen keuangan perlu menentukan tujuan yang harus dicapai. Keputusan yang benar adalah keputusan yang akan membantu mencapai tujuan tersebut. Secara normatif tujuan keputusan keuangan adalah untuk memaksimumkan

(3)

nilai perusahaan. Dimana nilai perusahaan itu sendiri merupakan harga yang tersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual dengan pertimbangan teknis sebagai berikut :

1. Memaksimumkan nilai bermakna lebih luas daripada memaksimumkan laba, karena memaksimumkan nilai berarti mempertimbangkan pengaruh waktu terhadap nilai uang.

2. Memaksimumkan nilai berarti mempertimbangkan berbagai resiko terhadap arus pendapatan perusahaan.

3. Mutu dari arus dana yang diharapkan diterima di masa yang akan datang mungkin beragam.

Sementara pendapat lain mengatakan bahwa tujuan dari manajemen keuangan ialah untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Dimana tujuan perusahaan itu sendiri adalah untuk memperoleh laba yang sebesar - besarnya. Menurut Sartono (2000 : 3) Manajemen keuangan yang efisien memenuhi adanya tujuan yang digunakan sebagai standar dalam memberi penilaian ke-efisienan yaitu:

1. Tujuan normatif manajemen keuangan adalah maximization wealth of

stockholders atau memaksimalkan kemakmuran pemegang saham

yaitu memaksimalkan nilai perusahaan.

2. Nilai perusahaan yang belum go-publik dapat diukur dengan harga jual seandainya perusahaan tersebut dijual. Jadi tidak hanya nilai asset (laporan dineraca) tetapi diperhitungkan juga tingkat resiko usaha, prospek perusahaan, manajemen lingkungan kerja dan sebagainya.

(4)

Fungsi Manajemen Keuangan c.

Fungsi manajemen keuangan dapat dirinci ke dalam tiga bentuk kebijakan perusahaan, yaitu (1) keputusan investasi, (2) keputusan pendanaan, dan (3) kebijakan dividen. Setiap fungsi harus mempertimbangkan tujuan perusahaan; mengoptimalkan kombinasi tiga kebijakan keuangan yang mampu meningkatkan nilai kekayaan bagi para pemegang saham. Ketiga fungsi manajemen keuangan harus dipertimbangkan yang membawa dampak sinergis terhadapa harga saham perusahaan di pasar. Damodaran (1997:10) menjelaskan bahwa tujuan dan fungsi menajemen keuangan klasik secara skematis disajikan pada Gambar 2.1.

Secara umum, diantara berbagai teori keuangan perusahaan menunjukan bahwa tujuan perusahaan adalah memaksimalkan kekayaan para pemegang saham, meskipun hal ini masih menjadi perdebatan, yaitu apakah memaksimalkan kekayaan para pemegang saham atau memaksimalkan kekayaan perusahaan, mencakup pihak-pihak yang memiliki klaim diantaranya (kreditor, pemegang saham preferen, karyawan bagi para pemegang saham masih menjadi perdebatan bahwa apakah kondisi yang sebenarnya dapat meningkatkan harga saham atau tidak.

(5)

Gambar 2.1 Tujuan dan Fungsi Manajemen Keuangan Klasik (Damodaran, 1997)

Untuk menjelaskan berbagai tujuan dan fungsi manajemen keuangan tersebut dibutuhkan asumsi-asumsi yang mendasarinya. Dalam hal ini, batasan tujuan pemaksimalan nilai perusahaan secara umum menunjukan pemaksimalan harga saham, dengan demikian konsep nilai perusahaan dapat diproksikan melalui harga saham perusahaan.

Batasan tujuan manajemen keuangan untuk pemaksimalan kekayaan para pemegang saham tidak mengakui asumsi efisiensi pasar atau proteksi para pemegang obligasi. Pemaksimalan para pemegang saham sebagai tujuan

Pemegang Obligasi

Para Manajer

Menentukan Proyek Kebijakan Pendanaan

Menbayar Deviden Masyarakat

Pasar Keuangan Para Pemegang Saham

Dana Pinjaman Proteksi Bunga Obligasi Informasi Harga Pasar = Harga Sesungguhnya Tidak ada biaya sosial Dapat menelusuri informasi biaya  Rapat Umum Pemegang Saham  Pertemuan Dewan Direksi Pemaksimalan kekayaan pemegang saham

(6)

tambahan terhadap asumsi proteksi para pemegang obligasi, dan secara umum tujuan pemaksimalan nilai harga saham didasarkan pada asumsi pasar modal dalam keadaan efisien. Asumsi-asumsi yang dibutuhkan oleh tujuan fungsi manajemen keuangan secara singkat dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Beberapa pandangan, diantaranya Damodaran (1997), Rao (1995), Van Horne (1980), dan Husnan (1994) secara umum dapat disimpulkan bahwa tujuan dan fungsi manajemen keuangan adalah pemaksimalan kekayaan para pemegang saham. Implikasi naiknya harga saham menunjukan naiknya nilai perusahaan. Adapun fungsi manajemen keuangan melingkupi fungsi pendanaan, investasi, dan kebijakan dividen, dan berbagai fungsi manajemen keuangan tersebut pada akhirnya mengarah pada menaikan nilai perusahaan yang terefleksi pada harga saham, atau dapat dimaknai pemaksimalan kekayaan perusahaan bagi para pemegang saham. Namun, sesuai konsep nilai perusahaan maka asumsi yang harus dipenuhi adalah pasar modal dalam keadaan efisien, dan terdapat proteksi bunga obligasi guna mengantisipasi klaim oleh para pemegang obligasi.

Rasio Keuangan 2.

Laporan keuangan berisi informasi untuk masyarakat, pemerintah, pemasok dan kreditur, pemilik perusahaan atau pemegang saham, manajemen perusahaan, investor, pelanggan, karyawan, yang diperlukan secara tetap untuk mengukur kondisi dan efisiensi operasi perusahaan. Analisa dari laporan keuangan bersifat relatif karena didasarkan pengetahuan dan menggunakan rasio atau nilai relatif analisa rasio adalah suatu metode perhitungan dan

(7)

interprestasi rasio keuangan untuk menilai kinerja dan status suatu perusahaan. Beberapa rasio keuangan yang dapat mempengaruhi kondisi financial distress perusahaan, adalah :

1. Rasio Profitabilitas

Profitabilitas perusahaan harus dilihat sebagai faktor pendorong dalam memantau aspek likuiditas dan solvabilitas. Dalam jangka panjang, perusahaan mampu menghasilkan keuntungan yang cukup dari usahanya sehingga mampu membayar kewajibannya. Kerugian yang terus menerus akan segera memperburuk aspek solvabilitas perusahaan dan apabila perusahaan akan memperluas usahanya, perusahaan memerlukan retained earning untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam jangka pendek, kerugian segera akan menurunkan likuiditas perusahaan. Lebih lanjut, profitabilitas perusahaan akan mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mendapatkan pembiayaan dari luar. a. Net Profit Margin

Net Profit Margin (NPM) atau marjin laba bersih merupakan

keuntungan penjualan setelah menghitung seluruh biaya dan pajak penghasilan. Margin ini menunjukkan perbandingan laba bersih setelah pajak dengan penjualan.

NPM = x 100 % Laba Bersih Setelah Pajak Penjualan

(8)

b. Return On Asset (ROA)

rasio ini mengukur tingkat pengembalian dari bisnis atas seluruh aset yang ada. Atau rasio ini menggambarkan efisiensi pada dana yang digunakan dalam perusahaan.

Rumus :

c. Return On Equity (ROE)

Return On Equity (ROE) atau sering disebut Rentabilitas

Modal Sendiri dimaksudkan untuk mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik modal sendiri.

Rumus :

2. Rasio Likuiditas

Likuiditas adalah jumlah dana tunai yang diperlukan perusahaan untuk membiayai pengeluarannya dan biasanya sangat tergantung pada sifat bisnis perusahaan tersebut. Pada umumnya manajemen kurang menyukai penggunaan benchmark tertentu untuk rasio likuiditasnya. Walaupun begitu, perusahaan pada umumnya kekurangan likuid aset segera sebelum episode kepailitan terjadi dan biasanya perusahaan

ROE= x 100% Laba Bersih Setelah Pajak Total Modal

ROA = x 100% Laba Bersih Setelah Pajak Total Aktiva

(9)

tersebut meminjam lebih banyak lagi untuk mengelola kewajiban jangka pendeknya.

a. Current Ratio

Current Ratio merupakan perbandingan antara aktiva lancar

(current assets) dengan hutang lancar (current liabilities).

Current Ratio yang tinggi memberikan indikasi jaminan yang

baik bagi kreditor jangka pendek dalam arti setiap saat perusahaan memiliki kemampuan untuk melunasi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya. Akan tetapi current ratio yang tinggi akan berpengaruh negatif terhadap kemampuan memperoleh laba (rentabilitas), karena sebagian modal kerja tidak berputar atau mengalami pengangguran.

Financial Distress 3.

Pengertian Financial Distress a.

Financial distress pada dasarnya sukar untuk didefinisikan secara

tepat. Hal ini disebabkan oleh bermacam-macam kejadian kejatuhan perusahaan pada saat financial distress. Peristiwa kejatuhan perusahaan yang disebabkan financial distress hampir tidak ada akhirnya, seperti berikut

CR = x 100% Aktiva lancar Kewajiban lancar

(10)

ini : terjadinya pengurangan deviden, penutupan perusahaan, kerugian-kerugian, pemecatan, pengunduran diri direksi dan jatuhnya harga saham.

Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Tidak ada istilah

yang tetap mengenai financial distress dari studi-studi yang ada sebelumnya. Setiap studi mengambil masing-masing definisinya sendiri. Dalam penelitian terdahulu financial distress dapat diartikan sebagai berikut :

1. Jika beberapa tahun perusahaan mengalami laba bersih operasi (net

operating income) negatif, digunakan oleh Hofer (1980) dan

Whitaker (1999).

2. Adanya pemberhentian tenaga kerja atau menghilangkan pembayaran deviden, digunakan oleh Lau (1987) dan Hill, et.al (1996).

3. Arus kas hasil operasi perusahaan tidak cukup untuk memenuhi kewajiban perusahaan, digunakan oleh Karen Wruck (1990).

4. Rendahnya Interest Coverage Ratio, atau EBITDA negatif, digunakan oleh Assquith, et.al. (1991) dan Pindando, et.al. (2006) 5. Perubahan harga ekuitas atau EBIT negatif, digunakan oleh John,

et.al. (1992) dan Platt (2004)

6. Stock – Based Insolvency yaitu kekayaan bersih negatif dan nilai asset kurang dari nilai hutang dan flow – based insolvency yaitu arus kas yang berjalan tidak cukup untuk memenuhi kewajiban, digunakan oleh Altman (1993)

(11)

7. Adanya arus kas yang lebih kecil dari hutang jangka panjang saat ini digunakan oleh Whitaker (1999)

8. Perusahaan diberhentikan operasinya atas wewenang pemerintah dan perusahaan tersebut dipersyaratkan untuk melakukan perencanaan restrukturisasi , digunakan oleh Tirapat dan Nittayagasetwat (1999) 9. Negatif EBITDA Interest Coverage, negatif EBIT, Negatif Net

Income digunakan oleh Platt (2004)

10. Beberapa tahun mengalami laba bersih operasi (net operating income

negatif) dan selama lebih dari satu tahun tidak melakukan

poembayaran deviden, digunakan oleh Almilia dan Kristijadi (2003) 11. Perusahaan mengalami delisted akibat laba bersih dan nilai buku

ekuitas negatif berturut-turut, serta perusahaan tersebut telah di

merger, digunakan oleh Almilia (2004)

12. Perusahaan yang selama dua tahun berturut-turut mengalami laba bersih (net income) negatif dan nilai buku ekuitas negatif, digunakan oleh Almilia (2006)

Definisi financial distress ini diperluas oleh Altman (1993) terkait pada ketidakmampuan membayar hutang. Hal ini dirumuskan dalam Black’s Law Dictionary sebagai : ketidakmampuan membayar hutang (insolvency), kondisi dari aset atau milik dan kewajiban seseorang yang dahulunya tersedia menjadi tidak cukup untuk melunasi hutang. Definisi ini mempunyai dua bagian yaitu Stock dan Flow. Keduanya menggambarkan mengenai ketidakmampuan membayar hutang (insolvency) stock-based

(12)

insolvency terjadi ketika perusahaan memiliki kekayaan bersih yang negatif

dan nilai aset kurang dari nilai hutang. Flow-based insolvency terjadi ketika arus kas yang berjalan tidak cukup untuk memenuhi kewajiban yang diminta. Flow-based insolvency mengacu pada ketidakmampuan perusahaan untuk membayar hutang.

Hofer (1980) dalam Platt (2004) mendefinisikan financial distress bilamana perusahaan mempunyai negatif net income. Whitaker (1999) menerangkan financial distress sebagai penurunan kondisi perusahaan dari kondisi sebelumnya. Penurunan kondisi perusahaan turun disebabkan

economic distress, penurunan industri operating income dan poor management, atau penurunan kondisi perusahaan relatif terhadap industri. Poor management didefinisikan sebagai kecenderungan penurunan operating income, selama lima tahun sebelumnya. Operating income

didefinisikan sebagai net sales dikurangi cost of good sold dikurangi penjualan, biaya umum dan administratif sebelum depresiasi dan sebelum gains dan losses pada penjualan aset.

Almilia dan Kristijadi (2003) mendefinisikan financial distress pada perusahaan yang dalam beberapa tahun mengalami laba bersih operasi (net

operating income negatif) dan selama lebih dari satu tahun tidak melakukan

pembayaran deviden. Kemudian Almilia (2004) mendefinisikan financial

distress sebagai perusahaan yang mengalami delisted akibat laba bersih dan

nilai buku ekuitas negatif berturut-turut serta perusahaan tersebut telah di merger. Almilia juga mendefinisikan financial distress sebagai perusahaan

(13)

yang selama dua tahun beturut-turut mengalami laba bersih (net income) negatif dan nilai buku ekuitas negatif tahun 2006.

Financial distress pada perusahaan dapat diatasi dengan beberapa cara yaitu:

1. Berhubungan dengan aset perusahaan yaitu dengan menjual aset-aset utama, melakukan merger dengan perusahaan lain, menurunkan pengeluaran dan biaya penelitian dan pengembangan.

2. Berhubungan dengan restrukturisasi keuangan yaitu dengan menerbitkan sekuritas baru, mengadakan negosiasi dengan bank dan kreditor, dan bankrut. Financial distress dapat melibatkan restrukturisasi aset ataupun restrukturisasi keuangan.

Gambar 2.2 Tahap Financial Distress (Ross, et.al. 2008.)

Financial Distress Melakukan restrukturisasi keuangan Likuidasi Merger dengan perusahaan lain Melakukan reorganisasi

dan berhasil bangkit kembali Melakukan atas prakarsa sendiri Melaksanakan atas putusan pengadilan Tidak melakukan restrukturisasi keuangan 49 % 51 % 47 % 53 % 10 % 7 % 3 %

(14)

Gambar diatas menjelaskan tahap-tahap financial distress perusahaan sampai dengan kepada kebangkrutan. Sejumlah 49 persen mendapatkan manfaat dari financial distress dengan merestrukturisasi aset mereka. Perusahaan yang tidak melakukan restrukturisasi keuangan melakukan penyehatan terhadap hutang sehingga mengubah prilaku perusahaan dan mendesak perusahaan untuk membuang bisnis mereka yang tidak berhubungan. Hal ini tejadi pada perusahaan Goodyear Tire and Rubber, ditahun 1986. Mereka memiliki cashflow perusahaan yang tidak cukup untuk menutupi pembayaran yang dibutuhkan dan mendesak untuk menjual

noncare bussinesses. Financial distress pada beberapa perusahaan

membawa perusahaan kepada bentuk organisasi baru dan strategi operasi yang baru.

Restrukturisasi keuangan dapat dilakukan sendiri atau dilakukan atas putusan pengadilan. Dalam gambar tersebut dijelaskan juga, bahwa hampir separuh restrukturisasi atas prakarsa sendiri. Dan yang melaksanakan restrukturisasi berdasarkan putusan pengadilan sejumlah 83 persen dapat melakukan reorganisasi dan meneruskan usahanya kembali.

Financial distress dapat menjadi “early warning” system perusahaan

sebagai tanda adanya masalah. Perusahaan yang memiliki banyak hutang akan mengalami financial distress lebih awal dari perusahaan yang memiliki sedikit hutang. Namun demikian perusahaan yang mengalami financial

(15)

distress lebih awal dapat mempunyai banyak waktu untuk melakukan

restrukturisasi atas prakarsa sendiri dan reorganisasi.

Faktor Keuangan Perusahaan Penyebab Financial Distress b.

Secara umum kegiatan perusahaan dapat dianggap sebagai suatu proses arus dana. Dimulai dengan proses penarikan dana dari berbagai sumber kemudian dilakukan pembelanjaan dana tersebut pada harta perusahaan, lalu dilakukan pengoperasian atas harta perusahaan tersebut, dilanjutkan dengan reinvestasi dana yang diperoleh dari operasioanal perusahaan dan diakhiri dengan pengembalian. Dengan mendasarkan kepada pengertian arus dana ini dapat dikatakan bahwa financial distress merupakan keburukan dari bisnis perusahaan. Salah satu penyebab terjadinya financial

distress adalah keburukan dalam pengelolaan bisnis (mismanagement)

perusahaan tersebut. Namun demikian dengan bervariasinya kondisi internal dan eksternal maka terdapat banyak hal lain yang juga dapat menyebabkan terjadinya financial distress pada suatu perusahaan.

Apabila ditinjau dari aspek keuangan, maka terdapat tiga keadaan yang dapat menyebabkan finaancial distress yaitu :

1. Faktor ketidakcukupan modal atau kekurangan modal.

Ketidakseimbangan aliran penerimaan uang yang bersumber pada penjualan atau penagihan piutang dengan pengeluaran uang untuk membiayai operasi perusahaan tidak mampu menarik dana untuk

(16)

memenuhi kekurangan dana tersebut, maka perusahaan akan berada pada kondisi tidak likuid.

2. Besarnya beban hutang dan bunga.

Apabila perusahaan mampu menarik dana dari luar, misalnya mendapatkan kredit dari bank untuk menutup kekurangan dana, maka masalah likuiditas perusahaan dapat teratasi untuk sementara waktu. Tetapi kemudian timbul persoalan baru yaitu adanya keterikatan keswajiban untuk membayar kembali pokok pinjaman dan bungan kredit. Walaupun demikian hal ini tidak membahayakan perusahaan dan masih memberikan keuntungan bagi perusahaan apabila tingkat bunga lebih rendah dari tingkat investasi harta (return on asset) dan perusahaan melakukan apa yang disebut dengan manajemen resiko atas hutang yang diterimanya.

3. Menderita kerugian

Pendapatan yang diperoleh perusahaan harus mampu menutup seluruh biaya yang dikeluarkan dan menghasilkan laba bersih. Besarnya laba bersih sangat penting bagi perusahaan dan meningkatkan ROE (return Of Equity) untuk menjamin kepentingan pemegang saham. Oleh karena itu perusahaan harus selalu berupaya meningkatkan pendapatan dan mengendalikan tingkat biaya. Ketidakmampuan perusahaan akan mengalami financial distress.

(17)

Ketiga aspek tersebut saling berkaitan. Oleh karena itu harus dijaga keseimbangan agar perusahaan terhindar dari kondisi financial distress yang mengarah kepada kebangkrutan. Caranya adalah dengan kemampuan memperoleh laba, likuiditas dan tingkat hutang dalam struktur permodalan.

Kemampuan laba adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba yang cukup dari modal yang digunakan. Jadi setiap pendapatan harus menghasilkan laba kotor (gross profit) jauh diatas biaya operasional agar menghasilkan laba kotor sisa yang disebut laba bersih (net profit). Setiap laba bersih kemudian harus diinvestasikan perusahaan guna memperbesar dana perusahaan.

Perusahaan harus menjaga kualitas dan tingkat investasi piutang dan persediaan dalam arti kecepatan mengubah kas dengan resiko yang paling kecil. Untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan salah satu caranya dengan mencari informasi dari laporan keuangan perusahaan.

Penelitian Terdahulu 4.

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang menguji tentang efektivitas rasio keuangan dalam memprediksi financial distress di suatu perusahaan, antara lain adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 PenelitianTerdahulu N o Peneliti dan Tahun Penelitian Judul

Penelitian Penelitian Metode Penelitian Variabel Penelitian Hasil 1 Neneng Sri Suprihatin dan H.Moch. Pengaruh Rasio Keuangan dan Analisis Regresi Logistik Variabel Independen X1 = Return Return On Asset, Fixed Assets to

(18)

Mansur (2016) Reputasi Underwriterter hadap Financial Distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia(BEI ) Periode 2005-2008 On Asset X2 = Retained Earning To Total Assets X3 = Stockholders Equity to Total Assets X4 = Debt Ratio X5= Fixed Assets to Total Assets X6 = Inventory to Net Sales X7 = Reputasi Underwriter Variabel Dependen Y = Financial Distress Total Assets, dan Inventory to Net Sales Retained Earning To Total Assets, Stockholders Equity to Total Asset, Debt Ratio dan Reputasi Underwriter tidak berpengaruh terhadap Financial Distress. 2 Ni Luh Made Ayu Widhiari dan Ni K. Lely Aryani Merkusiwati (2015) Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Operating Capacity dan Sales Growth terhadap Financial Distress Analisis Regresi Logistik Variabel Independen X1 = Rasio Likuiditas (Current Ratio) X2 = Rasio Leverage (Debt Ratio) X3 = Operating Capacity (Total Assets Turn Over) X4 = Sales Growth Variabel Dependen Y = Financial Distress Rasio Likuiditas (Current Ratio), Operating Capacity (Total Assets Turn Over) dan Sales Growth berpengaruh negatif terhadap Financial Distress sedangkan Rasio Leverage (Debt Ratio) tidak berpengaruh terhadap Financial Distress.

(19)

3 Aditya Wiratama Putra (2015) Pengaruh Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Analisis Regresi Logit Variabel Independen X1 = Current Ratio X2 = Perputaran Aktiva X3 = Debt Equity Ratio X4 = Net Profit Margin Variabel Dependen Y = Financial Distress Debt Equity Ratio berpengaruh positif terhadap financial distress. Net Profit Margin berpengaruh negatif terhadap financial distress. sedangkan Current Ratio, dan Perputaran Aktiva tidak berpengaruh terhadap financial distress. 4 Nurcahyono, Ketut Sudharma. (2014) Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Analisis Regresi Logit Variabel Independen X1 = Return On Asset X2 = Return On Equity X3 = Working Capital X4 = Profit Margin On Sales X5= Retained Earning To Total Assets X6 = Current Ratio Variabel Dependen Y = Financial Distress Return On Asset dan Retained Earning To Total Assets Memiliki pengaruh terhadap financial distress sedangkan Return On Equity, Working Capital, Profit Margin On Sales dan Current Ratio tidak berpengaruh terhadap financial distress.

(20)

5 Agus Baskoro Adi (2014) Analisis Rasio-Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Financial Distress Bank Devisa Periode 2006-2011 Analisis Regresi Logistik Variabel Independen X1 = Capital Adequacy Ratio X2 = Non Performing Loan X3 = Return On Asset X4 = Return On Equity X5= Net Interest Margin X6 = Loan to Deposit ratio X7 = Internal Rate of Return Variabel Dependen Y = Financial Distress Return On Asset, Return On Equity, dan Net Interest Margin berpengaruh signifikan terhadap Financial Distress sedangkan Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, Loan to Deposit ratio dan Internal Rate of Return tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress. 6 Kanya Nindita, Moeljadi, dan Nur Khusniyah Indrawati (2014) Prediction on Financial Distress of Mining Companies Listed in BEIusing Financial Variables and Non-Financial Variables Logistic

Regression Independen Variabel X1 = Current Ratio X2 = Cash Ratio X3 = Debt Ratio X4 = Return On Asset X5 = Day Sales in Receivable Ratio X6 = Managerial Ownership Ratio X7 = Institutional Current Ratio and Cash Ratio gave significant negative influence correlation coeficient. Debt ratio has significant effect on positive correlation coeficient. Return On Asset did not influence financial

(21)

Ownership Variabel Dependen Y = Financial Distress distress probability. Day Sales in Receivable Ratio and Managerial Ownership Ratio cannot be used to predict financial distress condition. Institutional Ownership ratio is not significant to be used as financial distress predictor. 7 Juniarti (2013) Good Corporate Governance and Predicting Financial Distress Using Logistic and Probit Regression Model Logistic

Regression Independen Variabel X1 = Good Corporate Governance X2 = Net Profit Margin X3 = Debt to Total Assets Ratio X4 = Current Ratio X5 = Industry Group Variabel Dependen Y = Financial Distress Net Profit Margin Significant Influence to Financial Distress. Good Corporate Governance, Debt to Total Assets, Current Ratio, and Industry Group did not influence to Financial Distress. 8 Corinna Wongsosudo no dan Chrissa (2013) Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Financial Distress Pada Analisis Regresi Logistik Variabel Independen X1 = Loan to Deposit ratio X2 = Loan to Asset Ratio Return On Asset berpengaruh terhadap Financial Distress

(22)

Perusahaan Sektor Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia X3 = Return On Asset X4 = Return On Equity X5= Capital Adequacy Ratio X6 = Debt to Equity Ratio Variabel Dependen Y = Financial Distress sedangkan Loan to Deposit ratio, Loan to Asset Ratio, Return On Equity, Capital Adequacy Ratio dan Debt to Equity Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress. 9 Amir Saleh dan Bambang Sudiyatno (2013) Pengaruh Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Probabilitas Kebangkrutan Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Metode Analisis Regresi Logistik Variabel Independen X1 = Current Ratio X2 = Debt Ratio X3 = Total Asset Turn Over X4 = Return On Asset X5 = Return On Equity Variabel Dependen Y = Probabilitas Kebangkrutan (Financial Distress) Current Ratio dan Total Asset Turn Over tidak berpengaruh signifikan terhadap probabilitas kebangkrutan (financial distress). Sedangkan Debt Ratio, Return On Asset, dan Return On Equity berpengaruh signifikan terhadap Probabilitas Kebangkruta n (Financial Distress) 10 Syahidul Haq, Muhamad Arfan, dan Dana Siswar Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Financial Metode Logit Regression Variabel Independen X1 = Current Ratio X2 = Debt Current Ratio, Debt Ratio, Net Profit Margin, dan

(23)

(2013) Distress (Studi Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia) Ratio X3 = Net Profit Margin X4 = Return On Equity Variabel Dependen Y = Financial Distress Return On Equity berpengaruh terhadap financial distress. 11 Flora Seshani (2013) Penggunaan Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Financial Distress Pada Sektor Infrastruktur , Utilitas dan Transportasi yang Terdaftar di BEI Logistic

Regression Independen Variabel X1 = Net Profit Margin X2 = Leverage Ratio X3 = Return On Equity X4 = Return On Investment Variabel Dependen Y = Financial Distress Leverage Ratio, dan Return On Investment berpengaruh terhadap financial distress sedangkan Return On Equity dan Net Profit Margin tidak berpengaruh terhadap financial distress 12 Kamaludin dan Karina Ayu Pribadi (2011) Prediksi Financial Distress Kasus Industri Manufaktur Pendekatan Model Regresi Logistik Analisis Regresi Logistik Variabel Independen X1 = Current Ratio X2 = Leverage Ratio X3 = Gross Profit Margin Ratio X4 = Inventory Turn Over Ratio X5 = Return On Equity Variabel Dependen Y = Financial Leverage Ratio, dan Return On Equity berpengaruh terhadap financial distress sedangkan Gross Profit Margin Ratio, Inventory Turn Over Ratio,dan Current Ratio tidak

(24)

Distress berpengaruh signifikan terhadap financial distress B. Rerangka Pemikiran

Berdasarkan kajian teori di atas, maka dapat disajikan rerangka pemikiran untuk menggambarkan hubungan pengaruh dari variabel independen dalam hal ini adalah net profit margin, return on asset, return on equity, dan current ratio terhadap variabel dependen financial distress. Adapun rerangka pemikiran yang menggambarkan hubungan tersebut adalah sebagai berikut :

Gambar 2.3 Rerangka Pemikiran

NET PROFIT MARGIN

(+) CURRENT RATIO (+) RETURN ON EQUITY (+) RETURN ON ASSET (+) FINANCIAL DISTRESS

(25)

C. Hipotesis

1. Hubungan Net Profit Margin dengan Kemungkinan Financial

Distress

Melalui net profit margin dapat diketahui apakah manajemen perusahaan bisa mempertahankan biaya dan beban secara relatif dengan penjualan. Apabila ternyata perusahaan memiliki net profit

margin yang rendah, maka nilai saham perusahaan tersebut

dikhawatirkan akan turun seiring dengan turunnya kepercayaan investor pada pengelolaan manajemen perusahaan. Penurunan harga saham akan berakibat kesulitan bagi perusahaan untuk mendapatkan tambahan sumber pembiayaan. Hal ini yang dapat memicu terjadinya

financial distress.

H1 = Net Profit Margin berpengaruh terhadap terjadinya financial

distress di suatu perusahaan

2. Hubungan Return on Asset dengan Kemungkinan Financial

Distress

Rasio ini mampu memberikan tolak ukur untuk menilai efektivitas dan efisiensi dari kegiatan operasional perusahaan. Apabila nilai Return On Asset semakin besar maka semakin besar perusahaan tersebut efektif dalam hal pengelolaan assetnya. Sebaliknya apabila semakin rendah nilai Return On Asset maka pengelolaan asset dalam

(26)

perusahaan tersebut dapat dikatakan tidak efektif sehingga dapat memicu penyebab perusahaan mengalami financial distress.

H2 = Return on Asset berpengaruh terhadap terjadinya financial

distress di suatu perusahaan

3. Hubungan Return on Equity dengan Kemungkinan Financial

Distress

Dengan nilai return on equity yang tinggi berarti perusahaan tersebut menguntungkan usahanya. Selain itu nilai yang tinggi juga berarti perusahaan tersebut menggunakan lebih sedikit pendanaan dengan hutang. Dengan semakin tingginya hutang yang dimiliki oleh suatu perusahaan, maka semakin tinggi pula perusahaan tersebut kemungkinan mengalami financial distress. Apabila return on equity tinggi, maka biaya hutang rendah, maka perusahaan akan terhindar dari kesulitan keuangan atau financial distress.

H3 = Return on Equity berpengaruh terhadap terjadinya financial

distress di suatu perusahaan

4. Hubungan Current Ratio dengan Kemungkinan Financial Distress Melalui current ratio dapat diketahui apakah hutang jangka pendek yang biasanya jatuh tempo dalam waktu 12 bulan bisa dibayar oleh perusahaan. Untuk bisa melunasi hutang jangka pendek

(27)

perusahaan, maka perusahaan tersebut harus memiliki curent ratio yang tinggi. Sebaliknya, apabila ternyata perusahaan memiliki current

asset yang rendah, atau jumlah current asset harus lebih kecil dari

jumlah current liabilities, maka perusahaan tersebut dikhawatirkan akan kesulitan dalam membayar hutang jangka pendeknya. Hal ini yang dapat memicu terjadinya financial distress.

H4 = current ratio berpengaruh terhadap prediksi terjadinya financial

Gambar

Gambar 2.1  Tujuan dan Fungsi Manajemen Keuangan Klasik  (Damodaran, 1997)
Gambar 2.2  Tahap Financial Distress (Ross, et.al. 2008.) Financial Distress Melakukan restrukturisasi keuangan  Likuidasi Merger dengan perusahaan lain Melakukan reorganisasi
Tabel 2.1  PenelitianTerdahulu  N o  Peneliti dan Tahun  Penelitian  Judul  Penelitian  Metode  Penelitian  Variabel  Penelitian  Hasil  Penelitian  1  Neneng Sri  Suprihatin  dan H.Moch
Gambar 2.3  Rerangka Pemikiran NET PROFIT MARGIN

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu upaya yang diberikan yakni melakukan pembuatan dan penenggelaman fish shelter (Rumah Ikan) di Perairan Pantai Rebo salah satunya di Karang Melantut yang

Jika Penawar yang Berjaya ingkar dalam mematuhi mana-mana syarat di atas atau membayar apa-apa wang yang harus dibayar, maka Pihak Pemegang Serahhak/Pemberi Pinjaman boleh

(2) Dalam meneruskan kotak suara dari seluruh TPS kepada PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, PPS membuat surat pengantar penyampaian kotak suara tersegel yang

Kasus yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seorang anak tunarungu yang memiliki kepercayaan diri yang rendah, kemudian dari kasus tersebut maka peneliti ingin

Serta mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap selisih tingkat bunga (interest rate spread) baik secara fundamental perbankan dan ekonomi secara makro sehingga

SDN Pekuncen 01 merupakan sekolah dasar yang berada di Jalan Mataram No 369 Desa Pekuncen Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap. Karena posisinya yang berada di tepi

APBN tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pasal 23 ayat (1) dijelaskan bahwa Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud

Hasil pengamatan teiiiadap waktu muncul gejala awal sampai larva mati setelah dianalisis menunjukkan berpengaruh nyata teiiiadap konsentrasi Beauveria bassiana dapat dilihat