• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH WAKTU PENYADAPAN DAN PEMBERIAN ETEFON TERHADAP EKSPRESI GEN HbACO3 PADA LATEKS DAN KULIT BATANG Hevea brasiliensis FAMI RIZALIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH WAKTU PENYADAPAN DAN PEMBERIAN ETEFON TERHADAP EKSPRESI GEN HbACO3 PADA LATEKS DAN KULIT BATANG Hevea brasiliensis FAMI RIZALIA"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH WAKTU PENYADAPAN DAN PEMBERIAN ETEFON

TERHADAP EKSPRESI GEN HbACO3 PADA LATEKS DAN

KULIT BATANG Hevea brasiliensis

FAMI RIZALIA

PROGRAM STUDI BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(2)

ABSTRAK

FAMI RIZALIA. Pengaruh Waktu Penyadapan dan Pemberian Etefon terhadap

Ekspresi Gen HbACO3 pada Lateks dan Kulit Batang Hevea brasiliensis. Dibimbing

oleh DJAROT SASONGKO HAMI SENO dan TETTY CHAIDAMSARI.

Lateks

dari

Hevea brasiliensis merupakan salah satu sumber devisa nonmigas

terbesar di Indonesia. Banyaknya lateks yang dihasilkan antara lain dipengaruhi oleh

keberadaan etilena baik etilena endogenous, maupun etilena eksogenous yang

ditambahkan sebagai stimulan untuk memperlama aliran lateks. Salah satu enzim yang

berperan dalam biosintesis etilena adalah ACC Oksidase yang mengkatalisis perubahan

ACC menjadi etilena, di dalam tanaman karet disandi oleh gen HbACO1,

HbACO2,

dan

HbACO3 yang ekspresinya dipengaruhi oleh keadaan lingkungan disekitarnya.

Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh waktu penyadapan dan pemberian etefon

terhadap ekspresi gen HbACO3

pada lateks dan kulit batang tanaman karet melalui

deteksi ekspresi gen HbACO3 dengan cara RNA lateks dan kulit batang diisolasi

kemudian dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer dan elektroforesis gel agarosa,

serta diamplifikasi mengunakan RT-PCR. Hasil penelitian menunjukkan gen HbACO3

berekspresi pada kulit batang tanaman karet namun tidak pada lateks. HbACO3

berekspresi maksimum pada hari ke-6 baik pada perlakuan pelukaan maupun pada

perlakuan pemberian etefon. Nilai ekspresi terbesar terjadi pada pemberian etefon 6 kali

dalam setahun namun secara keseluruhan ekspresi gen HbACO3 pada kulit batang

tanaman karet lebih diinduksi oleh penyadapan dibandingkan dengan pemberian etefon.

(3)

ABSTRACT

FAMI RIZALIA. The Effect of Tapping and Ethephon Stimulation to Expression

of

HbACO3 Gene from Latex and Bark of Hevea brasiliensis. Under the direction of

DJAROT SASONGKO HAMI SENO and TETTY CHAIDAMSARI.

Latex derived from Hevea brasiliensis is one of the important currencies for

Indonesia. The yield of latex is influenced by several things, such as the existence of

ethylene. Either endogenous ethylene or exogenous ethylene is a stimulant to enhance

latex flow. One of the enzyme that involve ethylene biosynthesis is ACC Oksidase

which catalyzed ACC to ethylene and in rubber tree encoded by HbACO1,

HbACO2,

and HbACO3 and their expression affected by environmental factors. This research aim

is to study the effect of tapping and ethylene stimulation to expression of HbACO3 gene

from latex and bark of Hevea brasiliensis. RNA was isolated from latex and bark,

characterized with spectrophotometer and agarose gel electrophoresis, and than

amplified using technique of RT-PCR. HbACO3 is expressed in bark, but not in latex.

Expression of HbACO3 was maximal 6 days after stimulation and the highest

expression was from six times a year stimulated ethephon sample. The expression of

HbACO3 is more inducted by tapping rather than the application of ethephon.

(4)

PENGARUH WKTU PENYADAPAN DAN PEMBERIAN ETEFON

TERHADAP EKSPRESI GEN HbACO3 PADA LATEKS DAN

KULIT BATANG Hevea brasiliensis

FAMI RIZALIA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Program Studi Biokimia

PROGRAM STUDI BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(5)

Judul

: Pengaruh Penyadapan dan Pemberian Etefon terhadap

Ekspresi Gen HbACO3 pada Lateks dan Kulit Batang

Hevea brasiliensis.

Nama

: Fami Rizalia

NIM :

G44104032

Disetujui

Komisi Pembimbing

Diketahui

Dr drh Hasim DEA

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Tanggal lulus

Anggota

Dr Tetty Chaidamsari, MSi

Drs Djarot Sasongko Hami Seno, MS

(6)

PRAKATA

Alhamdulillah penulis panjatkan atas karunia yang diberikan oleh Allah

SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Pengaruh

Penyadapan dan Pemberian Etefon terhadap Ekspresi Gen HbACO3 pada Lateks

dan Kulit Batang Hevea brasiliensis. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari

2008 sampai Mei 2008 yang dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler dan

Rekayasa Genetika, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Jalan

Taman Kencana No. 1 Bogor.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Drs Djarot Sasongko Hami

Seno, MSc sebagai pembimbing utama, Dr Tetty Chaidamsari, MSi. selaku

pembimbing anggota, Bapak Dr Darmono Taniwiryono, MSc. sebagai Kepala

Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia dan seluruh staf di

Laboratorium Biologi Molekuler dan Rekayasa Genetika, Balai Penelitian

Bioteknologi Perkebunan Indonesia serta kepada Febrimarsa, Ssi atas

masukkannya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada teman yang selalu bersama dalam

penelitian ini dan para sahabat Chairunisa, David T, dan Arlyny F, Resti A,

Agustine A, Alfinia A, Paramitha W, Wiena R terima kasih selalu memberi

dukungan, perhatian dan semangatnya selama ini. Terima kasih juga penulis

sampaikan kepada Laela A, Fitrianur, dan Miko A atas bantuannya dalam

menyelasaikan penelitian ini. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada kedua

orang tua serta kakak-kakak yang selau memberi perhatian, dukungan dan bantuan

baik secara moril maupun materil dan seluruh pihak yang tidak bisa penulis

sebutkan satu per satu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam usulan

penelitian ini, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat

bagi yang membacanya.

Bogor, Agustus 2008

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, 17 Februari 1986 sebagai anak ketujuh dari

pasangan Fatekurrachman dan Iis Suminarsih. Tahun 2004 penulis lulus dari

SMUN 3 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Biokimia, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama menjadi mahasiswa aktif di IPB, penulis menjadi anggota Himpro

IMASIKA periode 2004-2005 sebagai staf PSDM, anggota PSDM CREBs

periode 2005-2006, dan anggota Infokomtari CREBs periode 2006-2007.

Bersama-sama tim basket FMIPA IPB menjadi juara kedua kompetisi bola basket

Olimpiade Mahasiswa IPB pada tahun 2006 dan 2007 serta menjadi juara ketiga

dalam kompetisi yang sama pada tahun 2008. Penulis berpartisipasi dalam

kejuaraan Liga Basket Mahasiswa tingkat Jawa Barat pada tahun 2008 juga

mengikuti perlombaan Program Kreatifitas Mahasiswa pada tahun yang sama.

Pengalaman lain yang pernah dialami oleh penulis selama menjalani

perkuliahan adalah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Kimia Umum

(2006), Biokimia Umum (2007) dan Biokimia untuk mahasiswa Akademi

Keperawatan serta Akademi Kebidanan (2008). Penulis melakukan praktik lapang

di PT Indolakto, Sukabumi pada divisi Quality Control bagian susu UHT.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 1

Hevea brasiliensis... 1

Lateks... 2

Etilena... 3

ACC Oksidase... 4

Etefon... 4

Reverse Transcriptase Polimerase Chain Reaction (RT-PCR) ... 4

BAHAN DAN METODE ... 4

Bahan dan Alat ... 4

Metode Percobaan ... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN... 7

Analisis RNA hasil isolasi dengan Spektrofotometer... 7

Analisis RNA hasil isolasi dengan Elektroforesis ... 7

Ekspresi Gen HbACO3... 8

SIMPULAN DAN SARAN ... 10

Simpulan ...

10

Saran...

11

DAFTAR PUSTAKA ... 11

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur poliisoprena... 3

2 Pohon karet yang disadap ... 3

3 Biosintesis etilena pada tanaman... ... 3

4 Contoh hasil elektroforesis RNA kulit batang hasil isolasi dengan beragam

konsentrasi ... 8

5 Contoh hasil elektroforesis RNA lateks hasil isolasi dengan beragam

konsentrasi ... 8

6 Contoh hasil elektroforesis RNA kulit batang hasil isolasi dengan beragam

kemurnian... 8

7 Ekspresi gen HbACO3 pada beberapa sampel kulit batang dengan berbagai

stimulasi ... 8

8 Perbandingan ekspresi gen HbACO3 dengan waktu penyadapan pada waktu

tertentu ... 9

9 Perbandingan ekspresi gen HbACO3 dengan pemberian etefon pada waktu

tertentu ... 10

10 Hasil uji ekspresi gen HbACO3 dengan menggunakan aktin... 10

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Contoh data konsentrasi RNA kulit batang dan lateks hasil isolasi dengan

menggunakan spektrofotometer... 7

2 Data konsentrasi secara semikuantitatif ekspresi gen HbACO3 kulit batang

pada berbagai perlakuan penyadapan... 9

3 Data konsentrasi secara semikuantitatif ekspresi gen HbACO3 kulit batang

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Alur penelitian... 14

2 Pembuatan larutan sediaan... 14

3 Prosedur elektroforesis gel agarosa (Sambrook et al 1989)... 16

4 Analisis hasil isolasi RNA kulit batang dengan spektrofotometer... 17

5 Analisis hasil isolasi RNA lateks dengan spektrofotometer ... 19

6 Analisis hasil isolasi RNA kulit batang dan lateks dengan elektroforesis ... 21

7 Hasil uji ekspresi gen HbACO3 dalam kulit batang tanaman karet... 24

8 Hasil uji ekspresi gen HbACO3 dalam lateks tanaman karet ... 23

9 Data konsentrasi secara semikuantitatif ekspresi gen HbACO3 kulit batang

pada berbagai perlakuan pelukaan ... 24

10 Data konsentrasi secara semikuantitatif ekspresi gen HbACO3 kulit batang

pada berbagai stimulasi etefon... 25

(11)

PENDAHULUAN

Tanaman karet (Hevea brasiliensis)

merupakan sumber utama penghasil karet alam (lateks) dan penghasil devisa negara, baik dalam menambah pemasukan dan juga dalam penyerapan tenaga kerja. Indonesia negara ke 2 terbesar, penghasil lateks di dunia (Budiman 2005). Saat ini permintaan lateks terus meningkat, oleh karena itu diperlukan usaha untuk meningkatkan produksi karet alam. Usaha untuk meningkatkan produksi karet alam antara lain penggunaan klon-klon unggul baru yang berdaya hasil tinggi, pemilihan umur tanaman karet yang baik untuk disadap, dan pemberian stimulan dalam penyadapan tanaman karet.

Jenis stimulan yang sering digunakan adalah etefon (asam 2-kloro-etil-fosfat) yang merupakan salah satu kelompok penghasil etilena (Tim Penyusun Penebar Swadaya 1998). Etilena meningkatkan lama aliran lateks dan meningkatkan aktivitas regenerasi

lateks in situ pada tanaman karet (d’Audzac

1989). Hasil penelitian sebelumnya (Kuswanhadi 2006) menunjukkan bahwa etefon meningkatkan tekanan internal dalam pembuluh lateks dan meningkatkan kondisi fisiologis yang berkaitan dengan aliran lateks dan perubahan dalam pembuluh lateks yang menyebabkan lambatnya penyumbatan aliran lateks. Lama aliran lateks berbanding lurus dengan jumlah lateks yang dihasilkan. Etefon juga menginduksi biosintesis etilena endogenus.

Etilena endogenus merupakan salah satu komponen yang berperan dalam pembentukan lateks dan di dalam tanaman tingkat tinggi pembentukannya dikatalisis oleh 2 enzim penting, yaitu enzim aminosiklopropana-1-karboksilat (ACC) sintase (ACS) dan ACC oksidase (ACO). Enzim-enzim tersebut dikode oleh beberapa gen. Penelitian sebelumnya telah berhasil mengisolasi 1 gen

pengkode ACS, yaitu Hevea brasiliensis ACC

sintase 1 (HbACS1), dan 3 gen pengkode

ACO, yaitu Hevea brasiliensis ACCoksidase

1 (HbACO1), HbACO2, dan HbACO3.

Susunan basa secara lengkap dari gen-gen

tersebut telah diketahui. Walaupun HbACO1,

HbACO2, dan HbACO3 sama-sama

mengkode enzim ACO, struktur genom dan ekspresi ketiga gen tersebut berbeda-beda. Pada beberapa spesies, ekspresi gen-gen tersebut sangat dipengaruhi hal-hal yang berhubungan dengan perkembangan dan lingkungan luar seperti pemberian stimulan, pemberian senyawa-senyawa pertumbuhan, serangan penyakit dan pelukaan.

Penggunaan etefon sebagai stimulan yang berlebihan dapat menginduksi penyimpangan proses metabolisme, seperti penebalan kulit batang, nekrosis, terbentuknya retakan pada kulit, dan timbulnya bagian tidak produktif pada irisan sadap (Paranjothy et. al.

1979). Pemakaian etefon yang berlebihan juga mengakibatkan berhentinya aliran lateks yang disebabkan oleh koagulasi partikel karet yang dikenal dengan istilah kering alur sadap (KAS) (Tistama & Siregar, 2005). Pengaruh etefon terhadap biosintesis etilena, produksi dan degenerasi jaringan menunjukkan terlibatnya etilena endogenus tidak hanya dalam mekanisme molekuler dalam pembuluh lateks, tetapi juga dalam pembuluh kulit

(Siwei et. al. 1986) Untuk memahami

permasalahan tersebut, telah banyak diteliti tentang efek etilena yang berasal dari luar dan efek pelukaan terhadap biosintesis etilena endogenus, namun belum sampai pada pengaruh efek-efek tersebut terhadap ekspresi gen-gen pengkode ACO dan ACS sebagai enzim yang berperan dalam biosintesis etilena endogenus.

Penelitian yang dilakukan bertujuan mempelajari pengaruh penyadapan dan pemberian etefon terhadap ekspresi gen

HbACO3 pada lateks dan kulit batang Hevea Brasiliensis dan penelitian ini bermanfaat

mengetahui pola ekspresi gen HbACO3

sebagai salah satu gen pengkode enzim ACO sehingga dapat dibuat marka seleksi untuk

Hevea brasiliensis yang berkualitas tinggi.

Hipotesisnya adalah penyadapan dan pemberian etefon akan mempengaruhi

ekspresi gen HbACO3 dalam lateks dan kulit

batang Hevea brasiliensis klon PB260.

TINJAUAN PUSTAKA

Hevea brasiliensis

Hevea brasiliensis adalah tanaman karet

yang berasal dari negara brasil (Cornish et. al.

1993, Tim Penulis Penebar Swadaya 1998) dan merupakan sumber utama bahan karet

alam di dunia (Cornish et. al. 1993, Tim

Penulis Penebar Swadaya 1998, Dornelast & Rodriguez 2005). Tanaman dikotil ini merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Batang tanaman ini mengandung getah, yaitu lateks yang merupakan bahan dasar dari karet alam dan

menjadi alasan utama Hevea brasiliensis

dibudidayakan secara besar-besaran (Tim

Penulis Penebar Swadaya 1998). Hevea

(12)

2

dapat menghasilkan lateks yang paling baik dibandingkan dengan tanaman yang menghasilkan lateks lainnya. Hasil dari pengolahan lateks sangat beragam dan telah banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari khususnya untuk kendaraan bermotor, alas kaki, dan barang industri. Indonesia merupakan negara ke-2 terbesar penghasil

lateks yang berasal dari Hevea brasiliensis

(Budiman 2005).

Hevea brasiliensis merupakan tanaman

tahunan (perennial) dari famili Euphorbiaceae, pertumbuhannya cepat, batangnya lurus, sedikit bercabang, kulit batangnya biasanya berwarna kelabu dengan permukaan yang agak halus. Karet alam liar dapat tumbuh dengan tinggi mencapai 40 m dan hidup lebih dari 100 tahun. Namun untuk tanaman karet alam yang dibudidayakan biasanya hanya berukuran sekitar 25 m karena pertumbuhannya terhambat dengan adanya penyadapan. Selain itu umur karet alam budidaya relatif lebih singkat daripada yang liar, yaitu sekitar 25-35 tahun, karena pada usia tersebut karet alam tidak produktif lagi untuk menghasilkan lateks atau nilai ekonomisnya menurun, sehingga harus dilakukan penanaman kembali (Webster & Baukwil 1989 dalam Putri 2005). Pembudidayaan tanaman karet ini bertujuan menghasilkan lateks dengan mutu dan jumlah yang lebih baik. Tanaman karet budidaya hasil kultur jaringan sering disebut sebagai klon. Klon tanaman karet telah banyak ditemukan, klon yang digunakan dalam penelitian ini adalah klon PB 260 yang memiliki laju metabolisme lateks yang tinggi tetapi kurang responsif terhadap stimulan. Klon yang berasal dari Malaysia ini menurut

Lasminingsih et. al. (1994) merupakan klon

anjuran perkebunan skala kecil, yaitu klon-klon yang berpotensi untuk dipromosikan menjadi klon skala besar setelah diuji daya adaptasinya secara luas dan dapat ditanam secara terbatas sebesar 20-40% dari areal penanaman.

Lateks

Lateks merupakan getah yang larut dalam lemak, terdapat pada beberapa tanaman, umumnya lengket, dan berwarna putih seperti susu namun ada juga yang berwarna jingga dan kuning bahkan tidak berwarna, bergantung pada jenis tanaman yang memproduksinya. Lateks diproduksi melalui proses penyadapan atau pelukaan kulit batang sebuah tanaman yang menghasilkan zat tersebut. Lateks dapat diproduksi oleh

beberapa tanaman, seperti Castila elastica,

Partheium argentatum (Meksiko), Funtumina elastica (Afrika), Ficus elastica (India), Taraxacum kokbsaghyz (India), dan tanaman

karet Hevea brasiliensis (Brasil). Pada saat ini

lateks sebagian besar diperoleh dari Hevea

brasiliensis hingga mencapai 98% dari total

lateks yang diproduksi di seluruh dunia (Tim Penulis Penebar Swadaya 1998), oleh karena itu lateks dalam tulisan ini mengacu pada lateks yang berasal dari Hevea brasiliensis.

Lateks diproduksi di dalam pembuluh

laticifer,pembuluh tersebut terdapat di bawah

permukaan kulit batang di dalam jaringan

floem (Cornish et. al. 1993; Nicole et. al.

1986). Sintesis lateks berlangsung melalui siklus asam mevalonat dan merupakan suatu sistem yang sangat kompleks. Lateks terdiri hidrokarbon (poliisoprena), karbohidrat, protein, lipid, karotenoid, garam-garam mineral, enzim, dan berbagai bahan lainnya (De Boer 1950; Barney 1973 dalam Putri 2005).

Komponen-komponen dalam lateks dapat dipisahkan dengan cara sentrifugasi pada kecepatan 17.000 rpm selama 45 sampai 60 menit yang akan memisahkan lateks menjadi tiga bagian utama, yaitu fraksi karet, fraksi serum, dan fraksi dasar (Putri 2005). Fraksi karet merupakan lapisan yang paling atas. Fraksi ini berwarna putih susu dan mengandung sekitar 36% hidrokarbon berupa molekul cis-1,4-poliisoprena yang berbentuk bulat berukuran 5 nm - 3 µm (d’Auzac & Jacob 1989). Partikel karet tersebut dikelilingi oleh fosfolipoprotein membran yang bermuatan negatif dan berperan menjaga stabilitasnya. Fraksi ini juga mengandung bahan bukan karet seperti fosfolipida, lemak, lilin, protein, logam-logam (Ca, Mg, dan Cu), dan enzim rubber transferase yang berfungsi dalam pembentukkan partikel karet (poliisoprena). Struktur poliisoprena dapat dilihat pada Gambar 1. Fraksi tengah adalah fraksi serum C (serum sitosol) yang berupa cairan bening, kaya akan protein dan mudah teroksidasi sehingga warnanya dapat berubah menjadi coklat bila disimpan dalam wadah terbuka. Dalam fraksi dasar, terdapat partikel lutoid yang bersifat kental seperti gelatin dan diselubungi oleh membran semipermeabel yang berisi cairan serum B. Cairan B ini mengandung ion-ion kalsium dan magnesium yang bermuatan positif. (d’Auzac & Jacob 1989 dalam Putri 2005)

Lateks didapat dengan cara menyadap atau melukai kulit batang tanaman karet hingga pembuluh latificer terbuka dan lateks dapat mengalir ke tempat penampungan

(13)

3

seperti yang terlihat pada Gambar 2. Jumlah lateks yang keluar dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah etilena endogenus dan gen-gen penyusunnya. Etilena ini mempengaruhi lama aliran lateks. Etilena yang berasal dari luar pun sering ditambahkan karena etilena yang berasal dari luar pun dapat memperlama aliran lateks, namun pemakaian etilena dari luar dapat berdampak buruk bagi produksi lateks, dan dapat mempengaruhi ekspresi dari gen-gen penyusun etilena baik yang berada pada lateks maupun yang berada

pada kulit batang karet. (Sumarmadji et. al.

2004)

ETILENA

ACC Oksidase

fosfatase

Gambar 1 Struktur poliisoprena (Wang et al

2002).

Gambar 2 Pohon karet yang disadap (www.flikr.com).

Etilena

Senyawa ini merupakan modulator yang potensial bagi pertumbuhan dan

perkembangan sebuah tanaman. Etilena akan dikeluarkan apabila terdapat cekaman dari luar tumbuhan. Etilena juga mempengaruhi berbagai siklus kehidupan suatu tanaman termasuk perkecambahan, pembentukan akar,

root nodulation, pemekaran bunga, abscission, dan pematangan buah (Wang et. al. 2002, Michelle et. al. 1999, Salisbury &

Ross 1995; Jones et al 1999; Bleecker et al

2000).Etilena juga mempengaruhi lama aliran

lateks pada tanaman karet (Li N et. al. 1996).

Biosintesis etilena pada tanaman umumnya melalui tiga tahap utama, yaitu perubahan metionin menjadi S-adenosil metionin (SAM) yang dikatalisis oleh SAM sintetase (EC 2.5.1.6), tahap ini membutuhkan 1 molekul ATP. Tahap selanjutnya adalah perubahan SAM menjadi ACC yang dikatalisis oleh ACC sintase (EC 4.4.1.14). Tahap terakhir adalah oksidasi ACC menjadi etilena yang dipercepat oleh enzim ACC

oksidase (Moeder W 2002; Wang et. al.

2002). SAM merupakan prekursor dalam lintasan biosintesis poliamin (spermidin atau spermin) dan juga donor bagi molekul-molekul selular contohnya asam nukleat, protein, dan lipid. Pada tahap perubahan SAM menjadi ACC, juga dihasilkan metiltioadenosin (MTA) yang akan digunakan kembali untuk pembentukan metionin, sehingga konsentrasi metionin selular dapat tetap terjaga ketika terjadi peningkatan laju

biosintesis etilen (Wang et al 2002). Proses

biosintesis selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3. sintesis protein metionin SAM sintase Aseptor termetilsasi Jalur biosintesis

spermadin/spermin ACC sintase Aktif

Kalsium? ACC sintase tidak Aktif ROS?

Hormon?

Regulasi

transkripsi Stress.

Infeksi patogen

Pelukaan (penyadapan), pemberian stimulan, ozon,

UV-B, dll

(14)

ACC Oksidase

Enzim ACO merupakan enzim yang mengkatalisis oksidasi ACC menjadi etilena, oleh karena itu enzim ini disebut juga ethylene forming enzyme (EFE). Selain menghasilkan

etilena, ACO juga memproduksi sianida, sianida yang terbentuk didetoksifikasi dengan

mengubahnya menjadi asam β-sianoalanin

yang dapat berubah menjadi asparagin

(Moeder W 2002; Wang et. al. 2002).

Enzim ACO dikode oleh beberapa gen. Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui gen-gen penyusun ACO pada berbagai tanaman, salah satunya pada

tanaman karet Hevea brasiliensis. Penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Kuswanhadi

et. al. (2006) telah berhasil mengisolasi 3 gen

pengkode ACO yang berasal dari Hevea

brasiliensis, yaitu HbACO1, HbACO2, dan HbACO3. Susunan basa secara lengkap dari

gen-gen tersebut adalah 1115 bp untuk

HbACO1, 1183 bp untuk HbACO2 dan 1348

bp untuk HbACO3, dengan open reading

frames (ORF) yang mengkode polipeptida

dengan jumlah asam amino 312 untuk

HbACO1, 318 untuk HbACO2 dan 318 untuk HbACO3. Walaupun HbACO1, HbACO2, dan HbACO3 sama-sama mengkode enzim ACO,

struktur genom dan ekspresi ketiga gen tersebut berbeda-beda. Pada beberapa spesies, ekspresi gen-gen tersebut sangat dipengaruhi hal-hal yang berhubungan dengan perkembangan dan lingkungan luar seperti pemberian stimulan, pemberian senyawa-senyawa pertumbuhan, serangan penyakit dan

pelukaan (Wang et. al . 2002). Ekspresi ACO

ini dapat diamati dengan dengan

menggunakan teknik Reverse Transcriptase

Polimerase Chain Reaction (RT-PCR).

Etefon

Salah satu stimulan yang digunakan pada penyadapan lateks dari tanaman karet adalah etefon (asam 2-kloroetilfosfat, CEFA)

(Sumarmadji et. al. 2004, Li N 1996).

Penggunaan etefon sebagai stimulan yang berlebihan dapat menginduksi penyimpangan proses metabolisme, seperti penebalan kulit batang, nekrosis, terbentuknya retakan pada kulit, dan timbulnya bagian tidak produktif

pada irisan sadap (Paranjothy et. al. 1979).

Pemakaian etefon yang berlebihan juga mengakibatkan berhentinya aliran lateks yang disebabkan oleh koagulasi partikel karet yang dikenal dengan istilah kering alur sadap (KAS) (Tistama R & Siregar, 2005). Pengaruh etefon terhadap biosintesis etilena, produksi

dan degenerasi jaringan menunjukkan terlibatnya etilena endogenus tidak hanya dalam mekanisme molekuler dalam pembuluh lateks, tetapi juga dalam pembuluh kulit (Siwei W et. al. 1986).

Reverse Transcriptase Polimerase Chain Reaction (RT-PCR)

Teknik RT PCR merupakan suatu pengembangan dari teknik PCR untuk melakukan analisis terhadap RNA hasil transkripsi yang hanya terdapat dalam jumlah yang sedikit di dalam sel. Teknik RT PCR yang dikembangkan sangat spesifik, sehingga dapat digunakan walaupun jumlah RNA yang akan dianalisis sedikit (O’Connell 2002). Teknik PCR tidak dapat dilakukan dengan menggunakan RNA sebagai cetakan, oleh karena itu pada RT PCR terlebih dahulu

dilakukan transkripsi balik (reverse

transcription) terhadap molekul RNA

sehingga diperoleh molekul cDNA (complementary DNA). Molekul cDNA

tersebut selanjutnya digunakan sebagai cetakan untuk proses PCR selanjutnya

(Sambrook et al 1989). Kegunaan teknik RT

PCR antara lain untuk mendeteksi ekspresi gen, untuk amplifikasi RNA sebelum dilakukan cloning dan analisis, diagnosis agensia infektif maupun penyakit genetik (Yowono T 2006 dalam Farieh 2007).

Teknik RT PCR memerlukan enzim transkriptase balik. Enzim transkriptase balik adalah enzim yang digunakan untuk mensintesis cDNA dengan menggunakan RNA sebagai cetakan. cDNA yang disintesis akan bersifat komplementer dengan RNA cetakan. Beberapa enzim transkriptase balik

yang sering digunakan antara lain mesophilic

viral reverse transcriptase (RTase) yang

dikode oleh avian myoblastosis virus (AMV)

dan oleh moloney murine leukemia virus

(M-MuL V), dan Tth DNA polymerase

(Sambrook et al 1989).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang akan digunakan untuk isolasi RNA adalah sampel lateks dan kulit

batang tanaman karet klon PB260, N2 cair,

polifinilpirolidon (PVP), buffer ekstrak,

ddH2O.DEPC, β-Merkaptoetanol, fenol, LiCl,

Na-asetat, etanol absolut, kloroform :

isoamilalkohol (CH:IAA) (24:1), fenol :

kloroform : isoamilalkohol (PH:CH:IAA)

(15)

5

Bahan-bahan yang digunakan untuk elektroforesis gel agarosa adalah bubuk

agarosa, TBE 0.5x, loading buffer, dan EtBr.

Sedangkan bahan bahan yang digunakan

untuk RT-PCR adalah marker SL 1000kb air

khusus untuk penelitian biologi molekuler (molecular waterTM), kit RT-PCR (

Roche)

yang terdiri atas buffer RT-PCR, inhibitor RNAse, dNTP, enzim transkriptase balik dan

MgCl2. Kit PCR (Roche) yang terdiri atas

complete bufferTM, dNTP, dan enzim Taq polimerase dan grade waterTM.

Peralatan yang digunakan untuk isolasi RNA adalah tabung sentrifus, pipet Mohr, mikropipet, tabung mikro, penangas air,

sentrifus Eppendorf 5417R, sentrifus

Beckmann Allegra 64R, pipet Eppendorf,

freezer Sansio -20°C, freezers Decby -40°C,

dan spektrofotometer UV-VIS Beckmann

Coulter-DU 530.

Peralatan yang digunakan untuk elektroforesis adalah piranti elektroforesis gel agarosa, adaptor 100 volt, autoklaf,

microwave, dan Erlenmeyer. Sedangkan

peralatan untuk RT-PCR adalah tabung mikro, pipetmikro, penangas es, dan mesin PCR GeneAmp PCR sistem 2400 serta

seperangkat alat GeldocCanon.

Metode Percobaan

Pemilihan Sampel Kulit Batang Tanaman Karet (Hevea brasiliensis)

Sampel dipilih berdasarkan metode yang dilakukan oleh Balai Penelitian Perkebunan Sembawa (1982) yang telah dimodifikasi. Sampel lateks dan kulit batang tanaman karet yang digunakan berasal dari

tanaman karet (Hevea brasiliensis) klon

PB260 yang diberi 6 perlakuan yang berbeda berdasarkan atas waktu penyadapan dan pemberian stimulan etefon dengan konsentrasi 2.5%. Lebar pelukaan batang pada setiap penyadapan adalah setengah lingkaran batang pohon karet tersebut (s2).

Perlakuan pertama, Hevea brasiliensis

tidak diberi etefon dan disadap 2 hari sekali

(s2/d2). Dalam perlakuan kedua, Hevea

brasiliensis tidak diberi etefon dan disadap 4

hari sekali (s2/d4). Dalam perlakuan ketiga,

Hevea brasiliensis tidak diberi etefon dan

disadap 6 hari sekali dengan (s2/d6).

Perlakuan keempat dilakukan dengan pemberian etefon 3 kali dalam setahun dan disadap 4 hari sekali (s/2 E3/d4). Perlakuan kelima dilakukan dengan pemberian etefon 12 kali dalam setahun dan disadap 4 hari sekali

(s/2 E12/d4). Perlakuan terakhir dilakukan dengan pemberian etefon 6 kali dalam setahun dan disadap 4 hari sekali (s2 E6/d4).

Isolasi RNA Kulit Batang Tanaman Karet (Hevea brasiliensis)

RNA kulit batang tanaman karet diisolasi

dengan metode Chaidamsari et al (2005). 1,5

gram sampel digerus sampai halus dengan

mortar yang ditambah N2 cair serta PVP 1,5 %

kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifus yang berisi 15 mL buffer ekstrak

bersuhu 65°C yang telah ditambah 150 µl β

-merkaptoetanol lalu dikocok dengan kuat. Suspensi tersebut diinkubasi selama 1 jam pada suhu 65°C dan setiap 15 menit dikocok kuat. Setelah itu didiamkan hingga mencapai

suhu ruang, lalu diekstrak dengan CH:IAA

sebanyak 15 mL kocok perlahan sampai terbentuk emulsi selanjutnya. Campuran itu kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 19621 g selama 15 menit pada suhu 25°C, supernatan dipindahkan ke dalam tabung sentrifus baru kemudian diekstrak kembali

berturut-turut dengan PH:CH:IAA, CH:IAA

dan CH:IAA dengan kecepatan yang sama dan

perbandingan volume PH:CH:IAA atau

CH:IAA dengan supernatan adalah 1:1.

Supernatan yang dihasilkan diambil lalu ditambah LiCl 10 M sampai konsentrasi 2 M dan disimpan dalam suhu 4°C selama satu malam.

Sampel selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 15300 g, 4°C, selama 30 menit. Pelet kemudian dilarutkan dalam

ddH2O.DEPC sebanyak 750 µl kemudian

diekstrak dengan fenol, PH:CH:IAA, CH:IAA,

dengan perbandingan volume 1:1, disentrifugasi dengan kecepatan 15300 g, 15 menit, dan suhu 4°C. Supernatan lalu ditempatkan dalam tabung mikro dan ditambahkan 0,1 volume Na-asetat 3 M, pH 5,8 dan 3 volum etanol absolut dan disimpan pada suhu -40°C selama 3 jam. Selanjutnya supernatan tersebut disentrifugasi kembali dengan kecepatan 15300 g, 4°C, selama 30 menit. Pelet yang dihasilkan kemudian dicuci dengan etanol 70% dan disentrifus kembali 15300 g, 4°C, selama 5 menit, etanol dibuang lalu disentrifugasi kembali 15300 g selama 2 menit kemudian dikeringanginkan. RNA yang

didapat ditambah 30µl ddH2O.DEPC. RNA

yang dihasilkan dianalisis kemurnian dan konsentrasinya.

Isolasi RNA Lateks Tanaman Karet (Hevea brasiliensis)

RNA lateks diisolasi dengan metode

(16)

6

6 ml lateks yang telah disuspensikan dengan 6 mL buffer ekstrak dipanaskan selama 1 jam pada suhu 50°C, setelah itu disentrifugasi dengan kecepatan 19621 g selama 30 menit pada suhu 20°C. Supernatan dari hasil sentrifugasi tersebut kemudian diekstrak

dengan PH:CH:IAA sebanyak 1 volume,

kemudian disentrifugasi kembali dengan kecepatan 15300 g selama 10 menit pada suhu 4°C, kemudian lapisan atas hasil sentrifugasi

diekstrak dengan CH:IAA dan disentrifugasi

kembali dengan kecepatan 19621 g selama 10 menit pada suhu 4°C. Supernatan dari sentrifugasi yang ke tiga kemudian ditambahkan LiCl 8M hingga LiCl tersebut memiliki konsentrasi 2M. Kemudian disimpan dalam suhu 4°C selama satu malam.

Sampel selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 15300 g selama 30 menit pada suhu 4°C. Pelet yang dihasilkan disuspensikan

kembali dengan 750 µl ddH2O.DEPC dan

diekstrak berturut-turut dengan PH:CH:IAA

dan CH:IAA, setiap pengekstrakan dilakukan

sentrifugasi dengan kecepatan 15300 g selama 10 menit pada suhu 4°C. Supernatan yang dihasilkan ditambah dengan natrium asetat sebanyak 1/10 volume supernatan yang dihasilkan dan etanol absolut sebanyak 3 volume yang dihasilkan kemudian didiamkan selama 3 jam pada suhu -40°C. Setelah didiamkan, campuran itu disentrifugasi dengan kecepatan 15300 g selama 30 menit pada suhu 4°C. RNA lateks yang terdapat dalam pelet kemudian dicuci dengan etanol 70% dengan cara disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan dan suhu yang sama seperti di atas. RNA kemudian dikeringanginkan dan disuspensikan dengan

30µl ddH2O.DEPC. RNA yang dihasilkan

dianalisis kemurnian dan konsentrasinya.

Penentuan Konsentrasi dan Kemurnian RNA hasil Isolasi

Konsentrasi RNA baik RNA lateks maupun RNA kulit batang hasil isolasi ditentukan dengan cara mengukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 260 nm sesuai dengan yang

disampaikan oleh Sambrook et al (1989).

Konsentrasi RNA dihitung dengan perbandingan nilai 1 serapan pada panjang gelombang 260 nm sama dengan konsentrasi RNA 40 µg/mL. Konsentrasi RNA dapat juga ditentukan secara kualitatif dengan cara RNA dielektroforesis dalam gel agarosa 1% pada tegangan listrik 25 volt selama 2 jam dan

intensitas ketebalan pita yang dihasilkan diamati.

Kemurnian RNA hasil isolasi ditentukan dengan dua cara. Cara pertama adalah membandingkan absorbansi RNA sampel tersebut pada panjang gelombang 260 nm dengan 280 nm dan juga dengan panjang gelombang 230 nm. Kemurnian RNA dilihat dari perbandingan A260/280 dan A260/230

yang berkisar 1,8-2,0 ( Sambrook et al 1989).

Cara kedua adalah dengan dielektroforesis dalam gel agarosa 1% pada tegangan listrik 25 volt selama 2 jam dan diamati jumlah pita yang terbentuk. Bila dari pengamatan dengan elektroforesis gel agarosa 1% masih terdapat DNA, maka DNA yang ada tersebut dihilangkan dengan cara menambahkan enzim DNAse ke dalam sampel RNA yang telah diisolasi dan diinkubasi pada suhu dan waktu optimum untuk enzim DNAse.

Sintesis Utas Pertama cDNA

Sintesis utas pertama cDNA dilakukan

sesuai dengan metode yang tercantum pada kit Roche yang digunakan pada penelitian ini.

RNA hasil isolasi digunakan sebagai cetakan

dengan konsentrasi 2 µg/mL, kemudian ditambah 1 µl oligo dT sebagai primer dan

grade waterTM hingga volume campuran sebanyak 13 µl. Campuran tersebut dipanaskan 65°C selama 10 menit pada mesin PCR dan segera dimasukkan ke dalam es lalu

ditambah campuran yang berisi complete

bufferTM 4 µl, 2 µl dNTPs sebagai substrat, 1 µl inhibitor RNAse, dan ditambahkan 1 µl

enzim transkriptase baliklaludiinkubasi pada

suhu 55°C selama 30 menit yang dilanjutkan dengan inkubasi pada suhu 85°C untuk inaktivasi enzim dan mendenaturasi RNA selama 5 menit.

Uji Ekspresi gen HBACO3 dengan RT-PCR

Uji ekspresi gen menggunakan teknik PCR

dengan gen HbACO O48 sebagai primer

dengan metode PCR kit Roche. Sebanyak 1 µl cDNA sampel yang telah dihasilkan ditambah dengan 2,5 µl complete bufferTM, 1 µl dNTPs, 1 µl primer S, 1 µl primer R, 1 µl enzim Taq

polimerase dan 17,5 µl molecular waterTM.

Campuran kemudian dimasukkan ke dalam mesin PCR dengan pengaturan suhu 94°C selama 30 detik untuk denaturasi, 55°C selama 1 menit untuk annealing, 72°C selama 1 menit untuk mengaktifkan enzim Taq polimerase dan 7 menit untuk proses polimerasi. Proses tersebut diulang sebanyak 35 siklus, setelah itu disimpan pada suhu 10°C.

(17)

7

Hasil PCR kemudian dielektroforesis menggunakan elektroforesis gel agarosa 1%

(Sambrook et. al. 1989) dengan tegangan

listrik 100 volt selama 1-1,5 jam. Pita yang dihasilkan diamati dan dibandingkan dengan marker yang telah dielektroforesis bersama-sama dengan sampel dengan menggunakan

Geldoc. Konsentrasi gen yang terekspresi

diukur secara semi kuantitatif menggunakan

program UN-SCAN-IT gel 6.1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis RNA Hasil Isolasi dengan Spektrofotometer

Tabel 1 menunjukkan bahwa konsentrasi RNA kulit batang sangat bervariasi antara 104

hingga 1028 ng/μl. Perbedaan rendemen

RNA kulit batang yang dihasilkan antara lain disebabkan oleh perbedaan kehalusan bubuk kulit batang yang dibuat. Semakin halus bubuk kulit batang, maka semakin besar luas permukaannya sehingga semakin mudah untuk mengekstrak RNA dari batang tersebut. Konsentrasi RNA yang rendah dapat juga disebabkan oleh tidak maksimalnya proses ekstraksi seperti proses pengocokkan yang kurang kuat pada saat ekstraksi dengan buffer ekstrak sehingga tidak seluruh isi sel dapat dikeluarkan kerena sel tidak lisis dengan sempurna.

Rendemen RNA lateks lebih baik bila dibandingkan dengan RNA yang diisolasi dari kulit batang walaupun konsentrasi hasil pengukuran dengan spektrofotometer bervariasi juga, yaitu antara 108 sampai 3798

ng/μl yang dapat dilihat juga pada Tabel 1.

Kemudahan mendapatkan RNA dari lateks dapat disebabkan oleh bentuk lateks yang cair sehingga mudah untuk dilisis oleh buffer ekstrak. Nilai konsentrasi yang kecil dari RNA lateks dikarenakan sampel tersebut lebih cair dibandingkan dengan sampel yang lain.

Perbandingan absorban yang terukur pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm digunakan untuk menunjukkan kemurnian RNA terhadap protein. RNA dikatakan cukup murni dan hanya sedikit mengandung kontaminan protein apabila nilai perbandingannya antara 1.80 sampai 2.00. Bila perbandingannya kurang dari 1.8, maka dikatakan bahwa terdapat kontaminan protein pada ekstrak RNA yang telah diisolasi (Boyer 1986). Bila perbandingannya lebih dari 2.00, maka dapat diperkirakan bahwa larutan hasil isolasi tersebut masih terkontaminasi oleh DNA (Holme & Peck 1993). Ekstrak RNA

yang didapat dari sampel kulit batang maupun lateks memiliki perbandingan absorban antara 1.100 sampai 5.012. Hal tersebut menunjukkan bahwa beberapa ekstrak RNA yang diisolasi dari sampel masih memiliki kemurnian yang kurang baik. Kemurnian yang kurang baik tersebut dapat disebabkan oleh terbawanya fase fenolik pada proses pengekstrakkan yang berarti terbawanya kontaminasi-kontaminasi yang tidak diinginkan. Secara umum kualitas RNA lateks terhadap kontaminan protein lebih baik dibandingkan dengan RNA kulit batang apabila dilihat dari hasil perbandingan antara absorban pada 260 nm dan 280 nm karena rata-rata nilai perbandingannya lebih besar dari 1.50 dan tidak lebh dari 2.

Tabel 1 Contoh data konsentrasi RNA kulit batang dan lateks hasil isolasi dengan menggunakan spektrofotometer No. Sample A260 260/280* [RNA]**ng/ul

B 154 / E3 0.180 1.139 729 B 155 / E12 0.156 1.783 624 B 168 / E6 0.026 5.012 104 B 72 / E6 0.257 2.022 1012 B 37 / d4 0.033 3.584 132 B 38 / d6 0.068 2.037 272 B 59 / d2 0.182 1.794 728 L 040 / E12 0.187 1.962 2202 L 041 / d2 0.204 1.941 2376 L 042 /d4 0.232 1.969 2742 L 043 / d6 0.321 1.972 3798 L 109 / E3 0.265 1.591 1688 L 104 / E12 0.018 1.464 108 L 105 / E6 0.094 1.927 720

B: kulit batang; L: lateks; A260: panjang

gelombang untuk konsentrasi RNA; E3, E6,

E12: disadap 3, 6, 12 kali dalam setahun; d2,d4,d6: disadap 2, 4, 6, hari sekali; *Kemurnian RNA dari kontaminan protein; **Konsentrasi RNA hasil perhitungan; Data lengkap pada lampiran 4 dan 5.

Analisis RNA Hasil Isolasi dengan Elektroforesis

Konsentrasi yang dihasilkan juga dapat diperkirakan dengan menggunakan elektroforesis gel agarosa dengan cara membandingkan intensitas cahaya yang dihasilkan dari interaksi antara pewarna EtBr dengan sinar UV. Konsentrasi larutan RNA yang digunakan pada proses elektroforesis ini dibuat sama, yaitu sebesar 250 ng/mL. Dengan konsentrasi yang dibuat sama, diharapkan agar intensitas cahaya yang dihasilkan dari seluruh sampel sama. Hasil

(18)

8

Ekspresi Gen HbACO3

elektroforesis menunjukkan bahwa isolasi RNA yang dilakukan berhasil karena terdapat 2 pita yang menunjukkan RNA pada ukuran 28 S dan 18 S, namun hasil elektroforesis yang dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5 menunjukkan intensitas yang berbeda-beda, seperti pada sampel nomor 154, intensitas sampel tersebut lebih rendah dibandingkan dengan intensitas cahaya yang dihasilkan oleh sampel lainnya. Hal ini dapat diartikan bahwa konsentrasi RNA sebenarnya dari sampel nomor 154 tersebut lebih kecil dari konsentrasi yang terukur oleh spektrofotometer. Perbedaan konsentrasi terukur yang dihasilkan oleh metode spektrofotometri dan metode elektroforesis dapat disebabkan oleh spektrofotometer pada panjang gelombang 260 nm tidak hanya mengukur RNA, tapi juga mengukur DNA sehingga hasil pengukuran dengan spektrofotometer dapat lebih besar daripada konsentrasi yang dapat diamati dari hasil elektroforesis gel agarosa.

Ekspresi Gen HbACO3 pada Kulit Batang Tanaman Karet

Hasil penelitian Kuswanhadi (2006)

menunjukkan bahwa gen HbACO3 hanya

berekspresi pada kulit batang dan lateks tanaman karet untuk sementara waktu saja, yaitu pada 2, 8, dan 24 jam setelah pemberian stimulan etefon dan tidak terekspresi kembali setelah penyadapan apapun jenis stimulasinya.

Namun gen HbACO3 pada penelitian ini

terekspresi pada kulit batang tanaman karet.

Gen HbACO3 masih terekspresi setelah lebih

dari 48 jam pemberian stimulan walaupun hasil uji ekspresi dengan RT-PCR masih menunjukkan adanya kontaminan karena pita yang terekspresi tidak hanya berada pada 524 kb saja, tetapi juga pada berat yang lebih besar (Gambar 6). Perbedaan hasil antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Kuswanhadi (2006) dapat disebabkan oleh adanya kontaminasi DNA atau perbedaan jumlah siklus yang digunakan pada saat RT-PCR. Pada penelitian ini digunakan 35 siklus sedangkan dalam penelitian Kuswanhadi (2006) silkus yang digunakan sebanyak 30

siklus sehingga ekspresi gen HbACO3 belum

teramati. Banyaknya pita yang dihasilkan dapat disebabkan oleh kontaminasi DNA atau primer yang digunakan kurang spesifik, oleh karena itu perlu diuji kembali cara isolasi dan spesifikasi primer yang digunakan.

28 S RNA

Hasil elektroforesis juga menunjukkan bahwa RNA yang bershasil diisolasi tidak terdegradasi, namun masih terdapat kontaminan DNA (Gambar 6). Sampel RNA yang masih mengandung DNA dibersihkan dengan menambahkan DNAse agar tidak mengganggu proses PCR. 28 S RNA 18 S RNA 18 S RNA 28 S RNA 18 S RNA

Gambar 4 Contoh hasil elektroforesis RNA kulit batang hasil isolasi dengan beragam konsentrasi.

154 155 156 166 167 168 72 152 (No Sampel)

Gambar 5 Contoh hasil elektroforesis RNA

lateks hasil isolasi dengan beragam konsentrasi.

40 41 42 43 102 109 104 105 (No Sampel)

524kb

Gambar 7 Ekspresi gen HbACO3 pada

beberapa sampel kulit batang dengan berbagai stimulasi.

Gambar 6 Contoh hasil elektroforesis RNA

kulit batang hasil isolasi dengan beragam kemurnian.

Pengaruh Penyadapan terhadap Ekspresi gen HbACO3 dalam Kulit Batang

DNA

Gen HbACO3 yang terekspresi

dihitung konsentrasinya secara semikuantitatif. Hasil perhitungan gen yang terekspresi pada berbagai perlakuan penyadapan dapat dilihat pada Tabel 2, dan divisualisasikan pada Gambar 8. Pola ekspresi

gen HbACO3 kulit batang hampir sama antara

(19)

9

ketiga variasi penyadapan. Persamaannya

adalah gen HbACO3 dalam kulit batang

berekspresi setelah dilakukan penyadapan yang pertama (hari ke-0) dan cenderung meningkat setelah dilakukan penyadapan yang kedua kalinya (Gambar 8). Ekspresi tertinggi tercapai pada hari keenam dengan metode penyadapan 2 hari sekali (d/2) dengan konsentrasi 69.4564 ng/ul yang diikuti oleh hari keempat pada penyadapan 4 hari sekali (d/4) (Tabel 2). Setelah hari keenam, gen

HbACO3 hanya sedikit berekspresi dengan

pola yang tidak beraturan diseluruh variasi

penyadapan (Gambar 8). Gen HbACO3 pada

perlakuan penyadapan 2 hari sekali dan 4 hari sekali kembali berekspresi cukup tinggi pada hari ke-60 penyadapan dan kembali sedikit berekspresi hingga hari ke-150 sedangkan

pada penyadapan 6 hari sekali gen HbACO3

tiak berekspresi setelah hari ke-15 penyadapan dan hanya sedikit berekspresi pada hari ke-120 serta kembali tidak berekspresi pada hari ke-150. Data ini menunjukkan bahwa ekspresi

gen HbACO3 cenderung lebih tinggi bila

sampel disadap 2 hari sekali atau 4 hari sekali.

Gen HbACO3 terekspresi lebih rendah bila

sampel disadap 6 hari sekali. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis bahwa semakin sering

pohon karet disadap, maka gen HbACO3

cenderung berekspresi lebih tinggi karena cekaman dari luar yang lebih sering akan meningkatkan produksi etilena endogenous dan salah satu gen yang berperan dalam memproduksi etilena tersebut adalah gen

HbACO3

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0 2 4 6 8 15 30 60 90 120

Hari

ke-E

k

sp

r

e

si

S/2 d/2

S/2 d/4

S/2 d/6

Gambar 8 Perbandingan ekspresi gen

HbACO3 dengan waktu

penyadapan pada waktu tertentu.

Pengaruh Pemberian Etefon terhadap Ekspresi gen HbACO3 dalam Kulit Batang

Sampel pertama kali diberi etefon pada 2 hari setelah penyadapan pertama, kemudian sampel diambil 48 jam setelah pemberian etilena tersebut (hari ke-4 pada Tabel 3 dan Gambar 9). Pohon yang diberi perlakuan etefon disadap 4 hari sekali karena metode penyadapan ini yan paling umum digunakan pada perkebunan karet di Indonesia. Hasil uji yang dapat diamati pada Tabel 3 dan Gambar

8 menunjukkan bahwa ekspresi gen HbACO3

meningkat pada 48 jam setelah pemberian etefon, walaupun ekspresinya masih dibawah ekspresi ketika sampel hanya disadap 4 hari sekali tanpa diberi etefon. Ekpresi gen

HbACO3 kembali meningkat pada hari ke-6

pengambilan sampel atau 72 jam setelah pemberian etefon yang pertama dan ekspresi tertinggi dicapai pada sampel yang diberi etefon 6 kali dalam setahun dengan konsentrasi ekspresi mencapai 101.4848 ng/ul.

Tabel 2 Data konsentrasi secara

semikuantitatif ekspresi gen HbACO3

kulit batang pada berbagai perlakuan penyadapan

Ekspresi Gen HbACO3 (ng/ul)

hari ke- S2 d/2 S2 d/4 S2 d/6 0 35.3009 35.3009 18.0275 2 53.8344 ─ ─ 4 40.4680 67.0795 ─ 6 69.4564 22.9141 25.5179

Setelah hari ke-6 gen ini tidak lagi berekspresi dengan konsentrasi yang tinggi pada ketiga perlakuan etefon walaupun telah diberi etefon untuk kedua dan ketiga kalinya. Hal ini dapat disebabkan oleh pohon yang diberi etefon untuk kedua dan ketiga kalinya tidak terlalu merespon stimulasi etefon tersebut sebagai suatu kecaman sehingga gen

HbACO3 sebagai penyandi etilena tidak

berekspresi dengan tinggi lagi. Ekspresi gen

HbACO3 pada ketiga stimulasi etefon tidak

8 0 ─ ─ 15 12.9095 0 11.5795 30 0 0 0 60 23.6584 39.7507 0 90 1.3431 35.6106 0 120 0 7.7543 13.5734 150 10.7310 1.3021 0

S2 d/2: disadap 2 hari sekali; S2 d/4: disadap 4 hari sekali; S2 d/6 disadap 6 hari sekali.

(20)

10

Ekspresi Gen HbACO3 pada Lateks Tanaman Karet

berbeda jauh kontrol yang hanya disadap 4 hari sekali, bahkan ekspresi gen pada sampel yang diberi stimulasi etefon cenderung lebih rendah setelah hari ke-30 dibandingkan dengan kontrol (Gambar 9). Hal tersebut menunjukkan bahwa pada hasil penelitian ini

ekspresi gen HbACO3 lebih dipengaruhi oleh

penyadapan dibandingkan dengan pemberian stimulasi etefon.

berbeda jauh kontrol yang hanya disadap 4 hari sekali, bahkan ekspresi gen pada sampel yang diberi stimulasi etefon cenderung lebih rendah setelah hari ke-30 dibandingkan dengan kontrol (Gambar 9). Hal tersebut menunjukkan bahwa pada hasil penelitian ini

ekspresi gen HbACO3 lebih dipengaruhi oleh

penyadapan dibandingkan dengan pemberian stimulasi etefon.

Gen HbACO3 pada penelitian ini tidak

berekspresi pada lateks baik diberi perlakuan penyadapan maupun diberi etefon. Untuk memastikan bahwa tidak terlihatnya ekspresi

gen HbACO3 pada RT-PCR bukan

disebabkan oleh sampel RNA yang digunakan tidak ada, proses RT-PCR diulangi dengan menambahkan primer aktin. Hasil RT-PCR yang telah divisualisasi menggunakan elektroforesis agarosa menunjukkan pita pada 200kb, yaitu ukuran aktin yang telah berikatan dengan RNA yang ada dan RNA pada setiap sampel konsentrasinya sama karena intensitas warna yang dihasilkan sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak adanya ekspresi

gen HbACO3 bukan disebabkan oleh tidak

adanya RNA sampel. Diduga tidak

terekspresinya gen HbACO3 dalam lateks

disebabkan oleh gen HbACO3 dalam lateks

merupakan gen transient seperti yang telah dilaporkan oleh Kuswanhadi (2007). Hasil uji

ekspresi gen HbACO3 dengan menggunakan

aktin dapat dilihat pada Gambar 10.

30 26 27 28 29 40 41 42 43 44 M

*diberi etefon 3 kali dalam setahun; **diberi etefon 12 kali dalam setahun; ***diberi etefon 6 kali dalam setahun.

on 3 kali dalam setahun; **diberi etefon 12 kali dalam setahun; ***diberi etefon 6 kali dalam setahun.

Gambar 9 Perbandingan ekspresi gen

HbACO3 dengan pemberian

etefon pada waktu tertentu.

Gambar 9 Perbandingan ekspresi gen

HbACO3 dengan pemberian

etefon pada waktu tertentu.

Tabel 3 Data konsentrasi secara

semikuantitatif ekspresi gen HbACO3

kulit batang pada berbagai stimulasi etefon

Tabel 3 Data konsentrasi secara

semikuantitatif ekspresi gen HbACO3

kulit batang pada berbagai stimulasi etefon

Ekspresi Gen HbACO3 (ng/ul)

Ekspresi Gen HbACO3 (ng/ul)

0 20 40 60 80 100 120 0 4 6 8 30 34 60 64 90 94 120 124 150 Hari ke-e S/2 E3/d4 S2 E12/d4 S/2 E6/d4 i re s S/2 d/4 ps k hari ke- S/2

E3/d4* S2 E12/d4** S/2 E6/d4*** 0 3.7758 22.4231 8.7503

Nomor: nomor sampel; M: marker. 4 44.6039 39.5839 48.4328

Gambar 10 Hasil uji ekspresi gen HbACO3

dengan menggunakan aktin. 6 62.4760 61.8275 101.4848

8 37.2541 66.3426 54.4783

30 32.2180 0 21.1563

SIMPULAN DAN SARAN

34 ─ 16.2873 ─ 60 30.008 11.1654 13.9953 Simpulan 64 ─ 10.3706 11.4704 90 0 5.6613 3.1606 94 ─ 28.7211 ─ 120 9.9726 0 45.8048 124 0 0 0

Gen HbACO3 berekspresi pada kulit

batang tanaman karet namun tidak pada

lateks. HbACO3 berekspresi maksimum pada

hari ke-6 baik pada perlakuan pelukaan maupun pada perlakuan pemberian etefon dan terbesar pada pemberian etefon 6 kali dalam

setahun. Ekspresi gen HbACO3 pada kulit

batang tanaman karet lebih diinduksi oleh penyadapan dibandingkan dengan pemberian etefon.

0 150 0 0

(21)

11

Lasminingsih et al. 1994. Deskripsi Klon

Karet Anjuran pada Tanaman Muda.

Palembang: Balai Penelitian Sembawa.

Saran

Perlu diteliti lebih lanjut pengaruh penyadapan dan pemberian etefon pada kulit batang dan lateks dengan waktu pengambilan sampel kurang dari 48 jam setelah perlakuan untuk menetahui kemungkinan gen transient

dari gen HbACO3.

Li N et al. 1996. A Novel bifunctional fusion

enzyme catalyzing ethylen synthesis via

1-aminocyclopropane- 1-carboxylic acid. J

Biol and Chem 271(42): 25738–25741.

Mesquita AC, Oliveira LEM de, Mazzafera P, Del, Delú-Filho N. 2006. Anatomical characteristic and enzymes of the sucrose metabolism and their relationship with

latex yield in the rubber tree (Hevea

brasiliensis Muell. Arg.). Braz J Plant Physiol 18(2): 263-268.

DAFTAR PUSTAKA

Bleecker AB, Kende H. 2000. Ethylene: a gaseous signal molecule in plants

[abstrak]. Di dalam: Annual Review Cell

Division Biology; Wisconsin. Hlm 16.

abstr no PMID: 11031228.

Michelle L, Jones R, William R, Woodson.

1999. Budiman AFS. 2005. Perkembangan global

karet alam dan tantangan bagi Indonesia.

Wrt Perkrt 24 (2): 1-7.

Differential expression of three members of the 1-aminocyclopropane-1-carboxylate synthase gene family in carnation. J Plant Physiol 119: 755-764.

Chaidamsari T. 2005. Biotechnology for

Cacao Pod Borer Resistance in Cacao. Plant Research International. The

Netherlands: Wagenigen University.

Moeder W et al. 2002. Ethylene synthesis

regulated by biphasic induction of 1-aminocyclopropane-1-carboxylic acid synthase and 1-aminocyclopropane-1-carboxylic acid oxidase genes is required for hydrogen peroxide accumulation and

cell death in ozone-exposed tomato. Plant

Physiol December 2002, 130:1918–1926.

.

Cornish K, Pan Z, Backhaus RA. 1993.

Engineering New Domestic Sources of Natural Rubber. New york: Willey.

Dornelast MC, Rodriguez APM. 2005. The

rubber tree (Hevea brasiliensis Muell.

Arg.) homologue of the leafy/floricaula gene is preferentially expressed in both

male and female floral meristems. J of

Experimental Botany 56(417):1965-1974.

Nicole M, Geiger JP, Nandris D. 1986. Ultrastructure of laticifers modifications in

Hevea brasiliensis infected with root rot

fungi. J Phytopathol 116: 259-268

.

O’Connell J. 2002. Method in Molecular

Biologi: RT-PCR Protocols. Totowa:

Humana Pr. Jones ML, Woodson WR. 1999. Differential

expression of three members of the 1-aminocyclopropane-1-carboxylate

synthase gene family in carnation. Plant

Physiol 199:755-764. Putri FDRS. 2005. Optimasi penetapan kadar protein antigen lateks karet alam (Hevea brasiliensis) dan produk jadinya [Skripsi].

Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Kuswanhadi et al. 2005. Isolation and

Characterization of Three Members of the Multigenic Family Encoding ACC Oxidase from H brasilensis During Plant

Development. Montpeller: Cedex. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Ed ke-4. R. Lukman

dan Sumaryono, penerjemah. Bandung:

Penerbit ITB. Terjemahan dari: Plant

Phsiology, 4th Edition.

Kuswanhadi. 2006. Isoelement et caractèrisation des gènes ACS et ACO impliqués dans la biosynthèse de l’éthylène ches Hevea brasiliensis. [tesis].

Montpellier : Scienes et Techniques du

Languedoc, Universite Montpeller II. Sambrook et al. 1989. Laboratory Manual. New York : Cold Molecular Cloning : Spring Harbour Laboratory Pr.

(22)

12

Sumarmadji, Tistama R, Siswanto. 2004. Protein-protein spesifik yang diinduksi oleh etefon pada beberapa klon tanaman karet. J Pnlit Krt 22 (2): 57-69.

Tistama R, Siregar THS. 2005. Perkembangan penelitian stimulan untuk pengakiran lateks Hevea brasiliensis. Wrt Perkrt 24

(2): 45-57.

Tim Penulis Penebar Swadaya. 1998. Karet:

Strategi Pemasaran tahun 2000, Budidaya dan Pengolahan. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Wang KLC, Li H, Ecker JR. 2002. Ethylene

biosynthesis and signaling networks. Plant

(23)

13

(24)

14

Lampiran 1 Alur penelitian

Isolasi RNA Bark Tanaman Karet

Karakterisasi RNA Hasil Isolasi (Spektofotometri,Elektroforesis Gel Agarosa 1%)

Uji ekspresi gen HbACO3 melalui deteksi keberadaan RNA HbACO3

(RT-PCR dan Elektroforesis Gel Agarosa 1%)

(25)

15

Lampiran 2 Pembuatan larutan sediaan

Bufer ekstraksi DNA. (50 mL):

CTAB 10%

10 mL

EDTA 0.5 M pH 8.0

2 mL,

tris-HCl 1M pH 8.0

5 mL,

NaCl 5 M

12.6 mL

ddH O DEPC

2

20.4 mL

Bufer TBE 5X (500mL):

Tris-Base

27gram

Asam borat

13.75 gram

EDTA 0.5 M pH 8.0

10 mL

dan ditepatkan dengan ddH O hingga 500 mL.

2

Saat pemakaian dalam pembuatan gel agarosa, bufer TBE 5X ini diencerkan

menjadi 0.5X.

(26)

16

Lampiran 3 Prosedur elektroforesis gel agarosa (Sambrook et al 1989)

0.3 gram agarosa ditimbang dan dilarutkan dalam 30 mL bufer TBE 0.5X

dengan bantuan oven microwave

selama satu menit 110

0

C.

Setelah larut, larutan dibiarkan pada suhu kamar sebentar hingga cukup hangat

dan segera ditambahkan EtidiumBromida sebanyak 1.5

μ

L dan dipindahkan

kedalam cetakan gel yang telah disusun bersama sisirnya.

Gel ditunggu hingga memadat dan sisirnya diangkat.

DNA dilarutkan dengan loading bufer dengan perbandingan 1 : 5 dan

dimasukkan ke dalam sumur yang terbentuk pada gel. Demikian juga dengan

marker yang diperlakukan dengan cara yang sama

Gel diletakkan dalam bak elektroforesis yang telah diisi dengan bufer TBE 0.5X.

Kemudian dihubungkan dengan adaptor dengan potensial listrik sebesar 100 Volt.

Setelah loading bufer berada + 1 cm dari dasar gel adaptor dimatikan dan gel

diangkat. Gel diletakkan dibawah sinar UV untuk melihat ada tidaknya pita yang

(27)

17

Lampiran 4 Analisis hasil isolasi RNA kulit batang dengan spektrofotometer

No. Sample 260 280 260/280 [ ]ng/ul * Total (ul)**

53 0.220 0.198 1.110 880 30 67 0.094 0.079 1.183 376 30 68 0.111 0.091 1.227 444 30 69 0.205 0.171 1.200 820 30 70 0.106 0.085 1.177 424 30 72 0.253 0.181 1.397 1012 30 85 0.144 0.113 1.269 576 30 86 0.136 0.115 1.182 544 30 87 0.128 0.101 1.259 512 30 88 0.126 0.106 1.187 504 30 120 0.054 0.036 1.487 216 30 121 0.049 0.027 1.829 196 30 71 0.035 0.024 1.487 140 30 130 0.082 0.046 1.784 328 30 131 0.079 0.046 1.726 316 30 132 0.105 0.067 1.574 420 30 106 0.031 0.020 1.541 124 30 107 0.063 0.052 1.287 252 30 108 0.088 0.073 1.200 352 30 109 0.096 0.060 1.612 384 30 110 0.151 0.097 1.559 604 30 111 0.164 0.076 1.358 416 30 89 0.176 0.133 1.322 704 30 90 0.162 0.123 1.318 648 30 98 0.236 0.135 1.749 944 30 143 0.233 0.128 1.814 932 30 133 0.078 0.050 1.567 312 30 134 0.116 0.066 1.763 464 30 135 0.159 0.083 1.907 636 30 151 0.111 0.075 1.478 444 30 152 0.049 0.035 1.402 196 30 153 0.068 0.041 1.665 272 30 154 0.180 0.158 1.139 729 30 155 0.156 0.088 1.783 624 30 156 0.120 0.072 1.674 480 30 166 0.079 0.044 1.790 316 30 167 0.073 0.047 1.568 292 30 168 0.026 0.005 5.012 104 30 172 0.108 0.048 2.244 432 20 173 0.141 0.068 2.067 564 20 174 0.109 0.063 1.730 436 20 175 0.120 0.064 1.885 480 20 176 0.111 0.056 2.000 444 20 177 0.127 0.065 1.951 508 20 178 0.147 0.059 2.497 588 20

260 = Panjang gelombang untuk konsentrasi RNA; 280 = Panjang gelombang

untuk konsentrasi protein; 260/280 = Kemurnian RNA dari kontaminan protein; *

= Konsentrasi RNA hasil perhitun; ** = Volume total larutan RNA hasil isolasi

(28)

18

Lanjutan lampiran 4

No. Sample 260 280 260/280 [ ]ng/ul Total (ul)

179 0.128 0.071 1.794 512 30 180 0.110 0.073 1.620 440 30 181 0.101 0.108 1.678 404 30 182 0.080 0.043 1.869 320 30 183 0.122 0.080 1.530 488 30 190 0.074 0.060 1.233 296 30 191 0.079 0.050 1.586 316 30 16 0.045 -0.017 -2.611 180 30 17 0.087 0.036 2.448 348 30 18 0.116 0.053 2.175 464 30 19 0.049 0.017 2.893 196 30 20 0.073 0.039 1.847 292 30 21 0.083 0.041 2.022 332 30 24 0.107 0.054 1.976 428 30 35 0.052 0.027 1.933 208 30 36 0.082 0.028 2.974 328 30 37 0.033 0.009 3.584 132 30 38 0.068 0.033 2.037 272 30 39 0.068 0.034 2.016 272 30 40 0.188 0.097 1.935 752 30 43 0.173 0.100 1.734 692 30 54 0.074 0.056 1.335 296 30 56 0.200 0.135 1.487 800 30 57 0.186 0.111 1.682 744 30 59 0.182 0.103 1.794 728 30

260 = Panjang gelombang untuk konsentrasi RNA; 280 = Panjang gelombang

untuk konsentrasi protein; 260/280 = Kemurnian RNA dari kontaminan protein; *

= Konsentrasi RNA hasil perhitun; ** = Volume total larutan RNA hasil isolasi

(29)

19

Lampiran 5 Analisis hasil isolasi RNA lateks dengan spektrofotometer

No. Sampel A260 A280 (260/280) [RNA](ng/ul)*

1 0.235 0.116 2.026 1410 2 0.352 0.176 2.000 2112 10 0.309 0.159 1.943 1854 4 0.354 0.176 2.132 2124 12 0.247 0.121 2.041 1482 6 0.328 0.165 1.988 1968 14 0.294 0.153 1.921 1764 X1 0.092 0.050 1.840 552 22 0.207 0.111 1.865 1242 30 0.304 0.158 1.924 1824 26 0.249 0.126 1.976 1494 27 0.239 0.114 2.096 1434 28 0.459 0.243 1.888 2754 29 0.560 0.278 2.014 3360 40 0.367 0.187 1.962 2202 41 0.396 0.204 1.941 2376 42 0.457 0.232 1.969 2742 43 0.633 0.321 1.972 3798 44 0.257 0.132 1.947 1542 45 0.126 0.066 1.909 756 58 0.236 0.114 2.065 944 67 0.364 0.220 1.658 1456 68 0.475 0.308 1.546 1.900 63 0.373 0.198 1.881 1492 64 0.091 0.046 1.986 364 65 0.383 0.206 1.864 1532 66 0.479 0.297 1.615 1916 79 0.278 0.159 1.750 1112 80 0.348 0.202 1.723 1392 81 0.274 0.154 1.775 1096 82 0.267 0.147 1.814 1068 83 0.334 0.194 1.715 1336 84 0.168 0.088 1.918 672 97 0.043 0.031 1.382 172 100 0.278 0.149 1.859 1112 101 0.315 0.179 1.762 1260 102 0.280 0.170 1.651 1120 109 0.422 0.265 1.591 1688 104 0.027 0.018 1.464 108 105 0.180 0.094 1.927 720

260 = Panjang gelombang untuk konsentrasi RNA; 280 = Panjang gelombang

untuk konsentrasi protein; 260/280 = Kemurnian RNA dari kontaminan protein; *

= Konsentrasi RNA hasil perhitun; ** = Volume total larutan RNA hasil isolasi

(30)

20

Lanjutan lampiran 5

No. Sampel A260 A280 (260/280) RNA(ng/ul)*

118 0.055 0.029 1.918 220 121 0.062 0.032 1.916 248 124 0.264 0.150 1.761 1056 125 0.126 0.068 1.845 504 126 0.330 0.195 1.694 1320 127 0.336 0.192 1.752 1344 128 0.353 0.210 1.679 1412 129 0.317 0.178 1.782 1268 142 0.288 0.167 1.725 1152 145 0.257 0.135 1.895 1028 146 0.189 0.096 1.966 756 147 0.173 0.093 1.854 692 148 0.264 0.145 1.824 1056 155 0.141 0.076 1.861 564 156 0.240 0.128 1.875 960 163 0.066 0.035 1.893 264 164 0.207 0.108 1.918 828 165 0.171 0.090 1.909 684

260 = Panjang gelombang untuk konsentrasi RNA; 280 = Panjang gelombang

untuk konsentrasi protein; 260/280 = Kemurnian RNA dari kontaminan protein; *

= Konsentrasi RNA hasil perhitun; ** = Volume total larutan RNA hasil isolasi

(31)

21

Lampiran 6 Analisis hasil isolasi RNA kulit batang dan lateks dengan

elektroforesis

RNA kulit batang

No. sampel 53 67 68 69 70 72 85 86 87 88 120 121 71 130 131 132 106 107 108 109 110 111 89 90 No. Sampel 98 143 133 134 135 151 152 153 154 155 156 166 167 168 172 173 174 175 176 177 No. Sampel 179 180 181 182 183 190 191 16 17 18 19 20 21 24 35 36 37 38 39 40 43 54 56 57 59

RNA Lateks

No. Sampel

1 2 10 4 12 6 14 X1 22 30 26 27 28 29 40 41 42 43 44 45 No. Sampel 58 67 68 63 64 65 66 79 80 81 82 83 84 97 100 101 102 109 104 105 No. Sampel 118 121 124 125 126 127 128 129 142 145 146 147 148 155 156 163164 165

*RNA hasil isolasi tidak ada yang terdegradasi dan konsentrasi RNA yang

dihasilkan cukup baik untuk digunakan untuk analisis berikutnya

(32)

22

Lampiran 7 Hasil uji ekspresi gen HbACO3 dalam kulit batang tanaman karet

8 9 10 11 12 13 14 X3 23 30 31 32 33 34 46 47 48 49 50 51 M

d/2 E/6 d/2 d/3 d/6 E/3 E/12 d/2 E/6 d/2 d/4 E/3 E/12 E/6 d/2 d/4 d/6 E/3 E/12

58 61 62 63 64 65 66 79 80 81 82 M

d2 d2 d4 d6 E/3 E/12 E/4 d2 d4 d6 E/3

84 97 100 101 102 103 104 105 118 119 M

E/6 E/12 d2 d4 d6 E/3 E/12 E/6 E/12 E/6

124 125 126 127 128 129 142 145 146 147 148 149 M 150 163 164 165 172 173 174 175 176 177

d2 d4 d6 E/3 E/12 E/6 E/12 d2 d4 d6 E/3 E/12 E/6 E/3 E/12 E/6 d2 d4 d6 E/3 E/12 E/6

Keterangan : Nomor = nomor sampel X3 = Control positif

M = Marker

d/2, d/4, d/6 = disadap 2 hari sekali, 4 hari sekali, dan 6 kali sehari E4, E12, E6 = perlakuan dengan etefon 4 kali, 12 kali dan 6 kali dalam setahun Jumlah siklus = 35

(33)

23

Lampiran 8 Hasil uji ekspresi gen HbACO3 dalam lateks tanaman karet

1

2 10 4 12 6 14 X1 22 30 26 27 28 29 40 41 42 43 44 M

Keterangan : Nomor = nomor sampel

X1 = Control positif

M = Marker

Jumlah siklus = 35

Suhu Denaturasi, annealing, dan polimerisasi = 95ºC, 55ºC, dan 72ºC

Menggunakan promer aktin

Pita yang terlihat adalah pita RNA total yang terekspresi karena

berikatan dengan primer aktin, namun HbACO3 tidak terekspresi

dalam lateks.

(34)

24

Lampiran 9 Data konsentrasi secara semikuantitatif ekspresi gen HbACO3 kulit

batang pada berbagai perlakuan pelukaan

Ekspresi pada perlakuan S/2 d/2

no

sampel

(ng/ul)

[ ]

0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 4 8 15 30 60 90 120 150 Hari ke-ek spre si treatment d/4 0 5 10 15 20 25 30 0 8 15 30 60 90 120 150 Hari ke-ek sp resi treatment d/6

hari

ke-

10 0

35.30095

23 2

53.83443

31 4

40.46807

47 6

69.45641

58 8

0

61 15

12.9095

79 30

0

100 60

23.65847

124 90

1.343168

145 120 0

172 150

10.73108

Ekspresi pada perlakuan S/2 d/4

no sampel hari ke- [ ] (ng/ul) 11 0 35.30095 32 4 67.07957 48 8 22.91412 62 15 0 80 30 0 101 60 39.75079 125 90 35.61066 146 120 7.754373 173 150 1.302173

Ekspresi pada perlakuan S/2 d/6

Keterangan : S/2 = pohon disadap dengan diameter setengah lingkaran batang

d/2, d/4, d/6 = disadap 2 hari sekali, 4 hari sekali, dan 6

kali sehari

no sampel hari ke- [ ] (ng/ul) 12 0 18.02757 49 8 25.51799 63 15 11.5795 81 30 0 102 60 0 126 90 0 147 120 13.57342 174 150 0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 2 4 6 8 15 30 60 90 120 150 Hari ke -eksp re si ( ng/ ul ) treatment d/2

(35)

25

Lampiran 10 Data konsentrasi secara semikuantitatif ekspresi gen HbACO3 kulit

batang pada berbagai stimulasi etefon

Ekspresi pada perlakuan E3 d/4

no

sampel

hari ke-

Ekspresi pada perlakuan E12 d/4

Ekspresi pada perlakuan E6 d/4

Keterangan : E4, E12, E6 berturut-turut = perlakuan dengan etefon 4 kali, 12 kali

dan 6 kali dalam setahun

[ ] (ng/ul) 0 10 20 30 13 0 3.775822 33 4 44.60399 50 8 62.47604 64 15 37.25415 82 30 32.21806 103 60 30.0087 127 90 0 148 120 9.972672 163 124 0 175 150 0 no sampel hari ke- [ ] (ng/ul) 14 0 22.42313 34 4 39.58392 51 6 61.82754 65 8 66.34263 83 30 0 97 34 16.28734 104 60 11.16541 118 64 10.37063 128 90 5.661336 142 94 28.72117 149 120 0 164 124 0 176 150 0 no sampel hari ke- [ ] (ng/ul) 9 0 8.750365 30 4 48.43288 46 8 101.4848 66 15 54.4783 84 30 21.15638 105 60 13.99532 119 64 11.47048 129 90 3.160625 150 120 45.80481 165 124 0 177 150 0 0 10 20 30 40 50 60 70 0 4 6 8 30 34 60 64 90 94 120 124 150 Hari E12 d/4 ekspresi 40 50 60 70 0 4 8 15 30 60 90 120 124 150 Hari E3 d/4 ekspresi 0 20 40 60 80 100 120 0 4 8 15 30 60 64 90 120 124 150 Hari E6 d/4 ekspresi

Gambar

Gambar 1 Struktur poliisoprena (Wang et al  2002).
Tabel 1 menunjukkan bahwa konsentrasi  RNA kulit batang sangat bervariasi antara 104   hingga 1028 ng/μl
Gambar 5   Contoh hasil elektroforesis RNA  lateks hasil isolasi dengan beragam  konsentrasi
Gambar 8 Perbandingan ekspresi gen  HbACO3 dengan waktu  penyadapan pada waktu tertentu
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berpijak dari pengertian yang telah disebutkan diatas, konsep pemikiran Ibnu Arabi tentang alam semesta dipenuhi penjelasan dengan visi mistik dan visi rasionil.. Sebagai seorang

Berdasarkan dari hasil penelitian, dapat disimpukan bahwa formula dalam pewarisan genotip pada generasi ke-n dengan genotip induk yang terkontrol (Persilangan

Dari hasil pengamatan penulis, penulis menyimpulakan dalam proses keterbukaan antara pimpinan dengan bawahan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kampar

Alatan dan bahan yang terdapat di dalam bengkel perlu diurus oleh guru yang berpengetahuan kerana sekiranya diurus oleh guru yang tidak mempunyai pengetahuan

Sehingga perkara permohonan poligami tersebut tidak dapat dikategorikan atas dasar Pasal 4 ayat (2.a) yaitu istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri,

Dalam pancaran-Mu jualah yang menggerakkan nurani sesama insani untuk saling membantu dalam persaudaraan dibawah Nur-Mu, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana gambaran atau profil kemampuan penalaran, spasial dan koneksi matematis mahasiswa calon guru matematika..