Topik: Mutu Layanan
MARET 2020
HASIL PENELITIAN KEBIJAKAN EVALUASI
JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 2019
DI PROVINSI RIAU
Evaluasi Kebijakan Mutu Layanan Kesehatan dalam Era
JKN di Provinsi Riau: Studi kasus hipertensi dengan Data
Sistem Kesehatan (DaSK)
Candra1, Rifa Yanti2, Puti Aulia Rahma1, Eva Tirtabayu Hasri1, Hanevi Djasri1
1 Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan
Keperawatan UGM, Yogyakarta
2 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Al Insyirah, Pekanbaru.
Abstrak
Latar Belakang: Salah satu tujuan universal health coverage adalah memastikan setiap orang dapat mengakses layanan kesehatan yang berkualitas tanpa hambatan keuangan. Tanpa kualitas, cakupan kesehatan universal (UHC) hanya menjadi janji kosong. Guna menjamin mutu layanan, BPJS Kesehatan menerbitkan 3 kebijakan antara lain kebijakan kendali mutu kendali biaya, pencegahan kecurangan pada program JKN, dan Kapitasi berbasis komitmen pelayanan. Belum diketahuinya efektivitas implementasi 3 kebijakan ini di provinsi Riau, untuk itu penelitian ini dilakukan.
Tujuan: Mengevaluasi kebijakan mutu layanan kesehatan dalam era JKN di Provinsi Riau menggunakan studi kasus hipertensi dengan Data Sistem Kesehatan (DaSK)
Metode: Evaluasi kebijakan kendali mutu kendali biaya dilakukan dengan menganalisis tren peningkatan jumlah kunjungan dan tren besaran klaim hipertensi (I11, I12, I13, I15) dari tahun 2015 ke tahun 2016, kebijakan dianggap efektif bila terlihat tren penurunan. Evaluasi kebijakan pencegahan kecurangan pada program JKN dilakukan dengan menganalisis perubahan perbandingan antara jumlah klaim dengan jumlah pasien untuk diagnosa hipertensi di Rumah Sakit dari tahun 2015 ke tahun 2016, kebijakan dianggap efektif bila terlihat adanya kesesuain perbandingan. Evaluasi kebijakan kapitasi berbasis komitmen dilakukan dengan menganalisa trend jumlah rujukan hipertensi esensial dari tahun 2015 ke tahun 2016, kebijakan dianggap efektif bila terlihat tren penurunan
Hasil: Terjadi penurunan rasio kunjungan dan biaya klaim pada kasus hipertensi di rumah sakit kelas C, terjadi penurunan rasio klaim terhadap kunjungan kasus hipertensi per kelas perawatan pada rumah sakit kelas C dan penurunan besaran klaim per kelas perawatan pada rumah sakit kelas C. Selain itu, terjadi penurun rujukan hipertensi primary essensial pada FKTP di Provinsi Riau.
Kesimpulan: Kendali mutu kendali biaya pada Rumah Sakit kelas C di Provinsi Riau telah efektif, Pencegahan Kecurangan pada program JKN telah efektif meskipun demikian peran tim pencegahan kecurangan dalam deteksi dini kecurangan dan audit klaim juga dioptimalkan untuk mengendalikan potensi perpindahan kelas perawatan dan mark up kelas perawatan oleh Rumah Sakit dan Kapitasi berbasis komitmen pelayanan telah efektif menurunkan rujukan non spesialistik.
Latar Belakang
Salah satu tujuan universal health coverage adalah memastikan setiap orang dapat mengakses layanan kesehatan yang berkualitas tanpa hambatan keuangan. Tanpa kualitas, cakupan kesehatan universal (UHC) hanya menjadi janji kosong. Bukti menunjukkan bahwa perawatan di bawah standar meningkatkan pemborosan sumber daya yang signifikan dan membahayakan kesehatan populasi, serta mengurangi produktivitas (referensi?). Pada Januari 2014, Indonesia mulai menerapkan program jaminan kesehatan nasional (JKN) dimana BPJS Kesehatan sebagai penyelenggaranya. Agar program JKN berjalan sesuai dengan harapan semua pihak, maka disusunlah peta jalan (roadmap) guna memberikan arah tercapainya tujuan program. Sasaran pokok peta jalan menuju JKN tahun 2012-2019 yang terkait mutu layanan JKN terdapat pada sasaran nomor 6 paling sedikit 85% peserta puas dengan pelayanan yang diterima dari fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan dan nomor 7 paling sedikit 80% fasilitas kesehatan puas dengan pelayanan yang diterima dari BPJS Kesehatan.
Guna meningkatkan mutu layanan fasilitas kesehatan, BPJS Kesehatan mengeluarkan kebijakan kendali mutu kendali biaya, kapitasi berbasis komitmen dan pencegahan fraud pada program jaminan kesehatan nasional. Kendali mutu kendali biaya pada FKTP dilakukan melalui penerapan kebijakan kapitasi berbasis komitmen. Namun, sistem pembayaran kapitasi belum mampu meningkatkan kualitas layanan kesehatan pelayanan dasar. Berdasarkan hasil luaran monitoring BPJS Kesehatan yang menemukan: (1) 1.8 juta kasus rujuk balik yang berkunjung ke rumah sakit, (2) 1.2 juta kasus yang dirujuk langsung dari FKTP ke rumah sakit tipe A, dan (3) 714 ribu kasus non spesialistik yang dirujuk ke FKRTL (BPJS Kesehatan, 2016). Selain itu, BPJS kesehatan juga mengimplementasikan kebijakan pencegahan kecurangan pada Program JKN guna mengendalikan biaya layanan. Fraud layanan kesehatan merupakan salah satu resiko dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional yang dapat menghilangkan dana jaminan kesehatan sekitar 3-10%. Hasil kajian fraud di RS Kelas A yang dilakukan oleh PKMK FKKMK UGM tahun 2016 menunjukkan bahwa terdapat potensi fraud dimana rumah sakit menagihkan biaya perawatan untuk ruangan yang kelas perawatanya lebih tinggi daripada yang sebenarnya digunakan pasien sebanyak 57% (Trisnantoro, L, 2016). Hasil laporan khusus BPJS Kesehatan tahun 2017 menyatakan potensi kecurangan JKN salah satunya adalah perubahan kelas rawat inap sebanyak 37.714 kasus (3,5%).
Meskipun telah banyak penelitian terkait kendali mutu kendali biaya, KBK, dan pencegahan kecurangan JKN dilaksanakan, namun sedikit diketahui mengenai efektivitas ketiga regulasi ini. Minimnya data yang tersedia menjadi salah satu kendala melakukan evaluasi. Data sistem kesehatan dalam Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK) yang dikembangkan Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada dapat menjadi sumber data yang digunakan untuk mengevaluasi ketiga regulasi terkait mutu layanan. Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK) berisikan: (1) Data yang terkait dengan indikator-indikator pembangunan kesehatan, beban penyakit, dan berbagai data lain termasuk penggunaan fasilitas kesehatan di sistem kesehatan Indonesia; dan (2) Berbagai penelitian kebijakan, analisis kebijakan, dan rekomendasi kebijakan berbasis data untuk berbagai masalah dan tantangan prioritas di sistem kesehatan.
Penelitian ini menggunakan dataset hipertensi pada data sample BPJS Kesehatan tahun 2015 dan tahun 2016 yang terdapat dalam DaSK. Hal ini dilakukan karena kasus hipertensi merupakan kasus non spesialistik yang selalu dirujuk FKTP ke FKTL Selain itu, hipertensi juga menjadi salah satu penyakit yang banyak menguras dana JKN di FKTL.
Tujuan
1. Mengevaluasi implementasi kendali mutu kendali biaya menggunakan data Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK) di Provinsi Riau
2. Mengevaluasi implementasi pencegahan kecurangan pada program JKN menggunakan data Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK) di Provinsi Riau
3. Mengevaluasi implementasi kebijakan kapitasi berbasis komitmen menggunakan data Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK) di Provinsi Riau
Metode
Evaluasi kebijakan kendali mutu kendali biaya dilakukan dengan menganalisis tren peningkatan jumlah kunjungan dan tren besaran klaim hipertensi (I11, I12, I13, I15) dari tahun 2015 ke tahun 2016, kebijakan dianggap efektif bila terlihat tren penurunan. Evaluasi kebijakan pencegahan kecurangan pada program JKN dilakukan dengan menganalisis perubahan perbandingan antara jumlah klaim dengan jumlah pasien untuk diagnosa hipertensi di Rumah Sakit dari tahun 2015 ke tahun 2016, kebijakan dianggap efektif bila terlihat adanya kesesuain perbandingan. Evaluasi kebijakan kapitasi berbasis komitmen dilakukan dengan menganalisa trend jumlah rujukan hipertensi esensial dari tahun 2015 ke tahun 2016, kebijakan dianggap efektif bila terlihat tren penurunan
Lokasi penelitian ini di Provinsi Riau. Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif yang diolah kemudian diinterpretasikan untuk menjelaskan masalah dalam penelitian.
Hasil Penelitian
1. Kendali Mutu Kendali Biaya
Kasus yang dianalisis dalam penelitian ini adalah kasus hipertensi.
Gambar 1 Rasio Kunjungan hipertensi combined (ICD 10: I11, I12, I13, dan I15) pada Rumah Sakit Kelas C di Provinsi Riau Tahun 2015-2016
Sumber: BPJS Kesehatan dalam DaSK, 2020
0.1 0.6 0.01 0.5 0.7 0.7 0.1 0.4 0.7 3.81 1.2 0.5 1 0.4 0.1 0.1 0.5 3.8 0 0.51 1.52 2.53 3.54 4.5
Rasio Kunjungan peserta dengan Diagnosa ICD10: I11, I12, I13, dan I15 pada Rumah Sakit Kelas C di Provinsi Riau Tahun 2015-2016
Secara umum rasio kunjungan peserta dengan hypertensi combined (ICD 10: I11, I12, I13, dan I15) pada rumah sakit kelas C di Provinsi Riau dari tahun 2015 ke 2016 mengalami penurunan namun tidak signifikan. Rasio kunjungan tertinggi pada tahun 2015 terdapat pada Kota Pekanbaru dan terendah terdapat pada Kabupaten Bengkalis. Berbeda dengan rasio kunjungan peserta dengan hypertensi combined (ICD 10: I11, I12, I13, dan I15) tahun 2016 yang menunjukkan terdapat tertinggi pada Kabupaten Bengkalis dan terendah pada Kabupaten Siak Sriindapura (gambar 1).
Jika dilihat dari besaran klaim peserta dengan hypertensi combined (ICD 10: I11, I12, I13, dan I15) pada rumah sakit kelas C di Provinsi Riau dari tahun 2015 ke 2016, ditunjukkan sebagai berikut:
Gambar 2 Besaran klaim penyakit hipertensi dengan diagnosa I11, I12, I13. dan I15 pada Rumah Sakit kelas C per Kota/Kabupaten di Provinsi Riau tahun 2015-2016
Sumber: BPJS Kesehatan dalam DaSK, 2020
Secara umum besaran biaya klaim di Provinsi Riau mengalami kenaikan dari tahun 2015 ke 2016. Data juga menunjukkan bahwa besaran klaim pada hipertensi dengan diagnosa I11, I12, I13. dan I15 pada Rumah Sakit kelas C tahun 2015 terdapat tertinggi di Kabupaten Pelalawan sedangkan terendah di Kabupaten Kuantan Singingi. Namun pada tahun 2016, terdapat tertinggi pada Kabupaten Indragiri Hulu dan terendah terdapat pada kabupaten Kabupaten Siak Sri Indrapura (gambar 2)
2. Pencegahan Kecurangan (Fraud) Jaminan Kesehatan Nasional
Penelitian ini menggunakan data sample BPJS Kesehatan dalam DaSK yang menganalisis potensi fraud melalui rasio klaim terhadap kunjungan peserta per kelas perawatan dan besaran klaim per kelas perawatan pada penyakit hipertensi dengan diagnosa essential primary hypertension di rumah sakit kelas C Provinsi Riau tahun 2015-2016 Rp7,358,100 Rp4,686,900 Rp161,900 Rp4,658,700 Rp9,432,000 Rp10,236,200 Rp3,854,800 Rp4,617,000 Rp5,134,700 Rp50,140,300 Rp323,800 Rp11,956,800 Rp20,299,700 Rp903,000 Rp6,005,700 Rp4,617,000 Rp14,432,800 Rp58,538,800 Rp10,000,000 Rp20,000,000 Rp30,000,000 Rp40,000,000 Rp50,000,000 Rp60,000,000 Rp70,000,000
Besaran Biaya Klaim Diagnosa ICD10: I11, I12, I13, dan I15 pada Rumah Sakit Kelas C di Provinsi Riau Tahun 2015-2016
Gambar 3 Rasio Klaim Terhadap Kunjungan Peserta Dengan Diagnosis Hipertensi Primary Essential Pada Rumah Sakit Kelas C Berdasarkan Kelas Perawatan
Di Provinsi Riau Tahun 2015-2016
Sumber: BPJS Kesehatan dalam DaSK, 2020
Rasio klaim terhadap kunjungan peserta dengan diagnosis hipertensi primary essential pada rumah sakit kelas C berdasarkan kelas perawatan di Provinsi Riau dari tahun 2015 ke 2016 mengalami penurunan baik Kelas I, Kelas II maupun Kelas III. Rasio klaim terhadap kunjungan peserta di Kota Pekanbaru menunjukkan penurunan rasio klaim pada kelas III dan Kelas II dari tahun 2015 ke 2016 namun tidak pada kelas I yang mengalami peningkatan. Pada Kabupaten Indragiri Hilir semua kelas perawatan mengalami penurunan dari tahun 2015 ke 2016 (Gambar 3)
KAB. BENGKAL IS KAB. INDRAGI RI HILIR KAB. INDRAGI RI HULU KAB. KAMPAR KAB. KUANTA N SINGINGI KAB. PELALAW AN KAB. ROKAN HILIR KAB. ROKAN HULU KAB. SIAK SRI INDRAPU RA KOTA DUMAI KOTA PEKAN BARU 2016 Kelas I 0.34 0.04 0.08 1.01 0.64 0.11 2.48 2016 Kelas II 0.31 0.28 1.31 0.04 0.84 2016 Kelas III 3.53 0.19 0.74 1.33 0.37 0.60 0.75 2015 Kelas I 0.34 1.35 1.23 0.97 1.80 6.90 2.10 0.34 2015 Kelas II 3.56 0.33 0.44 0.37 0.02 0.68 2.70 2015 Kelas III 0.91 0.38 1.79 0.69 1.57 2.32 0.38 3.89 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00
Rasio Klaim Terhadap Kunjungan Peserta Dengan Diagnosis Hipertensi Primary Essential Pada Rumah Sakit Kelas C Berdasarkan Kelas
Perawatan Di Provinsi Riau Tahun 2015-2016
Gambar 4 Besaran klaim penyakit hipertensi dengan diagnosa essential primary hypertension di rumah sakit kelas C berdasarkan kelas perawatan pada
Provinsi Riau tahun 2015-2016
Sumber: BPJS Kesehatan dalam DaSK, 2020
Total klaim penyakit hipertensi primary essential pada rumah sakit kelas C berdasarkan kelas perawatan di Provinsi Riau dari tahun 2015 ke 2016 mengalami penurunan baik Kelas I, Kelas II maupun Kelas III. Data juga menunjukan total klaim penyakit hipertensi primary essential pada rumah sakit kelas C di Kota Pekanbaru terjadi penurunan pada kelas III dan II dari tahun 2015 ke 2016 namun tidak pada kelas I yang menunjukkan peningkatan. Pada Kabupaten Indragiri menunjukkan penurunan di semua kelas perawatan dari tahun 2015 ke 2016 (gambar 4).
3. Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan
Guna mendapatkan hasil target capaian indikator KBK, penelitian ini menggunakan data sample BPJS Kesehatan tahun 2015-2016 yang diolah dalam Dashboard Sistem Kesehatan Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada yang selanjutnya akan disebut DaSK PKMK FKKMK UGM. Rp5,000,000 Rp10,000,000 Rp15,000,000 Rp20,000,000 Rp25,000,000 Rp30,000,000
Besaran klaim penyakit hipertensi dengan diagnosa essential primary hypertension di rumah sakit kelas C berdasarkan kelas
perawatan pada Provinsi Riau tahun 2015-2016
Sumber: BPJS Kesehatan dalam DaSK, 2020
Rasio peserta sakit dengan diagnosa essential primary hypertension per 1000 peserta yang dirujuk pada rumah sakit kelas C di Provinsi Riau dari tahun 2015 ke 2016 mengalami penurunan. Pada Kota Pekanbaru, rasio peserta yang dirujuk di rumah sakit kelas C dari tahun 2015 ke 2016 mengalami kenaikan. Namun, pada Kabupaten Indragiri Hilir terjadi penurun rasio rujukan peserta dari FKTP ke Rumah Sakit kelas C (gambar 5).
Pembahasan
Implementasi kendali mutu kendali biaya pada penelitian ini dievaluasi menggunakan kasus hipertensi pada 1% data sample BPJS Kesehatan dalam DaSK. Upaya kendali mutu hipertensi dinilai efektif jika terjadi penurunan rasio kunjungan di rumah sakit kelas C. Kami menemukan telah terjadi penurunan rasio kunjungan peserta dengan kasus hipertensi pada rumah sakit kelas C di Provinsi Riau. Hal ini terjadi adanya edukasi yang rutin dari petugas FKTP pada masyarakat untuk meningkatkan kontrol dan melakukan pemeriksaan minimal 1 kali sebulan ke FKTP, selain menjalankan pola dan perilaku hidup sehat. Namun temuan ini bertentangan dengan penelitian (Pan et al., 2020) menunjukkan sejumlah besar pasien hipertensi mengunjungi rawat jalan rumah sakit karena sistem rujukan yang cacat dan lemahnya pembatasan rujukan dalam kebijakan asuransi. Hal ini menyebabkan banyak pasien hipertensi ringan melakukan kunjungan rumah sakit untuk layanan yang tidak perlu dilakukan (Shin, Choi, Lee, Kim, & Park, 2016). 1.1 0.1 0.4 0.4 1 0.5 0.1 1.4 1.6 6.6 1.9 0 0.2 0.2 0.4 0.2 0.2 0.6 2.4 6.1 0 1 2 3 4 5 6 7
Rasio Peserta Sakit dengan diagnosa essential primary hypertension per 1000 Peserta yang dirujuk pada Rumah Sakit
Kelas C di Provinsi Riau tahun 2015-2016
Tahun 2015 Tahun 2016
Gambar 5 Rasio Peserta Sakit dengan diagnosa essential primary hypertension per 1000 Peserta yang dirujuk pada Rumah Sakit Kelas C di Provinsi Riau Tahun 2015-2016
Upaya kendali biaya hipertensi dinilai efektif jika terjadi penurunan besaran biaya klaim di rumah sakit kelas C. Temuan kami menunjukkan bahwa terjadi peningkatan biaya klaim pada kasus hipertensi di rumah sakit kelas C provinsi Riau. Hal ini terjadi karena masih terdapat kasus hipertensi yang dirujuk oleh fasilitas perawatan primer ke rumah sakit yang menghabiskan biaya mencapai Rp58.538.800 atau 1% dari total biaya layanan pada rumah sakit kelas C di Provinsi Riau. Penelitian di Korea menunjukkan total pengeluaran perawatan kesehatan dari pemanfaatan rawat jalan rumah sakit yang tidak perlu untuk kasus hipertensi diperkirakan mencapai lebih dari 38,6% dari total pengeluaran NHI pada tahun 2009 (Lee, Jo, Yoo, Kim, & Eun, 2014). Mengobati pasien hipertensi di rumah sakit, tidak hanya memboroskan sumber daya kesehatan yang terbatas, tetapi juga meningkatkan beban ekonomi pasien hipertensi. Guna mengendalikan biaya layanan pada kasus ini perlu dilakukan utilization review oleh tim kendali mutu kendali biaya di rumah sakit. Terbukti, utilization review yang dilakukan tim kendali mutu kendali biaya dapat menurunkan total pengeluaran medis sekitar 6% (Wickizer, 1989). Namun, tim ini juga dinilai tidak efektif karena melakukan penekanan biaya namun mengabaikan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien.
Hasil temuan potensi kecurangan pada program JKN melalui analisis 1% data sampel dalam DaSK menunjukkan terjadi penurunan rasio klaim terhadap kunjungan peserta dan adanya penurunan biaya klaim baik kelas perawatan I, II, dan III pada rumah sakit kelas C di Provinsi Riau. Temuan ini tidak sejalan dengan temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menemukan sejumlah indikasi kecurangan atau fraud yang dilakukan rumah sakit dimana rumah sakit memberikan perawatan pada kelas perawatan III namun mengklaim dengan perawatan kelas II. Mark-up kelas perawatan dilakukan agar mendapat klaim yang lebih besar dari yang seharusnya dibayarkan BPJS Kesehatan. Meskipun temuan kami telah menunjukkan efektivitas, namun adanya temuan dari KPK dapat menjadi perhatian tim pencegahan kecurangan di rumah sakit untuk melakukan deteksi dini kecurangan JKN berdasar data klaim. Namun, Tim Pencegahan Kecurangan JKN di rumah sakit seringkali ditemukan belum mendapat pelatihan keterampilan yang memadai untuk menunjang tugasnya.
Hipertensi tanpa komplikasi parah biasanya dapat dikelola dengan baik dan tidak perlu di rujuk ke rumah sakit umum. Hasil temuan kami juga menunjukkan bahwa terjadi penurunan kasus rujukan non spesialistik pada FKTL di Provinsi Riau. Adanya alat yang mendukung penegakkan 144 diagnosa di FKTP, tersedianya obat-obatan dan sarana prasarana yang memadai menjadi faktor berhasilnya menekan rujukan hipertensi. Temuan ini tidak sejalan dengan Umami et al (2017) yang menunjukkan tidak tersedianya obat-obatan di FKTP meningkatkan rujukan di FKTL (Umami, Soeharto, & Wulandari, 2017). Selain itu, hasil riset implementasi UHC di Indonesia menunjukkan bahwa implementasi KBK belum memberikan daya ungkit pada kinerja FKTP. Penerapan indikator yang sama di semua wilayah, sangat berdampak pada FKTP di daerah yang banyak keterbatasan baik perkotaan maupun pedesaan. Hal ini berpotensi melemahkan layanan yang diberikan oleh FKTP dan dapat berdampak negatif terhadap program JKN.
Kesimpulan
1. Kendali mutu kendali biaya pada Rumah Sakit kelas C di Provinsi Riau telah efektif. 2. Pencegahan Kecurangan pada program JKN telah efektif meskipun demikian peran
tim pencegahan kecurangan dalam deteksi dini kecurangan dan audit klaim juga dioptimalkan untuk mengendalikan potensi perpindahan kelas perawatan dan mark up kelas perawatan oleh Rumah Sakit
3. Kapitasi berbasis komitmen pelayanan telah efektif menurunkan rujukan non spesialistik.
Daftar Pustaka
BPJS Kesehatan. (2016). Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 8 Tahun Tentang Penerapan Kendali Mutu Dan Kendali Biaya Pada Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
BPJS Kesehatan. (2017). Tinjauan Pelaksanaan Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen. Jakarta.
Djasri, H., Rahma, P. A., & Hasri, E. T. (2018). Korupsi Dalam Pelayanan Kesehatan Di Era Jaminan Kesehatan Nasional: Kajian Besarnya Potensi Dan Sistem Pengendalian Fraud.
Retrieved from
https://acch.kpk.go.id/en/component/content/article?id=672:korupsi-dalam- pelayanan-kesehatan-di-era-jaminan-kesehatan-nasional-kajian-besarnya-potensi-dan-sistem-pengendalian-fraud
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan. (2020). Dashboard Sistem Kesehatan. Retrieved
March 31, 2020, from
https://kebijakankesehatanindonesia.net/datakesehatan/file/utilisasi-peserta-JKN.html
Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan, USAID, & Health Finance and Governance Project. (2017). Penguatan Pelayanan Primer Melalui Sistem Insentif Berbasis Kinerja. Indonesia: http://indonesia-implementationresearch-uhc.net. Retrieved from http://indonesia-implementationresearch-uhc.net/images/REV6_PB_IR_PKMK.pdf
Lee, J. Y., Jo, M. W., Yoo, W. S., Kim, H. J., & Eun, S. J. (2014). Evidence of a broken healthcare delivery system in Korea: Unnecessary hospital outpatient utilization among patients with a single chronic disease without complications. Journal of Korean Medical Science, 29(12), 1590–1596. https://doi.org/10.3346/jkms.2014.29.12.1590
Pan, Z., Xu, W., Li, Z., Xu, C., Lu, F., Zhang, P., … Ye, T. (2020). Trajectories of outpatient service utilisation of hypertensive patients in tertiary hospitals in china. International Journal of Environmental Research and Public Health, 17(3), 1–15. https://doi.org/10.3390/ijerph17030852
Shin, J., Choi, Y., Lee, S. G., Kim, T. H., & Park, E. C. (2016). Higher cost sharing for visiting general hospitals and the changing trend in the first-visited healthcare organization among newly diagnosed hypertension patients. Medicine (United States), 95(40). https://doi.org/10.1097/MD.0000000000004880
Trisnantoro, L. (2014). Paparan dalam diskusi Skenario Pelaksanaan JKN 2014 – 2019. Umami, L. S., Soeharto, B. P., & Wulandari, D. R. (2017). Analisis Pelaksanaan Rujukan Rawat
Jalan Tingkat Pertama Peserta Bpjs Kesehatan Di Puskesmas. Jurnal Kedokteran Diponegoro, 6(2), 758–771.
Wagner, A. K., Valera, M., Graves, A. J., Lavĩa, S., & Ross-Degnan, D. (2008). Costs of hospital care for hypertension in an insured population without an outpatient medicines benefit: An observational study in the Philippines. BMC Health Services Research, 8, 1–8. https://doi.org/10.1186/1472-6963-8-161
Wibowo, N. M., Utari, W., Muhith, A., & Widiastuti, Y. (2019). Detection of Healthcare Fraud in The National Health Insurance Program Based on Cost Control, 103(Teams 19), 284– 288. https://doi.org/10.2991/teams-19.2019.46