LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
KEJANG DEMAM PADA ANAK KEJANG DEMAM PADA ANAK
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak I Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak I
Dosen Pengampu: Ns. Fiki Wija
Dosen Pengampu: Ns. Fiki Wijayanti, S.Kep., M.Kep.yanti, S.Kep., M.Kep.
Disusun
Disusun Oleh Oleh ::
1.
1. Adelia Adelia Indiyani Indiyani (010115A004)(010115A004) 2.
2. Devi Devi Anis Anis Ramonda Ramonda (010115A000(010115A000)) 3.
3. Hanna Hanna Karunia Karunia Arum Arum Narwastu Narwastu (010115A049))(010115A049 4.
4. Ika Ika Wahyu Wahyu Prihatiningsih Prihatiningsih (010115A057)(010115A057)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN UNGARAN
2017 2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak I Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Ngudi Waluyo.
Makalah berisikan tentang laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan kejang demam pada anak merupakan bentuk pertanggungjawaban atas tugas yang diberikan Dosen dalam mata kuliah Keperawatan Anak I, sekaligus salah satu syarat untuk memenuhi nilai kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Anak I serta rekan rekan yang telah banyak membantu dalam membuat makalah ini.
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca, kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih mempunyai kekurangan, oleh sebab itu dengan dada lapang serta tangan dan hati terbuka kami mengharapkan saran dan kritiknya yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejang demam adalah kejang pada anak sekitar usia 6 bulan sampai 6 tahun yang terjadi saat demam yang tidak terkait dengan kelainan intracranial, gangguan metabolik, atau riwayat kejang tanpa demam (American Academy of Pediatrics, 2008). Penyebab demam pada pasien kejang demam biasanya adalah gastroenteritis (38,1%), infeksi saluran nafas atas (20%), dan infeksi saluran kencing (16,2%) (Aliabad, et al.,2013).
Kejang demam dibagi menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Dalam sebuah penelitian di Iran, dari 302 anak yang menderita kejang demam didapatkan 221 kasus (73.2%) kejang demam sederhana, 81 kasus (26.8%) kejang demam kompleks (Karimzadeh, 2008). Selain itu, dari penelitihan di Indonesia yang dilakukan oleh Lumbantobing pada tahun 1975 yaitu 1,25:1 (Lumbantobing, 2007). Genetik memiliki pengaruh yang kuat dalam terjadinya kejang demam. Insiden kejang demam pada orang tua penderita kejang demam berkisar antara 8-22% dan pada
saudara kandung antara 9-17% (Fishman,2006).
Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak (Lumbantobing, 2007). Ketika anak mengalami kejang, kebanyakan orang tua merasa khawatir dan adapula yang mengira anak mereka akan mati, padahal sebagian besar dari keang demam bersifat jinak, jarang menimbulkan kerusakan otak, dan kematian akibat
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan pendahuluan ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan materi tentang kejang demam pada anak.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui pengertian kejang demam pada anak. b. Mahasiswa mengetahui etiologi dari kejang demam pada anak.
c. Mahasiswa mengetahui manisfestasi klinik kejang demam pada anak.
d. Mahasiswa mengetahui patofisiologi kejang demam pada anak. e. Mahasiswa mengetahui komplikasi dari kejang demam pada
anak.
f. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan penunjang dari kejang demam pada anak.
g. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan dari kejang demam pada anak.
h. Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan dari kejang demam pada anak.
C. Manfaat
Dengan dibuatnya laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan kejang demam pada anak diharapkan mahasiswa mampu mengaplikasikan tindakan keperawatan untuk kejang demam pada anak.
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi
Kejang demam adalah serangkaian kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC). (Riyadi & Sukarmin, 2013)
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Tidak ada nilai ambang batas suhu yang dapat menimbulkan terjadinya kejang demam. Selama anak mengalami kejang demam, ia dapat kehilangan kesadaran disertai gerakan lengan dan kaki atau justru disertai dengan kekakuan tubuhnya. (Putri & Baidul, 2009)
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering di jumpai pada anak-anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC) yang di sebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernafasan bagian atas di susul infeksi saluran pencernaan. (Judha & Nazwar, 2011)
B. Klasifikasi Kejang Demam
Kejang demam dibagi menjadi 2 golongan. Terdapat perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekaman otak, dan lainnya (Lumbantobing,2004).
1. Kejang Parsial (fokal,local)
Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) memiliki ciri-ciri:
a. Berlangsung singkat (<15 menit)
(Kejang tonik yaitu gerakan menyentak tiba-tiba pada sebagian anggota tubuh).
c. Kejang hanya terjadi sekali/tidak berulang dalam 24 jam.
Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) memiliki ciri-ciri:
a. Berlangsung lama (>15 menit).
b. Menunjukkan tanda-tanda kejang fokal yaitu kejang yang hanya melibatkan salah satu bagian tubuh.
c. Kejang berlangsung multiple/berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
2. Kejang Umum (komvulsi atau non komvulsi) Kejang Absens
a. Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.
b. Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik.
c. Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kembali waspada dan konsentrasi penuh.
Kejang Mioklonik
a. Kedutan-kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.
b. Sering terlihat pada orang sehat selama tidur tetapi bila patologik berupa kedutan kedutan sinkron dari bahu,leher,lengan atas dan kaki.
c. Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi pada kelompok.
d. Kehilangan kesadaran hanya sesaat. Kejang Tonik Klonik
a. Diawali dengan kehilangan kesadarandan saat tonik,kaku umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit.
b. Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih.
c. Saat tonik diikuti klonik pada ekstremitas atas dan bawah.
d. Letargi, komvulsi, dan tidur dalam fase postictal. Kejang Atonik
a. Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk atau bawah.
b. Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
C. Etiologi
Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun pada sebagian besar anak dipicu oleh tingginya suhu tubuh bukan kecepatan peningkatan suhu tubuh/ hipertermia. Biasanya suhu demam diatas 38°C dan terjadi disaat suhu tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu tubuh (Dona Wong L, 2008).
Penyebab dari kejang demam adalah kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, ostitis media akut, bronchilitis.
(Riyadi & Sukarmin, 2013)
Penyebab Kejang demam dibedakan menjadi intrakranial dan ekstrakranial,: (Nurarif & Hardhi, 2013)
1. Intrakranial, meliputi :
a. Trauma (perdarahan) : perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikuler.
b. Infeksi : bakteri, virus, parasit misalnya meningitis c. Kongenital : disgenesis, kelainan serebri
2. Ekstrakranial, meliputi :
a. Gangguan metabolik : hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia, gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya.
b. Toksik : intoksikasi, anastesi local, sindroma putus obat c. Kongenital : gangguan metabolisme asam basa atau
ketergantungan dan kekurangan piridoksin.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam antara lain: (Kristanty, dkk 2009)
1. Umur
2. Kenaikan suhu tubuh.
Kenaikan suhu tubuh biasanya berhubungan dengan penyakit saluran napas bagian atas, radang telinga tengah, radang paru- paru, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang dapat pula terjadi padabayi yang mengalami kenaikan suhu sesudah
vaksinasi terutama vaksin pertusis. 3. Faktor genetic.
4. Gangguan sistem saraf pusat sebelum dan sesudah lahir.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut manifestasi klinik yang muncul pada penderita kejang demam. (Riyadi & Sukarmin, 2013)
1. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38ºC Pada bayi < 3 bulan
Suhu aksila dan oral : >38,3°C Pada anak
Suhu rektal : >38°C Suhu oral : >37,8°C Suhu aksial : >37,2°C.
2. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan persarafan.
3. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya (penurunan kesadaran).
Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone dapat di pakai sebagai pedoman untuk menentukan manifestasi klinik kejang demam, yaitu:
1) Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun. 2) Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit.
3) Kejang bersifat umum.
4) Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5) Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal. 6) Pemeriksaan EEG yang di buat sedikitnya satu minggu
sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.
7) Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali.
Manifestasi klinis menurut Nurarif & Hardhi (2013), manifestasi klinis yang muncul adalah:
1. Kejang umum biasanya di awali kejang tonik kemudian klonik berlangsung 10 – 15 menit, bisa juga lebih.
2. Takikardia: pada bayi frekuensi sering diatas 150 – 200 per menit.
3. Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi sebagai akibat menurunnya curah jantung.
4. Gejala bendungan system vena: a. Hepatomegali.
b. Peningkatan vena jugularis. E. Patofisiologi
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang di hasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen. Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan di respon oleh hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secara sistemik naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot.
Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit dan jaringan tubuh yang lain akan di sertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostagladin. Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron. Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpndahan ion Natrium, ion Kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang di duga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang. Serangan yang cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami penurunan respon kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat mengalami spasma sehingga anak berisiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasma bronkus (Riyadi & Sukarmin, 2013)
Pada demam, kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolism basal 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh
tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan membrane sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membrane listrik dengan bantuan “neurotransmitter”, perubahan yang terjadi secara tiba-tiba ini dapat menimbulkan kejang.
PATHWAY KEJANG DEMAM
---Pelepasan pirogen
Sirkulasi hipotalamus
Pelepasa asam arakidonat
Peningkatan sintesis prostaglandin E2
Pireksia (demam)
Perubahan keseimbangan potensial Membran sel neuron
Difusi ion kalium & Natrium mLL membran
Lepas muatan listrik
Meluas keseluruhan, pengaruh neurotransmiter
---Kejang
> dari 15 menit
Gp.sirkulasi darah serebral Hipoxemia
Hipotensi atria Hipoxia
MK:Kerusakan Integritas Kulit
penumpukan sekret spasme otot pernafasan
Sesak Sianosis
Obstruksi jalan nafas
PO₂ menurun PCO₂ meningkat
Obesitas respiratorik
MK:Resiko tinggi cidera
< 15 menit -tidak menimbulkan gejala sisa -tidak berbaha a Peninngkatan permeabilitas kapilr Oedem otak Kelainan anatomi Epilepsi
Kerusakan sel neuron
TIK MK: perubahan perfusi jaringan Infeksi Extracranium Tonsilitis OMA Bronklitis Furunkulosis
F. Komplikasi 1. Asfiksia
Kondisi kekurangan oksigen pada pernapasanyang bersifat mengancam jiwa.
2. Retradasi Mental
Kelainan fungsi intelektual dan deficit pada kemampuan adaptif yang terjadi sebelum dewasa. Klasifikasinya lebih bergantung pada hasil penilaian IQ daripada kemampuan adaptif.
3. Epilepsi
Kerusakan pada bagian daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.
4. Kemungkinan mengalami kematian.
(Cecily L.Betz dan Linda A. Sowden,2002)
G. Pemeriksaan Penunjang 1. Periksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak rutin pada kejang demam, dapat untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah perifer, elektrolit, dan gula darah.
2. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko meningitis bakterialis adalah 0,6 – 6,7%. Pada bayi, sering sulit menegakkan atau menyingkirkan diagnosa meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada:
a. Bayi kurang dari 12 bulan- sangat dianjurkan. b. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan.
c. Bayi >18 bulan tidak rutin.
Bila klinis yakin bukan meningitis, tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
3. Elekroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak direkondasikan karena tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan epilepsi pada pasien kejang demam. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas, misalnya pada kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
4. Pencitraan
MRI diketahui memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan CT scan, namun belum tersedia secara luas di unit gawat darurat. CT scan dan MRI dapat mendeteksi perubahan fokal yang terjadi baik yang bersifat sementara maupun kejang fokal sekunder. Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti Computed Tomography scan (CT-scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) tidak rutin dan hanya atas indikasi:
a) Kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis). b) Paresis nervus VI.
c) Papiledema. H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan saat demam: a. Pemberian antipiretik.
Obat-obat yang dapat menurunkan suhu badan pada keadaan demam. Misalnya : paracetamol, asetaminopen, panadol, paracetol,paraco,praxion,primadol,santol, zacoldin,dll.
b. Water Tepid Sponge (WTS).
Teknik kompes hangat yang menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah supervisial dengan teknik seka.
(Alves, 2008).
WTS lebih efektif dalam menurunkan suhu anak dengan demam dibandingkan kompres hangat disebabkan adanya seka tubuh pada teknik WTS akan mempercepat vasodilatasi pembuluh darah perifer diseluruh tubuh sehingga evaporasi panas dari kulit ke lingkungan sekitar akan lebih cepat, dibandingkan hasil yang diberikan oleh kompres hangat yang hanya mengandalkan reaksi dari stimulus hipotalamus.
c. Kompres hangat.
Kompres adalah sepotong balutan kasa yang di lembabkan dengan cairan hangat yang telah diprogramkan (Potter & Perry, 2005).
2. Penatalaksanaan saat kejang. Pemberantasan kejang secepat mungkin, apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka:
a. Segera diberikan diazepam dan pengobatan penunjang. b. Pengobatan penunjang
Saat serangan kejang adalah semua pakaian ketat di buka, posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
c. Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance: 8-10 mg/kg BB di bagi 2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB di bagi 2 dosis pada hari berikutnya.
d. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas dan astitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk mengobati penyakit tersebut. Pada pasien yang di ketahui kejang lama pemeriksaan lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium, magesium, kalsium, natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, EEG, ensefalografi, dan lain-lain.
PATHWAY PENATALAKSANAAN KEJANG DEMAM
Kejang (-) Rumatan fenitoinIv 5-7mg/g/hari 12 jam kemudian Kejang (+)
Diazepam IV 0,3-0,5mg/kg Kecepatan 0,5-1mg/menit (3-5 menit) Hati- hati depresi
pernapasan
Pindahkan ke ruang perawatan intensif Fenobarbital 5-15mg/kg/hari bolus IV dilanjutkan dengan dosis 1-6mg/kg/menit drip atau Midazolam 0,2mg/kg dilanjutkan0,1-0,4 mg/kg/jam
Kejang (+) Fenitoin bolus IV 10-20mg/kg Kecepatan 0,5-1mg/kg/menit
Kejang (-)
Bila disebabkan ensefalitis atau meningitis, terapirumatan perlu dilanjutkan dengan fenoborbital 8-10mg/kg/hari selam 2 hari kemudian dilanjutkan dengan 4-5mg/kg/hari sampai risiko untuk kejang berulang tidak ada
Bila epilepsy,lanjutkan OAE dengan menaikan dosis Status konvulsivus
Di rumah sakit Pencarian akses vena
Laboratorium : darah tepi, gula darah, Na, Ca, Mg, ureum, kreatinin
Kejang (+) Diazepam rektal
Diazepam rektal 0.5 mg/kg atau Berat badan <10kg : 5mg
Berat badan > 10kg : 10mg KEJANG