• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARSITEKTUR MASJID AGUNG SYEH MAULANA MALIK IBRAHIM GRESIK JAWA TIMUR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ARSITEKTUR MASJID AGUNG SYEH MAULANA MALIK IBRAHIM GRESIK JAWA TIMUR."

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

ARSITEKTUR MASJID AGUNG SYEH MAULANA MALIK IBRAHIM GRESIK JAWA TIMUR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh

Ahmad Oktavian Rozakhi NIM: AO.22.12.036

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Masjid Agung Syeh Maulana Malik Ibrahim Gresik Jawa Timur, masalah yang di teliti ini tentang (1) bagaimana tata letak dan bentuk Masjid Agung Syeh Maulana Malik Ibrahim Gresik Jawa Timur ditinjau dari segi arsitektur (2) apa makna arsitektur yang terkandung pada bangunan Masjid Agung Syeh Maulana Malik Ibrahim Gresik Jawa Timur ?

Penulisan ini menggunakan metode etnografi dengan beberapa langkah antara lain observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan antropologi yang digunakan untuk menganalisi arsitektur yang ada dalam kebudayaan. Selain itu teori yang digunakan penulis adalah teori kebudayaan koentjoroningrat.

(7)

ABSTRACT

This research entitled Arsitektur Masjid Agung Syeh Maulana Malik Ibrahim Gresik Jawa Timur, problems that stating in research, such as (1) how are the site system and the shape of Masjid Agung Syeh Maulana Malik Ibrahim Gresik Jawa Timur (2) what is the meaning of architecture site which include to the it’s building of the great Arsitektur Masjid Agung Syeh Maulana Malik Ibrahim Gresik Jawa Timur?

This research use ethnography method that has 3 step of analysis. The first is observation, the second is interview and the last is documentation. The approach that used in this research is antrophology approach. Antrophology approach is used to analyse about architecture which include to the cultural aspect. Henceforth, the theory that used in this research is using Koentjoroningrat culture theory.

For the result, the researcher concludes (1) syech maulana malik ibrahim mosque were located in Gresik sub-districk. Thus, the mosque looks so elegent in the central of the city which boldly used Javanese, modernese and middle east of

architevture style (2) the architecture of this mosque has some meaning of it’s

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

MOTTO ...vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR ISI ...xiv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Pendekatan dan Kerangka Teori ... 5

F. Penelitian Terdahulu ... 7

G. Metode Penelitian ... 8

H. Sistematika Bahasan ... 12

(9)

1. Sejarah Awal Mula Masjid ... 15

2. Konsep Masjid ... 16

3. Perkembangan Masjid ... 17

B. Seni Bangun Masjid (Gaya) ... 18

1. Masjid Jawa ... 18

2. Masjid Modern ... 26

3. Masjid Timur Tengah ... 33

BAB III : MASJID AGUNG SYEH MAULANA MALIK IBRAHIM GRESIK A. Wilayah Administrasi Kabupaten Gresik... 43

1. Kedudukan Gresik ... 43

2. Kondisi Geografis ... 44

3. Batas Wilayah ... 44

4. Wilayah Administrasi Pemerintahan... 45

5. Topografi ... 45

B. Keberadaan Masjid... 46

C. Lembaga Pengelola ... 47

D. Penyandang Dana ... 48

E. Fungsi dan Kondisi Masjid ... 49

1. Tata Ruang ... 49

2. Kondisi Masjid ... 52

F. Kegiatan Masjid ... 52

BAB IV : ARSITEKTUR MASJID AGUNG SYEH MAULANA MALIK IBRAHIM GRESIK A. Layout Bangunan Masjid... 55

B. Bagian-Bagian Pada Bnagunan Masjid ... 56

1. Atap Masjid (Kubah)... 57

(10)

3. Serambi ... 59

4. Menara... 60

5. Mihrab ... 62

6. Mimbar ... 64

7. Lampu Gantung ... 65

8. Lampu Duduk (Tempel Tembok) ... 66

9. Bedug ... 66

10.Kaligrafi ... 67

11.Monumen Sejarah ... 70

C. Makna Kultur dan Histori ... 71

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sesuai dengan pola tata kehidupan masyarakat Indonesia yang

bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan mengingat pula bahwa

sebagian besar bangsa Indonesia memeluk agama Islam, maka setiap saat

bermunculah masjid-masjid baru dari yang berukuran besar sampai yang

berukuran kecil, dari yang megah-megah serta indah-indah sampai kepada

yang sederhana tapi tanpa mengabaikan kaidah-kaidah dalam

pembangunannya.

Masjid adalah tempat ibadah umat muslim yang artinya tempat

sujud, dan masjid ukuran kecil disebut mushollah, langgar atau surau.

Selain tempat ibadah masjid merupakan pusat komunitas muslim.

Kegiatan-kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah,

dan belajar al-Qur’an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam

sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas peranan

kemasyarakatan hingga kemiliteran.1

Masjid juga disebut rumah Allah SWT yang dibangun agar umat

mengingat, mensyukuri, dan menyembah-Nya dengan baik. Menurut

etimologi, kata masjid berarti tempat beribadah. Akar kata dari masjid

adalah sajadah dimana sajadah berarti sujud atau tunduk. Kata masjid

sendiri berakar dari bahasa Arab. Kata masgid (m-s-g-h) ditemukan dalam

(12)

2

inskripsi dari abad ke 5 sebelum Masehi. Kata masgid ini berarti tiang suci

”tempat sembahan orang muslim”.

Menurut arti katanya, fungsi masjid yang utama adalah sebagai

tempat sujud. Namun, jika dilihat secara lebih mendalam, fungsi masjid

yang sebenarnya meliputi segala segi kehidupan manusia. Hal ini

sebagaimana yang terkandung dalam surat al-Alaq : 19, “sujudlah kepada

Tuhan dan beribadahlah”. Ketika Nabi Muhammad SAW membangun

masjid di sekitar kediamannya, tempat ini digunakan untuk kepentingan

pendidikan, sosial, politik, bahkan militer. Di antara fungsi-fungsi tersebut,

yang menonjol adalah fungsi pendidikan. Majelis-majelis taklim tempat

kaum muslim belajar agama, juga bisa dilangsungkan di masjid. Sejarah

mencatat, bahwa wahyu yang turun dalam kurun waktu di Madinah, biasa

diterima Nabi Muhammad di masjid. Masjid juga digunakan nabi untuk

menerangkan hukum-hukum Islam di dalamnya. Hal ini memberikan

teladan bahwa masjid berfungsi sebagai tempat menimba ilmu agama dan

belajar tentang hukum Islam.2

Di Indonesia, perkembangan bangunan masjid tidak lepas dari

sejarah masuknya Islam ke Indonesia. Pada masa awal sejarah nusantara,

munculnya kerajaan-kerajaan Islam yang mulai menggantikan kerajaan

Hindu-Budha biasanya juga diikuti dengan berdirinya bangunan masjid

sebagai pusat kegiatan agama Islam. Demikian pula pada masa-masa

selanjutnya, penyebaran Islam di berbagai wilayah selalu diiringi dengan

2 Gatut Susanta, Choirul Amin, Riska Kautsar, Membangun masjid & mushola (Depok: Griya

(13)

3

bangunan masjid di kawasan tersebut.3 Maka dari itu setiap wilayah

mempunyai ciri-ciri tersendiri dengan gaya arsitektur yang khas.

Menara-menara, serta kubah masjid yang besar seakan menjadi

saksi betapa jayanya Islam dalam kurun abad pertengahan. Masjid telah

melalui masa yang panjang dalam sejarahnya. Mulai dari perang salib

sampai perang teluk. Selama lebih dari 1000 tahun pula, arsitektur masjid

perlahan-lahan mulai menyusuaikan bangunan masjid dengan arsitektur

modern.

Hampir semua kota di Indonesia memiliki masjid sebagai ciri khas

atau identitas umat Islam yang mudah dikenal oleh masyarakat. Namun

sedikit kota di Indonesia yang mayoritas beragama Islam dan maka umat

Islam memiliki ikon masjid yang berbeda beda. Seperti halnya kota-kota

yang bernuansa Islam pasti akan memiliki ikon masjid yang berbeda beda.

Demak misalnya memiliki ikon masjid yang sangat menawan dan masjid

tersebut memiliki gaya arsitektur khas Jawa.

Melihat perkembangan pembangunan masjid sekarang ini banyak

yang menampilkan suatu kreasi baru dengan mengembangkan potensi

arsitektur Jawa Modern, seperti halnya “Masjid Agung Maulana Malik

Ibrahim Gresik Jawa Timur” yang menyajikan bentuk masjid Jawa

Modern dengan adanya bau-bau gaya Timur Tengah. Hal ini yang menarik

sehingga mendorong penulis mengambil Masjid Agung Maulana Malik

Ibrahim Gresik dijadikan obyek penelitian dalam penulisan skripsi.

(14)

4

Memiliki perkembangan kegiatan Masjid khususnya di Indonesia

yang semakin berkembang, sehingga masjid tidak hanya sebagai tempat

ibadah, maka sebagai upaya oleh lembaga resmi atau non resmi telah

diarahkan ke arah terwujudnya berbagai aktivitas yang lebih luas sesuai

dengan peran dan fungsi masjid itu sendiri.

Keindahan masjid adalah salah satu sentuhan yang menjadi

perhatian penting dalam proses pembangunan Masjid Agung Syeh

Maulana Malik Ibrahim Gresik. Salah satu penunjang keindahan adalah

terpenuhinya kebutuhan penerangan, mulai dari penerangan dalam gedung

maupun di luar gedung.

Yang dibahas dalam skripsi ini adalah ditekankan pada kajian seni

bangunnya (Arsitektur), karena itulah diambil obyek pembahasan yang

berjudul “ ARSITEKTUR MASJID SYEH AGUNG MAULANA

MALIK IBRAHIM GRESIK JAWA TIMUR”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada hakekatnya adalah, generalisasi deskripsi

tentang lingkup masalah, Berdasarkandarilatarbelakangmasalah di atas,

penulisdapatmerumuskanpermasalahansebagaiberikut:

1. Bagaimana tata letak dan bentuk Masjid Agung Syeh Maulana Malik

Ibrahim Gresik Jawa Timur ditinjau dari segi arsitektur?

2. Apa makna arsitektur yang terkandung pada bangunan Masjid Agung

(15)

5

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan darilatar belakang masalah di atas, maka dapat

diketahui tujuan dari penelitian yang berjudul “Arsitektur Masjid Agung

Syeh Maulana Malik Ibrahim Gresik Jawa Timur” dapat merumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tata letak dan makna bentuk arsitektur Masjid

Agung Syeh Maulanan Malik Ibrahim Gresik Jawa Timur.

2. Untuk mengetahui makna arsitektur Masjid Agung Syeh Maulana

Malik Ibrahim Gresik Jawa Timur.

D. Manfaat Penelitian

Mengenai kegunaan penelitian tentang Arsitektur Masjid Agung

Syeh Maulana Malik Ibrahim Gresik Jawa Timur adalah:

1. Ingin memberikan kontribusi terhadap penilaian masjid tersebut, dari

segi arsitektur.

2. Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Strata Satu

(S-I) Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

E. Pendekatan dan Kerangka Teori

Arsitektur Islam berkembang sangat luas baik itu di bangunan

sekular maupun di bangunan keagamaan yang keduanya terus berkembang

sampai saat ini. Arsitektur juga telah turut membantu membentuk

peradaban Islam yang kaya.

Bangunan-bangunan yang sangat berpengaruh dalam

(16)

6

yang kesemuanya memiliki pengaruh yang sangat luas ke bangunan

lainnya, yang kurang signifikan, seperti misalnya bak pemandian umum,

air mancur dan bangunan domestik lainnya.4

Adapun kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, dan karsa5.

Menurut Koentjoroningrat wujud kebudayaan ada 3 yaitu:

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek dari ide-ide, gagasan,

nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan dan sebagainya.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan

berpola dari manusia dalam masyarakat.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Dapat dipahami bahwa kebudayaan dapat dikaitkan dengan wujud

bangunan karena dengan adanya kebudayaan yang bersifat kongrit dapat

mewujudkan suatu kelakuan yang berfungsi untuk memahami dan

menafsirkan lingkungan yang dihadapi. Kelakuan ini menghasilkan

benda-benda kebudayaan, misalnya bangunan-bangunan lama yang berupa candi

dan masjid tua. Berdasarkan uraian diatas maka, penelitian ini

menggunakan teori difusi yang dikemukakan oeh Graebner, semua

regularitas proses budaya merupakan hukum dari kehidupan mental.6

Studi difusi budaya lebih kearah survival (kelestarian) kebudayaan dari

4Tanpa Nama, “Arsitektur Islam”, dalam http:/www.wikipedia.Arsitektur Islam.net. diunduh 11:30

16 maret 2016

5Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropolog (Jakarta: Rineka cipta, 1990), 181.

6Swardi Endarwarsa, Metodologi Penelitian Kebudayaan (Yogyakarta: Gajah Mada University

(17)

7

tempat satu ketempat yang lain. Survival budaya berarti ketahanan, bukan

persoalan fungsi semata. Survival adalah daya eksis budaya.

Selain menggunakan teori difusi, juga menggunakan teori

aklulturasi yang dikemukakan oleh J. Powel dan di setir oleh J.W.M.

Bakker. J. Powel mengatakan bahwa akulturasi dapat diartikan masuknya

nilai tradisional (keluar/kedalam budaya lokal).7

Bagi Lincoln dan Guba, strategi penelitiannya dapat dikembangkan

berdasarkan electic framework, misalnya dengan memodifikasi konsepsi

metodologis dalam strategi penelitian lapangan, interaksionisme simbolik,

dan penemuan naturalistik kemudian direkontruksi sesuai dengan tujuan

penelitiannya. Dalam hal demikian, terbuka peluang menyusun rancangan

penelitian sebagai emergent design, yakni rancangan penelitian yang

karateristiknya tidak dapat ditentukan secara ketat karena bisa dimodifikasi

dan diubah sesuai dengan karateristik tujuannya. Dalam kondisi demikian

peneliti dapat mengembangkan metodenya sendiri dengan mempelajari

sejumlah konsep metodologis yang ada kerana qualitative research is

inherently multimethod in focus (Denzim dan Lincoln 1994).8

F. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian terdahulu yang telah penulis teliti, penulis tidak

menemukan karya yang meneliti tentang judul yang saat ini peneliti bahas,

yakni Arsitektur Masjid Agung Maulana Malik Ibrahim Gresik Jawa

Timur. Maka dari itu peneliti ingin menyelesaikan dengan memfokuskan

(18)

8

pada arsitektur masjid. Adapun penelitian terdahulu mengenai masjid yang

pernah dilakukan antara lain:

1. Muhammad Ulumuddin, sejarah perkembangan, bangunan masjid

Jami’ Gresik abad XV-XXI. Dalam skripsi ini dijelaskan bagaimana

perkembangan masjid jami’ serta perkembangan religius kota Gresik

sebagai kota santri.

2. Umi Kalsum, Masjid Ulul Albab IAIN Sunan Ampel Surabaya (Studi

Arsitektur). Dalam skripsi ini membahas mengenai seni arsitektur

serta menganalisa bangunan dari segi arsitektur.

3. Sholikatin, arsitektur masjid Ashabul Kahfi perut bumi Al-Maghribi

Tuban Jawa Timur. Yang dibahas dalam skripsi ini adalah ditekankan

pada kajian seni (arsitektur).

G. MetodePenelitian

Langkah-langkah yang digunakan oleh peneliti dengan

mempraktikkan metode etnografi, penulis akan melakukan pengamatan

terhadap obyek yang akan diteliti yang sebelumnya sudah diketahui wujud

dari obyek tersebut, kemudian akan dilakukan pengumpulan data dan

wawancara. Pengumpulan data yang diperlukan untuk memperoleh data

yang bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya dan mampu mewakili

seluruh populasi yang diteliti. Untuk memilih dan menyusun alat

pengumpulan data perlu ketetapan penelitian ini. Dengan demikian

(19)

9

pada akhirnya dapat dirumuskan dengan objektif. Langkah-langkah yang

dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Jenis penelitian

Metode penelitian yang penulis gunakan adalah kualitatif.Berkaitan

dengan permasalahan yang akan diteliti yaitu tentang arsitektur masjid

agung Maulana Malik Ibrahim Gresik Jawa Timur maka teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Jenis Data

Jenis Data yang akan dikumpulkan adalah jenis data primer dan

skunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil

observasi dan dokumentasi yang dilakukan oleh penelitian. Dan

data skunder merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan

peneliti dari berbagai sumber yang telah ada. Data sekunder dapat

diperoleh dari hasil laporan wawancara. Pemahaman terhadap

kedua jenis data tersebut diperlukan sebagai landasan dalam

langkah-langkah penelitian.

b. Observasi

Menurut Edwards dan Talbott, observasi demikian biasa

dihubungkan dengan upaya merumuskan masalah, membandingkan

masalah yang dirumuskan dengan kenyataan di lapangan dan untuk

menemukan strategi pengambilan data.9 Observasi yang dilakukan

(20)

10

penulis disini adalah observasi secara langsung untuk meneliti

sebuah bangunan arsitektur masjid tersebut. Maka penulis akan

terjun langsung ke lokasi penelitian (masjid),

c. Wawancara atau Interview

Wawancara atau Interview merupakan salah satu cara pengambilan

data yang dilakukan melalui kegiatan komunikasi lisan dalam

bentuk struktur. Wawancara yang struktur merupakan bentuk

interview yang sudah diarahkan oleh sejumlah daftar pertanyaan.

Yaitu proses tanya jawab yang mengetahui tentang masjid Agung

Maulana Malik Ibrahim Gresik Jawa Timur. Dapat menggunakan

bentuk interview yang sudah diarahkan oleh sejumlah pertanyaan

yang terstruktur, tetapi baik kemungkinan muncul ide secara

spontan.

d. Dokumentasi

Metode dokumentasi yang dipakai oleh penulis adalah metode

domuntasi tertulis maupun tidak tertulis. Metode dokumentasi

tertulis yang digunakan sebagai acuan adalah buku buku yang

berhubungan mengenai seni bangunan (arsitektur) maupun buku

yang bersangkutan dengan masjid. Sedangkan metode yang tidak

tertulis peneliti menggunakan rekaman hasil interview dan juga

(21)

11

2. Interpretasi atau Penafsiran

Interpretasi atau penafsiran, merupakan kegiatan pembingkaran

atau dekontruksi makna teks secara literal menuju ke pembentukan

metanarasi guna memperoleh gambaran pengertian baru yang

ditempuh melalui kegiatan penelusuran ulang, menghadirkan fakta

yang tidak teramati secara langsung, dan penghadiran fakta dalam

berbagai domain maupun perspektif waktu.10 Seperti halnya

menggunakan refrensi dari buku yang bersangkutan dengan arsitektur

maupun masjid.

3. Penelitian Kualitatif

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian

kualitatif. Penelitian kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena

tentang apa yang dialami subyek penelitian misalnya prilaku, persepsi

serta tindakan, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk

kata-kata dan bahasa. Pada suatu konteks khusus yang alamiah dan

dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Metode kualitatif itu

sendiri merupakan pengamatan, wawancara atau penelaah dokumen.

4. Analisa Data

Setelah penelitian terkumpul, selanjutnya penelitian melakukan

analisis terhadap data yang didapatkan. Analisis itu sendiri berarti

menguraikan data sehingga data itu pada gilirannya dapat ditarik

(22)

12

pengertian dan kesimpulan. Metode analisis berarti mengadakan

interpretasi terhadap data-data yang telah tersusun dan terseleksi.

Untuk dapat menganalis data kualitatif menggunakan metode

deskriptif analis, yaitu cara pengambilan kesimpulan yang berdasarkan

wawancara untuk memahami unsur-unsur suatu pengetahuan yang

menyeluruh, mendeskripsikannya dalam suatu kesimpulan.

5. Penulisan

Setelah langkah-langkah operasional peneliti lakukan, pengumpulan

data yang diperoleh sebagai fakta-fakta yang meneliti mengenai

Arsitektur Masjid Agung Syeh Maulana Malik Ibrahim Gresik Jawa

Timur.

H. Sistematika Bahasan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan mudah dimengerti

tentang keseluruhan dari pembahasan penulisan skripsi ini, maka perlu

dirumuskan suatu sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab pertama meliputi: Pendahuluan, Latar Belakang, Rumusan

Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Pendekatan dan

Kerangka Teori, Penelitian Terdahulu, Metode Penelitian, Sistematika

Bahasan.

Bab kedua Menjelaskan Seni Bangun Islam meliputi, Asal Usul

Masjid (Sejarah Awal Mula Masjid, Konsep Masjid, Perkembangan

Masjid), Seni Bangun Masjid Gaya (Masjid Jawa, Masjid Modern, Masjid

(23)

13

Bab ketiga Menjelaskan Letak Masjid Agung Maulana Malik

Ibrahim Gresik meliputi Wilayah Administrasi Kabupaten Gresik

(Kedudukan Kabupaten Gresik, Kondisi Geografis, Batas Wilayah,

Wilayah Administrasi Pemerintah, Topografi), Keberadaan Masjid,

Lembaga Pengelola, Penyandang Dana, Fungsi dan Kondisi Masjid

(Ruang Wudlu, Ruang Utama, Ruang Ta’mir, Ruang Majelis Ulama

Indonesia, Ruang Taman Pendidikan Al-Qur’an), Kondisi Masjid,

Kegiatan Masjid.

Bab keempat Menjelaskan Bentuk Arsitektur Masjid Agung

Maulana Malik Ibrahim Gresik, Layout Bangunan Masjid, Bagian-Bagian

Pada Bangunan Masjid (Atap Masjid, Atap Ruangan Wudlu, Serambi,

Menara, Mihrab, Mimbar, Lampu Gantung, Lampu Duduk, Bedug,

Kaligrafi, Monumen Sejarah), Makna Kultur dan Histori.

(24)

14

BAB II

MASJID SENI BANGUN ISLAM

A. Asal Usul Masjid

Masjid dapat diartikan sebagai tempat di mana saja untuk

bersembahyang orang muslim, seperti sabda Nabi Muhammad Saw. :”di

manapun engkau bersembahyang, tempat itulah masjid”. Kata masjid

disebut banyak dua puluh delapan kali di dalam Al-Qur’an, berasal dari

kata masjid disebut sebanyak dua puluh delapan kali di dalam Al-Qur’an,

berasal dari kata sajada-sujud, yang berarti patuh, taat, serta tunduk penuh

hormat dan takzim. Sujud dalam syariat yaitu berlutut, meletakkan dahi,

kedua tangan ke tanah adalah bentuk nyata dari arti kata tersebut di atas.

Oleh karena itu bangunan dibuat khusus untuk salat disebut masjid yang

artinya : tempat untuk sujud.11

Namun orang-orang mengartikan masjid dengan kata tempat

ibadah orang muslim, selain difungsikan sebagai ibadah, masjid juga

difungsikan sebagai kegiatan-kegiatan keagamaan yang dapat dilakukan

secara berjamaah maupun individual, serta kegiatan lain yang

berhubungan dengan kebudayaan Islam.

11Yulianto Sumalyo, Arsitektur Mesjid dan Monumen Sejarah Muslim (Yogyakarta: Gadjah Mada

(25)

15

1. Sejarah Awal Mula Masjid

Kira-kira 4.500 tahun yang silam keluarga Nabi Ibrahim yaitu Nabi

Ismail dan istri Nabi Ibrahim, Siti Hajar telah membangun suatu tempat

ibadah berbentuk segi empat/kubus yang disebut dengan Baitullah atau

ka’bah dan sering juga disebut dengan Masjid Haram yang berarti masjid

terhormat.

Masjidil haram yang berada di kota Mekkah selain merupakan

masjid pertama di dunia juga merupakan arah atau kiblat dalam melakukan

salat oleh kaum muslimin di seluruh dunia

Sedangkan masjid yang kedua di dunia adalah masjidil Aqso yang

berarti masjid terjauh berada di Palestina dibangun oleh Nabi Daud dan

Nabi Sulaiman.12

Masjid adalah pusat ibadah berjamaah dan urusan masyarakat.

Masjid dalam bahasa Arab berarti tempat bersujud, maka masjid terutama

merupakan tempat salat, tempat kaum muslim berlutut dan bersujud di

hadapan Allah.

12Umi Kalsum, ‘’Masjid Ulul Albab IAIN Sunan Ampel Surabaya (Studi Arsitektur)’’, (Skripsi:

(26)

16

2. Konsep Masjid

Karena kaum muslim diperintahkan berdoa menghadap ka’bah,

masjid di negara-negara Islam dirancang menghadap kiblat (arah

ka’bah) dan imam memimpin salat dari dinding belakang, yang

bersebarangan dengan pintu masuk.

Kebanyakan masjid tampak identik dalam hal arsitektur dasar

dinding belakang, tempat mihrab (relung berlangit-langit melengkung)

yang biasanya berdekorasi. Imam akan berdiri di hadapan mihrab

sewaktu mengimami salat.

Di sebelah kanan mihrab terdapat mimbar yang terbuat dari kayu,

batu, atau lumpur, bergantung pada bahan yang ada saat masjid

dibangun. Ada anak tangga yang menuju bagian atas, di mana imam

berdiri untuk menyampaikan khotbah jum’at.

Kebanyakan masjid besar di negara-negara Islam memiliki pintu

masuk besar yang menghadap ke pekarangan tengah. Pekarangan itu tak

hanya tempat penting tempat orang dan keluarga bisa duduk dan

merenung namun juga tempat air mancur dan bak untuk wudhu.

Masjid selalu punya setidaknya satu menara. Menara adalah tempat

muazin menyeru kaum beriman untuk salat. Ka’bah memiliki banyak

menara, namun masjid biru di Istanbul, Turki, adalah satu-satunya yang

(27)

17

Oleh karena laki-laki dan perempuan muslim salat terpisah, masjid

menyediakan ruang salat bagi perempuan di bagian belakang aula

utama, seperti di masjid Sultan Ahmet, Istanbul, atau ruang salat

terpisah tempat mereka bisa mendengar imam. Seperti di masjid

Nabawi, Madinah.13

1. Perkembangan Masjid

Arsitektur masjid dalam Islam mulai berkembang, bentuk-bentuk

dan penyelesaian arsitekturnya cenderung bersifat fungsional. Pada

saat kebudayaan Islam telah berkembang dengan diiringi oleh

munculnya banyak khalifah yang identik dengan raja yang memeluk

agama Islam, maka bentuk dan penyelesaian arsitekturnya menjadi

amat megah dan mewah, selain terlihat kemegahan dan keindahannya,

maka fungsi ini telah bertambah sebagai pencerminan kemakmuran

pendirinya.

Oleh karena itu perkembangan masjid dapat ditandai dengan

berbagai faktor yang menyertainya seperti bertambahnya pengalaman

atau masuknya unsur adat kebiasaan lama yang telah lebih dahulu

berkembang (seperti kebudayaan Sassanid di Persia) atau memang

merupakan perkembangan kondisi, sifat dan watak masyarakat yang

peka terhadap kehidupan barunya.

13Raana Bokhari, Mohammad Seddon dkk, Ensiklopedia Islam (Jakarta: Kementrian agama RI,

(28)

18

Dengan demikian maka masjid senantiasa menjadi ukuran dari

setiap periode perkembangan Islam, daerah perkembangannya, dan

nilai kehidupan muslimin yang melahirkannya14.

B. Seni Bangunan Masjid (Gaya)

Di dalam al-qur’an dan al-hadits tidak ditemukan tentang ketentuan

bagaimana bentuk masjid, hal ini justru menunjukan bahwa kedua kitab

suci ini bernilai/bermutu tinggi, sebab untuk bangunan itu meski berkaitan

erat dengan fungsi namun akan sangat dipengaruhi oleh ruang dan waktu,

maksudnya akan dipengaruhi dimana didirikan dan kapan dia akan

dibangun. Dengan kesempatan luas untuk membangun atau

mengembangkan kreasi pada bidang ini sesuai dengan semangat ijtihad

dalam Islam.

1. Masjid Jawa

Dari tinjauan peneliti, peneliti menggunakan contoh seni bangun

Masjid Jami’ Ainul Yaqin Gresik yang bernuansa Jawa. Masjid ini

terletak di bukit Giri yang kini terletak di arah sebelah barat dari pabrik

Semen Gresik dan dekat dengan pabrik Petrokimia Gresik. Kompleks

Masjid dan makam ini terletak di puncak bukit cadas dan mempunyai

jalan masuk yang bertangga-tangga. Kompleks makam berada di

sebelah barat sedangkan kompleks masjid berada di sebelah timurnya.

Lokasi ini dapat dicapai dari kota Gresik dengan kendaraan

bermotor atau roda empat, sampai di kaki bukit persis di depan jalan

(29)

19

masuk ke kompleks makam dan masjid. Jalan masuk yang semakin

menaik ini lurus ke utara akan sampai ke pintu gerbang masjid yang

terdiri dari gapura yang menyerupai candi bentar dan gapura dan

gapura di belakangnya yang menyerupai kori Agung atau paduraksa

dua jenis gapura yang dapat kita saksikan pada bangunan puri di Bali.

Sedangkan dari jalan masuk tadi apabila belok ke kiri (ke barat),

maka akan kita temukan tangga pertama ke arah utara menuju

kompleks makam. Di sini kita temukan tiga halaman yang berteras.

Jadi mempunyai ketinggian yang berbeda, gapura pertama berbentuk

Candi Bentar, yang kedua juga bentuk Candi Bentar dengan dua

patung ular naga kembar di kiri dan kanannya, dan gapura yang

ketiga/teratas berupa Kori Agung/Padukarsa, baru sampai ke halaman

makam.

Lokasi yang dipilih ini di puncak ini amat sesuai untuk

menunjukkan kesucian (sakral) kompleks ini. Setelah melewati gapura

Padukarsa kompleks masjid tadi maka sampailah kita di halaman

dalam masjid Jami’ ini di sebalah barat halaman ini terdapat bangunan

masjid jami’ dan masjid wanita, di sebelah utara terdapat pendopo

sebagai ruang istirahat tamu. Di sebelah utara pendopo ini terdapat

jurang yang cukup dalam sehingga kalau kita memandang ke utara

(30)

20

Di sebelah timur halaman ini terdapat ruang kuliah, kantor dan

ruang penjaga masjid, serta sebuah trap menurun ke arah pemukiman

di sebelah timur (bawah) kompleks masjid ini.15

Bangunan utama masjid terdiri dari ruang liwan/haram pria yang

berbentuk empat segi panjang dengan atap tajug tumpang tiga dan

beratapan genteng. Di samping depannya terdapat bangunan serambi

masjid berbentuk empat segi panjang beratap genteng dengan topengan

dari batu bata dan pada bagian depan terdapat hiasan lengkung

[image:30.595.135.506.275.629.2]

struktural.

Gambar 2.1 arsitektur Masjid Jami’ Ainul Yaqin Sunan Giri Gresik.

15Zein M. Wiryoprawiro, IAI,Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur (Surabaya: PT.

(31)

21

Di samping selatan Haram pria itu terdapat liwan wanita yang

berdenah bujur sangkar dengan bentuk atap tajung tumpang dua,

mempunyai skala yang lebih kecil dari liwan pria tersebut.

Diatas tajug teratas terdapat ‘mustoko’ yakni suatu bentuk

menyerupai mahkota dalam pewayangan, dan biasanya dianggap benda

yang dikeramatkan. Hal yang sangat menarik adalah sistem instilasi air

bersihnya. Ternyata di kompleks yang sudah tua ini pun telah berlaku

prinsip hemat energi. Karena lokasinya yang berada di puncak bukit, maka

untuk mendapatkan air tanah jelas sangat sulit. Hal itu diatasi dengan

membuat bak tampung air hujan yang cukup banyak dan cukup besar

kapasitasnya. Jadi dengan menampung air hujan dari atap, kemudian air

ini ditampung dan diendapkan di bak tampung tadi, baru kemudian di

salurkan ke tempat wudhu dan keperluan yang lain. Agar tidak

memerlukan pompa maka tempat-tempat wudhu dipilih di daerah yang

letaknya lebih rendah, seperti dibagian bawah ruang serambi, dan

sebagainya. Dengan demikian ternyata kompleks ini jarang kekurangan air

bersih.16

(32)

[image:32.595.139.521.112.530.2]

22

Gambar 2.2 Atap Masjid Jami’ Ainul Yaqin Sunan Giri Gresik

Perlu ditambahkan bahwa cungkup masjid Jami’ ini berbentuk

tumpang tiga sama hal nya dengan makam Sunan Giri yang kompleks

makamnya berbentuk tumpang segi tiga.

Jadi di sini masih dapat dilihat betapa eratnya Sunan Giri dan

keturunannya ini begitu mendekati kesenian tradisioanal masyarakat Jawa

yang telah mewarisi kesenian Hindu Jawa, sehingga bangunan yang ada

amat dekat dengan bentuk bangunan yang telah pernah ada di masyarakat

Jawa.

Selain bangunan, maka sunan ini juga menciptakan gending Jawa:

Asmorodhono dan pucung, serta permainan anak: Jelungan, lir-ilir,

jamuran, cublak-cublak suweng. Dengan cara itu maka syiar Islam dari

(33)

23

Tengah dan Timur. Terdapat hal yang menarik apabila benar bahwa

Masjid wedok yang beratap tumpang dua ini berasal dari masjid Sunan

Giri yang dipindah dari Giri Kedaton.

Jumlah tumpang yang dua ini sama seperti yang terdapat pada

masjid Sunan Ampel di Surabaya. Kalau hal ini benar maka walisongo

awal ternyata tidak membuat atap masjid amat mirip dengan atap Meru

yang selalu tumpang ganjil itu. Mungkin baru setelah wali-wali berikutnya

membangun masjid tumpang tiga.

Kompleks masjid ini meliputi ruang-ruang sebagai berikut:

1. Serambi

2. Haram Pria

3. Haram Wanita

4. Bak tampung air hujan dan tempat wudhu

5. Ruang Penjagaan/tunggu

6. Kantor Ta’mir Masjid

7. Dapur

8. Ruang kuliah/Mushola Wanita

9. Pendopo (ruang istirahat)

Penerangan ruang dalam memanfaatkan cahaya matahari

secukupnya. Semua dindingnya terdapat pembukaan berupa jendela.

Sedangkan di antara atap tumpang ditempatkan jendela penerangan atas.

(34)

24

penerangannya menjadi agak temaram sehingga menambah kekhidmatan

ruang suci ini.

Penghawaan ruang dalam juga sama halnya, artinya memanfaatkan

hembusan angin yang selalu bertiup semilir karena bangunan ini berada di

puncak bukit. Dari segi akustik juga cukup baik kaeran cukup banyak

pembukaan dinding sehingga terhindar dari suara gema.

Ruang peribadatan pada umumnya tingkat kebersihannya cukup

memadai. Hanya pada bagian pendopo dan ruang umum lain yang bersifat

profan perlu peningkatan hygienenya, misalnya membuat ruangan yang

relatif terbuka sehingga mendorong pengunjung untuk tidak berbuat

sesukanya. Di samping itu tiap tiap ruang perlu disediakan perabotan yang

pantas, sesuai dengan fungsinya masing-masing, sehingga pengunjung

tidak lagi menggelar kain atau tikar sesukanya. Dengan demikian untuk

mendorong ke arah hygiene yang baik maka perlu diberi sarana yang

memadai yang mendorong agar pengunjung tidak berbuat sesuak hatinya

sehingga mengganggu kebersihan, ketertiban dan pandangan umum.

Sistem senitlasi di sini cukup baik. Sistem instalasi air bersih alami

yang hemat energi itu patut mendapat pujian, sedangkan riolerinya juga

cukup memadai dan tidak mengalami kesukaran keran lokasinya yang

berada di puncak bukit ini maka pembuangan air kotor dapat di salurkan

(35)

25

Arah kiblat di dalam masjid cukup jelas sebab arah shaf sesuai

dengan arah melintangnya dinding masjid. Sedangkan ruang serambi

sebagai ruang transisi antara ruang ruang sakral dan ruang profan

mempunyai skala manusia. Demikian pula untuk ruang-ruang umum yang

bersifat profan seperti: pendopo, kantor ta’mir , dan sebagainya memiliki

skala manusia. Dengan demikian maka suasana keintiman dapat dirasakan.

Ruang liwan dengan atap tumpang yang memusat ke atas ini

menimbulkan suasana demikrasi dalam beribadat menjadi hambar, sebab

akan terasa perbedaan suasana bagi yang mendapat tempat di tengah

dengan yang mendapat temoat di bagian pinggir.

Ragam hias di ruang dalam ini cukup menonjol. Pintu masuk ruang

haram pria misalnya, berbentuk mirip dengan padukarsa dengan hiasana

huruf Arab di sekeliling atas pintu. Tiang-tiang kayu yang cukup besar dan

tinggi dihubungkan dengan balok sunduk antara satu dengan lainnya. pada

tiap pertemuan antara tiang dengan balok sunduk itu selalu diselesaikan

dengan ragam hias yang cantik dengan gaya Majapahit. Pengisi

pembukaan jendela atas yang tidak digunakan untuk penerangan dan

ventilasi dibuat hiasan dengan motif tulisan Arab.

Mihrab dan mimbar yang berbentuk lengkung dan di puncaknya

masing-masing terdapat bentuk mahkota atau kuncup bunga. Sedangkan di

(36)

26

singgasana. Ukirannya yang rumit, warna hijau keemasan dan bentuk yang

[image:36.595.145.499.213.543.2]

anggun memberikan kenampakan yang mewah namun cukup sakral.17

Gambar 2.3 lukisan Masjid Jami’ Ainul Yaqin Sunan Giri Gresik

2. Masjid Modern

Disini peneliti mengambil contoh masjid modern dengan Masjid

Istiqlal. Masjid Istiqlal adalah masjid yang terletak di ibukota Negara

Republik Indonesia, Jakarta. Lokasi kompleks masjid ini berada di

bekas Taman Wilhelmina, di timur laut lapangan Medan Merdeka

yang ditengahnya berdiri Monumen Nasional (Monas). Di seberang

timur masjid ini berdiri Greja Katedral Jakarta. Bangunan utama

masjid ini terdiri dari lima lantai dan satu lantai dasar. Masjid ini

(37)

27

memiliki gaya arsitektur modern dengan dinding dan lantai berlapis

marmer, dihiasi ornamen geometrik dari baja antikarat.

Bangunan utama masjid di mahkotai satu kubah besar berdiameter

45 meter yang ditopang 12 tiang besar. Menara tunggal setinggi total

96,66 meter menjulang di sudut selatan masjid. Karena bangunan yang

begitu besar dan luas, jika memanfaatkan seluruh permukaan lantai di

semua bagian bangunan, masjid ini dapat menampung maksimal

sekitar 200.000 jamaah, meskipun demikian kapasitas ideal masjid ini

adalah 120.000 jamaah.

Masjid bergaya asritektur Islam modern ini menerapkan

bentuk-bentuk geometri sederhana sperti kubus, persegi, dan kubah bola,

dalam ukuran raksasa untuk menimbulkan kesan agung dan

monumental. Bahannya pun dipilih yang bersifat kokoh, netral,

sederhana, dan minimalis, yaitu marmer putih dan baja antikarat

(stainliess stell). Ragam hias ornamen masjid pun bersifat sederhana

namun elegan, yaitu pola geometris berupa ornamen logam

krawangan (kerangka logam berlubang) berpola lingkaran, kubus, atau

persegi. Ornamen-ornamen ini selain berfungsi sebagai penyekat,

jendela, atau lubang udara, juga berfungsi sebagai unsur estetik dari

bangunan ini. Krawangan dari baja ini ditempatkan sebagai jendela,

lubang angin, atau ornamen koridor masjid. Pagar langkan di tepi

balkon setiap lantainya serta pagar tangga pun terbuat dari baja

(38)

28

kerangka baja anti karat. Dua belas pilar utama penyangga kubah pun

dilapisi lempengan baja antikarat.

Rancangan arsitektur Masjid Istiqlal mengandung angka dan

ukuran yang memiliki makna dan perlambangan tertentu. Terdapat

tujuh gerbang untuk memasuki ruangan dalam Masjiid Itiqlal yang

masing-masing dinamai berdasarkan Al-Asmaul Husna, nama-nama

Allah yang mulia dan terpuji. Angka tujuh melambangkan langit tujuh

lapis langit dalam kosmologi alam semesta Islam, serta tujuh hari

dalam semingu. Tempat wudhu terletak di lantai dasar, sementara

ruangan utama dan peralatan utama terletak di lantai dasar, sementara

ruangan utama dan peralatan utama terletak di lantai satu yang di

tinggikan. Bangunan masjid terdiri atas dua bangunan; bangunan

utama dan bangunan pendamping yang lebih kecil. Bangunan

pendamping berfungsi sebagai tangga sekaligus tempat tambahan

untuk beribadah. bangunan utama ini di mahkotai kubah dengan

bentang diameter sebesar 45 meter, angka ‘45’ melambangkan tahun

1945, tahun proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Kemuncak

atau mastaka kubah utama dimahkotai ornamen baja antikarat

(39)

[image:39.595.139.501.106.546.2]

29

Gambar 2.4 menara Masjid Istiqlal

Rancangan interior masjid ini sederhana, minimalis, dengan hiasan

minimal berupa ornamen geometri dari bahan baja antikarat. Sifat

gaya arsitektur dan ragam hias geometris yang sederhana, bersih dan

minimalis ini mengandung makna bahwa dalam kesederhanaan

terkandung keindahan. Pada dinding utama yang menghadap kiblat

terhadap mihrab dan mimbar di tengahnya. Pada dinding utama

terdapat ornamen logam bertulikan aksara Arab Allah diseblah kanan

dan nama Muhammad di sebelah kiri, di tengahnya terdapat kaligrafi

Arab Surah Thaha ayat ke-4. Semua ornamen logam baja antikarat di

(40)

[image:40.595.139.509.108.554.2]

30

Gambar 2.5 ruang utama Masjid Istiqlal

Masjid Istiqlal merupakan masjid negara Indonesia, yaitu masjid

yang mewakili umat muslim Indonesia. Karena menyandang status

terhormat ini maka masjid ini harus dapat menjadi kebanggaan bangsa

Indonesia sekaligus menggambarkan semangat perjuangan dalam

meraih kemerdekaan.

Selain digunakan sebagai aktivitas ibadah umat Islam, masjid ini

juga digunakan sebagai kantor berbagai organisasi Islam di Indonesia,

aktivitas sosial, dan kegiatan umum, pusat pendidikan agama Islam

pusat aktivitas syir Islam dan Masjid ini juga menjadi salah satu daya

tarik wisata yang terkenal di Jakarta. Kebanyakan wisatawan yang

berkunjung umumnya wisatawan domestik, dan sebagian wisatawan

asing yang bergama Islam. Masyarakat non-muslim juga dapat

(41)

31

informasi mengenai Islam dan Masjid Istiqlal, meskipun demikian

bagian yang boleh dikunjungi kaum non-muslim terbatas dan harus di

dampingi pemandu.18 Maka itu wisatawan dapat melihat keunikan

arsitektur Islam modern yang terkandung dalam Masjid Istiqlal ini.

Istiqlal merupakan sebuah bangunan masjid sebagai ungkapan

rasa syukur atas terlepasnya Indonesia dari cengkraman penjajah. Oleh

karena itualah masjid yang terbesar di Asia Tenggara ini diberi nama

“Istiqlal” yang artinya kebebasan, lepas, atau kemerdekaan.

Ide pembangunan Masjid Istiqlal ini muncul lima tahun setelah

Indonesia merdeka, yaitu pada tahun 1950. K.H Wahid Hasyim yang

waktu itu menjabat sebagai Menetri Agama RI dan H. Anwar

Tjokrominoto dari Partai Syarikat Islam di Desa Park, sebuah gedung

pertemuan di jalan Merdeka Utara, tidak jauh dari Istana Merdeka.

Pertemuan pun dipimpin oleh KH. Tufiqurrahman, yang membahas

rencana pembangunan masjid.

Pada sebuah pertemuan di gedung Desa Park (gedung ini akhirnya

tergusur karena pembangunan monumen nasional-monas), secara

mufakat disepakati bahwa H. Anwar Tjokrominoto terpilih sebagai

ketua Yayasan Masjid Istiqlal. Beliau juga ditunjuk secara mufakat

sebagai ketua panitia pembangunan Masjid Istiqlal.

Pada tahun 1953, panitia pembangunan masjid melaporkan rencana

pembangunan tersebut kepada kepala negara, presiden Soekarno. Sang

18 Tanpa Nama, “Masjid Istiqlal”, dalam http:/www.wikipedia.Arsitektur Islam.net. diunduh

(42)

32

Presiden pun menyambut baik rencana tersebut., bahkan akan

membantu sepenuhnya pembangunan Masjid Istiqlal. Yayasan Masjid

Istiqlal kemudian disahkan dihadapan notaris Elisa Pondag pada

[image:42.595.138.487.229.531.2]

tanggal 7 Desember 1954.19

Gambar 2.6 Masjid Istiqlal

Masjid Istiqlal di Jakarta baik jaman pembangunan dan fungsi

secara nasional, kira-kira setingkat dengan Masjid Nasional di Kuala

Lumpur, Malaysia. Masjid Istiqlal merupakan masjid terbesar tidak

hanya di Indonesia, tetapi juga di Asia pada waktu selesai dibangun.

Perancangnya F. Silaban, arsitek Indonesia terkemuka pada tahun

60-an masa presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno, setelah

memenangkan sayembara nasional untuk membangun masjid nasional

ini. Silaban juga merupakan salah seorang dari arsitek pribumi

19Aulia Fadhli, Masjid-Masjid Paling Menakjubkan dan Berpengaruh di Dunia(Yogyakarta: Qudsi

(43)

33

pertama pada masa awal kemerdekaan, merancang banyak bangunan

penting pada jamannya terutama di Jakarta. Perancang Silaban

terpilih pada 1954, masjid baru selesai dibangun 1978, cukup lama

mengingat besar dan luasnya.

Arsitektur Masjid Istiqlal dapat dikategorikan dalam aliran modern

fungsionalisme, pertengahan abad ke-20 M. Ciri utama dari aliran ini

adalah kesederhanaan, tanpa dekorasi, elemen-elemen fungsional

antara lain kolom, dinding atapnya yang datar, ventilasi dan lain-lain

disusun dalam komposisi yang selaras, seimbang dan harmonis,

merupakan unsur yang menampilkan keindahan tersendiri. Selain itu

ciri modernisme fungsional berkembang dari tahun 30-an hingga

pasca perang dunia ke-II terlihat menyatunya elemen kontruksi

bidang, kolom, dinding di sini juga jelas terlihat.20 Sangat tampak

modern Masjid Istiqlal ini, semoga masjid-masjid di indonesia

nampak memiliki ciri khas tersendiri seperti halnya Masjid Istiqlal di

Jakarta.

3. Timur Tengah

Peneliti mengambil contoh masjid Timur Tengah dengan masjid

Nabawi. Lokasi Masjid Nabawi terdapat di kota Madinah, Arab Saudi

karena dibangun oleh Nabi Muhammad SAW dan menjadi tempat

makam beliau dan para sahabatnya. Masjid ini merupakan salah satu

masjid yang utama bagi umat muslim setelah Masjidil Haram di

20 Yulianto Sumalyo, Arsitektur Mesjid dan Monumen Sejarah Muslim, (Yogyakarta: Gadjah

(44)

34

Mekkah dan Masjidil Aqsa di Yerussalem. Masjid ini juga merupakan

Masjid terbesar ke-2 di dunia, setelah Masjidil Haram di Mekkah.21

Masjid Nabawi selaku menjadi rujukan peneguh bagi tampilan

elemen arsitektur masjid di tempat lain. Meskipun sesungguhnya

elemen-elemen yang dipasang pada masjid tersebut pernah diterapkan

di masjid-masjid lain bahkan yang dibangun sebelumnya, akan tetapi

kehadiran elemen tersebut seakan belum “sah” sebelum masjid Nabi

juga menggunakannya. Mihrab atau minaret, misalnya, pernah

dipasang pada masjid-masjid di Kufah, Fustat, Basrah, dan Damaskus.

Akan tetapi, ‘pengesahan’ kehadirannya berlangsung setelah elemen

tersebut terpasang resmi di Masjid Nabawi.

Baru setelah perubahan-perubahan tersebut, maka menjadi

resmilah kiranya bahwa atas dasar suatu pertimbangan penting masjid

dapat dibangun dengan menafsiran kembali prinsip kesederhanaan dan

mengetengahkan unsur keindahan dan kemegahan.22 Sehingga masjid

Nabawi sebagai contoh masjid-masjid di Timur Tengah bahkan

menjadi contoh arsitektur masjid di seluruh dunia. Inilah bukti

peradaban Islam tidak hanya berpacu pada Sejarah namun dengan

adanya seni bangunan yang berfokus pada arsitektur masjid adalah

suatu kebudayaan Islam dimana Islam tidak hanya mengenal dalam sisi

agamanya saja.

21Tanpa Nama, “Masjid Nabawi”, dalam http:/www.wikipedia.Arsitektur Islam.net. diunduh pada

14:54 26/042016.

(45)

35

Dalam catatan sejarah, hanya dua kali itulah Nabi melakukan

perubahan terhadap masjidnya, yakni setelah datang perintah

memalingkan kiblat dan setelah perang Khaibar. Yang pertama tanpa

menambah luas area, yang kedua memprluas area masjid dengan

penambahan luas tanah. Pada kedua kesempatan membangun tersebut

Nabi tetap mempertahankan bentuk denah bujur sangkar. Pilihan

bentuk ini menarik perhatian para ahli.

Dengan demikian, maka setelah perubahan-perubahan yang terjadi

tersebut, sehabis perang Khaibar masjid rumah Rasul bertambah

luasnya. Dinding kelilingnya mencakup luas 2.475 m. Zullah menjadi

lebih luas, dengan atap menjadi selebar tiga baris tiang memanjang

sebatas dinding kiblat. Suffah berada penuh di sepanjang dinding

antikiblat, atapnya tidak selebar atap zulla, kemungkinan satu atau dua

baris saja.

Masjid ini, setelah perluasan dari bentuknya yang asli pada sepuluh

tahun sebelumnya, berukuran 45 meter setiap sisinya, dan hanya

memiliki dua pintu utama untuk umum, sebuah di sisi utara dan sebuah

di sisi barat.23

Masjid Nabawi atau yang sering disebut Masjid Nabi ini di bangun

pertama kali pada tahun pertama Hijriah. Waktu membangun masjid,

Nabi Muhammad saw meletakkan batu pertama. Selanjutnya, batu

kedua, ketiga, keempat, dan kelima masing-masing oleh Abu Bakar

(46)

36

Al-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi

Thalib. Dalam pembangunannya, masjid masjid ini dikerjakan secara

gotong royong sampai selesai oleh kaum muslimin yang ada pada

waktu itu. Pagar masjid dibangundari batu tanah (setinggi +/- 2m),

tiang-tiangnya terbuat dari batang kurma, atap dari pelepah daun

kurma, dan halamannya ditutup dengan batu-batu kecil. Saat itu, kiblat

masih di arahkan menghadap Baitul Maqdis, Masjidil Al-Aqsha. Di

sisi timur masjid dibangun tempat kediaman Nabi Muhammad saw dan

keluarga yang kemudian menjadi tempat pemakaman beliau.

Masjid dibangun dengan tiga pintu, yaitu pintu kanan, pintu kiri,

dan pintu belakang. Panjang masjid sekitar 70 hasta dan lebarnya

sekitar 60 hasta. Masjid Nabawi ini sangat sederhana ketika masa

awal, tanpa hiasan, tanpa tikar, dan untuk penerangan waktu malam

hari pun hanya menggunakan pelepah kurma kering yang dibakar.

Dalam perkembangannya, Masjid Nabawi terus diperluas oleh

sahabat dan penerus Nabi Muhammad saw. Pada bulan Muharam 1406

H atau Oktober 1985 M, dimulailah proyek besar ini dengan

penggusuran pertama meliputi 100.000 m2 berupa bangunan

hotel-hotel bertingkat dan pasar atau kompleks pertokoan. Di atas tanah

tersebut, di bangunlah suatu bangunan masjid baru seluas 82.000 m2

yang mengitari dan menyatu dengan bangunan masjid yang sudah ada.

Dengan tambahan bangunan baru ini, luas lantai dasar Masjid

(47)

37

Sementara itu, lantai atas yang digunakan untuk salat memiliki luas

67.000 m2 dan mampu menampung sebanyak 90.000 jemaah.

Bagian dalam masjid ini terdapat sebuah kubah hijau di

tengah-tengah masjid sebagai tempat makam Nabi Muhammad saw. Tidak ada

sejarah yang pasti dan autentik tentang pembangunan kubah hijau ini.

Yang pasti pada awalnya, kubah hijau ini adalah bangunan terbuka,

dengan rencana dasar bangunan telah diadopsi dalam pembangunan

masjid lain di seluruh dunia.

Pada awalnya, makam Nabi Muhammad saw berada di luar masjid.

Dalam sejarah diceritakan bahwa makam Nabi Muhammad saw berada

di dalam kamar beliau pada sebuah rumah yang bersebelahan dengan

masjid kala itu. Seiring perluasan area masjid, akhirnya makam

tersebut berada di dalam masjid karena perluasan masjid tersebut

menjangkau makam Nabi saw.24

Perkembangan arsitektur masjid seakan-akan merupakan upaya

pencarian harmoni antara struktur bangunan dengan kaidah-kaidah

keagamaan. Kaidah ibadah telah berhasil memandu pertumbuhan

arsitektur masjid sampai ia mencapai pola baku dengan adanya

unsur-unsur: ruang jamaah utama, mihrab, mimbar, tempat wudhu, minaret,

halaman. Perkembangan penampilan arsitektur masjid boleh dikata

berada di sekitar unsur-unsur utama tersebut dengan sama sekali tidak

mengubah keberadaan unsur-unsur utama itu sendiri. Bahkan ketika

24Aulia Fadhli, Masjid-Masjid Paling Menakjubkan dan Berpengaruh di Dunia(Yogyakarta: Qudsi

(48)

38

faktor-faktor politisi menjadi dominan dalam kehidupan, pola baku

unsur-unsur arsitektur masjid tidak mengalami perubahan berarti.

Perkembangan arsitektur masjid dari sisi internalnya selalu berjalan

beriringan dengan proses pelembagaan ibadah dalam masyarakat

Islam. Paling tidak tercatat dua wujud pelembagaan dalam proses yang

memengaruhi pertumbuhan arsitektur masjid. Pertama adalah proses

pelembagaan internal dalam prosesi menjalankan ibadah shalat

berjamaah: wudlu, azan, imam, ma’mum, khutbah; sehingga unsur

-unsur itu terbakukan di dalam perwujudannya. Juga dalam karakter

kegiatan menjalankan shalat terdapat hierarki sejak dari jenjang

individu hingga jamaah akbar, yang memandu tampilan jenis masjid.

Rumah Nabi secara sederhana menjadi menjadi tempat pertemuan

para mukminin dan oleh karenanya sekaligus demikian pulalah masjid

itu pertama-tama di fungsikan. Jadi, masjid bukanlah tempat

persemayaman para dayang, atau bukan pula seperti kebiasaan gereja

kristiani yang selalu terkait dengan layanan biarawan. Pertumbuhan

personel dalam masjid secara formal terkait dengan kebutuhan ritual.

Perangkat ritual ini selalu ada di setiap masjid di mana pun. Misalnya,

seorang imam jamaah shalat, aslinya ia adalah nabi sendiri atau

kemudian reprentasinya.

Apabila dilihat fungsi dan peran Masjid Nabawi terhadap

perkembangan kehidupan masyarakat Muslim, paling tidak terjadi tiga

(49)

39

Pertama kali ia dibangun sampai dengan terjadinya perang Badar,

masjid menjadi tempat berlatih disiplin persiapan kelahiran sebuah

tatanan baru, baik dengan latihan ibadah, musyawarah, fisik, dan

sebagainya. Ketika usai perang Badar, fungsi masjid bertambah

menjadi tempat menampung tawanan perang, kegiatankuttab (sebuah

kegiatan pengajaran baca tulis) sebagai pelaksanaan tebusan

kemerdekaan bagi para tawanan badar. Pada saat inilah peran

bagian-bagian masjid seperti shuffah, menjadi penting. Kemungkinan bahwa

shuffah yang tadinya hanya ada di sebagian dinding anti kiblat, sangat

masuk akal bila kemudian ditambah memanjang memenuhi sisa

dinding yang ada.

Sumber yang dikutip Hillenbarnt menyebutkan penggunaan masjid

sebagai tempat penampungan tawanan perang terjadi juga pada

peristiwa Khaibar (Hillenbrant, 1994: 490), artinya itu di sekitar tahun

ke-7 H, sehingga wajar bahwa informasi yang sketsa denah yang

menunjukka bagian shuffah yang memenuhi sepanjang dinding anti

kiblat (stierlin, 1996: 26). Ketika perjanjian Hudaibiyah berhasil

disepakati, fungsi sebagai tempat sidang perutusan kabilah mulai

tampak gejalanya. Peran masjid sebagai bangsal pertemuan (public

hall) mulai diantisipasi, sehingga selepas peristiwa Khaibar, Nabi

melakukan perluasan serta penambahan bagian-bagian beratap. Pada

saat ini pula kemungkinan penambahan bagian atap pada bagian

(50)

40

akal, mengingat kebutuhan menampung kegiatan serta populasi yang

semakin tinggi. Oleh karena itu, agaknya wajar bila dalam diagram

yang ditunjukan program Raja Fahd untuk pembangunan Masjid

Nabawi, kondisi setelah perubahan kedua yang dilakukan oleh Nabi itu

mengagambarkan adanya atap pada sisi dinding tersebut. Dengan

demikian, maka halaman tengah bentuknya semakin tegas. Ketika

kemudian mekkah dibebaskan, peran sebagai bangsal sidang menjadi

semakin nyata.

Masjid Nabawi yang sebelum peristiwa penaklukan mekkah

menjadi tempat melaksanakan ibadah sekaligus ajang latihan disiplin

dan ketertiban bagi pembentukan cikal bakal masyarakat Muslim, kini

menjadi kesepakatan Muslim, kini menjadi tempat kesepakatan politik,

pengungkapan rasa solidaritas warga masyarakat, untuk kelahiran

sebuah daulat Islam. Demikian pula kebutuhan ketika cikal-bakal

mimbar dipakai bukan lagi hanya sebagai temoat duduk Nabi

Muhammad ketika berceramah, tetapi menjadi semacam singgasana

ketika ia menerima utusan para kabilah.

Meskipun dalam perwujudan, tampil dengan sangat sederhana,

tetapi masjid rumah rasul memiliki kandungan cukup lengkap sebagai

sebuah pusat pengembangan kemasyarakatan. Sejumlah fungsi

tercakup di dalamnya, dan setiap perkembangan fungsi meningkatkan

(51)

41

Pertama-tama ia memuat fungsi tempat ibadah shalat berjamaah, dan

itu yang utama.

Bersamaan dengan itu sekaligus ia menjadi tempat diskusi

pemecahan berbagai persoalan kehidupan, juga tempat latihan fisik.

Masjid Nabawi juga mencatat dirinya sebagai ajang belajar, baik

tentang pengetahuan keagamaan yang dipandu oleh Rasul langsung,

maupun ilmu-ilmu “alat”, yakni pengetahuan baca tulis untuk kalangan

Muslimin yang saat itu kebanyakan masih buta huruf. Untuk

kebutuhan ini Nabi tak segan-segan meminjam keahlian orang-orang

bukan muslim.

Masjid ini juga dijadikan markas militer, ketika Madinah dikepung

di saat perang Khandaq. Masjid juga sekaligus adalah pondokan para

pengabdi kehidupan keagamaan. Ketika masyarakat Muslimin semakin

diakui keberadaanya, baik setelah perjanjian Hudaibiyah maupun

setelah pembebasan Mekkah, masjid nmenjadi bangsal sidang. Dengan

demikian, ketika Nabi wafat konsep dasar tentang masjid, terutama

mengenai ihwal keberadaanya di tengah masyarakat telah selesai

diletakkan. Mengenai perkembangan fisiknya Nabi telah memberi

contoh, ketika kebutuhan praktisi mulai mendesak, pertumbuhan dan

pemberontakan dimungkinkan terjadi. Nabi sekalaigus telah memberi

contoh dan menghapus kesan bahwa masjid adalah benda yang

disakralkan. Meskipun demikian, Nabi tetap membimbing pada setiap

(52)

42

umat Muslimin menjadi saksi betapa Nabi telah menawartakan

risalahnya. Sebagaimana Islam yang telah disempurnakan oleh Allah,

maka masjid Rasul pun telah merefleksikan persan kesempurnaan itu.

Sekali lagi, masjid rumah Rasul dengan demikian semakin

meneguhkan perannya sebagai tempat ibadah dalam pengertian yang

utuh, baik jasmani maupun ruhani, bukan sekadar menjadi tempat

[image:52.595.134.483.282.585.2]

shalat semata, meskipun itu adalah yang utama.25

Gambar 2.7 tahapan perubahan Masjid Nabawi

(53)

43

BAB III

MASJID AGUNG SYEH MAULANA MALIK IBRAHIM GRESIK JAWA

TIMUR

A. Wilayah Administrasi Kabupaten Gresik

1. Kedudukan Kabupaten Gresik

Secara geografis, kabupaten Gresik diapit oleh dua wilayah

Kabupaten dan satu wilayah Kotamadya. Dalam kebijaksanaan

perwilayahan Jawa Timur, kabupaten Gresik termasuk dalam SWP

(Satuan Wilayah Pembangunan) Gerbangkertosusila. Dengan

pertimbangan Gerbangkertosusila yang sangat padat tersebut dan

mempunyai laju pertumbuhan ekonomi dan fisik yang sangat tinggi.

Zona SWP Gresbangkertosusila dibagi menjadi 4 zona

pengembangan:

a. Zona Surabaya Raya (Surabaya, Gresik, Sidoarjo)

Surabaya Raya sebagai pusat wilayah Gerbangkertosusila, Jawa

Timur secara keseluruhan maupun Indonesia, dengan kegiatan yang

harus dikembangkan meliputi:

1) perniagaan / komersial, perdagangan, pemerintahan,

permodalan dan penerangan.

2) pelabuhan dalam rangka mendorong penyaluran berbagai

(54)

44

3) industri manufaktur baik yang bersifat modern maupun

tradisional pengembangannya diupayakan serasi.

4) perumahan untuk mengantisipasi pertambahan jumlah

penduduk serta berbagai fasilitas rekreasi dan juga taman

hiburan.

b. Zona Pengaruh Surabaya Raya di Bnagkalan

c. Zona Pengaruh Surabaya Raya di Lamongan

d. Zona Pengaruh Surabaya Raya di Mojokerto

2. Kondisi Geografis

Kabupaten Gresik terletak antara 7o – 8o selatan dan 112o – 113o

bujur timur, dengan luas wilayah 1.191,25 kilometer persegi.

Wilayahnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 – 25

meter di atas permukaan air laut (kecuali kecamatan panceng

mempunyai 25 meter permukaan air laut). Hampir sepertiga bagian

dari wilayah Kabupaten Gresik merupakan daerah pesisir pantai, yaitu

sepanjang Kecamatan Kebomas, sebagian Kecamatan Gresik,

Kecamatan Manyar, Kecamatan Bungah dan Kecamatan

Ujungpangkah, Sidayu dan Panceng. Serta Kecamatan Tambak dan

Kecamatan Sangkapura yang berada di Pulau Bawean.

3. Batas Wilayah

Sebagian daerah-daerah lain, Kabupaten Gresik juga berdekatan

dengan kabupaten-kabupaten yang tergabung dalam

(55)

45

Sidoarjo dan Lamongan. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten

Gresik adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Laut Jawa

b. Sebelah Selatan: Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo dan

Kabupaten Mojokerto.

c. Sebelah Barat : Selat Madura

d. Sebalah Timur : Kabupaten Lamongan

4. Wilayah Administrasi Pemerintahan

a. Kecamatan : 18

b. Kelurahan : 26

c. Desa : 330

d. Dusun : 360

e. Rukun Warga : 1.792

f. Rukun Tetangga : 5. 101

5. Topografi

Wilayah Kabupaten Gresik sebagian besar merupakan dataran

rendah dengan ketinggian anatar 0 – 25 meter di atas permukaan air

laut (dpl). Berdasarkan konsepsi wilayah Administrasi, Kabupaten

Gresik dapat dikelompokkan dalam 5 (lima) wilayah:

a. Wilayah dengan ketinggian 0 - 7 meter dpl terletak di Kecamatan

(56)

46

b. Wilayah dengan ketinggian 7 – 25 meter dpl meliputi wilayah

Gresik utara (Panceng dan sebagian UjungPangkah) kemudian

wilayah Gresik bagian barat dan selatan.

c. Wilayah dengan ketinggian 25 – 50 meter dpl terdapat di

Kecamatan Dukun, Kebomas, Kedamean, Driyorejo, Wringinanom

dan kepulauan Bawean.

d. Wilayah dengan ketinggian 50 – 100 meter dpl meliputi kecamaatn

panceng, Ujungpangkah, sebagian Kecamatan Dukun, Kebomas,

Kedamean, Wringinanom dan kepulauan Bawean.

e. Wilayah dengan ketinggian 100 dpl ke atas terdapat di kepulauan

Bawean.26

B. Keberadaan Masjid

Sebelumnya Masjid-Masjid besar terutama Masjid Jami’ di

Kabupaten Gresik telah menjamur dan bahkan banyak bangunan Masjid

yang cukup dibilang tua. Masjid-Masjid di Kabupaten Gresik sangatlah

beragam bahkan ada yang mempunyai ciri khas masing-masing dan ada

pengelola dari pihak masing-masing seperti halnya Masjid Nurul Jannah

Petrokimia dikelola oleh pihak PT. Petrokima Gresik, sedangkan Masjid

Agung Gresik dikeolola pihak pemerintah Kabupaten Gresik.

26Tim Penyusun, Profil Investasi Kabupaten Gresik (Gresik: Pemerintah Kabupaten Gresik, 2002),

(57)

47

Karena memang keberadaan Masjid merupakan ciri suatu daerah

yang notebannya orang muslim sebagai pusat ibadah dan kebudayaan

Islam.

Keberadaan Masjid Agung Syeh Maulana Malik Ibrahim Gresik ini

yang sanghat strategis bahkan sering dikunjungi wisatawan asli Gresik

maupun luar Kota Gresik.

Masjid ini tampak tampil dengan arsitektur Jawa bercampuran

dengan gaya Modern namun berbau Timur Tengah. Mengrefleksikan

khasanah budaya arsitektur Jawa Islami.

Secara letak geografis Masjid Agung Syeh Maulana Malik Ibrahim

Gresik di desa Sumber, Kecamatan Kebomas (simpang tiga sumber).

Letak Masjid Agung Syeh Maulana Malik Ibrahim di jalan protokol, di

karenakan Masjid Agung lebih dekat dengan jalan tol Kebomas dan jalur

menuju arah Gresik Selatan, bahkan bisa untuk akses menuju makam

Sunan Giri.27

C. Lembaga Pengelola

Gagasan untuk membangun Masjid Agung Syeh Maulana Malik

Ibrahim Gresik adalah gagasan dari pihak pemerintah Kabupaten Gresik.

Masjid jenis ini biasanya merupakan masjid agung yang dilengkapi dengan

berbagai fasilitas. Lokasi yang strategis, yaitu di pusat pemerintahan. Hal

ini dapat terlihat dengan adanya sistem tata kota yang ada di Pulau Jawa,

(58)

48

terutama Jawa Tengah. Masjid Agung di dirikan di sebelah utara, pusat

ekonomi di sebelah selatan dan lembaga pemasyarakatan di sebelah timur.

Pengelola masjid ini adalah orang-orang yang ditunjuk oleh

pemerintah setempat. Ta’mir bisa berasal dari pejabat pemerintah

maupun orang-orang dari luar yang di rekomendasikan untuk memegang

amanah tertentu dalam unit ta’mir.

Masjid Agung yang didirikan oleh pemerintah biasanya berada di

bawah perlindungan kepala daerah setempat. Di setiap bidang diadakan

sesuai dengan tingkat kebutuhan setiap masjid demi lancarnya

pelaksanaan setiap program kerja. Setiap masjid demi lancarnya

pelaksanaan setiap program kerja. Setiap bidang bertanggung jawab

kepada ketua, namun jika ada suatu acara semua anggota ta’mir wajib

membantu acara tersebut meskipun bidang yang ditugaskan tidak dalam

bidangnya.28

D. Penyandang Dana

Dana pembangunan Masjid Agung ini tidak sepenuhnya termasuk

ke dalam anggaran pemerintah. Dengan demikan maka untuk

mewujudkan niat suci pembangunan dan pengembangan Masjid Agung

ini maka adanya peran dan partisipasi masyarakat dan berbagai pihak,

antara lain: pemerintah pusat, pemerintah dearah, masyarakat sekitar,

pihak instilasi pemerintah maupun swasta dan juga ta’mir masjid.

(59)

Gambar

Gambar 2.1 arsitektur Masjid Jami’ Ainul Yaqin Sunan Giri Gresik.
Gambar 2.2 Atap Masjid Jami’ Ainul Yaqin Sunan Giri Gresik
Gambar 2.3 lukisan Masjid Jami’ Ainul Yaqin Sunan Giri Gresik
Gambar 2.4 menara Masjid Istiqlal
+4

Referensi

Dokumen terkait

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Menggunakan Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) Pada Siswa Kelas VIII B Smp Negeri 1 Ampel Semester II Tahun

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip pembelajaran bahasa Bali dapat diuraikan atas delapan pokok, yaitu: (1) pengamalan nilai-

Pengaruh perbandingan CPO dan heksana terhadap hasil fraksinasi adalah dengan semakin bertambahnya jumlah heksana, maka konsentrasi karotenoid konsentrat menurun, recovery

³.RPXQLNDVL \DQJ GLODNXNDQ ROHK pihak kecamatan dengan kepala desa yang berada di kecamatan kampar dan dengan Polsek kampar serta dengan yang berkaitan dengan upaya

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan: 1) Pemahaman guru tentang pendidikan moral pada siswa kelas IV SD Muhammadiyah 14 Surakarta, 2) Implementasi

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan metode PQ4R dapat meningkatkan pemahaman dalam membaca untuk menemukan gagasan utama atau ide pokok dalam paragraf.Menurut

Pertama, mengalami pertobatan yang sejati “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil” (Ma r. Kebenaran a gung yang dikhotbahkan Kri stus adalah waktunya telah genap; Kerajaan Al