• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

7

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Kajian Teori

a. Dinding

Dinding bangunan gedung adalah suatu komponen bangunan gedung yang terbentuk bidang vertikal yang berguna untuk melingkungi, membagi, atau membatasi suatu ruang dengan ruang lain (Cornelia Rimba, dkk, 2009). Dinding dapat hanya berfungsi sebagai pembatas atau partisi (curtai wall) saja dan dapat pula berfungsi sebagai komponen struktural, yaitu selain pembatas ruang juga sebagi peredam suara dan pengaman rumah, berfungsi pula sebagai penerima beban komponen bangunan diatasnya (bearing wall). Dinding pembatas ruang biasanya menggunakan pasangan 1/2 bata, sedangkan untuk dinding struktur minimal menggunakan pasangan satu bata.

b. Macam – Macam Material Dinding

Material untuk komponen dinding bangunan gedung yang tersedia di pasaran bermacam – macam. Mulai dari batu bata, batako, bata ringan atau beton ringan, dinding batu alam/batu kali, dinding kayu, dinding sirap, dinding kaca dan sebagainya. Pada kajian pustaka hanya akan dibahas dinding batu bata, dinding batako, dan dinding bata beton ringan.

1) Batu Bata

Batu bata adalah material yang sangat popular digunakan di Indonesia. Hampir setiap bangunan di Indonesia bahkan sampai pelosok desa semua bangunan menggunakan batu bata, yang paling sering digunakan adalah bata merah. Bahkan proses pembuatannya sederhana dan bahan baku yang mudah didapat dan harganya terjangkau.

(2)

Ukuran bata hasil produksi lokal menurut peraturan spesifikasi teknis pasal 7 tentang pekerjaan dinding adalah 10 x 5 x 20 cm dibakar dengan baik, mempunyai sudut runcing, tanpa cacat atau tidak mengandung kotoran. Bentuk batu bata seperti gambar 2.1 berikut ini :

.

Gambar 2.1 Batu Bata 2) Batako

Menurut persyaratan umum bahan bangunan di Indonesia (1982) pasal 6 “batako adalah bata yang dibuat dengan mencetak dan memelihara dalam kondisi lembab.”

Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata. Batako difokuskan sebagai konstruksi – konstruksi dinding bangunan non struktural. Material dinding batako umumnya dibuat dari campuran semen dan pasir kasar yang dicetak padat atau press, batako juga yang terbuat dari campuran batu tras, kapur, dan air. Bahkan kini juga beredar batako dari campuran semen, pasir, dan air. Pada umumnya alternative pemakaian batako banyak digunakan di banyak tempat yaitu untuk menghemat biaya pembangunan rumah. Bentuk batako seperti gambar 2.2 berikut ini :

(3)

Gambar 2.2 Batako

3)Bata Ringan / Bata Beton Ringan

Beton ringan adalah beton yang mengandung agregat ringan dan mempunyai berat satuan dengan kepadatan lebih kecil dari 1900 kg/m3 (SNI-03-2847-2002). Beton ringan bukan saja diperhitungkan karena beratnya yang ringan, tetapi juga karena isolasi suhu yang tinggi dibandingkan beton biasa, umumnya pengurangan kepadatan diikuti dengan kenaikan isolasi suhu meskipun terjadi penurunan kekuatan (Murdock, 1986). Disini menurut Neville dan brooks (1987) menjelaskan beton ringan dapat dibagi menjadi tiga menurut kegunaanya yaitu : a. Beton ringan struktur

Beton ini memiliki kuat tekan minimum pada umur beton 28 hari tidak kurang dari 17 MPa (2500 psi). berat jenis beton ini tidak lebih dari 1840 kg/m3 dan biasanya terletak antara 1400 kg/m3 - 1840 kg/m3.

b. Beton ringan untuk pasangan batu

Beton ini memiliki berat jenis antara 500 kg/m3 - 800 kg/ m3 dan kuat tekan antara 7 Mpa – 14 MPa.

c. Beton ringan penahan panas.

Beton ini memiliki koefisien hantar panas dengan berat jenis beton kurang dari 800 kg/m3 dan kuat tekan antara 0,7 MPa – 7 MPa .

Menurut SNI-0021-1978 juga dijelaskan tentang spesifikasi material dinding bangunan gedung. Yang dapat dilihat pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Spesifikasi Material Dinding Bangunan Gedung

(4)

Bahan BJ (Kg/m3) Kuat Tekan (N/mm2) Tebal Spesi (mm) Tahan (jam) Kebutuhan /m2 (buah) Bata Merah Kering 1500 Normal 2000 2,5 -25 20-30 2 30-35 Batako Pres Kering 950 Normal 1000 5,5 20-30 4 20-25 Bata Beton Ringan Kering 520 Normal 650 > 4 3-5 4 8-9

Berdasarkan SNI No. 03-0349-1989 syarat fisis bata beton untuk pasangan dinding dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.2 Syarat Fisis Bata Beton Untuk Pasangan Dinding Syarat Fisis Satuan Tingkat mutu bata

beton pejal

Tingkat mutu bata beton berlubang I II III IV I II III IV Kuat tekan

bruto rata- rata minimal kg/cm2 100 70 40 25 70 50 35 20 Kuat tekan benda bruto masing- masing benda uji minimal kg/cm2 90 65 35 21 65 45 30 17 Penyerapan air rata- rata maksimal % 25 35 -- -- 25 35 -- --

Pembuatan beton ringan ada 3 metode yaitu: (Tjokrodimuljo,1996) 1) Dengan membuat gelembung – gelembung gas/udara dalam adukan

semen sehingga terjadi banyak pori – pori udara di dalam betonnya (beton ringan teraerasi).

2) Dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat bakar, batu apung atau agregat buatan sehingga beton yang dihasilkan akan lebih ringan dari pada beton biasa.

3) Dengan cara membuat beton tanpa menggunakan butir – butir agragat halus atau pasir yang disebut beton non pasir.

(5)

Beton ringan juga memiliki keuntungan, yaitu: memiliki tahan panas yang baik, memiliki tahan suara yang baik (peredam suara), tahan api. Sedangkan kelemahan beton ringan yaitu: nilai kuat tekan yang kecil dibanding beton normal sehingga tidak dianjurkan untuk struktural (Sumarno, 2010). Maka dari itu perlu pembuatan beton ringan perlu dikembangkan atau penelitian beton ringan yang memenuhi kuat tekan sesuai SNI, sehingga beton ringan bisa dipakai untuk beton struktural. c. Beton Ringan Foam

Beton foam adalah campuran antara semen, air, agregat dengan bahan tambah (admixture) tertentu yaitu dengan mencampuran gelembung – gelembung dalam betuk busa dalam adukan semen sehingga terjadi banyak pori – pori udara dalam betonnya.

Menurut Armin j (2011) beton ringan foam yang dibuat dengan pembentukan gelembung udara dalam pasta semen diklasifikasikan dalam 3 macam beton ringan:

1) Beton aerasi autoklaf adalah mortar terbuat dari pasta semen, pasir, dan atau kapur, kemudian ditambahkan agent busa, dan bubuk aluminium. Adonan tersebut dimasukkan ke dalam cetakan, setelah cukup keras (±12 jam), dikeluarkan kemudian dimasukkan dalam ruang perawatan beruap jenuh (VDZ, 2002, Homann, 2008, dalam Armin J, 2011)

2) Beton ringan menggunakan bahan kimia bubuk aluminium, yaitu beton ringan yang dibuat menggunakan foam agent dan bubuk aluminium dicampurkan dalam adukan semen, pasir halus, dan atau kapur sebagaimana jenis beton ringan pertama. Perbedaannya adalah setelah produk cukup keras, dan dikeluarkan dari cetakan dilakukan perawatan produk diruangan dengan suhu kamar.

3) Beton ringan yang ketiga, terbagi menjadi 2 macam beton ringan, yaitu beton ringan busa mekanikal foaming, agent busa ditambahkan ke adukan semen. Gelembung – gelembung udara secara mekanik dihasilkan dari mixer berkecepatan tinggi, busa yang relatif tidak stabil

(6)

berkembang secara tidak teratur menghasilakan gelembung udara dalam adukan beton (Readymix, 1978 dalam Armin J, 2011). Beton ringan busa physical foaming, busa dibuat dari agent foam dan air dengan generator foam menghasilkan foam (busa) yang stabil kemudian dimasukkan dalam adukan semen dan bahan tambah. Adukan beton ringan seperti ini, menghasilkan mortar berpori lebih stabil (Readymix, 1978 dalam Armin J, 2011).

Beton ringan foam yang akan digunakan untuk bata beton ringan dalam penelitian ini adalah beton ringan jenis kedua, yaitu beton ringan dengan foam (busa) yang dibuat tersendiri melalui peralatan foam. Foam agentt dicampur dengan air, dimasukan dalam peralatan pembuatan foam. Setelah menjadi foam kemudian dimasukkan dalam adukan semen dan agregat dalam mixer.

d. Bahan Penyusun Bata Beton Ringan Foam dengan Bahan Tambah Abu Terbang (fly ash)

Material dasar pembentuk beton terdiri dari semen, agregat, air, dan bahan tambah bila diperlukan (SKSNI T 15-1990-03). Perbandingan tersebut mengacu pada standart American Concrete Institute (ACI), atau Rode Note No.4 yang diperbarui dengan the british mix design method atau yang lebih dikenal dengan department of environment (DOE), atau campuran coba – coba (Tjokrodimuljo, 1996 dalam Dewana 2014). Pada penelitian susmiati (2015) menggunakan perbandingan 1 pc : 4 agregat halus. Dan hanizam awang (2012) menggunakan perbandingan 1 pc : 1,5 pasir : 0,45 air. Kajian mengenai material dasar pembentuk beton akan disajikan sebagai berikut:

1) Semen Portland

Semen berfungsi untuk merekatkan butir – butir agregat agar terjadi suatu massa yang padat dan juga mengisi rongga – rongga diantara butiran – butiran agregat. Salah satu jenis semen yang biasa dipakai dalam pembuatan beton ialah semen portland. Bahan dasar

(7)

pembentuk semen portland terdiri dari kapur, silika, alumina dan oksida besi. Oksida tersebut bereaksi membentuk suatu produk akibat peleburan. Menurut (Tjokrodimoljo, 1996), Semen Portland diklasifikasikan menjadi 5 jenis yaitu:

a. Jenis I : Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus.

b. Jenis II : Semen Portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi.

c. Jenis III : Semen Portland yang penggunaanya memerlukan persyaratan kekuatan awal yang tinggi setelah pengikatan.

d. Jenis IV : Semen Portland yang penggunaanya menuntut panas hidrasi rendah.

e. Jenis V : Semen Portland yang penggunaannya menuntut persyaratan sangat tahan terhadap sulfat.

Dalam pedoman beton 1989 disyaratkan dalam pembuatan beton harus memenuhi syarat SNI 0013-18 “mutu dan cara uji semen”. Dalam penelitian ini digunakan semen jenis I yang digunakan untuk tujuan umum.

2) Agregat

Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton (Kardiyono Tjokrodimulyo, 1996). Agregat ini menempati sebanyak 70% dari volume mortar atau beton. Walaupun hanya sebagai bahan pengisi, akan tetapi agregat sangat berpengaruh terhadap sifat- sifat mortar/ betonnya, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam adukan mortar/ beton.

Md. Azree Othuman Mydin (2012) menyatakan bahwa komposisi agregat kasar yang dipakai untuk beton ringan foam yaitu hanya pasir halus yang memiliki ukuran partikel 4 mm dan distribusi diameter pasir yang rata dapat digunakan untuk foam concrete. Hal ini terutama karena

(8)

selama pencampuran agregat kasar dapat mengakibatkan pecahnya gelembung udara yang dihasilkan busa.

3) Air

Air merupakan bahan dasar pembuatan beton yang penting. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta untuk menjadi bahan pelumas antara butir – butir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Sulfat dan kualitas air yang digunakan dalam campuran beton akan sangat mempengaruhi proses, sifat serta mutu beton. Menurut PBI 1971, pemakaian air untuk beton tersebut sebaiknya memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gr/liter.

b. Tidak mengandung garam – garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gr/liter.

c. Tidak mengandung klorida (CL) lebih dari 0,5 gr/liter.

d. Tidak mengandung senyawa – senyawa sulfat lebih dari 1 gr/liter.

4) Foam agent

Foam agent adalah suatu larutan pekat dari bahan surfaktan, dimana apabila hendak digunakan harus dilarutkan dengan air. Dengan membuat gelembung – gelembung gar/udara dalam adukan semen, dengan demikian akan terjadi banyak pori – pori udara di dalam betonnya (Muhammad Afaza, 2014).

Cara membuat gelembung – gelembung gas/udara dalam skala besar adalah dengan memasukkan foam yang dicampur air ke dalam tabung foam generator, kemudian memberikan tekanan angin dengan air compressor ke dalam tabung maka akan terbentuk busa – busa foam. Timbul reaksi kimia yang melepas sejumlah gas, dan setelah adukan beton ini mengeras maka terbentuk struktur berpori serta beton menjadi lebih ringan (Scheffler dan Colombo, 2005).

(9)

5) Additive Foam Concrete

Additive foam concrete adalah bahan campuran untuk pekerjaan pembuatan bata ringan membuat foam lebih stabil, dapat mengurangi berat bata ringan, dan juga menambah kuat tekan.

6) Abu Terbang (fly ash)

Abu terbang (fly ash) berupa butiran halus ringan, tidak porous, dan bersifat pozzolanik. Abu terbang tidak memiliki kemampuan mengikat seperti semen tapi dengan adanya air dan partikel ukuran halus, oksida silica yang terkandung di dalamnya akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan mengikat (Krisbiyantoro, 2005)

Material ini mempunyai kadar bahan semen yang tinggi dan mempunyai sifat pozzolan. Kandungan fly ash sebagian besar terdiri dari silikat dioksida (SiO2), aluminium (AI2O3), besi (Fe2O3) dan kalsium (CaO), serta magnesium, potassium, sodium, titanium, dan sulfur dalam jumlah yang lebih sedikit (Paul Nugraha, 2007)

Sebagian besar komponen kimia dari abu terbang tergantung tipe batu bara, menurut ASTM C618-86 dalam Eko Hindaryanto, 2010, terdapat dua jenis abu terbang kelas F dan C. Kelas F dihasilkan dari pembakaran batu bara jenis antrasit dan bituminous, sedangkan kelas C dari batu bara jenis lignite dan subituminous. Kandungan kimia yang ada dalam fly ash tercantum dalam tabel 2.3 (ASTM C618-950)

Tabel 2.3 Kandungan kimia fly ash

Senyawa Kimia Jenis F Jenis C

Oksida Silika (SiO2) + Oksida Alumina (AI2O3)+Oksida Besi(Fe2O3), minimum %

70.0 50.0 Trioksida Sulfur (SO3), maksimum % 5.0 5.0

Kadar Air, maksimum % 3.0 3.0

(10)

Sifat – sifat abu terbang yang menguntungkan pada campuran beton adalah (Duggal, 2008 dalam Eko hindaryanto, 2010)

a. Memperbaiki sifat pengerjaan. b. Meningkatkan ketahanan beton. c. Meningkatkan kerapatan beton. d. Menurunkan panas hidrasi.

e. Menurunkan kerusakan akibat sulfat. f. Mengurangi penyusutan.

g. Menurunkan bleeding dan segregasi. h. Meningkatkan kekuatan.

Adapun berat jenis fly ash yang berasal dari PLTU Tanjung Jati B Jepara adalah sebesar 2,3 g/cm3 (Sumber : Laboratorium Bahan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Dalam Susmiati : 2015). Penurunan berat jenis disebabkan berat jenis fly ash lebih rendah dari pasir dan semen. Berat jenis (specific gravity = SG) fly ash yaitu 2,30 yaitu berkisar dari 2.1 sampai 3.0 umumnya lebih rendah dibandingkan dengan SG semen Portland (PC) yang mempunyai SG 3.15. adanya perbedaan berat jenis ini disebabkan karena abu terbang lebih porous. (M. Stefano, 2010)

e. Perawatan

Curing secara umum dipahami sebagai perawatan beton yang bertujuan untuk menjaga supaya beton tidak terlalu cepat kehilangan air, atau sebagai tindakan menjaga kelembaban dan suhu beton, setelah proses finishing beton selesai dan waktu total setting tercapai (http://lauwtjunnji.weebly.com/curing-beton.html)

menurut SNI 03-3421-1994 tentang cara uji beton ringan isolasi yaitu setelah 24 jam pertama setelah pencetakan, rawat benda uji dalam ruangan dengan temperatur 21 oC ± 5,5 oC. Setelah 24 jam ± 2 jam, simpan benda uji dalam ruangan dengan temperatur 23 oC ± 1,7 oC. jangan direndam, setelah 7 hari simpan benda uji kedalam ruangan lembab dengan temperatur 21 oC ± 5,5 oC selama 18 hari. 25 hari setelah pencetakan, benda

(11)

uji dioven dengan temperatur 60 oC ± 2,8 oC selama 3 hari, setelah dioven diamkan benda uji dalam suhu ruang dan lakukan pengujian pada umur 28 hari.

f. Pengujian

1) Kuat Tekan Bata Beton Ringan Foam

Salah satu sifat penting dari beton ringan adalah kuat tekannya yang dapat digunakan sebagai dasar dalam penilaian mutu atau karakteristik dari produk beton yang dihasilkan (SNI 03-3421-1994)

Kuat tekan beton adalah kemampuan beton untuk menahan gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Besarnya kuat tekan beton dapat dihitung dengan persamaan 2.1

P = ………...(2.1)

dimana, P = kuat tekan (N/mm2)

F = beban tekan maksimum (N)

A = luas penampang benda uji yang ditekan (mm2)

Kuat tekan beton ringan menggunakan fly ash pada umur 28 hari sudah mencapai 80-85%, 90 hari akan mencapai kuat tekan 100% (Chen Bing, 2012)

Suryani dan N. Mohamad, (2012) menjelaskan beton foam dengan berat jenis 1200 kg/m3 kuat tekan bisa mencapai 7,5 Mpa pada umur 28 hari dan 10 Mpa pada umur 91 hari.

2) Berat Jenis Bata Beton Ringan Foam

Pengujian berat jenis beton dilakukan dengan menggunakan pengukuran berat dan volume. Adapun langkah – langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Menimbang sampel beton

2. Mengukur diameter dan tinggi sampel beton 3. Menghitung volume sampel beton

(12)

BJ = ………(2.2) Dimana : BJ = berat jenis (gr/cm3)

W = berat benda uji (gram) V = volume benda uji (cm3) 3) Daya Serap Bata Beton Ringan Foam

Beton mempunyai kecenderungan berisi rongga akibat adanya gelembung- gelembung udara yang terbentuk selama atau sesudah proses pencetakan, atau ruangan yang saat mengerjakan (selesai dikerjakan) mengandung air. Air ini menggunakan ruangan,dan jika air menguap maka akan meninggalkan rongga- rongga udara. Rongga udara ini merupakan peluang untuk masuknya air dari luar ke dalam beton. Semakin banyak rongga ini, maka kemungkinan masuknya air semakin besar, dan kemungkinan terbentuknya pipa kapiler semakin besar. Oleh karena itu, untuk mengurangi kemungkinan masuknya air ke dalam beton, beton harus dibuat sepadat mungkin (Wuryati & Chandra Rahmadiyanto : 2001 ).

Daya serap air adalah kemampuan beton ringan untuk menyerap air ketika dalam air hingga memiliki massa jenuh, artinya hingga beton ringan tidak mampu menyerap lagi karena sudah penuh. Berdasarkan Kardiyono Tjokrodimuljo (1996) dalam Helmi Ardiansyah (2004), besarnya serapan air pada beton dapat dirumuskan sebagai berikut: WA = – x 100% ……….(2.3) dimana: WA = daya serap air (%)

mj = massa benda dalam kondisi jenuh (kg) mk = massa benda kering (kg)

2. Penelitian Yang Relevan

Beberapa penelitian yang membahas tentang pengujian lockbrick moduler maupun penambahan agregat halus dan foam antara lain adalah:

(13)

1. Jurnal internasional oleh Hanizam Awang, Md Azree Othoman Mydin, dan Ahmad Farhan Roslan, (2012) Microstructural Investigation Of Lightweight Foamed Concret Incorporating Various Additives dengan menggunakan perbandingan 1 pc : 1,5 pasir : 0,45 air menunjukan:

a. Beton ringan berbusa dengan pengganti sebagian semen dengan fly ash, pada penggantian fly ash 0% pada umur 28 hari dengan berat 600 kg/m3 menghasilkan kuat tekan 0,5 N/mm2. Sedangkan pada berat 1000 kg/m3 menghasilkan kuat tekan 3,1 N/mm2.

b. Beton ringan berbusa dengan pengganti sebagian semen dengan fly ash, pada penggantian fly ash 15% pada umur 28 hari dengan berat 600 kg/m3 menghasilkan kuat tekan 0,5 N/mm2. Sedangkan pada berat 1000 kg/m3 menghasilkan kuat tekan 3,2 N/mm2.

c. Beton ringan berbusa dengan pengganti sebagian semen dengan fly ash, pada penggantian fly ash 30% pada umur 28 hari dengan berat 600 kg/m3 menghasilkan kuat tekan 0,3 N/mm2. Sedangkan pada berat 1000 kg/m3 menghasilkan kuat tekan 2,8 N/mm2.

2. Naya Fatharoni (2015) melakukan penelitian tentang pemanfaatan abu terbang (fly ash) pada beton non pasir ditinjau dari kuat tekan dan permeabilitas beton untuk green pedestrian road implementasi sebagai bahan pembelajaran mata kuliah teknologi beton Hasil penelitian menunjukkan bahwa:

a. Penggunaan abu terbang (fly ash) sebagai pengganti sebagian semen berpengaruh terhadap kuat tekan beton yang menghasilkan kuat tekan tertinggi pada penggunaan abu terbang sebanyak 50% yaitu sebesar 2,367 MPa, sedangkan rata – rata kuat tekan terendah pada beton dengan variasi penggunaan abu terbang sebanyak 25% yaitu sebesar 0,871 MPa. Kuat tekan beton non pasir pada penelitian ini belum memenuhi syarat kuat tekan yang disyaratkan dalam ACI 522R – 06 sebesar 17,61 MPa. 3. Hasil penelitian Ngarifin (2015) pengaruh penambahan fly ash terhadap kuat

(14)

suplemen bahan ajar mata kuliah teknologi beton pada semester III PTB JPTK UNS dapat disimpulkan bahwa:

a. Nilai optimal kuat tekan bata beton ringan foam yaitu pada variasi penambahan fly ash 30% sebesar 35 kg/cm2 dengan penambahan foam 30% dan fly ash 30% sebesar 2,60 kg/cm2 dengan penambahan foam 40%.

b. Nilai optimal berat jenis bata beton ringan foam yaitu pada variasi penambahan fly ash 0% sebesar 1346,250 kg/m3 dengan penambahan foam 30% dan 855,565 kg/m3 dengan penambahan foam 40%.

c. Nilai optimal daya hambat panas bata beton ringan foam yaitu pada variasi penambahan fly ash 0% sebesar 73,807oC/W dengan penambahan foam 30% dan 75,692oC/W dengan penambahan foam 40%.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Lili Susmiati (2015) dengan judul pengaruh pemanfaatan limbah fly ash terhadap kuat tekan, berat jenis dan daya serap air bata beton ringan foam sebagai Suplemen Materi Mata Kuliah Teknologi Beton PTB JPTK FKIP UNS. Variasi fly ash pada campuran yaitu 0%, 25%, 50%, dan 75% dari jumlah kebutuhan berat agregat halus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan nilai kuat tekan optimum, berat jenis minimal dan daya serap air. Dari hasil penelitian tersebut didapat kesimpulan:

a. Persentase fly ash dan foam yang optimal untuk mencapai kuat tekan maksimal bata beton ringan foam terdapat pada persentase 50% fly ash dan 20% foam dengan kuat tekan sebesar 6,196 Mpa.

b. Persentase fly ash dan foam yang optimal untuk mencapai berat jenis minimal bata beton ringan foam terdapat pada persentase 25% fly ash dan 40% foam dengan berat jenis sebesar 696,389 kg/m3.

c. Persentase fly ash dan foam yang optimal untuk mencapai daya serap air minimal bata beton ringan foam terdapat pada persentase 50% fly ash dan 20% foam dengan daya serap air minimal sebesar 12,247%.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Ari Sri Wahyuni (2015) pengaruh pemanfaatan abu sekam padi pada bata beton ringan foam terhadap kuat

(15)

tekan, berat jenis, dan daya serap air sebagai pengembangan bahan ajar mata kuliah teknologi beton (pada mahasiswa semester III PTB JPTK UNS penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa:

a. Variasi abu sekam padi 0%, 25%, 35%, dan 45% dan variasi foam0,2 dan 0,3 berpengaruh signifikan terhadap kuat tekan bata beton ringan foam. Semakin besar prosentase penambahan abu sekam padi menyebabkan penurunan kuat tekan bata beton ringan foam.

b. Variasi abu sekam padi 0%, 25%, 35%, dan 45% dan variasi foam0,2 dan 0,3 berpengaruh signifikan terhadap berat jenis bata beton ringan foam. Semakin besar prosentase penambahan abu sekam padi menyebabkan penurunan berat jenis bata beton ringan foam.

c. Variasi abu sekam padi 0%, 25%, 35%, dan 45% dan variasi foam 0,2 dan 0,3 berpengaruh signifikan terhadap daya serap air bata beton ringan foam. Semakin besar prosentase penambahan abu sekam padi menyebabkan peningkatan daya serap air bata beton ringan foam.

6. Penelitian yang dilakukan oleh Junaidi Wibowo (2015) dengan judul pemanfaatan abu vulkanik gunung kelud sebagai bahan pengganti sebagian agregat halus bata beton ringan foam terhadap kuat tekan, berat jenis dan hamba panassebagai suplemen materi mata kuliah ilmu bahan bangunan semester I PTB JPTK UNS. Dari hasil penelitian tersebut didapat kesimpulan:

a. Persentase abu vulkanik (0%, 20%, 40% dan 60% ) sebagai pengganti sebagian agregat halus termasuk dalam kategori beton ringan.

b. Persentase abu vulkanik (0%, 20%, 40% dan 60% ) sebagai pengganti sebagian agregat halus, tidak memenuhi kuat tekan dalam SNI 03-0349-1989.

c. Tidak disarankan nilai optimal hambat panas pada persentase (0%, 20%, 40% dan 60%) dikarenakan tidak adanya nilai kuat tekan yang memenuhi standar SNI.

(16)

B. Kerangka Berfikir

Berdasarkan uraian dalam kajian pustaka, diuraikan kerangka berfikir “pengaruh fly ash sebagai bahan pengganti sebagian agregat halus beton ringan untuk mendapatkan kuat tekan, berat jenis dan daya serap air”, bahwa penggunaan fly ash sebagai bahan pengganti sebagian agregat halus pada beton ringan diduga berpengaruh pada karakteristik beton ringan yaitu terhadap kuat tekan, berat jenis dan daya serap air. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Kerangka Berpikir Penelitian

Adapun variabel – variabel yang dipakai dalam penelitian ini adalah variabel bebas yaitu variasi penambahan abu terbang (fly ash) sedangkan variabel terikatnya adalah kuat tekan, berat jenis dan daya serap air beton ringan foam. Untuk lebih jelasnya hubungan atara variabel bebas dan variabel terikat dapat dilihat pada gambar 2.4.

Penggunaan Beton Ringan Foam

Pemanfaatan Limbah Abu Terbang (fly ash) yang berat jenisnya lebih ringan dari pasir

Pengganti Sebagian Agregat Halus

Penggunaan Abu Terbang (fly ash) Sebagai Pengganti Sebagian Agregat Halus Dengan Variasi 0%, 15%, 30%,

45% dan 60% dengan penambahan foam 50% dan 70% Uji Kuat Tekan, Berat jenis, dan

(17)

Gambar 2.4. paradigma penelitian kuat tekan, berat jenis dan daya serap air beton ringan foam

Keterangan :

X = variabel bebas (variasi penggunaan abu terbang (fly ash)) Y1 = variabel terikat (kuat tekan)

Y2 = variabel terikat (berat jenis) Y3 = variabel terikat (daya serap air)

X

Y1

X

X

Y2

(18)

C. Hipotesis

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berfikir maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

1. Ada pengaruh penggunaan abu terbang (fly ash) dengan variasi 0%, 15%, 30%, 45% dan 60% sebagai pengganti sebagian agregat halus terhadap kuat tekan beton ringan foam.

2. Ada pengaruh penggunaan abu terbang (fly ash) dengan variasi 0%, 15%, 30%, 45% dan 60% sebagai pengganti sebagian agregat halus terhadap berat jenis beton ringan foam.

3. Ada pengaruh penggunaan abu terbang (fly ash) dengan variasi 0%, 15%, 30%, 45% dan 60% sebagai pengganti sebagian agregat halus terhadap daya serap air beton ringan foam.

4. Ada persentase penggantian abu terbang (fly ash) dengan variasi 0%, 15%, 30%, 45% dan 60% sebagai agregat halus untuk mencapai kuat tekan optimal beton ringan foam.

5. Ada persentase penggantian abu terbang (fly ash) dengan variasi 0%, 15%, 30%, 45% dan 60% sebagai agregat halus untuk mencapai berat jenis minimal beton ringan foam.

6. Ada persentase penggantian abu terbang (fly ash) dengan variasi 0%, 15%, 30%, 45% dan 60% sebagai agregat halus untuk mencapai daya serap air minimal beton ringan foam.

Gambar

Gambar 2.2 Batako  3) Bata Ringan / Bata Beton Ringan
Tabel 2.2 Syarat Fisis Bata Beton Untuk Pasangan Dinding  Syarat Fisis  Satuan  Tingkat mutu bata
Gambar 2.4. paradigma penelitian kuat tekan, berat jenis dan daya serap air beton     ringan foam

Referensi

Dokumen terkait

Dalam satu sisi, wakaf ini dinilai baik karena si wakif akan mendapat dua kebaikan, yaitu kebaikan dari amal ibadah wakafnya dan kebaikan dari silaturahim terhadap keluarga

Metode yang digunakan dalam Analisis Debit Banjir Rancangan terdiri dari: Metode GAMA I dan metode Nakayasu dengan pertimbangan: keterbatasan data pengukuran

[r]

Oleh karena itu, buku siswa yang akan digunakan perlu ditinjau dari ketersediaan penilaian autentik yang terdapat dalam buku siswa tersebut. Format analisis

Namun demikian, teater selalu dikaitkan dengan kata drama yang berasal dari kata Yunani Kuno, Draomai yang berarti bertindak atau berbuat dan Drame yang berasal dari kata

Skripsi dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Metode Talking Stick Berbantuan Media Kartu Gambar pada Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Sari ” disusun

Parameter yang diukur adalah tekstur tanah, struktur tanah, bulk density tanah, total ruang pori tanah, infiltrasi tanah, warna tanah, permeabilitas tanah, pH tanah, C-organik

Keracunan pestisida paling banyak di Desa Pakurejo 30,3% pada kelompok umur 30-39 tahun 30,8% dan berpendidikan taman SD 59,1 % dengan faktor risiko yang berpengaruh