• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Apapun profesi atau pekerjaan seseorang, setidaknya ia pernah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Apapun profesi atau pekerjaan seseorang, setidaknya ia pernah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

1.1 Latar Belakang Penelitian

Apapun profesi atau pekerjaan seseorang, setidaknya ia pernah mendengarkan radio siaran, menonton televisi atau film, membaca koran atau majalah. Ketika seseorang mendengar radio siaran, membaca koran, atau menonton film, sebenarnya ia sedang berhadapan dengan atau terterpa media massa, dimana pesan media itu secara langsung atau tidak langsung tengah memengaruhinya. Gambaran ini mencerminkan bahwa komunikasi massa, dengan berbagai bentuknya, senantiasa menerpa manusia, dan manusia senantiasa menerpakan dirinya kepada media massa.1

Media massa dapat memperkuat norma-norma budaya dengan informasi-informasi yang disampaikan setiap hari. Selain itu, media massa dapat mengaktifkan perilaku tertentu. Hal tersebut terjadi apabila informasi yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan individu dan tidak bertentangan dengan struktur norma-norma budaya yang berlaku. Media massa bahkan bisa menumbuhkan norma-norma budaya baru dalam perilaku selama norma tersebut tidak dihalangi oleh hambatan-hambatan sosial budaya.2

1

Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar Edisi

Revisi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2007, hal 1

2

(2)

Film pertama kali lahir di paruh kedua abad 19, dibuat dengan bahan seluloid yang sangat mudah terbakar, bahkan oleh percikan abu rokok sekalipun. Sesuai perjalanan waktu, para ahli berlomba-lomba untuk menyempurnakan film agar lebih aman, lebih mudah diproduksi, dan enak ditonton.3 Film sebagai karya seni budaya yang merupakan wahana sosial dan sebagai media komunikasi massa (media massa) yang bersifat audio visual (pandang dengar).4 Film juga memiliki kekuatan tersendiri dalam memengaruhi sistem sosial, sistem politik, dan sistem ekonomi suatu negara, meskipun tidak sebesar pengaruh pers, radio, dan televisi. Film sebagai media publik memiliki kekuatan dalam mendorong perubahan sistem sosial yaitu perubahan struktur dan nilai-nilai masyarakat.5

Film sebagai media publik yang bersifat audio visual, memiliki kekuatan yang besar dalam memengaruhi khalayak atau publik. Gambar hidup yang disajikan oleh film itu mempunyai kecenderungan umum yang unik dalam keunggulan daya efektifnya terhadap penonton. Kebanyakan persoalan atau hal yang bersifat abstrak, dan samar-samar serta sulit dapat disuguhkan oleh film kepada khalayak secara lebih baik dan efisien. Film juga menyuguhkan pesan dengan menghidupkan atau mengurangi sejumlah besar keraguan. Apa yang disuguhkan oleh film itu lebih mudah diingat dan mudah melekat di benak publik.

Hal tersebut dapat dipahami karena kekuatan besar film dalam memengaruhi publik terutama generasi muda itu, terletak pada emosi khalayak. Khalayak lebih mudah untuk menerima dan mengerti isi film, daripada membaca

3

Heru Effendy. Mari Membuat Film: Panduan Menjadi Produser. Jakarta: Panduan. 2002, hal 20

4

Anwar Arifin. Sistem Komunikasi Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011, hal 153

5

(3)

surat kabar atau majalah. Film memiliki keunggulan terutama karena film dapat dinikmati oleh semua kalangan dari khalayak yang berpendidikan tinggi sampai kepada yang buta huruf. Demikian juga film memiliki daya persuasif yang tinggi, terutama karena menyajikan gambar yang hidup (bergerak dan bersuara) dalam bioskop yang tertutup dan digelapkan dengan cahaya yang hanya difokuskan ke layar yang menyajikan adegan yang mengasyikkan. Suasana seperti itu menuntut perhatian penuh khalayak, tanpa adanya kegiatan lain agar penonton (khalayak) memahami jalan cerita film dengan baik.

Visualisasi yang dipadukan dengan suara secara apik dalam film bioskop, sangat menyentuh emosi, seperti dapat dilihat dalam berbagai adegan dengan artisnya yang cantik, anggun dan ayu dalam suasana yang romantis, bahagia, dan melankolis atau aktornya yang seram, jahat, dan pemarah dalam suasana yang genting dan menakutkan. Dalam konteks seperti itu film dapat disebut sebagai media panas (hot media).6

Film atau motion pictures ditemukan dari hasil pengembangan prinsip-prinsip fotografi dan proyektor. Film yang pertama kali diperkenalkan kepada publik Amerika Serikat adalah The Life of an American Fireman dan film The

Great Train Robbery yang dibuat oleh Edwin S. Porter pada tahun 1903 (Hiebert,

Ungurait, Bohn, 1975: 246). Tetapi film The Great Train Robbery yang masa putarnya hanya 11 menit dianggap sebagai film cerita pertama karena telah menggambarkan situasi secara ekspresif, dan menjadi peletak dasar teknik editing yang baik.

6

(4)

Tahun 1906 sampai tahun 1916 merupakan periode paling penting dalam sejarah perfilman di Amerika Serikat, karena pada dekade ini lahir film feature, lahir pula bintang film serta pusat perfilman yang kita kenal sebagai Hollywood. Periode ini juga disebut sebagai the age of Griffith karena David Wark Griffith lah yang telah membuat film sebagai media yang dinamis. Griffith memelopori gaya berakting yang lebih alamiah, organisasi cerita yang makin baik, dan teknis editing yang baik (Hiebert, Ungurait, Bohn, 1975: 246). Pada periode ini pula perlu dicatat nama Mack Sennett dengan Keystone Company, yang telah membuat film komedi bisu dengan bintang legendaris Charlie Chaplin.7

Di Indonesia, film-film Hollywood masih menjadi pilihan utama para pecinta flm. Dunia perfilman Indonesia yang pernah mengalami kejayaan di tahun 1960-an sampai awal tahun 1980-an terlihat tidak mampu mengimbangi film-film Hollywood, baik dalam hal kualitas maupun kuantitas. Selama akhir 1970-an sampai dengan tahun 1990-an secara umum dapat dikatakan bahwa industri perfilman mengalami kemunduran yang drastis. Keadaan saat ini sangat bertolak belakang dengan keadaan akhir 1980-an atau awal 1990-an, saat industri film Indonesia mengalami kemunduran. Padahal pada awal sampai pertengahan era 1980-an, film-film nasional sempat menguasai 50 persen sampai 60 persen box office film-film yang beredar di seluruh bioskop-bioskop di Indonesia. Nasib film Indonesia pun mulai berubah seiring makin banyaknya film-film impor yang masuk ke Indonesia, apalagi dengan ditiadakannya kuota impor film asing pada tahun 1998. Sejak itu film Hollywood dan Mandarin mampu menguasai lebih dari

7

Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar Edisi

(5)

80 persen box office Indonesia setiap tahunnya. Pada tahun 2002, dari 175 judul film yang dirilis beredar di bioskop-bioskop Indonesia, 100 judul film yang beredar merupakan film Amerika.8

Perkembangan industri film pun memiliki andil yang sangat cepat dalam melahirkan genre-genre film baru. Genre-genre tersebut dapat merupakan genre yang sudah ada atau diturunkan dari genre yang sudah ada. Seperti

action-adventure, science-fiction, fiction-fantasy, action-thriller, adventure-disaster, dan

genre-genre tersebut masih dikombinasikan dengan genre-genre lain. Seperti dalam film Captain America: The Winter Soldier yang bergenre Sci-Fi-Adventure yang merupakan film tentang superhero asal Amerika, film ini juga merupakan sekuel dari film pada tahun 2011 Captain America: The First Avenger.

Beberapa penghargaan pernah diraih oleh film ini, seperti pada tahun 2014, film Captain America: The Winter Soldier menjadi nominasi dalam penghargaan Golden Trailer Awards untuk kategori Best Action dan Best Music

TV Spot, serta memenangkan penghargaan untuk kategori Best Action TV Spot.

Sedangkan di tahun 2015 ini, film Captain America: The Winter Soldier menjadi nominasi dalam penghargaan Critics' Choice Movie Awards untuk kategori Best

Action Movie, menjadi nominasi dalam penghargaan People's Choice Awards

untuk kategori Favorite Movie dan Favorite Action Movie, serta memenangkan penghargaan Favorite Action Movie Actor yang diraih oleh Chris Evans.

8

Rahardjo. (2008, 2 April). Nasib Film Indonesia Akan Berdarah-darah. Artikel (online). Diakses pada tanggal 12 Maret 2015 dari http://perfilman.pnri.go.id/kliping_artikel/detail/276

(6)

Humanisme adalah keyakinan bahwa martabat manusia terletak pada kebebasan dan rasionalitas yang inheren pada setiap individu. Kesimpulan yang dapat ditarik dari keterangan diatas, humanisme adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat dasar manusia serta peran dan nilai-nilai kemanusiaannya dalam dunia. Maka dapat disimpulkan bahwa sisi humanisme seseorang adalah ketika dia mampu berbuat baik untuk orang lain dan mempertanggungjawabkan apa yang sudah dilakukannya. Mampu menjadi pemimpin yang bijaksana serta menjadi panutan bagi semua orang. Sebagai sosok hero yang di elu-elukan, seseorang harus memiliki sifat humanisme yang dapat menjadi contoh yang baik bagi masyarakat.

Hero (pahlawan) merupakan seseorang yang mempunyai keberanian luar biasa dalam membela kebenaran dan keadilan, unsur heroisme yang paling menonjol adalah keberanian dan kerelaan berkorban untuk kepentingan orang lain. Sosok superhero adalah seseorang yang mengabdikan diri untuk kebaikan. Pada dasarnya, superhero disini sama dengan individu lainnya secara fisik, hanya saja sosoknya diberkahi kekuatan yang lebih besar dan memiliki kejujuran hati dalam menilai setiap keadaan serta keberanian dan kemampuan dalam menolong yang lemah.

Mengapa memilih film Captain America: The Winter Soldier? Karena figur pahlawan dalam film ini menggambarkan sosok yang berani, mau berjuang, jujur, dan rela berkorban. Captain America yang dulunya hanya seorang prajurit biasa yang bahkan ingin ditolak karena postur tubuh dan berat badan tidak sesuai. Tetapi kemudian Captain America terpilih untuk menjalani sebuah percobaan

(7)

yang akhirnya mengubah dirinya menjadi pahlawan super. Captain America adalah film tentang superhero yang menceritakan bagaimana cara ia melindungi diri sendiri dan orang lain. Dengan menggunakan perisai, Captain America mampu mengalahkan musuh-musuhnya. Karena perisainya pula ia menjadi salah satu icon yang akhirnya dikenal oleh semua kalangan terutama anak-anak. Unsur heroisme ditunjukkan dengan cara Captain America yang berusaha menolong orang-orang disekitarnya dengan bantuan perisai.

Pasca kejadian di New York dalam The Avengers (2012), Steve Rogers/Captain America (Chris Evans) kini hidup tenang di Washington DC dan berusaha beradaptasi dengan dunia modern. Namun saat S.H.I.E.L.D dalam bahaya Steve dituntut untuk kembali beraksi. Kali ini bersama dengan Natasha Romanoff/Black Widow (Scarlett Johansson), ia terlibat dalam sebuah konspirasi yang membahayakan nyawanya. Musuh terbesarnya kini datang dari masa lalunya, seorang pembunuh kejam dan profesional, The Winter Soldier (Sebastian Stan sebagai James "Bucky" Barnes).

1.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, fokus penelitian ini adalah bagaimana pemaknaan humanisme pada tokoh hero dalam film Captain America: The Winter

(8)

1.3 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah menitikberatkan terhadap pemaknaan humanisme pada tokoh hero yang ada didalam film Captain America: The Winter Soldier, yang akan dikaji menggunakan kajian Semiotika untuk mengetahui makna apa yang ada didalamnya.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pemaknaan humanisme pada tokoh hero yang ada didalam film Captain America: The Winter Soldier.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran maupun referensi untuk pengembangan Ilmu Komunikasi bidang Broadcasting. Serta menjadi bahan masukan bagi sutradara dan produser dalam membuat film bergenre adventure sci-fi selanjutnya.

1.5.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai acuan atau bahan evaluasi dari penelitian dengan analisis semiotika yang berkaitan dengan masalah serupa.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil tersebut menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna pada pH saliva sebelum dan sesudah berkumur dengan air kelapa muda atau dapat dikatakan bahwa terdapat

Bila vena superfisial ini terpapar dengan adanya tekanan tinggi dalam pembuluh darah, pembuluh vena ini akan mengalami dilatasi yang kemudian terus membesar sampai

Namun gadis yang cukup cerdik itu segera menjawab, “Katakan saja kita telah mendengar kedahsyatan perempuan perempuan perkasa dari Menoreh, seperti istri Ki Rangga,

Pada dasarnya semua lagu jam janeng yang berada di Sidoharjo memiliki pola tabuhan yang sama, hanya saja pola tabuhan ini dimainkan dengan tempo yang

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan pada BAB IV dan telah dilaksanakan di SLB Amal Bhakti Sicincin yang bertujuan untuk mengetahui efektif

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah kebijakan sekolah khususnya yang berkaitan dengan tata cara berpakaian siswa sesuai dengan yang tertera dalam tata tertib

Melaksanakan penyiapan bahan penyusunan program kerja, bahan pengoordinasian perumusan kebijakan teknis operasional, bahan penyusunan kebijakan teknis operasional, bahan

Penelitian ini bertujuan untuk memberi gambaran tentang peran guru dalam mengembangkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual siswa di MTs Muhammadiyah Al Manar