• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, baik itu berupa peristiwa, nama seseorang ataupun cerita-cerita lainnya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. tertentu, baik itu berupa peristiwa, nama seseorang ataupun cerita-cerita lainnya."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang Masalah

Daerah secara sederhana dapat dikatakan sebagai sebentuk wilayah yang

memiliki bangunan tertentu yang memiliki nama, ciri dan khas tersendiri yang

dijadikan tempat tinggal oleh suatu kelompok masyarakat atau komunitas secara

terus-menerus dalam waktu yang lama, sehingga dapat dikatakan memiliki sejarah

tertentu, baik itu berupa peristiwa, nama seseorang ataupun cerita-cerita lainnya.

Sejarah tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia dan bahkan berkembang

sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia dari tingkat yang sederhana ke

tingkat yang lebih maju atau modern (http://www.wikipedia.com/sejarah_kota/).

Riwayat masa lampau sebagai obyek studi sejarah, berkenaan dengan

peristiwa-peristiwa pada kehidupan manusia yang menyangkut segala aspeknya.

Dalam penuturan sejarah, peristiwa-peristiwa tadi diurutkan kurun-kurun waktu

secara kronologis. Dari analisis sejarah tentang suatu peristiwa atau suatu

masalah, kita dapat mengadakan prediksi terhadap hal-hal tersebut pada masa

yang akan datang. Penelaahan suatu gejala atau suatu masalah dengan

menggunakan pendekatan sejarah, ini termasuk penelaahan yang dinamis, karena

memperhatikan urutan prosesnya dari waktu kewaktu.

Sejarah, dala

lampau yang benar-benar terjadi atau riwayat asal usul keturunan (terutama untuk

(2)

lampau yang menyelidiki dan menuturkan riwayat masa lampau tersebut sesuai

dengan apa yang terjadi tanpa dapat melepaskan diri dari kejadian dan serta

kenyataan masa sekarang yang sedang kita alami bersama dan tidak pula kita

lepaskan dari perspefktif masa depan.

Sebagai sebuah kisah, sejarah menyajikan sesuatu yang benar-benar

terjadi. Cerita sejarah disusun berdasarkan sumber-sumber, fakta-fakta dan

bukti-bukti berupa peninggalan-peninggalan sejarah. Setiap individu, masyarakat

maupun setiap bangsa memiliki sejarah sendiri-sendiri. Proses sejarah dapat

memberikan pengalaman, pelajaran dan pemantapan kepribadian bagi seorang

individu, masyarakat dan bangsa.

Pada masa dimana cerita atau peristiwa sejarah tersebut sudah berlalu,

peninggalan sejarahlah yang hanya tersisa. Peninggalan ini dapat berbentuk

bangunan, dokumentasi dan cerita turun-temurun. Dimana peninggalan sejarah ini

sangat berguna dan dapat dijadikan sumber utama dalam menelaah masalah atas

peristiwa yang terjadi di saat itu.

Kota Medan merupakan salah satu kota yang mempunyai peninggalan

sejarah. Salah satunya yang dapat terlihat dengan jelas adalah banguna-bangunan

bersejarah yang masih tampak hingga saat ini. Bangunan-bangunan ini telah

mengukir sejarahnya masing-masing sehingga dapat mendukung perkembangan

Kota Medan sendiri. Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Sumatera Utara mengatakan,

tanpa bangunan bersejarah, kota Medan tidak akan menjadi kotamadya. Artinya,

atas keberadaan warisan budaya (cultural heritage), maka kota Medan dikenal

di dunia luar

(3)

Berikut ini merupakan daftar bangunan-bangunan bersejarah yang ada di

Kota Medan, yang tentunya membantu perkembangan dan kemajuan Kota Medan

itu sendiri:

Tabel 1 Daftar Bangunan Bersejarah Kota Medan

No Bangunan Lokasi

1 Mesjid Raya Al’Mashun Jl. Sisingamangaraja

2 Mesjid Raya Labuhan Jl. Yos Sudarso

3 Gereja Roma Katholik Jl. Pemuda

4 Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP Jl. Sudirman 5 Gedung Palang Merah Indonesia Jl. Palang Merah

7 Tjong A Fie Mansion Jl. Ahmad Yani

8 RS Elizabeth, Jl. Sudirman

9 RS Pirngadi Jl. HM Yamin

10 RS Tembakau Deli Jl. Putri Hijau

11 Sekolah dan TK Roma Katholik Jl. Pemuda,

12 Sekolah Immanuel Jl. Sudirman

14 Kantor Walikota Medan Jl. Balai Kota

15 Kantor Pos Besar Jl. Balai Kota

16 Kantor Bank Mandiri Jl. Balai Kota

17 Kantor Hotel Natour Darma Deli Jl. Balai Kota 18 Bekas Kantor Dinas Tenaga Kerja Jl. Hindu

19 Kantor Bank Danamon Jl. Pemuda

20 Bekas Kantor Sospol Jl. Pemuda

21 Istana Maimun Jl. Sultan Makmun Al Rasyid

22 Kantor Dinas Pekerjaan Umum Jl. Kolonel Sugiono, 23 Rumah Dinas Walikota Medan Jl. Sudirman

24 Kantor Pengadilan Negeri Medan Jl. Pengadilan 25 Kantor Gubernur Sumatera Utara Jl. Diponegoro 26 Kantor Dinas Penerangan Kodam I Bukit Barisan Jl. Listrik

27 Bangunan lama di samping Hotel Danau Toba Jl. Imam Bonjol Medan 28 Gerja Kristen Indonesia Jl. Zainul Arifin,

30 Kantor Rispa Jl. Brigjen Katamso

31 Bank Bukopin Jl. Kolonel Sugiono

32 Bekas Kantor Polda Sumatera Utara Jl. Sudirman 33 Bekas Kantor Perkebunan HVA Jl. Sudirman

34 Bank Koperasi Jl. Kolonel Sugiono

(4)

37 Kantor Telkom Jl. HM Yamin

38 Bangunan toko-toko di Pusat Pasar Tidak diperkenankan direhabilitasi tanpa izin tertulis Walikota

39 Museum Kodam I Bukit Barisan Jl. Zainul Arifin

40 Kantor Bupati Deli Serdang di Jl. Brigjen Katamso (sudah dihancurkan).

41 Gedung South East Asia Bank Jl. Ahmad Yani (sudah dihancurkan) 42 Kantor Dinas Pekerjaan Umum Jl. Listrik Medan (sudah dihancurkan).

Sumber

2010)

Diantara bangunan-bangunan bersejarah ini penulis akan melakukan

penelitian pada salah satu bangunan yang berada di Kota Medan ini. Adapun

bangunan yang dimaksud adalah Tjong A Fie Mansion yang berada di Jalan

Ahmad Yani Medan. Penulis mengangkat judul penelitian tentang Tjong A Fie

Mansion karena bangunan ini merupakan tempat bersejarah yang juga merupakan

peninggalan budaya yang ada di Kota Medan yang dapat dijadikan salah satu

objek wisata yang dalam hal ini wisata sejarah.

Menurut Fon Prawira (pengelola Tjong A Fie Mansion yang juga cucu

Tjong A Fie), di Tjong A Fie Mansion selain bangunan arsitektur Cina, juga akan

ditemui banyak barang-barang bersejarah. “Oleh karena itu, Tjong A Fie Mansion

ini merupakan tempat pendidikan sejarah dan budaya. Melalui foto-foto yang

dikoleksi dari Belanda, dapat kita saksikan kesan dan pesan tentang keberadaan

sejarah Kota Medan pada masa lalu,” ujarnya. Tjong A Fie Mansion juga

dilengkapi dengan budaya Cina-Melayu yang terkenal di zaman abad ke-16.

“Budaya peranakan merupakan budaya asli yang tercipta pada masa itu.

Orang Cina pendatang berasimilasi dengan penduduk asli,” paparnya (Dalam

(5)

Sebelum berbicara mengenai rumahnya, hendaklah kita mengenali sosok

pemilik rumah tersebut terlebih dahulu. Seorang yang bernama Tjong A Fie

adalah pendiri bangunan ini. Hal ini terjadi akibat proses panjang atas perjalanan

tokoh multikulturalisme yang bersejarah ini di Sumatera Utara

itu juga memperlihatkan kepada masyarakat umum akan sumbangan dan

kepedulian Tjong A Fie terhadap kepentingan religi, budaya dan ekonomi di

Medan pada zamannya serta melesatarikan budaya Melayu-Cina

Tjong A Fie memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap Kota Medan,

misalnya dia turut andil dalam pembangunan Masjid Raya Al-Mashum, Istana

Maimoon, Kereta Api Deli (DSM), Masjid Gang Bengkok, Gereja di Jalan Uskup

Agung Sugiopranoto, Balai Kota Lama, Kuil Budha China di Brayan, Kuil Hindu,

dan Jembatan Kebajikan di Jalan Zainul Arifin. Ia juga tercatat sebagai pendiri

Rumah Sakit Cina pertama di Medan (daerah Marelan), pendiri Batavia Bank dan

Deli Bank. Perkebunan yang dipimpinnya memiliki lebih dari 10.000 tenaga kerja

dan luas kebunnya mengalahkan luas perkebunan milik Deli Matschapaij yang

dirintis oleh Jacobus Nienhuys yang dikenal dengan Peletak Dasar Budaya

Perkebunan di Sumatra Utara (http:// wisatasumatera.com/index.php).

Menurut situs “Tjong A Fie Memorial Institute”, pria ini lahir di provinsi

Guangdong di Tiongkok pada tahun 1860. Tjong A Fie datang ke Medan dari

Meixian, bersama dengan saudaranya Tjong Yong Hian (1850-1911), dia berhasil

membangun usaha dalam bidang perkebunan. Perusahaannya mempekerjakan

lebih dari 10.000 karyawan. Keberhasilannya tersebut membuat dia mempunyai

(6)

Sultan Deli Makmun Al Rasjid dan pejabat-pejabat kolonial Belanda. Tjong A Fie

pun lalu dilantik sebagai Kapitan China (”Majoor der Chineezen”), pemimpin

komunitas Tionghoa di Medan, menggantikan Yong Hian yang wafat.

Salah satu peninggalannya yang masih terkenal hingga saat ini adalah

istananya di kawasan Kesawan Ahmad Yani Medan. Diselesaikan pada tahun

1900, rumahnya yang menunjukkan pengaruh campuran Art

Deco-Tionghoa-Barat kini menjadi salah satu ikon kota Medan. Tjong A Fie Mansion merupakan

gedung bergaya Tiongkok kuno yang sangat fantastis. Dipintu gerbang dapat kita

lihat dua patung singa yang menghadap ke jalan, setelah masuk kita bisa melihat

taman yang ditata rapi menuju pintu masuk rumah.

Bahan bangunan terbuat dari batu bata dan kayu jati yang kokoh, didalam

rumah masih tersimpan peralatan rumah tangga yang digunakan Tjong A Fie

semasih hidup. Tjong A Fie Mansion ini merupakan salah satu cagar budaya yang

mengandung nilai budaya, pengetahuan dan sejarah.

Berdasarkan UU No 5 tahun 1992 dan Perda Kota Medan No. 6 tentang

pelestarian bangunan dan lingkungan yang bernilai sejarah arsitektur

kepurbakalaan maka bangunan peninggalan Tjong A Fie tersebut wajib dilindungi

dan dilestarikan. Bangunan Tjong A Fie Mansion ini diharapkan akan

memancarkan sinar keindahan dalam budaya bangsa yang akan mengundang

orang asing untuk menyaksikan daya tarik itu. Juga sebagai bukti peninggalan

sejarah Kota Medan, sekaligus menunjukkan kota ini yang berkarakter khas dan

sejak dulu terkenal dengan kerukunannya.

Sebagai penghubung agar dapat mengerti tentang masa lalu atau cerita asal

(7)

cukup penting. Hal ini menjadikan sejarah tidak jarang bahkan selalu dijadikan

bahan yang dapat dijual. Maksud dari kata dijual di sini adalah bahwa sejarah

dapat dikemas menjadi lebih menarik. Memperkenalkan sejarah kepada tiap

generasi itu sangat penting. Oleh karenanya, haruslah kita memberi suatu

terobosan khusus agar hikmah sejarah atau pengetahuan sejarah bisa dipahami

oleh semua orang. Sehingga dari sisa sejarah tersebut setiap orang ingin

membuktikan atau mengunjungi daerah ataupun bangunan tersebut secara

langsung. Hal ini akan meningkatkan pendapatan (income) daerah tersebut.

Salah satu upaya untuk menyajikan suatu sejarah agar lebih menarik

adalah dengan mengemasnya sebagai salah satu unsur dari perilaku pariwisata.

Pariwisata di sini adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata,

termasuk pengusaha objek, dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait.

Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang

dilakukan secara sukarela dan bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya

tarik wisata (Pendit, 2003: 14).

Sebut saja namanya wisata sejarah. Informasi dan makna sejarah, ini

merupakan dua hal yang merupakan aspek penting yang dicari orang ketika

mereka mengunjungi situs wisata sejarah. Wisata sejarah tidak hanya menarik dari

segi ekonomi karena memacu pendapatan dari kedatangan wisatawan dan

masuknya investasi. Wisata sejarah juga memiliki makna yang lebih luas: tentang

sistem budaya, simbol dan pendidikan.

Adapun yang termasuk ke dalam kategori wisata sejarah adalah apabila

seorang atau sekelompok individu yang melakukan perjalanan atau berkunjung ke

(8)

untuk mendapatkan sejarah atau asal muasal suatu objek. Memang segala yang

berhubungan dengan apapun yang ada pada masa sekarang, pasti memiliki asal

muasal sebelum masa sekarang itu terjadi, yaitu masa lampau yang juga disebut

sebagai sejarah. Namun, ada batasan-batasan suatu wisata dikatakan sebagai

wisata sejarah.

Tujuan dari perjalanan atau kunjunganlah yang menjadi acuan dari

batasan-batasan wisata sejarah tersebut. Seseorang dikatakan melakukan

perjalanan wisata sejarah jika seseorang tersebut mengunjungi tempat-tempat

bersejarah yang berhubungan tidak jauh dengan prasasti, candi, istana, benteng,

makam, tempat ibadah, museum, dan monument. Tujuan-tujuan tersebutlah yang

di katakan sebagai wisata sejarah. Dimana dalam menentukan bangunan tersebut

bersejarah atau tidak haruslah ada pengakuan, yang dalam hal ini pemerintah

setempat

Bangunan atau situs kuno pada dasarnya adalah sebuah “buku sejarah

yang hidup”. Dia bukan sekadar bangunan fisik, tapi sebuah “buku”, serangkaian

informasi. Hal ini dapat berjalan lancar jika memelihara situs dan bangunan

sejarah, serta menyajikan informasi secara lebih bermakna. Di tengah jebakan

pada hal-hal yang serba fisik, saatnya kita mencari makna yang lebih mendalam

dari yang kasat mata.

Minat mengenal lebih dekat bukti atau artefak peninggalan sejarah ini

dapat dikembangkan ke bentuk wisata sejarah. Setiap situs sejarah

dapat dikembangkan menjadi potensi wisata dengan terlebih dahulu melengkapi

setiap lokasi dengan fasilitas standar sesuai dengan tujuan wisata sejarah. Apabila

(9)

masyarakat luas, wisata sejarah ini tampaknya potensial untuk dikembangkan

lebih jauh. Semuanya itu bisa dikelola dan dikemas sebagai destinasi wisata

sejarah dan budaya Kota Medan.

I. 2. Perumusan Masalah

Penelitian yang dilakukan dengan mengambil judul “Wisata Sejarah”

bertujuan untuk melihat sejauh mana peranan wisata sejarah dalam dunia

kepariwisataan Kota Medan. Hal yang dimaksud adalah keberadaan Tjong A Fie

Mansion sebagai salah satu objek dari tujuan wisata sejarah yang berada di Kota

Medan.

Perumusan masalah memerlukan adanya pembatasan masalah, agar

penelitian ini tidak menjadi rancu ataupun menjadi meluas kepada hal-hal yang

tidak terkait dengan masalah yang sedang diteliti. Adanya pembatasan masalah,

diharapkan agar dalam penelitian ini akan menjadi lebih fokus yaitu Tjong A Fie

Mansion. Pembahasan dilakukan dengan cara memasukkan suatu informasi

maupun data yang didapat di lapangan maupun studi kepustakaan yang memiliki

keterkaitan dengan masalah ini.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah sebelumnya, permasalahan

utama dari penelitian ini adalah peranan dan perkembangan Tjong A Fie Mansion

sebagai salah satu objek wisata sejarah yang memiliki potensi untuk

perkembangan dunia kepariwisataan di Kota Medan.

Permasalahan tersebut dapat dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan

(10)

- Bagaimana awal perkembangan Tjong A Fie Mansion sehingga sampai

sebagai objek wisata Kota Medan.

- Bagaimana peranan pihak-pihak terkait : pemerintah, keluarga dan

masyarakat dalam melestarikan bangunan bersejarah tersebut.

- Apa pandangan wisatawan yang telah berkunjung dalam menilai Tjong A

Fie Mansion sebagai objek wisata sejarah Kota Medan.

- Mengapa Tjong A Fie menjadi ikon wisata sejarah Kota Medan

I. 3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan harus memiliki tujuan yang

hendak dicapai dan manfaat dari penelitian tersebut, adapun yang menjadi

tujuan dan manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

I.3.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara keseluruhan

perkembangan dan peranan Tjong A Fie Mansion sebagai salah satu bangunan

bersejarah yang berpotensi sebagai objek wisata sejarah yang ada di Kota Medan.

Hal ini ditujukan untuk melihat bagaimana pelestarian Tjong A Fie

Mansion sebagai suatu objek wisata sejarah dan merupakan manifestasi

kebudayaan yang ada di Kota Medan. Untuk mengetahui pendapat atau

pandangan wisatawan dalam menilai Tjong A Fie Mansion sebagai objek wisata

(11)

Adapun tujuan dari penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

- Untuk mengetahui peranan pihak-pihak terkait, yaitu: pemerintah,

keluarga, dan masyarakat dalam melestarikan bangunan bersejarah sebagai

objek wisata sejarah, dalam hal ini Tjong A Fie Mansion

- Untuk menggambarkan perkembangan Tjong A Fie Mansion sebagai

objek wisata Kota Medan saat sekarang ini

- Menjelaskan bahwa Tjong A Fie Mansion merupakan ikon wisata sejarah

Kota Medan

- Untuk mengetahui tanggapan dan pandangan wisatawan yang telah

berkunjung dalam menilai Tjong A Fie Mansion sebagai objek wisata

sejarah Kota Medan

I.3.2. Manfaat Penelitian

Sebagai sebentuk penelitian, besar harapan penulis agar nantinya hasil dari

penelitian dapat memberikan sumbangan nyata yang berarti bagi khalayak umum

dan masyarakat Kota Medan pada khususnya. Secara sederhana manfaat yang

diharapkan dari penelitian dan hasil penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut

: agar masyarakat mengetahui peranan Tjong A Fie di Kota Medan serta untuk

mendapatkan gambaran tentang alur pariwisata Tjong A Fie Mansion di Kota

Medan secara utuh, penelitian ini melihat Tjong A Fie Mansion sebagai suatu

bangunan bersejarah yang memiliki nilai-nilai sejarah yang merupakan salah satu

identitas pengukir sejarah Kota Medan. Penelitian tentang Tjong A Fie Mansion

ini juga bermanfaat sebagai suatu yang penting, menarik dan berguna untuk

(12)

Menariknya penelitian ini untuk semakin memperkokoh jatidiri

masyarakat Kota Medan melalui Tjong A Fie Mansion dengan tujuan utama

agar para generasi berikutnya mengenal sejarah dan budaya sebagai identitas.

Adapun manfaat penelitian ini nantinya adalah :

- Pada bidang akademis, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi

penambah khasanah penelitian bidang antropologi pariwisata.

- Penelitian ini secara akademis diharapkan dapat memberikan sumbangan

secara nyata mengenai bangunan bersejarah yang berpotensi sebagai

objek wisata sejarah di Kota Medan.

- Penelitian ini bermanfaat untuk menjadi suatu bahan evaluasi

terhadap penelitian yang telah ada sebelumnya mengenai Tjong A Fie

Mansion.

I. 4. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian adalah Tjong A Fie Mansion. Bangunan ini

berada di jalan Ahmad Yani (Kesawan) No. 105 Kelurahan Kesawan Kecamatan

Medan Barat.

I. 5. Tinjauan Pustaka

Pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi

tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam

pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat

abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan

(13)

yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,

organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk

membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat

(http://id.wikipedia.org/wiki/Kebudayaan).

Pada dasarnya kebudayaan memiliki unsur-unsur yang terjalin dan saling

berhubungan satu dengan yang lainya. Adapun mengenai unsur-unsur kebudayaan

menurut Koenjtaraningrat, bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yang dapat

ditemukan pada semua bangsa di dunia yang kemudian disebut unsur-unsur

kebudayaan universal, yaitu: 1. Bahasa, 2. Sistem Pengetahuan, 3. Organisasi

Sosial, 4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi, 5. Sistem Mata Pencaharian, 6.

Sistem Religi, dan 7. Kesenian (Koentjaraningrat, 1996: 80-8).

Kebudayaan fisik meliputi semua benda atau objek fisik hasil karya

manusia, seperti rumah, gedung bersejarah, perkantoran, jalan, jembatan, jalan,

mesin-mesin, dan sebagainya. Oleh karenanya, sifatnya pun paling konkrit, mudah

diraba dan diobservasi. Kebudayaan fisik merupakan hasil dari aktivitas sosial

manusia (Maran, 2007: 49).

Seperti yang diketahui, bahwa antropologi sangat erat hubungannya

dengan kebudayaan. Dimana antropologi memiliki beberapa sub bidang ilmu di

dalamnya. Salah satu sub bidang ilmu dalam antropologi adalah antropologi

pariwisata. Hubungan antropologi dan pariwisata adalah membahas dua hal utama

yaitu relevansi teori-teori antropologi dalam melihat berbagai masalah dalam

pariwisata dan masalah kedudukan peneliti dalam proses representasi.

(14)

dan hubungan antar suku bangsa, politik, pariwisata, stereotipe dan pengalaman,

serta masalah penulisan dan otoritas etnografi.

Relevansi teori-teori antropologi dalam menjelaskan gejala pariwisata dan

relevansi kajian pariwisata bagi perkembangan teori-teori antropologi akan

diperlihatkan melalui pembahasan yang mencakup permasalahan permasalahan

yang muncul di kalangan wisatawan, dalam industri pariwisata, maupun di

masyarakat daerah tujuan wisata itu sendiri. Konsep-konsep dan teori-teori

mengenai perjalanan (the journey), the Other, identitas, rekacipta budaya, dan

asimilasi yang akan digunakan untuk mengkaji.

Hubungan antropologi dan dunia pariwisata adalah untuk membahas

aspek-aspek budaya masyarakat sebagai asset dalam dunia pariwisata. Kajian teori

dan konsep-konsep antropologi terutama dalam melestarikan aspek budaya

masyarakat dan sekaligus mengkaji aspek budaya masyarakat sebagai asset

pariwisata dalam upaya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa

merusak makna dan nilai dari aspek budayanya.

Antropologi pariwisata memiliki fokus pada masalah pariwisata dari segi

sosial budaya. Adapun sosial budaya disini adalah sistem sosial, dan sistem

budaya yang berkembang antara pariwisata. Pariwisata merupakan perjumpaan

antara berbagai sistem sosial dan sistem budaya yang saling mempengaruhi.

Dimana sistem sosial dan sistem budaya setempat sebagai variabel yang

dipengaruhi (MH. Graburn, 1975).

Antropologi membandingkan cara hidup, budaya dari suatu kelompok

manusia dengan manusia lainnya dan yang menyangkut segala sesuatu tentang

(15)

untuk lebih memahami berbagai macam tindakan-tindakan wisatawan dalam

konteks budaya yang berbeda . selain itu kajian antropologi pada pariwisata

adalah untuk menyingkap cara yang digunakan wisatawan untuk

memberikeuntungan kepada daerah tujuan wisata dalam upaya mengembangkan

dunia wisata. Para antropolog juga ingin mengetahui pengaruh dari tindakan

orang-orang yang ada di daerah tuan rumah terhadap wisatawan-wisatawan itu

sendiri.

Pariwisata sendiri adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan

wisatawan. Hal ini membukt ikan bahwa ini erat hubungannya dengan antropologi.

Dimana kita dituntut untuk belajar mengetahui apa yang diinginkan orang-orang

sebagai calon wisatawan sebagai dasar atau awal usaha pemenuhan kebutuhan

yang benar-benar mereka inginkan. Hal ini diciptakan untuk mendapatkan hasil

yang diinginkan, yaitu mendatangkan banyak pengunjung atau wisatawan karena

mereka berhasil “dipuaskan” kebutuhannya (Sukadijo, 1996: 2).

Ada berbagai pendapat dalam mendefinisikan kata pariwisata tersebut,

namun hal yang paling penting adalah kita harus memandang pariwisata secara

menyeluruh berdasarkan scope (cakupan) atau komponen yang terlibat dan

mempengaruhi pariwisata antara lain:

1. Wisatawan

Setiap wisatawan ingin mencari dan menemukan pengalaman fisik dan

psikologis yang berbeda – beda antara satu wisatawan dengan wisatawan

lainnya. Hal inilah yang membedakan wisatawan dalam memilih tujuan

dan jenis kegiatan di daerah yang dikunjungi.

(16)

Orang – orang bisnis atau investor melihat pariwisata sebagai suatu

kesempatan untuk mendatangkan keuntungan dengan cara menyediakan

barang dan jasa yang dibutuhkan wisatawan.

3. Pemerintah Lokal.

4. Masyarakat setempat,

Masyarakat lokal biasanya melihat pariwisata dari faktor budaya dan

pekerjaan karena hal yang tidak kalah pentingnya bagi masyarakat lokal

adalah bagaimana pengaruh interaksi wisatawan dengan masyarakat lokal

baik pengaruh yang menguntungkan maupun yang merugikan.

Dari uraian di atas dapat kita lihat bahwa pariwisata merupakan gabungan

dari sejumlah fenomena yang muncul dari interaksi antara wisatawan, industri

penyedia barang & jasa, pemerintah lokal, dan masyarakat setempat dalam sebuah

proses untuk menarik perhatian dan melayani wisatawan

(http://madebayu.blogspot.com/search/label/definisi pariwisata dan wisatawan).

Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut

yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek

wisata dan daya tarik wisata. Objek wisata dan daya tarik wisata adalah segala

sesuatu yang menjadi sasaran wisata. Sementara wisatawan sendiri adalah

orang-orang yang melakukan perjalanan wisata (Pendit, 2003: 14)

Adapun jenis-jenis pariwisata itu sendiri adalah: Wisata Budaya, Wisata

Kesehatan, Wisata Olahraga, Komersial, Wisata Industri, Wisata Politik, Wisata

konvensi, Wisata sosial, Wisata Pertanian, Wisata maritim (bahari),

Wisata Cagar Alam, Wisata Buru, Wisata Pilgrim dan Wisata Sejarah. Dalam hal

(17)

Informasi dan makna sejarah. Dua hal itu merupakan aspek penting yang

dicari orang ketika mereka mengunjungi situs wisata sejarah. Hal ini dapat

dilakukan dengan mengunjungi prasasti, candi, istana, benteng, makam, mesjid,

gereja, vihara, klenteng, pura, museum dan monument. Dimana dalam hal ini

bangunan dianggap sebagai suatu bangunan yang berpotensi untuk dijadikan suatu

sumber yang kuat untuk mencari dan mengetahui suatu sejarah dan asal muasal

peristiwa maupun daerah terkait. Bangunan tujuan wisata sejarah ini juga

merupakan tempat yang dijadikan pemerintah sebagai cagar budaya dan sejarah

karena mamiliki sejarah yang tinggi dalam peristiwa yang terkait (Yoeti, 1985:

95).

Adapun contoh dari wisata sejarah ini adalah Vihara Phak Khak Liang.

Tempat ini berada di Desa Kuto Panji, Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka,

Sekitar 2 km dari Kota Belinyu atau 53 km dari Kota Sungailiat. Pha Kak Liang

adalah sebuah kawasan wisata sejarah bergaya China, yang dibangun di daerah

bekas tambang timah, luasnya mencapai 2 ha. Wisatawan yang datang kesini

seolah berada didaratan Hongkong atau Taiwan. Vihara ini dijadikan sebagai

suatu objek wisata sejarah karena bangunan ini merupakan pendukung sejarah

dari terbentuknya Kabupaten Bangka Belitung

(http://www.visitbangkabelitung.com/jenis_objek_wisata/Wisata Sejarah).

Kota Semarang, Jawa Tengah, terdapat salah satu pilihan untuk berwisata

sejarah, yaitu mengunjungi Kelenteng Sam Poo Kong. Kelenteng ini dibangun

pertamakali pada tahun 1724 oleh masyarakat Tionghoa di Semarang,

sebagai bentuk penghormatan kepada Laksamana Zheng He atau yang lebih

(18)

mereka. Pada perkembangannya, Kelenteng Sam Poo Kong mengalami perubahan

bentuk setelah dibangun kembali pada tahun 2002 . Tak hanya sebagai tempat

peribadatan, lokasi ini menjadi tempat kunjungan wisata tak hanya dari dalam

negeri tapi juga wisatawan mancanegara. Nama Sam Poo Kong diambil sebagai

kehormatan untuk Zheng He, yang berarti leluhur

Penulis sendiri mengangkat penelitian yang berdasarkan pada pengertian

di atas, yakni wisata sejarah. Dimana tempat yang ingin penulis teliti adalah Tjong

A Fie Mension adalah tempat yang bersejarah dan merupakan cagar budaya yang

memiliki peran penting dalam perkembangan Kota Medan. Sehingga Tjong A Fie

Mension ini dapat diteliti sebagai suatu objek wisata sejarah yang ada di Kota

Medan.

Antara pariwisata dengan kebudayaan memiliki hubungan yang dapat

dijelaskan berdasarkan dari cerita. Dimana hubungan antara pariwisata dan

kebudayaan berawal dari rasa ingin tahu seseorang. Perasaan ini yang mendorong

orang untuk melakukan perjalanan (berwisata). Lebih lanjut dilakukan

penyimpulan bahwa makin banyak orang melakukan perjalanan, makin bertambah

pula pengetahuan serta pengalamannya. Kemudian berlanjut pada bertambahnya

‘kekayaan’ intelegensia dan jiwanya. Hal inilah yang dinamakan emansipasi

seseorang (Pendit, 2003: 195).

Emansipasi seseorang lazim pula disebut budaya pribadi (personal culture

atu subjective culture). Makin tinggi nilai watak dan sifat seseorang,

makin tinggi pula emansipasi yang dicapai olehnya. Dalam hal ini ia disebut

(19)

oleh pengetahuan serta pengalamannya dalam melakukan perjalanan selama

hidupnya.

Konferensi Pariwisata Internasional yang disponsori oleh Perserikatan

Bnagsa Bangsa (PBB) (Roma, 22 Agustus-5 September 1963) telah memberikan

tekanan akan pentingnya arti nilai sosial dan budaya kepariwisataan, dimana

hubungan yang dihasilkan selalu merupakan faktor dan cara yang paling utama

untuk menyebarkan ide-ide dan pengertian tentang kebudayaan satu dan yang

lainnya.

Dokumen UNESCO (United nations educational, Scientific and Culture

Organizatio) Nomor E/ CONF. 47/8, mengandung gagasan-gagasan yang

menyatakan bahwa perhatian khusus harus diberikan dengan jalan serasi untuk

mempelajari dan meneliti faktor-faktor kebudayaan dalam pariwisata. Pentingnya

faktor kebudayaan ditinjau dengan segala daya upaya untuk memajukan

pariwisata internasional maupun untuk memperluas penyebaran ide-ide dan

pengertian tentang kebudayaan antar negara.

Kebudayaan nampak dalam tingkah laku dan hasil karya manusia (culture

in act and artifact). Manifestasi kebudayaan itulah yang diharapkan kepada

wisatawan untuk dinikmati sebagai atraksi wisata. Dengan kata lain, di belakang

manifestasi kebudayaan terdapat nilai kebudayaan yang dapat dijual (Soekadijo,

1996: 288-289).

Pariwisata yang berhubungan dengan penelitian etnografi, sebagai

antropolog tidak boleh mengabaikan wisatawan selama penelitian lapangan

dan tidak juga boleh mengabaikan keseriusan pariwisata sebagai suatu akademisi

(20)

pengembangan pariwisata sebagai disiplin ilmu penelitian antropologi.

Pemahaman melalui pendekatan secara interpretatif adalah aspek penting dalam

mempelajari pariwisata sebagai suatu karya etnografi.

I. 6. Metode Penelitian

I. 6.1. Tipe dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan bersifat deskripsi, yang

bermaksud menggambarkan secara terperinci mengenai Tjong A Fie Mansion

sebagai objek wisata Kota Medan. Pada dasarnya akan bersangkutan dengan

pihak-pihak terkait lainnya dalam melirik Tjong A Fie Mansion ini sendiri.

Penulis tertarik dalam meneliti tentang Tjong A Fie Mansion sebagai suatu

objek wisata sejarah yang memiliki andil dalam dunia kepariwisataan Kota Medan

yang selama ini terus berkembang. Tanpa menganggap itu sebagai perbedaan dan

suatu keistimewaan dari objek-objek wisata sejarah lainnya hingga dapat menjadi

suatu konflik, melainkan sebagai suatu keragaman tentang bangunan bersejarah

sebagai objek wisata sejarah yaitu Tjong A Fie Mansion itu sendiri yang ada di

Kota Medan.

Pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah pendekatan kualitatif.

Dalam pendekatan kualitatif, pengetahuan tentang Tjong A Fie Mansion ataupun

ungkapan yang ada pada pihak-pihak terkait yang diteliti mengenai segala suatu

yang berkaitan dengan upaya dan peran serta perkembangan Tjong A Fie

(21)

I. 6. 2. Tehnik Pengumpulan Data

Dalam hal mendeskripsikan tentang peran dan perkembangan saat

sekarang ini Tjong A Fie Mension yang ada di Kota Medan, maka dilakukan

penelitian lapangan sebagai suatu upaya untuk memperoleh data primer. Selain itu

diperlukan juga penelitian dari berbagai sumber kepustakaan sebagai upaya untuk

memperoleh data sekunder. Dalam penelitian kualitatif, untuk memperoleh data

primer tersebut, metode yang digunakan adalah metode observasi atau

pengamatan dan wawancara.

Data Primer

Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan

cara penelitian lapangan, yaitu:

Metode observasi dilakukan guna mengetahui situasi dalam konteks ruang

dan waktu pada daerah penelitian. Menurut penulis, data yang diperoleh dari hasil

wawancara saja tidaklah cukup untuk menjelaskan fenomena yang terjadi, oleh

karena itu diperlukan suatu aktivitas dengan langsung mendatangi tempat

penelitian dan melakukan pengamatan. Pengamatan akan dilakukan pada setiap

kegiatan atau peristiwa yang dianggap perlu atau berhubungan dengan tujuan

penelitian.

Metode yang dipakai adalah observasi (partisipasi maupun non-partisipasi)

observasi partisipasi membantu untuk memahami lingkungan dan menilai keadaan

yang terlihat ataupun keadaan yang tersirat (tidak terlihat, hanya dapat dirasakan)

dengan memperhatikan kenyataan atau realitas lapangan, yang mana dalam

observasi jenis ini peneliti tidak hanya sebatas melakukan pengamatan, tetapi juga

(22)

sebagai pemandu wisata (guide) dalam beberapa kesempatan yang diberikan oleh

pihak Tjong A Fie Memorial Institute, hal ini tidak terlalu sulit bagi peneliti

dikarenakan peneliti merupakan penduduk Kota Medan sendiri. Observasi

diharapkan dapat berjalan dengan baik oleh karena sebelumnya telah dilakukan

pra-penelitian. Walaupun demikian peneliti akan berusaha berfikir secara objektif

sehingga data yang diperoleh dilapangan adalah benar dan sesuai dengan

kenyataan yang ada dilapangan.

Dalam hal perlengkapan pada saat melakukan kegiatan penelitian yang

bersifat observasi non-partisipasi, digunakan kamera untuk mempublikasikan

hal-hal penting yang dianggap mendukung penelitian. Dengan adanya kamera dapat

memudahkan peneliti untuk menggambarkan keadaan dari masyarakat tempat

penelitian berlangsung.

Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam (depth

interview) kepada beberapa informan yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Informan disini adalah pihak-pihat terkait yang berhubungan langsung ataupun

tidak langsung dengan Tjong A Fie Mension. Dimana yang berpotensi menjadi

informan pangkal adalah orang yang pertama kali peneliti jumpai dalam

melakukan penelitian awal, yang dalam hal ini adalah para pemandu (guide) yang

akan mengantarkan kita berkeliling mengitari Tjong A Fie Mension dengan

pengantar sedikit keterangan tentang bangunan tersebut. Informan kunci adalah

orang yang dianggap memiliki keterkaitan langsung dan memiliki pengetahuan

yang dalam tentang hal yang diteliti, dalam hal ini Tjong A Fie Mension. Dimana

yang termasuk dalam informan kunci pada penelitian ini adalah keluarga atau

(23)

adalah informan biasa, yaitu yang berpengalaman dan juga memiliki pengetahuan

yang cukup tentang Tjong A Fie Mension, yaitu wisatawan dan pemerintah (Dinas

Pariwisata Kota Medan dan Lurah setempat).

Wawancara mendalam ini dilakukan dengan mendatangi orang-orang

dianggap mempunyai dan memiliki pengetahuan yang luas dan lengkap tentang

sejarah dan asal-usul Tjong A Fie Mension. Hal ini perlu dilakukan karena

pengetahuan akan sejarah dan asal-usul Tjong A Fie Mension tersebut

memberikan sumbangan yang berarti dalam memahami makna dan merupakan

tema pokok penelitian yang akan dilakukan.

Teknik wawancara juga dilakukan dengan cara komunikasi verbal atau

langsung dengan para informan dengan berpedoman pada interview guide yang

telah dipersiapkan sebelumnya untuk mendapatkan data konkrit yang lebih rinci

dan mendalam. Perlengkapan yang digunakan pada saat wawancara adalah catatan

tertulis untuk mencatat bagian-bagian yang penting dari hasil wawancara dan

tape recoder yang digunakan untuk merekam proses wawancara dalam rangka

antisipasi terhadap keabsahan data yang diperoleh ketika melakukan .

Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang bersifat tidak langsung, akan tetapi

memiliki keterkaitan fungsi dengan salah satu aspek pendukung bagi keabsahan

suatu penelitian. Data sekunder berupa sumber-sumber atau referensi tertulis yang

berhubungan dengan permasalahan penelitian, data sekunder dalam penelitian ini

adalah : Studi kepustakaan sebagai teknik pengumpul data selanjutnya,

dimaksudkan peneliti sebagai suatu sarana pendukung untuk mencari dan

(24)

penelitian para ahli lain yang berhubungan dengan masalah penelitian guna lebih

menambah pengertian dan wawasan peneliti demi kesempurnaan akhir penelitian

ini.

I. 6. 3. Analisis Data

Dapat dikatakan bahwasanya dalam penelitian ini penulis berusaha untuk

bersikap objektif terhadap data yang diperoleh di lapangan. Data ini diperlakukan

sebagaimana adanya, tanpa dikurangi, ditambahi ataupun diubah, sehingga tidak

akan mempengaruhi keaslian data-data tersebut. Keseluruhan data yang diperoleh

dari hasil penelitian lapangan tersebut akan diteliti kembali, pada akhirnya

kegiatan ini bertujuan untuk memeriksa kembali kelengkapan hasil wawancara.

Langkah selanjutnya, data-data yang telah tersedia dan telah diteliti

kembali ini akan dianalisis secara kualitatif. Keseluruhan data yang diperoleh dari

observasi, wawancara dan sumber kepustakaan disusun berdasarkan

pemahaman-pemahaman akan fokus penelitian atau berdasarkan kategori yang sesuai dengan

Gambar

Tabel 1 Daftar Bangunan Bersejarah Kota Medan

Referensi

Dokumen terkait

Nilai dari Silhouette Coefficient dan Purity metode single linkage selalu lebih tinggi jika dibandingkan dengan metode K-means. Kurang optimalnya metode K-means ini

Perkebunan Teh di Kendal, Jawa Tengah menetapkan luas areal pemangkasan sebesar 25 % per tahun dari luas total areal tanaman menghasilkan (TM) yang dibagi dalam dua

• Skor mentah yang dihubungkan dengan suatu norma perkembangan memperlihatkan sejauh mana perkembangan seseorang pada domain tersebut. • Terdiri dari

Peserta didik yang belajar pada tahun terakhir di satuan pendidikan, memiliki rapor lengkap penilaian hasil belajar sampai dengan semester I tahun terakhir, dan atau

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengolahan data mengenai pengaruh kadar fly ash terhadap flowability dan workability beton segar, kuat tekan dan modulus

Sebagaimana disebutkan terdapat dua pendekatan utama terhadap dekomisioning instalasi nuklir, yaitu semua pekerjaan pembongkaran dilakukan segera setelah

Puji syukur kepada Tuhan atas segala kasih dan rahmat yang diberikanNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Penerapan Model Pembelajaran

Pengenceran Larutan Standar M1 = Konsentrasi larutan induk (ppm) V1 = Volume larutan induk (ml).. M2 = Konsentrasi larutan yang diencerkan (ppm) V2 = Volume larutan yang