• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang masalah. Ketika perkembangan teknologi yang pesat dimana segala sesuatu bisa di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang masalah. Ketika perkembangan teknologi yang pesat dimana segala sesuatu bisa di"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1.1. Latar Belakang masalah

Ketika perkembangan teknologi yang pesat dimana segala sesuatu bisa di atasi oleh teknologi. Timbullah pertanyaaan apakah manusia masih bisa menggunakan humanisme sebagai jargon idealisme? apakah manusia sebenarnya telah digantikan oleh mesin - mesin teknologi?

Pada dasarnya, film mungkin terlihat adalah suatu fiksi dan hanya suatu cerita khayalan. Tapi dibalik itu semua, ada ide seperti kedua film itu pun menunjukan bahwa ada kemungkinan-kemungkinan dimana fenomena tersebut akan terjadi di masa selanjutnya, seperti halnya nilai humanisme itu sendiri yang menjadi sebuah pengikat pola pikir manusia dalam berprilaku.

Kajian mengenai humanisme sebenarnya telah banyak tokoh yang telah uraikan. Sebenarnya selama ini pertanyaan dan analisa tentang identitas dan kemanusiaan itu sebenarnya tidak cukup memadai. Analisa mengenai identitas dan kemanusiaan yang dilakukan oleh para fisuf sejak zaman yunani hingga sekarang hanya berkutat pada perdebatan teori dan tatanan bahasa. Analisa terbaru menunjukan bahwa identias manusia itu tidak stabil. Inilah yang digambarkan oleh Fuccoult, Zizek, lacan, laclau dll. Kajian terbaru dari mereka terlihat bisa menggambarkan keadaan manusia sekarang. Namun ketika kita melihat pesatnya perkembangan IPTEK dimana ditunjukannya dengan munculnya teknologi seperti kloning, mutasi dan modifikasi gen dll menunjukan fenomena baru bahwa

(2)

manusia itu sebenarnya telah mampu melampaui identitas dan kondisi moral manusia itu sendiri. Dalam kondisi ini rasionalitas manusia telah mengalami perubahan secara pesat dimana munculnya rasionalitas yang berdasarkan tekno

science. Dalam era globalisasi ini secara ironis teknologi yang awalnya untuk

diharapkan bisa menanggulangi permasalahan ketidakadilan justru menimbulkan masalah baru lagi dimana timbulnya kemugkinan dampak negatif dari suatu teknologi. Hal ini menunjukan bahwa ada fenomena overcoming dalam diri manusia ketika munculnya science dan teknologi. Disini timbullah beberapa pertanyaan seperti apakah humansime itu menjadi term terakhir dalam sebuah tekhnologi.

Pengajuan tersebut mengacu bahwa rasionalitas itu harus bersifat aktif dimana ini membuat kita lebih kreatif dan ikut berpartisipasi dalam perubahan yang terjadi. Hal ini membuat kondisi manusia menjadi lebih misterius dan kontingen. Karena bagi janicuad, manusia itu tidak perlu diatasi tapi harus mengalami. Asumsi ini menunjukan bahwa manusia itu harus "aware" terhadap setiap fenomena yang terjadi. Disini kita tidak perlu untuk menghilangkan teknologi tapi bagaiman kita mengikuti perkembangan teknologi tersebut tanpa larut kedalamnya. Oleh karena itu, janicuad mengajukan perlu adanya tanggung jawab etis terhadap hal apapun. Disini ia mengajukan bahwa konsep - konsep etika yang selalu up to date, penting dalam intervensi solusi masalah ini. Penulis melihat janicuad berusaha untuk mempertahankan humanisme di tengah ada wacana yang berusaha untuk menghancurkan. 1

1

(3)

Perkembangan tekhnologi komunikasi saat ini tidak lagi dianggap hanya sebagai kegiatan penyampaian pesan antara komunikator dengan komunikan. Komunikasi saat ini telah menjadi salah satu cabang ilmu yang dapat di pelajari dan di deskripsikan secara ilmiah.

Untuk menunjang kemudahan berkomunikasi dan penyampaian pesan maka diciptakanlah beberapa alat komunikasi diantaranya adalah media massa. Media massa merupakan alat yang digunakan untuk penyampaian pesan kepada khalayak yang luas secara serentak. Media massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditunjukan kepada khalayak yang tersebar, heterogen dan anonym melewati media cetak dan elektronik sehingga pesan informasi yang sama dapat di terima

secara serentak.2

Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak segmen sosial, lantas membuat para ahli film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya. Sejak saat itu, maka merebaklah berbagai penelitian yang hendak melihat dampak film terhadap masyarakat. Misalnya, dapat dilihat dari sejumlah penelitian film yang mengambil berbagai topik seperti: pengaruh film terhadap anak, film dan

agrevitasnya, film dan politik, dan humanisme.3

Film cenderung memberikan informasi terhadap kehidupan sosial masyarakat sehari-hari. Penonton dapat merasakan pengaruh pesan yang disampaikan melalui media massa film, sehingga memberikan efek positif bagi sebagian penonton, akan tetapi tidak sedikit pula penonton yang merasakan efek

2

Mc Luhan, Understanding Mass Communication, Haughton Miff Companny, Amerika, 1985 3

(4)

negative dari pesan yang disampaikan melalui media massa film, oleh karena itu dapat disimpulkan film mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan sosial.

Kemampuan film untuk menampilkan realitas memberikan pemahaman kepada khalayak tentang lingkungannya. Hal ini membuat film dijadikan media untuk memahami suatu peristiwa sejarah serta kehidupan sosial modern. Pada dasarnya film dibuat untuk di tonton secara masal, hasil dari produksi dan distribusi adalah konsumsinya. Munculnya film ditengah masyarakat sejalan dengan posisinya sebagai media komunikasi yang memiliki fungsi tersendiri, sebagai media komunikasi massa. Film adalah proses film itu sendiri. Film mengekspresikan budaya yang berasal dari interaksi antara pembuat film dan penontonnya. Sehingga film mampu menjadi media yang dapat memberikan kontribusi pemahaman makna dan pesan tentang penggambaran yang muncul berdasarkan dimensi-dimensi yang ada dilingkungannya.

Dalam banyak penelitian tentang dampak film terhadap masyarakat, hubungan antara film dan masyarakat selalu dipahami secara linear, artinya film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) di baliknya, tanpa pernah berlaku sebaliknya. Kritik yang muncul terhadap perspektif ini didasarkan atas argument bahwa film adalah potret dari masyarakat di mana film itu dibuat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan kemudian memproyeksikan ke atas layar (Irawanto, 1999:13).

Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis struktural atau semiotika. Seperti dikemukakan oleh Van Zoest, Film dibangun dengan tanda

(5)

semata-mata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai system tanda yang berkerja sama dengan baik atau mencapai efek yang diharapkan. Berbeda dengan fotografi statis, rangkaian gambar dalam film menciptakan imaji dengan tanda-tanda arsiktektur, terutama indeksial, pada film terutama digunakan tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu (Van Zoest, 1993:109). Memang, ciri gambar-gambar film adalah persamaannya dengan realitas yang ditunjuknya. Gambar yang dinamis dalam film merupakan ikonis bagi realitas yang

dinotasikannya.4

Sebuah film merupakan rangkaian dari sejumlah gambar yang bergerak yang sebenarnya representasi dari gejala yang terjadi di masyarakat. Gambar bergerak tersebut tersusun atas sekumpulan kode-kode yang memiliki nilai tersendiri bagi setiap individu yang melihatnya atau bahkan terkadang sulit di tafsirkan, itulah mengapa semiotika digunakan untuk menganalisa media tersebut sekaligus untuk mengetahui bahwa film itu merupakan fenomena komunikasi yang sarat akan tanda.

Berdasarkan cerita, film dapat dibedakan antara film fiksi dan non-fiksi. Film fiksi merupakan film yang dibuat berdasarkan imajinasi manusia, dengan kata lain film ini tidak didasarkan pada kejadian nyata. Kemudian film Non-fiksi yang pembuatannya diilhami oleh sesuatu kejadian yang benar-benar terjadi yang kemudian dimasukkan unsur-unsur sinematografis dengan penambahan-penambahan efek-efek tertentu seperti efek suara, musik, cahaya, komputerisasi, skenario atau naskah yang memikat dan lain sebagainya. Dalam kategori cerita

4

(6)

film diatas peneliti mengangkat film fiksi sebagai media penyampaian pesan sisi humanisme dan film fiksi yang peneliti angkat yaitu film " Dawn Of The Planet Of The Apes ".

Nilai humanisme dalam film sangatlah penting karena dirasa dapat meminimalisir konflik antar masyarakat yang berbeda. Humanisme adalah isitilah umum untuk berbagai jalan pikiran yang berbeda yang memfokuskan dirinya jalan keluar umum dalam masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan manusia. Humanisme telah menjadi sejenis doktrin beretika yang cakupannya diperluas hingga mencapai seluruh etnisitas manusia. Berlawanan dengan sistem- sistem beretika tradisional yang hanya berlaku bagi kelompok-kelompok etnis

tertentu.5

Humanisme dapat dikatakan memanusiakan manusia lainnya. Dalam hal ini yang dimaksud humanisme adalah mengedepankan sisi kemanusian dalam berprilaku. Humanisme juga bisa dikatakan tidak membeda-bedakan manusia berdasarkan kulit, ras, jenis kelamin, dan lain sebagainya.

Pada era zaman ini banyak film fiksi, jenis film yang hanya berdasarkan imajinasi yang bertemakan humanisme. Film fiksi hanya rekaan si penulisnya, bukan kenyataan. Tidak terjadi dalam kehidupan nyata, kalau pun terjadi kesamaan itu hanya kebetulan semata. Karena biasanya film fiksi di bumbui dengan fantasi-fantasi dan penuh dengan khayalan. Dan contoh film fiksi yang bertemakan humanisme adalah " Dawn of the Planet of the Apes".

5

Abdurahman Mas'ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik ( Humanisme Religius Sebagai Paradigma Pendidikan Islam ), Gema Media, 2004, Hal. 135

(7)

Film Dawn of the Planet of the Apes yang disutradarai Matt Reeves merupakan kelanjutan dari film sebelumnya, Rise of the Planet of the Apes (2011). Caesar (Andy Serkis), yang pada Rise of the Planet of the Apes telah membebaskan para kera dari tawanan manusia, kini telah menjadi pemimpin dari gerombolan kera.

Sepuluh tahun setelah terbebas dari belenggu sebagai hewan percobaan laboratorium, intelegensia kera ternyata makin meningkat. Mereka membangun koloni dan membesarkan anak-anak kera dengan dasar pengetahuan. Pada dinding-dinding batu, para kera ini menorehkan kredo seperti “kera tidak membunuh kera”.

Dawn of the Planet of the Apes dibuka dengan demonstrasi kekuatan gerombolan kera. Tubuh mereka begitu kuat sehingga menjadi dominan di antara penghuni hutan. Berburu dalam rombongan besar, ribuan kera berayun-ayun dari satu pohon ke pohon lain. Dengan sekali sergap, mereka membekuk kumpulan rusa atau bertarung melawan beruang.

Pasukan kera juga bersenjata, seperti tombak. Mereka berburu naik kuda, mereka bahkan menguasai bahasa manusia, suara mereka masih terpatah-patah tapi memberi kesan berat dan kuat.

Sementara itu, bangsa manusia harus bertahan hidup di antara reruntuhan kota. Seiring berjalannya waktu, sebagian kecil manusia mulai kebal terhadap dampak mematikan dari flu simian yang berasal dari kera. Bebas dari flu, manusia terancam krisis energi akibat ketiadaan cadangan energi listrik.

(8)

Setelah kehancuran manusia akibat serangan flu simian, tak pernah lagi ada kisah perjumpaan antara dua spesies yang saling bermusuhan itu. Kehidupan harmonis di koloni kera pun guncang akibat pertemuan kembali antara kera dan manusia.

Perjumpaan kembali kera dan manusia menjadi tak terelakkan ketika manusia berusaha memperbaiki bendungan di hutan sebagai sumber pembangkit listrik. Dari bendungan ini pula, kisah persahabatan antara pemimpin kera dan Malcolm (Jason Clarke) mulai terjalin.

Film fiksi ilmiah Dawn of the Planet of the Apes menonjolkan aspek psikologis lewat hubungan personal antara kera dan manusia. Persahabatan dua makhluk dengan sejarah kelam pertikaian di masa lampau itu setahap demi setahap mulai dibangun dengan dasar “percaya”. Namun mereka mencapai perdamaian yang rapuh.

Persahabatan tersebut kemudian benar-benar hancur karena provokasi dari seekor kera bernama Koba. Koba digambarkan sebagai sosok provokator yang selalu penuh kecurigaan, ia menebar kebencian kepada manusia. Dan ketika seluruh usahanya gagal, Koba pun menempuh cara licik dengan lontaran fitnah. Kekejaman fitnah itu pula yang kemudian memicu perang.

Tokoh baik dan tokoh jahat ternyata tak hanya muncul di kubu para kera. Pemimpin manusia, Dreyfus (Gary Oldman), misalnya bernafsu membunuh semua kera demi “balas dendam” atas kematian istri dan dua anak laki-lakinya

(9)

dari virus flu simian. Kebencian serta prasangka itu pula yang menyulut perang tak terelakan.

Film ini memuat perenungan tentang empati dan emosi. Percakapan antara kera dan manusia menumbuhkan pergulatan panjang tentang apa itu kemanusiaan. Tentang siapa sesungguhnya kera dan siapa pula sejatinya manusia. Sejak letusan senjata api terjadi, kera dan manusia memilih berperang. Mereka bertempur untuk menentukan siapa yang akan muncul sebagai spesies yang akan menguasai bumi.

Pertempuran antara spesies yang berbeda, tapi sejatinya sama.6

Film besutan sutradara Matt Reevers, Dawn of The Planet of The Apes dikabarkan meraup penghasilan hingga 613 juta dolar AS atau lebih dari Rp 7 triliun di pekan ke delapan penayangannya. Hasil fantastis tersebut terdongkrak ketika film ini masuk di box office China dan sukses menghasilkan 47 juta dolar AS. Pada VES (Visual Effects Society) Awards 2015 penganugerahan yang ke-13 di Los Angeles, AS, Film Dawn of the Planet of the Apes berhasil meraih penghargaan kategori umum, Outstanding Visual Effects in a Visual Effects-Driven Motion Picture (visual efek dalam porsi utama), beserta dua kategori yang lebih spesifik, yaitu Animated Character in a Live Action Feature Motion Picture untuk tokoh Caesar, dan Compositing in a Photoreal/Live Action Feature Motion Picture.

Nilai-nilai humanisme yang dimaksud dalam judul ini pun diartikan pada hak-hak asasi manusia. Hak-hak dasar atau pokok yang dimiliki manusia sejak ia

6

(10)

dilahirkan, yang mengangkat hak hidup, prilaku dalam hidup, kemerdekaan, memilih, mengeluarkan pendapat, dan hak-hak dasar manusia yang digambarkan melalui penampakan sekumpulan Kera/Apes yang berperilaku layaknya manusia.

1.2. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis memfokuskan penelitian yang ingin diangkat dalam penelitian ini adalah :

Bagaimana nilai humanisme yang terkandung dalam film " Dawn of the Planet of the Apes"?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin penulis capai dalam penelitian ini adalah untuk memahami konsep humanisme yang menjadi satu konsep yang mengikat pola pikir dan perilaku manusia dari sekelompok Apes/kera dalam film " Dawn of the Planet of the Apes".

1.4. Manfaat Akademis

Penulis berharap karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat dalam menambah ilmu pengetahuan umumnya pengetahuan di bidang ilmu komunikasi dan khususnya dalam kajian filsafat ilmu komunikasi, serta dapat mengetahui isi kandungan film "Dawn of the Planet of the Apes" yang mengandung unsur humanisme sebagai pola pikir dan perilaku manusia.

(11)

1.5. Manfaat Praktis

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada prilaku masyarakat ini. Manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui lebih jelas mengenai konsep humanisme pada tokoh Apes/kera dalam film " Dawn of the Planet of the Apes

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan itu dirasakan perlu untuk mengkaji lebih lanjut mengenai karakteristik dan implementasi kurikulum muatan lokal dalam kaitannya dengan perkembangan kebutuhan

Apakah kepemilikan instituasional, kepemilikan manajemen, dan leverage berpengaruh secara simultan terhadap integritas laporan keuangan pada sub sektor asuransi yang terdaftar

Kesimpulan yang diperoleh dari teori perkembangan remaja di atas adalah untuk merencanakan dan membangun suatu bangunan yang diperuntukan bagi para remaja kita harus terlebih

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka batasan masalah dalam penelitian ini hanya melihat apakah pengadopsian XBRL dalam pelaporan keuangan pada perusahaan

Tahapan yang dilakukan Pertamina dalam membangun citra peduli terhadap Lingkungan pada kegiatan Kampung Mangrove dengan Energi Terbarukan adalah pertama-tama

Menetapkan : KEPUTUSAN REKTOR INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER TENTANG PANITIA KEGIATAN UPACARA WISUDA KE 122 INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER PROGRAM DOKTOR,

• Residue Catalytic Cracker Complex Unit (RCC Complex), Unit RCC Complex terdiri dari beberapa unit operasi di kilang RU-VI Balongan yang berfungsi mengolah

East West Seed Indonesia khususnya pada cabang Farm Lembang ini, software HRIS ( Human Resource Information System) atau Sistem Informasi Sumber Daya Manusia tersebut hanya