• Tidak ada hasil yang ditemukan

Allah SWT semata. Untuk itu, manusia harus mengagungkan asma Allah, dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Allah SWT semata. Untuk itu, manusia harus mengagungkan asma Allah, dengan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

%$%, 3(1'$+8/8$1

$ /DWDU%HODNDQJ0DVDODK

Manusia lahir, hidup, dan akhirnya meninggalkan dunia hanya atas kehendak Allah SWT semata. Untuk itu, manusia harus mengagungkan asma Allah, dengan mengakui bahwa dunia beserta segala isinya dan seluruh galaksi yang ada di alam semesta ini adalah ciptaan-Nya dan sudah menjadi kewajiban manusia untuk menjaga dan melestarikan apa yang disediakan oleh Allah SWT.

Lingkungan merupakan tempat untuk beraktualisasi, bereksistensi dan berinteraksi bagi manusia. Hubungan antara sesama manusia dengan makhluk lain dan juga lingkungan akan berjalankan dengan baik, apabila terjadi simbiosis mutualisme, dengan prinsip kerjasama yang saling menguntungkan. Masing-masing saling memberi ruang dan kemerdekaan hidup, sehingga terjalin keselarasan dan keserasian, sebagaimana ajaran Sultan Agung, yakni mangasah

mingising budi, memasuh malaning bumi yang termuat dalam kitab Sastra

Gendhing1.

Manusia dibekali dengan akal dan budi yang menempatkan derajat manusia paling tinggi jika dibandingkan dengan makhluk ciptaan-Nya yang lain. Dengan akal dan budi itulah manusia mampu menciptakan suatu hal yang menunjang kehidupannya di dunia. Dengan pemberian itulah manusia mampu menciptakan

1 M. Nasruddin Anshoriy Ch, dan Sudarsono, 2008, Kearifan Lingkungan dalam Perspektif

(2)

hal yang indah sebagai rasa syukur akan keindahan alam atau biasa disebut

dengan kebudayaan atau budaya. Kata “kebudayaan” berasal dari bahasa

Sansekerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti “budi” atau

“akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan

dengan akal manusia”, sedangkan kata “budaya” merupakan perkembangan

majemuk dari “budi daya” yang berarti “daya dari budi” sehingga dibedakan antara “budaya” yang berarti “daya dari budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, dengan “kebudayaan” yang berarti hasil dari cipta, karsa dan rasa. Dalam disiplin ilmu antropologi budaya, kebudayaan dan budaya itu artinya sama saja. Menganalisis konsep kebudayaan perlu dilakukan dengan pendekatan dimensi wujud dan isi dari wujud kebudayaan2.

Jika dilihat menurut dimensi wujudnya, kebudayaan dibagi menjadi tiga wujud, yaitu :

1. Kompleks gagasan, konsep, dan pikiran manusia :

Wujud ini disebut sistem budaya, sifatnya abstrak, tidak dapat dilihat, dan berpusat pada kepala-kepala manusia yang menganutnya. Sehingga bisa dikatakan bahwa kebudayaan yang berada pada tahap ini merupakan kebudayaan dasar yang merupakan cikal bakal dari kebudayaan pada tahap selanjutnya yang dapat berupa interaksi antar manusia maupun kebudayaan berwujud kebendaan yang dihasilkan dari pengembangan gagasan maupun konsep yang terdapat dalam pikiran manusia.

2. Kompleks aktivitas :

2M. Munandar Sulaeman, 1995, Ilmu Budaya Dasar: Suatu Pengantar, PT. Eresco, Bandung,

(3)

Berupa aktivitas manusia yang saling berinteraksi, bersifat kongkret, dapat diamati atau diobservasi. Wujud ini sering disebut sistem sosial yang terbentuk dari gagasan manusia akan sebuah konsep manusia untuk saling berinteraksi dengan sesamanya. Sistem sosial ini tidak dapat melepaskan diri dari sistem budaya yang otomatis akan membawa bentuk interaksi masing-masing kelompok manusia tersebut.

3. Wujud sebagai benda :

Aktivitas manusia yang saling berinteraksi tidak terlepas dari berbagai penggunaan peralatan sebagai hasil karya manusia untuk mencapai tujuannya. Aktivitas karya manusia tersebut menghasilkan benda untuk berbagai keperluan hidupnya. Kebudayaan dalam bentuk fisik yang kongkret biasa juga disebut kebudayaan fisik, mulai dari benda yang diam sampai benda yang bergerak.3

Kebudayaan merupakan bagian penting bagi ekosistem suatu lingkungan karena dalam lingkungan sebuah keadaan alam dan manusia akan saling terkait dan saling terikat. Hal ini berarti bahwa saat melakukan perlindungan terhadap lingkungan hidup maka elemen kebudayaan sudah termasuk di dalamnya dan termasuk dalam objek yang mendapatkan perhatian untuk dilakukan perlindungan. Dalam Pasal 1 Poin 30 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlidungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa

“kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata lingkungan hidup

3

(4)

secara lestari.”4

Hal ini menunjukkan perlindungan lingkungan hidup tidak hanya berbasis pada perlindungan dari pencemaran semata namun juga perlindungan bagi terjaganya kearifan lokal masyarakat yang merupakan jati diri dan aset negara.

Peninggalan kebudayaan yang berupa kepurbakalaan atau berwujud sebagai benda hasil cipta manusia tidak hanya diukur dengan usia beberapa bulan atau beberapa puluh tahun saja tetapi berasal dari masa ratusan atau bahkan ribuan tahun. Peninggalan sejarah dan kepurbakalaan dapat pula dibagi menurut zaman, macam, bahan, dan fungsinya. Menurut zamannya ada peninggalan zaman prasejarah, zaman Indonesia Hindu/Buddha atau seringkali disebut zaman klasik, zaman pengaruh Islam, barat dan sebagainya. Menurut macamnya ada yang berupa benda-benda bergerak dan tak bergerak, misalnya arca, ukiran, alat-alat rumah tangga, alat-alat upacara, naskah, gedung, rumah, bekas settlement, benteng dan lain-lain. Menurut bahannya ada peninggalan sejarah dan kepurbakalaan yang dibuat dari batu, logam, kertas, kulit dan lain-lain. Menurut fungsinya ada yang berupa candi, kuil, klenteng, gereja, kraton, pura, masjid, punden berundak, alat perhiasan, alat atau benda upacara keagamaan dan lain-lain.5

Sejarah panjang bangsa Indonesia memunculkan banyak sekali warisan situs atau benda cagar budaya peninggalan dari kebudayaan masa lampau. Sebuah peninggalan cagar budaya mempunyai arti penting bagi kebudayaan bangsa,

4 Pasal 1 Poin 30 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059)

5

Koesnadi Hardjasoemantri, 2012, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University

(5)

khususnya untuk memupuk rasa kebanggaan nasional serta memperkokoh kesadaran jati diri bangsa. Salah satu bentuk peninggalan dari peradaban masa lampau yang masih bisa dilihat oleh generasi sekarang adalah berupa candi-candi peninggalan kerajaan dan kebudayaan masa lampau yang tersebar hampir merata di seluruh Pulau Jawa. Dahulu candi merupakan pusat kebudayaan, pendidikan dan peribadatan bagi masyarakat pada jamannya baik pada masa kebudayaan Hindu maupun pada masa kebudayaan Buddha.

Dewasa ini telah banyak candi yang telah ditemukan dan telah didata sebagai warisan cagar budaya yang bersifat langka dan wajib dilindungi. Di daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah diketahui bahwa warisan candi mempunyai kepadatan yang tinggi dan masih banyak candi yang belum ditemukan. Sebuah contoh nyata dari padatnya candi di daerah DIY adalah Kawasan Candi Prambanan atau biasa disebut sebagai Candi Roro Jonggrang yang merupakan kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 Masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti Siwagrha nama asli kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasa Sansekerta yang bermakna 'Rumah Siwa'), dan memang di garbagriha(ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa.

Kompleks Candi Prambanan adalah termasuk situs warisan dunia menurut

United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO)

(6)

kategori warisan budaya dunia (World Cultural Heritage) No. C 6426. Pengakuan oleh UNESCO ini menandakan bahwa Kawasan Candi Prambanan telah memenuhi syarat sebagai objek vital dunia dan membutuhkan perhatian khusus. Dengan pengakuan dari UNESCO maka otomatis masyarakat dunia telah diperkenalkan kepada Kawasan Candi Prambanan. Oleh karena itu Kawasan Candi Prambanan bisa dikatakan mempunyai potensi yang sangat besar di bidang pariwisata karena telah dikenal dan diakui oleh dunia internasional.

Potensi yang dimiliki oleh Candi Prambanan sangatlah besar sehingga perlu adanya manajemen pengelolaan yang baik dan berdasar pada peraturan perundang-undangan yang ada sehingga potensi yang ada bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1992 Tentang Pengelolaan Taman Wisata Candi Borobudur dan Taman Wisata Candi Prambanan Serta Pengendalian Lingkungan Kawasannya pengelolaan Kawasan Candi Prambanan diserahkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko.

Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah yang tidak dimiliki oleh negara lain. Namun sisi lain dari melimpahnya SDA tersebut adalah keberadaan puluhan gunung berapi yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Sebagian dari gunung-gunung tersebut merupakan gunung yang mempunyai tingkat aktifitas yang tinggi dan ada juga yang mempunyai tingkat aktifitas yang relatif rendah. Pada hari Kamis tanggal 13

6

UNESCO, Prambanan Temple Compounds, http://whc.unesco.org/en/list/642/, diakses pada

(7)

Februari 2014 sekitar pukul 22.50 WIB Gunung Kelud mengeluarkan material berupa debu vulkanik sebagai akibat dari erupsi besar yang terjadi malam itu.7 Sekitar pukul 03.00 WIB hari Jumat tanggal 14 Februari 2014 material debu vulkanik sampai di wilayah Jateng dan DIY dan juga menyelimuti hampir diseluruh Pulau Jawa.

Selain berbahaya bagi kesehatan lingkungan letusan ini juga sangat berbahaya bagi bangunan kuno yang terkena serpihan debu vulkanik tersebut, sebagai contoh adalah Candi Prambanan yang bisa terkena dampak serius jika tidak segera di lakukan pemeliharaan pasca letusan Gunung Kelud tersebut. Abu vulkanik dapat mempercepat korosi batuan candi dan juga menutup sistem drainase. Abu vulkanik nampak hanya seperti debu kecil yang tidak berbahaya, tapi sebetulnya material asam vulkanik bukan kombinasi yang baik untuk candi. Selain abu vulkanik sulit dibersihkan, lapisan lumut hijau tumbuh pula dengan cepat.

Sebagai pihak yang diberikan kekuasaan untuk melakukan pengelolaan terhadap Kawasan Candi Prambanan, PT. (PERSERO) Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko maka timbul kewajiban bagi pengelola untuk melakukan upaya terpadu pelestarian terhadap Kawasan Candi Prambanan

7Erupsi adalah pelepasan magma, gas, abu, dll ke atmosfer atau ke permukaan bumi. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Erupsi di definisikan sebagai letusan gunung berapi atau semburan sumber minyak dan uap panas dari dalam bumi. Erupsi gunung berapi terjadi jika ada pergerakan atau aktivitas magma dari dalam perut bumi menuju ke permukaan bumi. Secara umum, erupsi di bedakan menjadi 2, yaitu Erupsi eksplosif dan Erupsi efusif. Bisa dilihat di http://www.kamusq.com/2013/04/erupsi-adalah-pengertian-dan-definisi.html yang diakses pada tanggal 15 Mei 2014

(8)

agar kelestarian dari Candi Prambanan tetap terjaga. Di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya telah dicantumkan arti dari penguasaan yaitu “pemberian wewenang dari pemilik kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau setiap orang untuk mengelola cagar budaya dengan tetap

memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya”8

. Dari pengertian penguasaan tersebut telah jelas dikatakan bahwa ada kewajiban untuk melakukan pelestarian terhadap cagar budaya yang dikuasai oleh pengelola baik oleh pemerintah maupun setiap orang yang diberikan hak penguasaan. Kawasan Candi Prambanan merupakan objek penting negara yang penguasaannya dibagi untuk beberapa pihak yaitu pemerintah yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sedangkan dalam sektor swasta adalah PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko yang merupakan BUMN yang bergerak di bidang pariwisata.

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa letusan Gunung Kelud dapat mengancam kelestarian Kawasan Candi Prambanan dan terdapat kewajiban bagi pengelola untuk melakukan sebuah tindakan pelestarian. Menurut

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 pelestarian sendiri diartikan sebagai “upaya

dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan

8Pasal 1 Poin 8 Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168)

(9)

cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.”9

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa segala usaha harus dilakukan untuk menjaga kelestarian sebuah cagar budaya dari segala ancaman baik ancaman dari alam maupun dari manusia.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, untuk menambah wawasan keilmuan dan juga menerapkan ilmu yang telah dipelajari oleh penulis, maka penulis bermaksud untuk menyusun penulisan hukum yang mengupas pelaksanaan pengelolaan Kawasan Candi Prambanan sebagai warisan budaya dunia UNESCO yang dilakukan oleh BPCB dan PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko serta usaha pembersihan Kawasan Candi Prambanan dari abu vulkanik Gunung Kelud untuk kemudian akan diperbandingkan dengan peraturan perundang-undangan khususnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Oleh karena itu penulis menyusun penulisan hukum dengan judul sebagai berikut ³3(1*(/2/$$1

.$:$6$1&$1',35$0%$1$13$6&$(5836,*8181*.(/8'´.

% 5XPXVDQ0DVDODK

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka ada tiga permasalahan yang menarik bagi penulis untuk melakukan suatu penelitian

9 Pasal 1 Poin 22 Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168)

(10)

sebagai wujud Tri Dharma Perguruan Tinggi yang menarik untuk didiskusikan. Adapun rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengelolaan Kawasan Candi Prambanan?

2. Bagaimanakah pengelolaan Kawasan Candi Prambanan pasca erupsi Gunung Kelud?

3. Apa sajakah kendala dalam pelaksanaan pengelolaan Kawasan Candi Prambanan pasca erupsi Gunung Kelud?

& 7XMXDQ3HQHOLWLDQ

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian “PENGELOLAAN

KAWASAN CANDI PRAMBANAN PASCA ERUPSI GUNUNG KELUD”,

dapat dikelompokan sebagai tujuan obyektif dan tujuan subyetif sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui pengelolaan Kawasan Candi Prambanan yang telah dilakukan oleh BPCB dan PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko untuk kemudian dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan terutama Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.

b. Untuk mengetahui dampak erupsi Gunung Kelud bagi Kawasan Candi Prambanan serta untuk mengetahui pelaksanaan wujud pengelolaan yaitu pemeliharaan Kawasan Candi Prambanan dari abu vulkanik Gunung Kelud untuk kemudian dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan terutama Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.

(11)

c. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh pengelola dalam melakukan upaya pemeliharaan terhadap Kawasan Candi Prambanan sebagai akibat dari erupsi Gunung Kelud.

2. Tujuan Subyektif

Untuk mengaplikasikan ilmu hukum khususnya hukum lingkungan di bidang pelestarian cagar budaya yang dapat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat dan juga untuk memenuhi syarat untuk mendapat gelar Strata 1 (S1) .

' .HJXQDDQ3HQHOLWLDQ

Beberapa manfaat atau kegunaan yang akan kita peroleh dalam penelitian ini, antara lain :

1. Bagi peneliti

Untuk memperoleh pengetahuan yang mendalam mengenai proses pemeliharaan kawasan cagar budaya yang dalam hal ini Kawasan Candi Prambanan dalam menghadapi erupsi Gunung Kelud.

2. Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini untuk menambah khasanah perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu hukum lingkungan khususnya dalam bidang hukum cagar budaya.

3. Bagi Pemerintah

Penelitian ini memberi masukan kepada pemerintah melalui Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta mengenai kebijakan pemeliharaan dan

(12)

pelestarian cagar budaya, terutama dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan pemeliharaan kawasan cagar budaya akibat erupsi gunung berapi.

( .HDVOLDQ3HQHOLWLDQ

Dalam penyusunan penulisan hukum ini, penulis telah melakukan riset dan penelusuran pada berbagai referensi dan hasil penelitian, baik dari perpustakaan, media cetak maupun media elektronik. Dari penelusuran tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian hukum yang sejenis dan/atau berhubungan dengan judul, dan rumusan permasalahan tersebut adalah baru. Penelusuran yang penulis lakukan menemukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan pelestarian Cagar Budaya, antara lain sebagai berikut :

1. Penelitian dilakukan oleh Ni Putu Sukmawati pada tahun 2014 dengan judul

“ASPEK HUKUM PELESTARIAN CANDI PRINGTALI DI KABUPATEN

KULONPROGO YOGYAKARTA”. Adapun penelitian ini menitik beratkan

pada pelestarian yang berupa upaya beserta kendala yang dihadapi dalam rangka pelestarian Candi Pringtali yang terletak di Kabupaten Kulonprogo. 2. Penelitian dilakukan oleh Arif Rahmanto yang dilaksanakan pada tahun 1995

dengan judul “ SEGI HUKUM PERLINDUNGAN DAN PEMELIHARAAN

BENDA CAGAR BUDAYA DI KAWASAN SANGIRAN KEBUPATEN

DAERAH TINGKAT II SRAGEN”. Adapun penelitian ini menitik beratkan

pada perlindungan dan pemeliharaan terhadap semua benda cagar budaya yang ada di situs purbakala sangiran.

(13)

3. Penelitian dilakukan oleh Khafshoh yang dilaksanakan pada tahun 1996

dengan judul “UPAYA PEMERINTAH DALAM MELAKUKAN

PERLINDUNGAN BENDA CAGAR BUDAYA SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 DI

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA”. Adapun penelitian ini menitik

beratkan pada implementasi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta.

4. Penelitian dilakukan oleh Arif Nur Rokhman yang dilaksanakan pada tahun

2010 dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM DAN KONSERVASI

RUMAH TRADISIONAL SEBAGAI BENDA CAGAR BUDAYA DI

WILAYAH KOTAGEDE YOGYAKARTA”. Adapun penelitian ini

membahas tentang upaya yang dilakukan dalam usaha perlindungan rumah tradisional yang dalam hal ini adalah Joglo beserta kendala yang dihadapi dalam melakukan perlindungan.

5. Penelitian dilakukan oleh RM Reyner Iqbal Khameswara pada tahun 2014

dengan judul “KAJIAN YURIDIS UPAYA PERLINDUNGAN CAGAR

BUDAYA DI INDONESIA (STUDI KASUS PEMBONGKARAN EKS

PABRIK ES SARIPETOJO DI KOTA SURAKARTA, JAWA TENGAH)”.

Adapun penelitian ini melakukan analisis yuridis dengan studi kasus pembongkaran eks pabrik es Saripetojo dengan menitik beratkan pada perlindungan apa yang seharusnya dilakukan untuk melindungi benda cagar budaya.

(14)

Berdasarkan hasil penelusuran tersebut, mayoritas tulisan yang ada membahas aspek perlindungan terhadap cagar budaya yang bersifat kebendaan dan hubungannya dengan Undang Nomor 5 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010. Adapun penelitian yang dilakukan oleh penulis menitikberatkan pada adanya kewajiban dari pengelola cagar budaya yang dalam penelitian ini adalah PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, untuk melakukan pemeliharaan terhadap Kawasan Candi Prambanan yang dikelolanya dan akan diperbandingkan apakah sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 serta akan meneliti pelaksanaan pembersihan Kawasan Candi Prambanan dari abu vulkanik Gunung Kelud. Oleh karena itu penulis berpendapat bahwa penelitian dengan judul “PEMELIHARAAN KAWASAN CANDI PRAMBANAN PASCA ERUPSI GUNUNG KELUD” belum pernah dilakukan dan permasalahan ini murni ide penulis sehingga penelitian ini bukan merupakan karya plagiarisme karena merupakan karya yang otentik.

Referensi

Dokumen terkait

2) Mengetahui pengaruh intervensi edukasi terhadap jumlah konsumsi air minum. 3) Mengetahui pengaruh intervensi pemberian air minum terhadap jumlah konsumsi air

Dalam hal ini adalah kondisi dimana terjadi menurunnya kerja bosch pump (fuel injection pump) diesel generator penulis memberikan kesimpulan dan saran yang

Moist dressing dan off- loading menggunakan kruk merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap penyembuhan ulkus kaki diabetik dibandingkan dengan vaskularisasi

Subani dan Barus (1989), mengklasifikasikan bagan ke dalam jaring angkat (lift net), karena pengoperasiannya dilakukan dengan cara menurunkan dan mengangkat jaring

Penelitian ini bersifat deskriptif 33 -analitis, yang dengannya penelitian ini akan digambarkan bagaimana kedudukan cucu yatim dan anak angkat dalam keluarga

Dana Transfer ke Daerah merupakan instrumen utama bagi Pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan desentralisasi fiskal, melalui dana perimbangan dan Dana

Pengembangan LKPD hanya sebatas pada tahap pengembangan (develop). 2) Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) Mata Pelajaran Akuntansi Perbankan Syariah Sebagai

Sekaitan dengan penilaian dan tanggapan dosen mengenai multimedia interaktif CD-ROM untuk pembelajaran Analyse Grammaticale melalui teknik wawancara dan expert judgment,