• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman i IKHTISAR EKSEKUTIF

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Tahun 2009 dibuat bertepatan dengan berakhirnya periode Rencana Strategis (Renstra) Departemen Keuangan Tahun 2005-2009. DJPU dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.1/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan dan efektif beroperasi pada tahun 2007. Atas dasar itu, periode evaluasi kinerja dalam LAKIP DJPU selaku unit Eselon I berada pada periode 2007-2009. Namun demikian, ulasan evaluasi kebijakan umum kinerja pengelolaan utang tetap diupayakan sesuai dengan periode Renstra Departemen Keuangan yaitu dalam periode 2005-2009. Hal ini dimaksudkan agar gambaran evaluasi pengelolaan utang selama periode Renstra 2005-2009 dapat diperoleh secara mencukupi.

Selanjutnya, berdasarkan surat Menteri Keuangan Nomor S-7/MK.1/2010, tanggal 8 Januari 2010, penyusunan materi evaluasi LAKIP Tahun 2009 termasuk penyajian indikator kinerja yang tercantum dalam Rencana Kinerja Tahunan Tahun 2010 di setiap unit Eselon I Departemen Keuangan diharapkan sudah mengadopsi Indikator Kinerja Utama dengan menggunakan metodologi Balanced Scorecard, sebagai ukuran keberhasilan dari suatu tujuan dan sasaran strategis organisasi.

Ikhtisar capaian keberhasilan sasaran strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang periode 2007-2009 dengan menggunakan metodologi Balanced Scorecard adalah sebagai berikut:

1. Pencapaian sasaran strategis pembiayaan yang aman bagi kesinambungan fiskal dengan indikator pemenuhan target untuk pembiayaan APBN melalui utang, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.

2. Pencapaian sasaran strategis transparansi dengan indikator ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.

3. Pencapaian sasaran strategis akuntabilitas dengan indikator opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.

4. Pencapaian Sasaran strategis kredibilitas dengan indikator pembayaran tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.

5. Pencapaian sasaran strategis mengembangkan instrumen pembiayaan yang efektif dengan indikator efektifitas instrumen pembiayaan baru, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. Namun demikian, untuk memperluas pasar SBN, setiap tahun akan selalu dilakukan kajian terhadap kemungkinan pengembangan maupun penerbitan instrumen baru.

6. Pencapaian sasaran strategis mengelola portofolio utang, dengan tiga indikator yaitu rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang, pencapaian target effective

cost, dan Terpenuhinya struktur portofolio utang sesuai dengan strategi yang

ditetapkan, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.

7. Pencapaian sasaran strategis melaksanakan pembayaran berdasarkan tagihan dengan indikator tingkat ketepatan pembayaran sesuai tagihan, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.

(3)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman ii 8. Pencapaian sasaran strategis membina hubungan dengan kreditor dan investor, dengan indikator peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi pengelolaan utang dan partisipasi investor dalam penerbitan SBN, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.

9. Pencapaian sasaran strategis menyusun landasan hukum dan peraturan, dengan indikator penyediaan peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. Namun demikian, masih terdapat beberapa permasalahan yang harus diselesaikan di tahun berikutnya. Terutama, dalam hal penyusunan draft RUU mengenai pinjaman luar negeri yang masih memerlukan serangkaian kegiatan untuk mendapatkan masukan atau pandangan stakeholders mengenai perlunya pengaturan pinjaman luar negeri dalam suatu undang-undang, pengaturan pengelolaan hibah, dan percepatan proses penyusunan desain instrumen dan landasan hukum termasuk fatwa dan rancangan peraturan pemerintah dalam rangka penerbitan SBSN untuk membiayai proyek APBN. 10. Pencapaian sasaran strategis melakukan monitoring dan evaluasi dengan indikator persentase penurunan progress variant terhadap pinjaman yang masuk kategori berisiko dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.

11. Pencapaian sasaran strategis merekrut dan mengembangkan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi, dengan indikator % karyawan yang kompetensinya sesuai dengan kebutuhan kompetensi jabatan tematik dan jumlah pegawai yang terkena kasus pelanggaran berat atau penyalahgunaan wewenang, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.

12. Pencapaian sasaran strategis mengembangkan organisasi yang handal dan modern, dengan indikator persentase penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. Namun demikian, dalam penyusunan SOP masih perlu terus dilaksanakan pengkajian dan penyempurnaan terhadap SOP yang ada dan penyusunan SOP baru agar semua kegiatan pengelolaan utang dapat dilaksanakan secara efektif, transparan, dan akuntabel.

13. Pencapaian sasaran strategis mewujudkan good governance, dengan indikator persentase rekomendasi audit Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dan BPK yang telah ditindaklanjuti dan tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan prosedur, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.

14. Pencapaian sasaran strategis membangun sistem informasi yang terintegrasi, dengan indikator sistem aplikasi TIK di bidang pengelolaan utang yang terimplementasi sesuai rencana, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.

Berbagai keberhasilan kinerja sasaran strategis yang telah dicapai akan dipertahankan oleh DJPU bahkan ditingkatkan dan untuk beberapa kegiatan yang terkait dengan pencapaian indikator kinerja yang belum terlaksana/terdapat permasalahan (pending matters) diupayakan agar dapat dilaksanakan/diselesaikan masalahnya.

Dengan disusunnya LAKIP ini diharapkan dapat memberikan informasi secara transparan kepada seluruh pihak yang terkait dengan tugas dan fungsi DJPU dan menjadi umpan balik peningkatan kinerja DJPU pada periode berikutnya.

(4)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman iii

DAFTAR ISI

Hal.

IKHTISAR EKSEKUTIF... i

DAFTAR ISI ... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tugas dan Fungsi, Organisasi, serta Sumber Daya Manusia... 1

C. Sistematika Penyajian LAKIP... 6

II. RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA KINERJA ... 7

A. Alur Pikir ... 7

B. Peran Strategis DJPU... 8

C. Rencana Strategis 2007-2009... 9

D. Program Pengelolaan dan Pembiayaa Utang... 15

E. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) ... 16

F. Balanced Scorecard (BSC) ... 17

G. Rencana Kinerja Versi BSC... 18

III. PENGUKURAN, EVALUASI, DAN ANALISIS... 21

A. Pengelolaan Utang... 21

B. Pembiayaan Defisit Periode 2005-2009... 23

C. Pembiayaan Melalui Utang 2005-2009... 25

D. Kebijakan Umum Pengelolaan Utang 2005-2009... 26

E. Pengukuran Sasaran... 30 F. Pending Matters... 89 G. Akuntabilitas Keuangan... 93 IV. PENUTUP ... 95 A. Kesimpulan ………... 95 B. Saran... 98

(5)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman iv Hal. DAFTAR GAMBAR

Gambar Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang... 4

DAFTAR BAGAN Bagan Alur Pikir Penyusunan LAKIP ………. 7

DAFTAR GRAFIK Grafik 1. Komposisi Pegawai Menurut Golongan………. 5

Grafik 2. Komposisi Pegawai Menurut Unit Eselon II………. 5

Grafik 3. Komposisi Pegawai Menurut Jabatan……… 6

Grafik 4. Komposisi Pegawai Menurut Jenis Kelamin………. 6

Grafik 5. Pembiayaan Utang dan Nonutang, 2005-2009……… 24

Grafik 6. Rasio Utang terhadap PDB 2005-2009………. 28

DAFTAR TABEL Tabel 1 Pembiayaan Utang 2005-2009………. 25

Tabel 2 Perkembangan Stok Utang Luar Negeri berdasarkan Mata Uang, 2005-2009……….. 29 Tabel 3 Realiasi Pembayaran Utang antara TA 2005 – 2009………. 39

Tabel 4 Rasio Beban Bunga Terhadap Rata-rata Outstanding Utang, 2007-2009………. 47 Tabel 5 Debt Switching dan Buy back SBN……… 52

Tabel 6 Pengurangan Utang melalui Skema Debt Swap……… 52

Tabel 7 Pagu dan Realisasi Anggatan Tahun 2009………. 93 DAFTAR LAMPIRAN

1. Pengukuran Kinerja Kegiatan Tahun 2009 2. Pengukuran Pencapaian Sasaran Tahun 2009

(6)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Tahun 2009 dibuat bertepatan dengan berakhirnya periode Rencana Strategis (Renstra) Departemen Keuangan Tahun 2005-2009.

DJPU dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.1/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan dan efektif beroperasi pada tahun 2007. Atas dasar itu, periode evaluasi kinerja dalam LAKIP DJPU selaku unit Eselon I berada pada periode 2007-2009.

Namun demikian, ulasan atas evaluasi berdasarkan kebijakan umum kinerja pengelolaan utang diupayakan tetap sesuai dengan periode Renstra Departemen Keuangan yaitu dalam periode 2005-2009. Hal ini dimaksudkan agar gambaran evaluasi pengelolaan utang selama periode Renstra 2005-2009 dapat diperoleh secara mencukupi.

B. Tugas, Fungsi, Organisasi, dan Sumber Daya Manusia

1. Tugas dan Fungsi

Pada tahun 2008, DJPU mengalami perubahan dalam struktur organisasi, yaitu berupa penajaman dan penambahan tugas dan fungsi berkaitan dengan telah disahkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara dan adanya pengembangan instrumen pembiayaan Pinjaman Dalam Negeri sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 44/PMK.01/2008 tentang Persyaratan dan Pelaksanaan Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Batubara.

Perubahan struktur organisasi yang diakibatkan penajaman dan penambahan tugas dan fungsi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Direktorat Surat Berharga Negara yang semula berfungsi sebagai front office untuk Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) diubah menjadi front office khusus untuk SUN;

(7)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 2 b. Reposisi Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah dari middle office menjadi front

office berkaitan dengan pelaksanaan penerbitan Surat Berharga Syariah Negara

(SBSN);

c. Penambahan tugas dan fungsi pengelolaan Pinjaman Dalam Negeri;

d. Penambahan tugas dan fungsi pemantauan risiko gagal bayar (default) atas penyediaan anggaran utang kontinjensi melalui dana jaminan pemerintah.

Sehubungan dengan hal tersebut, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.1/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan kemudian diganti dengan PMK Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan. PMK ini mulai diberlakukan secara efektif pada tanggal 31 Desember 2008 sebagaimana diatur dalam Pasal 1 PMK Nomor 149/PMK.07/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan.

Berdasarkan PMK Nomor 100/PMK.01/2008, tugas DJPU adalah :

Menyelenggarakan sebagian tugas pokok Departemen di bidang pengelolaan utang dan hibah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam melaksanakan tugasnya, DJPU menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan kebijakan Departemen Keuangan di bidang pengelolaan utang dan hibah;

b. Pelaksanaan kebijakan dibidang pengelolaan utang dan hibah;

c. Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang pengelolaan utang dan hibah;

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi dibidang pengelolaan utang dan hibah; e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal.

(8)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 3 2. Organisasi

DJPU terdiri dari 6 unit Eselon II, dengan susunan sebagai berikut:

a. Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal;

b. Direktorat Pinjaman dan Hibah mempunyai tugas merumuskan pelaksanaan kebijakan dan standarisasi pengelolaan pinjaman dan hibah berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal;

c. Direktorat Surat Utang Negara mempunyai tugas merumuskan pelaksanaan pengelolaan portofolio, pengembangan pasar, analisis keuangan dan pasar SUN, serta merumuskan peraturan dan kebijakan operasional SUN berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan Direktur Jenderal;

d. Direktorat Pembiayaan Syariah mempunyai tugas merumuskan kebijakan pengelolaan pembiayaan syariah yang meliputi penerbitan, penjualan, pembelian kembali, dan penukaran SBSN, perencanaan dan pengembangan instrumen pembiayaan syariah, pemantauan dan analisis perkembangan pasar keuangan, serta penyiapan peraturan dan dokumen hukum, baik yang diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah maupun melalui Perusahaan Penerbit SBSN, berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal;

e. Direktorat Strategi dan Portofolio Utang mempunyai tugas merumuskan, merekomendasikan, dan mengevaluasi strategi pengelolaan utang, menyusun rencana pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui utang dan hibah, mengkaji pengelolaan utang, merekomendasikan struktur portofolio utang yang optimal, mengelola risiko utang, merumuskan kebijakan dan strategi peningkatan peringkat kredit, mengkoordinasikan pengelolaan strategi utang dengan lembaga terkait, merumuskan strategi pengembangan instrumen utang, memantau risiko dan kewajiban kontinjensi, memantau, merekomendasikan dan mengevaluasi kepatuhan terhadap prosedur standar pengelolaan utang, kode etik, peraturan perundangan, dan perjanjian yang terkait dengan pengelolaan utang;

(9)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 4 f. Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen mempunyai tugas merumuskan kebijakan monitoring dan evaluasi, verifikasi dan administrasi, penyelesaian pembayaran kewajiban, pelaksanaan akuntansi dan pelaporan, pengembangan sistem informasi utang berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan Direktur Jenderal terkait dengan pinjaman, hibah, dan instrumen pembiayaan syariah.

Struktur organisasi DJPU disajikan sebagai berikut:

Gambar Struktur Organisasi

(10)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 5 3. Sumber Daya Manusia

Berdasarkan data pegawai per 31 Desember 2009, komposisi pegawai DJPU adalah sebagai berikut:

Grafik 1

Komposisi Pegawai Menurut Golongan

Grafik 2

Komposisi Pegawai Menurut Unit Eselon II

0 10 20 30 40 50 60

IV/d IV/c IV/b IV/a III/d III/c III/b III/a II/d II/c II/b II/a

Jum la h P e g a w a i Golongan Pegawai 0 20 40 60 80 100 1st Qtr 2nd Qtr 3rd Qtr 4th Qtr East West North

No. Golongan Pegawai Jumlah

Pegawai No. Unit Eselon II

Jumlah Pegawai

1 IV/d 2 1 Sekretariat Direktorat Jenderal 63

2 IV/c 3 2 Dit Pinjaman dan Hibah 58

3 IV/b 6 3 Dit Surat Utang Negara 43

4 IV/a 18 4 Dit Pembiayaan Syariah 35

5 III/d 35 5 Dit Strategi dan Portofolio Utang 35

6 III/c 55 6 Dit Evaluasi, Akuntansi dan

Setelmen 78 7 III/b 43 JUMLAH 312 8 III/a 57 9 II/d 44 10 II/c 40 11 II/b 8 12 II/a 1 JUMLAH 312

(11)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 6

Grafik 3

Komposisi Pegawai Menurut Jabatan

Grafik 4

Komposisi Pegawai Menurut Jenis Kelamin

No. Jabatan Pegawai Jumlah

Pegawai No. Jenis Kelamin Pegawai

Jumlah Pegawai

1 Eselon I 1 1 Laki-laki 250

2 Eselon II 5 2 Perempuan 62

3 Eselon III 23 JUMLAH 312

4 Eselon IV 77

5 Pelaksana 206

JUMLAH 312

C. Sistematika Penyajian

LAKIP ini bertujuan untuk mengkomunikasikan pencapaian kinerja DJPU sampai dengan tahun 2009. Sedangkan capaian kinerja (performance results) tahun 2009 akan diperbandingkan dengan rencana kinerja (performance plans) tahun 2009 sebagai tolok ukur keberhasilan pencapaian tujuan organisasi dalam tahun tersebut.

Analisis atas capaian kinerja terhadap rencana kinerja ini memungkinkan teridentifikasikannya sejumlah celah kinerja (performance gap) sebagai umpan balik perbaikan kinerja di masa datang. Sejalan dengan hal tersebut, sistematika penyajian LAKIP adalah sebagai berikut:

Bab I – Pendahuluan, menyajikan latar belakang, tugas dan fungsi, dan struktur

organisasi.

Bab II – Rencana Strategis dan Rencana Kinerja, menyajikan rencana strategis tahun

2007-2009 dan rencana kinerja tahunan 2007-2009.

Bab III – Pengukuran, Evaluasi, dan Analisis, menyajikan hasil pengukuran sasaran,

evaluasi, dan analisis kinerja terhadap pencapaian sasaran.

Bab IV – Penutup, menyajikan simpulan dan saran. Lampiran-lampiran

(12)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 7

BAB II

RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA KINERJA A. Alur Pikir

Bagan

Alur Pikir Penyusunan LAKIP

LANDASAN

UU Nomor 25 Tahun 2004 Tentang SPPN; Inpres 7 Tahun 1999 tentang AKIP;

Renstra Departemen Keuangan Tahun 2004-2009

TUGAS DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG Menyelenggarakan sebagian tugas pokok dibidang pengelolaan utang dan hibah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

RENSTRA DJPU

TAHUN 2007-2009

Visi Misi Tujuan Sasaran Strategi Kebijakan Program Kegiatan Pokok

RKT DAN PK DJPU TAHUN 2009

LAKIP DJPU TAHUN 2009

(13)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 8

B. Peran strategis DJPU

Sebagai organisasi yang memegang peranan strategis di bidang pengelolaan utang, DJPU berupaya meningkatkan kualitas kinerjanya, melalui peran serta setiap pegawai DJPU yang memiliki profesionalisme, integritas dan komitmen yang tinggi atas pencapaian kinerja yang ditetapkan dalam dokumen perencanaan strategisnya. Peran strategis DJPU digambarkan sebagai berikut;

1. Memenuhi sebagian pembiayaan defisit APBN yang berasal dari sumber pembiayaan melalui utang

Selain pajak dan bukan pajak, utang mempunyai kontribusi yang penting dalam menjamin kesinambungan pelaksanaan kegiatan pemerintahan dalam kerangka pembangunan nasional. Sampai saat ini peranan utang baik yang bersumber dari dalam maupun luar negeri masih menjadi sumber utama pembiayaan defisit APBN.

Selain untuk memenuhi target pembiayaan APBN melalui utang yang berasal dari potofolio pinjaman dan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), DJPU juga melaksanakan kegiatan yang meliputi penerbitan/pengadaan utang dan pengembangan instrumen pembiayaan utang, serta pengembangan pasar SBN. Pembiayaan melalui utang dilakukan dengan cara mencari sumber pembiayaan yang berbiaya rendah dan menguntungkan negara dengan mempertimbangkan struktur portofolio utang yang optimal, biaya dan risiko yang dapat ditolerir, dan pemilihan instrumen utang yang tepat. 2. Mengelola utang negara;

Pengelolaan utang yang dilaksanakan secara profesional, akuntabel, dan transparan dimaksudkan untuk mencapai kondisi keuangan negara yang sehat dan mempertahankan kemampuan negara dalam melaksanakan pembiayaan secara berkesinambungan.

Kesalahan di dalam pengelolaan utang akan berdampak negatif terhadap perekonomian, antara lain ketidakmampuan dalam membayar kewajiban utang, membengkaknya kewajiban utang di luar perkiraan, menurunnya kepercayaan investor dan kreditor, terjadinya penurunan peringkat utang (sovereign credit rating), terganggunya kesinambungan fiskal (fiscal sustainability), terhambatnya kegiatan pemerintahan akibat tidak terjaminnya sumber pembiayaan, bahkan gagal bayar (default).

(14)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 9 Sebagai gambaran, total jumlah nominal utang sampai dengan 31 Desember 2009 mencapai Rp 1.590,66 triliun. Jumlah utang yang relatif besar tersebut memerlukan pengelolaan secara cermat dan berhati-hati, karena utang mempunyai sifat dapat menimbulkan kewajiban dan dikhawatirkan akan mengurangi pilihan dan keleluasaan pemerintah dikemudian hari untuk melakukan kebijakan pembangunannya sebagai akibat dari penumpukan beban fiskal pembayaran utang.

C. Rencana Strategis 2007-2009

Renstra DJPU tahun 2007-2009 memuat visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, dan program yang akan dilaksanakan oleh DJPU, yang mengacu pada Renstra Departemen Keuangan tahun 2004-2009. Renstra tersebut disusun melalui suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan dari pembuatan keputusan manajerial, dengan memanfaatkan sebanyak-banyaknya pengetahuan antisipatif melalui analisis lingkungan internal dan eksternal, mengorganisasikan usaha-usaha pelaksanaan pencapaian sasaran, melakukan pengelolaan risiko, dan mengukur hasilnya sebagai umpan balik dalam mengevaluasi kinerja di masa akan datang. Dalam Renstra DJPU tahun 2007-2009 telah ditetapkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, dan program yang akan dilaksanakan oleh DJPU sebagai berikut:

1. Visi dan Misi a. Visi

”Menjadi Pengelola Utang Pemerintah yang Profesional dan Handal sesuai Standar Internasional”

b. Misi

Dalam rangka pencapaian Visi di atas, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang menetapkan Misi sebagai berikut:

1) Mewujudkan pengelolaan pinjaman dan hibah yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel;

2) Mewujudkan pengelolaan Surat Berharga Negara yang profesional dan akuntabel;

3) Mewujudkan pengelolaan strategi dan portofolio utang yang mampu meminimalkan biaya pada profil risiko yang dapat diterima;

(15)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 10 4) Mewujudkan suatu kebijakan pembiayaan syariah yang tepat dan sesuai dengan

prinsip-prinsip keuangan syariah;

5) Mewujudkan pelaksanaan evaluasi, akuntansi dan setelmen pengelolaan utang yang tepat, akurat, profesional dan bertanggung jawab serta menyediakan informasi tentang utang kepada para pengambil keputusan secara akurat dan tepat waktu.

c. Tujuan

Tujuan merupakan implementasi atau penjabaran dari misi dan merupakan sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan pada kurun waktu tertentu, 1 sampai 5 tahun kedepan. Berdasarkan visi dan misi tersebut, tujuan DJPU adalah sebagai berikut: 1) Mengoptimalkan pengelolaan utang, baik yang berasal dari SBN (government

securities) maupun pinjaman (official loan) sebagai alternatif pembiayaan defisit

APBN, agar diperoleh sumber pembiayaan dengan biaya rendah dan pada tingkat risiko yang dapat ditolerir;

2) Membantu kelancaran tugas pimpinan dan fungsi manajemen dalam penyelenggaraan kenegaraan dan kepemerintahan;

3) Mendukung pelaksanaan tugas dan administrasi pemerintahan secara efisien dan efektif serta terpadu;

4) Meningkatkan sistem pengelolaan dan kapasitas SDM aparatur sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas kepemerintahan dan pembangunan. d. Sasaran

Sasaran merupakan penjabaran dari tujuan secara terukur yang akan dicapai secara nyata dalam jangka waktu tahunan, semesteran atau bulanan. Sasaran harus bersifat spesifik, dapat dinilai, diukur, dan menantang namun dapat dicapai, berorientasi pada hasil, dan dapat dicapai dalam periode 1 tahun mendatang. Berdasarkan hal tersebut di atas, sasaran DJPU yang telah ditetapkan pada tahun 2009 adalah sebagai berikut:

(16)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 11 1) Terselesaikannya peraturan tentang pengelolaan utang;

2) Terwujudnya pengamanan rencana penyerapan pinjaman luar negeri (disbursement) baik pinjaman program maupun pinjaman proyek;

3) Terlaksananya pengelolaan Portofolio SBN;

4) Berkembangnya Pasar dan infrastruktur pendukung SBN;

5) Tersedianya strategi pengelolaan utang dengan struktur portofolio yang optimal, tingkat risiko yang terkendali, dan tingkat biaya yang dapat diterima;

6) Terlaksananya perencanaan dan kebijakan pembiayaan syariah sebagai alternatif instrumen pembiayaan APBN;

7) Terlaksananya evaluasi, akuntansi, dan setelmen utang secara efektif dan efisien;

8) Meningkatnya kualitas kelembagaan dan ketatalaksanaan direktorat jenderal; 9) Meningkatnya pelayanan kepegawaian;

10) Meningkatnya kualitas perencanaan program dan keuangan, pengelolaan keuangan, dan laporan keuangan direktorat jenderal;

11) Meningkatnya kualitas pelayanan kerumahtanggaan pengelolaan pemeliharaan sarana gedung, peralatan, dan kendaraan dinas direktorat jenderal;

12) Meningkatnya kapasitas/kualitas SDM;

13) Meningkatnya kualitas pembinaan administrasi dan pengelolaan sarana dan prasarana direktorat jenderal.

e. Strategi

Strategi pengelolaan utang ditetapkan sebagai berikut:

1) Pelaksanaan ketentuan mengenai prinsip kehati-hatian dalam mengelola utang, melalui:

a) Mengupayakan pencapaian target maksimum tambahan bersih utang (pinjaman & penerbitan SBN) +1% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB); b) Memprioritaskan penerbitan SBN di pasar domestik untuk kepentingan

(17)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 12 2) Pengembangan Pasar Domestik SBN, melalui:

a) Diversifikasi instrumen utang dan perluasan basis investor;

b) Mengembangkan infrastruktur pasar dalam rangka mendukung efisiensi pasar.

3) Pengelolaan Pinjaman Luar Negeri yang efektif, melalui: a) Membiayai proyek yang cost recovery;

b) Memperbaiki project readiness criteria;

c) Membiayai proyek dalam rangka Millenium Development Goals (MDGs). 4) Pengelolaan Portofolio SBN yang credible, melalui:

a) Menerbitkan obligasi benchmark secara reguler (E.g. 5, 7, 10 and 20 years); b) Melakukan penukaran obligasi (debt switching) secara lebih aktif dalam

rangka memperpanjang jatuh tempo;

c) Melakukan pembelian kembali (buy back) untuk mengurangi outstanding dan mendukung stabilitas pasar.

2. Kebijakan

Kebijakan yang ditetapkan DJPU pada tahun 2009 adalah sebagai berikut:

a. Mempercepat proses penyusunan draft RUU, serta mengusulkan penetapan hukum dan peraturan perundang-undangan di bidang PHLN;

b. Mempercepat proses penyusunan draft RPP, serta mengusulkan penetapan hukum dan peraturan perundang-undangan di bidang PHLN;

c. Menyusun dan mereviu peraturan dan dokumen hukum yang berkaitan dengan pengelolaan SBN:

d. Melakukan penyusunan ketentuan antara lain tentang pembayaran utang luar negeri, utang dalam negeri, subsidi, dan pembayaran kepada surveyor;

e. Melakukan optimalisasi, efisiensi, dan efektifitas penggunaan pinjaman luar negeri; f. Meningkatkan sistem penatausahaan pinjaman luar negeri secara tertib dan

(18)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 13 g. Melakukan pengendalian intern (sisdur dan kelembagaan) administrasi pinjaman

luar negeri yang lebih intensif;

h. Menyusun peraturan mengenai penyaluran dan pengelolaan pinjaman;

i. Mengkaji komposisi penerbitan SBN dalam rupiah dan mata uang asing dengan mempertimbangkan aspek biaya dan risiko bagi pemerintah;

j. Melakukan penerbitan SBN secara regular;

k. Mengurangi stok utang melalui pembelian kembali obligasi negara sebelum jatuh tempo;

l. Meningkatkan durasi portofolio SBN melalui program pertukaran (debt switching); m. Memperbaiki likuiditas obligasi negara di pasar sekunder;

n. Membangun kepercayaan pasar dan daya tarik SBN;

o. Menerbitkan SBN yang dapat dijadikan benchmark dan likuid di pasar sekunder; p. Meningkatkan frekuensi komunikasi dengan otoritas moneter dalam bentuk

pertukaran informasi dan dialog, serta menyelaraskan SBN program dengan kebijakan moneter;

q. Mengembangkan infrastruktur yang dibutuhkan bagi pengembangan pasar yang aktif dan likuid;

r. Mengembangkan komunikasi yang baik dengan para pelaku pasar SBN untuk mendapatkan informasi pasar yang akurat;

s. Memantau perdagangan SBN di pasar sekunder untuk mengetahui seri SBN yang diminati pelaku pasar;

t. Meningkatkan kerjasama dengan investor institusi dan regulator pasar keuangan untuk memperluas basis investor;

u. Mengembangkan kerjasama yang baik dengan Bank Indonesia selaku pelaksana kliring, setelmen, dan registrasi;

v. Mengoptimalkan akses pasar informasi melalui penyedia jasa informasi keuangan seperti Bloomberg, PIPU, dll;

(19)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 14 x. Menyelenggarakan kegiatan sosialisasi SBN ke berbagai kalangan;

y. Menyeimbangkan profil jatuh tempo obligasi negara;

z. Meningkatkan tertib administrasi pembayaran pinjaman luar negeri;

aa. Menyempurnakan sistem pengadministrasian pinjaman yang efektif dan efisien; bb. Menyempurnakan pelaksanaan pengadministrasian dan penagihan pinjaman; cc. Melakukan penyelesaian dokumen perjanjian pinjaman secara tepat waktu;

dd. Meningkatnya kualitas monitoring dan evaluasi pendanaan proyek yang dibiayai PHLN, serta pelaksanaan replenishment oleh Executing Agency (EA);

ee. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan Bank Indonesia dan unit terkait intern Departemen Keuangan dalam proses pembayaran bunga dan pokok SBN; ff. Meningkatkan koordinasi dalam rangka penataan kelembagaan dan

ketatalaksanaan direktorat jenderal;

gg. Menerapkan prinsip-prinsip good governance;

hh. Menyelenggarakan analisis kebutuhan SDM dalam rangka rekrutmen pegawai; ii. Melaksanakan penempatan pegawai sesuai kebutuhan unit;

jj. Menyelenggarakan kajian pola mutasi kepegawaian; kk. Menyusun standar kompetensi jabatan;

ll. Mengikutsertakan para pegawai dalam berbagai program pelatihan; mm. Mengembangkan aplikasi sistem informasi kepegawaian;

nn. Menyelenggarakan pertemuan rutin dengan unit terkait dalam rangka koordinasi pembinaan kepegawaian;

oo. Meningkatkan pembinaan dan koordinasi dalam rangka menyusun rencana kerja anggaran, dan pelaksanaannya;

pp. Meningkatkan pelayanan pelaksanaan pembayaran gaji dan tunjangan; qq. Melaksanakan pengelolaan sarana dan prasarana direktorat jenderal; rr. Meningkatkan sarana dan prasarana di lingkungan direktorat jenderal.

(20)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 15

D. Program Pengelolaan dan Pembiayaan Utang

1. Program Pokok: Pengelolaan dan Pembiayaan Utang Program ini dilaksanakan melalui beberapa kegiatan: a. Menyusun peraturan di bidang pengelolaan PHLN;

b. Menyusun peraturan perundangan-undangan tentang pengelolaan SUN;

c. Menyusun peraturan perundangan-undangan tentang pengelolaan pembiayaan syariah;

d. Menyusun peraturan perundangan-undangan yang mendukung pelaksanaan stretgi dan portofolio utang;

e. Melaksanakan pengelolaan pinjaman dan hibah; f. Melaksanakan pengelolaan portofolio SUN; g. Melaksanakan pengelolaan portofolio SBSN; h. Mengelola strategi dan portofolio utang; i. Mengelola kebijakan pembiayaan syariah;

j. Melaksanakan evaluasi, akuntansi, dan setelmen utang. 2. Program Penunjang

Terdapat tiga program penunjang yang ditujukan untuk memberikan pelayanan teknis dan administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal, dengan rincian sebagai berikut:

a. Penerapan kepemerintahan yang baik

Program ini dilaksanakan melalui beberapa kegiatan, yaitu: 1) Menyusun dokumen organisasi dan ketatalaksanaan;

2) Menyelenggarakan pengembangan SDM dan administrasi kepegawaian; 3) Menyelenggarakan pembinaan administrasi dan pengelolaan keuangan; 4) Mengelola gaji, honorarium, dan tunjangan;

(21)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 16 b. Pengelolaan sumber daya manusia aparatur dengan kegiatan menyelenggarakan

pengembangan SDM dan administrasi kepegawaian; dan

c. Peningkatan sarana dan prasarana aparatur negara dengan kegiatan melaksanakan pembangunan/pengadaan/peningkatan sarana dan prasarana.

E. Rencana Kinerja Tahunan (RKT)

Pada setiap awal tahun, DJPU menyusun dokumen perencanaan kinerja berupa RKT sebagai dasar penyusunan laporan pertanggungjawaban kinerja di akhir periode evaluasi. RKT memuat kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dalam tahun yang bersangkutan dengan informasi yang dimuat dalam RKT mencakup berbagai kegiatan, indikator kinerja

inputs, outputs, dan outcomes.

RKT dibuat berdasarkan Keputusan Kepala LAN Nomor 239/IX/6/8/2003 tentang Perbaikan Pedoman Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sebagai sub sistem baru pada waktu itu dalam melaksanakan ketentuan Inpres 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

Dalam perkembangan selanjutnya, berkaitan dengan telah diterbitkannya Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 87/KMK.01/2009 tentang Pengelolaan Indikator Kinerja Utama Di Lingkungan Departemen Keuangan, sejak tahun 2008 telah diperkenalkan dan diimplementasikan sistem manajemen kinerja dengan menggunakan metodologi

Balanced Scorecard (BSC) di lingkungan Departemen Keuangan.

Berdasarkan ketentuan tersebut dan sesuai surat Menteri Keuangan Nomor S-7/MK.1/2010, tanggal 8 Januari 2010 serta sejalan dengan arahan pejabat dari Biro

Organisasi dan Ketatalaksanaan Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam beberapa rapat kerja bersama di Departemen Keuangan, penyusunan materi evaluasi LAKIP Tahun 2009 termasuk penyajian Indikator Kinerja yang tercantum dalam RKT Tahun 2010 di setiap unit Eselon I Departemen Keuangan diharapkan sudah mengadopsi IKU sebagai ukuran keberhasilan dari suatu tujuan dan sasaran strategis organisasi.

(22)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 17

F. Balanced Scorecard (BSC)

Dengan dimulainya program reformasi birokrasi yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 30/KMK.01/2007 tentang Reformasi Birokrasi Departemen Keuangan maka dimulai juga manajemen kinerja Depkeu berbasis Balanced Scorecard (BSC). Pengelolaan kinerja berbasis BSC di lingkungan Departemen Keuangan (Depkeu) secara eksplisit dinyatakan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 12/KMK.01/2010 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Departemen Keuangan. Keputusan tersebut mengatur tentang penetapan pengelola kinerja, kontrak kinerja, penyusunan dan perubahan peta strategi, Indikator Kinerja Utama (IKU), dan target, serta pelaporan capaian kinerja triwulanan kepada Menteri Keuangan.

Konsep BSC dikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton yang berawal dari studi tentang pengukuran kinerja di sektor bisnis pada tahun 1990. Dengan menggunakan metodologi BSC, setiap unit eselon I secara hirarkis (cascade) menyelenggarakan penyusunan Indikator Kinerja Utama (Key Performance Indicators/ KPI), yang diharapkan dapat mencerminkan keberhasilan organisasi dalam rangka memenuhi harapan pemangku kepentingan (stakeholders), meningkatkan kinerja operasional, mengetahui tingkat keefektifan organisasi/kepemimpinan dalam mengelola sumber daya yang dimilki, dan sekaligus mengetahui hasil-hasil kinerja pengelolaan keuangan. Atas pencapaian realisasi target IKU kemudian menjadi tolok ukur keberhasilan pencapaian sasaran dan tujuan strategis organisasi.

Cascading BSC Depkeu diturunkan (cascaded) ke seluruh unit organisasi yang ada di

bawahnya. BSC Depkeu ini disebut Depkeu-Wide sedangkan setelah dicascade ke unit organisasi di bawahnya yaitu ke eselon I disebut One, ke eselon II disebut Depkeu-Two, ke eselon III disebut Depkeu-Three, ke eselon IV disebut Depkeu-Four, dan kelevel pelaksana disebut Depkeu-Five.

BSC dalam implementasinya menjadi suatu sistem manajemen untuk mengelola implementasi strategi, mengevaluasi prestasi kerja tidak hanya dilihat dari segi finansial tetapi juga mengkomunikasikan Visi, Strategi, Kinerja Organisasi agar sesuai dengan harapan Stakeholder.

(23)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 18

G. Rencana Kinerja Versi BSC

C u s to m e r P e rs p e c ti v e Le a rn in g a n d G ro w th P e rs p e c ti v e Pembiayaan yang aman bagi kesinambungan fiskal (1 IKU) Mengelola portofolio utang (3 IKU) Melaksanakan pembayaran kewajiban secara tepat (1 IKU) Merekrut dan mengembangkan SDM yg berintegritas dan berkompetensi tinggi (2 IKU)

SDM

Organisasi

Mengembangkan organisasi yg handal dan modern (1 IKU) Mewujudkan good governance (2 IKU)

Informasi

Membangun sistem informasi yang terintegrasi (1 IKU) Kredibilitas (1 IKU)

Kreditor, Investor, Donor

Transparansi (1 IKU) Menyusun landasan hukum dan peraturan (1 IKU) Melakukan monitoring & evaluasi (1 IKU) Membina hubungan dengan kreditor dan investor (2 IKU)

PETA STRATEGI DJPU TAHUN 2009

F in a n c ia l P e rs p e c ti v e (S ta k e h o ld e r P e rs p e c ti v e ) In te rn a l P e rs p e c ti v e Mengembangkan instrumen pembiayaan yang efektif (1 IKU) Akuntabilitas (1 IKU) V I S I :

Menjadi pengelola utang pemerintah yang memiliki sumber daya manusia yang profesional dan tata kelola organisasi yang sesuai standar internasional

TUJUAN STRATEGIS:

1. Mengoptimalkan pengelolaan Surat Berharga Negara (SBN) maupun pinjaman untuk mengamankan pembiayaan APBN; 2. Mendukung upaya financial market deepening untuk meningkatkan kapasitas daya serap dan efisiensi pasar keuangan.

Peta strategi DJPU menerapkan 4 perspektif, yaitu Stakeholders, Customers, Internal

Process, dan Learning and Growth. Dari Peta Strategi tahun 2009 tersebut, terdapat 14

Sasaran Strategis (SS) DJPU yang ingin diwujudkan dengan 19 IKU yang ditetapkan. Target kinerja berdasarkan implementasi BSC di tahun 2009 adalah sebagaimana tabel berikut.

Perspektif Strategic Objectives IKU

Baseline (Realisasi 2008) Target 2009 Stakeholders 1. Pembiayaan yang aman bagi kesinambungan fiskal 1 F 1 Pemenuhan target pembiayaan melalui utang (Realisasi Penerbitan SBN Bruto) 93.50% 100.00% Rp126,244 triliun Rp173.698 triliun Customers

2. Transparansi 2 C 1 Ketersediaan informasi dalam rangka

transparansi pengelolaan utang

(24)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 19

Perspektif Strategic Objectives IKU

Baseline (Realisasi

2008)

Target 2009

3. Akuntabilitas 3 C .2 Opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang

83% 100.00%

4. Kredibilitas 4 C 3 Pembayaran tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran 100.00% 100.00% Internal Drivers 5. Mengembangkan instrumen pembiayaan yang efektif 5 D 1 Efektifitas instrumen pembiayaan baru 0.00% 100.00% 6. Mengelola portofolio utang

6 D 2.1 Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang 5.84% 6.59% 8 D 2.2 Pencapaian target effective cost n.a 100.00% 9 D 2.3 Terpenuhinya struktur portofolio utang sesuai dengan strategi yang ditetapkan n.a. 100.00% 7. Melaksanakan pembayaran berdasarkan tagihan 10 D 3 Tingkat ketepatan pembayaran sesuai tagihan 100.00% 100.00% 8. Membina hubungan dengan kreditor dan investor

11 D 4.1 Peningkatan

pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi pengelolaan utang 42 50 12 D 4.2 Partisipasi investor dalam penerbitan SBN 154,72% 165.00% 9. Menyusun landasan hukum dan peraturan 13 D 5 Tersedianya Peraturan dan Keputusan yang mendukung pengelolaan utang 12 16 10. Melakukan monitoring & evaluasi 14 D 6 % penurunan progress variant terhadap

pinjaman yang masuk kategori berisiko dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif

29.29% 29.29% Learning and Growth 11. Merekrut dan mengembangkan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi 15 LG 1.1 % karyawan yang kompetensinya sesuai dengan kebutuhan kompetensi jabatan tematik 60.00% 65.00% 16 LG 1.2

Jumlah pegawai yang terkena kasus

pelanggaran berat atau penyalahgunaan wewenang

(25)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 20

Perspektif Strategic Objectives IKU

Baseline (Realisasi 2008) Target 2009 12. Mengembangkan organisasi yg handal dan modern 17 LG 2 % penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat 95.00% 100.00% 13. Mewujudkan good governance 18 LG 3.1 % rekomendasi audit Itjen dan BPK yang telah ditindaklanjuti

100.00% 100.00%

19 LG 3.2

Tingkat Kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan prosedur

100.00% 100.00%

14. Membangun sistem informasi yang terintegrasi

19 LG 4 Sistem aplikasi TIK di bidang pengelolaan utang yang

terimplementasi sesuai rencana

90.00% 90.00%

Dalam melakukan pembahasan pengukuran, evaluasi, dan analisis LAKIP DJPU Tahun 2009, yaitu pada BAB III, untuk pengelolaan utang secara umum mengacu kepada indikator kinerja yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/KMK.06/2005 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun 2005–2009, sedangkan untuk mengukur kinerja secara khusus dalam periode 2007-2009 mengacu kepada SS dan IKU yang telah ditetapkan.

(26)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 21

BAB III

PENGUKURAN, EVALUASI, DAN ANALISIS

A. Pengelolaan Utang

Utang secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu Pinjaman dan SBN.

1. Pengelolaan Pinjaman

Pinjaman berdasarkan postur APBN terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek. Pinjaman Proyek adalah pinjaman yang dilakukan untuk membiayai kegiatan tertentu (proyek), yang pencairan pinjamannya sangat tergantung pada realisasi pelaksanaan proyek. Sedangkan Pinjaman Program adalah bentuk pinjaman tunai yang pencairannya berdasarkan persyaratan atau pemenuhan kondisi tertentu. Pinjaman Program dimanfaatkan terutama untuk pembiayaan APBN secara umum.

Untuk menjaga adanya good governance dalam pengelolaan pembiayaan melalui pinjaman, telah disusun Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tatacara Pengadaan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. Aturan ini merupakan aturan pelaksanaan dari UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Dalam PP tersebut diatur bahwa pinjaman luar negeri dilakukan dengan mempertimbangkan adanya: (a) kebutuhan pembiayaan, (b) kemampuan penyerapan, (c) kemampuan membayar kembali, dan (d) risiko yang akan ditanggung Pemerintah.

Selain instrumen pinjaman luar negeri, dalam periode ini juga dikembangkan instrumen pembiayaan melalui Pinjaman Dalam Negeri. Pinjaman tersebut dapat berasal dari BUMN, Pemerintah Daerah, dan Perusahaan Daerah yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana diatur dalam PP Nomor 54 Tahun 2008 tentang Tatacara Pengadaan dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri oleh Pemerintah. Instrumen pembiayaan melalui pinjaman dalam negeri merupakan instrumen alternatif dan akan dimanfaatkan apabila menurut analisis biaya dan risiko layak untuk dilakukan, dengan mempertimbangkan situasi perekonomian yang memungkinkan pemberi pinjaman melakukan transaksi pinjam-meminjam pada Pemerintah tanpa meninggalkan tujuan penempatan dana dari pihak pemberi pinjaman. Akan tetapi sampai dengan akhir tahun 2009, instrumen tersebut belum digunakan, mengingat aturan pelaksanaannya sampai dengan saat ini masih dalam proses penyusunan.

(27)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 22

2. Pengelolaan SBN

Instrumen SBN terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). SUN diterbitkan berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara. Sedangkan SBSN diterbitkan berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.

Penerbitan SBN selain digunakan untuk membiayai defisit APBN, juga digunakan untuk menutup kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas penerimaan dan pengeluaran dari Rekening Kas Negara dalam 1 (satu) tahun anggaran dan pengelolaan portofolio utang negara. SBN dapat diterbitkan dalam jangka pendek, sampai dengan satu tahun maupun jangka panjang. SBN yang diterbitkan dalam jangka pendek pada prinsipnya merupakan instrumen pengelolaan kas Pemerintah dalam hal terjadi cash mismatch. Dari sisi nilai tukar yang digunakan, SBN dapat diterbitkan dalam mata uang domestik maupun dalam mata uang asing (valas). Dari sisi sifatnya SBN dapat menjadi instrumen yang tradable (dapat diperdagangkan) maupun non-tradable (tidak dapat diperdagangkan). Sedangkan dari cara penerbitannya dapat dilakukan dalam 2 cara sebagai berikut (1) melalui mekanisme lelang maupun (2) melalui mekanisme non lelang baik melalui mekanisme

bookbuilding, penempatan langsung (private placement), dan transaksi langsung.

Besaran jumlah penerbitan SBN neto setiap tahunnya dilakukan berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah dengan DPR yang pembahasannya dilakukan secara tidak terpisah dari pembahasan APBN. SBN neto merupakan selisih antara jumlah SBN yang diterbitkan dengan SBN yang jatuh tempo dan/atau dibeli kembali. Konsep neto dibutuhkan oleh pengelola utang untuk mendapatkan fleksibilitas dalam pengelolaan utang, dengan memanfaatkan momentum pasar yang ada, baik untuk kepentingan pemenuhan target pembiayaan maupun dalam rangka pengelolaan portofolio dan risiko utang.

Pemenuhan kebutuhan pembiayaan melalui pengelolaan SBN dilakukan dengan mengacu pada strategi yang ditetapkan. Strategi dimaksud mencakup strategi pengelolaan SBN di pasar perdana maupun pasar sekunder, yang meliputi antara lain penerbitan SBN secara reguler di pasar domestik, pengembangan instrumen, pelaksanaan buyback dalam rangka pengelolaan portofolio dan stabilisasi pasar SBN.

(28)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 23

B. Pembiayaan Defisit Periode 2005-2009

Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir berada pada level yang cukup tinggi. Pertumbuhan ekonomi tersebut antara lain didorong oleh peran belanja pemerintah yang dipenuhi dari penerimaan negara dan sumber-sumber pembiayaan. Peningkatan belanja pemerintah yang tidak diimbangi dengan peningkatan penerimaan negara mendorong peningkatan defisit APBN. Hal ini terlihat pada peningkatan belanja pemerintah yang mencapai hampir dua kali lipat yaitu dari sebesar Rp509,63 triliun pada tahun 2005 menjadi sebesar Rp956,38 triliun pada tahun 2009 yang memberikan konsekuensi terjadinya peningkatan defisit dari Rp14,41 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp87,43 triliun pada tahun 2009. Peningkatan defisit yang cukup besar tersebut memerlukan ketersediaan sumber pembiayaan yang memadai sehingga tujuan kebijakan fiskal untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan dapat dicapai.

Dalam periode 2005-2009, kebijakan keuangan negara lebih diarahkan untuk menjaga dan mempertahankan momentum pertumbuhan dan memenuhi agenda pembangunan. Pemerintah berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi dengan belanja negara yang cukup ekspansif, baik belanja modal, subsidi maupun belanja sosial yang dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Sebagai konsekuensinya APBN pada periode tersebut memiliki defisit yang relatif tinggi dibanding periode sebelumnya, dan tingginya defisit ini membawa konsekuensi pada tingginya kebutuhan pembiayaan yang harus dipenuhi.

Pemenuhan pembiayaan atas realisasi defisit periode 2005–2009 dilakukan melalui sumber utang dan nonutang. Kedua sumber tersebut dapat bersifat penerimaan, dalam arti terdapat aliran masuk (inflow) ke APBN tahun bersangkutan yang dapat memberikan tambahan kemampuan bagi Pemerintah untuk memenuhi belanja negara maupun untuk membiayai pengeluaran pembiayaan sendiri, dan dapat bersifat pengeluaran, dalam arti adanya aliran keluar (outflow) dari APBN yang digunakan antara lain untuk membayar kewajiban utang, investasi atau penyertaan negara (bukan belanja modal), atau untuk membayar komitmen pemerintah lainnya seperti adanya kebijakan untuk memberikan penjaminan. Kebijakan dalam memanfaatkan setiap sumber pembiayaan tersebut dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan efisiensi biaya, kemampuan penyediaan dana, dan dampaknya pada masa yang akan datang.

(29)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 24 Untuk memenuhi defisit tersebut, maka kebijakan yang diambil oleh Pemerintah terfokus pada pencarian sumber pembiayaan, dengan memperhitungkan kapasitas sumber pembiayaan dan pemilihan kombinasi yang seimbang diantara pilihan alternatif sumber yang tersedia, dengan tetap memperhatikan sustainability-nya dalam jangka panjang, dan

trade-off biaya dan risiko dari pemilihan alternatif dimaksud.

Secara keseluruhan pembiayaan utang dan nonutang periode 2005–2009 dapat terlihat pada grafik 1 berikut:

Grafik 5

Pembiayaan Utang dan Nonutang, 2005-2009 (triliun rupiah)

2005+ 2006+ 2007+ 2008+ 2009++

SBN - neto 22.6 36.0 57.2 85.9 99.3

Pinjaman Luar Negeri - neto (10.3) (26.6) (23.9) (13.2) (12.7)

Lainnya (Nonutang) - neto (1.2) 20.0 9.1 16.5 43.2

Defisit APBN 14.4 29.1 49.8 4.1 129.8

(30)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 25

C. Pembiayaan Melalui Utang 2005-2009

Pembiayaan melalui utang dianggap merupakan sumber pembiayaan yang dapat berkesinambungan (sustainable) mengingat adanya konsep pembiayaan kembali (refinancing), serta lazim dilakukan oleh hampir seluruh negara.

Dalam periode 2005-2009 terdapat pola yang konsisten dalam pembiayaan APBN Indonesia, dimana pembiayaan yang bersumber dari utang neto meningkat secara signifikan. Realisasi pembiayaan utang neto meningkat dari sebesar Rp14,55 triliun pada tahun 2005 menjadi sebesar Rp88,40 triliun pada tahun 2009. Dari sisi instrumen utang, terdapat suatu kecenderungan pergeseran pola pembiayaan yang mengarah pada market

based financing melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Penerbitan SBN neto

yang semakin meningkat, selain berperan sebagai instrumen pembiayaan, juga digunakan untuk pembayaran kembali (refinancing) pinjaman luar negeri dan investasi pemerintah serta penyertaan modal negara. Secara bertahap penerbitan SBN neto meningkat dari Rp22,57 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp99,47 triliun pada tahun 2009. Sementara pinjaman luar negeri menunjukkan penurunan selama periode tersebut dengan rata-rata penurunan sekitar Rp15,83 triliun pertahun. Data pembiayaan utang periode 2005-2009 dapat dilihat pada tabel 1 berikut.

Tabel 1 Pembiayaan Utang 2005-2009 (Triliun Rupiah) KETERANGAN 2005 2006 2007 2008 2009 Realisasi (LKPP) Realisasi Sementara A Surat Berharga Negara (neto) 22.57 35.99 57.17 85.92 99.47 B Pinjaman (neto) (8.02) (23.01) (23.85) (13.22) (11.07) I Penarikan Pinjaman Luar Negeri 29.09 29.67 34.07 50.22 56.96 II Pembayaran Cicilan Pokok Utang

Luar Negeri (37.11) (52.68) (57.92) (63.44) (68.03)

Total Pembiayaan Utang 14.55 12.98 33.32 72.70 88.40

Keterangan: Pinjaman neto tidak memperhitungkan pengeluaran pembiayaan dalam rangka penerusan pinjaman

Kecenderungan peningkatan sumber pembiayaan dari utang yang makin besar akan membawa konsekuensi langsung pada pengelolaan fiskal Pemerintah. Konsekuensi tersebut antara lain:

(31)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 26 1. Adanya kebutuhan yang makin besar terhadap alokasi belanja untuk pembayaran

bunga atas utang.

2. APBN dan pengelolaan fiskal cukup rentan terhadap dinamika pasar.

3. Kebutuhan refinancing utang semakin meningkat yang harus diimbangi dengan upaya peningkatan kapasitas pasar SBN, sebagai instrumen utama dalam pembiayaan. 4. Perlunya pengelolaan kas yang makin baik agar setiap utang yang dilakukan tidak

menimbulkan biaya yang berlebihan akibat adanya dana tunai yang idle.

Oleh karena itu, dalam pengelolaan utang diperlukan penerapan disiplin fiskal secara konsisten agar penggunaan dari setiap utang tersebut dapat dialokasikan pada sektor yang produktif dan dilaksanakan secara efisien untuk mencapai efektivitas yang tinggi dari pembiayaan melalui utang. Disamping itu, dalam pengelolaan utang juga menuntut adanya disiplin pasar yang tinggi agar proses pengambilan keputusan dapat berlangsung secara hati-hati, cepat, tepat, dan efisien dengan memperhatikan penerapan prinsip-prinsip tatakelola yang baik (good governance principles).

D. Kebijakan Umum Pengelolaan Utang 2005-2009

Untuk lebih mengendalikan beban utang agar dapat memberikan dampak yang positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia serta untuk menjaga agar penyusunan APBN dan APBD dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan negara, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 12 dan Pasal 17 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam PP tersebut diatur bahwa besarnya jumlah kumulatif defisit dari APBN dibatasi tidak melebihi 3 persen dari PDB tahun bersangkutan dan besarnya jumlah kumulatif pinjaman pemerintah pusat dan daerah dibatasi tidak melebihi 60 persen dari PDB tahun bersangkutan. Perbandingan antara besarnya total pinjaman Pemerintah dengan PDB tahun yang bersangkutan disebut Debt to

GDP ratio.

Selain itu, dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/KMK.06/2005 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun 2005–2009, disebutkan bahwa dalam jangka menengah, pedoman umum pengelolaan utang Negara mengacu pada Peraturan Presiden

(32)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 27 Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2004-2009, dimana dalam Perpres tersebut diatur bahwa peningkatan pengelolaan pinjaman luar negeri Pemerintah diarahkan untuk menurunkan stok pinjaman luar negeri tidak saja secara relatif terhadap PDB tetapi juga secara absolut. Untuk pinjaman dalam negeri, diupayakan tetap adanya ruang gerak yang cukup pada sektor swasta melalui penarikan pinjaman neto kurang dari 1% PDB dan menurun secara bertahap. Dengan demikian, rasio stok pinjaman terhadap PDB diperkirakan menurun secara bertahap menjadi lebih rendah dari 40% PDB pada tahun 2009.

Dari dua ketentuan tersebut, terdapat tiga ukuran yang mencerminkan keberhasilan kinerja pengelolaan utang yaitu:

1. Jumlah kumulatif pinjaman pemerintah dibatasi tidak melebihi 40 persen dari PDB. 2. Turunnya stok pinjaman luar negeri tidak saja secara relatif terhadap PDB tetapi juga

secara absolut.

3. Penarikan pinjaman neto kurang dari 1% PDB dan menurun secara bertahap.

Berkaitan dengan ketentuan dalam KMK Nomor 447/KMK.06/2005, pada grafik 6 terlihat bahwa rasio utang terhadap PDB (dengan komponen utang berupa instrumen Pinjaman Luar Negeri dan SBN) menurun dari 47 persen pada akhir tahun 2005 dan menjadi sekitar 30 persen pada akhir tahun 2009.

(33)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 28

Grafik 6

Rasio Utang terhadap PDB 2005-2009

Catatan : RHS = Right Hand Side (sisi sumbu X sebelah kanan), LHS = Left Hand Side (sisi sumbu X sebelah kiri)

Pada grafik 6 di atas terlihat bahwa sejak tahun 2006 rasio utang terhadap PDB telah berada dalam posisi di bawah 40 persen, dan rasio tersebut cenderung menurun selama periode 2005-2009. Rasio ini mengindikasikan bahwa jumlah utang yang ditarik oleh Pemerintah setiap tahun telah dilakukan secara hati-hati, terencana, dan tepat sasaran sehingga kontribusinya terhadap perekonomian nasional telah mendorong peningkatan ekonomi dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan peningkatan utang itu sendiri.

Selain itu, pada grafik 6 terlihat pula bahwa perkembangan stok (outstanding) utang luar negeri secara relatif terhadap PDB menunjukkan kecenderungan menurun. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2004-2009.

Sedangkan perkembangan stok utang luar negeri secara absolut/nominal menunjukkan sedikit kenaikan karena peningkatan stok utang dalam mata uang US dollar akibat penerbitan SBN valas untuk memenuhi target penerbitan SBN neto dalam periode 2005-2009 yang meningkat tajam. Penerbitan SBN Valas tersebut dilakukan terutama

(34)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 29 untuk menghindari crowding out effect di pasar keuangan domestik. Perkembangan stok utang luar negeri berdasarkan mata uang dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 2

Perkembangan Stok Utang Luar Negeri berdasarkan Mata Uang, 2005-2009

2005 2006 2007 2008 2009

Mata Uang Asli

USD 26.4 27.5 28.4 32.8 37.1 JPY 3,184.4 3,066.0 2,941.9 2,820.5 2,713.8 EUR 8.1 7.8 7.2 6.7 5.9 Mata Uang Lain

USD 259.9 248.1 267.1 358.6 348.7 JPY 265.6 232.4 244.4 341.9 276.0 EUR 94.4 92.6 98.9 104.2 79.8 Mata Uang Lain 34.4 36.1 41.4 48.2 48.9

Total 654.4 609.2 651.8 852.9 753.4

Beragam Mata Uang

---Equivalent dalam Rupiah

Untuk menghindari terjadinya crowding out effect di pasar keuangan domestik, Pemerintah membatasi tambahan bersih utang domestik sebesar 1 persen dari PDB. Realisasi tambahan bersih utang domestik terhadap PDB periode 2005–2009 masing-masing adalah sebesar -0,1%, 0,5%, 1,1%, 0,9%, dan 0,9%. Dengan demikian rata-rata tambahan bersih utang domestik setiap tahun dalam 5 tahun terakhir adalah sebesar 0,68 persen dari PDB.

(35)

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Halaman 30

E. Pengukuran Sasaran

1. Sasaran strategis pembiayaan yang aman bagi kesinambungan fiskal dengan indikator pemenuhan target pembiayaan melalui utang

Pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang menjadi IKU unit pengelola utang dihitung dari realisasi penerbitan SBN dan pengadaan Pinjaman Program. Pemenuhan pembiayaan dari pinjaman yang digunakan sebagai komponen IKU hanya yang berasal dari Pinjaman Program, tidak termasuk Pinjaman Proyek karena sifat Pinjaman Program yang relatif sama dengan SBN dalam hal pola penarikannya.

Dalam memenuhi target pembiayaan melalui utang, realisasi penerbitan SBN/pengadaan Pinjaman Program dilakukan dengan menggunakan konsep gross agar lebih mencerminkan upaya/kinerja Pemerintah dalam memenuhi total kebutuhan pembiayaan APBN yang berasal dari utang.

Pencapaian IKU ini menuju capaian yang diarahkan kepada ketepatan atas target (stabilize), dimana capaian yang makin mendekati target adalah capaian yang diharapkan.

a. Pemenuhan target pembiayaan melalui utang pada tahun 2009 ditargetkan sebesar Rp175,12 triliun (100%) dengan capaian realisasi sebesar Rp173,12 triliun (98.86%), yang terdiri dari:

1) Penarikan Pinjaman Program ditargetkan sebesar Rp30,32 triliun (ekuivalen USD2.994 juta) dengan realisasi sebesar Rp28,57 triliun (ekuivalen USD2.944 juta). Jumlah realisasi tersebut merupakan jumlah keseluruhan kegiatan pengelolaan Pinjaman Program di tahun 2009 berasal dari 10 perjanjian. Sumber pinjaman berasal dari Bank Dunia sebesar USD1.544 juta, Asian Development Bank (ADB) sebesar USD500 juta, Japan International

Cooperation Agency (JICA) sebesar USD600 juta, dan Pemerintah Perancis

sebesar USD300 juta.

Pada Pinjaman Program yang bersumber dari Bank Dunia, terjadi perubahan target dari semula sebesar USD1.594 juta menjadi USD1.544 juta. Perubahan target tersebut ditetapkan dalam Rapat Monitoring dan Evaluasi APBN-P 2009 tanggal 16 Oktober 2009.

Gambar

Gambar   Struktur Organisasi
Tabel 1  Pembiayaan Utang 2005-2009  (Triliun Rupiah)  KETERANGAN  2005  2006  2007  2008  2009  Realisasi (LKPP)  Realisasi  Sementara  A  Surat Berharga Negara (neto)  22.57  35.99  57.17  85.92  99.47  B  Pinjaman (neto)  (8.02)  (23.01)  (23.85)  (13.2

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, pada aspek kualitas produk yang dapat diukur adalah atribut yang bersifat nyata seperti logo, nama merek, dan tipe produk dan citra yang bisa terlihat

Pada variasi rasio mol reaktan didapatkan pada rasio mol 1 : 1,5 dengan nilai pH dan tegangan permukaan menurun berbanding terbalik dengan bilangan asam dan

Pada periode pembangunan jangka menengah 2015-2019, konsep Tol Laut diimplementasikan diantaranya untuk tujuan peningkatan kinerja transpor- tasi laut melalui perbaikan

Pemberian larutan serbuk biji tanaman jarak yang mengandung agensia antifertilitas jatrophone dengan dosis subkronis 0,2 g/ekor/hari belum berpotensi mempengaruhi

Dari hasil wawancara, teori dan observasi, peneliti menyimpulkan bahwasannya guru Pembimbing mengevaluasi proses pembelajaran dan hasil belajar siswa, agar guru

Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandar Lampung adalah Unit Pelaksana Teknis yang berada di bawah dan bertanggungjawab secara langsung kepada Kepala Badan Karantina

Berdasarkan hasil penelitian Iskandar (2003), menunjukkan bahwa ekstrak etanol rumput laut jenis Eucheuma cottonii yang memiliki kandungan flavonoid mempunyai

Dari uraian di atas, maka judul penelitian yang penulis angkat dalam penelitian ini adalah faktor-faktor penyebab menurunnya pelaksanaan budaya Begawi Cakak Pepadun