• Tidak ada hasil yang ditemukan

penyusunan peta aez 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "penyusunan peta aez 2"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PENYUSU

KOMODI

MUKOMU

K

BADAN PENELI

BALAI PENGKAJ

LAPORAN AKHI R

USUNAN PETA PEWI LAYAH

DI TAS PERTANI AN KABUP

MUKO SKALA 1:50.000/ AE

HAMDAN

KEMENTERI AN PERTANI AN

ELI TI AN DAN PENGEMBANGAN PER

AJI AN TEKNOLOGI PERTANI AN

2014

AHAN

PATEN

AEZ- I I

(2)

KATA PENGANTAR

Penyusunan Pewilayahan Komoditas Pertanian berdasarkan zona

agroekologi (ZAE) mempunyai arti penting mendukung pelaksanaan penelitian

dan pengkajian oleh BPTP Bengkulu. Data dan informasi yang dihasilkan dari

kegiatan ini berupa data sumberdaya tanah/ lahan terformat dalam data base

yang dinamis, sehingga bisa di update sesuai dengan kepentingan pengguna.

Peta-peta yang dihasilkan dapat dijadikan rujukan dalam menentukan

pengembangan komoditas pertanian di Kabupaten Mukomuko khususnya dan

Provinsi Bengkulu secara umum. Untuk mendapatkan informasi yang lebih

komprehensif khususnya pewilayahan komoditas pertanian untuk mendukung

perencanaan pengembangan pertanian di Kabupaten Mukomuko maka pada

Tahun Anggaran 2014 dilaksanakan kegiatan penyusunan Peta Pewilayahan

Komoditas Pertanian berdasarkanAgro Ecological Zone(AEZ).

Laporan ini menyajikan data/ informasi pelaksanaan kegiatan yang telah

dilaksanakan, berupa interprestasi data iklim, interprestasi data sumberdaya

lahan berdasarkan analisis terain, dan pendukung kegiatan lainnya. Kepada

semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan laporan ini,

disampaikan banyak terimakasih. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita

semua.

Bengkulu, Desember 2014

Hamdan, SP.,M.Si

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul RPTP : Peta Pewilayahan Komoditas/ AEZ

2. Unit Kerja : BPTP Bengkulu

3. Alamat Unit Kerja : Jl. I rian Km.6.5 Kel. Semarang Kota bengkulu 38119

4. Sumber Dana : DI PA BPTP Bengkulu

5. Status Penelitian (L/ B) : Lama

6. Penanggung jawab :

a. Nama : Hamdan, SP., M.Si

b. Pangkat/ Golongan : Penata I I I / c

c. Jabatan : Peneliti Pertama

7. Lokasi : Provinsi Bengkulu

8. Agroekosistem :

-9. Tahun Mulai : 2013

10. Tahun Selesai : 2014

11. Output tahunan : Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Skala 1: 50.000 berdasarkan AEZ Kabupaten Mukomuko

12. Output Akhir : Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Skala 1: 50.000 Provinsi Bengkulu berdasarkan AEZ

13. Biaya : Rp. 70.000.000 ( Tujuh puluh juta rupiah)

Koordinator Program

r. I r. Wahyu Wibawa,MP, Ph.D NI P.19690427 199803 1 001

Penanggungjawab RPTP

Hamdan,SP., M.Si

NI P. 19772106 200212 1 001

Mengetahui,

Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian,

Dr. I r. Abdul Basit,MS

NI P. 19610929 198603 1 003

Kepala BPTP Bengkulu,

(4)

DAFTAR I SI

RI NGKASAN DAN SUMMARY ... viii

I . PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Dasar Pertimbangan ... 2

1.3. Tujuan ... 3

1.4. Luaran ... 4

1.5. Perkiraan Dampak dan Manfaat ... 4

I I . TI NJAUAN PUSTAKA... ... 5

I I I . METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran ... 7

3.2. Waktu dan Lokasi Kegiatan ... 7

3.3. Ruang Lingkup Kegiatan ... 8

3.4. Bahan dan Metode ... 8

I V. HASI L DAN PEMBAHASAN 4.1. Lokasi Pengkajian ... 14

4.2. Penduduk ... 15

4.3. Kondisi I klim... 16

4.4. Zona agroklimat dan tipe hujan ... 17

4.5. I dentifikasi dan Karakterisasi Sumberdaya Lahan ... 17

4.6. Zona Agro Ekologi Kabupaten Mukomuko ... 34

4.7. Evaluasi Lahan ... 35

V. KESI MPULAN DAN SARAN... ... 41

VI. KINERJA HASIL PENELITIAN...

42

DAFTAR PUSTAKA... ... 43

ANALI SI S RI SI KO... ... ... 44

JADWAL KERJA... ... ... 46

PEMBI AYAAN... ... ... 47

(5)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jumlah desa, penduduk, luas desa dan kepadatan penduduk

dirinci per kecamatan di Kabupaten Mukomuko Tahun 2013 ... 15

2. Anasir iklim Kabupaten Mukomuko tahun 2013 ... 16

3. Legenda satuan lahan Kabupaten Mukomuko... .... 30

4. Hasil analisis laboratorium sampel tanah Kabupaten Mukomuko... .... 32

5. Rincian pewilayahan komoditas pertanian Kabupaten Mukomuko... .... 40

6. Risiko, penyebab, dan dampaknya terhadap pelaksanaan pengkajian penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian Kabupaten Mukomuko Tahun 2014 ... 22

(6)

DAFTAR LAMPI RAN

Halaman

1. Morfologi satuan tanah Kabupaten Mukomuko ... 49

2. Profil tanah... .... 74

(7)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1.

Peta Administrasi Kabupaten Mukomuko ... 14

2.

Peta satuan lahan Kabupaten Mukomuko lembar 0812-31-32….. ... 22

3.

Peta satuan lahan Kabupaten Mukomuko lembar 0812-33-34….. ... 23

4.

Peta satuan lahan Kabupaten Mukomuko lembar 0812-51….. ... 24

5.

Peta satuan lahan Kabupaten Mukomuko lembar 0812-52-61….. ... 25

6.

Peta satuan lahan Kabupaten Mukomuko lembar 0812-63….. ... 26

7.

Peta satuan lahan Kabupaten Mukomuko lembar 0813-22….. ... 27

8.

Peta satuan lahan Kabupaten Mukomuko lembar 0812-23….. ... 28

(8)

RI NGKASAN

1. Judul : Peta Pewilayahan Komoditas/ AEZ 2. Unit Kerja : BPTP Bengkulu

3. Tujuan : a. Mengidentifikasi dan mengkarakterisasi sumberdaya lahan di Kabupaten Mukomuko b. Menyusun peta peta arahan komoditas

pertanian unggulan berdasarkan zona agroekologi skala 1 : 50.000 di Kabupaten Mukomuko

4. Keluaran : a. Peta satuan lahan berupa karakteristik dan potensi sumberdaya lahan Kabupaten Mukomuko.

b. Peta pewilayahan komoditas pert anian Kabupaten Mukomuko skala 1: 50.000 berdasarkan AEZ

5. Prosedur : Untuk menyusun peta pewilayahan komoditas diperlukan Modul Pewilayahan Komoditas Komoditas (MPK). Modul tersebut memerlukan tiga jenis data utama yaitu : (1) data hasil evaluasi lahan, (2) data peluang investasi, dan (3) data prioritas tanaman. Selain itu data penggunaan lahan saat ini (present land use) diperlukan juga sebagai salah satu faktor pertimbangan dalam pewilayahan komoditas. Peta pewilayahan komoditas disajikan dalam bentuk peta yang dilengkapi dengan legenda dan naskah laporannya. Pemetaan dilakukan melalui beberapa tahapan metodologi, yaitu: inventarisasi sumberdaya lahan berupa penyusunan peta dasar, analisis satuan lahan, verifikasi lapangan berupa pengumpulan data primer dan data sekunder meliputi data biofisik (pengamatan tanah, pengambilan contoh tanah, penyusunan satuan evaluasi lahan) dan data sosial ekonomi pertanian, dan evaluasi sumberdaya lahan. Evaluasi lahan didasarkan pada karakteristik lahan yang bersumber dari data/ peta satuan lahan hasil analisis terrain yang dilengkapi dengan data tanah dan iklim, serta data sosial ekonomi dan budaya. Pendekatan evaluasi lahan dilakukan dengan cara membandingkan (matching) anatara karakteristik lahan dan persyaratan penggunaan lahan (land use requirements)

6. Hasil/ pencapaian :

(9)

diperlukan dalam melaksanakan mandat Balai yaitu Perakitan Teknologi Spesifik Lokasi sehingga dalam penelitian/ pengkajian terarah kepada wilayah pengembangan komoditas yang akan diteliti/ dikaji. Eksternal: Sebagai acuan bagi Pemda dalam menyusun program pembangunan khususnya dibidang pertanian. Peta skala 1 : 50.000 adalah skala operasional yang dapat dipergunakan sebagai acuan peyusunan program pertanian di tingkat kecamatan

8. Prakiraan Dampak : a. Percepatan pengembangan komoditas unggulan/ spesifik lokasi

b. Pemanfaatan sumberdaya lahan secara optimal.

9. Jangka Waktu : 1 (satu) tahun

(10)

SUMMARY

1. Title : Map Directive of Commodities 2. I mplementing Unit : Assessment I nstitute for Agricultural

Technology of Bengkulu

3. Objectives : 1. I dentify and characterize of land

resources of agricultural in the district of Mukomuko

2. Map directives of commodities based of AEZ in scale 1: 50.000 for district of Mukomuko

4. Outputs : 1. Map of identify and characterize of land resources of agricultural in the district of Mukomuko

2. Map directives of commodities based of AEZ in scale 1: 50.000 for district of Mukomuko

5. Procedur : Sustainable agriculture only be achieved if land is used in accordance with its potential and precise management. To determine its potential, it is necessary to identification and characterization of land resources (soil, climate, and environment) and social economics, both in relation to the development and improvement of

productivities of agricultural commodities . The assessment aims to a). I dentify and characterize, and evaluation of the potential of land resources in the district of Mukomuko. b). Prepared maps landing agricultural

commodities by agroecological zone scale 1: 50,000 at Mukomuko district. Geographic I nformation System (GI S) is used in the manufacture and preparation of land resource maps and directions commodities taking into account the state of the existing land use and the results of the analysis of satellite imagery. The main output of this study is the

characteristics and potential of the land in map direction of commodities in Mukomuko district.

6. Accomplishment :

-7. Benefit : Map directives of commodities based

agroecological zone

8. I mpact :

-9. Period : 1 (one) year

(11)

I .

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Otonomi daerah secara umum diartikan sebagai pemberian kewenangan

oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Undang-undang No 22 Tahun 1999 sebagai titik aw al pelaksanaan

otonomi daerah mengamanatkan kepada pemerintah pusat untuk menyerahkan

sebagian kewenangan kepada pemerintah provinsi dan kabupaten untuk

mengambil tanggung jawab yang lebih besar dalam pelayanan umum kepada

masyarakat dan dapat mengambil keputusan terkait kepentingan daerah serta

mngembangkan segala potensi yang ada untuk meningkatkan kemakmuran

rakyat dan kemajuan bangsa.

Semangat reformasi otonomi daerah tersebut perlu diterjemahkan pada

berbagai aspek pembangunan antara lain adalah pembangunan di bidang

pertanian. Sektor pertanian merupakan pengerak utama pembangunan di

wilayah Provinsi Bengkulu. Share Produk Domestik Regional Bruto sektor

pertanian atas dasar harga berlaku dalam 10 tahun terakhir mencapai 33%

dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 11,39% per tahun. Hasil Survei Angkatan

Kerja Nasional (Sakernas) bulan Agustus 2011 menyatakan bahwa mayoritas

penduduk Bengkulu berusia 15 tahun keatas bekerja di sektor pertanian (52.24)

(BPS 2011).

Pengelolaan sumberdaya lahan dalam konteks pembangunan kedepan

menjadi lebih penting karena berbagai tantangan yang dihadapi semakin

komplek seperti (1) tekanan lahan oleh pertambahan penduduk (2) konservasi

lahan dan alih fungsi lahan, (3) degradasi lahan dan kerusakan lahan (4)

kerusakan lingkungan serta bencana alam yang terus meningkat. Permasalahan

pengelolaan sumberdaya lahan yang banyak terjadi pada daerah otonomi baru

adalah belum tersedianya/ keterbatasan data/ informasi sumberdaya lahan pada

skala operasional.

Pengembangan komoditas pertanian unggulan harus didukung oleh

(12)

menyusun informasi sumberdaya lahan berupa Peta AEZ skala 1: 250.000 dalam

one map policy untuk seluruh provinsi se I ndonesai. Sedangkan untuk skala

operasional (1: 50.000) direncanakan akan selesai pada tahun 2015.

Data dan informasi sumberdaya lahan telah tersedia pada berbagai tingkat

kedetilan dan tingkat skala peta. Salah satu kegiatan pengumpulan data dan

informasi sumberdaya lahan telah dilakukan, yaitu Penyusunan peta Zona Agro

Ekologi (ZAE) skala 1: 250.000. Penyusunan peta ini telah dilaksanakan oleh

BPTP di seluruh I ndonesia melalui jaringan litkaji sejak tahun 1996. Penyusunan

peta ZAE Provinsi Bengkulu dilaksanakan pada tahun 2001, terdiri dari Peta ZAE

Kabupaten Bengkulu Utara/ Kota Bengkulu, Kabupaten Bengkulu Selatan, dan

Kabupaten Rejang Lebong (Winardi, et al. 2001).

Peta tersebut sangat bermanfaat sebagai acuan dasar pada tingkat

perencanaan regional atau nasional, sedangkan untuk pemanfaatannya pada

skala operasional perlu ditindaklanjuti dengan skala yang lebih besar yaitu 1 :

50.000. Pada skala detil tersebut, penilaian kesesuaian lahan digunakan sebagai

dasar untuk menyusun peta pewilayahan komoditas pada berbagai zone

agro-ekologi akan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pemanfaatan peta

ZAE secara operasional.

Penyusunan peta pewilayahan komoditas mempertimbangkan sifat dan

karakteristik tanah sebagai prasyarat utama. Faktor-faktor tanah dan fisik

lingkungan yang digunakan dalam penilaian kesesuaian lahan adalah tanah

(media perakaran, retensi hara, toksisitas), iklim (suhu udara, elevasi, curah

hujan) terrain (lereng, singkapan batuan, batuan dipermukaan), bahaya banjir

dan bahaya erosi. Pengembangan komoditas pertanian yang sesuai secara

biofisik dan menguntungkan secara ekonomi, sangat penting dalam perencanaan

pengkajian teknologi untuk pengembangan komoditas unggulan dengan

mempertimbangkan kemampuan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan

kelembagaan sehingga pengembangan komoditas tersebut berkelanjutan

(Sudaryanto dan Syafa’at, 2000). Artinya, bahwa informasi dan data AEZ

merupakan informasi dan data dasar penting bagi perencanaan pengembangan

sistem usaha pertanian komoditas unggulan spesifik lokasi.

(13)

Peta pewilayahan memuat data dan informasi berbagai komoditas

pertanian yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif pada

berbagai zona agroekologi. Pada skala 1 : 50.000 data dan informasi yang

disajikan akan mempunyai akurasi yang tinggi dan bersifat operasional pada

tingkat kabupaten. Oleh karena itu, hasil penilaian kesesuaian lahan dan

pewilayahan komoditas unggulan pada berbagai zone agroekologi dapat

dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian dan komoditas unggulan sesuai

dengan peruntukannya.

Provinsi Bengkulu memiliki luas wilayah ± 19.919,33 Km² , terdiri dari 9

kabupaten dan 1 kota, 124 kecamatan dengan jumlah penduduk sekitar

1.766.794 jiwa, mempunyai keadaan biofisik dan kondisi sosial ekonomi dan

budaya yang beranekaragam. Dengan demikian pemanfaatan sumberdaya yang

ada, tertama sektor pertanian memerlukan pendekatan yang spesifik lokasi.

Sistem usahatani dan teknologi spesifik lokasi akan bersifat lebih efisien,

berkelanjutan, dan mempunyai keunggulan komparatif apabila disesuaikan

dengan daya dukung lahan, tenaga kerja yang tersedia, modal dan kemampuan

manajemen petani. Agar sistem usahatani dan teknologi spesifik lokasi tersebut

dapat diterapkan dan memberikan hasil yang lebih efisien, terarah dan

benar-benar sesuai dengan kondisi Provinsi Bengkulu maka diperlukan pewilayahan

komoditas berdasarkan zona agroekologi.

Penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian Provinsi Bengkulu telah

dilakukan pada beberapa kecamatan, yaitu: Kecamatan Arga Makmur dan

Padang Jaya (Kabupaten Bengkulu Utara), Kecamatan Curup, Bermani Ulu dan

Selupu Rejang (Kabupaten Rejang Lebong) serta Kecamatan Manna dan Seginim

(Kabupaten Bengkulu Selatan). Selanjutnya tahun 2013 telah disusun peta

satuan lahan dan pewilayahan komoditas pertanian Kabupaten Bengkulu Tengah.

Peta tersebut penting untuk mendukung pelaksanaan penelitian dan pengkajian

serta dan diseminasi sesuai dengan tupoksi BPTP Bengkulu. Untuk itu diharapkan

kegiatan pemetaan AEZ skala 1: 50.000 dapat dilanjutkan sebagai dasar

perencanaan pengembangan komoditas dan penyusunan kebijakan daerah.

1.3. Tujuan

1. Mengidentifikasi dan mengkarakterisasi sumberdaya lahan di

(14)

2. Menyusun peta satuan lahan dan peta pewilayahan komoditas

pertanian berdasarkan zona agroekologi skala 1 : 50.000 di Kabupaten

Mukomuko.

1.4. Luaran

1. Peta satuan lahan berupa karakteristik dan potensi sumberdaya lahan

Kabupaten Mukomuko.

2. Peta pewilayahan komoditas pertanian Kabupaten Mukomuko skala

1: 50.000 berdasarkan AEZ

1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak

I nformasi geospasial dalam bentuk peta pewilayahan komoditas,

diharapkan dapat menjadi acuan dalam alokasi zona budidaya untuk komoditas

tertentu, sehingga produk pertanian yang dihasilkan menjadi lebih optimal, baik

kuantitas, kualitas maupun kontinuitasnya. serta mampu mengurangi resiko

pertanian akibat cekaman kekeringan, banjir, bencana alam dan potensi

serangan hama dan penyakit. Adapun manfaat yang diharapkan antara lain :

1. Bermanfaat untuk dijadikan bahan perencanaan penelitian dan pengkajian,

serta pengembangan pertanian wilayah berdasarkan zona agroekologi baik

bagi Peneliti BPTP maupun Pemerintah Daerah Kabupaten Mukomuko.

2. Bermanfaat untuk menunjang kegiatan agribisnis di wilayah Kabupaten

Mukomuko khususnya dan Provinsi Bengkulu pada umumnya.

3. Bermanfaat sebagai sumber informasi potensi khususnya potensi lahan

untuk pengembangan komoditas pertanian spesifik lokasi dan dapat

digunakan sebagai acuan dalam penyusunan program pembangunan

pertanian ditingkat operasional sesuai dengan tata ruang dan kondisi

wilayah.

Adapun perkiraan dampak dari kegiatan ini antara lain:

1. Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya pertanian untuk produksi pangan

secara dinamis, lestari, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan kebutuhan

pangan.

2. Pengembangan komoditas pertanian yang memberi arti ekonomis bagi

(15)

3. Pengembangan agribisnis dan agroindustri yang berdaya saing,

(16)

I I .

TI NJAUAN PUSTAKA

Konsep ZAE (zone agro ekologi) diperkenalkan oleh FAO (1978) untuk

evaluasi lahan di Afrika dengan menggunakan peta tanah FAO 1974 skala

1: 5.000.000 dengan parameter panjang periode tumbuh (length of growing period) dan suhu. Selanjutnya, FAO merekomendasikan penggunaan ZAE pada tingkat nasional dan provinsi pada skala 1: 1.000.000-1: 500.000 (Kassam et al., 1991). ZAE didefinisikan sebagai pengelompokan wilayah ke dalam zona-zona

berdasarkan kemiripan (similarity) karakteristik iklim, terrain, dan tanah, yang memberikan keragaan (performance) tanaman tidak berbeda secara nyata (FAO, 1996).

Peta zone agro ekologi Provinsi Bengkulu skala 1: 250.000 yang telah

disusun oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu bersama

Balai Besar Sumberdaya Lahan pertanian (BBSDLP) merupakan kumpulan

data/ informasi sumberdaya lahan yang menjelaskan pengelompokan suatu

wilayah ke dalam zona-zona pengembangan pertanian, perkebunan dan sistem

kehutanan serta alternatif komoditas berdasarkan kesamaan karakteristik biofisik

(lahan dan iklim) lingkungan. I nformasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar

dalam perencanaan pengembangan pertanian daerah untuk menjaga

keberlanjutan produksi dan produktivitas serta kelestarian lingkungannya.

Pengelompokan wilayah ke dalam zona-zona agroekologi, dapat membantu

dalam perakitan dan penerapan paket teknologi yang disesuaikan dengan kondisi

fisik lingkungan (Amien et al., 1997).

Peta ZAE skala 1: 250.000 penggunaannya terbatas pada tingkat provinsi

untuk perencanaan pengembangan pertanian. Agar terjaga kesinambungan

dalam perencanaan pengembangan pertanian, data/ informasi sumberdaya lahan

tersebut perlu dijabarkan ke dalam skala yang lebih detil, yaitu dengan

penyusunan Pewilayahan Komoditas Pertanian skala 1 : 50.000. Pada skala

tersebut diperlukan informasi yang lebih detil terutama yang berkaitan dengan

sifat dan karakteristik lahan, sebagai prasyarat utama dalam evaluasi lahan. Sifat

dan karakteristik lahan yang digunakan dalam evaluasi lahan adalah tanah

(media perakaran, retensi hara, toksisitas), iklim (suhu udara, elevasi, curah

hujan), terrain (lereng dan singkapan batuan), bahaya banjir, dan bahaya erosi

(17)

Unsur-unsur terrain seperti lereng dan tingkat torehan mempunyai kaitan

erat dengan tingkat kesesuaian lahan, sehingga delineasi yang dihasilkan dapat

digunakan sebagai satuan dasar dalam evaluasi lahan. Secara hirarki, terrain

dapat dibedakan berdasarkan skala peta (1: 250.000-1: 10.000) kedalam empat

kategori yaitu: terrain province, terrain system, terrain unit, dan terrain component. Kategori terrain unit yang setara dengan land catena dapat digunakan untuk mendelineasi satuan lahan pada skala 1: 50.000 (Kips et al., 1981; Van Zuidam, 1986).

Pendekatan dengan metode analisis terrain telah banyak dilakukan antara

lain oleh Mitchell dan Howard (1978) yang membedakan lahan kedalam tujuh

kategori, yaitu: land zone-land province-land region-land system-land catena-land facet-catena-land element. Akan tetapi hanya empat kategori yang sering digunakan, yaitu skala 1: 250.000 sampai 1: 5.000. Pendekatan serupa telah

dilakukan oleh Kips et. al. (1981) di DAS Sekampung, Provinsi Lampung pada skala 1: 250.000, dan DAS Samin Provinsi Jawa Tengah pada skala 1:25.000.

Dent et al. (1977) menggunakan pendekatan sistem lahan (land system) untuk evaluasi sumberdaya lahan tingkat tinjau mendalam skala 1: 100.000 di DAS

Cimanuk, Jawa Barat. Desaunettes dalam Dent et al. (1977) telah menyusun Catalogue of Landform for I ndonesia untuk menunjang pemetaan sumberdaya lahan di I ndonesia. Dalam survei sumberdaya lahan tingkat tinjau Proyek LREP I

Sumatera (1987-1990) telah diterapkan pendekatan analisis terrain, terdiri dari

(18)

I I I . METODOLOGI

3.1. Kerangka Pemikiran

Dinamika pembangunan pertanian hingga saat ini telah membuktikan

bahwa kebutuhan sumberdaya ekonomi semakin banyak dan senantiasa

menghadapi berbagai kendala yang semakin serius, terutama ketersediaan

sumberdaya lahan yang layak. Dalam kondisi seperti ini mutlak diperlukan

pentajaman prioritas pemanfaatan sumberdaya lahan dan sekaligus pengetatan

pengawasan konversi lahan. Salah satu kebijakan pemerintah dalam hal ini

adalah Tata Guna Lahan. Kebijakan umum ini telah berupaya membatasi

penggunaan lahan sesuai dengan kapabilitasnya. Namun demikian kebijakan

umum ini masih harus didukung dengan kebijakan-kebijakan yang lebih rinci di

setiap kawasan penggunaan lahan pertanian.

Salah satu program strategis Badan Litbang Pertanian untuk memenuhi

kebutuhan informasi sumberdaya lahan adalah Peyusunan Peta Pewilayahan

Komoditas berdasarkan Agroekological Zone (AEZ). Program ini akan dituangkan

dalam kebijakan one map policy, dimana setiap provinsi akan memiliki peta AEZ dan peta yang lebih operasional dengan skala 1: 50.000. Penyusunan peta satuan

lahan dan pewilayahan komoditas pertanian Provinsi Bengkulu telah dilaksanakan

untuk kabupaten Bengkulu Tengah pada tahun 2013, selanjutnya pada tahun

2014 dilaksanakan di Kabupaten Mukomuko.

Kegiatan ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi

sumberdaya lahan untuk penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian

berdasarkan zona agroekologi skala 1 : 50.000. Untuk mencapai tujuan tersebut

kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan meliputi pengumpulan data dan

informasi sumberdaya lahan, pengumpulan data di lapangan dan verifikasi,

penilaian kesesuaian lahan dan penyusunan peta pewilayahan komoditas

pertanian skala 1 : 50.000. Hasil dari kegiatan ini adalah data karakteristik lahan

berupa peta satuan lahan dan peta pewilayahan komoditas pertanian skala 1 :

50.000 untuk Kabupaten Mukomuko, serta naskah laporan lengkap.

3.2. Waktu dan Lokasi Kegiatan

Kegiatan pengkajian dilaksanakan di Kabupaten Mukomuko. Pemilihan

lokasi ditentukan secara sengaja dengan pertimbangan untuk menyediakan

(19)

berdasarkan atas ketersediaan data spasial berupa peta dasar (peta rupa bumi),

citra satelit, peta administrasi dan peta pendukung lainnya serta basis data

sumberdaya lahan. Kegiatan dilaksanakan di seluruh wilayah Kabupaten

Mukomuko dari Bulan Januari 2014 sampai Desember 2014.

3.3. Ruang Lingkup Kegiatan

Penyusunan peta pewilayah komoditas pertanian berdasarkan AEZ

Kabupaten Mukomuko dilaksanakan selama satu tahun. Pendekatan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan desk study, survey lapang,

dan laboratorium. Desk Study dilakukan pada awal kegiatan yaitu

mengumpulkan bahan-bahan pendukung seperti literatur, peta-peta pendukung,

dan data-data sekunder lainnya. Survey lapang dilakukan dengan tujuan untuk

mengumpulkan data tanah, iklim dan sosial ekonomi termasuk kelembagaan.

Pendekatan yang ketiga adalah berupa analisa di laboratorium untuk penentuan

kalsifikasi tanah.

3.4. Bahan dan Metode

Prosedur penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian terdiri dari

empat tahapan kegiatan meliputi :

a. Penyiapan data

b. Penyiapan peralatan

c. I dentifikasi lahan

d. Evaluasi lahan

e. Verifikasi lapangan

f. Penyusunan peta pewilayahan komoditas

a. Penyiapan data

Untuk kegiatan ini diperlukan beberapa data dan bahan yang terdiri dari

data spasial dan data tabular atau basis data tanah, data iklim, citra satelit, dan

sosial ekonomi.

a.1. Data Spasial

- Peta dasar yang terdiri dari peta topografi/ peta rupa bumi skala 1 :

50.000, peta administrasi skala 1 : 50.000 Kabupaten Mukomuko.

(20)

- Peta tematik yang terdiri dari peta tanah, peta observasi, dan

penggunaan lahan.

- Peta pendukung yang terdiri dari peta-peta yang tersedia seperti peta

AEZ, peta tanah tinjau, peta arahan tata ruang pertanian dan peta arahan

pengggunaan lahan, masing-masing skala 1 : 250.000.

a.2. Basis Data Tanah

Basis data tanah yang dikumpulkan terdiri dari basis data morfologi

tanah atau Site and Horizon (SH), basis data hasil analisa kimia tanah (SSA),

dan basis data satuan peta tanah (MU). Ketiga jenis data tersebut akan

digunakan untuk penilaian kesesuaian lahan dan penyusunan peta

pewilayahan komoditas berdasarkan AEZ di Kabupaten Mukomuko.

a.3. Data I klim

Data iklim yang diperlukan berupa data curah hujan, temperatur,

kecepatan angin, lama penyinaran, dan kelembaban udara. Data tersebut

digunakan untuk penilaian kesesuaian lahan.

a.4. Data Sosial Ekonomi

Pengumpulan data sosial ekonomi dilakukan dapat dilakukan melalui

survei sosek tersendiri, ataupun bersamaan dengan tim teknis pada saat

verifikasi lapangan. Pengumpulan data sosek sebaiknya mengacu ke

penyebaran poligon-poligon satuan lahan, sehingga tim sosek tidak terlepas

dari tim teknis secara keseluruhan.

Data sosial ekonomi diperlukan sebagai bahan mtiormasi untuk

menentukan komoditas unggulan berdasarkan kelayakan usahatani atau

investasi pengusahaannya. Analisis usahatani digunakan sebagai parameter

kelayakan penggunaan lahan untuk tanaman semusim, seperti tanaman

padi, pulawija, dan hortikultura sayuran. Suatu usahatani tanaman

tertentu dikatakan layak apabila nilai R/ C-nya lebih besar atau sama

dengan suatu nilai yang ditetapkan. Semakin besar nilai R/ C semakin tinggi

tingkat kelayakan usahatani tersebut. Apabila terdapat lebih dari satu

tanaman yang layak berdasarkan nilai R/ C tersebut, maka digunakan

(21)

Peluang atau kelayakan investasi dengan analisis finansial d igunakan

sebagai parameter kelayakan penggunaan lahan untuk tanaman tahunan

(misalnya kelapa sawit, karet, dan kakao). I ndikator yang diperhatikan

untuk menganalisis kelayakan ekonomi pengelolaan usahatani tersebut

adalah Net Present Value (NPV), I nternal Rate of Return (I RR) dan Benefid

Cost Ratio (BCR). Suatu investasi untuk usaha tanaman tahunan tertentu

dikatakan layak apabila nilai-nilai indikator tersebut lebih besar atau sama

dengan suatu nilai yang ditetapkan.

I ndikator kelayakan sosial-ekonomi dapat diperoleh dari hasil analisis

usahatani dan investasi, yakni melalui pengumpulan clan pengolahan data

biaya produksi, tingkat produksi, dan harga jual. Data harga-harga (saprodi

clan hasil usahatani) serta tingkat upah tenaga kerja diharapkan sudah

mencerminkan (mernpertimbangkan) kondisi spesifik setempat, misalnya

aksesibilitas pasar, jalan, sumber keuangan/ kredit, dan ketersediaan

tenaga kerja. Data-data tersebut bersifat dinamis, oleh karena itu perlu ada

kegiatan verifikasi, yakni pemutahiran dan validasi data di lapangan setiap

periode tertentu.

Sumber dat a unt uk analisis usahat ani dapat diperoleh dari dat a

sekunder at au dat a primer hasil w aw ancara dengan pet ani yang sudah

berpengalaman dalam mengusahakan j enis t anaman t ert ent u pada

t ipologi lahan t ert ent u. Semakin banyak pet ani yang diw awancarai

( responden) unt uk mendapat kan dat a usahat ani t ersebut secara relat if

dat a yang dihasilkan akan lebih baik. Pada wilayah yang cukup seragam,

misalnya pada w ilayah sent ra produksi suat u t anaman, j umlah

responden unt uk mendapat kan dat a usahat ani t anaman t ersebut dapat

lebih sedikit dibandingkan dengan wilayah lainnya. Sebagai bahan

pert imbangan j umlah responden pada daerah produksi sekit ar 3 -5 orang

unt uk set iap j enis t anaman pada t ipologi lahan yang sama. Sedangkan

pada daerah pot ensial pengembangan j umlah responden t ersebut

sekit ar 6-10 orang/ t anaman/ t ipologi lahan

b. Persiapan Peralatan

Untuk memperlancar proses penelitian, diperlukan beberapa peralatan

(22)

untuk observasi tanah di lapangan seperti bor tanah (mineral), pisau lapang,

Muncell Soil Colour Chart, pH trough, kompas, abney level, altimeter dan loupe.

Diperlukan juga form isian untuk pengamatan tanah dilapangan dan petunjuk

pengisiannya.

c. I dentifikasi lahan

Berdasarkan data spasial dan data tabular pendukung yang telah

dikumpulkan, serta hasil interpretasi dan analisis terrain dari citra satelit, peta

rupa bumi, peta geologi, dan peta penggunaan lahan, telah disusun peta satuan

lahan. Peta satuan lahan tersebut dijadikan peta dasar dalam identifikasi lahan di

lapangan. Pengamatan biofisik lahan dan lingkungannya dilakukan secara transek

yang mewakili beberapa satuan lahan. Pengamatan sifat morfologi tanah di

lapang dilakukan dengan pembuatan profil yang mengacu kepada FAO (1990)

dan Soil Survey Division Staff (1993), antara lain kedalaman tanah, warna tanah,

tekstur, struktur, konsistensi, drainase, pH tanah, sementasi (batuan/ padas),

konsentrasi bahan kasar atau fragmen batuan, dan perakaran tanaman.

Pengambilan contoh tanah dilaksanakan pada setiap satuan lahan, diambil

dari setiap lapisan berdasarkan horisonisasi dari profil tanah, dan dianalisis di

laboratorium. Sifat-sifat tanah yang dianalisis terdiri dari sifat -sifat fisika dan

kimia tanah. Analisis sifat fisika kimia tanah tekstur, kandungan bahan organik (C

organik, N total dan C/ N), reaksi tanah (pH), kandungan P dan K potensial, P dan

K tersedia, retensi P, basa-basa dapat tukar (Ca, Mg, K dan Na), kapasitas tukar

kation (KTK), kejenuhan basa (KB), dan kejenuhan Al. Jenis dan metode analisis

tanah di laboratorium mengacu kepada Penuntun Analisis Kimia Tanah, Air,

Tanaman, dan Pupuk (Sulaeman et al., 2005) yang diadopsi dari Burt (2004). Data hasil analisis tanah digunakan untuk memperbaiki klasifiaksi tanah, evaluasi

kesesuaian lahan dan penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian.

d. Evaluasi Kesesuaian Lahan

Sebelum melakukan evaluasi kesesuaian lahan, terlebih dahulu

dilaksanakan kegiatan yang meliputi penyiapan data, penyusunan model

evaluasi, penyajian hasil evaluasi lahan.

Tahapan penyusunan model evaluasi lahan lahan adalah sebagai berikut :

(23)

2. Menentukan persyaratan tumbuh tanaman atau LUR (Land Use

Requirement) untuk setiap LUT

3. Memilih karakteristik lahan atau LC (Land Characteristic ) setiap LUR

untuk masing-masing LUT

4. Menyusun pohon keputusan atau DT (Decision Tree)

Evaluasi dapat dilakukan secara manual, maupun komputerisasi. Secara

komputerisasi, evaluasi lahan dapat dilakukan dengan cepat, dan dalam jumlah

data yang banyak dengan Program SPKL 1.0 (Sistem Penilaian Kesesuaian

Lahan) yang dikembangkan oleh BBSDLP. Program ini telah dilengkapi database

persyaratan tumbuh tanaman yang umumnya dibudidayakan di I ndonesia dan

masih memungkinkan untuk penambahan database persyaratan tumbuh

tanaman baru. Untuk melakukan kesuaian lahan suatu wilayah harus dilengkapi

dengan database karakteristik lahan, terdiri dari sifat fisik dan kimia lahan,

ketinggian, kelerengan, temperatur, curah hujan, parameter ekonomi dan

lainnya. Selanjutnya program dapat dijalankan untuk peneilaian kesesuaian lahan

untuk setiap unit poligon.

e. Verifikasi Lapangan

Hasil penilaian evaluasi lahan baik berupa data tabular maupun peta

kesesuaian lahan masing-masing komoditas, perlu diverifikasi dan validasi di

lapangan. Verifikasi data sangat diperlukan, baik berupa data bio fisik lingkungan

maupun data iklim. Parameter-parameter tanah yang menjadi faktor pembatas

dalam evaluasi lahan perlu diperhatikan seperti kondisi terrain (lereng, torehan,

keadaan batuan di permukaan dan kemungkinan bahaya banjir); media

perakaran (kedalaman efektif, tekstur, drainase, struktur tanah, density dan

kemasakan tanah), dan beberapa sifat fisik tanah yaitu reaksi tanah, adanya

bahaya sulfidik, dan kandungan bahan organic. Apabila terdapat ketidaksesuaian

antara data yang ada dengan kenyataan di lapangan, maka data tersebut perlu

dilakukan perbaikan.

f. Konsultasi dengan I nstansi terkait

Konsultasi atau diskusi dengan instansi terkai di daerah sangat

diperlukan agar diperoleh masukan untuk menjaga keselarasan pewilayahan

(24)

dalam pewilayahan komoditas, diantaranya aspek sosial, budaya, kelembagaan,

dan peraturan masing-masing daerah setempaa perlu dikonsultasikan agar dapat

diakomodir dalam penyusunan peta pewilayahan komoditas ini.

g. Penyusunan Peta Pew ilayahan Komoditas

Penyusunan peta pewilayahan komoditas memerlukan Modul Pewilayahan

Komoditas (MPK). Modul tersebut memerlukan tiga jenis data utama yaitu : (1)

data hasil evaluasi lahan, (2) data peluang investasi, dan (3) data prioritas

tanaman. Selain itu data penggunaan lahan saat ini (present land use) diperlukan

juga sebagai salah satu faktor pertimbangan dalam pewilayahan komoditas.

Data-data tersebut diperlukan untuk memperoleh pewilayahan komoditas

pertanian yang sesuai secara fisik dan layak dikembangkan secara ekonomi. Hasil

penyusunan peta pewilayahan komodit as disajikan dalam bentuk peta yang

(25)

I V.

HASI L DAN PEMBAHASAN

4.1. Lokasi Pengkajian

Lokasi penelitian mencakup seluruh wilayah administratif Kabupaten

Mukomuko. Posisi geografis kabupaten berbatasan dengan Samudera Hindia di

sebelah barat, di sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat, di

sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bengkulu Utara, dan di sebelah

Timur berbatasan dengan Provinsi Jambi. Letak astronomis Kabupaten

Mukomuko adalah 101001’36” -101051’08” Bujur Timur dan 02016’06” -03007’08”

Lintang Selatan (Gambar 1).

Gambar 1 Peta Administrasi Kabupaten Mukomuko

Jarak ibu kota kabupaten dengan ibu kota provinsi sejauh 258 km, kondisi

sarana perhubungan antar kecamatan melalui jalan darat cukup baik. Jalan antar

desa sebagian besar sudah diaspal dengan kondisi cukup baik. Kondisi jaringan

telekomunikasi sudah menjangkau ibukota kecamatan dan informasi melalui

(26)

4.2. Penduduk

Keadaan penduduk merupakan salah satu indikator tingkat kemajuan

suatu daerah baik dari aspek ekonomi, sosial, pendidikan, dan budaya. Komposisi

penduduk dari segi usia, akan mencerminkan ketersediaan tenaga kerja potensial

yang produktif atau yang menjadi beban tanggungan dari usia produktif.

Prosentase penduduk dari segi pendidikan mengilustrasikan jumlah dan strata

pendidikan yang dapat mendukung kegiatan pembangunan daerah dari berbagai

aspek tersebut di atas.

Berdasarkan data statistic tahun 2013, jumlah penduduk Kabupaten

Mukomuko sebanyak 161.087 jiwa, dengan luas wilayah sekitar 4.036,70 Km2

atau 20,27% dari luas wilayah Provinsi Bengkulu. Secara umum tingkat

kepadatan penduduk geografis termasuk kategori sangat rendah – rendah, yaitu

10,73- 142,10 jiwa/ km2). Sektor pertanian merupakan mata pencaharian utama

penduduk Kabupaten Mukomuko, dimana sebanyak 47.568 jiwa atau 66,04%

bekerja disektor ini.

Tabel 1 Jumlah desa, penduduk, luas desa dan kepadatan penduduk dirinci per kecamatan di Kabupaten Mukomuko Tahun 2013

No. Kecamatan

Kabupaten 148 161.087 4.036,70 39,91

(27)

4.3. Kondisi iklim

I klim merupakan salah satu faktor determinan yang sangat menentukan

tingkat kesesuaian lahan, produktivitas, jenis, dan mutu produk. Setiap jenis

tanaman memerlukan unsur iklim dengan kisaran tertentu dalam setiap fase

pertumbuhannya. Pada keadaan tertentu fluktuasi unsur iklim yang ekstrim

menjadi faktor pembatas terutama pada fase kritis yang pengaruhnya sangat

besar terhadap penurunan hasil tanaman. Namun di sisi lain keragaman dan

dinamika iklim dapat bermanfaat bagi pengembangan sistem dan usaha

agribisnis, terutama dalam kaitannya dengan jenis dan mutu hasil serta periode

panen.

Seri data hujan yang tercatat di Stasiun Pulau Bai menunjukkan bahwa

curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2.634 mm. Suhu rata-rata tahunan

sebesar berkisar 26,77oC, kelembaban udara relatif berkisar 83,17% sepanjang

tahun, dengan capaian nilai maksimum bulan November dan minimum terjadi

bulan September. Distribusi curah hujan bulanan hampir merata sepanjang tahun

dengan curah hujan rata-rata bulanan 219,50 mm dan hari hujan rata-rata

bulanan sebesar 14,92 hari (Tabel 2).

Tabel 2 Anasir iklim Kabupaten Mukomuko tahun 2013

Bulan

(28)

4.4. Zona agroklimat dan tipe hujan

Yang dimaksud curah hujan tahunan adalah jumlah dari nilai rata-rata

curah hujan bulanan dari Januari hingga Desember (12 bulan) di masing-masing

stasiun. Klasifikasi zona agroklimat menurut Oldeman (1975) dan klasifikasi tipe

hujan menurut Schmidt dan Ferguson (1951) menggunakan kriteria jumlah bulan

basah dan jumlah bulan kering. Menurut Oldeman yang dimaksud dengan bulan

basah adalah bulan-bulan yang memiliki intensitas > 200 mm/ bulan, dan bulan

kering adalah bulan-bulan yang memiliki intensitas < 100 mm/ bulan. Sedangkan

menurut Schmidt dan Ferguson, yang dimaksud bulan basah adalah bulan-bulan

yang memiliki intensitas lebih dari 100 mm/ bulan, dan kriteria bulan kering

adalah bulan-bulan yang memiliki intensitas < 60 mm/ bulan.

Berdasarkan Tabel 2 diatas, zona agroklimat Kabupaten Mukomuko dapat

diklasifikasikan kedalam bulan basah dan bulan kering. Menurut klasifikasi

Oldeman bulan basah terjadi pada Novermber dan Desember dan bulan kering

terjadi pada bulan Agustus-September. Sedangkan menurut klasifikasi Schmidt

& Fergusson, bulan basah berlangsung dari Januari-Juli dan Oktober-Desember.

Landform dan relief

Analisis landform dilakukan melalui interpretsi citra landsat 7 ETM+ dan

ditunjang dengan peta kontur interval 12,5 dari Digital Elevation Model (DEM).

Pengelompokan landform mengacu pada Klasifikasi Landform LREP I I (Marsoedi

et.al., 1997). Berdasarkan hasil interpretasi dan pengamatan di lapangan, daerah

penelitian dikelompokan kedalam 6 Grup landform, yaitu: Aluvial, Marin, Fluvio

Marin, Gambut, Karst, Tektonik, Volkanik, dan Aneka Bentuk.

4.5. I dentifikasi dan Karakterisasi Sumberdaya Lahan

Hasil pendetilan delineasi unsur-unsur satuan tanah pada peta satuan

lahan skala 1: 250.000 Kabupaten Mukomuko diperoleh 6 grup utama landform,

yaitu aluvial, marin, fluvio-marin, gambut, volkan dan grup aneka. Dari 5 grup

utama landform ini kemudian dilakukan kerakterisasi untuk penyusunan subgrup

sehingga diperoleh 33 subgrup dengan kategori lebih rendah. Atribut satuan

tanah terdiri dari: landform, litologi, dan relief/ lereng. Grup dan subgrup

(29)

a. Grup Aluvila ( A)

Landform muda (resen dan subresen) yang terbentuk dari proses fluvial

(aktivitas sungai), koluvial(gravitasi), atau gabungan dari proses fluvial dan

koluvial. Hasil identifikasi dan karakterisasi sumberdaya lahan Kabupaten

Mukomuko terdapat tujuh subgrup landform aluvial, yaitu:

1. Aq.111-f Dataran banjir pada sungai braiding (berpindah-pindah), wilayah sepanjang sungai dengan banyak alur yang dipisahkan oleh pulau-pulau kecil. Endapan pasir , datar (lereng < 1% ) 2. Af.1121-n Tanggul sungai, punggung rendah memanjang di pinggir

kanan-kiri aliran sungai yang terdiri dari bahan endapan sungai yang umumnya berupa bahan kasar. Endapan liat, agak datar (lereng 1-3% )

3. Af.1122-f Rawa belakang, bagian rendah dari dataran banjir yang terletak dibelakang tanggul sungai dan biasanya tergenang air serta tersusun oleh bahan halus. Endapan liat, datar (lereng < 1% ) 4. Af.1128-n Jalur meander, wilayah sepanjang sungai meander dengan

batas pinggir pada ujung-ujung lengkung luar. Endapan liat, agak datar (lereng 1-3% )

5. Af.121-n Teras atas, teras sungai yang terletak paling atas dari teras lainnya. Endapan liat, agak datar (lereng 1-3% )

6. Af.123-n Teras bawah, teras sungai yang terletak dekat di atas dataran banjir yang ada sekarang. Endapan liat, agak datar (lereng 1-3% ).

7. Au.214-r Gabung kipas aluvial, beberapa kipas aluvial (kecil) yang menjadi satu. Endapan campuran, bergelombang (8-15% )

b. Grup Marin ( M)

Landform yang terbentuk oleh proses marin, baik proses yang bersifat

konstruktif (pengendapan) maupun destruktif (abrasi). Daerah yang t erpengaruh

air permukaan yang bersifat asin secara langsung ataupun daerah pasang surut

tergolong dalam landform marin. Hasil identifikasi dan karakterisasi sumberdaya

lahan marin terdapat empat subgrup landform marin, yaitu:

8. Mq.14-n Pasir dan lumpur penghalang, beting pasir/ lumpur pantai agak jauh dari garis pantai (off shore) memanjang sejajar garis pantai dan muncul lebih luas pada saat pasang rendah. Endapan pasir dan liat, datar (lereng < 1% )

9. Mf.32-n Teras marin subresen, bahan penyusun teras terdiri dari dari bahan endapan subresen. Posisinya lebih kepedalaman dan tererosi Endapan liat, agak datar (lereng 1-3% )

10. Mf.32-u Teras marin subresen, bahan penyusun teras terdiri dari dari bahan endapan subresen. Posisinya lebih kepedalaman dan tererosi Endapan liat, berombak (lereng 3-8% )

(30)

c. Grup Fluvio-marin ( B)

Landform yang terbentuk oleh gabungan dari proses fluvial dan marin.

Keberadaan landform ini dapat terbentuk pada lingkungan laut (berupa delta)

ataupun dimuara sungai yang terpengaruh langsung oleh aktivitas laut. Subgrup

landform fluvio-marin yang dapat diidentifikasi adalah;

12. Bu.03-n Dataran fluvio-marin, wilayah berasal dari endapan marin yang saat ini terletak/ posisinya relatif sudah jauh dari asal pembentukannya dan sudah banyak dipengaruhi oleh bahan fluvial. Endapan campuran, agak datar (lereng 1-3% )

d. Grup Gambut ( G)

Landform yang terbentuk di daerah rawa (baik rawa pedalaman maupun di

daerah dataran pantai) dengan akumulasi bahan organik yang cukup tebal .

landform ini dapat berupa kubah (dome) maupun bukan kubah. Subgrup

landform gambut adalah:

13. Go.111-f Kubah gambut oligotrofik air tawar, kedalaman gambut 0.5-2.0m, bahan organik, datar (lereng < 1% )

14. Go.112-f Kubah gambut oligotrofik air tawar, kedalaman gambut > 2.0m, bahan organik, datar (lereng < 1% )

e. Grup Volkanik

Landform yang terbentuk karena aktivitas volkan/ gunung berapi. Landform

ini terutama dicirikan dengan adanya bentukan kerucut volkan, aliran lahan, lava

ataupun wilayah yang merupakan akumulasi bahan volkanik. Subgrup landform

volkanik yang ada di satuan lahan Kabupaten Mukomuko adalah:

15. Vad.113-h Lereng volkan atas, bagian lereng atas kerucut volkan yang curam, biasanya dengan garis-garis kikisan yang dalam. Tuff andesit, liparite, berbukit (lereng 25-40% )

16. Vad.114-m Lereng volkan tengah, bagian lereng tengah kerucut volkan yang tidak terlalu curam, dengan pola drainase radial. Tuff andesit, liparite, bergunung (lereng > 40% )

17. Va.115-r Lereng volkan bawah, bagian lereng bawah kerucut volkan yang melandai. Tuff andesit, bergelombang (lereng 8-15% ) 18. Va.115-c Lereng volkan bawah, bagian lereng bawah kerucut volkan

yang melandai. Tuff andesit, liparite, berbukit kecil (lereng 15-25% )

19. Va.115-h Lereng volkan bawah, bagian lereng bawah kerucut volkan yang melandai. Tuff andesit, berbukit (lereng 25-40% )

(31)

21. Vad.31-u Dataran volkanik tua, wilayah datar sampai bergelombang dari bahan volkanik tua. Tuff andesit, liparite, berombak ( lereng 3-8% )

22. Va.31-r Dataran volkanik tua, wilayah datar sampai bergelombang dari bahan volkanik tua. Tuff andesit, liparite, bergelombang ( lereng 8-15% )

23. Vad.31-r Dataran volkanik tua, wilayah datar sampai bergelombang dari bahan volkanik tua. Tuff andesit, liparite, bergelombang (lereng 8-15% )

24. Va.32-c Perbukitan volkanik tua, perbukitan volkanik tua dengan lereng > 15% dan perbedaan tinggi 50-300 meter. Tuff andesit, berbukit kecil (lereng 15-25% )

25. Vad.32-c Perbukitan volkanik tua, perbukitan volkanik tua dengan lereng > 15% dan perbedaan tinggi 50-300 meter. Tuff andesit, liparite berbukit kecil (lereng 15-25% )

26. Va.32-h Perbukitan volkanik tua, perbukitan volkanik tua dengan lereng > 15% dan perbedaan tinggi 50-300 meter. Tuff andesit, berbukit (lereng 25-40% )

27. Vad.32-h Perbukitan volkanik tua, perbukitan volkanik tua dengan lereng > 15% dan perbedaan tinggi 50-300 meter. Tuff andesit, liparite, berbukit (lereng 25-40% )

28. Va.33-m Pegunungan volkanik tua, Pegunungan volkanik tua dengan lereng > 15% dan perbedaan tinggi lebih dari 300 meter. Tuff andesit, bergunung (lereng > 40% )

29. Vad.33-m Pegunungan volkanik tua, Pegunungan volkanik tua dengan lereng > 15% dan perbedaan tinggi lebih dari 300 meter. Tuff andesit, liparite, bergunung (lereng > 40% )

30. Vg.04-h Penerobosan magma melaui celah/ retakan/ patahan dalam kulit bumi, membeku dibawah permukaan kulit bumi yang kemudian muncul di permukaan karena erosi. Granit, berbukit ( lereng 25-40% )

31. Vg.04-m Penerobosan magma melaui celah/ retakan/ patahan dalam kulit bumi, membeku dibawah permukaan kulit bumi yang kemudian muncul di permukaan karena erosi. Granit, bergunung (lereng > 40% )

f. Grup Aneka ( X)

Bentukan alam atau hasil kegiatan manusia yang tidak termasuk dalam

grup yang diuraikan diatas, misalnya lahan rusak, singkapan batuan,

penambangan, penggalian, landslide, wilayah sangat berbatu, dan lainnya.

Subgrup yang termasuk ke dalam landform grup aneka adalah:

32. X.1 Lembah sungai terjal, sempit, tererosi atau lereng tunggal tanpa endapan dan koluvial, umumnya berlereng > 25% , atau kadang-kadang > 75%

(32)

Data dan informasi satuan lahan yang diperolah dari peta satuan lahan

skala 1: 250.000 digunakan untuk verifikasi lapangan dan pengambilan sampel

tanah untuk masing-masing satuan lahan. Verifikasi lakukan untuk mencocokan

dan memperbaiki satuan lahan dan identifikasi penggunaan lahan serta vegetasi

untuk penyusunan peta satuan lahan skala 1: 50.000. Peta satuan lahan

Kabupaten Mukomuko skala 1: 50.000 disajikan dalam delapan (8) sheet

berdasarkan lembaran peta Rupa Bumi I ndonesia, seperti yang disajikan pada

(33)
(34)
(35)
(36)

Gambar 5. Peta satuan lahan Kabupaten Mukomuko lembar 0812-52-61

(37)

Gambar 6. Peta satuan lahan Kabupaten Mukomuko lembar 0812-63

(38)

Gambar 7. Peta satuan lahan Kabupaten Mukomuko lembar 0813-22

(39)

Gambar 8. Peta satuan lahan Kabupaten Mukomuko lembar 0813-23

(40)

Gambar 9. Peta satuan lahan Kabupaten Mukomuko lembar 0813-24

(41)

Tabel 3. Legenda satuan lahan Kabupaten Mukomuko

No. Satlah

Simbol Landform Relief/ lereng

(% )

Bahan I nduk Klasifikasi Tanah USDA, 2010

Pro porsi

L u a s

Ha %

1 Aq.111-f Dataran banjir pada sungai Datar Endapan pasir Typic Udifluvents D 2,821 0.66

braiding (< 1) Typic Psammaquents F

2 Af.1121-n Tanggul sungai meander Agak datar Endapan liat Typic Udifluvents D 1,655 0.39

(1-3) Fluvaquentic Endoaquepts F

3 Af.1122-f Rawa belakang sungai meander Datar Endapan liat Fluvaquentic Endoaquepts D 3,175 0.75

(< 1) Aquic Eutrudepts F

4 Af.1128-n Jalur meander Agak datar Endapan liat Aquic Udifluvents D 3,274 0.77

(1-3) Fluvaquentic Endoaquepts F

5 Af.121-n Teras sungai atas Agak datar Endapan liat Aquic Dystrudepts D 669 0.16

(1-3) Typic Endoaquepts F

6 Af.123-n Teras sungai bawah Agak datar Endapan liat Humic Eutrudepts P 10,606 2.49

(1-3)

-7 Au.214-r Gabungan kipas aluvial Bergelombang Endapan campuran Typic Dystrudepts D 2,182 0.51

(8-15) Humic Dystrudepts F

8 Mq.14-n Pasir penghalang Datar Endapan pasir dan liat Aquic Udipsamments D 6,118 1.44

(< 1) Typic Psammaquents F

9 Mf.32-n Teras marin subresen Agak datar Endapan liat Typic Hapludults D 10,318 2.42

(1-3) Typic Dystrudepts F

Aquic Udifluvents M

10 Mf.32-u Teras marin subresen Berombak Endapan liat Typic Hapludults D 26,420 6.20

(3-8) Typic Dystrudepts F

Humic Dystrudepts M

11 Mf.32-r Teras marin subresen Bergelombang Endapan liat Typic Kanhapludults D 5,782 1.36

(8-15) Oxic Dystrudepts F

12 Bu.03-n Dataran fluvio marin Agak datar Endapan campuran Typic Endoaquepts D 2,608 0.61

(1-3) Aquic Dystrudepts F

13 Go.111-f Gambut topogen air tawar Datar Bahan organik Terric Haplohemists D 6,802 1.60

(< 1) Terric Haplosaprists F

Typic Endoaquents M

14 Go.112-f Gambut topogen air tawar Datar Bahan organik Typic Haplohemists D 4,362 1.02

(< 1) Typic Haplosaprists F

15 Vad.113-h Lereng volkan atas Berbukit Tuff andesit, liparite Andic Dystrudepts D 334 0.08

(25-40) Humic Dystrudepts F

(42)

(> 40) Humic Dystrudepts F

17 Va.115-r Lereng volkan bawah Bergelombang Tuff andesit Typic Haplohumults D 1,773 0.42

(8-15) Humic Dystrudepts F

18 Vad.115-c Lereng volkan bawah Berbukit kecil Tuff andesit, liparite Andic Dystrudepts D 3,580 0.84

(15-25) Humic Eutrudepts F

19 Va.115-h Lereng volkan bawah Berbukit Tuff andesit Andic Dystrudepts D 4,111 0.97

(25-40) Humic Dystrudepts F

20 Va.31-u Dataran volkan tua Berombak Tuff andesit, liparite Oxic Dystrudepts D 25,354 5.95

(3-8) Typic Kanhapludults F

21 Vad.31-u Dataran volkan tua Berombak Tuff andesit, liparite Typic Dystrudepts D 20,284 4.76

(3-8) Typic Hapludults F

22 Va.31-r Dataran volkan tua Bergelombang Tuff andesit, liparite Typic Kanhapludults D 12,948 3.04

(8-15) Oxic Dystrudepts F

23 Vad.31-r Dataran volkan tua Bergelombang Tuff andesit, liparite Typic Dystrudepts D 48,324 11.35

(8-15) Typic Hapludults F

24 Va.32-c Perbukitan volkan tua Berbukit kecil Tuff andesit Oxic Dystrudepts D 7,427 1.74

(15-25) Typic Kanhapludults F

25 Vad.32-c Perbukitan volkan tua Berbukit kecil Tuff andesit, liparite Typic Dystrudepts D 66,153 15.54

(15-25) Typic Haplohumults F

26 Va.32-h Perbukitan volkan tua Berbukit Tuff andesit Typic Dystrudepts D 1,917 0.45

(25-40) Typic Hapludults F

27 Vad.32-h Perbukitan volkan tua Berbukit Tuff andesit, liparite Typic Dystrudepts D 59,973 14.08

(25-40) Typic Haplohumults F

28 Va.33-m Pegunungan volkan tua Bergunung Tuff andesit Andic Dystrudepts D 3,765 0.88

(> 40) Typic Dystrudepts F

29 Vad.33-m Pegunungan volkan tua Bergunung Tuff andesit, liparite Typic Dystrudepts D 60,399 14.18

(> 40) Typic Haplohumults F

30 Vg.04-h I ntrusi volkan Berbukit Granit Typic Hapludults D 371 0.09

(25-40) Typic Udipsamments F

31 Vg.04-m I ntrusi volkan Bergunung Granit Typic Hapludults D 9,627 2.26

(> 40) Typic Udipsamments F

111 X1 Lereng sangat terjal (escarpment) - - - 9,375 2.20

333 X3 Badan air (danau, waduk) - - - 41 0.01

(43)

Tabel 4. Hasil analisis laboratorium sampel tanah Kabupaten Mukomuko

No.

SPT Kadar Air

EKSTRAK 1:5 Tekstur TERHADAP CONTOH TANAH KERING 105°C

KB pH Pasir Liat Debu BAHAN ORGANIK

P BRAY 1

NILAI TUKAR KATION (NH4ACETAT 1N,

pH7) KCl 1 N HCL25% ESP

(44)

Hasil analisa laboratorium seperti yang disajikan pada Tabel 4, dapat

dijelaskan bahwa SPT 1 dan 3 merupakan lahan sawah. Kondisi pH tanah

masam, dan tekstur tanah menunjukkan liat berdebu (Silty Clay). Pada kebanyakan tanah ditemukan bahwa pertukaran kation berubah dengan

berubahnya pH tanah. Pada pH rendah, hanya muatan permanen liat dan

sebagian muatan koloid organic memegang ion yang dapat digantikan melalui

pertukaran kation. Kapasitas Tukar Kation (KTK) pada satuan peta lahan ini

berada pada taraf rendah hingga sedang. Hal ini disebabkan olek kebanyakan

tempat pertukaran kation koloid dan beberapa fraksi liat, H dan mungkin hidroksi

–Al terikat kuat, sehingga sukar dipertukarkan.

Dari berbagai pengamatan ciri tekstur tanah, ternyata KTK tanah

berbanding lurus dengan jumlah butir liat. Semakin tinggi jumlah liat suatu jenis

tanah yang sama, KTK juga bertambah besar. Makin halus tekstur tanah semakin

besar pula jumlah koloid liat dan koloid organiknya, sehingga KTK juga makin

besar. Pada SPT 1 dan 3 terlihat bahwa kandungan unsur hara makro Nitrogen di

dalam tanah masih rendah dan sejumlah besar nitrogen di dalam tanah berada

dalam bentuk organik. Gejala kekurangan N pada tanaman padi-padian terlihat

pada perubahan warna tanaman menjadi kuning. Kandungan fosfor dan P Total

berada pada kisaran rendah hingga tinggi, kandungan Kalium berada pada

kisaran rendah hingga sedang. Unsur kalium mempunyai fungsi penting dalam

proses fisiologis tanaman. Kandungan kalsium berada pada criteria rendah

sedangkan magnesium berada pada criteria tinggi. Ketersediaan magnesium

hamper sama dengan kalsium karena pengikatnya juga sama. Oleh karena itu

untuk mencukupi kebutuhan hara tanaman akan unsure hara makro, perlu

ditambahkan pupuk untuk mencukupi kebutuhan Nitrogen, Fosfor dan Kalium.

Sedangkan untuk mencukupi kebutuhan Kalsium dan Magnesium biasanya

ditambahkan dalam bentuk kapur. (Nurhajati Hakim, 1986).

Pada SPT 2, 5, 7, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 18, 20, 21 dan 22 merupakan

lahan perkebunan kelapa sawit. Pada SPT terlihat pada pH berada pada kondisi

sangat masam hingga agak masam. Apabila terjadi pencucian terus menerus dan

pH tanah menurun, maka kapasitas tukar kation juga menurun. Pengaruh

terbesar dari pH terhadap pertumbuhan tanaman adalah pengaruhnya terhadap

ketersediaan unsure hara pH tanah dihubungkan dengan persentase kejenuhan

(45)

dikaitkan dengan suatu peningkatan jumlah kalsium dan magnesium di dalam

larutan tanah. (Henry.D.Foth, 1995). Pada bebera SPT lahan sawit ini kadar

kejenuhan basa masih berada pada kondisi rendah ke sedang. Kandungan

nitrogen berada pada status rendah hingga sedang, kandungan fosfor berada

pada kondisi sangat rendah hingga sedang, kandungan kalium berada pada

kondisi rendah hingga tinggi, kandungan kalsium berada pada kondisi sangat

rendah, kandungan magnesium berada pada kondisi rendah hingga sedang dan

kandungan C-Organik berada pada kondisi sangat rendah hingga tinggi.

4.6. Zona Agro Ekologi Kabupaten Mukomuko

Penyusunan Zona Agro Ekologi Kabupaten Mukomuko skala 1: 50.000

didasarkan kesamaan karakteristik sumberdaya lahan, yaitu: lereng, fisiografi,

drainase, dan rejim kelembaban tanah. Kesamaan karakteristik sumberdaya

lahan tersebut mencerminkan sistem pertanian yang dianj urkan dengan alternatif

pengembangan komoditas pertanian.

Berdasarkan hasil analisis sumberdaya lahan, Kabupaten Mukomuko

dikelompokan ke dalam 5 zona.

Zona I

Zona ini merupakan wilayah yang diperuntukan sebagai kawasan hutan

lindung, mempunyai luas 166.079,15 ha atau 35,56 % . Zona I menurunkan

SubZona I ax dan I bx. Subzona I ax merupakan suatu subzona yang diperuntukan

sebagai kawasan hutan lindung dataran rendah (ketinggian < 700 m dpl),

mempunyai rejim suhu panas (isohyperthermic) dan rejim kelembaban tanah lembab (udic). Kawasan ini menyebar dengan luas 7.714,26 ha atau 1,5% . Subzona I bx yaitu suatu subzona yang diperuntukan sebagai kawasan hutan

lindung dataran tinggi (ketinggian > 700 m dpl), mempunnyai rejim suhu sejuk

(isothermic) dan rejim kelembaban tanah lembab (udic). Kawasan ini menyebar dengan luas 158.364,89 ha atau 33,91% .

Zona I I

Zona I I adalah wilayah yang diperuntukkan sebagai kawasan budidaya

tanaman tahunan, luas 11.711 ha atau 2,75% . Zona I I terdiri dari subzona I I a

yang diperuntukan sebagai kawasan budidaya tanaman tahunan/ perkebunan dan

(46)

(isohyperthermic) dan rejim kelembaban tanah lembab (udic). I I b merupakan subzona yang diperuntukan sebagai kawasan budidaya tanaman

tahunan/ perkebunan dan buah-buahan dataran tinggi (ketinggian > 700 m dpl) .

Zona I I I

Zona I I I merupakan wilayah yang diperuntukkan sebagai kawasan

budidaya tanaman tahunan/ perkebunan dan buah-buahan. Zona I I I menurunkan

SubZona I I I a, yaitu suatu subzona yang diperuntukan sebagai kawasan budidaya

tanaman tahunan/ perkebunan dan buah-buahan dataran rendah (ketinggian

< 700 m dpl), rejim suhu panas (isohyperthermic) dan rejim kelembaban tanah lembab (udic). Kawasan ini menyebar dengan luas 96.363ha atau 22,63% .

Zona I V

Zona I V merupakan kawasan budidaya tanaman pangan, luas 87.948 ha

atau 20,65% . Di Kabupaten Mukomuko Zona I V ini terdiri atas: Subzona I Vaq

dan I Vax. Zona I Vaq merupakan kawasan budidaya tanaman pangan lahan

basah, mempunyai rejim suhu panas (isohyperthermic) dan rejim kelembaban tanah basah (aquic). Kawasan ini menyebar di sepanjang sungai-sungai besar. Zona I Vax merupakan kawasan budidaya tanaman pangan lahan kering dataran

rendah, mempunyai rejim suhu panas (isohyperthermic) dan rejim kelembaban tanah lembab (udic). Kawasan ini menyebar di sepanjang sungai-sungai besar.

Zona V

Zona ini merupakan wilayah kubah gambut yang digunakan untuk

kawasan budidaya tanaman dengan luas seluas 11.164 ha atau 2,62% . Zona V

menurunkan Subzona Vh1 dan Vh2. Subzona Vh1 merupakan wilayah yang

mempunyai karakteristik kubah gambut dalam dengan ketebalan gambut < 2,0m

dan Subzona Vh2 mrupakan wilayah yang mempunyai karakteristik kubah

gambut dalam dengan ketebalan gambut > 2 m.

4.7. Evaluasi lahan

Penilaian kualitas/ karakteristik lahan terhadap persyaratan tumbuh

tanaman yang dinilai dipisahkan dalam tiga kelompok yaitu: (1) persyaratan

tumbuh tanaman (crop requirements) yang merupakan karakteristik zone agroekologi; (2) persyaratan pengelolaan [ management pengelolaan

(47)

perbaikan lahan; (3) persyaratan pengawetan (conservation requirements) yang merupakan grup konservasi dan lingkungan. Khusus bagi peruntukan

pengembangan peternakan terdapat satu kriteria lainnya, yakni (4) persyaratan

faktor kenyamanan (freshness) bagi kehidupan ternak.

Dalam penilaian kesesuaian lahan perlu ditentukan komoditas apa yang

akan dinilai disesuaikan dengan tujuan penelitian. Penentuan komoditas tersebut

mempertimbangkan kondisi biofisik dan sosial ekonomi pada suatu sistem

usahatani. Kondisi biofisik tersebut dipakai sebagai dasar penentuan kualitas dan

karakteristik lahan dalam evaluasi lahan. Komoditas yang dinilai adalah usahatani

tanaman pangan, hortikultura, tanaman tahunan. Tanaman pangan terdiri dari:

padi sawah, jagung, dan sagu. Tanaman tahunan/ perkebunan dan hortikultura

terdiri dari: karet, pisang, nenas, dan sayuran.

Hasil Kesesuaian lahan

Kesesuaian fisik merupakan evaluasi lahan yang didasarkan kondisi

biofisik. Kualitas tanah (karakteristik tanah dan lingkungan) yang terdapat pada

unit agroekologi dibandingkan (ditumpang tepatkan) dengan persyaratan tumbuh

tanaman pada masing-masing komoditas tanaman. Penilaian kesesuaian lahan

menggunakan Program SPKL 1.0.

Kelas kesesuaian lahan fisik masing-masing komoditas pada setiap unit

agroekologi dikelompokan berdasarkan kelas dan subkelas. Klasifikasi kesesuaian

lahan dibedakan menjadi 4 kelas, yaitu: sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2),

sesuai marginal (S3), tidak sesuai (N). Pada tingkat subkelas dicantumkan faktor

pembatas/ penghambat bagi pertumbuhan tanaman, ditulis dengan simbol yang

diletakkan setelah simbol kelas kesesuaian lahannya. Sebagai contoh: S2oa, yaitu

lahan cukup sesuai dengan faktor pembatas/ penghambat ketersediaan oksigen

(drainase).

Kesesuaian lahan untuk tanaman pangan

Tanaman pangan dapat dikembangkan pada areal seluas 195.475 ha

(45,91% ) yang merupakan lahan basah dan lahan kering. Padi sawah berpotensi

untuk dikembangkan dengan kelas kesesuaian S2 pada lahan seluas 8.104 ha

(1,90% ), S3 seluas 91.009 ha (21,37% ). Budidaya padi tadah hujan dapat

(48)

Pengembangan padi sawah berpotensi dapat dilakukan 2 x setahun. Kendala

untuk pengembangan padi sawah dan padi tadah hujan adalah daerah rawa

yang sulit untuk didrainase dan kondisi kesuburan lahan yang relatif rendah.

Lahan sawah ini dapat juga dibudidayakan palawija (jagung) pada musim

kermarau atau tanam kedua.

Pengembangan umbi-umbian dapat dilakukan pada lahan basah dan

lahan kering seluas 195.475 ha (45,91% ) terdiri dari lahan cukup sesuai dan

lahan sesuai marjinal. Kendala dalam pengembangan umbi-umbian pada lahan

yang tidak sesuai sebagian besar karena lahan sering tergenang dan kondisi

kesuburan tanah yang relatif rendah.

Kesesuaian lahan untuk tanaman perkebunan

Tanaman perkebunan yang dominan dikembangkan di kabupaten

Mukomuko adalah kelapa sawit, karet, dan kakao. Berdasarkan hasil evaluasi

kesesuaian lahan untuk kelompok tanaman perkebunan lahan yang sesuai untuk

dikembangkan seluas 206.310 ha (48,458% ). Kelas kesesuaian komoditas ini

terdiri dari lahan cukup sesuai, dan lahan sesuai marjinal. Kendala dalam

pengembangan kakao pada lahan yang tidak sesuai sebagian besar karena lahan

sering tergenang dan lereng terjal (> 25% ). Pengembangan ketiga komoditas ini

memiliki kelas kesesuain yang relatif sama pada satiap satuan lahan sehingga

perlu pengaturan untuk daerah-daerah sentra pengembangan.

Kaw asan konservasi

Kawasan ini mempunyai kelerengan > 40% , dan lahan-lahan dengan

kondisi tanah yang sangat rapuh (fragile), sehingga dengan mempertimbangkan kondisi sumberdaya lahan dan fungsinya perlu dilakukan usaha konservasi untuk

menjaga kelestariannya. Keberadaan kawasan konservasi secara tidak langsung

menunjang terjaminnya fungsi lindung dan pengendalian fungsi budidaya agar

memperhatikan asas konservasi hidro-orologi. Kawasan seperti ini harus tetap

dipertahankan dengan menjaga keberadaan (eksistensi) vegetasi alami. Kawasan

lindung di Kabupaten Mukomuko mencakup wilayah yang cukup luas terutama di

daerah pegunungan. Penyebarannya seluas 166.079,15 ha atau 35,56% dalam

Gambar

Gambar 1 Peta Administrasi Kabupaten Mukomuko
Tabel 1Jumlah desa, penduduk, luas desa dan kepadatan penduduk dirinci perkecamatan di Kabupaten Mukomuko Tahun 2013
Tabel 2Anasir iklim Kabupaten Mukomuko tahun 2013
Gambar 2. Peta satuan lahan Kabupaten Mukomuko lembar 0812-31-32
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan beberapa konsep di muka dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah perencanaan dan pengelolaan pembelajaran, meliputi tujuan, materi ajar,

Komponen yang dipasang di dalam panel kontrol adalah : kontaktor magnet, pengaman instalasi dan pengaman motor (beban). Sedangkan bagian yang dipasang diluar panel

Dalam kerahiman Allah yang dinyatakan dalam Kristus, kita mampu memaafkan dan mengampuni kesalahan sesama kita dan kita juga memperbaharui situasi hidup kita

Perusahaan mengharapkan agar hasil operasionalnya untuk periode sembilan bulan yang berakhir pada 30 September 2014 pada umumnya sejalan dengan tren-tren yang dibahas pada

Mekanisme yg dilakukan dlm konteks ini adalah para mereka yg kemudian diwakili memandatkan suaranya pd lembaga perwakilan tertentu, lantas lembaga perwakilan itulah yg

Ukuran pori-pori membran yang semakin kecil akan memperbesar kemungkinan jumlah NaCl yang tertahan pada permukaan membran, sehingga nilai rejeksi yang dihasilkan akan

Dapat disimpulkan bahwa penggunaan media benda konkret dalam pembelajaran IPA kelas V di MI Ma’arif NU Penaruban Kecamatan Bukateja Kabupaten Purbalingga Tahun Pelajaran

n-Gain yang rendah pada kedua kelas yaitu pada indikator memutuskan suatu tindakan, ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar e-book