• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

26 BAB 4

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Analisis

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data Material Tanah

Data material tanah yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Masukan data dalam program Plaxis sesuai dengan data yang telah didapatkan. Data material tanah dapat dilihat pada Tabel 4.1:

Tabel 4.1. Data Material Tanah γunsat (kN/m3) γsat (kN/m3) kx ky ν Eref (kN/m2) cref (kN/m2) ϕ (°) Lapisan 1 13 16 0,001 0,001 0,35 1560 7 22 Lapisan 2 14 17 0,001 0,001 0,35 4335 2 24 Lapisan 3 14 16 0,0001 0,0001 0,33 5000 10 24 Lapisan 4 12 14 0,001 0,001 0,35 5000 12 25 2. Data Material Sheet Pile

Material sheet pile yang digunakan adalah beton. Data material sheet pile sesuai dengan data sheet pile sebagai perkuatan eksisting (Tabel 4.2).

Tabel 4.2. Data Material Sheet Pile

EA (kN/m) EI (kNm2/m') W (kN/m/m') ν

Sheet pile 4,84 × 106 41339 3 0,2

3. Data Material Pile

Material pile yang digunakan adalah beton dengan data sebagai berikut: (Tabel 4.3) Tabel 4.3. Data Material Pile

Dimensi (cm) EA (kN/m) EI (kNm2/m') 25 × 25 367187,5 1912,435

30 × 30 634500 4758,750

(2)

commit to user 4.2. Hasil Analisis dan Pembahasan

4.2.1. Hasil Analisis Lereng Tanpa Perkuatan

Setelah dilakukan pengumpulan data dan pemodelan menggunakan Plaxis 8.2, dilakukan analisis. Salah satunya adalah analisis lereng tanpa perkuatan. Didapatkan nilai SF pada analisis ini sebesar 1,068. Gambar 4.2 menunjukkan grafik angka keamanan (SF) dengan langkah perhitungan pada Plaxis. Bidang gelincir pada lereng juga dapat diketahui setelah proses perhitungan selesai (Gambar 4.1). Gambar 4.3 menunjukkan deformasi lereng sebelum diperkuat.

Gambar 4.1. Bidang Gelincir Lereng Tanpa Perkuatan

(3)

commit to user

Extreme Displacement : 3,42 × 10-3 m Gambar 4.3. Deformasi Lereng Tanpa Perkuatan

4.2.2. Hasil Analisis Lereng dengan Perkuatan Pile

Analisis lereng dengan perkuatan pile dilakukan setelah proses analisis lereng tanpa perkuatan. Dengan memperhatikan bidang gelincir lereng tanpa perkuatan, dapat ditentukan kedalaman pile yang akan digunakan. Sehingga didapatkan variasi kedalaman pile yang kemudian dijadikan salah satu bagian dari variasi analisis perkuatan pile. Konfigurasi analisis lereng dapat dilihat pada gambar 4.4 dan 4.5.

Gambar 4.4. Konfigurasi Pile pada Lereng dengan Jarak 2 m

(4)

commit to user

Gambar 4.5. Konfigurasi Pile pada Lereng dengan Jarak 5 m

Pada analisis menggunakan Plaxis, dapat diketahui bidang gelincir lereng setelah mendapat perkuatan. Gambar 4.6 dan Gambar 4.7 menunjukkan bidang gelincir lereng setelah diperkuat dengan pile.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4.6. Bidang Gelincir pada Lereng Setelah Diperkuat Pile 25×25 cm dengan Jarak Antar Pile 2 m: (a) Kedalaman Pile 5 m (b) Kedalaman Pile 6,25 m (c) Kedalaman Pile 7,5 m (d) Kedalaman Pile 10 m

(5)

commit to user

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4.7. Bidang Gelincir pada Lereng Setelah Diperkuat Pile 25×25 cm dengan Jarak Antar Pile 5 m: (a) Kedalaman Pile 5 m (b) Kedalaman Pile 6,25 m (c) Kedalaman Pile 7,5 m (d) Kedalaman Pile 10 m

Terdapat perubahan bidang gelincir setelah diperkuat dengan sebelum diperkuat. Pada bidang gelincir lereng yang telah diperkuat dengan pile, bagian bidang gelincir yang paling rawan longsor memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan pada bidang gelincir lereng yang belum diberi perkuatan. Hal ini merupakan akibat dari pemberian perkuatan.

Extreme Displacement : 6,35 × 10-3 m (a)

Extreme Displacement : 7,11 × 10-3 m (b)

(6)

commit to user

Extreme Displacement : 7,31 × 10-3 m (c)

Extreme Displacement : 6,96 × 10-3 m (d)

Gambar 4.8. Deformasi pada Lereng Setelah Diperkuat Pile 25×25 cm dengan Jarak Antar Pile 2 m: (a) Kedalaman Pile 5 m (b) Kedalaman Pile 6,25 m (c) Kedalaman Pile 7,5 m (d) Kedalaman Pile 10 m

Extreme Displacement : 6,83 × 10-3 m (a) Extreme Displacement : 7,24 × 10-3 m (b) Extreme Displacement : 7,43 × 10-3 m (c) Extreme Displacement : 7,25 × 10-3 m (d)

Gambar 4.9. Deformasi pada Lereng Setelah Diperkuat Pile 25×25 cm dengan Jarak Antar Pile 5 m: (a) Kedalaman Pile 5 m (b) Kedalaman Pile 6,25 m (c) Kedalaman Pile 7,5 m (d) Kedalaman Pile 10 m

Gambar 4.8 dan Gambar 4.9 menunjukkan deformasi lereng setelah mendapat perkuatan pile. Meskipun bidang gelincir lereng berkurang dan angka keamanan (SF)

(7)

commit to user

bertambah setelah mendapat perkuatan, deformasi akan tetap terjadi pada tubuh lereng. Deformasi berhubungan erat dengan beban, sehingga deformasi terbesar akan terletak pada pile paling bawah karena menanggung beban yang paling besar. Besarnya deformasi lereng setelah mendapat perkuatan akan lebih besar daripada lereng sebelum mendapat perkuatan. Karena terdapat tambahan beban oleh perkuatan pile, sehingga deformasi lereng juga bertambah.

Tabel 4.4. Hasil Analisis Lereng dengan Perkuatan Pile Jarak Antar Pile (m) Dimensi Pile (cm) Kedalaman

(m) SF 2 (Kasus A) 25 × 25 5 1,338 6,25 1,476 7,5 1,649 10 1,982 30 × 30 5 1,326 6,25 1,464 7,5 1,635 10 1,972 40 × 40 5 1,295 6,25 1,436 7,5 1,605 10 1,945 5 (Kasus B) 25 × 25 5 1,323 6,25 1,455 7,5 1,611 10 1,946 30 × 30 5 1,322 6,25 1,456 7,5 1,614 10 1,947 40 × 40 5 1,316 6,25 1,453 7,5 1,621 10 1,947

Tabel 4.4 merupakan tabel rekap hasil perhitungan SF dengan menggunakan Plaxis. Berdasarkan Tabel 4.4, dimensi mempengaruhi nilai SF. Dimana semakin besar dimensi maka nilai angka keamanan akan mengalami penurunan walau besar perbedaannya kurang dari 0,1. Hal ini dapat terjadi karena semakin besar dimensi, berat pile juga akan bertambah besar. Sehingga menambah beban pada lereng yang

(8)

commit to user

kemudian menjadi gaya gelincir tambahan baik pada perkuatan pile dengan jarak antar

pile 2 m (Kasus A) dan pile dengan jarak antar pile 5 m (Kasus B).

Jarak antar pile juga memiliki pengaruh terhadap nilai angka keamanan. Jarak antar

pile yang semakin rapat akan memberikan tambahan gaya penahan gelincir yang

semakin besar. Sehingga dengan bertambahnya gaya penahan gelincir, maka kemungkinan untuk terjadi longsor akan semakin kecil dan angka keamanan (SF) akan semakin besar.

Dari Tabel 4.4 dapat dibuat grafik yang menghubungkan angka keamanan dengan kedalaman pile. Pembuatan grafik ini akan mempermudah dalam menganalisis hubungan kedalaman pile dengan angka keamanan (SF). Hubungan angka keamanan dengan kedalaman pile untuk jarak 2 m (Kasus A) dan 5 m (Kasus B) dapat dilihat pada Gambar 4.10 dan Gambar 4.11.

Gambar 4.10. Grafik Hubungan Angka Keamanan (SF) dengan Kedalaman Pile pada Jarak Antar Pile 2 m

1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 0 2 4 6 8 10 12 SF Kedalaman (m) Dimensi 25x25 Dimensi 30x30 Dimensi 40x40

(9)

commit to user

Gambar 4.11. Grafik Hubungan Angka Keamanan (SF) dengan Kedalaman Pile pada Jarak Antar Pile 5 m

Pada Gambar 4.10 dan Gambar 4.11 didapatkan hasil SF terhadap kedalaman pile akan semakin meningkat. Pada jarak antar pile 2 m (Kasus A) nilai SF akan semakin meningkat dengan pertambahan kedalaman. Hal ini terjadi karena bila panjang pile semakin besar, maka panjang permukaan pile yang menahan gaya gelincir tanah juga semakin besar. Sehingga gaya penahan tanah yang disebabkan dari perkuatan pile akan menjadi semakin besar dan nilai faktor keamanannya (SF) juga akan bertambah. Pada jarak antar pile 5 m (Kasus B) nilai SF akan semakin meningkat dengan pertambahan kedalaman. Karena adanya pertambahan gaya penahan gelincir yang menyebabkan meningkatnya nilai SF. Perkuatan pile dengan jarak antar pile 2 m dan 5 m memiliki hasil SF yang hampir sama untuk setiap variasi dimensi dan kedalaman. Sehingga variasi kedalaman, dimensi, dan jarak antar pile tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap nilai SF.

1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 0 2 4 6 8 10 12 SF Kedalaman (m) Dimensi 25x25 Dimensi 30x30 Dimensi 40x40 Tanpa Perkuatan

(10)

commit to user

Gambar 4.12. Grafik Analisis Tambahan Hubungan Angka Keamanan (SF) dengan Kedalaman Pile pada Jarak Antar Pile 2 m

Gambar 4.13. Grafik Analisis Tambahan Hubungan Angka Keamanan (SF) dengan Kedalaman Pile pada Jarak Antar Pile 5 m

Gambar 4.12 dan Gambar 4.13 menunjukkan analisis tambahan untuk mengetahui keadaan lereng apabila diberi perkuatan pile dengan kedalaman 1 m dan 3 m untuk setiap variasi jarak antar pile. Lereng mengalami keruntuhan saat diberikan perkuatan

pile berjarak 2 m (Kasus A) dengan kedalaman 1 m dan 3 m. Hal ini terjadi karena

fungsi pile pada kondisi ini belum menjadi perkuatan namun masih merupakan beban 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 0 2 4 6 8 10 12 SF Kedalaman (m) Dimensi 25x25 Dimensi 30x30 Dimensi 40x40 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 0 2 4 6 8 10 12 SF Kedalaman (m) Dimensi 25x25 Dimensi 30x30 Dimensi 40x40

(11)

commit to user

tambahan bagi lereng. Nilai SF pada perkuatan pile berjarak 2 m mulai naik secara signifikan pada kedalaman 5 m. Pada perkuatan lereng dengan pile berjarak 5 m (Kasus B), nilai angka keamanan (SF) mengalami peningkatan dan lereng tidak mengalami keruntuhan. Hal ini disebabkan karena jarak pile yang relatif besar, sehingga beban yang diberikan lebih kecil daripada tahanan gaya gelincirnya. Pile pada kondisi ini berfungsi sebagai perkuatan tambahan lereng. Nilai SF pada perkuatan pile berjarak 5 m mulai naik secara signifikan pada kedalaman 3 m.

Gambar 4.14 hingga Gambar 4.17 menunjukkan hubungan antara dimensi pile dengan angka keamanan (SF) untuk setiap konfigurasi kedalaman pile.

Gambar 4.14. Grafik Hubungan Dimensi Pile dengan Angka Keamanan (SF) pada Kedalaman 5 m 1.25 1.27 1.29 1.31 1.33 1.35 20 25 30 35 40 45 SF Dimensi (cm) Jarak 2 m Jarak 5 m

(12)

commit to user

Gambar 4.15. Grafik Hubungan Dimensi Pile dengan Angka Keamanan (SF) pada Kedalaman 6,25 m

Gambar 4.16. Grafik Hubungan Dimensi Pile dengan Angka Keamanan (SF) pada Kedalaman 7,5 m 1.37 1.39 1.41 1.43 1.45 1.47 1.49 20 25 30 35 40 45 SF Dimensi (cm) Jarak 2 m Jarak 5 m 1.55 1.57 1.59 1.61 1.63 1.65 1.67 20 25 30 35 40 45 SF Dimensi (cm) Jarak 2 m Jarak 5 m

(13)

commit to user

Gambar 4.17. Grafik Hubungan Dimensi Pile dengan Angka Keamanan (SF) pada Kedalaman 10 m

Dari Gambar 4.14 hingga Gambar 4.17, nilai SF pada setiap kedalaman dengan jarak antar pile 2 m (Kasus A) mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya dimensi pile. Pada perkuatan pile dengan jarak antar pile 5 m (Kasus B), nilai SF cenderung konstan di setiap kedalaman meski dimensi pile bertambah.

4.2.3. Hasil Analisis Lereng dengan Perkuatan Sheet Pile

Analisis lereng dengan perkuatan sheet pile dilakukan sama seperti analisis lereng dengan pile. Konfigurasi sheet pile kasus 1 (Gambar 4.18) menunjukkan letak pemasangan sheet pile di lapisan tanah 1. Gambar 4.19 menunjukkan konfigurasi sheet

pile kasus 2 yang dipasang di antara lapisan tanah 1 dan 2. Konfigurasi sheet pile

Kasus 3 ditunjukkan pada Gambar 4.20 dengan pemasangan sheet pile pada lapisan tanah 2.

Gambar 4.18. Konfigurasi Sheet Pile Kasus 1 pada Lereng 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 2 2.1 20 25 30 35 40 45 SF Dimensi (cm) Jarak 2 m Jarak 5 m

(14)

commit to user

Gambar 4.19. Konfigurasi Sheet Pile Kasus 2 pada Lereng

Gambar 4.20. Konfigurasi Sheet Pile Kasus 3 pada Lereng

Dilakukan analisis lereng dengan perkuatan sheet pile sesuai dengan konfigurasinya. Setelah dilakukan analisis, didapatkan hasil berupa bidang gelincir, deformasi lereng, dan nilai angka keamanan (SF).

(15)

commit to user

(c) (d)

Gambar 4.21. Bidang Gelincir pada Lereng Setelah Diperkuat Sheet Pile pada Kasus 1: (a) Kedalaman Sheet Pile 5 m (b) Kedalaman Sheet Pile 6,25 m (c) Kedalaman Sheet Pile 7,5 m (d) Kedalaman Pile 10 m

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4.22. Bidang Gelincir pada Lereng Setelah Diperkuat Sheet Pile pada Kasus 2: (a) Kedalaman Sheet Pile 5 m (b) Kedalaman Sheet Pile 6,25 m (c) Kedalaman Sheet Pile 7,5 m (d) Kedalaman Sheet Pile 10 m

(16)

commit to user

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4.23. Bidang Gelincir pada Lereng Setelah Diperkuat Sheet Pile pada Kasus 3: (a) Kedalaman Sheet Pile 5 m (b) Kedalaman Sheet Pile 6,25 m (c) Kedalaman Sheet Pile 7,5 m (d) Kedalaman Sheet Pile 10 m

Gambar 4.21 hingga Gambar 4.23 menunjukkan bidang gelincir lereng setelah diperkuat sheet pile pada Kasus 1, Kasus 2, dan Kasus 3. Gambar 4.24 dan Gambar 4.25 menunjukkan deformasi pada lereng setelah diperkuat sheet pile pada Kasus 1 dan Kasus 2

Extreme Displacement : 5,74 × 10-3 m (a)

Extreme Displacement : 6,85 × 10-3 m (b)

(17)

commit to user

Extreme Displacement : 5,98 × 10-3 m (c)

Extreme Displacement : 6,05 × 10-3 m (d)

Gambar 4.24. Deformasi pada Lereng Setelah Diperkuat Sheet Pile pada Kasus 1: (a) Kedalaman Sheet Pile 5 m (b) Kedalaman Sheet Pile 6,25 m (c) Kedalaman Sheet Pile 7,5 m (d) Kedalaman Sheet Pile 10 m

Extreme Displacement : 4,28 × 10-3 m (a) Extreme Displacement : 4,39 × 10-3 m (b) Extreme Displacement : 4,46 × 10-3 m (c) Extreme Displacement : 4,46 × 10 -3 m (d)

Gambar 4.25. Deformasi pada Lereng Setelah Diperkuat Sheet Pile pada Kasus 2: (a) Kedalaman Sheet Pile 5 m (b) Kedalaman Sheet Pile 6,25 m (c) Kedalaman Sheet Pile 7,5 m (d) Kedalaman Sheet Pile 10 m

(18)

commit to user

Gambar 4.21 hingga Gambar 4.23 menunjukkan bidang gelincir lereng setelah diperkuat sheet pile. Seperti halnya dengan lereng yang diperkuat dengan pile, lereng yang diperkuat sheet pile juga mengalami perubahan bidang gelincir. Pada Kasus 1, bidang gelincir lereng yang semula berada di sepanjang bidang miring lereng menjadi lebih kecil di bagian bawah perkuatan. Karena pada Kasus 1 perkuatan diletakkan di bagian atas sehingga hanya menahan lereng dari kelongsoran di bagian atas, sedangkan bagian bawah dari perkuatan akan luput dari perkuatan. Bidang gelincir Kasus 2 berada di atas perkuatan dan di bawah perkuatan. Dan pada Kasus 3, bidang gelincir lereng berubah menjadi di atas perkuatan.

Deformasi lereng juga terjadi pada lereng dengan perkuatan sheet pile (Gambar 4.24 dan Gambar 4.26). Deformasi lereng pada Kasus 1 lebih besar daripada Kasus 2. Karena beban yang ditanggung perkuatan Kasus 1 lebih besar daripada Kasus 2. Deformasi lereng setelah mendapat perkuatan sheet pile lebih besar dibandingkan dengan deformasi lereng sebelum mendapat perkuatan. Hal ini disebabkan karena tambahan beban oleh perkuatan.

Tabel 4.5. Hasil Analisis Lereng dengan Perkuatan Sheet Pile Posisi Sheet Pile Kedalaman

(m) SF

Kasus 1 (Lapisan tanah 1)

5 1,087

6,25 1,118

7,5 1,156

10 1,135

Kasus 2 (Antara lapisan 1 dan 2)

5 1,162

6,25 1,303

7,5 1,438

10 1,748

Kasus 3 (Lapisan tanah 2)

5 1,236

6,25 1,356

7,5 1,346

10 1,334

Dari Tabel 4.5 dapat dibuat grafik yang menghubungkan angka keamanan dengan kedalaman sheet pile. Pembuatan grafik ini akan mempermudah dalam menganalisis hubungan kedalaman sheet pile dengan angka keamanan (SF). Hubungan angka keamanan dengan kedalaman sheet pile dapat dilihat pada Gambar 4.26. Analisis

(19)

commit to user

tambahan juga dilakukan pada perkuatan sheet pile untuk mengetahui nilai angka keamanan sebelum variasi kedalaman sheet pile. Kedalaman tambahan yang dianalisis adalah 3 m. Gambar 4.27 menunjukkan grafik analisis tambahan hubungan angka keamanan (SF) dengan kedalaman sheet pile.

Gambar 4.26. Grafik Hubungan Angka Keamanan (SF) dengan Kedalaman Sheet Pile Pada Gambar 4.26 besar angka keamanan akan semakin meningkat seiring dengan perubahan peletakan sheet pile. Sheet pile pada Kasus 1 mempunyai nilai SF yang lebih kecil daripada sheet pile pada Kasus 2. Hal ini dipengaruhi oleh properti tanah yang dilewati oleh sheet pile. Pada Kasus 1, sheet pile melewati Lapisn tanah 1, Lapisan tanah 2, dan Lapisan tanah 3. Sedangkan Kasus 2, sheet pile melewati Lapisan tanah 2, Lapisan tanah 3, dan Lapisan tanah 4. Perbedaan properti tanah mempengaruhi besarnya variabel perkuatan pada sheet pile. Misal nilai Kp pada Lapisan tanah 1 lebh kecil daripada Lapisan tanah 2. Nilai Ka dan Kp dipengaruhi oleh sudut gesek. Lapisan tanah 1 mempunyai sudut gesek yang lebih kecil. Posisi peletakan yang berbeda akan memberikan nilai properti tanah yang berbeda sehingga mempengaruhi nilai angka keamanan (SF).

Sheet pile yang diletakkan di antara Lapisan tanah 1 dan Lapisan tanah 2 (Kasus 2)

memiliki nilai angka keamanan lebih besar daripada sheet pile yang diletakkan di 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 4 5 6 7 8 9 10 11 SF Kedalaman (m) Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3 Tanpa Perkuatan

(20)

commit to user

Lapisan tanah 2 (Kasus 3). Ini dapat terjadi karena beban yang diterima sheet pile Kasus 2 lebih kecil daripada sheet pile Kasus 3, sehingga nilai SF Kasus 2 lebih besar.

Gambar 4.27. Grafik Analisis Tambahan Hubungan Angka Keamanan (SF) dengan Kedalaman Sheet Pile

Pada Gambar 4.27 Sheet pile Lapisan tanah 1 (Kasus 1) mengalami peningkatan nilai

SF hingga kedalaman 7,5 m. Kemudian nilai SF konstan di kedalaman berikutnya.

Sedangkan pada Lapisan tanah 2 (Kasus 3), nilai SF meningkat hingga kedalaman 6,25 m dan menjadi konstan hingga kedalaman 10 m penanaman. Nilai SF pada sheet

pile yang diletakkan di antara Lapisan tanah 1 dan Lapisan tanah 2 (Kasus 2) terus

mengalami peningkatan hingga kedalaman 10 m. 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 SF Kedalaman (m) Kasus 1 Kasus 2 Kasus 3

Gambar

Tabel 4.1. Data Material Tanah  γ unsat (kN/m 3 )  γ sat  (kN/m 3 ) k x k y ν  E ref  (kN/m 2 )  c ref  (kN/m 2 )  ϕ  (°)  Lapisan 1   13  16  0,001  0,001  0,35  1560  7  22  Lapisan 2   14  17  0,001  0,001  0,35  4335  2  24  Lapisan 3   14  16  0,0001
Gambar 4.1. Bidang Gelincir Lereng Tanpa Perkuatan
Gambar 4.4. Konfigurasi Pile pada Lereng dengan Jarak 2 m
Gambar 4.5. Konfigurasi Pile pada Lereng dengan Jarak 5 m
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dilain pihak bahan kimia khusus untuk memproduksi sekrup panjang hanya tersedia untuk mengolah 30.000 buah; dan bagian pengepakan hanya mampu mengepak 50.000 buah perhari..

Sehingga kita merencanakan bangunan dengan elemen-elemen struktur tidak dibuat sama kuat terhadap gaya yang direncanakan, tetapi ada elemen-elemen struktur atau titik

Rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana tindakan medik dikategorikan sebagai tindak pidana berdasarkan peraturan perundang-undangan,

a) Bagi siswa, dengan penerapan media gambar diharapkan dapat meningkatkan Hasil Belajar. b) memberikan sumbangan kepada guru/calon guru dalam menyusun strategi

Kelompok pengeluaran yang mengalami kenaikan tertinggi terjadi pada Juli 2015 adalah kelompok sandang yang naik sebesar 2,70 persen. Pada Juli 2014 yang lalu Nusa Tenggara

 Merujuk dari hasil validasi oleh validator, respon mahasiswa serta observasi dikelas dalam kegiatan pembelajaran, modul pembelajaran wiper dan washer yang dihasilkan

Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama- sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, bangsa dan masyarakat dengan cara tidak

[r]