Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugerah-Nya sehingga penyusunan buku Tinjauan Ekonomi Regional (TER) triwulan II-2009 dapat diterbitkan. Penyusunan publikasi TER dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan Bank Indonesia dalam mempertajam informasi tentang perekonomian nasional dalam perspektif regional sehingga dapat mendukung formulasi kebijakan moneter Bank Indonesia. Selain itu, TER juga ditujukan sebagai bahan informasi ataupun masukan bagi stakeholder terkait.
Pada triwulan II-2009, perlambatan pertumbuhan ekonomi daerah tertahan oleh masih kuatnya konsumsi terutama akibat stimulus dari pengeluaran kampanye Pemilu Presiden dan perbaikan ekspor di beberapa daerah seiring dengan perbaikan ekonomi global terutama mitra dagang di emerging market. Sementara itu, pembiayaan ekonomi masih condong bersumber dari pembiayaan sendiri (
self-financing). Di sisi pergerakan harga di daerah , inflasi terus menunjukkan penurunan
meskipun di wilayah Kali-Sulampua tekanan harga masih terjadi.
Prospek ekonomi daerah pada triwulan III-2009 diperkirakan akan membaik dan diwarnai oleh perlambatan laju inflasi yang sedikit tertahan. Pemulihan ekonomi daerah diperkirakan akan didukung oleh terus membaiknya konsumsi dan ekspor, serta perbaikan investasi. Sementara tertahannya perlambatan laju inflasi daerah disebabkan oleh terus meningkatnya harga beberapa komoditas internasional yang menyebabkan imported inflation meningkat.
Ter akhir, k ami berharap semoga buku ini bermanfaat dan dapat memberikan masukan bagi berbagai pihak yang membutuhkan. Selanjutnya, kami sangat mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan .
Jakarta, 24 Juli 2009
DIREKTORAT RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER
DAFTAR ISI
I. KONDISI PEREKONOMIAN REGIONAL
A. Gambaran Umum ... 2
B. Wilayah Sumatera ... 4
C. Wilayah Jakarta ... 7
D. Wilayah Jabalnustra ... 11
E. Wilayah Kali-Sulampua ... 16
II. PROSPEK ... 21
III. ISU STRATEGIS Dampak Krisis Ekonomi Global Terhadap Kinerja UMKM ... 22
IV. KEBIJAKAN YANG DITEMPUH ... 24
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi : Biro Kebijakan Moneter
Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia
Ged. Sjafruddin Prawiranegara lt. 18 Kompleks Bank Indonesia
I. KONDISI PEREKONOMIAN REGIONAL
A. Gambaran Umum
Kinerja perekonomian daerah pada triwulan II-2009 diperkirakan masih diwarnai
oleh masih kuatnya konsumsi akibat aktivitas kampanye Pemilu Presiden dan adanya perbaikan ekspor pada produk utama di beberapa daerah setelah
mengalami perlambatan pada periode sebelumnya. Menguatnya konsumsi terjadi di
sebagian besar provinsi yang berada di zona Jabalnustra, Sumatera, dan Jakarta. S ementara itu, perlambatan ekspor yang terjadi pada triwulan-triwulan sebelumnya mulai tertahan seiring dengan membaiknya ekspor beberapa komoditas utama di daerah. Membaiknya konsumsi di wilayah Jabalnustra dan Jakarta telah menyebabkan perlambatan ekonomi yang lebih dalam di kedua wilayah dapat teredam. Sementara itu, kuatnya konsumsi dan ekspor di Sumatera telah menyebabkan pertumbuhan ekonomi meningkat. Di Kali -Sulampua, meningkatnya pertumbuhan ekonomi bersumber dari semakin menguatnya ekspor, khususnya ekspor produk primer. Di satu sisi, melambatnya ekonomi Jabalnustra dan Jakarta, sedangkan di sisi lain ekonomi Sumatera dan Kali-Sulampua yang membaik telah menyebabkan variasi pertumbuhan PDRB menyempit, yaitu dari kisaran 1,7% s.d 11,0% pada triwulan I-2009 menjadi 2,9 s.d 9,9%. Menyempitnya kisaran pertumbuhan ekonomi daerah ini mencerminkan antara lain bahwa variasi kepekaan daerah terhadap dampak dari krisis keuangan global yang berbeda, dimana terdapat daerah-daerah yang relatif cepat pulih dari dampak krisis keuangan global.
Di sisi sektoral, teredamnya perlambatan pertumbuhan di Jabalnustra dan Jakarta, serta membaiknya pertumbuhan di Sumatera dan Kali-Sulampua selama triwulan
II-2 009 diperkirakan bersumber dari menguatnya sektor -sektor utama di
masing-masing wilayah. S ektor pertanian mengalami peningkatan yang disebabkan
terjadinya panen pada subsektor tanaman bahan makanan (tabama) di Jabalnustra, Sumatera, dan Sulampua serta subsektor perkebunan di Sumatera dan Kalimantan. Di sektor pertambangan, peningkatan kinerja terjadi di Sumatera dan Kali -Sulampua, khususnya untuk pertambangan nonmigas. Di sektor bangunan, peningkatan kinerja bangunan terjadi di Jakarta dan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi di Jakarta.
Di sisi pembiayaan, melambatnya pertumbuhan kredit dan masih rendahnya realisasi pengeluaran APBD tidak sepenuhnya mempengaruhi pembiayaan
self-financing. Kredit di daerah mengalami pertumbuhan yang melambat terutama di wilayah Jabalnustra, Sumatera, dan Jakarta. Sementara itu, realisasi pengeluaran APBD masih relatif rendah terutama untuk belanja modal, meskipun di beberapa provinsi tingkat realisasi belanja sudah mulai meningkat . Pembiayaan ekonomi selama triwulan II-2009 diperkirakan masih didukung oleh self-financing, sebagaimana informasi yang diperoleh dari perusahaan langsung1 maupun survei
yang dilakukan terhadap sektor Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM).
Di sisi harga, laju inflasi pada triwulan II-2009 di seluruh wilayah masih
melambat, bahkan di beberapa kota secara bulanan (m-t-m) mengalami deflasi.
Dari 66 kota yang dipantau perkembangan harganya terdapat 47 kota yang mengalami inflasi dan 19 kota yang mengalami deflasi. Melambatnya tekanan inflasi daerah terutama bersumber dari turunnya inflasi kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi. Walaupun terjadi perlambatan laju inflasi, namun masih terdapat 37 kota yang mengalami inflasi di atas inflasi nasional, dimana sebagian besar berada di wilayah Jabalnustra dan Kali-Sulampua.
Prospek perekonomian daerah pada triwulan III-2009 diperkirakan menunjukkan indikasi membaik dan diikuti oleh perlambatan laju inflasi daerah yang sedikit
tertahan. Sumber pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan berasal dari ekspor dan
konsumsi, serta investasi. Ekspor diperkirakan masih akan meningkat seiring membaiknya perekonomian dunia terutama di negara mitra dagang. Konsumsi masih akan melanjutkan pemulihan seiring meningkatnya daya beli akibat naiknya harga komoditas ekspor dan membaiknya keyakinan masyarakat paska Pemilu. S ementara investasi diperkirakan pulih seiring positifnya persepsi investor atas kelancaran Pemilu dan meningkatnya realisasi belanja modal APBN dan APBD mulai triwulan III-2009. Namun demikian, pemulihan ekonomi daerah akan terhambat apabila beberapa tantangan tidak teratasi dengan baik, diantaranya masih rendahnya daya serap APBN dan APBD termasuk program stimulus infrastruktur. Di sisi lain, meningkatnya harga minyak dunia dapat mempengaruhi biaya yang dikeluarkan oleh perekonomian .
Di sisi inflasi, prospek tekanan terhadap harga-harga yang cenderung terus
melambat selama ini akan dapat sedikit tertahan. Faktor yang dapat menahan
perlambatan inflasi di daerah tersebut adalah : (1) Terus meningkatnya harga
komoditas internasional; dan (2) Perbaikan konsumsi di daerah-daerah yang meningkat pendapatannya akibat naiknya harga komoditas perkebunan.
B. Wilayah Sumatera
Perekonomian wilayah Sumatera pada triwulan II-2009 mengalami pertumbuhan
yang meningkat tipis dari sebesar 3,1 % pada triwulan I-2009 menjadi 3 ,2 % (yoy).
Sumber peningkatan pertumbuhan secara umum terutama berasal dari kenaikan pertumbuhan ekonomi di provinsi-provinsi di zona Sumatera bagian Selatan dan Utara. Sementara, provinsi -provinsi di zona Sumatera bagian Tengah secara umum mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi (Tabel 1).
Tabel 1
Pertumbuhan PDRB di Sumatera
I II III IV I II
Wilayah Sumatera 4.8 4.9 5.1 4.2 3.1 3.2
Zona Sumatera Bagian Utara 2.5 1.9 2.7 3.8 2.2 2.9
Zona Sumatera Bagian Tengah 5.2 7.1 6.8 5.4 4.1 3.1
Zona Sumatera Bagian Selatan 7.1 5.4 5.4 2.6 2.7 3.7
sumber : BPS (diolah) Ket : * proyeksi BI
2009*
Wilayah/Zona 2008
Di sisi permintaan, sumber peningkatan pertumbuhan PDRB wilayah Sumatera berasal dari meningkatnya konsumsi rumah tangga dan didukung oleh perbaikan
ekspor. Meningkatnya konsumsi di Sumatera disebabkan oleh membaiknya daya beli
80
Di sisi sektoral, peningkatan pertumbuhan beberapa sektor utama di Sumatera
telah memberikan sumbangan atas kenaikan pertumbuhan Sumatera (Tabel 2). Di
sektor pertanian, terjadinya panen raya pada tanaman padi serta meningkatnya produksi perkebunan yang dipicu oleh kenaikan harga komoditas di luar negeri telah menyebabkan perbaikan kinerja sektor pertanian. Pertumbuhan sektor industri pengolahan juga mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya kinerja industri pengolahan makanan khususnya yang berbahan baku komoditas perkebunan (CPO). Di perdagangan/hotel/restoran , membaiknya konsumsi di Sumatera telah mendorong peningkatan kinerja sektor perdagangan/hotel/restoran.
Tabel 2
Pertumbuhan Ekonomi per Sektor di Sumatera
I II III IV I II
Pertanian 6.3 5.7 5.3 -7.1 1.7 2.8
Pertambangan -3.2 -0.3 -1.0 -4.0 -0.3 -2.2
Industri Pengolahan -3.4 3.5 3.8 4.9 0.8 2.0
Listrik, Air Bersih, Gas 5.8 5.4 2.5 -1.2 6.0 5.8
Bangunan 9.8 8.4 7.9 -3.0 5.6 5.3
Perdagangan, Hotel, Restoran 6.5 6.1 7.5 -3.6 5.2 5.6
Pengangkutan, Komunikasi 9.1 8.0 9.2 0.5 8.3 7.6
Keuangan 12.7 10.3 12.2 4.0 4.9 5.9
Jasa-jasa 10.9 7.6 7.6 7.5 7.9 7.1
sumber : BPS (diolah) Ket : * proyeksi BI
2008 2009*
Kegiatan dan kinerja perbankan di Sumatera pada triwulan II-2009 cenderung
melambat. Kegiatan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh sebesar 15,7%2,
atau melambat dari triwulan I-2009 yang tumbuh sebesar 19,8%. Posisi total DPK pada periode laporan mencapai Rp2 39,49 triliun (Grafik 5). Di sisi kredit, pertumbuhan kredit secara riil yang disalurkan juga melambat dari 15,6% pada triwulan I-2009 menjadi 11,2%, dengan posisi kredit mencapai Rp170,1 triliun (Grafik 6). S ektor perdagangan, sektor industri, dan sektor pertanian masih menjadi penyerap kredit yang relatif besar di Sumatera. Berdasarkan kinerjanya, risiko kredit di Sumatera mulai menunjukkan peningkatan risiko sebagaimana tercermin dari rasio NPL yang mencapai 3,71% dibandingkan triwulan I-2009 yang mencapai 3,28%.
50
Posisi (triliun Rp) Pertumb (% yoy) DPK_Sumatera
Posisi (triliun Rp) Pertumb (% yoy)
Kredit_Sumatera
Grafik 5 Grafik 6
Perkembangan DPK di Sumatera Perkembangan Kredit di Sumatera
Disisi keuangan pemerintah, sampai dengan semester I-2009 perkembangan
realisasi APBD Provinsi se-Sumatera masih rendah. Masih rendahnya penyerapan
dana APBD tercermin dari d ana pemda di perbankan yang meningkat tajam dibandingkan periode yang sama dua tahun terakhir. Salah satu penyebabnya adalah keterlambatan mekanisme belanja APBD meskipun mekanisme transfer dana
perimbangan dari pusat ke daerah sudah semakin cepat. Rendahnya belanja APBD bersumber dari belanja modal pemerintah yang menurun tajam, terutama di Zona Sumbagut karena selesainya masa tugas Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh-Nias.
Perkembangan inflasi di wilayah Sumatera selama triwulan II-2009 menunjukkan
trend menurun (Grafik 7). Di wilayah Sumatera, inflasi tercatat cukup rendah yaitu
sebesar 0,05% (mtm) dan secara tahunan (yoy) turun dari 8,09% menjadi 3,03%3.
Deflasi (mtm) yang terjadi di zona Sumatera Bagian Utara dan Sumatera Bagian Tengah menjadi penyumbang terjadinya penurunan inflasi di wilayah ini, meskipun di zona Sumatera Bagian Selatan kembali mengalami inflasi setelah pada bulan sebelumnya mengalami deflasi. Pasokan bahan makanan dan distribusi yang memadai menjadi faktor terjadinya penurunan harga di wilayah ini. Sementara kenaikan harga di Sumatera Bagian Selatan dipengaruhi oleh harga minyak goren g dan emas perhiasan yang cenderung mengalami kenaikan (mtm). Dibandingkan dengan inflasi nasional, terdapat 4 kota di Sumatera yang mengalami inflasi diatas inflasi nasional, yaitu bandar Lampung, Lhokseumawe, Sibolga, dan Tanjung Pinang (Grafik 8).
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0
Jan-0 6
Apr-0 6
Jul-06 Oct-06 Jan-07Apr-07 Jul-07 Oct-07 Jan-0 8
Apr-0 8
Jul-08 Oct-08 Jan-09Apr-09
Sumatera Bag. Utara
Bag. Tengah Bag. Selatan % yoy
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0
Bandar Lampung
Lhokseumawe
Sibolga
Tj. Pinang Pekanbaru Bengkulu Banda Aceh Palembang Pkl. Pinang Padang Dumai
Pmtg Siantar
Batam Medan Pdg
Sidempuan
Jambi
% yoy
nasional
Grafik 7 Grafik 8
Inflasi Tahunan (yoy) di Sumatera Inflasi Kota di Sumatera
C. Wilayah Jakarta
Perekonomian wilayah Jakarta pada triwulan II-2009 mengalami pertumbuhan
yang relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya . Di sisi permintaan,
kestabilan pertumbuhan ekonomi bersumber dari konsumsi dengan tingkat pertumbuhan juga relatif stabil (Tabel 3). Stabilnya konsumsi disebabkan faktor masih tertahannya daya beli masyarakat, seperti gaji PNS dan pengurangan pajak
penghasilan. Bagi masyarakat menengah ke bawah, Pemprov DKI Jakarta telah memberik an bantuan berupa Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK), selain program lainnya seperti beras miskin dan BLT. Investasi diperkirakan akan melambat yang ditunjukkan oleh realisasi infrastruktur Pemprov, konsumsi semen (Grafik 9) dan impor barang modal (Grafik 10) . Sementara di sisi ekspor, perlambatan ekspor (Grafik 11) yang terjadi masih berlanjut tercermin dari rendahnya ekspor produk manufaktur (Grafik 12).
Tabel 3
Pertumbuhan PDRB Sisi Permintaan di Jakarta (%, yoy)
DKI Q1-2008 Q2-2008 Q3-2008 Q4-2008* 2008* Q1-2009* Q2-2009p
Konsumsi 7.7 6.1 6.4 6.5 6.7 6.2 6.2 - 6.6
* angka sementara BPS DKI Jakarta
p proyeksi BI
g.Kons Sem en Jkt (rhs) Sumber : Asosiasi Semen
Indonesia, diolah
g.Volum Impor Brg M odal (rhs)
Grafik 9 Grafik 10
M anufactured Goods Chem ical gM anufact ured Goods(rhs) gChem ical (rhs) Ekspor Komodit as Ut ama Jakart a
Grafik 11 Grafik 12
Total Ekspor di Jakarta Komoditi Ekspor Utama di Jakarta
Di sisi penawaran, perbaikan terjadi pada hampir semua sektor ekonomi utama
(Tabel 4). Sektor Perdagangan tumbuh sedikit lebih tinggi sebagai respons dari
konsumsi yang masih bertumbuh. Di pusat perbelanjaan sewa, tingkat hunian naik 0,9% dari kuartal sebelumnya menjadi 84%. Sementara tingkat hunian di pusat perbelanjaan strata title menin gkat menjadi 62%. Sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan sedikit mengalami perlambatan. Sub sektor komunikasi cenderung tumbuh menurun, ditengarai akibat terjadinya kejenuhan jumlah pelanggan seluler. Pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan masih ditopang oleh pertumbuhan sub sektor pengangkutan yang masih relatif baik, dengan perkembangan jumlah penumpang yang masih baik. Terlebih dengan diaktifkannya kembali stasiun Tanjung Priok dan pengoperasian Bus TransJakarta koridor VIII, mulai April 2009. Sektor Industri mulai tumbuh seiring dengan membaiknya ekspektasi terhadap kondisi kegiatan usaha dan bisnis setidaknya 6 bulan yang akan datang. Sektor Bangunan diperkirakan meningkat terutama karena tingginya animo untuk pembukaan gerai makanan dan minuman (food & beverages). Selain itu, beberapa toko elektronik skala besar telah membuka gerai di pusat perbelanjaan yang baru selesai dibangun atau direnovasi.
Tabel 4
Pertumbuhan PDRB Sisi Penawaran di Jakarta (%, yoy)
DKI Q1-2008 Q2-2008 Q3-2008 Q4-2008* 2008* Q1-2009* Q2-2009p
Pertanian 1.4 -0.3 0.7 1.4 0.8 1.4 (0.6) - (0.2)
Pertambangan 1.5 0.1 -0.3 0.0 1.3 0.4 0.1 - 0.3
Industri 4.1 3.8 3.9 3.6 4.0 1.6 (0.2) - 0.5
Listrik 6.8 7.0 5.6 5.9 6.3 6.2 6.2 - 6.6
Bangunan 7.5 7.6 7.8 7.8 7.8 6.3 6.3 - 6.7
Perdagangan 6.9 6.3 6.1 5.7 6.3 3.9 4.1 -4.5
Pengangkutan 15.0 14.8 15.0 15.0 15.0 15.6 14.9 -15.3
Keuangan 4.1 4.2 4.2 4.8 4.0 4.3 4.3 - 4.7
Jasa-jasa 6.3 6.1 6.0 5.9 6.0 5.5 5.6 - 6.0
PDRB 6.3 6.1 6.1 6.2 6.2 5.2 4.8 - 5.2
* angka sementara BPS DKI Jakarta
p proyeksi BI
Kegiatan dan kinerja perbankan di Jakarta pada triwulan II-2009 sedikit melambat.
Kegiatan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh sebesar 20,0%, atau lebih rendah dari triwulan I-2009 sebesar 22,9%, dengan total DPK akhir tahun mencapai Rp879,95 triliun4 (Grafik 13). Di sisi kredit, pertumbuhan kredit yang disalurkan terus
menurun dengan tingkat pertumbuhan secara riil mencapai 13,6% atau lebih rendah dibandingkan triwulan I-2009 sebesar 19,8% (Grafik 14). Berdasarkan jenis
penggunaannya, kredit pada triwulan laporan sebagian besar disalurkan dalam bentuk kredit modal kerja. Imbas krisis keuangan global yang menerpa perekonomian Jakarta telah berdampak pula terhadap risiko kredit di Jakarta sebagaimana tercermin pada meningkatnya Non Performing Loan (NPL) dari 4,5% pada triwulan I-2009 menjadi 4,65%.
50 150 250 350 450 550 650 750 850 950
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5
2007 2008 2009
-5 10 15 20 25
Posisi (triliun Rp) Pertumb (% yoy) DPK_Jakarta
40 140 240 340 440 540 640 740
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5
2007 2008 2009
0 5 10 15 20 25 30 35
Posisi (triliun Rp) Pertumb (% yoy)
Kredit_Jakarta
Grafik 13 Grafik 14
Perkembangan DPK di Jakarta Perkembangan Kredit di Jakarta
Disisi keuangan Pemerintah Daerah, per kembangan realisasi APBD DKI Jakarta
sampai dengan triwulan II-2009 masih relatif rendah. Realisasi pos belanja daerah
diperkirakan masih relatif rendah yaitu sebesar 37% dari total belanja APBD 2009 sebesar Rp22,13 triliun. Dari keseluruhan realisasi anggaran, belanja tidak langsung telah menyerap 42% dari alokasinya sebesar Rp6,84 triliun, sedangkan belanja langsung yang terserap mencapai 21% dari alokasi sebesar Rp15,39 triliun. Masih rendahnya realisasi pengeluaran disebabkan antara lain oleh adanya restrukturisasi organisasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pergantian pengguna anggaran dan keengganan panitia pelelangan dalam melakukan tugasnya.
Sementara itu, perkembangan inflasi di wilayah Jakarta menunjukkan
perlambatan tekanan inflasi pada triwulan II-2009 (Grafik 15 ). Di wilayah Jakarta,
inflasi tercatat cukup rendah yaitu sebesar 0,13% (mtm) dan secara tahunan (yoy) turun dari 6,89% menjadi 3,45%5. Melambatnya inflasi bersumber dari masih
melambatnya pergerakan harga beberapa komoditas makanan, diantaranya : daging, beras, minyak goreng, dan susu. Sementara beberapa barang kebutuhan pokok lainnya terpantau stabil pergerakan harganya, diantaranya : nasi, ayam goreng, dan mie. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan laju inflasi di Jakarta menurun, yaitu lancarnyanya distribusi dan tercukupinya pasokan bahan makanan ke DKI
Jakarta, serta ditunjang adanya operasi pasar minyak goreng di beberapa kelurahan di Jakarta. Di sisi lain, rendahnya inflasi didukung pula oleh faktor k onsumsi masyarakat yang normal terhadap komoditas sembako
0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0 20.0
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6
2006 2007 2008 2009
(0.5)
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5
% yoy % mtm
Grafik 15
Inflasi di Jakarta : Bulanan dan Tahunan
D. Wilayah Jabalnustra
Ekonomi wilayah Jabalnustra pada triwulan II-2009 diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 4,5 % (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi
triwulan sebelumnya yang mencapai 4,8%. Perlambatan pertumbuhan ekonomi
bersumber dari menurunnya perekonomian di zona Jawa bagian Barat, zona Jawa bagian Timur, dan zona Balinustra6 yang mengalami perlambatan pertumbuhan
ekonomi cukup besar. (Tabel 5).
Tabel 5
Pertumbuhan PDRB di Jabalnustra (% yoy)
% yoy
I II III IV Total I II*
Wilayah Jabalnustra 6.15 5.15 6.24 5.08 5.65 4.79 4.50
Zona Jawa Bagian Barat 7.01 4.52 6.64 4.93 5.76 4.25 4.11
Zona Jawa Bagian Tengah 5.73 5.44 6.42 4.04 5.41 4.12 4.33
Zona Jawa Bagian Timur 5.92 6.00 6.20 5.74 5.90 5.61 5.05
Zona Bali dan Nustra 3.13 3.58 4.55 6.02 4.38 6.23 4.49
sumber : BPS (diolah) Ket * proyeksi BI
2009
Wilayah/Propinsi 2008
6 Zona Jawa bagian barat terdiri dari Prov Jabar dan Prov Banten, Zona jawa bagian Timur terdiri dari Prov Jatim, zona Balinustra terdiri dari Prov Bali, Prov
-40.0
Di sisi permintaan, melambatnya pertumbuhan ekonomi di Jabalnustra berasal
dari menurunnya investasi, sedangkan meningkatnya ekspor dan relatif stabilnya
konsumsi telah menahan perlambatan ekonomi Jabalnustra lebih dalam lagi. Di
sisi konsumsi, relatif stabilnya pergerakan konsumsi barang tercermin pada survei penjualan eceran (Grafik 16). Kondisi ini disebabkan faktor perbaikan pendapatan masyarakat yang antara lain tercermin dari nilai tukar petani di beberapa provinsi (Grafik 17). Di sisi ekspor-impor, kinerja ekspor menunjukkan kecenderungan yang meningkat (Grafik 18) sebagai dampak dari mulai membaiknya permintaan dunia, khususnya untuk beberapa komoditas utama (Grafik 19). Di sisi investasi, indikasi perlambatan investasi tercermin dari penurunan impor barang modal, konsumsi semen, serta perlambatan kredit investasi yang disebabkan faktor belum pulihnya kondisi perekonomian global serta sikap wait and see investor dalam menghadapi Pilpres. Melambatnya investasi tercermin dari menurunnya konsumsi semen (Grafik 20) dan impor barang modal (Grafik 21). Namun demikian, khusus di Provinsi Banten, investasi mengalami peningkatan (infrastruktur listrik, farmasi, makanan dan minuman), untuk mengantisipasi peningkatan permintaan domestik .
Perkembangan Volume Ekspor Jabalnusra
Tot al Vol Ekspor gTot al Volume Ekspor (rhs)
0
M anufact ured Goods Chem ical gTot al Vol. Ekspor
Ekspor Komodit as Ut ama Jabalnust ra
Grafik 18 Grafik 19
Grafik 20 Grafik 21
Konsumsi Semen di Jabalnustra Impor Barang Modal di Jabalnustra
Di sisi sektoral, perlambatan pertumbuhan ekonomi di Jabalnustra pada triwulan II-2009 bersumber dari melambatnya pertumbuhan sebagian besar sektor kecuali
sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan/hotel/restoran. Sektor
pertanian mengalami peningkatan seiring meningkatnya produksi hasil tanaman bahan makanan (padi). Perbaikan produksi padi disebabkan oleh meningkatnya luas panen padi, membaiknya cuaca, dan naik nya produktifitas (Grafik 22 dan 23). Sektor industri pengolahan juga terdapat indikasi perbaikan sebagaimana tercermin dari meningkatnya konsumsi listrik di sektor industri (Grafik 24). Sementara itu, seiring relatif stabilnya konsumsi, maka kinerja sektor perdagangan/hotel dan restoran di juga tumbuh stabil, kecuali untuk subsektor hotel di Bali yang meningkat (Grafik 25).
Grafik 22 Grafik 23
Volume Pert um buhan (yoy)
- 20%
Grafik 24 Grafik 25
Konsumsi Listrik Industri di Jabalnustra Tingkat hunian Hotel di di Jabalnustra
Kegiatan dan kinerja perbankan di wilayah Jabalnustra pada triwulan II-2009
masih menunjukkan pertumbuhan yang melambat di sisi penyaluran kredit.
Penghimpunan DPK mencapai Rp498,2 triliun, atau tumbuh sebesar 17,9%7 dan lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 21,5% (Grafik 26). Di sisi kredit, nilai kredit yang telah disalurkan mencapai Rp355,9 triliun, atau tumbuh secara riil sebesar 12,9% dan lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan I-2009 yang mencapai 16.7%, dimana sebagian besar kredit disalurkan dalam bentuk kredit modal kerja (Grafik 27). Sementara itu, melambatnya kinerja kredit diikuti oleh meningkatnya risiko kredit sebagaimana ditunjukkan oleh naiknya rasio NPL dari 3 ,4% menjadi 3,6%.
Posisi (triliun Rp) Pertumb (% yoy) DPK_Jabalnustra
Posisi (triliun Rp) Pertumb (% yoy)
Kredit_Jabalnustra
Grafik 26 Grafik 27
Perkembangan DPK di Jabalnustra Perkembangan Kredit di Jabalnustra
Di sisi keuangan daerah, realisasi APBD di beberapa daerah relatif lebih baik
meskipun masih belum optimal untuk mendorong pembiayaan ekonomi daerah.
Realisasi keuangan beberapa daerah di Jabalnustra lebih besar dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Namun demikian, realisasi belum sesuai
rencana (kurang dari 50% anggaran). Dalam upaya mendorong ekonomi di daerah b eberapa pemerintah daerah berinisiatif memberikan insentif pajak, diantaranya :
? Jatim: pendapatan cukai dialokasikan kepada penyerapan tenaga kerja (p etani), keringanan dan penundaan beban pajak kendaraan.
? DIY: pembebasan retribusi daerah selama 3 bulan, insentif bagi pengusaha yang tidak mem -PHK melalui penundaan retribusi.
? NTT: pembebasan pajak investasi untuk industri pangan
Tabel 6
Anggarang dan realisasi Beberapa APBD di Jabalnustra
2.0
Jan-06 Mar-06 May-06 Jul-06 Sep-06 Nov-06 Jan-07 Mar-07 May-07 Jul-07 Sep-07 Nov-07 Jan-08 Mar-08 May-08 Jul-08 Sep-08 Nov-08 Jan-09 Mar-09 May-09
Jabalnustra Bg.Barat
BandungDepokMadiunSurakartaJe mber
Surab ayaBogor
TangerangCilegonBekasi KupangSema rang
Perkembangan inflasi di wilayah Jabalnustra pada triwulan II-2009 menunjukkan
kecenderungan yang menurun (Grafik 28 ). Di wilayah Jabalnustra, inflasi tercatat
cukup rendah yaitu sebesar 0,15% (mtm) dan secara tahunan (yoy) turun dari 7,84 % menjadi 3,79%8.Menurunnya laju inflasi di Jabalnustra bersumber dari melambatnya
inflasi di sebagian besar kota di Jabalnustra, kecuali kota Tegal dan Kediri. Namun, meskipun secara umum melambat, tingkat inflasi sebagian besar kota di Jabalnustra masih berada di atas inflasi nasional (Grafik 29). Melambatnya inflasi terjadi pada
8 Juni 2009
komoditas bahan makanan dan makanan jadi, yang disebabkan oleh menurunnya pengaruh imported inflation (Grafik 30) dan terus membaiknya ekspektasi konsumen (Grafik 31).
Grafik 30 Grafik 31
Imported Inflation di Jabalnustra Ekspektasi Konsumen di Jabalnustra
E. Wilayah Kali-Sulampua
Pada triwulan II-2009, pertumbuhan ekonomi wilayah Kali-Sulampua
diperkirakan akan mencapai 5,8 % (yoy), meningkat dibandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi triwulan I-2009 . Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di
Kali-Sulampua bersumber dari naiknya pertumbuhan ekonomi di zona Kalimantan, sedangkan di Sulampua mengalami perlambatan pertumbuhan (Tabel 7).
Tabel 7
Pertumbuhan PDRB di Kali-Sulampua (% yoy)
2008 2008
4 1 2 * 4 1 2*
Konsumsi 6.43% 9.00% 6.58% 3.54% 4.80% 3.50%
Invest asi 13.72% 15.11% 14.93% 2.74% 3.27% 3.15%
Ekspor -2.60% -6.71% -0.18% -1.83% -4.70% -0.12%
(Im por) -3.14% -4.56% 1.72% -1.43% -2.05% 0.77%
TOTAL 5.89% 5.42% 5.76% 5.89% 5.42% 5.76%
Konsumsi 5.20% 7.33% 4.99% 1.98% 2.68% 1.84%
Invest asi 10.74% 9.70% 13.89% 2.20% 2.13% 2.80%
Ekspor -5.52% -8.98% -1.59% -4.94% -8.02% -1.45%
(Im por) -7.37% -10.26% 0.59% -3.54% -4.92% 0.28%
TOTAL 2.78% 1.71% 2.90% 2.78% 1.71% 2.90%
Konsumsi 7.29% 10.17% 7.68% 5.81% 7.96% 5.91%
Invest asi 18.31% 23.54% 16.26% 3.53% 4.98% 3.67%
Ekspor 6.15% 0.65% 4.48% 2.66% 0.27% 1.80%
(Im por) 3.81% 5.47% 3.72% 1.61% 2.23% 1.48%
TOTAL 10.39% 10.98% 9.90% 10.39% 10.98% 9.90%
Sum ber : BPS, diolah * : Proyeksi Bank Indonesia
KALI - SULAM PUA
KALIM ANTAN
SULAM PUA
PERTUM BUHAN (y.o.y) SUM BANGAN (y.o.y)
Di sisi permintaan, meningkatnya pertumbuhan ekonomi bersumber dari membaiknya ekspor yang pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi yan g
relatif dalam. Mengecilnya kontraksi pertumbuhan ekspor di Kali-Sulampua
terutama bersumber dari membaiknya ekspor barang komoditas perkebunan (Grafik 32 dan 33) dan pertambangan (Grafik 34 dan 35). Meningkatnya permintaan luar negeri, khususnya dari negara China, India, Taiwan, dan Korea Selatan menjadi faktor utama membaiknya kinerja ekspor beberapa komoditas utama di kali-Sulampua. Di sisi konsumsi, terjadi perlambatan pertumbuhan konsumsi yang disebabkan daya beli masyarakat yang tidak sekuat triwulan sebelumnya. Di sisi investasi, walaupun menurun, level pertumbuhan investasi di Kali-Sulampua masih relatif tinggi mencapai 14,9%, dimana penanaman modal lebih cenderung terjadi pada barang alat-alat dan mesin, sebagaimana tercermin dari impor barang modal (Grafik 36). Sementara investasi bangunan cenderung terbatas sebagaimana tercermin dari melambatnya konsumsi semen (Grafik 37).
Grafik 32 Grafik 33
Tingkat Harga dan Volume Ekspor Karet Kali -Sulampua
Harga Karet
Sumber : DSM-BI & Bloom berg 0
Tingkat Harga dan Volume Ekspor CPO Kali-Sulampua
Grafik 36 Grafik 37
Impor Barang Modal di Kali-Sulampua Konsumsi Semen Kali-Sulampua
Di sisi sektoral, meningkatnya pertumbuhan ekonomi bersumber dari pertumbuhan sektor pertambangan, industri pengolahan, pertanian, dan
perdagangan. Di sektor pertambangan, faktor pendorong pertumbuhan adalah
peningkatan produksi tembaga dan emas di Papua karena terdapat perluasan area penambangan baru dan dipicu peningkatan permintaan batubara dari negara Cina, India, Taiwan dan Korea Selatan. Membaiknya kinerja sektor industri pengolahan disebabkan telah selesainya perbaikan kilang LNG di Bontang-Kaltim (pengolahan migas), serta peningkatan produksi industri semen dan tepung terigu di Sulsel (Grafik 38), peningkatan produksi industri pengolahan barang setengah jadi (CPO dan karet), khususnya di Kalimantan Barat. Di sektor pertanian, faktor pendorong pertumbuhan adalah masa panen komoditas tanaman bahan makanan (padi) (Grafik 39) di zona Sulampua dan membaiknya tin gkat harga dan ekspor komoditas internasional, antara lain CPO dan karet yang memacu produksi sektor perkebunan.
Grafik 38 Grafik 39
Volume Penyerapan Beras Petani oleh Bulog Sulsel
2005 2006 2007 2008 2009
R
2005 2006 2007 2008 2009
R
Realisasi Pengadaan Semen Kali- Sulampua
Sulampua
Volume Impor Barang M odal Kali-Sulampua
Tabel 8
Pertumbuhan Ekonomi Kali-Sulampua di sisi Sektoral
Kinerja perbankan di wilayah Kali-Sulampua pada triwulan II-2009 relatif tidak
berbeda jauh dengan wilayah lainnya. Penghimpunan DPK di triwulan laporan
mencapai Rp163,3 triliun, atau tumbuh 16,6%9 dan lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan triwulan I-2009 sebesar 20,2% (Grafik 40). Sementara itu, nilai kredit yang telah disalurkan mencapai Rp111,4 triliun atau tumbuh secara riil sebesar 17,8% namun lebih rendah dari pertumbuhan triwulan I-2009 sebesar 20,3%, dimana sebagian besar kredit disalurkan dalam bentuk kredit konsumsi (Grafik 41). S ementara itu, kualitas perbankan di wilayah ini menunjukkan indikasi adanya peningkatan risiko kredit sebagaimana tercermin dari peningkatan rasio NPLs, dari 3,3% menjadi 3,6%.
9 Per Mei 2009
2 0 0 8 2008
4 1 2 * 4 1 2 *
Per t an ian -0.10% 1.62% 3.61% -0.02% 0.34% 0.77%
Per t am bangan 11.89% 8.26% 9.17% 2.50% 1.78% 1.96%
Ind. Pengolahan 0.06% -0.13% 4.34% 0.01% -0.02% 0.79%
List r ik, Gas, Air 5.87% 8.49% 6.58% 0.03% 0.04% 0.03%
Bangunan 9.92% 9.89% 6.92% 0.59% 0.55% 0.39%
Per d agan gan 7.38% 8.46% 6.22% 0.99% 1.12% 0.81%
Angkut an 9.76% 8.09% 4.35% 0.69% 0.58% 0.31%
Keu an gan 7.59% 7.43% 3.55% 0.33% 0.31% 0.15%
Jasa-jasa 8.97% 8.86% 6.42% 0.77% 0.71% 0.53%
TOTAL 5.89% 5 .4 2 % 5.76% 5 .8 9 % 5.42% 5 .7 6 %
Per t an ian -3.58% -4.01% 2.00% -0.52% -0.61% 0.31%
Per t am bangan 4.72% 0.80% 2.05% 1.29% 0.22% 0.57%
Ind. Pengolahan -1.09% -0.94% 4.76% -0.27% -0.23% 1.15%
List r ik, Gas, Air 4.22% 4.10% 2.68% 0.02% 0.02% 0.01%
Bangunan 6.08% 6.81% 0.82% 0.29% 0.31% 0.04%
Per d agan gan 6.15% 7.15% 3.67% 0.78% 0.90% 0.46%
Angkut an 8.07% 7.03% 1.72% 0.52% 0.45% 0.11%
Keu an gan 6.97% 6.58% 0.29% 0.24% 0.23% 0.01%
Jasa-jasa 7.39% 8.19% 4.69% 0.43% 0.42% 0.25%
TOTAL 2.78% 1 .7 1 % 2.90% 2 .7 8 % 1.71% 2 .9 0 %
Per t an ian 2.38% 5.98% 4.83% 0.70% 1.77% 1.44%
Per t am bangan 35.90% 32.87% 32.49% 4.26% 4.12% 3.97%
Ind. Pengolahan 4.29% 2.88% 2.84% 0.41% 0.28% 0.27%
List r ik, Gas, Air 7.09% 11.81% 9.51% 0.05% 0.09% 0.07%
Bangunan 13.38% 12.88% 12.51% 1.02% 0.91% 0.91%
Per d agan gan 8.92% 10.22% 9.47% 1.30% 1.44% 1.33%
Angkut an 11.68% 9.30% 7.27% 0.95% 0.78% 0.61%
Keu an gan 8.17% 8.27% 6.67% 0.44% 0.44% 0.36%
Jasa-jasa 10.02% 9.28% 7.50% 1.26% 1.15% 0.94%
TOTAL 10.39% 1 0 .9 8 % 9.90% 1 0 .3 9 % 10.98% 9 .9 0 %
Su m b er : BPS, d io lah
* : Pr o yeksi Ban k In d o n esia
SU LAM PU A SEKTOR
PERTU M BU HAN (y.o.y) SU M BAN GAN (y.o.y)
2009 2009
KALI - SULAM PUA
50
Posisi (triliun Rp) Pertumb (% yoy) DPK_Kali-Sulampua
Posisi (triliun Rp) Pertumb (% yoy) Kredit_Kali-Sulampua
Grafik 40 Grafik 41
Perkembangan DPK di Kali-Sulampua Perkembangan Kredit di Kali-Sulampua
Di sisi keuangan daerah, tingkat realisasi pengeluaran pemerintah daerah di
wilayah Kali-Sulampua secara umum tidak berbeda dengan wilayah lainnya yang
penyerapannya masih rendah. Tingkat realisasi belanja modal yang relatif tinggi
lebih banyak terjadi di zona Kalimantan. Di Kalimantan Selatan, realisasi proyek pembangunan infrastruktur untuk pembangunan jalan dan jembatan di daerah Kalimantan Selatan tahun 2009 yang berasal dari dana APBD senilai Rp48,34 miliar telah mencapai persentase yang relatif tinggi yaitu diatas 40% (Tabel 9). Di Kalimantan Tengah, proyek pembangunan infrastruktur yang berasal dari dana APBD sampai dengan Mei 2009 rata-rata terealisasi diatas 50% (Tabel 10)
Tabel 9
Realisasi Proyek di Kalimantan Selatan
Re alis as i
No. Pro ye k Dana
( Miliar Rp) ( Miliar
Rp)
( %)
1. Pr oyek pembangunan jalan Sei Bagau
9,5 5,07 42,62
2. Pr oyek pem bangunan jalan Margasari -Mar abahan
11,1 7,61 68,56
3. Pr oyek pem bangunan jalan Ur ugan Tanah Lingkar Selatan
7,6 5,66 28,22
Tabel 10
Realisasi Proyek di Kalimantan Tengah
Re alisasi
1. Peningkatan Jalan Pulang Pisau- Maliku II
23,83 9,98 41,89
2. peningkat an Jalan Sam u d a-Uju n g Pandar an 1
10,23 9,16 89,53
3. Penggantian Jembatan S ungai Kalahien sepanjang 620 m et er (lanjutan)
Sementara itu, perkembangan inflasi di wilayah Kali-Sulampua pada triwulan
II-2009 terus mengalami perlambatan (Grafik 42). Di wilayah Kali-Sulampua, inflasi
tercatat cukup rendah yaitu sebesar 0,02% (mtm) dan secara tahunan (yoy) turun dari 9,53% menjadi 4,22%10. Melambatnya inflasi bersumber dari turunnya inflasi di
seluruh kota di Kali -Sulampua, terutama akibat rendahnya harga komoditas bahan makanan dan makanan jadi. Namun demikian, level inflasi di sebagian besar kota di Kali-Sulampua masih berada di atas inflasi nasional (Grafik 43). Faktor utama yang menyebabkan inflasi tinggi adalah terkait dengan kecukupan pasokan , kelancaran distribusi, dan ketergantungan pasokan dari daerah lain.
0.0
Jan-06 Apr-06 Jul-06 Oct-06Jan-07 Apr-07 Jul-07 Oct-07Jan-08 Apr-08 Jul-08 Oct-08Jan-0 9
Pada triwulan III-2009, prospek ekonomi daerah diindikasikan mengalami perbaikan pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan mulai tertahannya
perlambatan laju inflasi. Perbaikan pertumbuhan ekonomi terutama diperkirakan
terjadi di daerah-daerah yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian nasional, seperti Sumatera dan Jawa, serta Kalimantan . Di Sumatera dan Kalimantan, motor penggerak pemulihan ekonomi bersumber dari membaiknya kinerja ekspor (produk perkebunan dan pertambangan) dan konsumsi. Di Jabalnustra, membaiknya konsumsi dan mulai masuknya investasi paska Pemilihan Presiden akan menjadi sumber pendorong atas pemulihan ekonomi.
Sumber pertumbuhan ekonomi daerah diperkirakan berasal dari semakin
membaiknya ekspor dan konsumsi, serta bangkitnya investasi. Kinerja ekspor yang
membaik terutama terjadi pada beberapa komoditas perkebunan dan pertambangan, seperti CPO, karet, batubara dan tembaga. Kontrak pembelian jangka panjang yang terjadi pada komoditas pertambangan menjadi katup pengaman terhadap kinerja ekspor pertambangan. Sementara, mulai membaiknya ekonomi beberapa negara Asia dan Eropa Timur menjadi sasaran ekspor produk perkebunan. Di sisi investasi, keberhasilan dan stabilitas pelaksanaan Pemilihan Presiden telah menjadi faktor positif yang akan menggiring masuknya investor asing dan domestik. Sementara, sebagaimana siklus pengeluaran APBN dan APBD, belanja modal akan mulai meningkat dan akan menjadi stimulus pembangunan ekonomi daerah. Di sisi konsumsi, perbaikan daya beli diperkirakan terjadi pada masyarakat kelompok petani seiring meningkatnya harga-harga komoditas pertanian. Di samping itu, lebih rendahnya tingkat tenaga kerja yang di-PHK/dirumahkan dari yang diperkirakan akan menjadi salah satu faktor pendorong masih bertahannya konsumsi.
Namun, pemulihan ekonomi daerah akan dapat tertahan akibat beberapa faktor diantaranya realisasi APBN/APBD yang tidak sesuai target dan rendahnya daya
serap stimulus fiskal Pemerintah Pusat, serta terus meningkatnya harga minyak
dunia. Masih rendahnya daya serap APBN dan APBD semester I-2009, walaupun
diyakini sebagai siklus tahunan, dapat menjadi disinsentif bagi percepatan pembangunan ekonomi. Manakala realisasi pengeluaran Pemerintah lebih cepat dilakukan akan mampu memberikan stimulus bagi pembangunan daerah. Di sisi lain, stimulus fiskal infrastruktur yang daya serapnya juga masih rendah diharapkan dapat ditingkatkan realisasinya.
Di sisi inflasi, perlambatan inflasi di daerah yang masih terjadi akan sedikit
tertahan. Mulai meningkatnya harga beberapa komoditas internasional dan
perbaikan konsumsi di daerah akibat naiknya pendapatan menjadi faktor pendorong kenaikan harga beberapa komoditas kebutuhan pokok. Beberapa komoditas yang telah menunjukkan kenaikan harga diantaranya gula pasir, tepung terigu, dan beras.
III. ISU STRATEGIS
Dampak Krisis Ekonomi Global Terhadap Kinerja UMKM
Terkait dengan dampak krisis keuangan global terhadap perekonomian daerah Bank Indonesia telah melakukan survei terhadap daya tahan sektor UMKM
menghadapi krisis global. Survei ini dilakukan mengingat sektor UMKM
ekonomi nasional. Survei difokuskan pada seberapa besar dampak krisis terhadap sektor UMKM, langkah-langkah yang ditempuh sektor UMKM, bagaimana optimisme atas prospek ekonomi ke depan.
Sektor UMKM merupakan sektor yang memiliki peran dalam struktur ekonomi
Indonesia. Berdasarkan data BPS 2007, sumbangan UMKM kepada PDB mencapai
sebesar Rp1.102 triliun atau 56,09% dari total PDB. Terdapat 49,8 ribu unit usaha MKM yang tersebar pada 9 sektor pembentuk PDB, terutama berada pada sektor pertanian, sektor perdagangan/hotel/resotran, dan industri. Tenaga kerja yang dapat diserap oleh UMKM mencapai 91,7 juta tenaga kerja, atau 97,33% dari total tenaga kerja nasional.
Tabel 11
Survei menunjukkkan Sektor UMKM merasakan dampak dari terjadinya krisis
keuangan global. Dampak terhadap sektor UMKM sudah dirasakan sejak
pertengahan tahun 2008 yang ditandai oleh turunnya omset penjualan UMKM. Secara geografis, sektor UMKM di wilayah Jakarta lebih merasakan dampak krisis dibandingkan wilayah lainnya. Hal ini disebabkan, sektor UMKM di Jakarta terkonsentrasi pada usaha skala menengah pada sektor perdagangan, industri dan jasa lainnya. Menurunnya penjualan sektor UMKM telah mengakibatkan sektor UMKM menurunkan kapasitas produksinya dari sek itar 86,8% menjadi 76,1%.
Nilai Pangsa Jumlah Pangsa
1 Pertanian 260,382 23.64% 26,157 52.48%
2 Pertambangan 20,386 1.85% 263 0.53%
3 Industri Pengolahan 133,725 12.14% 3,233 6.49%
4 Listrik, Gas, Air Minum 1,183 0.11% 12 0.02%
5 Bangunan 81,447 7.39% 173 0.35%
6 Perdagangan, Hotel, Restoran 326,068 29.60% 14,017 28.12%
7 Pengangkutan Komunikasi 64,661 5.87% 2,760 5.54%
8 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 117,104 10.63% 931 1.87%
9 Jasa-jasa 96,683 8.78% 2,295 4.60%
1,101,638 100.00% 49,840 100.00%
PDB dan Unit Usaha UMKM 2007
PDB (miliar Rp) Unit Usaha (ribu)
Grafik 44
Upaya yang dilakukan UMKM dalam Menghadapi Krisis
Meskipun sektor UMKM mengalami dampak dari krisis, namun sektor ini secara
fleksibel telah melakukan upaya penyelamatan usaha. Beberapa upaya yang
dilakukan adalah : melakukan efisiensi, mencari pasar baru, dan mencari segmen pasar baru. Bahkan, sektor UMKM berusaha semaksimal mungkin menghindari terjadinya PHK terhadap tenaga kerja sebagai upaya terakhir. Berbagai upaya yang dilakukan oleh sektor UMKM disebabkan oleh optimisme terhadap pemulihan ekonomi.
IV. KEBIJAKAN YANG DITEMPUH
Perekonomian daerah ke depan masih akan menghadapi tantangan. Tantangan tersebut meningkat seiring dengan masih terasanya dampak krisis keuangan global terhadap perekonomian daerah. Di sisi lain, meningkatnya harga komoditas internasional perlu dicermati dalam kaitannya dengan pergerakan inflasi. Untuk itu, dalam upaya mempercepat pemulihan ekonomi, Bank Indonesia dan Pemerintah perlu melakukan kerjasama, diantaranya:
? Untuk mendukung sustainabilitas pertumbuhan ekonomi perlu mengintensifkan koordinasi dengan Pemda untuk mempercepat realisasi belanja daerah, terutama belanja modal.
? Terus mendorong pembiayaan melalui kredit terutama pada proyek infrastruktur dan revitalisasi sektor perkebunan dan industri pertekstilan.