• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Ekspor Bersih Dan Pertumbuhan GDP Riil Terhadap Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat Pada Tahun 2006-2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Ekspor Bersih Dan Pertumbuhan GDP Riil Terhadap Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat Pada Tahun 2006-2008"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Ekspor Bersih Dan Pertumbuhan GDP Riil Terhadap Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat Pada Tahun 2006-2008. Oleh : Aris Handoko ( 0510220036 ). SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi. JURUSAN MANAJEMEN FAKUTAS EKONOMI UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2010.

(2) KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul : “Analisis Pengaruh Inflasi dan Suku Bunga, Ekspor Bersih dan Pertumbuhan GDP Riil terhadap Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat pada Tahun 2006-2008” Penulisan skripsi ini diajukan sebagai proses pembelajaran dalam menulis suatu karya ilmiah, sekaligus untuk memenuhi persyaratan evaluasi akhir Program Strata-1 Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang. Dalam menyelesaikan Skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulisan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu: 1. Bapak Gugus Irianto, SE., MSA., PhD. AK. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. 2. Bapak Dr. Fatchur Rohman. SE., M.Si. Ketua Jurusan Manajemen Universitas Brawijaya Malang. 3. Ibu Dr. Noermijati, SE., MTM, Sekretaris Jurusan Manajemen Universitas Brawijaya Malang. 4. Bapak Toto Rahardjo, SE., MM. Dosen Pembimbing yang telah memberikan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan skripsi ini..

(3) 5. Bapak Atim Djazuli, SE., MM, penguji 1 dalam pelaksanaan ujian komprehensif. 6. Ibu Nur Khusniyah Indrawati, SE., M.Si, penguji 2 dalam pelaksanaan ujian komprehensif. 7. Para Dosen Pengajar dan Karyawan Fakultas Ekonomi yang telah memberikan ilmu dan bantuannya. 8. Teman-teman, keluarga, dan semua pihak yang telah membantu dalam penulisan Skripsi ini. Skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dalam materi maupun penyusunannya. Oleh karena itu Skripsi ini membutuhkan kritik dan saran yang dapat membantu dalam kesempurnaan penulisan berikutnya. Akhir kata penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan karena penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Malang, 6 Pebruari 2010 Penulis.

(4) DAFTAR ISI Halaman Lembar Pengesahan Kata Pengantar…………………………………………………………... i. Daftar Isi…………………………………………………………………. iii Daftar Tabel……………………………………………………………… v Daftar Bagan……………………………………………………………… vi Daftar Grafik……………………………………………………………… vii Daftar Lampiran………………………………………………………… vii Abstrak………………………………………………………………….. ix. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………………………………………………… 1 1.2 Rumusan Masalah……………………………………………... 7 1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………… 8 1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………. 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu………………………………………….. 10 2.2 Tinjauan Teori………………………………………………… 12 2.2.1 Inflasi…………………………………………………… 12 2.2.2 Suku Bunga…………………………………………….. 17 2.2.3 Ekspor Bersih…………………………………………… 25 2.2.4 Produk Domestik Bruto………………………………… 30 2.2.5 Nilai tukar (Kurs)……………………………………….. 35 2.2.6 Kuotasi Nilai Tukar…………………………………….. 38. 2.3 Kerangka Berfikir Teoritis……………………………………. 39 2.4 Hipotesis……………………………………………………… 40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian……………………………………………….. 41 3.2 Rentang Waktu Penelitian……………………………………. 42 3.3 Jenis dan Sumber Data……………………………………….. 42. 3.4 Indentifikasi dan Definisi Operasional Variabel Penelitian….. 43. 3.4.1 Variabel Dependen……………………………………... 43.

(5) 3.4.2 Variabel Independen…………………………………… 43 3.5 Metode Analisa Data…………………………………………. 44 3.6.1 Pengujian asumsi Klasik……………………………….. 46 3.6.2 Pengujian Hipotesis…………………………………….. 49 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Data………………………………………………... 52. 4.1.1. Inflasi………………………………………………… 52. 4.1.2. Suku Bunga…………………………………………... 4.1.3. Ekspor Bersih………………………………………… 57. 4.1.4. GDP Riil……………………………………………… 59. 4.1.5. Nilai Tukar…………………………………………… 61. 54. 4.2 Statistik Deskriptif…………………………………………… 62 4.3 Pengujian Statistik…………………………………………… 63 4.3.1. Pengujian Asumsi Klasik…………………………….. 64. 4.3.2. Analisis Regresi Linear Berganda…………………… 68. 4.3.3. Hasil Pengujian Hipotesis……………………………. 70. 4.3.4. Koefisien Determinasi……………………………….. 75. 4.4 Pembahasan Hasil Penelitian…………………………….….. 76. 4.4.1. Pengaruh Inflasi terhadap Nilai Tukar……..………... 76. 4.4.2. Pengaruh Suku Bunga terhadap Nilai tukar……..….. 77. 4.4.3. Pengaruh Ekspor Bersih terhadap Nilai Tukar………. 78. 4.4.4 Pengaruh Pertumbuhan GDP Riil terhadap Nilai Tukar………….………………………………………. 79. 4.5 Implikasi Hasil Penelitian……………………………………. 80. BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan..…………………………………………. 82. 5.2. Saran………..………………………………………... 83. DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 85 LAMPIRAN……………………………………………………………… 87.

(6) DAFTAR TABEL Tabel. Judul Tabel. Halaman. 4.1. Nilai Inflasi Indonsia dan Amerika Serikat…………………… 52. 4.2. Nilai Tingkat Suku Bunga Indonesia dan Amerika Serikat….. 54. 4.3. Nilai Ekspor Bersih Indonesia ke Amerika Serikat………….. 57. 4.4. Nilai GDP Riil Indonesia dan Amerika Serikat………………. 59. 4.5. Nilai Tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat................. 61. 4.6. Statistik Deskriptif Penelitian…………………………………. 62. 4.7. Hasil Uji multikolinearitas…………………………………….. 65. 4.8. Hasil Uji Autokorelasi………………………………………... 67. 4.9. Hasil Analisi Regresi………………………………………….. 68. 4.10. Hasil Uji Simultan…………………………………………….. 71. 4.11. Hasil Uji t…………………………………………………….. 72. 4.12. Hasil Uji Dominan……………………………………………. 74. 4.13. Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi…………………….. 75.

(7) DAFTAR BAGAN Bagan 2.1. Judul Bagan. Halaman. Kerangka Berfikir Teoritis…………………………………….. 39.

(8) DAFTAR GRAFIK Grafik 2.1. Judul Grafik. Halaman. Dampak Meningkatnya Suku Bunga AS Terhadap Equilibrium Nilai Tukar……………………………………………………. 21. 2.2. Hubungan Nilai Tukar dengan Ekspor Bersih………………... 30. 4.1. Hasil Uji Normalitas…………………………………………... 64. 4.2. hasil Uji Heterokedasitas……………………………………… 66.

(9) DAFTAR LAMPIRAN Lampiran. Judul Lampiran. Halaman. 1.. Nilai Tukar Rupiah terhadap US$…………………………..... 87. 2.. Tingkat Inflasi Indonesia dan Amerika Serikat……………….. 88. 3.. Tingkat Suku Bunga Indonesia dan Amerika Serikat…………. 90. 4.. Ekspor Bersih Indonesia terhadap Amerika Serikat…………… 92. 5.. Pertumbuhan GDP Riil Indonesia dengan Amerika Serikat………………………………………………………….. 92. 6.. Statistik Deskriptif……………………………………………... 95. 7.. Uji Asumsi Klasik……………………………………………… 96. 8.. Analisis Regresi Linear Berganda…………………………….. 98. 9.. Hasil Pengujian Hipotesis……………………………………... 99.

(10) PENGARUH INFLASI, SUKU BUNGA, EKSPOR BERSIH, DAN PERTUMBUHAN GDP RIIL TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA SERIKAT PADA TAHUN 2006-2008 Oleh : ARIS HANDOKO Pembimbing : TOTO RAHARDJO, SE., MM. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara simultan, parsial dan pengaruh yang dominan pada variabel inflasi, suku bunga, ekspor bersih, dan pertumbuhan GDP riil terhadap nilai tukar dollar Amerika Serikat dengan rupiah pada tahun 2006-2008. Variabel independen yang digunakan adalah variabel inflasi, suku bunga, ekspor bersih, dan pertumbuhan GDP riil. Sedangkan untuk variabel dependen dalam penelitian ini adalah variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Periode pengujian dalam penelitian ini dilakukan pada satu periode pengamatan yang berkelanjutan (time series analysis) selama tiga tahun, yaitu pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2008. Pemilihan tahun 2006 sebagai tahun dasar karena pada tahun ini, Indonesia menjalani pemulihan setelah mengalami krisis moneter Asia dengan menjalankan beberapa kebijakan ekonomi agar bisa segera bangkit dari keterpurukan. Sedangkan tahun 2008 merupakan tahun dimana dampak krisis global masih dapat dirasakan. Metode analisa data menggunakan statistik deskriptif dan analisa regresi berganda. Supaya hasil regresi dapat memberikan hasil yang tidak bias linear terbaik (Best Linear Unbiased Estimator/BLUE), maka model yang dibentuk harus memenuhi asumsi klasik. Hasil uji F menunjukkan bahwa secara simultan keempat variabel independen dalam penelitian berpangaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Berdasarkan hasil uji t, secara parsial dari keempat variabel independen, hanya variabel inflasi dan ekspor bersih mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel dependen nilai tukar. Variabel inflasi juga merupakan variabel yang mempunyai pengaruh dominan terhadap nilai tukar diantara ketiga variabel independen yang lainnya. Kata kunci : inflasi, suku bunga, ekspor bersih, pertumbuhan GDP riil, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat..

(11) BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan suatu Negara untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya tidaklah sama antara satu dengan lainnya, sehingga mendorong terciptanya perdagangan internasional. Dalam perdagangan internasional, nilai suatu komoditi diukur dalam mata uang domestik dan mata uang luar negeri yang disebut valuta asing. Harga mata uang suatu Negara asing yang dinyatakan dalam mata uang Negara lain disebut dengan nilai tukar. Perbandingan nilai antar mata uang disebut dengan kurs (Yuliati dan Prasetyo, 2005:101). Konsep nilai tukar atau kurs dipakai untuk menilai valuta tiap Negara dengan melihat perspektif valuta lain. Pertukaran valuta dengan valuta Negara lain digunakan dalam perdagangan internasional untuk melakukan pembayaran dalam kegiatan transaksi internasional agar lebih mudah (Madura, 1997:42). Fluktuasi nilai tukar di pengaruhi oleh pasar dan pemerintah serta perubahan laju inflasi. Perubahan laju inflasi dapat mempengaruhi nilai tukar karena adanya pengaruh dari permintaan dan penawaran valuta. Sehingga hal ini dapat mempengaruhi aktivitas perdagangan. (Madura, 1997:89). Tingginya angka inflasi mempengaruhi besaran nilai tukar (Madura, 1997:89). Selanjutnya menurut Madura (1997:208) ketika laju inflasi suatu negara naik relatif terhadap laju inflasi negara lain, permintaan valuta akan.

(12) menurun karena ekspornya juga menurun. Teori yang bisa menghubungkan antara inflasi dan nilai tukar adalah teori paritas daya beli (purchasing power parity). Teori paritas daya beli berfokus pada hubungan inflasi dengan nilai tukar, bahwa nilai tukar akan menyesuaikan diri dari waktu ke waktu untuk mencerminkan selisih inflasi antara dua negara, akibatnya daya beli konsumen untuk membeli produk-produk domestik akan sama dengan daya beli mereka untuk membeli produk-produk luar negeri. Gejolak nilai tukar yang berimbas pada perubahan tingkat inflasi, pada akhirnya mengakibatkan pula kenaikan dan penurunan suku bunga domestik (Kuncoro, 1996:188). Melalui Bank Indonesia tingkat suku bunga dikendalikan pada level tertentu dan pada saat suku bunga dinaikkan maka diharapkan mampu meredam inflasi dan menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Fluktuasi nilai tukar rupiah tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat suku bunga domestik saja, namun juga dipengaruhi oleh tingkat suku bunga luar negeri (Madura, 1997:91). Semakin tinggi perbedaan tingkat suku bunganya, maka akan berpengaruh terhadap investasi. Karena semakin banyak investor melakukan investasi pada deposito rupiah, maka akan semakin memperbesar permintaan terhadap rupiah yang pada akhirnya akan menyebabkan kurs rupiah menguat atau mengalami apresiasi. Begitu pula sebaliknya apabila semakin rendah perbedaan tingkat suku bunganya maka rupiah akan mengalami depresiasi. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Madura (1997:91), bahwa perubahan dalam suku bunga relatif mempengaruhi investasi dalam.

(13) sekuritas-sekuritas asing, yang selanjutnya akan mempengaruhi permintaan dan panawaran valuta asing, dan nilai tukar. Selain itu, kondisi lain yang dapat menyebabkan perubahan nilai tukar rupiah adalah besarnya cadangan devisa yang tercermin dari hasil ekspor bersih (McEachern, 2000:190). Kemudian menurut Kuncoro (1996:83) selisih antara ekspor barang dan jasa serta impor barang dan jasa disebut juga sebagai neraca transaksi berjalan (Current Account). Ekspor bersih sangat penting karena mengukur arah dan besarnya pinjaman internasional. Bila suatu Negara mengimpor lebih banyak dari pada mengekspor, maka ia membeli dari pihak luar lebih banyak dari pada menjualnya. Secara. sederhana,. meningkatnya. permintaan. ekspor. barang. Indonesia dapat meningkatkan permintaan terhadap rupiah sehingga rupiah akan mengalami apresiasi. Di sisi lain, meningkatnya permintaan valuta asing melalui meningkatnya impor barang di tambah defisit neraca jasa, dapat mengakibatkan nilai tukar rupiah melemah atau mengalami depresiasi. Dalam lima tahun terakhir, ekspor non migas terbanyak Indonesia adalah ke negara Jepang (US$ 57.032 juta), AS (US$ 52.304,9 juta), Singapura (US$ 39.378,5 juta), RRC (US$ 27.315,1 juta) dan Thailand (US$20.253 juta). Sedangkan impor non migas Indonesia terbanyak adalah ke negara Jepang (US$ 39.771,3 juta), RRC (US$ 36.316,8 juta), Singapura (US$ 24.201,6 juta), AS (US$ 23.370,4 juta) dan India (US$ 18.872,9 juta). Walaupun pada saat itu Amerika Serikat sedang dilanda krisis global, namun.

(14) ekspor bersih Indonesia ke negara tersebut merupakan paling banyak diantara yang lainnya, yaitu sebesar US$ 28.934,5 juta. Selain inflasi, suku bunga dan ekspor bersih, fluktuasi nilai tukar juga dapat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional suatu negara. Menurut Madura (1997:39) jika tingkat pendapatan nasional sebuah Negara meningkat dengan presentase relatif lebih tinggi dari Negara-negara lain, neraca berjalannya akan menurun, ceteris paribus. Jika pendapatan riil (yaitu, pendapatan yang telah disesuaikan dengan inflasi) meningkat, konsumsi barang juga akan meningkat. Sebagian peningkatan konsumsi akan diwujudkan dalam pembelian produk-produk impor. Akibatnya, permintaan akan valuta asing juga akan meningkat dan rupiah mengalami depresiasi. Dari data statistik, Amerika Serikat merupakan negara dengan tingkat GDP paling besar. Walaupun merupakan negara yang paling terkena dampak dari krisis global, akan tetapi tingkat pertumbuhan GDPnya masih relatif stabil, pada tahun 2005 sebesar 3.06%, tahun 2006 sebesar 2.88%, tahun 2007 sebesar 2.03% dan tahun 2008 sebesar 1.30%. Pada penelitian ini, kurs dollar Amerika Serikat digunakan sebagai tolak ukur. Hal ini disebabkan kurs dollar Amerika Serikat digunakan sebagai mata uang dalam sajian data ekspor impor yang terdapat pada BPS. Selain itu, walaupun sejak 15 November 1978 sistem nilai tukar diubah menjadi mengambang terkendali dimana nilai rupiah tidak dikaitkan dengan dollar Amerika Serikat (USD) secara langsung, akan tetapi dollar.

(15) merupakan mata uang yang termasuk dalam hard currency. Menurut Kuncoro (2001:20) ciri-ciri mata uang hard currency adalah: a. Mata uang tersebut secara luas diterima sebagai bukti pembayaran internasional dan digunakan sebagai alat tukar dalam transaksi internasional. b. Adanya pasar yang bebas dan aktif bagi mata uang tersebut. c. Relatif minimnya restriksi dalam mentransfer mata uang ke dalam dan ke luar negara asalnya. Oleh karena itu, hampir semua aktivitas perekonomian luar negeri Indonesia selalu dikaitkan dan diukur dengan dollar Amerika Serikat. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sepanjang tahun 2006-2008 berfluktuasi, meski tidak terlalu tajam (berkisar pada angka Rp.9.395 hingga Rp. 12.151 sepanjang tahun 2006-2008), tapi sempat diguncang oleh badai krisis global yang berawal dari kasus subprime mortage di Amerika Serikat. Penelitian tentang pengaruh inflasi, suku bunga dan ekspor bersih telah dilakukan oleh beberapa peneliti, Damayanti (2005) yang melakukan penelitian mengenai suku bunga dan inflasi terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat pasca penerapan sistem kurs mengambang bebas. Hasilnya adalah bahwa suku bunga dan inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Dian. Puspita. (2006). juga. melakukan. penelitian. dengan. menggunakan variabel inflasi, perbedaan tingkat suku bunga, ekspor bersih dan hutang luar negeri terhadap nilai tukar rupiah dengan dollar Amerika.

(16) Serikat sebagai hard currency, dan hasilnya inflasi ,suku bunga, ekspor bersih dan hutang luar negeri berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tukar. Selain itu, Khosasy dan Hartono (2005) juga melakukan penelitian mengenai pengaruh inflasi, tingkat suku bunga dan pertumbuhan GDP riil pada nilai tukar terhadap Euro. Hasilnya variabel selisih tingkat suku bunga merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap perubahan nilai tukar rupiah terhadap Euro. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti di atas, sehingga peneliti melanjutkan dan mengembangkan penelitian yang telah dilakukan. Periode pengujian dilakukan pada satu periode pengamatan yang berkelanjutan (time series analysis) selama tiga tahun, yaitu pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2008. Pemilihan tahun 2006 sebagai tahun dasar karena pada tahun ini, Indonesia menjalani pemulihan setelah mengalami krisis moneter asia dengan menjalankan beberapa kebijakan ekonomi agar bisa segera bangkit dari keterpurukan. Sedangkan tahun 2008 merupakan tahun dimana dampak krisis global masih dapat dirasakan. Dalam penelitian ini akan diuji berlaku tidaknya teori paritas daya beli dan teori paritas suku bunga untuk mencari pengaruh selisih tingkat inflasi dan suku bunga di negara lain yang mempunyai hard currency terhadap mata uang rupiah, yaitu Amerika Serikat. Dalam menentukan nilai tukar mata uang asing pada periode tersebut, ketika Indonesia memakai sistem nilai tukar mengambang bebas pada saat pemulihan dari krisis.

(17) moneter Asia dan mengalami dampak dari krisis global akibat subprime mortage yang melanda Amerika Serikat. Pengujian tersebut dilakukan dengan mencari pengaruh selisih tingkat inflasi dan suku bunga atas dollar Amerika Serikat. Jika hasil penelitian ini membuktikan bahwa teori paritas daya beli dan paritas suku bunga relevan digunakan di Indonesia pada masa krisis seperti sekarang, maka diharapkan penelitian ini dapat diaplikasikan dalam menentukan nilai tukar mata uang asing di Indonesia. Melalui penelitian ini juga akan dilihat seberapa besar pengaruh ekspor bersih negara Indonesia dan selisih tingkat pertumbuhan GDP riil terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas, diambil judul “Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Ekspor Bersih dan Pertumbuhan GDP Riil terhadap Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat pada Tahun 2006-2008”.. 1.1. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut: 1. Apakah variabel inflasi, suku bunga, ekspor bersih dan pertumbuhan GDP riil berpengaruh secara simultan pada nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat? 2. Apakah variabel inflasi, suku bunga, ekspor bersih dan pertumbuhan GDP riil berpengaruh secara parsial pada nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat?.

(18) 3. Variabel manakah di antara variabel inflasi, suku bunga, ekspor bersih dan pertumbuhan GDP riil yang berpengaruh dominan pada nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat?. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Untuk mengetahui pengaruh secara simultan variabel inflasi, suku bunga, ekspor bersih dan pertumbuhan GDP riil pada nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. 2. Untuk mengetahui pengaruh secara parsial variabel inflasi, suku bunga, ekspor bersih dan pertumbuhan GDP riil pada nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. 3. Untuk mengetahui variabel yang berpangaruh dominan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.. 1.3. Manfaat Penelitian 1. Bagi perusahaan Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan perusahaan untuk membuat kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan keuangan internasional dalam hal peramalan nilai tukar. 2. Bagi investor Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam keputusan investasi di Indonesia..

(19) 3. Bagi Akademisi Sebagai sumber pengembangan kegiatan keilmuan dan pendidikan khususnya mahasiswa jurusan Manajemen konsentrasi keuangan, juga sebagai bahan acuan dan referensi bagi penelitian selanjutnya tentang permasalahan yang sejenis. 4. Bagi peneliti Menambah wawasan, pengetahuan dan referensi bagi mahasiswa untuk mengembangkan disiplin ilmu manajemen keuangan internasional dari sisi akademik, dan mendorong dilakukannya kegiatan-kegiatan penelitian lebih lanjut yang sejenis dengan subyek penelitian atau pendekatan penelitian yang digunakan yang berbeda. 5. Bagi umum Diharapkan dapat bermanfaat dan mendapat mengetahuan bagi pihak yang tertarik pada masalah yang diteliti..

(20) BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1. Penelitian Terdahulu Hasil suatu penelitian bermanfaat sebagai bahan referansi untuk penelitian yang akan datang. Sebagai bahan referensi dan perbandingan dalam penelitian ini, maka dalam hal ini dikemukakan mengenai penelitian terdahulu yang pembahasan atau topiknya sesuai dengan permasalahan dalam penelitian yang akan dilaksanakan. Penelitian tentang pengujian paritas daya beli telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti. Juliasih dkk (2002) melakukan pengujian teori paritas daya beli terhadap tiga mata uang Asia pada tahun 1992-2002. Metode yang digunakan adalah Engle-Granger Error Correction Model. Dan hasilnya teori paritas daya beli tidak berlaku pada mata uang Rupiah-Indonesia, BahtThailand dan Peso-Filipina karena ketiganya memiliki soft currency dan kondisi perekonomian Negara berkembang yang rentan terjadi gejolak sosial dan politik. Selain itu, intervensi pemerintah dalam sistem managed floating rate juga menyebabkan teori ini tidak berlaku. Damayanti (2005) melakukan penelitian tentang “Analisis Suku Bunga, Penawaran Uang dan Inflasi yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat Pasca Penetapan Sistem Kurs Mengambang” dengan menggunakan metode analisa regresi berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Hasil analisis regresi tersebut menunjukan bahwa variabel suku bunga (interest rates), penawaran uang (money supply) dan inflasi (inflation) berpengaruh signifikan terhadap nilai.

(21) tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat pasca penerapan sistem kurs mengambang bebas dan variabel inflasi merupakan variabel dominan yang berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Dian Puspita (2006) juga melakukan penelitian tentang “Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Perbedaan Tingkat Suku Bunga IndonesiaAmerika Serikat, Ekspor Bersih dan Hutang Luar Negeri Terhadap Nilai Tukar Rupiah dengan Dollar AS Sebagai Hard Currency Periode Tahun 1998-2005”. Dalam penelitian ini menggunakan variabel-variabel inflasi (inflation), suku bunga (interest rates), ekspor bersih (nett export), hutang (debt) dan nilai tukar (exchange rates). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode regresi berganda. Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel inflasi dan perbedaan tingkat suku bunga dan ekspor bersih terbukti berbengaruh secara signifikan dan memiliki arah yang positif terhadap nilai tukar rupiah. Selain itu, Khosasy dan Hartono (2005) juga melakukan penelitian tentang “Pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga dan Pertumbuhan GDP Riil Pada Nilai Tukar Terhadap Euro”. Dalam penelitian ini menggunakan variabel selisih inflasi, selisih tingkat suku bunga, dan selisih tingkat pertumbuhan GDP riil. Hasilnya, variabel tingkat suku bunga merupakan variabel dominan yang mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap Euro..

(22) 2.2. Tinjauan Teori. 2.2.1. Inflasi Menurut Nopirin (1988:27), inflasi adalah proses kenaikan harga-harga. umum barang-barang secara terus-menerus. Penyebab inflasi dapat disebabkan oleh dua hal ( website wikipedia, diakses tanggal 12 September 2009), yaitu: 1. Tarikan permintaan. Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan sehingga terjadi perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment. 2. Desakan biaya produksi. Inflasi desakan biaya (cost push inflation) terjadi akibat meningkatnya biaya produksi (input) sehingga mengakibatkan harga produk-produk (output) yang dihasilkan ikut naik. Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal, yaitu kenaikan harga, misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji. Kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang. (id.wikipedia.org).. Menurut Nopirin (1988:27), jenis inflasi berdasarkan sifatnya terdiri dari tiga kategori, yaitu: 1. Inflasi merayap (creeping inflation) Pada kategori ini, laku inflasi rendah (kurang dari 10 % per tahun). Kenaikan harga berjalan secara lambat, dengan persentase yang kecil serta dalam jangka yang relatif lama. 2. Inflasi menengah (galloping inflation) Inflasi ini ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar (biasanya double digit atau bahkan triple digit) dan kadang-kala berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselesari, artinya harga-harga minggu/ bulan ini lebih tinggi dari minggu/ bulan lalu dan seterusnya. 3. Inflasi tinggi (hyper inflation) Pada inflasi tinggi, harga-harga naik sampai lima atau enam kali. Kondisi seperti ini, membuat masyarakat tidak lagi.

(23) berkeinginan untuk menyimpan uang. Nilai uang merosot tajam sehingga ingin ditukarkan barang. Terjadinya inflasi tinggi dikarenakan pemerintah mengalami defisit anggaran belanja, yang ditutup dengan mencetak uang.. Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity) Teori paritas daya beli diperkenalkan pertama kali oleh Gustav Cassel pada tahun 1918. Teori ini menghubungkan kurs valas dengan harga-harga komoditi dalam mata uang lokal di pasar internasional, yaitu kurs valas akan cenderung menurun dalam proporsi yang sama dengan laju kenaikan harga. Intinya, paritas daya beli menekankan hubungan jangka panjang antara kurs valas dan harga-harga komoditi secara relatif (Kuncoro, 2001:193). Menurut Madura (1997:208), teori paritas daya beli berfokus pada hubungan inflasi dengan nilai tukar, bahwa nilai tukar akan menyesuaikan diri dari waktu ke waktu untuk mencerminkan selisih inflasi antara dua negara, akibatnya daya beli konsumen untuk membeli produk-produk domestik akan sama dengan daya beli mereka untuk membeli produk-produk luar negeri. Jadi teori paritas daya beli merupakan teori yang menghubungkan antara inflasi atau laju kenaikan harga komoditi dalam mata uang lokal di pasar internasional dengan nilai tukar dalam jangka panjang, yang mengakibatkan daya beli konsumen untuk membeli produk-produk domestik akan sama dengan daya beli mereka untuk membeli produk-produk luar negeri..

(24) 1. Bentuk Teori Paritas Daya Beli Madura (1997:28) dalam bukunya menyatakan bahwa bentuk teori paritas daya beli ada dua, yaitu: 1. Bentuk absolut (absolut form) Bentuk ini dinamakan juga dengan hukum satu harga, bahwa harga dari produk-produk yang sama di dua negara yang berbeda seharusnya sama jika diukur memakai valuta yang sama . Jika terdapat perbedaan harga setelah di ukur memakai valuta yang sama, akan terjadi perubahan permintaan sehingga harga yang satu akan mendekati harga yang lain. Eksistensi biaya transportasi, tarif dan kuota dapat mencegah bentuk absolut dari teori ini, sehingga perbedaan harga akan tetap ada. 2. Bentuk relatif (relative form) Bentuk relatif dari teori paritas daya beli adalah alternatif untuk memperhitungkan keberadaan ketidaksempurnaan pasar seperti biaya transportasi, tarif dan kuota. Versi ini menyatakan bahwa karena keberadaan ketidaksempurnaan pasar ini, harga dari produk-produk yang sama di negara-negara yang berbeda bisa jadi tidak sama jika diukur memakai valuta yang sama. Namun, laju perubahan harga produk seharusnya tidak jauh berbeda jika diukur memakai valuta yang sama, sepanjang biaya transportasi dan proteksi perdagangan tidak berubah.. 2. Derivasi Paritas Daya Beli Menurut Madura (1997:209), derivasi dari teori paritas daya beli adalah sebagai berikut: Jika indeks harga domestik (h) dan indeks-indeks harga di sebuah negara asing (f) sama, inflasi di negara itu Ih sedangkan di negara asing yang dimaksud mengalami inflasi sebesar If. Maka, indeks harga barang domestik (Ph) menjadi: Ph(1+Ih)………………………………………....... (2.1) Indeks harga di negara asing (Pf) juga akan berubah karena inflasi di negara tersebut: Pf (1+If)…………………………………………… (2.2).

(25) Jika: Ih > If dan nilai tukar antara valuta dari kedua negara tidak berubah, maka daya beli atas barang-barang luar negeri lebih besar daripada daya beli atas barang-barang dosmetik, sehingga paritas daya beli tidak eksis. Ih > If. dan nilai tukar tidak berubah, maka daya beli atas produk-. produk domestik lebih besar daripada daya beli atas produk-produk luar negeri, sehingga paritas daya beli juga tidak eksis. Teori paritas daya beli tidak akan tetap konstan, tetapi akan menyesuaikan diri untuk mempertahankan paritas daya beli. Jika inflasi terjadi dan nilai tukar antara valuta lokal dengan valuta asing berubah, maka indeks harga luar negara dari perspektif konsumen domestik menjadi: Pf (1+If)(1+ef)……………………………………. (2.3). Keterangan : ef mewakili persentase perubahan dalam nilai valuta asing yang bersangkutan. Menurut teori paritas daya beli, persentase perubahan nilai valuta asing (ef) harus berubah untuk mempertahankan paritas dalam indeks harga yang baru dari kedua negara. Dengan demikian, dapat dipecahkan ef dalam kondisi paritas daya beli dengan rumus: Pf (1+If)(1+ef) = Ph(1+Ih)…………………………. (2.4). Jika ef dikeluarkan, akan didapat persamaan: ef =. Ph (1 + I h ) ..................................................... Pf (1 + I f ). (2.5). Karena Ph sama dengan Pf (karena indeks harga awalnya diasumsikan sama di kedua negara), maka:.

(26) ef =. (1 + I h ) − 1 …..…………………………...... (1 + I f ). (2.6). Formula ini mencerminkan hubungan antara laju inflasi relatif dengan nilai tukar menurut paritas daya beli. Jika Ih > If, ef positif. Artinya bahwa valuta asing yang dimaksud akan mengalami apresiasi terhadap valuta domestik pada saat inflasi domestik melebih inflasi luar negeri. Ih < If, ef negatif. Artinya bahwa valuta asing yang dimaksud akan mengalami depresiasi pada saat inflasi di negara tersebut melebihi inflasi domestik. 3. Pengujian Teori Paritas Daya Beli Teori paritas daya beli tidak hanya dapat memberikan penjelasan tentang laju inflasi relatif antara dua negara dapat mempengaruhi nilai tukar, tetapi juga dapat memprediksi nilai tukar. Cara untuk menguji fungsi dari teori ini adalah: a. Memilih dua negara dan membandingkan selisih laju inflasi keduanya dengan persentase perubahan nilai tukar valuta negara asing yang dimaksud selama beberapa periode waktu. b. Membandingkan negara asal dengan negara asing sekaligus sepanjang suatu periode tertentu. Selisih inflasi dari masing-masing negara asing dengan inflasi negara asal ditunjukkan bersama-sama dengan besarnya perubahan nilai tukar sepanjang periode waktu yang diukur. (Madura)..

(27) Masih menurut Madura (1997:215), telah banyak penelitian yang dilakukan untuk menguji keberadaan paritas daya beli. Diantaranya Abuaf dan Jorion serta Adler dan Lehman yang membantah keberadaan paritas daya beli sepanjang periode waktu yang lama. Sedangkan, Hakkio mendukung pemanfaatan selisih inflasi untuk memprediksi pergerakan nilai tukar dalam jangka panjang, walaupun hubungan antara selisih inflasi dengan perubahan nilai tukar tidak sempurna bahkan dalam jangka panjang sekalipun.. 2.2.2 1.. Suku Bunga Teori Suku Bunga Secara Makro Pengertian dasar dari teori suku bunga, yaitu harga dari penggunaan. uang untuk jangka waktu tertentu. Bunga merupakan imbalan atas ketidaknyamanan karena melepas sejumlah uang, dengan demikian bungan adalah harga kredit. Suku bunga berkaitan dengan peranan waktu di dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Selain itu, suku bunga juga merupakan pembayaran bungan tahunan atas suatu pinjaman yang dinyatakan sebagai presentase pinjaman. (Case & Fair, 1999:153). Sedangkan suku bunga menurut Fabozzi, et.al (1999:256) adalah harga yang dibayar “peminjam” (debitur) kepada pihak yang “meminjamkan” (kreditur) untuk pemakaian sumber daya selama interval waktu tertentu. Jumlah pinjaman yang diberikan disebut prinsipal, dan harga yang dibayar biasanya diekspresikan sebagai presentase dari prinsipal perunit waktu (umumnya setahun)..

(28) 2. Teori Pendekatan Keseimbangan Portofolio Teori pendekatan keseimbangan portofolio (portofolio balance approach) ini pada intinya mengungkapkan bahwa uang domestik hanya merupakan salah satu dari sekian jenis aset finansial yang diminta oleh penduduk dari suatu Negara. Dalam model keseimangan portofolio yang lebih sederhana seluruh individu dan perusahaan menyimpan kekayaan finansialnya dalam berbagai variasi kombinasi aset antar lain terdiri dari uang domestik, deposito domestik, deposito luar negeri, devisa, dan lain lain (Salvatore, 1997:325). Pilihan penyimpanan kekayaan ini tidaklah terbatas hanya diantara uang domestik dan deposito saja,melainkan terpecah ke dalam sejumlah besar jenis aset finansial, seperti saham, deposito, tabungan, valuta asing tunai, dan sebaginya. Argumentasi dari teori ini adalah, setiap “kejutan (shock)” dalam bentuk perubahan kekayaan akan menghasilkan : (1) dampak kekayaan berupa kenaikan permintaan akan aset finansial dan (2) dampak subtitusi, yaitu pergantian suatu aset finansial yang menguntungkan dengan aset finansial lain. Akibatnya kurs valas dan suku bunga harus melakukan penyesuaian agar tercapai keseimbangan portofolio. Pendekatan ini berkeyakinan bahwa kurs valas dan suku bunga ditentukan secara simultan melalui kondisi keseimbangan portofolio bagi para pemegang aset dimasing-masing Negara. Dampak perubahan shock asset terhadap kurs adalah sebagai berikut : a. Suatu kebijakan moneter yang ekspansif akan berakibat naiknya kekayaan. Dampak kekayaan akan mendorong kelebihan permintaan bagi obligasi domestik maupun obligasi luar negeri. Dalam hal ini bila suku.

(29) bunga luar negeri tetap, kelebihan permintaan akan obligasi domestik akan menaikan harganya dan menurunkan suku bunga domestik. Kelebihan permintaan akan obligasi luar negeri akan meningkatkan permintaan valas dan pada gilirannya mata uang domestik akan mengalami depresiasi. b. Dampak dari perubahan obligasi domestik terhadap kurs valas adalah ambivalen. Suatu kenaikan obligasi pemerintah domestik melalui dampak kekayaan akan meningkatnya kelebihan permintaan terhadap obligasi luar negeri dan valuta asing sehingga terjadi depresiasi mata uang domestik. Dilain pihak, suku bunga yang lebih tinggi, karena kenaikan obligasi pemerintah akan membuat obligasi luar negeri menjadi kurang menarik. Bila dampak subtitusi mendominsi dampak kekayaan, maka mata uang domestik akan mengalami apresiasi. c. Kenaikan pemegangan obligasi luar negeri yang didorong oleh surplus transaksi berjalan akan meningkatkan permintaan akan aset domestik melalui dampak kekayaan, hasilnya akan menurunkan suku bunga domestik dan depresiasi kurs valas. Kemampuan. membayar. bunga. masyarakat. menunjukan. bahwa. pinjaman dana membuat mereka dapat membeli barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan konsumsi atau membuat suatu investasi yang menguntungkan. Suku bunga memainkan peranan penting dalam pasar valuta asing, karena sejumlah besar deposito diperdagangkan, sehingga mereka membayar bunga masing-masing pada tingkat yang merefleksikan mata uang yang telah ditetapkan..

(30) 3. Suku Bunga dan Nilai Tukar Perubahan dalam suku bunga relatif mempengaruhi investasi dalam sekuritas-sekuritas asing, yang selanjutnya akan mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing, serta nilai tukar. Asumsikan bahwa suku bunga di Negara AS meningkat, sedangkan tingkat suku bunga di Negara Inggris tetap konstan. Dalam hal ini korporasi-korporasi Negara AS besar kemungkinan akan mengurangi permintaan mereka terhadap pound Inggris disebabkan suku bunga di Negara AS sekarang lebih menarik ketimbang suku bunga Negara Inggris, karena suku bunga di Negara AS sekarang lebih menarik bagi korporasi-korporasi di Negara Inggris. yang akan ditampilkan dalam gambar berikut :.

(31) Grafik 2.1 Dampak meningkatnya Suku Bunga di AS terhadap Nilai Tukar Ekuilibrium Nilai Pound S S2 $ 1,55 $ 1,50 D D2 Sumber : Jeff Madura, 1997. Kuantitas Pound. Jika suku bunga Negara AS menurun relatif terhadap suku bunga Negara Inggris, maka hal sebaliknya akan terjadi, yaitu nilai tukar equilibrium pound-dollar akan meningkat (Madura, 1997:91). Perubahan dalam suku bunga domestik seringkali menjadi faktor umum yang mempengaruhi nilai tukar. Ketika suku bunga riil domestik mengalami kenaikan, maka mata uang domestik mengalami apresiasi. Sebaliknya, ketika suku bunga domestik mengalami kenaikan menuju perkembangan inflasi yang diharapkan maka mata uang domestik akan terdepresiasi (Mishkin:2004:105).. 4.. Dampak Fisher Internasional (International Fisher Effect) Teori Efek Fisher menurut Madura (1997:218) menyatakan bahwa. suku bunga nominal terdiri dari suku bunga riil dan ekspektasi atas inflasi. Teori ini menggunakan suku bunga, bukan selisih laju inflasi, untuk menjelaskan mengapa nilai tukar berubah sepanjang waktu. Tetapi teori IFE berhubungan erat dengan teori paritas daya beli karena suku bunga sering kali berkorelasi erat dengan laju inflasi. Teori ini menjelaskan bahwa jika investor-.

(32) investor dari semua negara meminta tingkat pengembalian riil yang sama, perbedaan suku bunga antar negera mungkin ditimbulakan oleh perbedaan dalam ekspektasi inflasi. Valuta-valuta asing yang memiliki suku bunga nominal yang tinggi mencerminkan ekspektasi inflasi yang tinggi pula. Suku bunga nominal juga akan mengandung risiko wanprestasi (default risk) dari suatu investasi. Asumsikan. bahwa. investor-investor. di. Amerika. Serikat. memperkirakan laju inflasi 6% sepanjang 1 tahun, dan meminta pengembalian riil 2% dalam jangka waktu yang sama; maka suku bunga nominal dari sekuritas Treasury berjangka waktu 1 tahun haruslah 8%. Jika investorinvestor di semua negara meminta tingkat pengembalian yang sama untuk jangka waktu 1 tahun, maka perbedaan dalam suku bunga nominal antara dua negara manapun akan mencerminkan perbedaan ekspektasi laju inflasi masing-masing negara. Madura (1997:220) dalam bukunya mencontohkan bagaimana suku bunga nominal antara dua negara mencerminkan perbedaan ekspektasi laju inflasi masing-masing negara. Sebagai contoh, asumsikan bahwa suku bunga nominal di Amerika Serikat adalah 8% dan di Jepang 5%. Jika investorinvestor di kedua negara meminta tingkat pengembalian riil 2%, maka perbedaan ekspektasi inflasi adalah 3% (6% di Amerika Serikat vs. 3% di Jepang). Menurut teori paritas daya beli, yen Jepang akan mengalami apresiasi sebesar 3%. Jika nilai tukar berubah seperti yang diperkirakan, investorinvestor Jepang yang ingin mengambil keuntungan dari tingginya suku bunga Amerika Serikat hanya akan menghasilkan pengembalian yang sama dengan.

(33) apa yang bisa dihasilkan di Jepang sendiri. Walaupun suku bunga Amerika Serikat 3% lebih tinggi daripada suku bunga Jepang, investor-investor Jepang akan harus membeli yen (pada akhir periode Investasi) dengan harga 3% lebih tinggi dari harga yang mereka dapatkan pada saat menjual yen sebelumnya.. 5. Derivasi Dampak Fisher Internasional Menurut Madura (1997:220) hubungan antara selisih suku bunga antara dua negara dengan ekspektasi perubahan nilai tukar menurut IFE dapat diderivasikan sebagai berikut: Pertama, pengembalian aktual bagi investor yang berinvestasi dalam sekuritas-sekuritas pasar uang (seperti deposito perbankan jangka pendek) di negara asal mereka adalah suku bunga yang ditawarkan oleh sekuritassekuritas tersebut. Namun, pengembalian aktual bagi investor-investor yang berinvestasi dalam sekuritas-sekuritas tersebut. Namun, pengembalian aktual bagi investor-investor yang berinvestasi dalam sekuritas-sekuritas pasar uang luar negeri tergantung tidak hanya pada suku bunga luar negeri (if), tetapi juga pada persentase perubahan nilai valuta asing yang mendenominasi sekuritas tersebut (ef). Formula penentuan pengembalian aktual atau apa yang dinamakan pengembalian “efektif” (pasca penyesuaian) dari deposito (atau sekuritas pasar uang) luar negeri adalah: r = (1 + i f )(1 + e f ) − 1 Menurut IFE, pengembalian efektif dari investasi domestik secara ratarata harus sama dengan pengembalian efektif dari investasi luar negeri, yaitu: r = ih.

(34) Keterangan : r = pengembalian efektif dari deposito luar negeri ih = suku bunga deposito domestik. Kita bisa menentuakan berapa besar nilai valuta asing harus berubah agar membuat investasi di kedua negara menghasilkan pengembalian yang sama. Dengan mensubtitusi r dengan ih, kita mendapatkan: r = ih (1 + i f )(1 + e f ) − 1 = ih Kita peroleh ef sebagai berikut: (1 + i f )(1 + e f ) = (1 + ih ) (1 + e f ) =. ef =. (1 + 1h ) (1 + i f ) (1 + ih ) −1 (1 + i f ). Seperti yang ditunjukkan dalam formula ini, teori IFE menyatakan bahwa pada saat ih>if, ef akan positif. Yaitu, valuta asing akan mengalami apresiasi pada saat suku bunga luar negeri lebih rendah daripada suku bunga domestik. Apresiasi ini akan menaikkan pengembalian luar negeri bagi investor-investor domestik, sehingga membuat pengembalian dari sekuritassekuritas luar negeri sama dengan pengembalian dari sekuritas-sekuritas domestik Sebaliknya, jika ih<if, ef akan negatif. Yaitu, valuta asing akan mengalami depresiasi pada saat suku bunga luar negeri melampaui suku bunga domestik. Depresiasi ini akan mengurangi pengembalian dari sekuitassekuritas luar negeri dari perspektif investor domestik, yang membuat.

(35) pengembalian dari sekuritas-sekuritas luar negeri tidak lebih baik daripada pengembalian dari sekuritas-sekuritas domestik.. 2.2.3. Ekspor Bersih (Net Exports) Ekspor bersih adalah variabel yang memperlihatkan arus pertukaran. barang dan jasa antar Negara yang juga berperan dalam pembentukan nilai tukar (kurs). 1. Pengertian Menurut McEachern (2000:185) ekspor bersih adalah nilai barang dan jasa yang di ekspor ke Negara lain dikurangi nilai barang dan jasa yang di impor dari Negara lain. Ekspor bersih menunjukan pengeluaran bersih dari luar negeri pada barang dan jasa kita yang memberikan pendapatan bagi produsen domestik. Menurut Mankiw (2001:131) pendefinisian ekspor bersih (net exports) menjadi ekspor dikurang impor (NX = EX – IM), dapat di tuliskan menjadi : Y = C + I + G + NX Persamaan ini menyatakan bahwa pengeluaran pada output domestik adalah jumlah dari konsumsi, pembelian pemerintah dan ekspor bersih. Identitas pos pendapatan nasional menunjukan bagaimana output domestik, pengeluaran domestik, dan ekspor bersih dikaitkan. Dengan demikian : NX = Y – (C + I + G) Ekspor bersih = Output – pengeluaran domestik Persamaan ini menunjukan bahwa dalam perekonomian terbuka, pengeluaran domestik tidak perlu sama dengan output barang dan jasa. Jika.

(36) output melebihi pengeluaran domestik, kita mengekspor perbedaan itu, ekspor bersih adalah positif. jika output lebih kecil dari pengeluaran domestik, kita impor perbedaan itu : ekspor bersih negatif Dalam perekonomian terbuka, seperti dalam perekonomian tertutup bahwa pasar keuangan dan pasar barang sangat terkait. Maka ditulis pos pendapatan nasional dalam bentuk tabungan dan investasi. Y = C + I + G + NX Kurangi C dan G dari kedua sisi untuk mendapatkan Y – C – G = I + NX Diketahui bahwa Y- C – G adalah tabungan nasional (S), jumlah tabungan perseorangan Y – T – C, dan tabungan masyarakat, T – G, karena itu, S = I + NX Mengurangi I dari kedua sisi persamaan tersebut, kita bias menulis indentitas pos pendapatan nasional sebagai berikut S – I = NX Bentuk pos pendapatan nasional ini menunjukan bahwa ekspor bersih suatu perekonomian harus selalu sama dengan perbedaan di antara tabungannya dan investasinya. Dapat dijelaskan bahwa NX, yang merupakan ekspor bersih dari barang dan jasa. Nama lain dari ekspor bersih adalah Neraca perdagangan (Trade Balance), karena menyatakan bagaimana perdagangan barang dan jasa melenceng dari tolak ukur kesamaan ekspor dan impor. Sedangkan S – I disebut investasi asing bersih (net foreign investment). Investasi asing bersih sama dengan jumlah penduduk domestik yang member.

(37) pinjaman ke luar negeri dikurang jumlah orang asing yang member kita pinjaman. Jika investasi asing kita positif, tabungan kita melebihi investasi dan kita meminjamkan kelebihannya pada pihak asing. Jika investasi asing bersih kita negatif, investasi kita melebiki tabungan dan kita danai investasi ekstra ini dengan meminjam dari luar negeri. Jadi, investasi asing bersih mencerminkan arus dana intenasional untuk mendanai akumulasi modal. Jika S – I dan NX adalah positif, kita memiliki surplus perdagangan (Trade Surplus). Dalam hal ini Negara kita mengekspor lebih banyak barang dan jasa ketimbang mengimpornya. Jika S – I dan NX negatif, kita memiliki defisit perdagangan (Trade Defisit). Dalam hal ini Negara kita adalah Negara penghutang bersih di pasar keuangan dunia, dan kita lebih banyak mengimpor barang dan jasa ketimbang mengekspornya. Jika S – I dan NX adalah nol, maka dapat dikatakan Negara kita memiliki neraca berimbang (Balance Trade) karena nilai ekspor sama dengan nilai impornya.. 2. Teori Ekspor Bersih 1. Teori Pendekatan Perdagangan (Trade Approach) atau Pendekatan Elastisitas Terhadap Pembentukan Kurs (Elasticity Approach to Exchange rate Determination) Menurut Salvatore (1997:215) bahwa nilai tukar atau kurs antara dua mata uang dari dua Negara ditentukan oleh besar kecilnya perdagangan barang dan jasa yang berlangsung diantara dua Negara tersebut. Menurut pendekatan ini kurs equilibrium adalah kurs yang akan menyeimbangkan nilai impor dan ekspor dari suatu Negara. Jika nilai impor Negara tersebut.

(38) lebih besar ketimbang nilai ekspornya (artinya Negara yang bersangkutan memiliki defisit perdagangan), maka nilai tukar mata uang akan mengalami peningkatan (artinya mata uangnya akan mengalami depresiasi), dan hal itu akan berlangsung secara cepat dalam sistem kurs mengambang yang berlaku saat ini. Peningkatan kurs (angka nominalnya) atau penurunan nilai tukar mata uang tersebut akan membuat harga dari berbagai komoditi ekspornya menjadi lebih murah bagi para importer atau pihak asing sedangkan berbagai produk barang dan jasa impor menjadi lebih mahal bagi penduduk domestik. Akibatnya lambat laun ekspor Negara tersebut akan mengalami kenaikan sedangakan impornya akan terus menurun sampai pada akhirnya nilai perdagangan internasionalnya benar-benar seimbang (impor sama dengan ekspor). Kecepatan proses penyesuaian tersebut ditentukan oleh seberapa responsif atau elastis impor dan ekspor terhadap perubahan-perubahan harga (nilai tukar), oleh karena itu pendekatan ini disebut pendekatan elastisitas. Jika Negara tersebut mendekati atau telah berada dalam kondisi full employment, maka diperlukan depresiasi yang lebih besar atas mata uang Negara tersebut demi menggeser sumber-sumber daya domestik ke produksi aneka komoditi yang di ekspor dan aneka barang subtitusi atau pengganti impor. Seandainya Negara tersebut cukup jauh dari kondisi full employment, maka depresiasi yang diperlukan tidak terlalu besar. Cara lain yang perlu ditempuh oleh negara tersebut untuk menyeimbangkan perdagangan internasionalnya dan memperbaiki nilai tukar mata uangnya.

(39) adalah dengan menerapkan kebijakan-kebijakan domestik tertentu dalam rangka mengurangi pembelanjaan (absorpsi) domestik demi menyisihkan lebih banyak sumber daya domestik untuk menghasilkan elastisitas.. 3. Hubungan Ekspor Bersih dengan Nilai Tukar Menurut Mankiw (2001:316) apabila kurs riil rendah maka akan berdampak pada rendahnya penduduk domestik untuk membeli barang-barang impor dan lebih memilih untuk membeli barang-barang domestik sendiri karena harganya yang relative lebih murah, akibat dari tindakan tersebut ekspor bersih kita mengalami jumlah yang tinggi. Hal sebaliknya terjadi jika kurs riil tinggi maka barang-barang domestik menjadi relatif lebih mahal terhadap barang-barang luar negeri, yang pada akhirnya penduduk domestik lebih banyak menginginkan barang impor, dan orang asing akan membeli sedikit barang kita. Oleh karena itu jumlah ekspor bersih kita adalah rendah. Hubungan di antara kurs riil dan ekspor bersih sebagai berikut : NX = NX (€) Persamaan ini menyatakan bahwa ekspor bersih adalah fungsi dari kurs riil. Gambar II.1 menunjukan hubungan negatif antara neraca perdagangan (ekspor bersih) dan kurs riil..

(40) Grafik 2.2 Hubungan Nilai tukar dengan Ekspor Bersih Kurs riil, €. NX(€) Ekspor bersih, NX Sumber : Mankiw, 2001. 2.2.4. Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP). 1. Definisi Produk Domestik Bruto atau Gross Domestic Product (GDP) Gross Domestic Product (GDP) adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu Negara sebagai ukuran utama bagi aktivitas perekonomian nasionalnya. Tetapi pada dasarnya GDP mengukur seluruh volume produksi dari suatu wilayah (Negara) secara geografis (Madura, 1997:39). Sedangkan menurut McEachern (2000:146), GDP artinya mengukur nilai pasar dari barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh sumber daya yang berada dalam suatu Negara dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. GDP juga dapat digunakan untuk mempelajari perekonomian dari waktu ke waktu atau untuk membandingkan beberapa perekonomian pada suatu saat. Gross Domestic Product hanya mencakup barang dan jasa akhir, yaitu barang dan jasa yang dijual kepada pengguna terakhir. Untuk barang dan jasa yang dibeli untuk diproses lagi dan dijual lagi (barang dan jasa intermediate) tidak dimasukan dalam GDP untuk menghindari masalah double counting atau penghitungan ganda, yaitu menghitung suatu produk lebih dari satu kali..

(41) Contohnya, grosir membeli sekaleng tuna seharga RP 6.000,- dan menjualnya seharga Rp 9.000,-, maka sekaleng tuna itu dihitung senilai Rp 15.000,- (lebih besar dari pada nilai akhirnya). Jadi, GDP hanya menghitung nilai akhir dari suatu produk yaitu sebesar Rp 9.000,-. Untuk barang yang diperjual-belikan berulang kali (second-hand) tidak dihitung dalam GDP karena barang tersebut telah dihitung pada saat diproduksi (McEachern, 2000:146-147).. 2. Tipe-tipe GDP Ada dua tipe dari GDP, yaitu : a. GDP dengan harga berlaku atau GDP nominal, yaitu nilai barang dan jasa yang dihasilkan sutu Negara dalam suatu tahun dinilai menurut harga yang berlaku pada tahun tersebut. b. GDP dengan harga tetap atau GDP riil, yaitu nilai barang dan jasa yang dihasilkan sutu Negara dalam suatu tahun dinilai menurut harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu dan seterusnya digunakan untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun yang lain. Angka-angka GDP merupakan hasil perkalian jumlah produksi (Q) dan harga (P), kalau harga-harga naik dari tahun ke tahun karena inflasi, maka besarnya GDP akan naik pula, tetapi belum tentu kenaikan tersebut menunjukkan jumlah produksi (GDP riil). Mungkin kenaikan GDP hanya disebabkan oleh kenaikan harga saja, sedangkan volume produksi tetap atau merosot..

(42) 3. Perhitungan GDP Menurut McEachern (2000:147) ada dua macam pendekatan yang digunakan dalam perhitungan GDP, yaitu : 1. Pendekatan pengeluaran, menjumlahkan seluruh pengeluaran agregat pada seluruh barang dan jasa akhir yang diproduksi selama satu tahun. 2. Pendekatan pendapatan, menjumlahkan seluruh pendapatan agregat yang diterima selama satu tahun oleh meraka yang memproduksi output tersebut. GDP Berdasarkan Pendekatan Pengeluaran Menurut McEachern (2000:147) untuk memahami pendekatan pengeluaran pada GDP, kita membagi pengeluaran agregat menjadi empat komponen, yaitu konsumsi, investasi, pembelian pemeritah dan ekspor netto. Kita akan membahasnya satu persatu. a. Konsumsi, atau lebih secara spesifik pengeluaran konsumsi perorangan, adalah pembelian barang dan jasa oleh rumah tangga selama satu tahun. Contohnya : dry cleaning, potong rambut, perjalanan udara, dsb. b. Investasi atau lebih secara spesifik investasi domestik swasta bruto, adalah belanja pada barang capital baru dan tambahan untuk persediaan. Contohnya : bangunan dan mesin baru yang dibeli perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa. c. Pembelian pemerintah, atau lebih secara spesifik konsumsi dan investasi bruto pemerintah, mencakup semua belanja semua tingkat pemerintahan pada barang dan jasa dari pembersihan jalan sampai pembersihan ruang pengadilan, dari buku perpustakaan sampai upah petugas perpustakaan..

(43) Di dalam pembelian pemerintah ini tidak mencakup keamanan sosial, bantuan kesejahteraan, dan asuransi pengangguran. Karena pembayaran tersebut mencerminkan bantuan pemerintah kepada penerimanya dan tidak mencerminkan pembelian pemerintah. d. Ekspor netto, sama dengan nilai ekspor barang dan jasa suatu Negara dikurangai dengan impor barang dan jasa Negara tersebut. Ekspor netto tidak hanya meliputi nilai perdagangan barang tetapi jasa juga. Dalam pendekatan pengeluaran, pengeluaran agregat Negara sama dengan penjumlahan konsumsi, C, investasi, I, pembelian pemerintah, G, dan ekspor netto, yaitu nilai ekspor, X, dikurangi dengan nilai impor, M, atau XM. penjumlahan komponen tersebut menghasilkan pengeluaran agregat, atau GDP : C + I + G + (X-M) = pengeluaran agregat + GDP. GDP Berdasarkan Pendekatan Pendapatan Menurut McEachern (2000:148) pendapatan agregat sama dengan penjumlahan semua pendapatan yang diterima pemilik sumber daya dalam perekonomian (karena sumber dayanya digunakan dalam proses produksi). System pembukuan double-entry dapat memastikan bahwa nilai output agregat sama dengan pendapatan agregat yang dibayarkan untuk sumber daya yang digunakan dalam produksi output tersebut yaitu : upah, bunga, sewa dan laba dari produksi. Jadi kita dapat mengatakan bahwa : Pengeluaran agregat = GDP = pendapatan agregat.

(44) Suatu produk jadi biasanya diproses oleh beberapa perusahaan dalam perjalanannya menuju konsumen. Meja kayu misalnya, mulanya sebagai kayu mentah, kemudian dipotong oleh perusahaan pertama, dipotong sesuai kebutuhan mebel oleh perusahaan kedua, dibuat meja oleh perusahaan ketiga, dan dijual oleh perusahaan keempat. Double counting dihindari dengan cara hanya memperhitungkan nilai pasar dari meja pada saat dijual kepada pengguna akhir atau dengan cara menghitung nilai tambah pada saat tiap tahap produksi. Nilai tambah dari setiap perusahaan sama dengan harga jual barang perusahaan tersebut dikurangi dengan jumlah yang dibayarkan atas input perusahaan lain. Nilai tambah dari setiap tahap mencerminkan pendapatan atas pemilik sumber daya pada tahap yang bersangkutan. Penjumlahan nilai tambah pada semua tahap produksi sama dengan nilai pasar barang akhir, dan penjumlahan nilai tambah seluruh barang dan jasa akhir adalah sama dengan GDP berdasarkan pendekatan pendapatan. Kemudian menurut Madura (1997:93) bahwa tingkat pendapatan bisa mempengaruhi perubahan nilai tukar. Diasumsikan antar dua negara, misalnya antars US dan UK : jika tingkat pendapatan US meningkat. Sehingga permintaan British Poundsterling oleh pengusaha US juga ikut meningkat. Akibatnya nilai tukar British Poundsterling menguat (appreciated) terhadap US Dollar. Hal ini akan terjadi sebaliknya jika tingkat pendapatan UK lebih besar dari tingkat pendapatan US..

(45) 2.2.5. Kurs Kurs valuta asing adalah harga mata uang suatu negara dalam unit. komoditas (seperti emas dan perak) atau mata uang negara lain (Yuliati dan Prasetyo, 2005:23). Sistem kurs mata uang secara ekstrem menurut Yuliati dan Prasetyo (2005:24) dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1. Sistem kurs mengambang bebas (freely floating rate) Dalam sistem kurs mengambang bebas, tingkat kurs sepenuhnya ditentukan oleh interaksi permintaan dan penawaran mata uang, tanpa adanya campur tangan pemerintah. Fluktuasi volume pemerintah dan penawaran mata uang dipengaruhi oleh perubahan pada sejumlah parameter ekonomi, tingkat pendapatan dan lain-lain. 2. Sistem kurs tetap (fixed rate) Dalam sistem ini pemerintah berperan menjaga nilai mata uang pada tingkat yang telah ditetapkan dengan membeli atau menjual valuta asing dalam jumlah yang tidak terbatas. 3. Sistem kurs mengambang terkendali (managed float) Sistem ini digunakan untuk mengurangi fluktuasi kurs dan tidak stabilnya perekonomian dengan melakukan intervensi via bank sentral. Intervansi yang dilakukan antara lain: a. Mengurangi fluktuasi harian (smoothing out daily fluctuations) b. Digunakan pemerintah untuk mencegah fluktuasi besar dalam jangka pendek dan jangka menengah agar tercipta kestabilan ekonomi bagi para eksportir dan importir. c. Cenderung melawan angin (leaning againts the wind) d. Tertambat tak resmi (unofficial pegging) digunakan untuk mengubah kurs tanpa melalui mekanisme pasar 4. Sistem kurs dengan pengaturan zona target (target zone) Pengaturan ini dilakukan oeh negara-negara industri (Amerika Serikat, Jerman dan Amerika Serikat) dengan menyesuaikan kebijakan ekonomi mereka untuk menentukan tingkat kurs dengan margin tertentu, di atas atau di bawah nilai mata uang gabungan. 5. Sistem kurs tertambat (pegged) Sistem ini di pakai oleh negara yang menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan nilai mata uang satu atau sekelompok negara. Besarnya nilai mata uang bergerak mengikuti perubahan nilai mata uang negara yang ditambatnya. 6. Sistem kurs tertambat merangkak (crowling pegged) Dalam sistem ini, negara menetapkan nilai mata uang dikaitkan dengan nilai mata uang negara lain. Tetapi dalam jangka waktu tertentu, nilai mata uang negara tersebut berubah sedikit demi sedikit mencapai tingkat tertentu..

(46) 7. Sistem kurs tertambat pada sekeranjang mata uang (pegged to a basket of currencies) Sistem ini menambatkan mata uang mereka pada sekeranjang mata uang yang berisi kumpulan mata uang negara mitra dagang utama. Nilai sekeranjang mata uang lebih stabil dibandingkkan dengan nilai mata uang satu negara Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan nilai tukar menurut Madura (1997:89) adalah: 1. Laju inflasi relatif Perubahan dalam laju inflasi dapat mempengaruhi aktivitas perdagangan internasional, karena mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta sehingga mempengaruhi nilai tukar. Negara yang mempunyai laju inflasi relatif lebih besar dibandingkan Negara lainnya, mata uangnya akan mengalami depresiasi terhadap mata uang Negara lain. 2. Suku Bunga relatif Perubahan dalam suku bunga relatif mempengaruhi investasi dalam sekuritas-sekuritas asing, yang selanjutnya akan mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing dan nilai tukar. Negara dengan tingkat suku bunga yang relatif lebih tinggi mata uangnya akan mengalami apresiasi terhadap mata uang Negara lain. Selain itu juga perlu diperhatikan tentang suku bunga riil. Suku bunga riil merupakan suku bunga nominal dikurangi laju inflasi. Suku bunga riil antarnegara sering diperbandingkan untuk menilai pergerakan nilai tukar, karena suku bunga riil mengkombinasikan suku bunga nominal dengan inflasi, yang keduanya mempengaruhi nilai tukar. 3. Tingkat pendapatan relatif Kenaikan tingkat pendapatan relatif di suatu negara dapat mempengaruhi permintaan konsumen terhadap produk-produk dari negara lain yang tingkat pendapatannya tetap. 4. Kontrol pemerintah Usaha pemerintah negara asing untuk mempengaruhi nilai tukar pada saat permintaan atas suatu valuta sama dengan penawarannya, yaitu melalui hambatan jual beli valuta asing, hambatan perdagangan, intervensi (pembelian dan penjualan valuta) dalam pasar valas dan pengubahan variabel-variabel makro seperti inflasi, suku bunga dan tingkat pendapatan nasional. 5. Ekspektasi Ekspektasi dapat mempengaruhi nilai tukar karena ekspektasi dapat memotivasi investor-investor institusional mengambil posisi dalam pasar valas. Spekulasi mengenai nilai tukar di masa depan selain didorong oleh sinyal-sinyal perubahan suku bunga di masa depan juga oleh faktor-faktor lain..

(47) 2.2.6. Kuotasi Nilai Tukar Perdagangan valas merupakan perdagangan antara satu mata uang. dengan mata uang lain. Nilai tukar antara dua mata uang disebut kurs bilateral (bilateral exchange rates). Dengan demikian, kurs adalah harga mata uang suatu Negara yang dinilai dalam mata uang lain (Kuncoro, 1996:114). Nilai suatu mata uang biasanya dikaitkan dengan dollar, yang kemudian disebut kuotasi. Menurut Madura (1997:65) Terdapat dua macam kuotasi: 1. Kuotasi langsung Kuotasi yang mewakili nilai dari suatu valuta asing dalam dollar (atau jumlah dollar per valuta tersebut). 2. Kuotasi tidak langsung Kuotasi yang mewakili nilai dari dollar dalam suatu valuta asing (atau jumlah unit valuta asing per dollar)..

(48) 2.3 Kerangka Berfikir Teoritis Bagan 2.1 Kerangka Berfikir Teoritis Gejolak fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar (Amerika Serikat) tahun 2006-2008. Inflasi. Suku bunga. Ekspor bersih. Teori Paritas Daya Beli (PPP). Teori Paritas Fisher Internasional (IFE). NX = EX – IM. Pertumbuhan GDP riil. Permintaan dan penawaran valas. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat Serikat. Metode analisa deskriptif dan analisa regresi berganda. Uji hipotesis : 1. Variabel inflasi, suku bunga, ekspor bersih dan pertumbuhan GDP riil berpengaruh secara simultan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. 2. Variabel inflasi, suku bunga, ekspor bersih dan pertumbuhan GDP riil berpengaruh secara parsial terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. 3. Variabel inflasi merupakan variabel yang berpengaruh dominan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.. Hasil : 1. uji F → pengaruh simultan 2. uji t →pengaruh parsial 3. nilai dari standardized coefficient (Beta) → pengaruh dominan.

(49) 2.4. Hipotesis Penelitian Hipotesis pada dasarnya adalah suatu anggapan yang mungkin benar dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan, pemecahan persoalan maupun dasar penelitian lebih lanjut (J.Supranto, 2001:36), anggapan sebagai satu hipotesis juga merupakan data tetapi karena kemungkinan bisa salah, apabila akan digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan harus diuji dahulu dengan memakai data hasil observasi. Hipotesis penelitian dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel inflasi, suku bunga, ekspor bersih dan pertumbuhan GDP riil berpengaruh secara simultan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. 2. Variabel inflasi, suku bunga, ekspor bersih dan pertumbuhan GDP riil berpengaruh secara parsial terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. 3. Variabel inflasi merupakan variabel yang berpengaruh dominan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat..

(50) BAB III METODE PENELITIAN. Metodologi penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkahlangkah tertentu yang bersifat logis. (Sugiyono, 2004:2). 3.1.. Jenis Penelitian. Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Eksplanatory. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995:5) Explanatory Research merupakan jenis penelitian yang bertujuan menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Alasan utama pemilihan jenis Explanatory Research ini adalah untuk menguji hipotesis yang diajukan. Diharapkan melalui pengajuan hipotesis tersebut dapat dijelaskan bagaimana hubungan antara variabel bebas, dalam hal ini inflasi, suku bunga, ekspor bersih dan pertumbuhan GDP riil dengan variabel terikat yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada tahun 2006-2008..

(51) 3.2.. Rentang waktu penelitian Periode pengujian dalam penelitian ini dilakukan pada satu periode. pengamatan yang berkelanjutan (time series analysis) selama tiga tahun, yaitu pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2008. Pemilihan tahun 2006 sebagai tahun dasar karena pada tahun ini, Indonesia menjalani pemulihan setelah mengalami krisis moneter asia dengan menjalankan beberapa kebijakan ekonomi agar bisa segera bangkit dari keterpurukan. Sedangkan tahun 2008 merupakan tahun dimana dampak krisis global masih dapat dirasakan.. 3.3.. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif yang diperoleh dari data. sekunder. Data sekunder adalah data yang diterbitkan oleh organisasi yang bukan merupakan pengolahannya (Anto Dajan, 2000:18). Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain) (Nur Indriantoro, 2002:145).Untuk mengambil data digunakan metode dokumentasi. Sumber data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), internet dan dari Laporan Keuangan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan Bank Sentral Amerika Serikat (BEA), mengenai tingkat inflasi, tingkat suku bunga, ekspor bersih, GDP dan data mengenai nilai kurs mata uang AS terhadap rupiah.. 3.4.. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel Penelitian Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu. variabel dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan ataupun.

(52) memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 3.4.1. Variabel Dependen Variabel dependen adalah variabel yang menjadi perhatian utama peneliti. (Sekaran, 2006:116). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah nilai tukar (kurs). Kurs valuta asing adalah harga mata uang suatu negara dalam unit komoditas (seperti emas dan perak) atau mata uang negara lain (Yuliati dan Prasetyo, 2005:23). Kurs yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kuotasi tidak langsung (indirect quote), yaitu kuotasi yang mewakili jumlah unit valuta asing per dollar (Madura, 1997:65) 3.4.2. Variabel Independen Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat. baik secara positif maupun negatif (Sekaran, 2006:117). Variabel yang diangkat adalah selisih inflasi, perbedaan tingkat suku bunga, ekspor bersih dan GDP sebagai variabel independen. Inflasi adalah proses kenaikan harga umum barang-barang secara keseluruhan dan teus-menerus ( Case & Fair, 2004:58). Variabel inflasi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan selisih inflasi antara Negara Indonesia dengan Negara Amerika Serikat. Suku bunga menurut Fabozzi, et.al (1999:256) adalah harga yang dibayar “peminjam” (debitur) kepada pihak yang “meminjamkan” (kreditur) untuk pemakaian sumber daya selama interval waktu tertentu. Variabel suku bunga yang.

Gambar

Tabel  4.1  menunjukan  bahwa  untuk  tahun  2006  selama  bulan  Januari  sampai  dengan  September  nilai  inflasi  di  Indonesia  dan  Amerika  Serikat   sama-sama  cukup  besar  yaitu  lebih  dari  10%,  kemudian  pada  akhir  tahun  terjadi  penurunan
Grafik 4.1  Hasil Uji Normalitas
Tabel 4.10  Hasil  Uji Simultan
Tabel 4.11  Hasil Uji t
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini dengan menggunakan metode rule-based detection atau misuse detection maka klasifikasi akan melibatkan aturan dan pattern (pola) untuk menganalisis apapun

Penelitian yang dilakukan adalah pengujian kuat lekat antara tulangan dan beton terhadap tulangan bambu yang dilapisi pernis. Tulangan bambu diberi takikan untuk

Oman Sukmana, M.Si selaku Kepala Jurusan Program Studi Kesejahteraan sosial sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah memberikan arahan, dukungan serta motivasinya

yang terjadi akibat gesekan antara drillstring dan formasi. Sumur X-01 merupakan sumur vertikal pada lapangan X yang akan dilakukan pemboran horizontal re-entries dengan membuat

Menurut Houglum (2005), prinsip rehabilitasi harus memperhatikan prinsip- prinsip dasar sebagai berikut: 1) menghindari memperburuk keadaan, 2) waktu, 3) kepatuhan, 4)

dimaksudkan agar kaum perempuan yang terjerumus ke dalam tindakan tersebut tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi. Salah satu program pemberdayaan perempuan yang

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kripsi ini yang berjudul