• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Mutu Terpadu (MMT) SD Negeri Peterongan Semarang T2 942012065 Bab II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Mutu Terpadu (MMT) SD Negeri Peterongan Semarang T2 942012065 Bab II"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Manajemen

Menurut Manullang (2006: 5) manajemen meru-pakan sebuah seni dan ilmu perencanaan, pengor-ganisasian, penyusunan, pengarahan, dan pengawas-an sumberdaya untuk mencapai tujupengawas-an ypengawas-ang sudah di tetapkan. Pengelolaan yang berkaitan dengan pem-belajaran merupakan alternatif yang paling tepat untuk mewujudkan sekolah mandiri dan memiliki keunggulan (Sagala, 2007: 52). Pengelolaan pendidik-an ypendidik-ang sekarpendidik-ang sedpendidik-ang dikembpendidik-angkpendidik-an berkecende-rungan memberikan otonomi yang lebih bertumpu pada masyarakat atau sekolah. Mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan sekolah dipandang sebagai upaya meringankan beban pemerintah ketika semakin tidak mencukupi dalam pendanaan sekolah (Supriyanto, 2007: 29-30).

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu kegiatan berupa proses pengelolaan setiap orang yang berada di dalam oraganisasi, tanpa melihat status, posisi atau peran-nya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan sebelum-nya.

(2)

pengelola-an terhadap peningkatpengelola-an mutu suatu produk dalam dua dasawarsa ini meningkat pesat. Dengan demikian untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu tinggi diperlukan pengelolaan pendidikan yang bermutu pula. Dalam mewujudkan pengelolaan pendidikan yang bermutu tinggi itu diperlukan pengelolaan pendidikan yang profesional untuk menangani sistem pendidikan mulai dari tingkat makro (pusat), meso (wilayah/daerah), sampai tingkat mikro yaitu satuan pendidikan (sekolah dan luar sekolah).

(3)

15

2.2

Mutu dalam Pendidikan

Mutu merupakan keinginan pelanggan, mutu yang tinggi merupakan kunci untuk suatu rasa kebanggaan, tingkat produktivitas dan cermin kemam-puan dalam penghasilan. Tujuan mutu harus merupa-kan produk dan jasa yang dapat memberimerupa-kan kepuas-an bagi pelkepuas-anggkepuas-annya. Sallis (2012: 56) menyatakkepuas-an bahwa, mutu adalah sesuatu yang memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan.

Suti (2011:2) menjelaskan bahwa, mutu dapat dilihat dari dua segi, yaitu segi normatif dan segi deskriptif. Dalam arti normatif, mutu ditentukan berdasarkan pertimbangan instrinsik dan ekstrinsik. Berdasarkan kriteria intrinsik, mutu pendidikan meru-pakan produk pendidikan yakni manusia yang terdidik sesuai standar ideal. Berdasarkan kriteria ekstrinsik, pendidikan merupakan instrumen untuk mendidik tenaga kerja yang terlatih. Secara deskriptif, mutu ditentukan berdasarkan keadaan senyatanya semisal hasil tes prestasi belajar. Mutu pendidikan adalah derajat keunggulan dalam pengelolaan pendidikan se-cara efektif dan efisien untuk melahirkan keunggulan akademis dan ekstra kurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan pembelajaran tertentu.

I-Chao Lee (2010: 58) mengungkapkan bahwa:

(4)

expected. Specifically, education quality encompasses policy and regulation, administration and system, education objectives, education content, education process, and education results.

Mutu pendidikan sebagai apa yang dapat meno-pang tingkat yang ditargetkan yang teridentifikasi dan diharapkan publik. Secara khusus, mutu pendidikan meliputi kebijakan dan regulasi, administrasi dan sistem, tujuan pendidikan, isi pendidikan, proses pen-didikan, dan hasil pendidikan. Mutu dalam pendidikan bukanlah barang akan tetapi layanan, dimana mutu harus dapat memenuhi kebutuhan, harapan dan ke-inginan semua pihak/pemakai dengan fokus utama-nya terletak pada peserta didik (leaners). Mutu pen-didikan berkembang seirama dengan tuntutan kebu-tuhan hasil pendidikan yang berkaitan dengan kema-juan ilmu dan teknologi yang melekat pada wujud pengembangan kualitas sumber daya manusia.

Benon (2010: 13) menyatakan: “Quality learning is a function of the three elements that can improve quality in education, and these include the teacher, the learner and the curriculum”. Sedangkan menurut Isjoni (2006: 22-23), dalam pembangunan pendidikan hen-daknya diarahkan kepada beberapa sektor yang meru-pakan kebutuhan mendasar, karena langsung membe-rikan dampak terhadap peningkatan mutu pendidikan.

(5)

17 a. Sarana dan Prasarana Pendidikan, meliputi

pem-bangunan ruang belajar, renovasi dan rehabilitasi ruang belajar beserta perangkat pendukungnya, ruang laboratorium, perpustakaan, computer, pusat sumber belajar, termasuk rumah guru, kepala sekolah, penjaga sekolah, WC guru dan murid;

b. Sarana dan prasarana pembelajaran, berkaitan dengan pengadaan alat dan media pembelajaran, untuk bidang IPA, IPS, bahasa dan bidang lainnya. Selanjutnya seperangkat alat praktik laboratorium, buku-buku pegangan guru dan siswa di semua jenjang dan jenis pendidikan, serta buku-buku untuk perpustakaan;

c. Pembangunan SDM. Kondisi SDM yang masih rendah perlu ditingkatkan. Program wajib belajar 9 tahun harus tuntas, demikian pula SDM guru perlu ditingkatkan kualifikasi pendidikannya, mulai dari guru SD, SMP sampai SMA/SMK;

d. Pembangunan sektor pendidikan luar sekolah. Mengingat jumlah anak putus sekolah cukup tinggi. Bagi mereka yang tidak ingin melanjutkan pendidikan untuk wajib belajar, diberikan kesem-patan untuk mengikuti kursus ketrampilan yang diselenggarakan melalui PLS;

(6)

sebagai modal bagi mereka yang tidak mampu melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, dengan membuka usaha sendiri.

Konsep mutu itu sendiri dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas mutu desain dan mutu kesesuaian. Mutu desain merupakan fungsi spesifikasi produk, sedang-kan mutu kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa jauh suatu produk memenuhi persyaratan atau spesi-fikasi mutu yang telah ditetapkan. Namun demikian, aspek tersebut bukanlah satu-satunya aspek mutu. Meskipun tidak ada definisi mengenai mutu yang diterima secara universal, namun menurut Diana dan Tjiptono (2003: 3-4), terdapat beberapa elemen menge-nai mutu sebagai berikut:

a. Mutu meliputi suatu usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan;

b. Mutu mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan;

c. Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan mutu pada saat ini mungkin dianggap kurang ber-mutu di masa yang akan datang).

(7)

19

2.3

Manajemen Mutu Terpadu (MMT)

2.3.1 Pengertian Manajemen Mutu Terpadu (MMT)

Pemikiran tentang model peningkatan mutu pada awalnya berasal dari dunia industri. Kebangkitan Jepang setelah mengalami kekalahan pada Perang Dunia II, dipicu oleh gagasan W. Edward Deming tentang pembangunan sistem kualitas atau mutu (sekitar tahun 1950). Keberhasilan itu menarik negara-negara industri untuk menyelidiki strategi Jepang dalam membangun mutu. Dari sinil lahirlah Manajemen Mutu Terpadu (MMT) (Gasperz, 2002: 4). Jepang menggunakan istilah sendiri dalam manaje-men mutu dengan istilah Kaizen yaitu penyempurnaan berkesinambungan yang melibatkan semua orang, baik manajemen puncak, manajer maupun karyawan (Masaaki, 1996: 16).

(8)

Organization 9000) (Husaini, 2006: 438).

Standar mutu international merupakan bagian dari peningkatan Manajemen Mutu Terpadu (MMT). MMT adalah suatu manajemen kualitas terpadu yang didefinisikan sebagai suatu cara meningkatkan perfor-mansi secara terus-menerus (continuous performance improvement) pada setiap level operasi atau proses dalam setiap arus fungsional dari organisasi, dengan menggunakan semua sumberdaya manusia dan modal yang tersedia (Gasperz, 2002: 6-7). MMT pada prinsip-nya adalah suatu standar mutu yang fokusprinsip-nya mem-berikan kepuasan pada pelanggan.

Penerapan ISO dalam bidang pendidikan adalah sebagai berikut (Husaini, 2006: 432):

(1) komitmen pimpinan puncak lembaga atas mutu; (2) sistem mutu; (3) penentuan hak-hak dan kewajiban pelanggan (stakeholders) pendidikan; (4) dokumen pengendalian; (5) pembelian; (6) ke-bijakan penerimaan calon; keke-bijakan pembelian sarana prasarana; (7) pelayanan prima terhadap

stakeholders terutama peserta didik; (8) arsip induk peserta didik; (9) sistem penilaian hasil belajar; (10) pengembangan staf edukatif dan administratif.

(9)

21 menghasilkan kualitas sekolah yang bermutu.

Manajemen mutu dalam pendidikan dapat dise-but mengutamakan peserta didik atau program per-baikan sekolah, yang mungkin dilakukan secara lebih kreatif dan konstruktif. Hal ini mendukung pengertian manajemen itu sendiri, yaitu sebagai suatu alat bagi organisasi untuk mencapai tujuan. Penekanan yang paling penting bahwa mutu terpadu dalam program-nya dapat mengubah kultur sekolah. MMT adalah upaya menciptakan budaya mutu, yang mendorong semua anggota staf untuk memuaskan para pelang-gan. Bila di sekolah dikembangkan MMT, diharapkan para orang tua dan stakeholder dapat terpuaskan dan kembali lagi untuk menggunakan sekolah tersebut sebagai lembaga pendidikan anak-anak mereka.

West Burnham dalam Bush & Coleman (2012:190) mengklaim bahwa, kemajuan melalui hirarkhi terhadap MMT menghantarkan pada empat perubahan kultural penting, yaitu:

(1) adanya kesadaran dan keterlibatan yang me-ningkat pada klien dan supplier; (2) tanggung-jawab personal terhadap kemajuan tenaga kerja; (3) terdapat penekanan yang kuat terhadap proses dan produk; (4) harus menuju perubahan terus-menerus.

Cohen dalam Hamid (2010:131) mendefinisikan Total Quality Management (MMT) sebagai berikut:

(10)

apakah pelanggan itu puas; (2) Quality berarti memnuhi dan melampaui harapan pelanggan; (3)

Management berarti mengembangkan dan meme-lihara kemampuan organisasi untuk terus-mene-rus meningkatkan mutu.

Pengertian tersebut menjelaskan bahwa manaje-men mutu terpadu dalam pendidikan sebagai suatu proses yang melibatkan pemusatan pada pencapaian kepuasan harapan pelanggan pendidikan, perbaikan terus menerus, pembagian tanggung jawab dengan para pegawai, pengurangan pekerjaan tersisa, serta pengerjaan kembali.

Berdasarkan penjelasan di atas menunjukkan bahwa karakteristik dalam MMT, yaitu: (1) fokus pada pelanggan baik eksternal maupun internal; (2) adanya keterlibatan total; (3) adanya ukuran baku mutu lulusan sekolah; (4) adanya komitmen; dan (5) adanya perbaikan yang berkelanjutan. Ditambahkan oleh Mulyasa (2006: 224) bahwa MMT merupakan pende-katan sistem secara menyeluruh (bukan suatu bidang atau program terpisah) dan merupakan bagian terpa-du strategi tingkat tinggi. Sistem ini bekerja secara horizontal menembus fungsi dan departemen, melibat-kan semua karyawan dari atas sampai bawah, meluas ke hulu dan ke hilir, mencakup mata rantai pemasok dan customer.

(11)

(pembina-23 an potensi peserta didik) melalui pengembangan pendidikan berkualitas, agar melahirkan lulusan yang sesuai dengan harapan orang tua, masyarakat, dan pelanggan pendidikan lainnya. Empat hal yang perlu diperhatikan guna mengetahui lebih jauh mengenai hakikat MMT pendidikan, yaitu: pencapaian dan pemuasan harapan pelanggan, perbaikan terus-mene-rus, pembagian tanggung jawab dengan para pegawai, dan pengurangan sisa pekerjaan dan pengerjaan ulang. Dengan demikian, yang dimaksud dengan penerapan MMT dalam pendidikan adalah suatu pola manajemen yang berorientasi pada mutu atau output pendidikan dan dilaksanakan secara terpadu dengan melibatkan semua anggota dalam proses pendidikan. Hal ini ditandai dengan adanya proses perbaikan secara berkelanjutan, peningkatan produktivitas, efisi-ensi dan efektivitas, yang diharapkan dapat memenuhi harapan pihak-pihak yang terlibat dalam pendidikan.

(12)

2.4

Penerapan Manajemen Mutu Terpadu

(MMT)

2.4.1 Pilar-pilar Manajemen Mutu Terpadu (MMT)

Untuk mewujudkan total quality dalam lembaga pendidikan, implementasi pilar MMT dalam pengem-bangan kurikulum perlu menjadi pertimpengem-bangan dan perhatian serius. Pilar-pilar MMT tersebut adalah:

1. Fokus pada Pelanggan

Misi utama MMT adalah memenuhi kepuasan pelanggan. Mutu harus sesuai dengan persyaratan yang diinginkan pelanggan. Mutu adalah keinginan pelanggan bukan keinginan sekolah. Tanpa mutu yang sesuai dengan keinginan pelanggan, sekolah akan kehilangan pelanggan. Bila sekolah telah kehilangan pelanggan, pada akhirnya akan tutup dan bubar.

Memuaskan harapan pelanggan berarti mengan-tisipasi kebutuhan pelanggan pada masa datang. Sekolah perlu mengembangkan kualitas, setiap orang dalam sistem sekolah mesti mengakui bahwa output lembaga pendidikan adalah customer (Arcaro, 1995: 11).

2. Keterlibatan Total

(13)

25 kepada cara kerja baru. Perubahan Kurikulum Ber-basis Kompetensi (KBK) kepada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah bentuk mengubah cara kerja baru. Hal ini dimaksudkan agar semua komponen dalam lembaga pendidikan ikut terlibat secara aktif dalam operasionalisasi lembaga pendidik-an, pemberdayaan warga sekolah (pimpinpendidik-an, tenaga administrasi, tenaga pendidik dan peserta didik) (Hasibuan, 2004:136). Dengan demikian mereka dapat mengetahui informasi kesenjangan atau kebutuhan yang menyangkut tentang diri mereka. Berdasarkan kondisi tersebut, semua komponen dapat berperan dalam mengusulkan rencana-rencana kegiatan yang seharusnya dilaksanakan.

(14)

meli-batkan semua unsur yang terkait dengan suatu lembaga pendidikan, baik secara internal kelembagaan maupun secara eksternal (stakeholders).

3. Pengukuran

Dalam pengembangan MMT, pengukuran meru-pakan salah satu langkah yang penting dalam proses manajemen. Jika kualitas dapat dikelola, maka kuali-tas juga harus dapat diukur (measurable). Kualikuali-tas juga merupakan keunggulan (excellence) atau hasil yang terbaik (the best). Untuk mengejar kualitas, kesalahan harus dieliminasi untuk mencapai keung-gulan kompetitif lulusan suatu lembaga pendidikan, dan keunggulan komparatifnya dengan yang lain sesuai dinamika pasar tenaga kerja.

4. Komitmen

(15)

27 Untuk memberikan komitmen pada kualitas, ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam menerapkan MMT yaitu: (1) Mempelajari dan mema-hami MMT secara menyeluruh; (2) Memahami dan mengadopsi jiwa dan filosofi untuk perbaikan terus menerus; (3) Menilai jaminan kualitas saat ini dan program pengendalian kualitas; (4) Membangun sistem total kualitas; (5) Mempersiapkan orang-orang untuk perubahan, menilai budaya kualitas sebagai tujuan untuk mempersiapkan perbaikan, melatih orang-orang untuk bekerja pada suatu kelompok kerja; (6) Mem-pelajari teknik untuk mengatasi akar persoalan (penyebab) dan mengaplikasikan tindakan korektif dengan menggunakan teknik-teknik alat MMT; (7) Me-netapkan prosedur tindakan perbaikan dan menyadari akan keberhasilannya; (8) Menciptakan komitmen dan strategi yang benar tentang total kualitas oleh pemim-pin yang akan menggunakannya; (9) Memelihara jiwa total kualitas dalam penyelidikan dan aplikasi penge-tahuan yang amat luas.

(16)

5. Perbaikan Berkelanjutan

Konsep dasar kualitas adalah segala sesuatu dapat diperbaiki. Kualitas didasarkan pada konsep bahwa setiap proses dapat diperbaiki dan tidak ada proses yang sempurna. Menurut filosofi manajemen baru, “bila tidak rusak, perbaikilah, karena jika anda tidak melakukannya orang lain pasti melakukannya. Inilah konsep perbaikan terus-menerus. Perbaikan berkelanjutan berarti sesuatu yang belum pernah dilakukan. Suatu tindakan pengejaran atas kualitas, prosesnya harus secara terus-menerus diperbaiki dengan diubah, ditambah, dikembangkan dan dimur-nikan (Saifuddin, 2002: 37).

(17)

29

2.4.2 Elemen Pendukung dalam Manajemen Mutu

Terpadu (MMT)

1. Kepemimpinan

Sallis (2012: 169) berpendapat kepemimpan ada-lah unsur penting dalam MMT. Pemimpin harus memiliki visi dan mampu menterjemahkan visi terse-but ke dalam kebijakan yang jelas dan tujuan yang spesifik. Lebih lanjut Tjiptono & Diana (2001: 152) menjelaskan kepemimpinan merupakan suatu konsep abstrak, tetapi hasilnya nyata. Kadangkala kepemim-pinan mengarah pada seni tetapi seringkali berkaitan dengan ilmu. Pada kenyataannya kepemimpinan me-rupakan seni sekaligus ilmu. Hal itu dapat disimpul-kan bahwa kepemimpinan merupadisimpul-kan sikap dan ke-mampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mem-pengaruhi sekelompok anggota agar bekerja mencapai tujuan.

(18)

2. Pendidikan dan Pelatihan

Tjiptono (2001: 212) menjelaskan, pendidikan berbeda dengan pelatihan. Pelatihan bersifat spesifik, praktis, dan segera. Pelatihan merupakan bagian dari pendidikan. Pendidikan lebih bersifat filosofis dan teoritis. Walaupun demikian, pendidikan dan pelatih-an memiliki tujupelatih-an ypelatih-ang sama, yaitu pembelajarpelatih-an.

3. Struktur Pendukung

Manajer senior memerlukan dukungan untuk melakukan perubahan yang dianggap perlu dalam melaksanakan strategi pencapaian mutu. Dukungan semacam ini mungkin diperoleh dari luar melalui kon-sultan, akan tetapi lebih baik kalau diperoleh dari dalam organisasi itu sendiri. Suatu staf pendukung yang kecil dapat membantu tim manajemen senior untuk mengartikan konsep mengenai mutu,

memban-tu melalui “network” dengan manajer mutu di bagian lain dalam organisasi dan membantu sebagai nara-sumber mengenai topik-topik yang berhubungan

dengan mutu bagi tim manajer senior (Ni’mah, 2013).

4. Komunikasi

(19)

31 dengan para karyawan untuk menyampaikan infor-masi, memberikan pengarahan, dan menjawab

perta-nyaan dari setiap karyawan (Ni’mah, 2013).

5. Penghargaan dan Pengakuan

Tjiptono (2001:140) berpendapat di dalam model MMT, peranan penghargaan dan pengakuan terhadap prestasi karyawan, seperti penilaian kinerja, kompen-sasi, program pengakuan prestasi, dan sistem pro-mosi, yang merupakan motivasi untuk mencapai sasaran perusahaan. Gagal mengenali seseorang men-capai sukses dengan menggunakan proses MMT akan memberikan kesan bahwa ini bukan arah menuju pekerjaan yang sukses. Dengan demikian pengakuan dan pemberian penghargaan terhadap salah satu individu yang sukses akan menjadi motivasi individu yang lain, walaupun penghargaan tersebut bukan sesuatu yang besar.

6. Pengukuran

(20)

pelanggan bahwa kebutuhan mereka benar-benar dipenuhi. Pengumpulan data pelanggan memberikan suatu tujuan dan penilaian kinerja yang realistis serta sangat berguna di dalam memotivasi setiap orang/ karyawan untuk mengetahui persoalan yang

sebenar-nya (Ni’mah, 2013).

Di samping keenam elemen pendukung di atas, maka ada unsur yang tidak bisa diabaikan yaitu gaya kepemimpinan dalam organisasi/perusahaan bersang-kutan. Suatu cara/gaya bagaimana seorang manajer sebagai seorang pimpinan melakukan sesuatu sangat berpengaruh pada pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh bawahan/karyawan.

2.4.3 Hambatan dalam Pelaksanaan Manajemen

Mutu Terpadu (MMT) di Sekolah

Sallis (2012: 92) menyebutkan banyak kendala MMT yang melibatkan elemen kekhawatiran dan ke-tidakpastian. Ketakutan terhadap hal yang belum diketahui atau ketakutan untuk melakukan sesuatu yang berbeda, mempercayai orang lain, dan melaku-kan kesalahan, merupamelaku-kan memelaku-kanisme resistensi yang sangat kuat. Berikut ini adalah kendala-kendala yang sering dihadapi dalam penerapan MMT, antara lain:

(21)

33 Artinya MMT tidak akan berhasil manakala hanya diserahkan kepada tim tertentu yang ditunjuk oleh pimpinan;

2. Proses pengaturan yang tidak memadai. Program MMT harus mengilhami seluruh kegiatan. Bagi sekolah, maka seluruh kegiatan akademik (proses belajar mengajar) harus memperoleh perhatian dalam meningkatkan kualitasnya;

3. Pemilihan pendekatan yang sempit dan dogmatik. Pendekatan yang sempit dan dogmatik tidak dapat secara fleksibel memenuhi tuntutan perkembang-an. Ini berarti ada kemandegan atau bahkan akan terjadi proses status quo. Pendekatan yang sempit tidak akan memberikan kesempatan bagi pening-katan MMT. MMT berorientasi pada pelanggan. Pelanggan memiliki kepuasan yang selalu berkem-bang. Oleh karenanya pendekatan dogmatik dan sempit tidak sesuai dengan kepuasan pelanggan;

(22)

2.5

Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Darmadji (2008)

dengan judul “Implementasi Total Quality Management sebagai Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan di MAN

Model Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi prinsip MMT di MAN Model Yogyakarta tercermin dari proses secara bertahap dan terus-menerus dalam peningkatan mutu dengan pe-menuhan harapan pelanggan (client) internal maupun eksternal melalui dukungan, partisipasi aktif dan dinamis dari sejumlah pihak.

Penelitian yang dilakukan oleh Syahid (2012)

(23)

35 dan Keguruan UIN Alauddin belum maksimal. Terda-pat 70,19% responden mengatakan bahwa penerapan MMT berada pada tingkat biasa-biasa saja, 0,90% responden mengatakan baik, dan terdapat 1,85% responden yang mengatakan penerapan MMT sudah sangat baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Clayton, Marlene (1991) dengan judul “Encouraging the Kaizen approach to Quality in a University.” Aston University telah menggunakan konsep Kaizen, yaitu peningkatan kua-litas secara terus-menerus menuju proses perencana-an jperencana-angka pperencana-anjperencana-ang. Sekarperencana-ang sudah sampai tahap percobaan program MMT di seluruh universitas. Hal ini berdasarkan premis bahwa prinsip dan praktik manajemen, ketika dipraktikkan dan diajarkan oleh Juran, Deming dan yang lain juga berlaku bagi pendidikan tinggi seperti ketika dipraktikkan di dunia industri jasa atau perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Suharsono (2012) dengan judul “Pengaruh Implementasi Total Quality Management terhadap Kinerja Auditor dengan Kuali-tas Audit sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris

(24)

terhadap Kinerja Auditor dengan Kualitas Audit seba-gai Variabel Moderasi. Oleh karena itu, kombinasi penerapan Kualitas Audit yang baik dan implementasi Total Quality Management yang terarah bisa berpenga-ruh pada peningkatan Kinerja Auditor.

Penelitian yang dilakukan oleh Magutu (2010)

dengan judul “Quality Management Practices In Kenyan Educational Institutions: The Case Of The University Of Nairobi”. Praktik manajemen mutu telah diselidiki secara ekstensif (Kaynak, 2003). Meskipun sejumlah studi telah dilakukan pada konsep dan konteks mana-jemen mutu dari masing-masing pendidikan tinggi, tidak ada yang dilakukan dalam konteks universitas di Kenya (kasus Universitas Nairobi). Oleh karena itu ada kebutuhan untuk penelitian yang berfokus pada pela-yanan akademik Universitas Nairobi dalam hubung-annya dengan ciri-ciri manajemen mutu yang utama. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen mutu dapat memberikan kontribusi terhadap kinerja keuangan organisasi dan kepuasan pelanggan.

2.6

Kerangka Pikir

(25)

37 SD Negeri Peterongan Semarang mengadopsi penerapan MMT dengan melakukan perubahan buda-ya buda-yang ada di sekolah menuju ke arah perbaikan. Perbaikan yang terus-menerus ini perlu dilakukan sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan. Bukan hanya mutu dari peserta didik tetapi juga mutu dari tenaga pendidiknya. Dalam penerapan MMT ini terdapat peran penting dari kepala selaku manager , dan leader, yang berfungsi sebagai pengambil keputus-an, tetapi juga sebagai educator, inovator, dan motivator. Dalam penerapan MMT ini juga ditemukan berbagai hambatan yang mengurangi kelancaran dan keefektivan dalam penerapannya. Berbagai hambatan tersebut harus segera diatasi agar penerapan MMT memiliki hasil yang maksimal dalam peningkatan mutu sekolah. Berikut ini adalah kerangka pikir dalam penelitian ini:

 Penerapan Aspek Keterli batan total(pembagiantanggung jawab)

 Penerapan Aspek ukuran baku mutu lulusan sekolah.

 Penerapan Aspek pengaku an dan penghargaan  Penerapan Aspek Pendidik

andan pelatihan

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

The proposed algorithm, combined with a real time stereo reconstruction algorithm, should provide a fast algorithm for estimating the extinction coefficient (which includes

Pengamatan yang dilakukan pada kelompok perlakuan yang diberi esktrak Andaliman dengan konsentrasi yang bervariasi pada induk mencit umur kebuntingan 0 hingga 13 hari,

[r]

ANALISIS KEBUTUHAN MODAL KERJA UNTUK MENENTUKAN MODAL KERJA OPTIMAL PADA KOPERASI UNIT DESA PAKIS KABUPATEN

Urut an makanan yang meninggalkan vent riculus, Karbohidrat , Prot ein, lemak paling lama.. Pencernaan di dalam

Apakah gaya kepemimpinan yang meliputi gaya kepemimpinan autokratis, demokratis dan laissez-fire berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan Koperasi Serba Usaha

demikian dapat disimpulkan signifikan pada 0,028 dengan bahwa terdapat perbedaan antargrup mengenai variabel produk, harga, distribusi, dan promosi yang dipertimbangkan konsumen

Mata bor helix kecil ( Low helix drills ) : mata bor dengan sudut helix lebih kecil dari ukuran normal berguna untuk mencegah pahat bor terangkat ke atas