• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Industri otomotif merupakan sub sektor industri yang menarik untuk dikaji

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Industri otomotif merupakan sub sektor industri yang menarik untuk dikaji"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Industri otomotif merupakan sub sektor industri yang menarik untuk dikaji di negara-negara berkembang. Sektor otomotif dapat meningkatkan pendapatan negara dan dianggap penting serta strategis karena memiliki kelebihan-kelebihan. Pertama, pengembangan industri otomotif akan meningkatkan integrasi nasional sekaligus kedaulatan nasional. Kemampuan produksi sendiri dengan komponen dan pekerja lokal merupakan lambang kemandirian ekonomi.

Kedua, industri otomotif mendorong pertumbuhan dan perkembangan industri-industri pendukungnya untuk bergerak secara cepat ke arah teknologi tinggi dan modernisasi. Industri otomotif memerlukan teknologi canggih dalam setiap rantai proses perakitannya. Dengan kata lain industri otomotif mendorong pertumbuhan dan perkembangan industri-industri pendukungnya untuk bergerak secara cepat ke arah teknologi tinggi dan modernisasi.

Ketiga, industri pendukung otomotif sangat luas karena meliputi terhadap industri besar, menengah maupun industri skala kecil. Industri pendukung tersebut berada di hulu dan hilir antara lain seperti besi, baja, non-ferros, plastik, karet, kaca, tekstil, permesinan, suspensi, industri serat fiber, industri kimia, industri komputer dan telekomunikasi, elektronik dan industri komponen lainnya merupakan industri dasar bagi terbentuknya industri otomotif. Sehingga industri ini dapat menyerap banyak tenaga kerja dan modal yang besar dan merata.

(2)

2 Berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang telah disesuaikan dengan kode ISIC (International Standard Industrial Classification), ruang lingkup industri otomotif Indonesia dikategorikan menjadi 5 golongan industri. Ruang lingkup penggolongan tersebut yakni Industri Kendaraan Bermotor Roda Empat (34100); Industri Karoseri Kendaraan Bermotor Roda Empat atau Lebih (34200); Industri Kompoen dan Perlengkapan Kendaraan Bermotor Roda Empat atau lebih (34300); Industri sepeda motor dan sejenisnya (35911) dan Industri Komponen dan Perlengkapan Sepeda Motor dan Sejenisnya (35912).

Industri karoseri merupakan golongan industri otomotif yang telah berdiri sejak lama. Peran serta industri karoseri dalam mendukung perkembangan industri otomotif telah berkembang bersamaan dengan dimulainya pabrik perakitan kendaraan niaga NV Indonesia Service Company tahun tahun 1949. Masa keemasan industri karoseri terjadi pada tahun 1970-an hingga awal 1990-an. Perubahan kebijakan pada awal 1990-an membuat industri karoseri perlahan mengalami hibernasi hingga penutupan industri secara total. Krisis moneter 1998 dan 2008 juga memperburuk industri karoseri di masa suramnya. Banyak pusat-pusat aktivitas industri karoseri tutup dan gulung tikar. Industri yang masih di dominasi usaha kecil dan menengah berhenti berproduksi disebabkan tidak mampu menghadapi gejolak krisis moneter saat itu.

Globalisasi membawa banyak perubahan dalam iklim ekonomi dan bisnis berbagai industri termasuk industri kendaraan bermotor. Ia menawarkan peluang sekaligus tantangan yang beresiko bagi negara berkembang. Globalisasi pada

(3)

3 industri kendaraan bermotor memberi peluang para prinsipal otomotif global memilih satu negara untuk dijadikan basis produksi guna mengintegrasikan proses manufaktur di sebuah kawasan. Tujuannya utamanya adalah untuk menekan biaya sekaligus mempercepat pengiriman. Kondisi kendaraan bermotor saat ini bukan hanya diproduksi oleh negara maju, namun juga di negara berkembang.

Pada waktu yang sama muncul suatu gelombang regionalisme baru, menyertakan industri seperti halnya negara berkembang. Keterbukaan ekonomi diperkenalkan sebagai kunci untuk mengambil keuntungan dari globalisasi dan pengintegrasian ke ekonomi dunia yang akan merangsang pertumbuhan ekonomi nasional. Pengintegrasian ekonomi nasional ke dalam perekonomian global dianggap menjadi konsep globalisasi yang diterima secara dominan (Kennes, 2005).

Dimensional globalisasi menurut Jin-Young Chung memunculkan tantangan. Pertama, adanya kebutuhan akan standar internasional. Pemain yang terlibat dalam globalisasi suka atau tidak harus berpartisipasi dalam komunitas berskala global dengan konsekuensi harus memenuhi aturan dan norma yang disepakati secara global. Proses adopsi dan adaptasi hingga habituasi terhadap standar global melibatkan seluruh struktur dan agen. Kedua, tantangan globalisasi memunculkan daya saing internasional baik skala perusahaan maupun negara. Pelaku globalisasi dihadapkan pada kompetisi lintas batas teritori mengandalkan kemampuan kompetitif (Young Rae Kim dalam Poppy S Winanti, 2003).

Perubahan struktur otomotif dunia mengubah tatanan daya saing industri menuju kolaborasi global. Perusahaan-perusahaan dalam suatu negara harus terus

(4)

4 bersaing di pasar nasional dan dengan perusahaan-perusahaan berskala global. Setiap negara akan berlomba-lomba melakukan perluasan pasar dengan perdagangan silang antar negara. Konsumen tidak terhalang lagi oleh batas geografi suatu negara, tarif dan jarak, begitu juga dengan para kompetitor.

Masuknya kompetitor industri karoseri dengan menjajaki pasar mobil di Indonesia sekaligus melakukan investasi karena besarnya penjualan otomotif di Indonesia menjadi tantangan sekaligus ancaman serius bagi industri karoseri lokal. Proteksi dengan berbagai alasan dan cara dilakukan negara-negara lain menjadi persoalan penting industri karoseri nasional. Industri karoseri nasional saat ini juga masih memiliki ketergantungan tinggi terhadap pihak luar negeri dalam pengadaaan bahan baku dan teknologi.

Salah satu fakta globalisasi ekonomi yang tengah terjadi yakni begitu terbukanya aktifitas ekonomi global sehingga identitas produk dan merek yang melekat pada sebuah negara dapat berpindah sedemikian mudah. Sebut saja merek Jaguar dan Land Rover yang identik dengan Inggris, kini telah dimiliki oleh sebuah korporasi raksasa otomotif asal India yakni Tata Motors. Sementara di Indonesia sendiri, banyak produk otomotif Jepang yang kandungan lokalnya sudah diatas 75 % serta brand-nya mengikuti bahasa negara seperti Toyota Kijang Innova.

Beberapa pabrikan mobil di Asia mulai menjajaki pasar mobil di Indonesia sekaligus melakukan investasi karena besarnya penjualan otomotif di Indonesia. Salah satu produsen kendaraan bermotor Korea Selatan Hyundai Motor Company dengan menggandeng PT Korindo Heavy Industry telah membangun pabrik

(5)

5 perakitan truk dan bus di Balaraja Tangerang dengan kapasitas produksi masing-masing 150 unit per tahun.

Selain itu PT Surya Celsiunator perusahaan karoseri asal Singapura juga sedang membangun pabrik karoseri di Banyuwangi, Jawa Timur. Pabrik karoseri yang sebelumnya di Thailand dan menjadi korban banjir memperluas industrinya di Indonesia dengan investasi senilai Rp 8,5 miliar untuk membangun pabriknya. Rencana kapasitas pabrik ini memproduksi 300 unit kendaraan bermotor roda empat atau lebih (http://bappeda.jatimprov.go.id/2012/03/22/pabrik-karoseri-dibangun-di-banyuwangi).

Industri karoseri nasional juga mengalami defisit neraca perdagangan. Nilai ekspor komponen karoseri kendaraan niaga lebih rendah dibanding nilai impornya. Laporan International Trade Center (ITC) memaparkan nilai ekspor komponen karoseri (HS: 870790) tahun 2008 mencapai nilai US$ 1,05 juta. Sementara nilai impornya mencapai US$ 10,1 juta. Pertumbuhan ekspor negatif terus ditunjukkan dengan melemahnya nilai ekspor tahun 2011 senilai US$ 781 ribu. Sedangkan nilai impor di tahun 2011 semakin meningkat menjadi US$ 27,9 juta. Neraca ini menjadikan Indonesia sebagai pengimpor terbesar peringkat ke-3 di Asia Tenggara.

Dengan realita permasalahan tersebut, pembenahan dan pengembangan industri karoseri nasional perlu mendapat perhatian serius. Strategi memberdayakan industri karoseri nasional bertujuan agar industri ini dapat meningkatkan kinerja industrinya agar bertahan dari kompetisi global. Selain itu,

(6)

6 strategi diarahkan agar industri karoseri memiliki kekuatan daya saing dan terintegrasi dalam jaringan otomotif global.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian tersebut, perumusan masalah yang akan dikaji lebih lanjut dalam pembahasan ini untuk menjawab pertanyaan yakni bagaimana rantai nilai industri karoseri nasional? Bagaimana strategi kebijakan pemerintah dan pelaku usaha karoseri dalam peningkatan daya saing global industri karoseri?

C. Tinjauan Literatur

Kajian yang secara khusus membahas perkembangan industri otomotif global sejauh ini telah dikaji beberapa peneliti terdahulu. Penelitian yang dilakukan Humprey & Memedovic (2003) memetakan perubahan industri otomotif global pada tahun 1990-an. Penelitian ini menunjukkan bagaimana percepatan pertumbuhan pada produksi dan penjualan antara tahun 1990 dan 1997 meluas di negara berkembang ketimbang pada pasar Triad yakni Amerika Utara, Uni Eropa dan Jepang. Namun secara umum, pasar di wilayah tersebut mengalami penurunan yang drastis. Kemunculan sistem produksi regional menghasilkan integrasi regional. Hal ini menciptakan peluang untuk peningkatan industri di negara berkembang dengan tersambung pada salah satu pemain utama otomotif dunia.

Kajian ini juga memaparkan bagaimana hubungan antara assemblers dan suppliers yang merupakan kunci utama hubungan dalam industri kendaraan bermotor. Pilihan baru muncul untuk menggunakan beberapa suppliers yang berbeda lokasi, dengan keterbatasan berbagai penyuplai komponen dari produsen

(7)

7 lokal di negara berkembang. Bagi negara-negara berkembang, dapat meningkatkan upaya integrasi ke dalam rantai nilai global perusahaan otomotif transnasional dengan membuka pasar domestiknya.

Humprey & Memedovic menyimpulkan dalam kajiannya yang meneliti Brazil dan India, bahwa pada tahun 1990-an perubahan kemunculan pasar baru di industri otomotif merupakan hasil dari liberalisasi perdagangan, tren globalisasi dengan industri dan restrukturisasi hubungan antara assembler-supplier. Masuknya FDI secara masif ke industri perakitan di negara berkembang juga menarik banyak perusahaan komponen baru dari FDI prinsipal otomotif. Masuknya FDI telah menghasilkan perubahan struktur penataan rantai nilai industri otomotif. Jaringan global telah memindahkan hubungan suplai lokal. Kegiatan produksi lokal, desain dan alokasi kontrak juga meningkat secara global. Pabrik perakitan dan pabrik komponen di negara-negara berkembang merupakan peluang untuk masuk ke dalam jaringan suplai internasional. Rantai nilai terbaru mungkin tersambung pada pabrik ini ke pasar Triad atau spesialisasi pasar negara berkembang. Secara jelas, kebijakan perdagangan harus saling melengkapi dari kebijakan yang mengarah pada pembangunan skill. Perusahaan transnasional tidak hanya tertarik pada pendirian fasilitias produksi biaya murah, tetapi juga pembangunan pada desain dan rekayasa kemampuan dalam aktifitas negara berkembang.

Penelitian yang dilakukan oleh Aswicahyono & Kartika (dalam Intarakumnerd (ed), 2010) yang berjudul ”Production Linkages and Industrial Upgrading: Case Study of Indonesia's Automotive Industry” melihat keterlibatan

(8)

8 perusahaan Indonesia yang telah tersambung dalam jaringan produksi global. Perusahan-perusahaan tersebut berada pada tangga terendah dalam rantai nilai. Kasus tersebut terlihat pada brand asing non-sedan yang merupakan kendaraaan terlaris. Perusahaan-perusahaan seperti perusahaan manufaktur dan perakitan pada umumnya merupakan aktifitas utama dari perusahaan di Indonesia yang selalu merakit CKD dan komponen lokal. Negara maju dalam jaringan global mengusai pengetahuan dan teknologi. Adanya transfer teknologi pada Indonesia hanya terbatas dan tidak optimal. Kajian yang melihat industri otomotif Indonesia pasca krisis finansial ini mengekstrapolasi kompetisi dalam industri ke depannya harus mendukung kebijakan lingkungan yang telah terjadi dalam perdagangan internasional.

Sorotan yang dilihat dalam kajian ini bahwa yang dilakukan oleh perusahaan-perusaahan otomotif di Indonesia tidak dapat berkembang karena terikat oleh prinsipal asing. Perusahaan perakitan dan manufakturing dengan menggunakan konsep value chain dan global production network, berada di titik terendah. Perusahaan prinsipal asing lebih banyak diuntungkan karena standarisasi, inovasi serta brand yang melekat saat penjualan produk yang dihasilkan.

Hasil kajiannya menyimpulkan bahwa prospek industri otomotif di Indonesia masih cerah. Terlihat dari industri komponen yang telah kuat dan memiliki keterhubungan dengan jaringan global. Komponen yang banyak diproduksi yakni poros kardan yang diperlukan setiap kendaraan. Dukungan pemerintah harus lebih ekstra untuk memanfaatkan peluang dan menciptakan

(9)

9 lingkungan lewat kebijakan yang menarik investasi ke dalamnya. Peran dari investor asing terutama dari Jepang sangat penting dalam industri otomotif. Kepemilikannya yang luas di perusahaan-perusahaan Indonesia dapat meningkatkan kemampuan perusahaan Indonesia terhubung ke jaringan global.

Pemerintah dapat memainkan peran dalam menarik minat investor dan pengaruh perusahaan MNC yang memiliki nilai penting bagi perekonomian. Pembangunan sebuah kawasan industri dengan akses ke modal, informasi produk dan pasar yang mudah dan teknologi serta membangun sistem pendidikan merupakan hal penting yang harus dilakukan pemerintah. Hal itu untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai perekayasa, teknisi maupun perlindungan terhadap kekayaan intelektual dan hak milik.

Dari paparan penelitian sebelumnya yang ada, penelitian ini selanjutnya lebih menyoroti secara spesifik terhadap industri karoseri yang merupakan bagian ruang lingkup golongan industri otomotif secara umum. Kajian sebelumnya juga hanya melihat kelemahan yang terjadi pada otomotif nasional akibat prinsipal asing. Memanfaatkan prinsipal asing dalam pengembangan daya saing industri dan dinamika produksi otomotif dunia belum dibahas. Perbedaan lain penelitian ini yakni rentang waktu penelitian yakni pasca kebijakan industri terakhir yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia tahun 2008-2011.

D. Kerangka Teori

Kajian ini meneliti dinamika rantai nilai dalam upaya peningkatan daya saing industri karoseri di pasar global. Oleh karenanya, kajian ini mengindentifikasi aktifitas utama dan alat pendukung yang paling kritikal untuk

(10)

10 mendapatkan keunggulan kompetitif, biaya rendah dan diferensiasi produk dan teknologi. Analisis Global Value Chains (GVC) dan konsep Global Production Network (GPN) digunakan sebagai rujukan dalam melakukan observasi dan analisis.

Globalisasi telah membawa perubahan yang pesat dan meluas bagi perekonomian di tingkat nasional, regional dan internasional. Dampak yang paling dirasakan yakni persaingan di seluruh sektor industri. Perubahan tersebut telah mengubah tatanan daya saing industri menuju kolaborasi global yang dikenal sebagai “global supply and value chain”. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selinear dengan globalisasi menjadi faktor utama penentu pembentukan daya saing dan modernisasi industri. Berbagai perkembangan pada tingkat global tersebut telah memberikan dampak positif pada pertumbuhan ekonomi dan daya saing industri nasional.

Rantai nilai (value chain) merupakan sebuah sistem dari langkah-langkah saling terkait mencakup seluruh kegiatan dan layanan untuk membawa suatu produk atau jasa dari tahap perencanaan hingga penjualan di pasar akhirnya. Rantai nilai mengubah bahan mentah dari pemasok bahan baku menjadi produk akhir bagi konsumen hingga recycle produk, dimana setiap proses tersebut memberi nilai tambah (added value) pada produk. Proses pembentukan nilai tambah (value-added chain) dari setiap industri membentuk rantai nilai merupakan sebuah sistem dimana elemennya saling terkait. Nilai tambah menjadi langkah awal (starting point) memahami perubahan industri dan perdagangan internasional dengan memusatkan pada strategi negara dan perusahaan dalam

(11)

11 ekonomi global. Keterkaitan dari aktifitas tersebut dicirikan dengan adanya pengaruh pada efisiensi dan efektvitas dari aktivitas lain. Hal ini dapat dilakukan trade-off dalam operasionalisasi sehingga dimungkinkan melakukan optimasi untuk tujuan sistem. Pengelolaan keterkaitan ini dapat menjadi sumber untuk pembentukan daya saing.

Analisis rantai nilai digunakan untuk mempertimbangkan besarnya kekuasaan berbagai pelaku serta pelbagai nilai tambah disepanjang rantai nilai. Dengan mengendalikan lebih banyak sambungan atau sistem penambah nilai dalam suatu rantai nilai, memberikan produsen pengaruh dan kendali lebih kuat atas pembeli. Perkembangan division of labour dan penyebaran global dalam proses produksi, membuat kemampuan daya saing sistemik menjadi hal yang semakin penting. Analisis rantai nilai memainkan peran penting dalam memahami kebutuhan dan scope daya saing yang sistemik. Analisis dan indentifikasi kompetensi inti (core competences) akan mendorong perusahaan dan pemerintah melakukan outsourcing.

Selain itu analisis ini membantu para pembuat kebijakan dalam memformulasikan kebijakan yang tepat dan membuat pilihan-pilihan yang perlu. Meskipun jika daya saing belum tercapai, namun pola hubungan dalam ekonomi global membutuhkan kebijakan-kebijakan makro dan hubungan kelembagaan. Untuk masuk ke pasar global dan agar income perusahaan terus berkelanjutan serta bagaimana caranya untuk memperoleh keuntungan dari pasar karena partisipasi di pasar global membutuhkan pemahaman tentang sistem-faktor dinamis yang ada dalam keseluruhan rantai nilai (Kaplinsky & Morris, 2000).

(12)

12 Pada umumnya, negara-negara berbasis keahlian dan pengetahuan dalam proses penambah nilai pada sektor manufaktur mampu menghasilkan perkembangan. Selain dari itu, negara yang tergantung pada komoditas dan produk manufaktur yang tidak beragam dan tidak bernilai, akan beresiko terpaku dalam “perangkap komoditas”. Perangkap ini berakibat pada lambatnya industrialisasi, pembangunan dan kedewasaan dalam mengambil manfaat dari pasar global.

Bagi negara berkembang (emerging market), keunggulan komparatif (comparative advantage) dengan penyediaan tenaga kerja, lahan serta sumber daya alam tertentu, keunggulan iklim lebih menonjol. Sementara, modal investasi dan stabilitas iklim usaha yang mendukung industri padat modal minim bagi negara berkembang. Sehingga tren perindustrian yang dominan pada negara berkembang ditandai tingginya partisipasi usaha mikro dan kecil dan menengah (UMKM). Pemahaman kerangka kerja rantai nilai menjadi penting untuk menciptakan strategi dalam mencapai pertumbuhan ekonomi berbasis UMKM (Campbell, 2008).

1. Dinamika Struktur Rantai Nilai

Menurut Campbell (2008:4), dalam menanggapi struktur nilai, pilihan-pilihan dapat dilakukan suatu industri dengan menciptakan unsur-unsur dinamis. Unsur dinamis rantai nilai berperan dalam menentukan kinerja rantai nilai berdasarkan dua hasil penting yakni daya saing rantai nilai dan manfaat bagi UMKM. Kedua hasilnya saling bergantung dalam rantai nilai yang didominasi UMKM. Unsur-unsur dinamis rantai nilai yakni:

(13)

13 a) Governance Chain

Governance dipahami sebagai suatu model posisi aktor dalam suatu rantai nilai (value chain) yang memiliki kemampuan mengatur syarat dan ketentuan dari transaksi-transaksi. Fokus dari konsep ini yakni relasi asimetris kekuasaan antar aktor (firm) dalam suatu rantai nilai dimana salah satu aktor dapat menjadi penentu atau pengontrol rantai nilai. Pembentuk governance chain dipengaruhi oleh power yakni kekuatan yang saling bertentangan dalam menyikapi pengaturan akibat dari kepentingan yang bertolak belakang. Pertentangan disini merupakan kemampuan untuk memaksa pihak lain melakukan tindakan tertentu dan untuk mematuhi tekanan pihak lain. Selain itu rantai nilai yang luas juga menjadi pembentuk governance sehingga memperumit relasi yang tidak seimbang (Gereffi et al, 2005).

Kaplinsky & Morris (2000), governance pada interaksi global value chains dibedakan dalam dua kekuatan (power) yakni internal governance dan external governance. Internal governance (pengaturan internal) yakni aktor operasional dalam proses produksi dari hulu (upstream) hingga hilir (downstream). Sementara external governance (pengaturan eksternal) yakni aktor yang menyediakan kerangka legal untuk beroperasinya aktivitas rantai nilai. Ilustrasi governance yang dibuat Kaplinsky & Morris meletakkan kekuasaan pemerintah sebagai aktor yang menjamin agar interaksi antar perusahaan dalam rantai nilai menjadi suatu kesatuan.

Kaplinsky & Morris (2000:30-31) membagi tiga jenis kekuatan (power) untuk melihat keterlibatan pemerintah dalam rantai nilai global. Pertama, dasar

(14)

14 aturan penetapan prasyarat untuk dapat berpartisipasi dalam rantai nilai perlu disusun (legislative governance). Aturan QPD (Quality, Price, Delivery) yang merupakan manajemen bisnis gaya Jepang kini berkembang semakin luas dengan mencakup standarisasi produk secara internasional.

ISO adalah organisasi internasional yang bertugas menetapkan standar-standar industrial dan komersial dunia untuk meningkatkan perdagangan internasional yang berkaitan dengan perubahan barang dan jasa. Walaupun ISO lembaga non-pemerintah, kemampuannya untuk menetapkan standar yang sering menjadi hukum melalui persetujuan atau standar nasional membuatnya lebih berpengaruh dari pemerintahan.

Kedua, keterlibatan pemerintah berikutnya dalam mengaudit kinerja dan memeriksa pemenuhan terhadap aturan-aturan (judicial governance). Proaktif pemerintah diperlukan dalam peran ini dengan menyediakan bantuan kepada para aktor rantai nilai dalam memenuhi aturan. Intervensi pemerintah ini dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Keefektifan fungsi pemerintah dalam rantai nilai diperkuat dengan adanya sanksi yang menjadi sistem kunci.

Ketiga, elemen terakhir adalah legitimasi yakni menggambarkan tingkat kepercayaan berbagai pihak terhadap pemerintah. Kewibawaan pemerintah dalam menerapkan aturan dan sanksi menjadi hal utama yang dinilai stakeholder rantai nilai. Pembuat dan pemantau aturan harus memiliki legitimasi agar aturan efektif dijalankan dan memilki kekuatan yang dapat mengikat. Ilustrasi kekuatan pemerintah digambarkan pada Tabel 1.

(15)

15 Tabel 1. Ilustrasi Peran Pemerintah Sebagai Legilatif, Judikatif dan

Eksekutif Dalam Rantai Nilai Governance Pihak Internal

Rantai Nilai Pihak Eksternal Rantai Nilai Legislative

Governance

Menyusun standar pemasok agar pengiriman tepat waktu, frekuensi pengiriman dan kualitasnya

 Standar lingkungan  Standar tenaga kerja Judicial

Governance

Memonitor kinerja pemasok dalam memenuhi standar tersebut

 Memonitor standar kerja  Memonitor kesesuaian

perusahaan dengan standar ISO

Executive

Governance  Pengelolaan suppy chain membantu pemasok memenuhi standar tersebut  Membantu anggota

asosiasi produser memenuhi standar

 Penyedia layanan khusus  Dukungan kebijakan

industri

Sumber: Kaplinsky & Morris (2000) b) Upgrading Chain

Kaplinsky & Morris (2000) menjelaskan bahwa upgrading merupakan kemampuan industri untuk melaksanakan inovasi, agar meningkatkan daya saingnya di pasar global. Upgrading ini dikatakan sukses jika memberi perubahan dan perbaikan secara terus menerus (continue) dalam proses produksi serta mampu merespon perkembangan inovasi pesaingnya di luar negeri. Strategi upgrading meliputi investasi untuk mencapai tingkat efisiensi lebih tinggi, proses penambahan nilai produk (value added product) dengan ragam produk, menjangkau pasar baru atau bahkan beralih pada aktivitas produksi yang berbasis pada keterampilan dan keahlian yang lebih baik (more skill activities).

Dalam integrasi ke dalam ekonomi global, upgrading atau inovasi saja tidak cukup. Walaupun suatu perusahaan telah melakukan inovasi, namun jika

(16)

16 tingkat inovasinya lebih rendah dibandingkan para pesaingnya, maka akan menyebabkan penurunan nilai tambah dan pangsa pasar. Sehingga, upgrading harus diletakkan sebagai konteks relatif dan seberapa cepat dibanding kompetitor. Faktor-faktor yang mempermudah proses tersebut yakni peluang pasar yang jelas, lingkungan penunjang yang mendukung dan ketersediaan jasa keuangan, teknologi dan informasi serta jasa penting lainnya.

Ada 2 tipe upgrading yakni; upgrading bersifat statis dan upgrading bersifat dinamis. Upgrading bersifat statis adalah pemberian sesuatu kepada produk agar tetap unik, sulit ditiru dan sedikit pesaing memilikinya, dapat bertahan lama. Menciptakan produk unik dan sulit ditiru serta memberikan hal-hal yang dapat diperhitungkan sebagai nilai tambah di mata konsumen. Sementara upgrading bersifat dinamis berkaitan dengan cara agar perusahaan memiliki kemampuan untuk memperbaiki daya saing secara dinamis dan terus-menerus. Ada 4 trajektori dalam upgrading yang bersifat dinamis yakni:

 Process upgrading: meningkatkan efisiensi proses internal yang lebih baik dibandingkan pesaingnya, baik proses yang terjadi dalam rantai nilai individu maupun antar mata rantai dalam rantai nilai seperti pengiriman tepat waktu.

 Product upgrading: memperkenalkan produk baru atau memperbaiki produk lama lebih cepat dibandingkan pesaingnya. Termasuk didalamnya merubah proses pengembangan produk baru baik dalam mata rantai individu maupun dalam hubungan antar mata rantai yang berbeda dalam rantai nilai.

(17)

17  Functional upgrading: meningkatkan nilai tambah dengan merubah kombinasi aktifitas yang dilakukan dalam perusahaan atau memindahkan tempat aktifitas ke mata rantai yang berbeda, misalnya dari manufakturing ke desain.

 Chain upgrading: bergerak ke rantai nilai yang baru seperti perusahaan Taiwan bergerak dari pabrik radio transistor ke pabrik TV, monitor komputer ke laptop hingga WAP phone.

Dalam transisi upgrading dapat dilakukan dua langkah untuk menjadi OBM. OBM (Own Brand Manufacturing) yakni segmen GVC yang paling menguntungkan yakni melalui kepemilikan merek diproduksi. Langkah pertama, OBM dapat dibentuk oleh setiap perusahaan dengan membangun trajektori awal lewat proses inovasi dari memproduksi peralatan yang asli atau OEM (Original Equipment Manufacturing). Kemudian setelah berkembang lewat proses pengembangan dan perluasan pasar melalui pengadaan logistik yang dibutuhkan secara global atau yang disebut kemudian dengan GLC (Global Logistic Contracting). GLC dengan sebaran lokasi secara global menjadi penyedia produk bagi OBM.

Sementara pada jalur langkah kedua yakni lewat teknik pembanding yakni dimulai dari yang OEM fokus pengembangan usaha sambil meningkatkan kemampuan internal hingga mampu menciptakan desian dan pabrikasi sendiri atau ODM (Own Design and Manufacturer). Dalam perkembangannya perusahaan dapat menjual hasil desain dengan merek dagang sendiri dan akhirnya dapat menjangkau OBM. Perusahaan-perusahaan di Asia Tmur berhasil membuat

(18)

18 transisi dari produk OEA (Original Equipment Assembling) menjadi OEM kemudian bergerak ke ODM lalu menjadi OBM (Own Brand Manufacturing).

Tantangan bagi produsen negara berkembang seperti Indonesia yakni akses terhadap rantai lead firms secara langsung pada penyuplai utama (first-tier supplier) atau secara tidak langsung pada penyuplai kedua (second-tier supplier). Global buyers merupakan perantara antara konsumen global dan pabrik lokal, dengan demikian mereka menjadi perantara memasukkan industri lokal ke dalam global value chains. Banyaknya perusahaan-perusahaan di Asia, pembeli lokal dan luar negeri menjadi pintu masuk ke dalam GVCs dengan keutamaan keahlian, pengetahuan dan teknologi terbaru sebagai strategi pemasarannya (UNIDO, 2004).

Gambar 1. Leverage Strategies Value Chain

(19)

19 2. Global Production Network (GPN)

Konsep GVCs terus berkembang dilengkapi dengan konsep Global Production Network (GPN) yang mengkhususkan pada kemandirian perusahaan, menangkap kompleksitas hubungan dan jaringan perusahaan yang sistemik. Abonyi (Hidayat, 2008) menjelaskan production network merupakan jaringan-jaringan diantara sebuah grup perusahaan dalam rantai nilai global yang khusus untuk memproduksi barang-barang tertentu. Production network dikatakan menjadi regional (RPN) atau global (GPN) terjadi ketika distribusi dan koordinasi dari kegiatan-kegiatan yang tersebar secara geografis diantara perusahaan-perusahaan mengambil tempat di beberapa negara.

Konsep jaringan produksi mencerminkan proses percepatan fragmentasi dalam aktifitas knowledge-intesive dalam rantai nilai. Modularisasi pengetahuan teknologi memungkinkan pengetahuan teknologi itu untuk mengadopsi karakteristik suatu standar komoditas, desain dan beberapa aktifitas kajian lainnya terpisah dari keseluruhan sistem rantai nilai dan dilakukan dalam wilayah geografis yang berbeda. Di samping intensitas teknologi tinggi dan kemungkinan pembagian dalam beberapa sektor, nilai yang lebih tinggi dari produk juga digunakan sebagai faktor yang menjelaskan mengapa jaringan produksi tampak lebih pada satu sektor dibanding yang lain, dan mengapa di beberapa negara atau wilayah tidak seperti itu (UNIDO, 2004).

Dalam kaitannya dengan pola terbentuknya GPN, Ernst (2001) menilai dalam GPN sistem produksi saling terkait dalam dimensi global yang lebih luas, tidak hanya intra negara, namun inter-state. GPN umumnya terjadi dalam sebuah

(20)

20 kawasan yang memproduksi sebuah produk dengan ukuran sistem produksi yang terkait dengan ukuran pasar di kawasan tersebut. Jadi pertimbangan dalam GPN sistem ini lebih bergantung kepada akses kawasan daripada skala ekonomi.

Menurut Soesastro (Hidayat: 2008), metode GPN dapat dimanfaatkan pelaku industri dan pemerintah melalui ASEAN yang menjadikan diri sebagai basis produksi tunggal dalam ASEAN Economic Community (AEC) 2015. Salah satu strategi dalam GPN, yakni aspek strategi pemilihan lokasi yakni RPN. Sistem ini khususnya berlaku terhadap industri manufaktur yang mempunyai teknologi mapan dan atau terhadap produk-produk yang memiliki biaya distribusi yang tinggi. Target utama dalam pengembangan kerjasama production network yakni mendekatkan ke pasar dan efisiensi biaya produksi. Kerjasama RPN ini dapat dilakukan dengan 2 pendekatan yakni pendekatan business to business (B to B) dan pendekatan government to business (G to B).

E. Argumen Utama

Argumen yang dibangun dalam penelitian ini bahwa faktor penting dalam rantai nilai industri karoseri menghadapi globalisasi industri adalah masalah governance dan nilai tambah dalam inovasi industri. Interaksi dan sinergi antar aktor dalam mata rantai nilai industri ini tidak berjalan dengan baik karena ketidakpedulian pemerintah terhadap industri karoseri. Tidak adanya kebijakan khusus yang berpihak terhadap industri karoseri mengakibatkan ketimpangan struktur industri karoseri pada sistem industri otomotif nasional.

Pemerintah seharusnya mengambil peran proaktif dalam governance rantai nilai industri karoseri agar struktur industri sesuai dengan struktur otomotif

(21)

21 nasional dan global. Pemerintah memiliki peran tata kelola (governance) industri karoseri dengan penyesuaian standar dan dinamika pasar global. Selain itu pemerintah Indonesia dapat memanfaatkan konteks ASEAN yang menjadikan diri sebagai basis produksi tunggal. Target utama dari pengembangan kerjasama yakni mendekatkan ke pasar dan efisiensi biaya produksi.

Sementara perusahaan-perusahaan karoseri berperan dalam melakukan upgrading dari manufaktur menjadi logistics. Transisi tersebut dilakukan dengan menjadi pemasok bagi assembling kendaraan bermotor roda empat dengan memproduksi komponen kendaraan yang dibutuhkan produsen hulu. Komponen kendaraan roda empat yang dibuat oleh karoseri yakni bodi dan kelengkapannya. Dalam proses pengembangan jaringan, perusahaan karoseri nasional dapat membangun trajektori dengan perusahaan-perusahaan di negara-negara ASEAN yang menjadi basis produksi kendaraan bermotor roda empat.

Gambar 2. Ilustrasi Dinamika Rantai Nilai Industri Karoseri

(22)

22 F. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penulis menggambarkan permasalahan berdasarkan fakta-fakta dan data yang diperoleh dari studi pustaka dan wawancara yang kemudian dianalisis secara logis. Proses analisis data berlangsung melalui pengumpulan data, analisis, penafsiran logika, dan penarikan kesimpulan. Data kuantitatif dan kualitatif dianalisis secara kualitatif menggunakan kerangka teori dan konseptual yang ada dalam memperoleh kesimpulan.

Tahapan analisis dengan terlebih dahulu menetapkan tingkat analisis. Dalam proses memilih tingkat analisis ditentukan terlebih dahulu unit analisis dan unit eksplanasinya. Unit analisis yaitu perilaku yang hendak dideskripsikan, jelaskan dan ramalkan atau selanjutnya disebut variabel dependen. Sementar unit eksplanasi yaitu dampak terhadap unit analisis yang diamati yang selanjutnya disebut variabel independen (Mas’oed, 1990).

Tahap analisis menggunakan model eksplanasi genetik atau historis. Eksplanasi dilakukan dengan menelusuri hubungan kejadian dengan kejadian yang lain dalam konteks historisnya dilanjutkan dengan proses perkembangan kejadian itu. Dan penafsiran atau generalisasi dilakukan dengan eksplisit dan dispesifikasi agar eksplanasi genetik dapat menyamai eksplanasi nomologis (Mas’oed, 1990:284).

Ruang lingkup penelitian ini menitikberatkan perhatian pada permasalahan industri karoseri nasional dengan rentang waktu penelitian yang dilakukan pada tahun 2008-2011. Pemilihan tahun dikarenakan kebijakan industri yang

(23)

23 dikeluarkan pemerintah untuk pengembangan industri otomotif secara implisit pada kebijakan industri nasional tahun 2008. Sementara tahun 2011 merupakan tahun terakhir data dikeluarkan, pada saat pengerjaan tesis ini dimulai.

Dengan memperhatikan topik yang dikemukakan merupakan permasalahan yang kompleks sifatnya, maka dalam pelaksanaan penelitian ini menghadapi kendala-kendala antara lain banyaknya variabel yang harus diperhatikan berkaitan dengan lingkungan, kebijakan pemerintah, karakteristik perusahaan industri karoseri yang beragam. Oleh karena itu pendekatan dalam penelitian ini bersifat evaluatif lewat pemetaan analisis GVC dari fakta-fakta yang terjadi dalam kurun waktu 2008-2011.

G. Sistematika Penulisan

Pada bab pertama menguraikan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, perumusan masalah penelitian ini. Tinjauan literatur untuk melihat kajian yang telah ada sekaligus memposisikan penelitian ini serta sistematika pembahasan yang menjadi struktur penulisan penelitian ini.

Pada bab ke-dua menggambarkan karakteristik industri karoseri nasional dan kinerja produksi dan penjualan kendaraan niaga sebagai bahan baku aktivitas industri karoseri. Potret karoseri Indonesia dalam kinerja industri dan ekspor-impor juga akan ditampilkan. Diterangkan juga sinergi antar aktor-aktor yang terlibat dalam industri karoseri Indonesia.

Pada bab ke-tiga penjelasan analisis dinamika rantai nilai industri karoseri dalam struktur industri otomotif. Dimulai dengan rantai hulu hingga hilir. Kemudian dilanjutkan dengan analisis persoalan kebijakan pemerintah terhadap

(24)

24 industri karoseri terhubung dalam rantai nilai global. Dari analisis rantai nilai, dijelaskan juga hambatan yang membuat industri nasional dalam berkompetisi dan terintegrasi dalam jaringan global.

Pada bab ke-empat menyajikan strategi intervensi yang tepat dalam penguatan daya saing industri karoseri nasional dengan memanfaatkan peluang yang ada. Upaya-upaya yang dapat dilakukan pemerintah dan perusahaan industri karoseri nasional dalam peningkatan daya saing dan terintegrasi ke pasar global.

Pada bab ke-lima akan ditarik kesimpulan dari hasil penelitian. Selain itu juga akan disampaikan rekomendasi terhadap pengembangan industri karoseri nasional.

Gambar

Gambar 1. Leverage Strategies Value Chain
Gambar 2. Ilustrasi Dinamika Rantai Nilai Industri Karoseri

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa restoran fast food lokal terbaik di Yogyakarta menurut konsumen dari 7 kriteria yang digunakan meliputi aspek pelayanan, dan aspek kenyamanan

Dari hasil penelitian yang terdapat pada tabel 5 dapat dilihat bahwa pasien gastroenteritis akut paling banyak menggunakan antibiotik visillin yaitu sebanyak 74 pasien

ALOKASI WAKTU ALAT/SUMBER BAHAN PBKB 4.Melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai dua angka dalam pemecahan masalah 4.7 Menyelesaikan masalah yang

Dalam Pasal 30 ayat (2) dan ayat (4) Perubahan Kedua UUD 1945 telah dengan jelas dan tegas menyatakan bahwa yang memiliki kewenangan dan yang berperan sebagai kekuatan utama serta

Wawancara ini akan ditujukan kepada orang-orang asli penduduk Desa Bandar Pasir Mandoge yang berumur minimal 45 Tahun dan juga para pendatang yang masuk ke Desa Bandar Pasir

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor risiko terkait karakteristik individu dengan kejadian penyakit antraks tipe kulit pada manusia di Kabupaten

Cara yang sama dapat dilakukan juga untuk melihat pola penyebaran curah hujan pada musim- musim lainnya selama 10 tahun, demikian juga dengan pola penyebaran temperatur permukaan

Analisis data menggunakan reduksi data, penyajian data dan pengambilan kesimpulan (verifikasi) secara kualitatif. Setting penelitian di pasar Giwangan Yogyakarta dan lingkungan