• Tidak ada hasil yang ditemukan

ProdukHukum BankIndonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ProdukHukum BankIndonesia"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

PROVINSI SUMATERA UTARA

TRIWULAN III-2009

(2)

“Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil”.

Misi Bank Indonesia:

“Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan”.

Nilai-nilai Strategis Organisasi Bank Indonesia:

“Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak dan atau berprilaku yang terdiri atas Kompetensi, Integritas, Transparansi, Akuntabilitas dan Kebersamaan”.

Visi Kantor Bank Indonesia Medan:

“Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan”.

Misi Kantor Bank Indonesia Medan:

“Berperan aktif dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah melalui peningkatan pelaksanaan tugas bidang ekonomi moneter, sistem pembayaran, pengawasan bank serta memberikan saran kepada pemerintah daerah dan lembaga terkait lainnya”.

Kalender Publikasi

Periode Publikasi Publikasi

KER Triwulan I Pertengahan Mei

KER Triwulan II Pertengahan Agustus

KER Triwulan III Pertengahan November

KER Triwulan IV Pertengahan Februari

Penerbit:

Kantor Bank Indonesia Medan Jl. Balai Kota No.4

MEDAN, 20111 Indonesia

Telp : 061-4150500 psw. 1729, 1770

Fax : 061-4152777 , 061-4534760

Homepage : www.bi.go.id www.d-bes.net

(3)

Pada triwulan III-2009 perekonomian Sumut diperkirakan tumbuh sebesar 4,17% (yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sumut tersebut terutama didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga yang membentuk sekitar 65% PDRB Sumut. Masa persiapan pelaksanaan Hari Raya Idul Fitri merupakan pendorong peningkatan konsumsi tersebut. Dari sisi penawaran, sektor pertanian diperkirakan relatif sedikit membaik seiring dengan peningkatan produksi padi pada Angka Ramalan (aram) III-2009 yang diperkirakan menjadi 3,48 juta ton atau naik 3,85% dari aram II-2009 sebanyak 3,46 juta ton.

Sementara itu, perkembangan inflasi di Sumut pada triwulan III-2009 menunjukkan kenaikan yang disebabkan oleh pola musiman menghadapi Idul Fitri. Harga beberapa barang kebutuhan pokok masyarakat, khususnya bahan makanan yang harganya berfluktuasi (volatile food) dan makanan jadi, mengalami peningkatan signifikan, sehingga mendorong peningkatan laju inflasi di Sumut. Tingkat inflasi Sumut pada triwulan III-2009 tercatat 3,31% (qtq) atau 4,56% (yoy), lebih tinggi daripada inflasi pada triwulan sebelumnya.

Di sisi pembiayaan, perekonomian Sumut didukung oleh peningkatan fungsi intermediasi perbankan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan yang lebih pesat baik secara triwulanan (qtq) maupun tahunan (yoy), untuk beberapa indikator seperti aset, dana pihak ketiga (DPK) dan kredit selama periode triwulan III-2009. Total aset pada triwulan III-2009 naik 0,97% (qtq) mencapai posisi Rp110,58 triliun pada September 2009, atau secara tahunan tumbuh sebesar 13,46% (yoy). Posisi kredit yang disalurkan meningkat 3,32% (qtq) atau 5,37% (yoy) menjadi Rp69,41 triliun. DPK yang dihimpun juga meningkat 0,84% (qtq) atau 15,83% (yoy) menjadi Rp90,31 triliun. Kenaikan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi daripada pertumbuhan DPK mengakibatkan LDR naik dari 75,01% menjadi 76,86% pada triwulan III-2009.

Seiring dengan berlanjutnya proses pemulihan perekonomian dan membaiknya intermediasi perbankan, perekonomian Sumut pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Sementara itu, sejalan dengan kuatnya komitmen Bank Indonesia Regional Sumut/NAD dan Pemerintah Provinsi Sumut untuk pengendalian inflasi, pada triwulan IV-2009 laju inflasi diperkirakan akan menurun.

Demikian sekilas gambaran perekonomian Sumut triwulan III-2009 dan prospek triwulan IV-2009. Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini, serta mengharapkan kiranya kerjasama yang sangat baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang.

Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, November 2009

BANK INDONESIA MEDAN

i

(4)

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III

Medan 167,66 109,92 111,25 113,76 112,80 112,61 116,38 Pematangsiantar 161,40 110,11 111,62 113,11 112,88 112,99 116,67 Sibolga 166,68 109,68 113,04 115,55 114,95 114,94 118,91 Padangsidempuan 171,55 112,34 113,77 115,55 115,52 114,28 117,32

Medan 7,01 10,86 10,30 10,63 6,37 2,45 4,61 Pematangsiantar 8,48 11,09 10,27 10,16 6,89 2,62 4,52 Sibolga 8,37 10,10 12,03 12,36 7,88 4,80 5,19 Padangsidempuan 8,71 14,34 12,62 12,34 8,50 1,73 3,12

Pertanian 6.398,93 6.248,74 6.410,88 6.242,09 6.660,22   6.479,26  6.674,70 Pertambangan & Penggalian 314,65 327,82 330,66 331,21 321,70       322,37      327,30 Industri Pengolahan 6.033,65 5.900,70 6.145,05 6.225,82 6.196,40 6.087,52 6.281,02 Listrik, Gas, dan Air Bersih 187,15 190,41 196,03 199,36 200,18 203,99 208,05 Bangunan 1.720,47 1.752,13 1.784,87 1.833,17 1.785,57 1.829,64 1.866,42 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 4.818,59 4.718,62 4.960,52 5.017,79 5.053,84 4.931,48 5.090,27 Pengangkutan dan Komunikasi 2.428,92 2.421,32 2.495,44 2.537,56 2.574,99 2.555,95 2.591,87 Keuangan, Persewaan, dan Jasa 1.838,20 1.841,99 1.885,12 1.914,53 1.941,29 1.968,18 2.676,00 Jasa‐Jasa 2.532,72 2.594,71 2.661,07 2.731,46 2.761,58 2.770,11 2.837,39 5,35 5,51 7,73 6,97 4,63 4,74 4,17 2.333,02 2.406,09 2.417,65 1.769,72 1.274,36 1.449,29 1.093,57 2.102,33 1.906,94 2.076,85 2.214,16 1.753,54 1.835,80 1.356,42 635,70 708,26 843,66 666,59 419,43 505,38 435,55 1.346,56 1.358,95 1.371,47 1.086,02 878,93 1.022,86 769,47

Ket.: 

Data Indeks Harga Konsumen‐September 2009 Data Ekspor‐Impor s.d Agustus 2009

2009

Volume Impor Nonmigas (ribu ton) Nilai Impor Nonmigas (USD juta) Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) Nilai Ekspor Nonmigas (USD juta) Pertumbuhan PDRB (yoy %) PDRB ‐ harga konstan (Rp miliar) Laju Inflasi Tahunan (yoy %) Indeks Harga Konsumen MAKRO

(5)

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III

87,49

           90,20      92,87      97,46    108,08      114,55      109,52    110,58 71,30

           72,08      75,72      77,97      84,29 88,82 89,56      90,31

‐ Giro (Rp Triliun) 14,48 15,08 16,09 14,87 15,07 16,25 17,04 17,19

‐ Tabungan (Rp Triliun) 26,41 27,18 28,73 28,58 30,58 31,08 31,97 33,10

‐ Deposito (Rp Triliun) 30,42 29,82 30,90 34,52 38,64 41,49 40,55 40,02

‐ Modal Kerja 30,98 30,90 36,69 37,72 36,03 34,49 35,10 36,56

‐ Konsumsi 11,17 10,74 11,17 12,16 14,38 16,48 17,14 17,55

‐ Investasi 12,06 13,14 14,48 15,99 16,31 14,82 14,94 16,00

‐ LDR 76,01% 76,01% 82,33% 84,48% 79,03% 73,94% 75,01% 76,86% 22,43 24,72 27,69 30,42 30,17 30,02 31,36 33,07 1,03 1,17 1,28 1,53 1,61 1,68 1,71 1,84

‐ Kredit Modal Kerja 0,31 0,36 0,38 0,41 0,42 0,45 0,46 0,48

‐ Kredit Investasi 0,10 0,10 0,12 0,15 0,16 0,16 0,19 0,21

‐ Kredit Konsumsi 0,62 0,72 0,78 0,97 1,03 1,07 1,06 1,15 7,46 8,17 9,23 10,57 10,46 10,63 10,98 11,72

‐ Kredit Modal Kerja 3,42 3,69 4,03 4,40 4,52 4,58 4,25 4,53

‐ Kredit Investasi 0,70 0,76 1,01 1,19 1,18 1,25 1,39 1,60

‐ Kredit Konsumsi 3,34 3,72 4,19 4,98 4,76 4,80 5,34 5,59 13,62 15,05 17,18 18,32 18,11 17,71 18,67 19,51

‐ Kredit Modal Kerja 8,48 9,03 10,17 10,75 10,57 10,29 11,06 11,61

‐ Kredit Investasi 1,54 1,73 2,06 2,33 2,37 2,39 2,58 2,70

‐ Kredit Konsumsi 3,92 4,61 4,95 5,24 5,17 5,03 5,03 5,20 22,43 24,72 27,69 30,42 30,17 30,02 31,36 33,07 3,88% 3,96% 3,57% 3,29% 2,85% 3,76% 4,05% 4,45%

0,42 0,45 0,43 0,49 0,53 0,51 0,53 0,55 0,31 0,33 0,31 0,34 0,35 0,37 0,39 0,41

‐ Tabungan (Rp Triliun) 0,13 0,15 0,13 0,14 0,14 0,16 0,17 0,18

‐ Deposito (Rp Triliun) 0,18 0,18 0,18 0,20 0,21 0,21 0,22 0,23 0,32 0,33 0,33 0,38 0,38 0,39 0,40 0,43 8,49% 8,67% 7,88% 6,61% 7,26% 7,95% 7,75% 7,21% 101,68% 100,00% 106,45% 111,76% 108,57% 105,41% 102,56% 104,88%

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Medan

Kredit Menengah Kredit Kecil

2007

DPK (Rp Triliun)

2009

Kredit UMKM (Rp Triliun)

Kredit (Rp Triliun) berdasarkan lokasi proyek

2008

LDR

Total Aset (Rp Triliun) DPK (Rp Triliun) Kredit (Rp Triliun)  Rasio NPL Gross (%) Kredit Mikro

BPR:

NPL MKM gross (%) Total Kredit MKM (Rp Triliun) Total Aset (Rp Triliun)

Bank Umum : PERBANKAN

(6)
(7)

Perekonomian Sumut triwulan III-2009 diperkirakan tumbuh 4,17% (yoy). G G

viii GAAAMMMBBBAAARRRAAANNNUUUMMMUUUMMM

Pada triwulan III-2009, perekonomian Sumut menunjukkan perkembangan yang positif sebesar 4,17% (yoy) meskipun tumbuh lebih lambat dibanding periode triwulan sebelumnya sebesar 4,57% (yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sumut tersebut terutama didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga yang membentuk sekitar 65% PDRB Sumut. Masa persiapan pelaksanaan Hari Raya Idul Fitri merupakan pendorong peningkatan konsumsi tersebut. Dari sisi penawaran, sektor pertanian diperkirakan relatif sedikit membaik seiring dengan peningkatan produksi padi pada Angka Ramalan (aram) III-2009 yang diperkirakan menjadi 3,48 juta ton atau naik 3,85% dari aram II-2009 sebanyak 3,46 juta ton. Namun demikian, terjadi penurunan kinerja ekspor Sumut seiring dengan menurunnya permintaan negara tujuan utama. Selain itu, investasi juga diperkirakan melambat seiring dengan kelesuan ekonomi global.

Inflasi Sumut pada triwulan III-2009 menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, inflasi Sumut tercatat sebesar 3,31% (qtq), jauh lebih tinggi baik dibandingkan dengan inflasi Sumut pada triwulan II-2009, yang mengalami deflasi sebesar 0,18%, maupun inflasi pada triwulan I-2009, deflasi 0,73%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional pada triwulan III-2009 sebesar 2,07%. Dengan perkembangan tersebut, inflasi Sumut September 2009 secara tahunan juga lebih tinggi dibandingkan inflasi pada Juni 2009 yakni dari 2,52% menjadi 4,56% (yoy) dan di atas inflasi nasional sebesar 2,83% (yoy).

Perkembangan perbankan di Sumut pada triwulan III-2009 menunjukkan bahwa adanya peningkatan dalam hal fungsi intermediasi perbankan. Hal ini tercermin dari meningkatnya penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan penyaluran kredit. Sejalan dengan hal tersebut aset perbankan Sumut juga meningkat. Indikator lain, LDR yang menunjukkan perbandingan antara kredit yang disalurkan dengan DPK yang berhasil dihimpun perbankan juga menunjukkan peningkatan.

(8)

2009.

P

PPEE

ix

ERRRKKKEEEMMMBBBAAANNNGGGAAANNNEEEKKKOOONNNOOOMMMIIIMMMAAAKKKRRROOO

Pada triwulan III-2009, perekonomian Sumut menunjukkan perkembangan yang positif sebesar 4,17% (yoy) meskipun tumbuh lebih lambat dibanding periode triwulan sebelumnya sebesar 4,57% (yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sumut tersebut terutama didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga yang membentuk sekitar 65% PDRB Sumut.

Kegiatan konsumsi rumah tangga, yang merupakan penggerak utama ekonomi, masih mampu tumbuh dan menjadi pendorong ekonomi di tengah tekanan inflasi yang meningkat menjelang perayaan hari raya Idul Fitri. Aktivitas konsumsi terutama adalah belanja rumah tangga dalam mempersiapkan kebutuhan Lebaran dan masa liburan. Penjualan barang durable goods seperti elektronik juga masih tumbuh seiring dengan membaiknya keyakinan konsumen di triwulan ini. Untuk membiayai konsumsi, masyarakat menggunakan tabungannya dan memanfaatkan pinjaman perbankan (kredit konsumsi).

Kegiatan investasi swasta masih tumbuh meskipun mulai menunjukkan gejala perlambatan. Investasi pemerintah pada triwulan laporan masih belum menunjukkan perkembangan yang signifikan yang terlihat dari masih rendahnya realisasi anggaran. Pertumbuhan ekspor dan impor mengalami perlambatan seiring penurunan permintaan internasional dan domestik. Perlambatan ekspor khususnya disebabkan oleh tren pelemahan ekonomi global yang menyebabkan turunnya permintaan dari negara-negara partner dagang Sumut.

Dari sisi penawaran, sektor pengangkutan dan komunikasi mampu tumbuh paling tinggi khususnya pada triwulan laporan. Sektor pengangkutan, menyumbang pertumbuhan yang tinggi pada triwulan ini seiring maraknya aktivitas mudik masyarakat di masa libur lebaran. Sementara itu sektor komunikasi tumbuh semakin pesat di Kota Medan, terbukti dari masuknya sepuluh dari sebelas operator jaringan selular yang ada di Indonesia ke kota Medan. Sektor pertanian diperkirakan relatif sedikit membaik seiring dengan peningkatan produksi padi pada Angka Ramalan (aram) III-2009 yang diperkirakan menjadi 3,48 juta ton atau naik 3,85% dari aram II-2009 sebanyak 3,46 juta ton.

P

PPEEERRRKKKEEEMMMBBBAAANNNGGGAAANNNIIINNNFFFLLLAAASSSIII

(9)

Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional pada triwulan III-2009 sebesar 2,07%. Dengan perkembangan tersebut, inflasi Sumut September 2009 secara tahunan juga lebih tinggi dibandingkan inflasi pada Juni 2009 yakni dari 2,52% menjadi 4,56% (yoy) dan di atas inflasi nasional sebesar 2,83% (yoy).

Secara tahunan, inflasi pada akhir triwulan III-2009 mencapai 4,56% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,52%. Tekanan inflasi pada triwulan III-2009 terutama bersumber dari meningkatnya permintaan menjelang hari raya Idul Fitri dan pola tahunan kalender akademis.

Meningkatnya tekanan faktor fundamental tidak terlepas dari meningkatnya ekspektasi inflasi menjelang hari raya Idul Fitri dan memasuki liburan, akan tetapi peningkatan ekspektasi ini masih dapat ditahan oleh meredanya tekanan eksternal seiring dengan penguatan rupiah, dan rendahnya inflasi impor. Sebagian besar inflasi kelompok pengeluaran masih menunjukkan tren menurun. Meskipun demikian, beberapa kelompok juga menunjukkan peningkatan seperti ditunjukkan oleh kelompok bahan makanan terkait dengan peningkatan permintaan sesuai dengan pola musimannya. Kelompok lain yang mengalami inflasi cukup tinggi adalah kelompok pendidikan terkait dengan pola tahunan kalender pendidikan. Namun, secara tahunan kelompok pendidikan masih menunjukkan kecenderungan yang menurun.

P

P

x

PEEERRRKKKEEEMMMBBBAAANNNGGGAAANNN PPPEEERRRBBBAAANNNKKKAAANNN

Perkembangan perbankan di Sumut pada triwulan III-2009 menunjukkan bahwa adanya peningkatan dalam hal fungsi intermediasi perbankan. Hal ini tercermin dari meningkatnya penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan penyaluran kredit. Sejalan dengan hal tersebut aset perbankan Sumut juga meningkat. Indikator lain, LDR yang menunjukkan perbandingan antara kredit yang disalurkan dengan DPK yang berhasil dihimpun perbankan juga menunjukkan peningkatan.

Penghimpunan DPK Sumut hingga triwulan III-2009 mencapai Rp90,31 triliun, meningkat 0,84% dibandingkan triwulan sebelumnya atau meningkat 15,83% dibandingkan triwulan III-2008. Kredit Sumut triwulan III-2009 sebesar Rp69,41 triliun, mengalami peningkatan 3,32% dibandingkan triwulan II-2009 atau 5,37% dibandingkan triwulan III-2008. Penyaluran kredit UMKM pada triwulan III-2009 sebesar Rp33,07 triliun atau mengalami peningkatan 5,45% dibandingkan triwulan II-2009 atau 8,71% dibandingkan triwulan III-2008.

P

PPEEERRRKKKEEEMMMBBBAAANNNGGGAAANNNKKKEEEUUUAAANNNGGGAAANNNDDDAAAEEERRRAAAHHH

(10)

rincian belanja langsung Rp354,27 miliar dan belanja tidak langsung Rp743,16 miliar. Pemerintah Provinsi Sumut optimis pada akhir September 2009 daya serap APBD akan meningkat sampai 50%. Khusus belanja modal yang terkait dengan tender pengadaan barang dan jasa saat ini baru terserap sekitar 15,73% (Rp712,74 miliar) dan diperkirakan meningkat menjadi 35,57% pada akhir September 2009.

Pemerintah propinsi Sumatera Utara mengajukan RP-APBD (Rancangan Perubahan Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah) Propsu TA 2009 yang diproyeksikan menjadi Rp3,89 triliun lebih kepada DPRD Sumut. Pendapatan daerah pada P-APBD 2009 diproyeksikan Rp3,32 triliun atau naik sebesar Rp69 miliar dibanding dengan APBD 2009 sebesar Rp3,25 triliun. Perubahan pendapatan daerah itu terjadi akibat kenaikan PAD semula Rp2,10 triliun menjadi Rp2,11 triliun atau naik sekitar Rp4 miliar. Kenaikan ini bersumber dari retribusi daerah Rp10 juta, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Rp50 juta dan lain-lain PAD yang sah Rp4 miliar.

P

PPEE

xi

ERRRKKKEEEMMMBBBAAANNNGGGAAANNNSSSIIISSSTTTEEEMMMPPPEEEMMMBBBAAAYYYAAARRRAAANNN

Pada triwulan III 2009 nilai transaksi pembayaran non tunai perbankan di wilayah Provinsi Sumatera Utara dengan media transaksi Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) mengalami peningkatan baik nilai transaksi maupun jumlah transaksi. Nilai transaksi BI-RTGS di Provinsi Sumatera Utara pada triwulan III 2009 tercatat sebesar Rp.117.985 milyar atau meningkat 5,04% bila dibanding periode sebelumnya yang tercatat sebesar Rp.112.324 milyar, dengan jumlah transaksi BI-RTGS yang juga meningkat sebesar 1,15% dari 146.310 transaksi pada triwulan II 2009, menjadi 147.990 transaksi.

Meningkatnya nilai transaksi dan jumlah transaksi pada triwulan III 2009 dipengaruhi oleh meningkatnya transfer dana non tunai masyarakat dan pelaku usaha melalui BI-RTGS seiring dengan meningkatnya transaksi pembayaran masyarakat pada bulan Ramadhan dan memenuhi kebutuhan dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri.

(11)

P

PPEE

xii

ERRRKKKEEEMMMBBBAAANNNGGGAAANNNKKKEEETTTEEENNNAAAGGGAAAKKKEEERRRJJJAAAAAANNNDDDAAANNNKKKEEESSSEEEJJJAAAHHHTTTEEERRRAAAAAANNN

Penduduk usia kerja Sumut yang bekerja sebanyak 5.800 ribu orang meningkat sebesar 8,13% dibandingkan Februari 2008. Penduduk usia kerja Sumut yang bekerja di bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu) atau setengah penganggur pada Februari 2009 sebanyak 1.652 ribu orang. Ditinjau lebih lanjut, sekitar 713,33 ribu orang atau 43,18% di antaranya merupakan setengah penganggur terpaksa, yaitu bekerja di bawah jam kerja normal, masih mencari pekerjaan, dan masih bersedia menerima pekerjaan. Sedangkan jumlah setengah penganggur sukarela, yaitu bekerja di bawah jam kerja normal, tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain sebanyak 938,67 ribu orang atau 56,82% dari jumlah penduduk setengah penganggur.

Jumlah penduduk miskin di Sumut menujukkan kecenderungan yang terus menurun sejak tahun 2006. Jumlah penduduk miskin per Maret 2009 sebesar 1.499,70 ribu jiwa. Jumlah ini menurun 7,07% bila dibandingkan Maret 2008 sebesar 1.613,80 ribu jiwa.

Kondisi nilai tukar petani sepanjang triwulan III-2009 menunjukkan nilai yang relatif sama dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada Agustus 2009, Nilai Tukar Petani (NTP) Sumut sebesar 101,16 atau mengalami penurunan sebesar -0,74% dibandingkan bulan Juli 2009 sebesar 101,91. Nilai Tukar Petani per sub sektor masing-masing sebesar 96,22 untuk subsektor padi dan palawija (NTPP), 113,21 untuk subsektor hortikultura (NTPH), 103,09 untuk subsektor perkebunan rakyat (NTPR), 100,23 untuk subsektor peternakan (NTPT), dan 99,84 untuk subsektor perikanan (NTN).

P

PPRRROOOSSSPPPEEEKKKPPPEEERRREEEKKKOOONNNOOOMMMIIIAAANNN

Perkiraan Ekonomi

Seiring dengan berlanjutnya proses pemulihan perekonomian dan membaiknya intermediasi perbankan, perekonomian Sumut pada triwulan IV-2009 diperkirakan tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Dari sisi permintaan, kinerja konsumsi meningkat ditopang oleh pendapatan ekspor yang meningkat, keyakinan konsumen yang lebih kuat, serta faktor musiman menjelang akhir tahun. Kinerja investasi diperkirakan sedikit membaik, meski masih tumbuh rendah. Dari sisi eksternal, pertumbuhan ekspor diperkirakan lebih tinggi sejalan dengan ekonomi negara mitra dagang yang semakin membaik, serta harga komoditas global yang meningkat. Sementara, pertumbuhan impor diperkirakan masih minimal.

(12)

Beberapa industri masih berproduksi normal untuk menyelesaikan kontrak pada tahun 2009. Sementara itu untuk sektor pertanian, sebagian besar lahan pertanian padi di Sumut mulai memasuki masa tanam 2009/2010 (minggu ketiga bulan Oktober sampai dengan minggu pertama bulan November) sehingga kinerja pada triwulan IV-2009 tidak akan jauh berbeda dengan periode yang sama tahun 2008.

Pada triwulan IV-2009, pertumbuhan ekonomi Sumut diproyeksikan akan tumbuh pada kisaran 4,50% - 4,70% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, laju pertumbuhan ekonomi Sumut pada tahun 2009 diproyeksikan masih berada pada kisaran 5±1% (yoy).

Perkiraan Inflasi Daerah

Sejalan dengan kuatnya komitmen Bank Indonesia Regional Sumut/NAD dan Pemerintah Provinsi Sumut untuk pengendalian inflasi, pada triwulan IV-2009, laju inflasi diperkirakan akan menurun. Hal ini sejalan dengan terjadinya penurunan harga komoditas di pasar internasional dan kembali normalnya permintaan domestik pasca Idul Fitri. Secara triwulanan, inflasi IHK di Sumut pada triwulan IV-2009 diperkirakan lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya dan memiliki potensi untuk kembali ke pola normalnya pada tahun 2010. Secara tahunan inflasi Sumut diperkirakan berkisar antara 3,20%-3,70% (yoy). Selain itu, menurunnya inflasi juga berasal dari cenderung menurunnya inflasi inti seiring dengan kecenderungan penurunan inflasi mitra dagang, dan membaiknya ekspektasi inflasi. Dari sisi volatile food, tekanan inflasi diprakirakan minimal karena dukungan kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi.

(13)

BAB I

(14)

B

B

B

A

A

A

B

B

B

11

1

P

P

P

E

E

E

R

R

R

K

K

K

E

E

E

M

M

M

B

B

B

A

A

A

N

N

N

G

G

G

A

A

A

N

N

N

E

E

E

K

K

K

O

O

O

N

N

N

O

O

O

M

M

M

I

I

I

M

M

M

A

A

A

K

K

K

R

R

R

O

O

O

R

R

R

E

E

E

G

G

G

I

I

I

O

O

O

N

N

N

A

A

A

L

L

L

1.1. KONDISI UMUM

Perekonomian Sumut pada triwulan III-2009 mengalami pertumbuhan dengan laju pertumbuhan

diperkirakan sebesar 4,17% (yoy). Pertumbuhan positif ini terutama didorong oleh peningkatan

konsumsi rumah tangga yang merupakan kontributor utama PDRB Sumut dari sisi permintaan

(65%) terkait dengan adanya perayaan hari Idul Fitri. Dari sisi penawaran, sektor pertanian

diperkirakan relatif sedikit membaik seiring dengan peningkatan produksi padi pada Angka

Ramalan (aram) III-2009 yang diperkirakan naik dari 3,46 juta ton pada triwulan II-2009 menjadi

3,48 juta ton atau naik 3,85%.

Namun demikian, dampak krisis ekonomi global masih terasa yang terlihat dari penurunan kinerja

ekspor seiring dengan menurunnya permintaan negara tujuan utama. Dampak di sisi penawaran

terlihat dari penurunan kinerja sektor industri pengolahan yang berorientasi ekspor.

Pada triwulan III-2009, perekonomian Sumut menunjukkan perkembangan yang positif sebesar

4,17% (yoy) meskipun tumbuh lebih lambat dibanding periode triwulan sebelumnya sebesar 4,57% (yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sumut didorong oleh konsumsi dan investasi, yang tumbuh 9,30% dan 3,85% (yoy).

di Sumut

nsumsi rumah tangga, yang merupakan penggerak utama ekonomi, masih mampu

Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumut Grafik 1.2. Perkembangan Kegiatan Usaha

Kegiatan ko

tumbuh dan menjadi pendorong ekonomi di tengah tekanan inflasi yang meningkat menjelang

(15)

mempersiapkan kebutuhan Lebaran dan masa liburan. Penjualan barang durable goods seperti

elektronik juga masih tumbuh seiring dengan membaiknya keyakinan konsumen di triwulan ini.

Untuk membiayai konsumsi, masyarakat menggunakan tabungannya dan memanfaatkan

pinjaman perbankan (kredit konsumsi).

Kegiatan investasi swasta masih tumbuh meskipun mulai menunjukkan gejala perlambatan.

Investasi pemerintah pada triwulan laporan masih belum menunjukkan perkembangan yang

signifikan yang terlihat dari masih rendahnya realisasi anggaran. Pertumbuhan ekspor dan impor

mengalami perlambatan seiring penurunan permintaan internasional dan domestik. Perlambatan

ekspor khususnya disebabkan oleh tren pelemahan ekonomi global yang menyebabkan turunnya

permintaan dari negara-negara partner dagang Sumut.

Dari sisi penawaran, sektor pengangkutan dan komunikasi mampu tumbuh paling tinggi

khususnya pada triwulan laporan. Sektor pengangkutan, menyumbang pertumbuhan yang tinggi

pada triwulan ini seiring maraknya aktivitas mudik masyarakat di masa libur lebaran. Sementara

itu sektor komunikasi tumbuh semakin pesat di Kota Medan, terbukti dari masuknya sepuluh dari

sebelas operator jaringan selular yang ada di Indonesia ke kota Medan. Sektor pertanian sebagai

sektor unggulan juga mengalami pertumbuhan yang positif setelah pada triwulan sebelumnya

mengalami kontaraksi, pertumbuhan sektor pertanian terutama meningkatnya produktivitas hasil

pertanian akibat sangat baiknya cuaca. Sementara itu, sektor pertambangan dan penggalian

tumbuh paling rendah pada triwulan ini seiring tidak adanya aktivitas yang menyumbang

pertumbuhan.

(16)

1.2. SISI PERMINTAAN

Perekonomian Sumut pada triwulan III-2009 diperkirakan tumbuh sekitar 4,17%, sedikit

melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (4,57%). Sumber pertumbuhan ekonomi

berasal dari peningkatan konsumsi, sementara investasi tumbuh melambat. Sementara itu, untuk

kegiatan ekspor impor juga menunjukkan penurunan sehingga sumbangan net ekspor impor

terhadap pertumbuhan PDRB relatif rendah.

1. Konsumsi

Pada triwulan III-2009, konsumsi Sumut tumbuh 9,30%, sedikit meningkat dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya 9,00%. Faktor yang mempengaruhi peningkatan pertumbuhan konsumsi

antara lain adalah peningkatan permintaan masyarakat yang sangat tinggi dalam mempersiapkan

kebutuhan lebaran dan keyakinan konsumen yang relatif optimistis. Sementara pembiayaan

konsumsi dari bank tercatat masih tinggi. Realisasi konsumsi pemerintah daerah memasuki

semester II-2009 diperkirakan masih seperti pola tahun sebelumnya.

Indeks keyakinan konsumen masih berada pada level optimistis. Meningkatnya indeks tersebut

didorong oleh keyakinan konsumen terhadap kondisi saat ini maupun ekspektasi terhadap

kondisi ekonomi ke depan. Pertumbuhan indeks survei penjualan eceran menunjukkan bahwa

pertumbuhan penjualan barang-barang lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya.

Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.4. Komponen Indeks Keyakinan Saat Ini

Sementara itu, hasil Survei Konsumen menunjukkan indeks ekspektasi konsumen maupun indeks

(17)

Grafik 1.5. Komponen Indeks Ekspektasi Grafik 1.6. Pertumbuhan Penjualan Elektronik

Konsumsi barang tahan lama (durable goods) seperti elektronik pada triwulan laporan mengalami

sedikit penurunan. Hal ini diindikasikan oleh perkembangan penjualan elektronik di Sumut yang

mulai menurun. Realisasi penjualan elektronik pada bulan September 2009 turun 0,85%

dibandingkan dengan bulan Juni 2009.

I.8. Penjualan Makanan&Tembakau

Sementara itu, konsumsi non durable goods (makanan dan non makanan) menunjukkan

mengalami penurunan sebesar 5,73% (qtq).

Grafik I.7. Pertumbuhan Penjualan BBM Grafik

peningkatan. Berdasarkan Survei Penjualan Eceran (SPE) di Kota Medan, penjualan kelompok

makanan dan tembakau tumbuh 19,07% (qtq). Indikator konsumsi non makanan yang tercermin

dari penjualan perlengkapan rumah tangga serta penjualan pakaian dan perlengkapannya

(18)

Grafik I.9. Penjualan Perlengkapan RT Grafik I.10. Penjualan Pakaian&Perlengkapan

ari sisi sumber pembiayaan yang berasal dari bank umum di Sumut, penyaluran kredit baru

untuk jenis penggunaan konsumsi pada triwulan III-2009 mencapai Rp888,50 miliar, atau turun

i Sumut

D

sekitar 0,56% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp893,47 miliar.

Grafik I.11. Posisi Penyaluran Kredit Konsumsi Grafik I.12. Penyaluran Kredit Baru untuk oleh Bank Umum di Sumut konsumsi oleh Bank Umum d

2. Investasi

Total investasi pada triwulan III-

2009 diperkirakan tumbuh 3,85% (yoy), turun dibandingkan
(19)

Sumatera Utara menduduki peringkat ketiga dengan total Rp146,6 miliar. Provinsi Jawa Timur

menduduki peringkat pertama dengan total Rp615,1 miliar, disusul oleh Jawa Barat Rp215 miliar,

Jawa Tengah Rp125 miliar dan Sumatera Barat Rp113,1 miliar.

Sementara itu, dari data laporan Badan Penanaman Modal dan Promosi Provinsu Sumatera Utara,

perkembangan jumlah realisasi investasi PMA (Penanam Modal Asing) tahun 2009 di Sumut

mencapai USD409,65 juta. Jumlah tersebut berasal dari 3 perusahaan yang dimiliki investor

Malaysia dan Belanda. Adapun daftar realisasi investasi negara asal berdasarkan izin usaha tetap

PMA tahun 2009 itu, antara lain Malaysia dengan dua perusahaan dan nilai investasinya

mencapai USD254,70 juta. Belanda satu perusahaan dengan nilai investasi USD154,95 juta yang

masing-masing bergerak di bidang usaha industri dan jasa. Adapun jumlah tenaga kerja

i USD234,50 juta dan Perancis satu perusahaan dengan jumlah nilai investasi

SD525 juta.

Indonesia yang diserap oleh tiga perusahaan tersebut mencapai 116 orang.

Sementara rencana proyek perluasan PMA tahun 2009 berdasarkan bidang usaha tahun 2009 di

Sumut total investasinya mencapai USD765,75 juta. Jumlah itu bersumber dari dua perusahaan

yakni jasa dengan investasi USD531,25 juta dan pangan dengan nilai investasi USD234,50 juta.

Ketiga perusahaan itu masing-masing dimiliki oleh Amerika Serikat dengan satu perusahaan dan

jumlah nilai investasinya mencapai USD6,25 juta, Belanda satu perusahaan dengan jumlah

investasi senila

U

Sedangkan rencana proyek PMA berdasarkan negara asal tahun 2009 masing-masing dari

Maroko satu perusahaan dengan nilai investasi USD40 juta, Australia satu perusahaan dengan

nilai investasi USD180 juta, Inggris satu perusahaan dengan nilai investasi USD40 juta, Belanda

satu perusahaan dengan nilai investasi USD50 juta dan Malaysia satu perusahaan dengan nilai

investasi USD25 juta. Total jumlah investasi dari semua negara itu mencapai USD335 juta.

Adapun bidang usaha yang dimiliki kelima negara itu, antara lain bidang jasa sebanyak 4

(20)

Grafik I.13. Pengadaan Semen di Sumut Grafik I.14. Penjualan Bahan Konstruksi

tercermin dari penurunan penjualan bahan konstruksi sebesar 11,15% (yoy).

Grafik I.1 nvestasi

oleh Bank Um

Indikator investasi pada sektor bangunan tercermin pada penjualan semen di Sumut selama

triwulan III-2009 yang mencapai 152 ribu ton, atau menurun 7,37% (yoy), penurunan ini juga

5. Posisi Penyaluran Kredit I um di Sumut

Sementara itu, di sisi pembiayaan, penyaluran kredit untuk jenis penggunaan investasi naik

3,31% (yoy) dengan nilai Rp12,56 triliun lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan

III-2008 dengan nilai Rp12,16 triliun.

Di tengah perlambatan laju pertumbuhan ekonomi dunia yang disebabkan oleh gejolak

3. Ekspor - Impor

(21)

umut yang mencapai USD174,34 juta

atau mengalami penurunan pertumbuhan 42,97% (yoy).

oduk makanan dan minuman, barang

kimia, logam dasar, produk karet serta produk tembakau.

,55 juta, atau turun sebesar 24,55%

(yoy). Impor Sumut didominasi oleh impor barang modal.

n

hanya dicukupi oleh produksi maupun bahan baku yang berasal dari dalam negeri. penurunan pertumbuhan. Kinerja ekspor Sumut triwulan III-2009 diperkirakan mengalami

kontraksi sebesar 1,71% (yoy), setelah pada triwulan II-2009 terkontraksi sebesar 1,59%. Nilai

ekspor selama periode Juli 2009 hingga Agustus 2009 tercatat sebesar USD1,09 miliar,

sedangkan volume ekspor tumbuh 12,08% (yoy) mencapai 1,36 ribu ton. Ekspor terbesar

disumbangkan oleh produk minyak hewan, nabati dan CPO, dengan nilai mencapai USD550,65

juta atau turun 21,95% (yoy), diikuti oleh ekspor karet S

Faktor yang mempengaruhi perlambatan ekspor terutama adalah melambatnya pertumbuhan

ekonomi nasional maupun pertumbuhan ekonomi dunia, khususnya untuk produk manufaktur.

Komoditi utama manufaktur Sumut antara lain adalah pr

Impor Sumut diperkirakan tumbuh 5,60% (yoy), sejalan dengan meningkatnya permintaan dalam

negeri, khususnya untuk pemenuhan kebutuhan investasi. Dilihat berdasarkan nilai, impor Sumut

triwulan III-2009 (Juli-Agustus 2009) mencapai USD435

Kegiatan ekspor-impor Provinsi Sumut masih memberi andil yang signifikan terhadap

perekonomian Sumut. Sumut memang memiliki posisi strategis dalam perdagangan dalam negeri

khususnya dengan daerah-daerah di Indonesia Barat. Aktivitas perdagangan antar daerah ini

terlihat dari tingginya volume muat barang yang melalui Pelabuhan Belawan. Di sisi lain, impor

Sumut terus meningkat pada triwulan laporan, khususnya impor dari luar negeri/antar negara.

Peningkatan volume dan nilai impor ini terkait dengan struktur ekonomi Sumut yang masih

banyak tergantung pada pasokan dari luar negeri baik untuk barang konsumsi akhir maupun

barang setengah jadi. Pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2009 yang relatif solid di kisara

(22)

Grafik I.16. Perkembangan Nilai Ekspor & Impor Grafik I.17. Perkembangan Volume Ekspor & Impor

Grafik I.18. Volume Muat Barang di Pelabuhan Belawan

Ekspor masih didominasi oleh produk manufaktur dengan pangsa hingga 79,22% dari total nilai

ekspor. Komoditas ekspor produk manufaktur yang utama tetap berupa produk makanan dan

(23)

Produk Utama

Grafik I.19. Perkembangan Nilai Ekspor Tabel I.2. Nilai Ekspor Triwulan III-2009*

Di sisi lain, impor masih didominasi oleh bahan baku untuk mendukung kegiatan produksi

terutama pada industri yang mengandung komponen impor tinggi (high import content) seperti

industri kimia dan industri barang dari logam. Produk dari industri-industri ini kemudian menjadi

komoditas ekspor yang dikirim kembali ke luar negeri, seperti tampak pada produk ekspor utama

Sumut. Produk-produk yang mendominasi impor Sumut pada triwulan III-2009 ini yaitu Kimia

dan Bahan dari Kimia, Logam Dasar dan Produk Makanan dan Minuman.

Tabel I.3. Nilai Impor Triwulan III-2009*

1.3. SISI PENAWARAN

Perekonomian Sumut triwulan III-2009 pada sisi penawaran terutama didukung oleh tiga sektor

non primer yaitu sektor keuangan dan jasa perusahaan, sektor pengangkutan dan komunikasi

g masing-masing tumbuh 7,58%, 7,24% dan 6,63 % (yoy). Sementara serta sektor jasa-jasa yan

(24)

pertumbuhan sebesar 4,12% (yoy) dikarenakan meningkatnya produktivitas hasil panen akibat

cuaca yang sangat bagus.

Di sektor perdagangan, hotel dan restoran, mengalami pertumbuhan positif karena mulai

h banyak tumbuh rendah.

1. Sektor Pertanian

Setelah pada periode sebelumnya nilai tambah sektor pertanian mengalami penurunan

pertumbuhan, pada triwulan ini sektor pertanian diperkirakan tumbuh meningkat yakni sebesar

4,12% (yoy). Sektor pertanian diperkirakan relatif sedikit membaik seiring dengan peningkatan produksi padi pada Angka Ramalan (aram) III-2009 yang diperkirakan menjadi 3,48 juta ton atau

naik 3,85% dari aram II-2009 sebanyak 3,46 juta ton.

Peningkatan sektor pertanian pada triwulan III-2009 sejalan dengan meningkatnya tingkat

kesejahteraan petani. Hal ini antara lain tercermin dari peningkatan nilai tukar petani (NTP) yang

merupakan salah satu indikator kesejahteraan petani. Berdasarkan hasil p mantauan BPS Sumut

terhadap perkembangan harga-harga di kabupaten/kota di Provinsi Sumut, NTP pada bulan naiknya permintaan menyusul meningkatnya kebutuhan pokok masyarakat menjelang Idul Fitri

dan tingkat hunian hotel yang meningkat selama musim liburan. Sektor industri pengolahan,

listrik dan bangunan masih mencatat pertumbuhan positif. Secara keseluruhan perekonomian

Sumut di triwulan III-2009 sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Sektor yang tumbuh

relatif tinggi merupakan sektor yang padat modal, sementara sektor ekonomi yang mampu

menyerap tenaga kerja lebi

e

Agustus 2009 sebesar 106,16, meningkat 4,25 poin dibandingkan angka NTP pada bulan Juli

2009 yang sebesar 97,42.

(25)

Dinas Pertanian Sumatra Utara memprediksikan produksi padi meningkat sebesar 3,85% pada

tahun 2009 karena cuaca yang sangat mendukung musim tanam. Tidak terjadinya musim

kemarau berkepanjangan seperti yang diprediksikan terjadi di sepanjang tahun 2009 sangat

menguntungkan upaya peningkatan produksi padi di Sumut. Sebaliknya, intensitas curah hujan

yang turun juga cukup sehingga tidak menimbulkan puso atau gagal panen, sehingga angka

ramalan (aram) III-2009 produksi padi Sumut mengalami kenaikan sebesar 3,85%. Intensitas

curah hujan yang turun juga memenuhi kebutuhan padi, yakni sebesar 200 milimeter.

Berdasarkan data Dinas Pertanian Sumut, produksi padi pada aram III-2009 diperkirakan menjadi

3,48 juta ton atau naik 3,85% dari aram II sebanyak 3,46 juta ton. Peningkatan produksi

didorong oleh meningkatnya produktivitas padi pada aram III diperkirakan sebesar 45,46%, naik

dibandingkan dengan aram II sebesar 44,89%. Akan tetapi, luas panen padi mengalami

penurunan menjadi 767.575 hektar pada aram III dari aram II seluas 772.927 hektar.

Selain curah hujan yang cukup kenaikan produksi didukung oleh tidak adanya keluhan

kelangkaan pupuk urea bersubsidi di daerah sentra padi. Satu hektar lahan sawah membutuhkan

525 kg pupuk urea. Selain itu, program bantuan benih langsung unggul (BLBU) yang

dicanangkan oleh pemerintah pusat mampu meningkatkan produktivitas padi. Berbagai program

yang dicanangkan pemerintah tahun 2009 berjalan baik sehingga tidak mengganggu proses

pertanaman.

Tidak adanya masalah pada masa tanam hingga memasuki panen karena penyaluran pupuk

hun 2009

bersubsidi, khususnya urea tidak mengalami masalah. Penyaluran pupuk oleh PT. Pupuk Sriwijaya

dilakukan sesuai dengan masa tanam dan didistribusikan sesuai dengan waktunya.

Produktivitas Tanaman Pangan Sumut Ta

Pada tahun 2009, produktivitas tanaman pangan padi diperkirakan sebesar 44,89 Ku/Ha dengan

(26)

tanaman jagung diperkirakan sebesar 45,69 Ku/Ha dengan produksi 119,08 ribu Ku dan luas

panen sebesar 260,60 ribu hektar.

Peningkatan pertumbuhan sektor pertanian juga sejalan dengan penyaluran kredit perbankan ke

sektor ini yang meningkat 0,41% (qtq). Nilai kredit ke sektor pertanian mencapai Rp9,80 triliun,

lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu sebesar Rp9,76 triliun.

Grafik I.21. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Pertanian

dustri mengalami penurunan.

urunnya pertumbuhan sektor industri pengolahan terutama diakibatkan oleh subsektor industri

kimia dan barang dari karet, industri semen dan barang galian bukan logam serta subsektor

dustri makanan, minuman dan tembakau. Hal ini dapat terlihat dari permintaan dunia terhadap

mbuhan.

8% (yoy)

dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2

2. Sektor Industri Pengolahan

Pada triwulan III-2009, sektor industri tumbuh 2,21% (yoy), menurun dibandingkan dengan

triwulan II-2009 (3,17%). Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi penurunan pertumbuhan

di sektor industri Sumut, antara lain adalah permintaan domestik dan internasional terhadap

produk industri di Sumut yang menurun. Indikator menunjukkan bahwa impor bahan baku

in

T

in

produk makanan, minuman dan tembakau di Sumut yang mengalami penurunan pertu

Nilai ekspor produk ini Sumut selama Juli dan Agustus 2009 turun sebesar 23,7

(27)

I.23. Nilai dan Volume Ekspor Plastik, Karet dan Produk Turunannya

, dalam rangka mengantisipasi krisis listrik yang terjadi, industri di Sumut telah

melakukan penghema engalihkan hari kerja

industri ke hari Minggu sudah dilakukan bany Utara khususnya Kota

Medan sejak tiga tahun lalu. Keputusan yang dilakukan menyusul krisis listrik yang terjadi di

Sumatera Utara itu dilakukan tanpa melalui ketentuan pemerintah namun konsensus antara

pengusaha dan pekerja.

Grafik I.24. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Industri Pengolahan

Grafik Grafik I.22. Nilai dan Volume Ekspor

Makanan, Minuman dan Tembakau

Sementara itu

tan melalui pengalihan waktu kerja. Kebijakan m

ak pengusaha Sumatera

Penurunan pertumbuhan sektor industri pengolahan sejalan pula dengan penyaluran kredit

erbankan ke sektor industri pengolahan yang menurun sebesar 3,32% (yoy). Nilai kredit ke

liun, lebih rendah dibandingkan periode yang p

sektor industri pengolahan mencapai Rp16,91 tri

sama tahun lalu sebesar Rp17,49 triliun. Penyaluran kredit ke sektor industri pengolahan masih

(28)

3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

Sektor PHR pada triwulan III-2009 diperkirakan tumbuh 2,62% (yoy), lebih rendah dibandingkan

pertumbuhan triwulan II-2009 (4,51%). Namun bila dilihat secara triwulanan, sektor PHR

mengalami pertumbuhan positif sebesar 3,22% setelah pada triwulan II-2009 mengalami

kontraksi 2,42% (qtq). Pertumbuhan sektor PHR terutama disumbang oleh subsektor

perdagangan dan hotel. Meningkatnya pertumbuhan subsektor ini tidak terlepas dari tetap

tingginya permintaan masyarakat khususnya tingkat hunian hotel memasuki liburan dan hari raya

Idul Fitri. Hal ini diperkuat oleh data terakh ng menunjukkan rata-rata tingkat hunian

kamar (hotel bintang) di Sumut selama bulan Agustus 2009 mencapai 35,17%, lebih tinggi

dibandingkan bulan Mei 2009 sebesar 31,77%. Beberapa prompt indikator pendukung

pertumbuhan subsektor ini antara lain adalah perkembangan arus barang di pelabuhan Belawan.

Tabel I.4. Tingkat Penghunian Kamar Hotel di Sumut (%)

ir dari BPS, ya

Grafik I.25. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor PHR

Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit ke sektor perdagangan, hotel, dan restoran tumbuh

(29)

sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada September 2009 mencapai Rp17,36 triliun yang

didominasi oleh kredit ke subsektor perdagangan eceran.

Grafik I.26. Perkembangan Arus Barang di Pelabuhan Belawan (Ton)

4. Sektor Keuangan

Sektor keuangan tumbuh 7,58% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan II-2009

(6,85%). Sektor ini merupakan sektor yang tumbuh paling tinggi dari seluruh sektor ekonomi

Sumut. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan di sektor ini diperkirakan adalah nilai tambah

sektor keuangan yang relatif menin gross output).

Sejalan dengan itu, kegiatan intermediasi perbankan relatif meningkat yang terlihat dari

peningkatan LDR menjadi 76,86%.

Tabel I.5. Perkembangan Kegiatan Bank

gkat karena peningkatan pendapatan kotor (

Di tengah gejolak perekonomian dunia, stabilitas sistem keuangan di Sumut hingga triwulan

(30)

5. Sektor Bangunan

Sektor bangunan dan konstruksi pada triwulan III-2009 tumbuh 4,57% (yoy) meningkat

dibandingkan triwulan II-2009 sebesar 4,42%. Pertumbuhan ini terutama dikonfirmasi oleh

masih meningkatnya konsu lan bahan konstruksi hasil

survei penjualan eceran. Faktor lain yang mempengaruhi ialah masih maraknya pembangunan

properti komersial di Sumut, terutama di kota Medan. Indikator lainnya adalah peningkatan

kegiatan pembangunan infrastruktur, dan lain-lain.

Grafik I.27. Realisasi Pengadaan Semen Sumut

yang cukup baik (secara lengkap dibahas pada Bab 3). Meskipun tekanan inflasi mengalami

peningkatan, NPL bank umum di Sumut masih terjaga pada level yang cukup rendah.

msi semen dan pertumbuhan tinggi penjua

‐10

‐5 0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9

5 10 15 20 25 30 35 40 2008 2009

Sumber : Asosiasi Semen In

50 donesia % 0 100 150 200 250

Ribu Ton Pengadaan Semen (kanan)

Pertumbuhan (yoy)

Akan tetapi dari hasil Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia (SHPR) perkembangan

mersial pada triwulan III-2009 diperkirakan mengalami penurunan yang signifikan,

rutama untuk jenis perumahan tipe besar. properti ko

(31)

Tabel I.6. Perkembangan Pembangunan Perumahan di Kota Medan

Sejalan dengan perkembangan di atas, pembiayaan yang dilakukan oleh bank umum di Sumut ke

sektor bangunan dan konstruksi tumbuh 14,08% (yoy)). Penyaluran kredit sektor ini mencapai

Rp2,35 triliun, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp2,06

triliun. Sebagian besar kredit disalurkan ke subsektor konstruksi lainnya dan subsektor

erumahan sederhana.

Grafik I.28. Penyaluran Kredit Oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Konstruksi

p

6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh sebesar 7,24% (yoy), meningkat dibandingkan

triwulan II-2009 sebesar 7,04% (yoy). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan di sub sektor ini

antara lain adalah relatif tingginya peningkatan angkutan jalan raya (antar kota dalam dan luar

propinsi) dan angkutan laut. Lonjakan tersebut bertepatan saat masa liburan sekolah. Sementara

(32)

kat mengalami peningkatan.

Sebaliknya, untuk rute international mengalami sedikit penurunan.

Tabel I.7. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional Di Bandara Polonia

masyarakat yang sudah memasukkan sarana komunikasi sebagai kebutuhan pokok (gaya hidup),

ditambah inovasi layanan sehingga mampu menjadikan harga lebih menarik dan terjangkau. Hal

tersebut dapat menarik dan menjaring masyarakat mengkonsumsi sektor komunikasi menjadi

lebih besar. Sementara itu, bersaingnya harga tiket maskapai penerbangan menyebabkan jumlah

penumpang pesawat udara dengan tujuan domestik yang berang

Tabel I.8. Jumlah Penumpang Dalam Negeri Di Pelabuhan Belawan

Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit ke sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh

signifikan yakni sebesar 19,00% (yoy). Nilai kredit sektor ini mencapai Rp1,19 triliun, lebih tinggi

dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1 triliun. Penyaluran kredit terbesar

(33)

Grafik I.29. Penyaluran Kredit Oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Pengangkutan & Komunikasi

7. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih

Sektor listrik, gas, dan air bersih (LGA) pada triwulan III-2009 diperkirakan tumbuh 6,13% (yoy),

lebih rendah dibandingkan triwulan II-2009 (7,13%). Pertumbuhan kinerja sektor ini ditopang

terutama oleh pertumbuhan subsektor gas kota dan listrik. Gejolak ekonomi dunia yang

menyebabkan terguncangnya sektor industri tidak akan banyak berpengaruh pada permintaan

gas di pasar domestik. Ini disebabkan anjloknya permintaan industri akan dikompensasi naiknya

permintaan produsen listrik. Kondisi tersebut akan berdampak positif pada kinerja perusahaan

distributor gas nasional PT.Perusahaan Gas Negara (PGN). Hasil sementara, belum ada pelanggan

besar yang mengajukan pengurangan konsumsi gas di 2009. Jika kontrak baru penjualan gas ke

sektor listrik sebesar 260 juta kaki kubik (MMScfd) terealisasi, maka minimal penjualan PGN di

2009 akan mencapai 700 MMScfd.

Tahun 2008 subsidi PLN Sumut sekitar Rp8 triliun dan hingga posisi terakhir 2009 subsidi sudah

mencapai Rp6 triliun. Kondisi kelistrikan di Sumut sudah berdaya sekitar 1300 MW, sedangkan

kebutuhan sekira 1100 MW. Daya listrik akan bertambah dengan masuknya PLTA Asahan I

sebesar 2 x 90 MW ke sistem awal Januari 2010. Kemudian PLTA Asahan III tiga tahun kemudian

karena kini sedang proses. Kebutuhan listrik ibarat komoditi beras yang terus bertambah

dikonsumsi masyarakat, jadi kalaupun tetap ada penambahan daya, kebutuhan listrik tak

(34)

Secara nasional pemerintah menargetkan penambahan daya listrik 10.000 MW. Sumut akan

merebut daya itu sebesar-besarnya. Kini PLN lebih mengutamakan Pembangkit Listrik Tenaga Air

(PLTA) karena ramah lingkungan dan biayanya jauh lebih murah dibanding pembangkit lain.

Dari 10.000 MW secara nasional maka Sumut mendapat 1000 MW. Kini sedang tahap persiapan

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara 2 x 200 MW di Pangkalan Susu milik PLN yang

diharapkan tiga tahun lagi atau tahun 2012 bisa masuk sistem.

PLTA Asahan I masuk sistem Januari 2010.

8. Sektor Jasa-Jasa

Sektor jasa-jasa pada triwulan III-2009 tumbuh 6,63% (yoy), lebih rendah dibandingkan

pertumbuhan pada triwulan II-2009 (6,76%). Dilihat dari subsektornya, nilai tambah sektor ini

masih didominasi oleh nilai tambah yang bersumber dari subsektor jasa pemerintahan dan

subsektor jasa sosial dan kemasyarakatan. Faktor yang mempengaruhi masih tingginya

pertumbuhan di sektor ini terutama adalah terkait dengan datangnya musim liburan, sehingga

arus wisatawan yang ke Sumut relatif meningkat.

Grafik I.30. Penyaluran Kredit Oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Jasa-Jasa

Penyaluran kredit ke sektor jasa-jasa tumbuh 3,46%, meningkat dibandingkan triwulan II-2009.

Nilai kredit sektor ini mencapai Rp4,19 triliun, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama

(35)

Sumatera Utara (Sumut) dikenal sebagai daerah penghasil produk-produk perkebunan

yang berkualitas. Produk perkebunan utama adalah kelapa sawit dan karet, di samping

beberapa produk-produk lain seperti kakao, kelapa, dan lain-lain. Sejalan dengan hal

tersebut, tidak mengherankan jika produk-produk tersebut menjadi andalan Sumut dalam

ekspor ke mancanegara.

Sepanjang Januari-Agustus 2009, total ekspor Crude Palm Oil (CPO) mencapai

USD1.641,62 juta, sedangkan karet mentah mencapai USD434,33 juta. Jika digabungkan

kedua produk tersebut, setara dengan 54.38 % dari total ekspor Sumut. Sementara pada

tahun 2008, total ekspor kedua produk tersebut setara dengan 62,47 % ekspor Sumut.

Jika dilihat menurut negara tujuannya, maka ekspor CPO terutama ditujukan ke India,

diikuti China, Mesir , Italia dan Belanda. India menjadi negara pembeli CPO terbesar dengan

nilai mencapai lebih dari USD 900 juta. Sementara untuk produk karet mentah, tujuan utama

ekspor ke China, Jepang, Amerika Serikat, India dan Malaysia.

Jika diamati lebih lanjut, terlihat bahwa negara tujuan utama ekspor Sumut justru ke

wilayah Asia, yaitu China dan India. Dalam situasi krisis ekonomi global yang terutama

menghantam negara-negara di Amerika dan Eropa, pilihan ekspor ke negara-negara di luar

wilayah tersebut akan cukup menguntungkan. Sebagaimana diketahui, pertumbuhan

ekonomi India dan China relatif masih baik, sehingga diharapkan permintaan produk-produk

unggulan Sumut ke negara-negara tersebut tetap akan tinggi. Meskipun demikian, ke depan

diversifikasi tujuan ekspor secara lebih luas masih tetap diperlukan untuk menjaga stabilitas

permintaan.

(36)

 

Selama beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara (Sumut)

menunjukkan pencapaian yang cukup menggembirakan. Hal ini terlihat dari angka rata-rata

pertumbuhan yang selalu berada di atas angka nasional. Namun jika ditelisik lebih mendalam,

terdapat perbedaan yang cukup mendasar dalam distribusi pertumbuhan di tiap kabupaten dan

kota.

Medan, sebagai ibukota Sumut merupakan salah satu pusat pertumbuhan yang sangat

dominan. Pada tahun 2008, pangsa PDRB Medan terhadap Sumut mencapai angka 29,51%.

Sementara itu, angka pertumbuhannya mencapai 6,75% atau merupakan yang tertinggi

dibandingkan seluruh kabupaten dan kota lainnya.

 

Skala ekonomi Medan yang besar ini, juga diikuti dengan konsentrasi dana perbankan dan

penyaluran kredit. Pada triwulan III-2009, jumlah DPK yang dihimpun di Medan mencapai Rp69,79

triliun atau 78,21% dari total DPK Sumut. Demikian juga dengan penyaluran kredit yang mencapai

Rp51,82 triliun atau 74,90% dari total kredit Sumut.

B

(37)

Pola pertumbuhan yang masih terpusat di Medan, perlu mendapat perhatian serius agar

terjadi distribusi yang semakin baik. Potensi sumberdaya alam yang relatif tersebar merata, harus

menjadi pertimbangan dalam mengembangkan berbagai kawasan yang potensial. Selain itu

percepatan pembangunan infrastuktur di daerah juga perlu mendapat perhatian, mengingat

kesenjangan infrastruktur berpotensi menurunkan akselerasi pertumbuhan.

Selain itu, dari sisi pembiayaan bisnis dan pembangunan, perlu dilakukan penyebaran yang

lebih merata. Konsentrasi pembiayaan diharapkan tidak hanya terfokus pada sektor Perdagangan,

Hotel dan Restoran dan sektor Industri Pengolahan saja, namun juga kepada sektor Pertanian yang

banyak digeluti secara merata di Sumut. Diharapkan dengan konsentrasi perekonomian yang

merata, pertumbuhan ekonomi juga akan tersebar secara lebih merata dan memberikan efek yang

(38)

Meskipun Sumatera Utara bukanlah penghasil migas utama, namun geliat sektor ini

tidak dapat dilupakan begitu saja. Dalam 2 (dua) triwulan terakhir, sektor ini terus mengalami

kontraksi, masing-masing sebesar -1,66% dan -1,02%. Sementara, pada triwulan I-2009

sektor ini masih mencatat pertumbuhan sebsar 2,24% (yoy).

Sejalan dengan perkembangan tersebut, berdasarkan hasil pemantauan terhadap

lifting minyak bumi, terdapat persoalan pemenuhan target lifting baik pada tahun 2008 maupun tahun 2009 (data sampai dengan triwulan II-2009). Pada tahun 2008, dari target

sebesar 416,51 ribu barel, hanya tercapai sebesar 322,27 ribu barel (77,37%). Sementara,

sampai dengan triwulan III-2009, baru tercapai 36,08%.

Kondisi ini menyebabkan porsi pertambangan yang semakin menurun dalam

perekonomian. Meskipun share pertambangan yang relatif rendah (kurang dari 2%) namun

berlanjutnya kontraksi pertumbuhan akan membawa dampak bagi penurunan pertumbuhan

ekonomi secara keseluruhan.

(39)

BAB II

(40)

B

B

B

A

A

A

B

B

B

22

2

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

2.1. KONDISI UMUM

Inflasi Sumut pada triwulan III-2009 menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya. Secara triwulanan, inflasi Sumut tercatat sebesar 3,31% (qtq), jauh lebih tinggi baik

dibandingkan dengan inflasi Sumut pada triwulan II-2009, yang mengalami deflasi sebesar

0,18%, maupun inflasi pada triwulan I-2009, deflasi 0,73%. Angka tersebut lebih tinggi

dibandingkan inflasi nasional pada triwulan III-2009 sebesar 2,07%. Dengan perkembangan

tersebut, inflasi Sumut September 2009 secara tahunan juga lebih tinggi dibandingkan inflasi

pada Juni 2009 yakni dari 2,52% menjadi 4,56% (yoy) dan di atas inflasi nasional sebesar 2,83%

(yoy).

Grafik 2.1. Inflasi Bulanan Grafik 2.2. Inflasi Tahunan Sumut dan Nasional Sumut dan Nasional

  Sec ara tah una n, infl asi pad a akh ir

triwulan III-2009 mencapai 4,56% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

yang sebesar 2,52%. Tekanan inflasi pada triwulan III-2009 terutama bersumber dari

meningkatnya permintaan menjelang hari raya Idul Fitri dan pola tahunan kalender akademis.

Peningkatan laju inflasi pada triwulan III-2009 didorong baik oleh faktor fundamental maupun

non-fundamental. Peningkatan tekanan inflasi IHK terutama berasal dari faktor non-fundamental

(41)

Pemerintah. Selain itu, produksi serta distribusi bahan makanan yang membaik menyebabkan

terjaganya pasokan bahan pangan domestik.

Meningkatnya tekanan faktor fundamental tidak terlepas dari meningkatnya ekspektasi inflasi

menjelang hari raya Idul Fitri dan memasuki liburan, akan tetapi peningkatan ekspektasi ini masih

dapat ditahan oleh meredanya tekanan eksternal seiring dengan penguatan rupiah, dan

rendahnya inflasi impor. Sebagian besar inflasi kelompok pengeluaran masih menunjukkan tren

menurun. Meskipun demikian, beberapa kelompok juga menunjukkan peningkatan seperti

ditunjukkan oleh kelompok bahan makanan terkait dengan peningkatan permintaan sesuai

dengan pola musimannya. Kelompok lain yang mengalami inflasi cukup tinggi adalah kelompok

pendidikan terkait dengan pola tahunan kalender pendidikan. Namun, secara tahunan kelompok

pendidikan masih menunjukkan kecenderungan yang menurun. Secara tahunan penurunan

tekanan inflasi inti masih berlanjut.

Survei Penjualan Eceran (SPE) mengkonfirmasi hal tersebut sebagaimana tercermin pada

pertumbuhan riil SPE per Agustus 2009 yang meningkat menjadi 5,32% dari 3,97% pada Juni

2009. Peningkatan permintaan domestik mulai terlihat sejak awal triwulan II-2009 meski masih

berada di bawah level sebelum krisis global. Kendati sisi permintaan mulai meningkat, sisi

pasokan diperkirakan masih mencukupi sehingga tekanan dari kesenjangan output masih

minimal. Perkembangan terkini indeks produksi sektor industri pengolahan menunjukkan tren

yang meningkat. Kondisi tersebut sejalan dengan kapasitas produksi terpakai yang juga

meningkat.

Seiring dengan pola musimannya, inflasi volatile food pada triwulan III-2009 secara triwulanan

lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Meskipun sebagian besar komoditas pangan global seperti

CPO, gandum, jagung dan kedelai mengalami penurunan, respons komoditas domestik atas

penurunan harga tersebut masih terbatas. Hal itu ditengarai karena masih fluktuatifnya

perkembangan harga pangan global dan meningkatnya permintaan terkait faktor musiman hari

raya Idul Fitri. Namun, jika dilihat secara tahunan, laju inflasi volatile food masih terus menurun.

Tekanan inflasi pada bulan September tercatat sebesar 1,20% (mtm), meningkat signifikan

dibandingkan dengan bulan lalu yang sebesar 0,93% (mtm). Peningkatan tersebut didorong

terutama oleh pola musiman hari raya Idul Fitri. Dengan demikian, inflasi tahunan meningkat

(42)

tekanan inflasi diperkirakan dalam kecenderungan meningkat, namun masih lebih rendah

dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Faktor administered prices diperkirakan menjadi

pendorong kenaikan inflasi, terutama terkait dengan kenaikan tarif jalan tol dan harga rokok.

2.2. INFLASI TRIWULANAN

Selama triwulan III-2009, Sumut mengalami inflasi sebesar 3,31% (qtq), setelah pada dua

triwulan sebelumnya mengalami deflasi. Faktor utama inflasi selama triwulan III-2009 bersumber

dari meningkatnya permintaan menjelang hari raya Idul Fitri dan pola tahunan kalender

akademis. Di samping itu, penurunan harga berbagai bahan makanan, minyak tanah dan elpiji

untuk rumah tangga sejak beberapa bulan sebelumnya, juga turut mendorong deflasi Sumut.

Grafik 2.3.

Inflasi Triwulanan Sumut & Nasional

Berdasarkan komoditas, sepuluh komoditas dengan inflasi tertinggi dan penyumbang inflasi

terbesar selama triwulan III-2009 didominasi bahan makanan dan transportasi, komunikasi dan

(43)

Tabel 2.1. Komoditas yang mengalami peningkatan harga tertinggi September 2009

Sumber : BPS, Sumut

Perkembangan nilai tukar Rupiah yang mulai menguat serta tekanan inflasi dari sisi ekspektasi

tampaknya cukup mempengaruhi inflasi triwulan ini. Nilai tukar Rupiah secara rata-rata bulanan

pada triwulan III-2009 sedikit menguat dibandingkan dengan triwulan III-2008. Di sisi ekspektasi,

para pelaku ekonomi (khususnya pedagang eceran, dan konsumen) pada triwulan laporan

tampaknya masih belum memperkirakan akan adanya kenaikan harga barang dan jasa.

Perkembangan ekspektasi tersebut diindikasikan oleh hasil beberapa survei yang dilakukan oleh

KBI Medan, yaitu Survei Penjualan Eceran (SPE), dan Survei Konsumen (SK).

Grafik 2.4.

(44)

Grafik 2.5. Grafik 2.6. Ekspektasi Pedagang Ekspektasi Konsumen Terhadap Nilai Jual Barang & Jasa Terhadap Harga Jual Barang & Jasa

Ekspektasi pedagang eceran responden SPE terhadap harga barang dan jasa menunjukkan arah

yang sama dengan perkembangan inflasi bulanan pada triwulan III-2009. Mereka telah

memperkirakan sebelumnya bahwa harga eceran masih akan bergerak naik dan cenderung

menguat pada triwulan III-2009, dengan keyakinan yang semakin menguat. Hal ini diindikasikan

oleh nilai indeks SB yang lebih besar dari 100.

Hasil Survei Konsumen mengindikasikan ekspektasi konsumen terhadap harga barang dan jasa

yang searah dengan pergerakan inflasi bulanan sepanjang triwulan III-2009. Namun, jumlah

konsumen yang memperkirakan akan terjadi kenaikan harga barang dan jasa semakin meningkat

di akhir triwulan III-2009. Menurut responden, kelompok barang dan jasa yang diperkirakan

berpeluang paling besar mengalami kenaikan harga adalah kelompok bahan makanan; kelompok

makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau; serta kelompok perumahan, listrik, air, gas, dan

bahan bakar.

2.2.1. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA

Pada triwulan III-2009 inflasi terjadi pada seluruh kelompok barang dan jasa. Dari tujuh kelompok

barang dan jasa, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, peningkatan laju inflasi hanya

terjadi pada kelompok sandang, yang juga merupakan inflasi kelompok tertinggi. Sementara itu

kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau; kelompok perumahan, air, listrik, gas,

(45)

Tabel 2.2. Inflasi Triwulanan di Sumut Menurut Kelompok Barang & Jasa (%)

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III

BAHAN MAKANAN 6.77 4.74 6.67 ‐1.16 6.93 ‐3.92 ‐0.97 7.91

MAKANAN JADI,MINUMAN,ROKOK & TEMBAKAU 1.82 1.15 4.92 2.19 2.46 1.89 1.81 2.65

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BHN BAKAR 1.35 1.16 2.74 3.12 1.16 0.56 0.06 0.64

SANDANG 5.61 6.24 ‐1.38 0.57 3.64 7.22 ‐3.20 0.95

KESEHATAN 0.19 2.67 3.19 1.73 0.40 0.04 0.09 1.30

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAHRAGA 0.49 0.01 0.84 6.33 0.19 0.00 ‐0.05 8.54

TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN 0.58 0.39 2.84 ‐0.02 ‐3.17 ‐3.50 0.06 0.29

Umum 3.06 2.48 4.09 1.30 2.13 ‐0.73 ‐0.18 3.31

Sumber : BPS, diolah

2007 2008

Kelompok 2009

a. Kelompok Bahan Makanan

Inflasi kelompok bahan makanan pada triwulan III-2009 mencapai 7,91%, meningkat signifikan

setelah pada triwulan sebelumnya mengalami deflasi sebesar 0,97%. Kelompok ini membentuk

50% dari inflasi Sumut yang sebesar 3,31%.

Grafik 2.7. Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Sumut

Berdasarkan subkelompok, subkelompok padi-padian adalah penyumbang terbesar inflasi

kelompok bahan makanan. Berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) No.1/2008 tentang Kebijakan

Perberasan, harga gabah kering panen di tingkat petani ditetapkan Rp2.200/kg. Harga gabah

kering giling di gudang Bulog menjadi Rp2.840/kg, sedangkan harga beras di gudang Bulog

(46)

b. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

Inflasi kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan mencapai 0,29%, meningkat

dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya yang sebesar 0,06%. Penyumbang inflasi terbesar

adalah premium, solar, angkutan dalam kota, dan angkutan antar kota. Seperti telah disebutkan

pada uraian-uraian sebelumnya, penyebab utama inflasi subkelompok ini adalah meningkatnya

arus transportasi menjelang mudik lebaran.

Grafik 2.8. Inflasi Triwulanan

Kelompok Transportasi, Komunikasi & Jasa Keuangan di Sumut

c. Kelompok Sandang

Kelompok sandang pada triwulan III-2009 mengalami inflasi sebesar 0,29% setelah pada

triwulan sebelumnya mengalami deflasi sebesar 0,02%. Peningkatan inflasi pada triwulan ini

disebabkan oleh peningkatan harga emas perhiasan, yang pada beberapa triwulan sebelumnya

justru telah menurun. Emas perhiasan termasuk ke dalam subkelompok barang pribadi dan

(47)

Grafik 2.9. Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang di Sumut

d. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau

Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan III-2009 mencapai

2,65%, meningkat daripada triwulan sebelumnya yang 1,81%. Kelompok ini memberikan andil

inflasi kedua terbesar, yakni sebesar 0,95% terhadap inflasi Sumut, atau membentuk 22% inflasi

Sumut.

Grafik 2.10. Inflasi Triwulanan

Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau di Sumut

Seperti triwulan sebelumnya, dari tiga subkelompok, subkelompok makanan jadi mendominasi

(48)

jadi menyumbang inflasi sebesar 0,68%, terutama karena kenaikan harga berbagai makanan jadi

tersebut.

e. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar

Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya, yakni dari 0,06% menjadi 0,64% pada triwulan III-2009. Kelompok ini

menyumbang 0,75% terhadap inflasi Sumut. Subkelompok penyumbang inflasi terbesar pada

kelompok ini adalah subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air. Pada subkelompok

tersebut sumbangan inflasi terbesar berasal dari kenaikan harga elpiji dan minyak tanah, yang

masing-masing naik 46,11%.

Grafik 2.11. Inflasi Triwulanan

Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar di Sumut

f. Kelompok Kesehatan

Inflasi kelompok kesehatan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu

dari 0,09% menjadi 1,30%. Relatif rendahnya inflasi kelompok ini menyebabkan sumbangannya

terhadap inflasi Sumut hanya sebesar 0,07%. Subkelompok penyumbang terbesar inflasi pada

(49)

Grafik 2.12. Inflasi Triwulanan Kelompok Kesehatan di Sumut

g. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga

Inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan III-2009 merupakan inflasi

tertinggi dari tujuh kelompok penyumbang inflasi Sumut. Pada triwulan II-2009, kelompok ini

mengalami deflasi sebesar 0,05% kemudian naik signifikan menjadi 8,54% pada triwulan

laporan. Diliaht berdasarkan andilnya, kelompok ini hanya menyumbang 0,06% terhadap inflasi

Sumut. Dari lima subkelompok, inflasi tertinggi terjadi pada subkelompok perlengkapan

pendidikan dan rekreasi.

Grafik 2.13. Inflasi Triwulanan

(50)

2.2.2. INFLASI MENURUT KOTA

Empat kota di Sumut mengalami inflasi pada triwulan laporan setelah pada triwulan sebelumnya

mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Sibolga sebesar 3,45%, sedangkan terendah di

Kota Padang Sidempuan 2,66%.

Tabel 2.3. Inflasi Triwulanan di Sumut Menurut Kota (%)

Inflasi triwulanan tertinggi di empat kota perhitungan inflasi di Sumut berturut-turut yaitu Kota

Sibolga (3,45%), Kota Medan (3,35%), Kota Pematangsiantar (3,26%) dan Kota

Padangsidempuan (2,26%).

2.3. INFLASI TAHUNAN

Secara tahunan, inflasi Sumut pada September 2009 mengalami peningkatan dibandingkan Juni

2009, yaitu dari 2,52% (yoy) menjadi 4,56%. Inflasi Sumut selama setahun terakhir didominasi

oleh kenaikan harga bahan bakar, bahan makanan, emas perhiasan, dan makanan jadi.

Barang-barang tersebut termasuk ke dalam sepuluh komoditas dengan inflasi tertinggi sekaligus

penyumbang terbesar inflasi secara tahunan (yoy) pada September 2009. Kesepuluh komoditas

penyumbang terbesar inflasi tersebut membentuk 45% inflasi Sumut.

Faktor eksternal cukup besar pengaruhnya terhadap inflasi domestik selama setahun terakhir,

tidak terkecuali di Sumut. Kenaikan harga komoditas di pasar internasional, terutama minyak

bumi, CPO, emas, kedelai, jagung, gandum, memberikan pengaruh signifikan terhadap kenaikan

harga BBM, berbagai bahan makanan dan emas perhiasan. Ketergantungan Indonesia terhadap

bahan baku impor merupakan salah satu faktor utama tingginya pengaruh kenaikan harga

(51)

2.3.1. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA

Inflasi setiap kelompok barang dan jasa selama periode September 2008 hingga September

2009, cukup tinggi. Dari tujuh kelompok, empat di antaranya mengalami inflasi di atas 7%, yaitu

kelompok bahan makanan (9,69%), kelompok makanan jadi (9,27%)

Gambar

Grafik I.27. Realisasi Pengadaan Semen Sumut
Grafik 2.3.
Grafik 2.9. Inflasi Triwulanan
Grafik 2.11. Inflasi Triwulanan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 5 membantu menjelaskan penyebab turunya posisi daya saing Indonesia pada tahun 2016 (41, turun 4 peringkat) dengan melihat perkembangan indikator pilar-pilar daya saing

Keberhasilan penyelengaraan program pendidikan di sekolah tidak terlepas dari peranan dan tanggung jawab guru. Guru merupakan komponen paling menentukan dalam sistem pendidikan

The Modern chess sets have 32 pieces, 16 black and 16 white, on a board comprised of 64 squares and with this finite arrangement of figurines and playing surfaces has led to a

• Potongan program tersebut meminta masukan dari user untuk memasukkan bilangan, kemudian program menyimpan masukan bilangan tersebut ke variabel Array valueArray..

Pada malam hari, permukaan bumi tidak menerima masukan energi dari radiasi matahari, tetapi permukaan bumi tetap akan memancarkan energi dalam bentuk radiasi gelombang panjang,

Konseling indigenous juga menunjukkan pemahaman mereka terhadap person, self, tujuan hidup, dan nilai-nilai yang dijadikan pijakan (Nager, 2000: 28). Berkaitan dengan

Berdasarkan asumsi di atas maka penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih mendalam di SMP Begeri 3 Bantaeng yang telah difokuskan pada model Kooperatif

Setelah semua data terkumpul, maka langkah berikutnya adalah analisis data.Data yang diperoleh dalam penelitian ini kemudian dianalisis menggunakan teknik analisis