• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VI. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

45

VI.

HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Potensi Wisata Bahari di Kawasan Pulau Morotai

Obyek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata serta potensi yang dapat dikembangkan. Obyek dan daya tarik wisata di Pulau Morotai terdiri atas, (1) obyek dan daya tarik wisata yang berwujud keadaan alam serta flora dan fauna; dan (2) obyek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud musium, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan, (Peta Potensi disajikan pada Lampiran 4).

Pulau Zum-zum terletak di depan Kota Daruba, Kecamatan Morotai Selatan dengan jarak sekitar 5 mil. Pulau ini memiliki panorama pantai pasir putih dan keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan hias). Selain itu, pulau ini juga merupakan peninggalan sejarah Perang Dunia II (PD II), dimana pernah dijadikan sebagai pusat komando pasukan Amerika Serikat yang masih menyimpan peralatan perang, antara lain, Pistol, Rangka Pesawat, Mobil Perang dan merupakan markas McArthur. Pulau Zum-zum juga sebagai tempat persembunyian ‘Nakamura’ yang merupakan pemimpin tentara Jepang. Secara fisik pulau ini relatif masih baik dan alami.

Pulau lain yang jaraknya berdekatan dengan Pulau Zum-zum adalah Pulau Dodola Besar dan Pulau Dodola Kecil. Kedua pulau ini terletak di depan Kota Daruba, Kecamatan Morotai Selatan dengan jarak sekitar 5 mil. Kedua pulau ini memiliki panorama pantai pasir putih sepanjang 16 km dan keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan hias). Pulau Galo-galo Kecil terletak di wilayah Kecamatan Morotai Selatan dengan jarak sekitar 8 mil. Sebagaimana yang terdapat di PPK di Pulau Morotai, Pulau Galo-galo Kecil ini memiliki panorama pantai pasir putih dan keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan hias). Pulau Ngele-ngele Besar dan Ngele-ngele Kecil terletak di wilayah Kecamatan Morotai Selatan Barat dengan jarak sekitar 5 mil. Sebagaimana yang terdapat di PPK di Pulau Morotai, kedua pulau yang berdekatan ini memiliki panorama pantai pasir putih dan keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan hias). Pulau Saminyamau terletak di depan Kota Wayabula, Kecamatan Morotai Selatan

(2)

46

Barat dengan jarak sekitar 4 mil. Sebagaimana yang terdapat di PPK di Pulau Morotai, Pulau Saminyamau ini memiliki panorama pantai pasir putih dan keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan hias).

Selain obyek wisata pulau, di Pulau Morotai juga terdapat obyek wisata Pantai Batu Labung yang terletak di Desa Posi-posi, Kecamatan Morotai Timur. Daya tarik pantai ini adalah memiliki panorama pantai pasir putih dan keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan hias). Dikarenakan dekat dengan jalan lingkar Morotai, obyek wisata Pantai Batu Labung dapat dijangkau melalui jalan darat Daruba sekitar 3–4 jam. Namun demikian, kelemahan dari obyek wisata Pantai Batu Labung adalah belum terdapatnya pengelola dan ruang pengelolaan, kondisi prasarana jalan yang rusak, dan pengunjung relatif sedikit dan bersifat temporal.

Di Pulau Morotai juga terdapat obyek wisata goa. Goa dengan stalakmit dan stalaktit terdapat di Desa Leo-Leo, Pulau Rao, Kecamatan Morotai Selatan Barat. Goa Leo-Leo Rao ini dapat dijangkau dengan speed boat dan long boat dari Dermaga Wayabula. Kelemahan dari obyek wisata Goa Leo-Leo Rao ini adalah belum terdapatnya pengelola dan ruang pengelolaan, dan pengunjung relatif sedikit dan bersifat temporal. Pulau Morotai tidak hanya memiliki keindahan alam, akan tetapi juga memiliki nilai sejarah. Hal ini dikarenakan, Pulau Morotai dijadikan pangkalan militer sekutu dalam Perang Dunia II. Beberapa obyek wisata sejarah di Pulau Morotai tersebar di beberapa desa, yaitu: (1) Obyek wisata sejarah di Desa Pilowo terdapat di empat lokasi, yaitu sekitar Sungai Pilowo, Goa (Air Senjata), Daerah Kokota, dan Daerah Kekera; (2) Obyek wisata sejarah di Desa Cio Gerang terdapat di dua lokasi, yaitu Sungai Cio (Daerah Tetarno) dan Kokorunga; (3) Obyek wisata sejarah di Desa Sebatai Tua dan Sebatai Baru terdapat di dua lokasi, yaitu Gunung Sebatai dan Sebatai Baru.

6.2. Karakteristik Responden A. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah SLTP, SLTA, Diploma, Sarjana dan Pascasarjana. Dari 100 orang responden sebanyak 60 orang atau 57 persen responden berpendidikan sarjana. Tabel 11 berikut menunjukkan tingkat pendidikan responden dan jumlah responden yang dijadikan sampel.

(3)

47

Tabel 12 Tingkat Pendidikan Responden

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Sampel Persentase

1 Pascasarjana 2 0.017391 2 Sarjana 60 0.573913 3 Diploma 14 0.147826 4 SLTA 19 0.217391 5 SLTP 5 0.043478 Jumlah 100 1

Dalam bentuk grafik, tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Gambar 8 berikut. 0 10 20 30 40 50 60 70 Pas casa rjana Sar jana Dip lom a SLT A SLT P

Gambar 8 Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat pendidikan responden/wisatawan memiliki pengaruh terhadap tingkat kunjungan dan WTP untuk kawasan wisata Pulau Morotai. Persepsi responden yang berpendidikan lebih tinggi sangat berbeda dengan kelompok responden yang pendidikannya lebih rendah. Hal ini terkait dengan tingkat kedewasaan dalam berpikir dan pengetahuan yang lebih baik sebagai referensi dalam memberikan persepsinya.

B. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan responden turut berpengaruh dalam memberikan persepsi terhadap rencana pengembangan wisata bahari di Pulau Morotai. Bagi responden yang memiliki pendapatan yang relatif lebih tinggi cenderung menanggapi positif terhadap rencana pemerintah daerah dalam mengembangkan wisata bahari. Hal ini disebabkan dengan berkembangnya kegiatan wisata akan

(4)

48

menjadi peluang sumber pendapatan masyarakat disekitarnya. Begitu juga dengan kelompok masyarakat lainnya. Mata pencaharian wisatawan yang menjadi responden dalam penelitian ini antara lain pegawai negeri sipil, pegawai swasta, pengusaha, pelajar/mahasiswa. Adapun tingkat pendapatan responden disajikan pada Gambar 9 berikut.

Rata-rata Pendapatan Wisatawan

-2,000,000.00 4,000,000.00 6,000,000.00 8,000,000.00 10,000,000.00 0.29 0.12 0.12 0.15 0.15 0.17

Prosentase Jumlah Responden

Ti n gk a t P e n da pa ta n

Gambar 9 Rata-rata Tingkat Pendapatan Responden

C. Tingkat Pengeluaran

Metode yang digunakan untuk menghitung biaya perjalanan adalah melalui individual travel cost method. Biaya perjalanan yang dihitung meliputi biaya transportasi, konsumsi, akomodasi, belanja souvenir dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan selama menuju dan tinggal di lokasi wisata Pulau Morotai. Perhitungan biaya perjalanan dilakukan dari asal kunjungan utama, dengan pertimbangan bahwa kunjungan wisatawan merupakan kunjungan utama. Sehingga biaya perjalanan yang dihitung hanya dari lokasi tujuan utama kunjungan sampai ke lokasi wisata. Besarnya rata-rata biaya perjalanan dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.

(5)

49

Tabel 13 Biaya Perjalanan Wisatawan ke Pulau Morotai

Daerah Asal Responden

Rata-rata biaya perjalanan (Rp.)

Total Rata-rata Konsumsi /hari Akomoda si/hari Transport asi/hari Lain-lain/hari Ternate 93.214 85.918 400.000 361.010 940.142 235.036 Tidore 27.000 93.333 350.000 80.833 551.166 137.792 Sula 50.000 105.000 1.000.000 92.500 1.247.500 311.875 Tobelo 64.090 120.000 100.000 200.818 394.908 98.727 Total 234.304 404.251 1.850.000 735.161

Rata-rata 58.676 101.062 462.000 183.791

Dari Tabel 12 di atas dapat dilihat bahwa besarnya biaya perjalanan ditentukan oleh jarak. Sehinga biaya paling besar adalah wisatawan yang berasal dari Kabupaten Kepulauan Sula yaitu sebesar Rp.1.000.000 per hari. Perbandingan pengeluaran masing-masing wisatawan dapat dilihat pada Gambar 10 berikut. -50,000.00 100,000.00 150,000.00 200,000.00 250,000.00 300,000.00 350,000.00

Ternate Tidore Sula Halut

Asal Wisataw an

R

p

Gambar 10 Rata-rata Pengeluaran Wisatawan Berdasarkan Daerah Asal

Sedangkan variabel pengeluaran terbesar bagi masing-masing wisatawan adalah biaya transportasi yaitu rata-rata sebesar Rp. 462.500 per hari. Kemudian biaya lain-lain dan akomodasi merupakan kompenen biaya terbesar kedua. Tingginya biaya akomodasi ini disebabkan karena terbatasnya moda akomodasi yang tersedia. Untuk biaya konsumsi tergolong masih rendah karena menu makanan yang tersedia tergolong jenis makanan lokal yang relatif mudah didapat. Restoran yang menyediakan menu masakan asing belum ada seiring dengan terbatasnya wisatawan asing yang berkunjung. Rata-rata pengeluaran wisatawan yang berkunjung ke Pulau Morotai dapat dilihat pada Gambar 11 berikut.

(6)

50 0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000 1400000 1600000 1800000 2000000 Kon sum si/h ari Ako mod asi/h ari Tran spor tasi /har i Lain -lain Pengeluaran Wisatawan R p

Gambar 11 Rata-rata Pengeluaran Wisatawan ke Pulau Morotai

Lama kunjungan rata-rata wisatawan antara 2-3 hari per tahun. Hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat pengeluaran. Makin lama wisatawan menginap, maka makin tinggi pula biaya pengeluarannya, terutama biaya konsumsi dan akomodasi. Anggaran yang digunakan juga sudah dipersiapkan jauh sebelumnya, karena wisata ke tempat ini merupakan kegiatan yang sudah direncanakan sebelumnya. Rata-rata wisatawan yang datang berkunjung adalah wisatawan yang baru pertama kali datang ke kawasan ini yang dimotivasi oleh keindahan alam dan nilai sejarah Pulau Morotai.

D. Persepsi Terhadap Wisata Bahari

Minimnya sarana dan prasarana wisata di kawasan ini menyebabkan tingkat kunjungan masih relatif kecil, khususnya fasilitas transportasi yang masih terbatas. Dari 100 orang responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, 52 persen mengaku belum puas atas ketersediaan sarana transportasi menuju Pulau Morotai. Khusus di Kecamatan Morotai Selatan terdapat tujuh buah landasan pacu bandara bekas PD II, namun hanya satu buah yang berfungsi. Selain itu juga terdapat satu buah pelabuhan laut dengan skala besar, dan satu buah Angkutan Sungai dan Penyeberangan (ASDP). Sedangkan di Kecamatan Morotai Barat terdapat 13 pelabuhan rakyat skalanya sama dengan pelabuhan rakyat yang terdapat di Kecamatan Morotai Utara. Berikut ini adalah persepsi responden terhadap ketersediaan fasilitas di Pulau Morotai, dapat dilihat pada Gambar 12 berikut.

(7)

51

Persentase Persepsi Wisatawan Terhadap Fasilitas Jalan di Pulau Morotai

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Kurang Cukup Baik

Series1

Gambar 12 Persepsi Wisatawan Terhadap Fasilitas Jalan di Pulau Morotai Dari Gambar 12 di atas menunjukkan bahwa fasilitas jalan yang mendukung perkembangan industri pariwisata di Pulau Morotai masih kurang. Moda transportasi yang utama digunakan untuk mencapai lokasi adalah transportasi laut. Adapun moda transportasi udara masih sangat terbatas, karena landasan yang tersedia tidak diperuntukkan bagi penerbangan komersil, melainkan untuk keperluan pertahanan dan keamanan. Kendala yang dihadapi transportasi laut adalah cuaca atau gelombang air laut yang tidak menentu. Kapal yang digunakan juga tergolong kapal kecil yaitu hanya berkapasitas 20 sampai 100 orang.

Selain fasilitas yang masih kurang, rendahnya tingkat kunjungan wisatawan ke Pulau Morotai disebabkan karena secara nasional, kawasan ini belum termasuk kawasan destinasi pariwisata nasional. Hal ini menyebabkan belum banyak dikenal oleh para wisatawan. Selain itu juga lingkungan lokasi wisata yang kurang bersih, fasilitas rekreasi yang masih kurang, sambutan masyarakat setempat kurang ramah, dan faktor lainnya. Dari keempat faktor di atas, yang paling dominan adalah disebabkan karena fasilitas pendukung yang masih kurang. Selain itu, masyarakat setempat juga belum menyadari bahwa kawasan Pulau Morotai memiliki potensi yang besar untuk pengembangan wisata. Sehingga masyarakat setempat belum terbiasa menerima wisatawan yang datang ke tempat ini. Persepsi wisatawan terhadap kawasan wisata Pulau Morotai dapat dilihat pada Gambar 13 berikut.

(8)

52 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Kurang bersih Fasilitas kurang Kurang ramah Lain-lain

Gambar 13 Faktor yang Mempengaruhi Daya Tarik

Dari Gambar 13 di atas menunjukkan bahwa sebesar 69 persen responden mengeluh kurangnya fasilitas yang mendukung kegiatan wisata di Pulau Morotai. Hal ini yang berpengaruh terhadap daya tarik wisatawan yang ingin berwisata ke kawasan Pulau Morotai. Sedangkan aktivitas wisata yang bisa dinikmati oleh para wisatawan di Pulau Morotai antara lain rekreasi pantai, snorkling, diving, (terutama di situs bangkai kapal perang dunia II), sunbathing, serta wisata sejarah yang menjadi andalan utama, maupun wisata budaya yang unik dan khas budaya timur. Sebagian besar wisatawan yang menjadi responden dalam survey ini mengakui keindahan obyek wisata kawasan Pulau Morotai. Obyek-obyek wisata rekreasi pantai di Pulau Morotai disajikan pada Lampiran 5. Kesan wisatawan terhadap kawasan wisata di Pulau Morotai dapat dilihat pada Gambar 14 berikut.

Persentase Kesan Masyarakat Terhadap Obyek Wisata Secara Umum

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

Kurang Cukup Menarik Tidak tahu

(9)

53

6.3. Daya Dukung Kawasan Wisata Bahari

Dengan mempertimbangkan asal wisatawan (karakteristik wisatawan) ke kawasan pesisir Pulau Morotai, bukan merupakan daerah tujuan wisata yang terbuka secara keseluruhan dan merupakan special interest, maka pembangunan pariwisata tidak diarahkan untuk mencapai tingkat intensif yang sama dengan daerah lain. Dengan kata lain, daya dukung wisata di kawasan pesisir Pulau Morotai adalah terbatas dalam jumlah prasarana dan sarananya yang seterusnya menentukan jumlah kunjungan wisata. Adapun perhitungan daya dukung kawasan wisata Pulau Morotai dapat disajikan pada Tabel 13 berikut.

Tabel 14 Komponen Perhitungan Daya Dukung Kawasan Wisata Pulau Morotai

No Parameter Nilai

1 K = Potensi ekologis pengunjung 1 orang 2 Lp = Luas area yang dapat dimanfaatkan 510.000 m2 3 Lt = Unit area untuk kategori tertentu 50 m2 4 Wt = Waktu yang disediakan untuk

kegiatan wisata perhari 6 jam/hari

5 Wp = Waktu yang dihabiskan pengunjung

setiap kegiatan tertentu 3 jam/hari

6 DDK = Daya dukung kawasan 20.400 orang

Sumber: PKSPL-IPB (2006)

Daya dukung wisata bahari Pulau Morotai yang memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai dan PPK secara lestari. Mengingat pengembangan wisata bahari tidak bersifat mass tourism, mudah rusak dan ruang untuk pengunjung sangat terbatas, maka perlu penentuan daya dukung kawasan. Untuk kegiatan wisata pantai, Yulianda (2007) mengasumsikan bahwa setiap orang membutuhkan luas area garis pantai 50m2, karena pengunjung akan melakukan berbagai aktivitas yang memerlukan ruang yang luas, seperti berjemur, bersepeda, berjalan-jalan dan lain-lain. Sedangkan rata-rata potensi lama waktu para wisatawan yang datang berkunjung ke Pulau Morotai adalah selama 2 hari. Waktu yang efektif yang digunakan untuk berwisata adalah sebanyak 4 jam per hari. Kegiatan wisata yang potensial untuk dilakukan adalah berjemur, berenang,

(10)

54

Diketahui luas area garis pantai Pulau Morotai secara keseluruhan untuk wisata rekreasi pantai sebesar 510.000 m2. Prediksi waktu yang menjadi parameter dalam penelitian ini adalah mengacu pada parameter Yulianda (2007) yaitu waktu yang dibutuhkan oleh wisatawan untuk berwisata dan total waktu yang digunakan untuk berwisata dalam satu hari. Total waktu yang digunakan oleh wisatawan untuk wisata pantai sebanyak 6 jam, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk berwisata adalah 3 jam perhari. Dengan demikian, rata-rata waktu yang dibutuhkan wisatawan untuk kegiatan wisata pantai di Pulau Morotai sebanyak 2 jam perhari.

Untuk memperoleh tingkat kenyamanan yang optimal dari para wisatawan, maka setiap wisatawan minimal menempati luas area wisata seluas 50 meter persegi. Dengan demikian, setelah diketahui total luas kawasan pantai Pulau Morotai seluas 510.000m2, dan waktu yang dibutuhkan untuk berwisata pantai 2

jam perhari, maka diketahui daya dukung wisatawan untuk wisata pantai di Pulau Morotai maksimal hanya bisa menampung sebanyak 20.400 orang perhari.

Daya tampung wisatawan yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan kemampuan kawasan secara fisik untuk menerima sejumlah wisatawan dengan intensitas maksimum terhadap sumberdaya alam yang berlangsung secara berkesinambungan tanpa merusak lingkungan. Dengan adanya pembatasan jumlah wisatawan sesuai daya dukung kawasan, diharapkan sumberdaya alam dan lingkungan di kawasan tersebut secara alami dapat berasimilasi, sehingga aktivitas kegiatan wisata bahari tidak menimbulkan dampak yang negatif terhadap sumberdaya alam dan lingkungan di Pulau Morotai. Pemanfaatan kawasan wisata Pulau Morotai untuk wisata bahari yang sesuai dengan daya tampungnya akan sangat berpengaruh bagi keberlanjutan kegiatan ekowisata. Pengembangan wisata bahari harus memperhatikan daya tampung wisatawan apalagi jika kegiatan wisata bahari dilakukan di daerah pesisir, karena kawasan ini sangat rentan terhadap berbagai kegiatan manusia, baik kegiatan di darat maupun di laut.

Daya dukung kawasan wisata Pulau Morotai ditentukan berdasarkan kapasitas pantai untuk kegiatan wisata. Digunakannya kapasitas pantai sebagai variabel pembatas karena jenis kegiatan wisata di kawasan Pulau Morotai terkonsentrasi pada kegiatan wisata pantai dan perairan. Mengingat keadaan alam

(11)

55

sangat rentan terhadap setiap kegiatan manusia, maka pengusahaannya bagi tujuan untuk menarik wisatawan perlu ditata dengan bijaksana. Pada tahap tertentu, pembangunan masih berarti upaya manusia untuk merubah lingkungan. Hal ini tentu saja bertentangan dengan permintaan akan alam yang asli oleh wisatawan. Dengan demikian perlu ada keseimbangan antara permintaan wisatawan akan alam yang asli dan tuntutan untuk menata atau merubah kondisi asli lingkungan untuk digunakan bagi pembangunan sarana-prasarana pariwisata.

Dengan melihat potensi wisata Pulau Morotai untuk wisata pantai cukup besar, maka dapat diperkirakan bahwa tingkat kunjungan wisata ke daerah ini akan terus meningkat. Akibatnya adalah akan berpengaruh terhadap tingkat degradasi lingkungan di kawasan wisata tersebut. Dengan demikian, apabila hal ini dibiarkan terus menerus, maka dalam jangka panjang potensi wisata di Pulau Morotai tersebut akan terancam punah. Hal ini akan diikuti dengan menurunnya tingkat kunjungan wisatawan, sehingga tingkat pendapatan masyarakat dan pendapatan daerah dari sektor ini akan menurun. Oleh karena itu, pengembangan wisata Pulau Morotai harus memperhatikan daya dukung kawasan yang sesuai dengan peruntukannya.

6.4. Nilai Ekonomi Wisata Bahari

Menurut Adrianto (2006) bahwa peran valuasi ekonomi terhadap ekosistem dan sumberdaya yang terkandung didalamnya adalah penting dalam kebijakan pembangunan, termasuk dalam hal ini pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan. Hilangnya ekosistem atau sumberdaya lingkungan merupakan masalah ekonomi, karena hilangnya ekosistem berarti hilangnya kemampuan ekosistem tersebut untuk menyediakan barang dan jasa. Dalam beberapa kasus bahkan hilangnya ekosistem ini tidak dapat dikembalikan seperti sediakala (irreversible). Pilihan kebijakan pembangunan yang melibatkan ekosistem apakah dipertahankan seperti apa adanya, atau dikonversi menjadi pemanfaatan lain merupakan persoalan pembangunan yang dapat dipecahkan dengan menggunakan pendekatan

valuasi ekonomi. Dalam hal ini, kuantifikasi manfaat (benefit) dan kerugian (loss)

harus dilakukan agar proses pengambilan keputusan dapat berjalan dengan memperhatikan aspek keadilan (fairness).

(12)

56

Manfaat ekonomi kawasan Pulau Morotai untuk wisata bahari diketahui melalui besarnya pengeluaran wisatawan yang datang. Adapun jenis biaya yang dikeluarkan, antara lain biaya transportasi, konsumsi, akomodasi, belanja souvenir dan biaya lainnya. Semua biaya ini dihitung dari semenjak wisatawan berangkat dari daerah asal hingga di kawasan Pulau Morotai. Dari kegiatan-kegiatan ini menimbulkan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh wisatawan yang menjadi benefit dari kawasan wisata Pulau Morotai setelah dihitung melalui prosedur perhitungan valuasi manfaat tidak langsung.

Saat ini, wisatawan didominasi oleh wisatawan nusantara, khususnya dari Provinsi Maluku, terutama dari Kepulauan Sula, Kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan, dan Kota Tobelo. Faktor utama yang mempengaruhi wisatawan datang ke kawasan ini karena jarak yang tidak jauh dari daerah asal. Dalam penelitian ini, nilai ekonomi wisata bahari di ketahui melalui dua pendekatan yaitu melalui pendekatan Travel Cost Method/TCM dan Contingent Valuation

Method/CVM serta kebijakan pengembangan.

A. Pendekatan TCM

Tingkat kunjungan wisatawan berkaitan dengan seberapa sering wisatawan tersebut untuk berkunjung ke lokasi wisata. Hal ini juga dapat mencerminkan tingkat kepuasan dan tingkat kesukaan pengunjung terhadap lokasi wisata tersebut. Selain itu, tingkat kunjungan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah biaya perjalanan, jarak, pendapatan dan umur.

Metode yang digunakan untuk menduga nilai sebuah komoditas yang tidak memiliki nilai pasar (non-market goods) adalah dengan menggunakan metode biaya perjalanan/TCM. Metode ini memiliki asumsi dasar bahwa setiap individu baik aktual maupun potensial, bersedia mengunjungi sebuah daerah untuk mendapatkan manfaat tertentu tanpa harus membayar nilai masuk (no entry fee). Manfaat langsung yang bersifat tidak ekstraktif seperti dari wisata rekreasi pantai,

diving, snorkling, wisata sejarah, wisata budaya, diperoleh melalui besaran

(13)

57

A.1. Pendugaan Fungsi Permintaan

Dari fungsi permintaan dalam penelitian ini adalah tingkat kunjungan wisatawan (visit) yang dipengaruhi oleh tingkat pengeluaran, jarak, pendapatan dan umur. Dalam persamaan ini, tingkat kunjungan merupakan variabel dependen atau variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen seperti tingkat pengeluaran, jarak, pendaptan dan umur. Dengan menggunakan regresi linier sederhana diperoleh koefisien sebagaimana pada Tabel 14 berikut.

Tabel 15 Koefisien Nilai Ekonomi Kawasan Wisata Pulau Morotai

No. Parameter Nilai t-test

1 Konstanta 5.10787 1.90873 2 Biaya perjalanan -0.08496 -0.77439 3 Jarak 0.051508 1.28176 4 Pendapatan -0.06078 -0.50415 5 Umur -0.38199 -0.65561

R2 0.024047

N 100

Dari Tabel 14 hasil regresi di atas menunjukkan bahwa hanya jarak yang memiliki hubungan positif dengan tingkat kunjungan wisatawan, yaitu dengan koefisien sebesar 0,051508, artinya bahwa semakin jauh jarak menuju lokasi wisata, akan berpengaruh positif terhadap tingkat kunjungan. Akan tetapi, koefisien biaya perjalanan, pendapatan dan umur berpengaruh negatif. Dengan koefieisen biaya perjalanan sebesar -0,08496 menunjukkan bahwa semakin besar biaya perjalanan maka frekuensi berkunjung semakin kecil, sedangkan koefisien pendapatan sebesar -0,06078 menunjukkan bahwa semakin kecil pendapatan wisatawan, akan menyebabkan tingkat kunjungannya semakin kecil. Hal yang sama berlaku juga dengan koefisien umur sebesar -0,38199, artinya bahwa semakin tua umur akan semakin mengurangi tingkat kunjungan. Hal ini dapat disebabkan karena jarak yang berpengaruh positif terhadap tingkat kunjungan hanya pada usia relatif masih muda.

Dari R2 yang dimiliki oleh fungsi permintaan model log berganda di atas sebesar 0,024047, yang dapat diartikan variabel tidak bebas tingkat kunjungan dapat dijelaskan oleh variabel bebas biaya peralanan, jarak, pendapatan dan umur sebesar 2,4 persen sedangkan sisanya sebesar 97,6 persen dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan ke dalam persamaan tersebut seperti variabel lama

(14)

58

kunjungan, hobi, preferensi seseorang maupun musim kunjungan. Koefisien regresi TCM disajikan pada Lampiran 6.

Fungsi permintaan rekreasi obyek wisata Pulau Morotai diperoleh dengan memasukkan koefisien hasil regresi ke dalam fungsi permintaan wisata. Variabel-variabel yang mempengaruhi permintaan wisatawan antara lain biaya perjalanan, umur, jarak dan pendapatan. Dengan menggunakan pendekatan log ganda, sesuai formula 4 dengan model permintaan sebagai berikut.

LnVt=5,106906-0,0855LnTC+0,05150LnJarak-0.06078LnInc-0.38199LnUmur.

Dalam fungsi permintaan yang digunakan dalam penelitian ini, pengeluaran wisatawan dipengaruhi oleh biaya perjalanan, jarak, pendapatan dan umur. Dalam regresi ini, total pengeluaran wisatawan merupakan variabel dependen atau variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen seperti, biaya transportasi, jarak, pendapatan, dan umur.

A.2. Pendugaan Nilai Ekonomi Total

Dengan menggunakan formula (5), maka surplus konsumen perindividu adalah Rp. 1.765,6. Dengan total kunjungan pada tahun 2006 sebesar 26.455,0 orang per tahun, maka diperoleh total konsumen surplus untuk wisata bahari Pulau Morotai sebesar Rp. 46.708.856,1 pertahun.

a. Pendekatan CVM

Menurut Fauzi (2004), WTP merupakan pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. WTP juga dapat diartikan sebagai jumlah maksimal seseorang mau membayar untuk menghindari terjadinya penurunan terhadap sesuatu. Persyaratan WTP menurut Haab dan McConner (2002) dalam Fauzi (2004) adalah apabila WTP tidak melebihi batas atas yang negatif, batas atas WTP tidak boleh melebihi pandapatan, dan adanya konsistensi antara keacakan pendugaan dan keacakan penghitungannya.

(15)

59

B.1. Pendugaan Fungsi WTP

Tabel 15 di bawah ini menunjukkan hubungan antar variabel independen dengan variabel dependen melalui koefisien regresi WTP sebagai berikut.

Tabel 16 Koefisien WTP untuk Wisata Pulau Morotai

No. Parameter Koefisien t-test

1 Konstanta 16.27921819 10.54088837 2 Pendidikan 0.180348933 0.735989334 3 Pendapatan -0.100189099 -1.210993109 4 Umur 0.248113529 0.664706398 R2 0.022740472 N 100

Dari Tabel 15 hasil regresi di atas menunjukkan bahwa hanya pendapatan yang memiliki hubungan negatif terhadap keinginan untuk membayar, yaitu dengan nilai koefisien sebesar -0.100189099, artinya bahwa semakin rendah tingkat pendapatan wisatawan, akan berpengaruh negatif terhadap keinginan untuk membayar. Tingkat pendidikan dan umur berpengaruh positif terhadap tingkat keinginan membayar. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan dan umur, maka akan menyebabkan keinginan untuk membayar semakin tinggi pula. Koefisien regresi WTP disajikan pada Lampiran 7.

Fungsi WTP individu dari responden yang berwisata ke Pulau Morotai diperoleh dengan memasukkan koefisien hasil regresi ke dalam fungsi WTP. Variabel-variabel yang mempengaruhi WTP wisatawan antara lain pendidikan, pendapatan dan umur. Dengan menggunakan formula (7), maka nilai WTPi dapat dihitung sebagai berikut.

WTPi=16.27921819+0.180348933x1.24-0.100189099x13.02+ 0.248113529x2.69

B 2. Nilai Ekonomi Total Wisata Bahari

Dengan memasukkan nilai rata-rata individu parameter ke dalam fungsi WTP, maka diperoleh nilai WTP individu sebesar Rp.7.783.301,9 perorang. Dengan demikian total nilai wisata bahari Pulau Morotai adalah sebesar Rp.205.907.250.990,3 pertahun dengan asumsi total kunjungan sebesar 26.455,0 orang

(16)

60

Tabel 16 berikut menunjukkan perbandingan antara nilai ekonomi wisata bahari Pulau Morotai dengan menggunanakn metode TCM dan CVM.

Tabel 17 Perbandingan Nilai Ekonomi dari TCM dengan CVM No Metode Nilai Total per tahun (Rp.)

1 TCM 46.708.856,1

2 CVM 205.907.250.990,3

Rendahnya nilai ekonomi wisata bahari dengan menggunakan metode TCM disebabkan karena tingkat kunjungan dari wisatawan ke Pulau Morotai masih tergolong kecil. Tinggi rendahnya nilai ekonomi dari suatu kawasan wisata dipengaruhi olah jumlah wisatawan yang datang berkunjung untuk menikmati keindahan sumberdaya tersebut. Hal ini terkait dengan tingkat kepuasan yang diperoleh wisatawan di kawasan tersebut. Sehingga nilai tersebut dicerminkan dari seberapa besar wisatawan mau mengeluarkan biaya untuk memperoleh kepuasan tersebut.

Tingkat kunjungan wisatawan ke lokasi wisata Pulau Morotai berkaitan dengan seberapa sering seorang wisatawan berkunjung ke lokasi tersebut. Hal ini juga mencerminkan tingkat kepuasan dan tingkat kesukaan wisatawan terhadap lokasi wisata tersebut. Fungsi permintaan wisatawan ke wisata Pulau Morotai diperoleh dengan meregresikan variabel terikat jumlah kunjungan terhadap variabel bebas yang terdiri dari biaya perjalanan, jarak, pendapatan, dan umur.

Surplus konsumen merupakan selisih antara tingkat kesediaan membayar dari konsumen dengan biaya yang harus dibayarkan untuk memperoleh suatu kepuasan. Tingkat kepuasan wisatawan yang berkunjung ke Pulau Morotai, dapat dilihat dari frekuensi kunjungan wisatawan. Makin tinggi intensitas berkunjung berarti semakin puas wisatawan tersebut terhadap lokasi yang dikunjungi, dan sebaliknya.

Dari hasil analisis TCM dari responden yang telah melakukan perjalanan ke Pulau Morotai dan hasil analisis CVM dari responden tentang preferensi terhadap pengembangan wisata bahari Pulau Morotai. Maka dapat dikatakan bahwa kawasan wisata Pulau Morotai layak secara ekonomi untuk dapat dikembangkan. Karena nilai ekonomi dari kawasan tersebut masuk dalam kategori untuk itu sebesar Rp. 46.708.856,1 per tahun. Hal yang sama juga berlaku pada

(17)

61

pendugaan konsumen surplus individu yang memiliki nilai cukup untuk itu sebesar Rp. 1,765.60,0 per orang per tahun.

Hal yang sama juga dengan nilai WTP dari responden setelah di uji dengan metode CVM. Dimana nilai WTP wisatawan Rp. 7.783.301,9 perorang pertahun, dan nilai total WTP dari responden terhadap rencana pengembangan wisata Pulau Morotai memilki nilai yang cukup untuk itu yaitu sebesar Rp 205.907.250.990,3 pertahun. Dengan demikian secara ekonomi Pulau Morotai dapat dikembangkan sebagai kawasan wisata bahari.

Salah satu aspek yang mempengaruhi nilai kesediaan wisatawan untuk membayar/WTP jasa lingkungan berupa obyek wisata yang dinikmati adalah

proxy atau nilai pengganti, seandainya jasa lingkungan tersebut dipasarkan

melalui mekanisme bentuk pembayaran di atas. Kesadaran dan kepedulian wisatawan pada lingkungan dan sumberdaya alam sangat mempengaruhi besarnya nilai WTP yang diberikan. Besar kecilnya nilai WTP yang diberikan menunjukkan tingkat preferensi dan kepedulian wisatawan terhadap perlunya pemeliharaan lingkungan dan sumberdaya alam yang menjadi obyek wisata di Pulau Morotai.

Pulau Morotai membutuhkan pemeliharaan agar daya tarik pesisir sebagai kawasan wisata dapat berkelanjutan. Melalui CVM yang secara langsung bertanya pada wisatawan tentang kesediaan mereka membayar terhadap obyek wisata Pulau Morotai, dapat digunakan untuk mengestimasi nilai ekonomi dari sumberdaya alam yang berperan sebagai obyek wisata di kawasan tersebut.

6.5. Simulasi Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari

Berkembangnya pariwisata bahari dalam suatu kawasan pesisir dan atau di kawasan laut sekitarnya diharapkan akan mampu memberikan multiplier effect terhadap ekonomi masyarakatnya. Inilah yang nantinya mampu mambantu upaya pengentasan kemiskinan di wilayah pesisir dan penciptaan lapangan kerja baru bagi masyarakat Indonesia di tanah tumpah darahnya sendiri. Kebijakan penting semacam ini dikeluarkan karena diperkirakan bahwa dalam kurun waktu 2004-2024 wisatawan yang akan mengunjungi obyek-obyek wisata bahari akan mengalami peningkatan secara signifikan. Hasil studi PKSPL-IPB (1998) tentang proyeksi perkembangan pariwisata bahari disajikan pada Tabel 17. Dari tabel

(18)

62

berikut menunjukkan bahwa dalam kurun waktu dua dasawarsa ke depan prospek pariwisata bahari akan mampu memberikan devisa sebesar USD 26,56 miliar, yakni turis mancanegara USD 13,76 miliar, dan domestik USD 12,8 miliar (Kusumastanto 2003).

Tabel 18 Proyeksi Perkembangan Pariwisata Bahari Indonesia 2004-2024

Propenas

Kunjungan Wisatawan

(dalam juta orang) Devisa Jumlah

Kamar yang diperlukan Manca Negara Domestic Mancanegara (miliar US$) Domestic (Miliar US$) 2004-2009 2,10 19,04 2,27 2,9 53.820 2009-2014 2,57 20,7 3,29 3,1 60.390 2014-2019 3,04 22,1 4,00 3,3 67.140 2019-2024 3,50 23,6 4,60 3,5 73.980 Jumlah 11,21 85,8 13,76 12,8 255.330

Sumber : PKSPL-IPB 2000 dalam Kusumastanto 2003

Dalam rangka rencana pengembangan wisata bahari di sebuah lokasi maka ada tiga faktor yang salin mempengaruhi, yaitu tingkat kunjungan wisatawan, tingkat investasi, dan kondisi lingkungan wilayah setempat. Berikut ini akan dijelaskan keterkaitan ketiga faktor tersebut.

A. Domain Wisatawan (Tourist)

Pada dasarnya, pengembangan model dinamis dari pengelolaan sumberdaya sudah dimulai sejak awal tahun 1970an oleh Quirk dan Swith (1970), analisis model dinamik ini baru berkembang sepenuhnya setelah publikasi artikel Clark dan Munro (1975), yang menggunakan pendekatan kapital untuk memakai aspek intertemporel dari pengelolaan sumberdaya, dimana sumberdaya dianggap sebagai stok kapital dengan vitur tambahan bahwa stok dapat tumbuh melalui proses produksi alamiah.

Dalam pembahasan ini terdapat tiga variabel pokok yang akan dianalisa sesuai dengan formulasi Davis dan Tisdell (1996) dalam Adrianto (2006). Adapun komponen tersebut antara lain capital, lingkungan, dan wisata bahari itu sendiri. Gambar berikut menunjukkan dinamika pertumbuhan tingkat investasi dalam kegiatan wisata bahari di Pulau Morotai. Simulasi kebijakan pengembangan wisata bahari di Pulau Morotai dilakukan dengan Model dasar yang di adopsi dari Casagrandi and Rinaldi (2002). Dari pemodelan tersebut, diagram simulasi

(19)

63

dengan menggunakan perangkat lunak Powersim dapat dilihat pada Gambar 15 berikut, sedangkan hasil simulasinya dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 15 Simulasi Pemodelan Wisata Bahari di Pulau Morotai.

Dari hubungan causal loop tersebut terlihat tingkat kunjungan wisatawan dipengaruhi oleh koefisien tingkat kunjungan tersebut. Tingkat kunjungan wisatawan dapat mempengaruhi keinginan pihak swasta untuk melakukan investasi di lokasi wisata Pulau Morotai. Kedua komponen ini memiliki hubungan yang saling menguntungkan dan saling mempengaruhi. Jika tingkat investasi tinggi maka tingkat kunjungan wisatawan juga akan tinggi, karena fasilitas yang dibutuhkan oleh para wisatawan bisa disediakan oleh pihak investor, begitu juga sebaliknya.

B. Domain Kapital (Capital)

Dalam domain ekonomi, asumsi dasar yang digunakan adalah ekonomi sektor wisata bahari dalam konteks pengembangan PPK. Dalam sektor wisata bahari, gross-output dari kegiatan ini didekati dari faktor jumlah turis dan harga per turis. Karena fokus studi ini adalah kegiatan wisata bahari, maka dinamika sektor ekonomi lain (sektor 2) merupakan dependent variable terhadap sektor wisata bahari.

Pertumbuhan investasi wisata bahari di Pulau Morotai dipengaruhi oleh akumulasi investasi itu sendiri, tingkat kunjungan wisatawan, dan koefisien delta dan epsilon dari pertumbuhan wisata bahari itu sendiri. Diketahui epsilon dari

P e r t u m b u h a n T o u r i s m P e r t u m b u h a n E n v i r o n m e n t P e r t u m b u h a n C a p i t a l K T o u r i s m E n v i r o n m e n t C a p i t a l E p s i l o n D e l t a a A l p h a B e t a u E q E u C q C r G a m m a

(20)

64

investasi sebesar 0,30, delta sebesar 0,23 dan tingkat kunjungan turis (wisatawan) sebesar 26.455,0 orang pertahun. Hal ini artinya bahwa tingkat kunjungan wisatawan akan sangat mempengaruhi terhadap tingkat investasi pihak swasta di bidang wisata bahari di Pulau Morotai. Semakin tinggi tingkat kunjungan wisatawan, maka tingkat investasi akan semakin tinggi pula. Berbeda halnya dengan daya dukung kawasan. Daya dukung kawasan wisata bahari di Pulau Morotai adalah sebanyak 20.400 orang perhari. Daya dukung ini akan mempengaruhi pihak investor untuk menanamkan investasinya di sektor wisata bahari. Jika daya dukung kawasan wisata ini sudah dibatasi, maka tingkat investasi juga terbatas tidak bisa melebihi dari daya dukung kawasan yang ada.

C. Domain Lingkungan (Environmental)

Domain ini merupakan salah satu decision variable yang berpengaruh pada intensitas permintaan wisata bahari di Pulau Morotai. Kapital stok dari domain ini direpresentasikan oleh kualitas air yang merupakan fungsi dari jumlah air yang digunakan oleh penduduk lokal maupun oleh turis dan jumlah air bersih baru yang diperoleh dari cleaning up baik yang dilakukan oleh penduduk Pulau maupun oleh turis.

Indikator kualitas lingkungan yang dimaksud dalam penelitian ini antara lain seperti kualitas air, kualitas udara, biodiversity, satwa liar, maupun kawasan konservasi. Keberhasilan pembangunan kawasan wisata di Pulau Morotai sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur lingkungan tersebut. Dampak yang lebih lebih besar dari kerusakan lingkungan ini adalah munculnya biaya sosial yang lebih besar yang harus ditanggung oleh masyarakat disekitarnya.

D. Model Lengkap

Keberlanjutan arus jasa wisata bahari yang dihasilkan di Pulua Morotai dalam model minimal, akan sangat tergantung pada tiga komponen yaitu kondisi lingkungan (Environment), tingkat investasi (Capital) yang ditanamkan, dan kegiatan wisata itu sendiri (Tourism). Setiap turis yang datang ke Pulau Morotai karena ada daya tarik (Attractive factor) seperti keindahan alam bawah laut,

(21)

65

maupun keindahan wilayah pesisir untuk berwisata. Faktor daya tarik inilah yang menjadi salah satu variabel peningkatan jumlah kunjungan.

Diketahui investasi awal di sektor wisata bahari di Pulau Morotai sebesar Rp.3.040 miliar pertahun, keseluruhan investasi ini berasal dari pemerintah daerah Kabupaten Halmahera Utara. Investasi swasta belum masuk karena merupakan kawasan yang baru mulai dikembangkan. Sarana dan prasarana yang menunjang perkembangan wisata ini juga masih terbatas. Sehingga pihak swasta belum tertarik untuk melakukan investasi. Berdasarkan teori ekonomi, investasi pada suatu sektor akan dipengaruhi oleh tingkat suku bunga pinjaman. Makin rendah tingkat suku bunga pinjaman maka makin tinggi kecenderungan investasi di sektor tersebut. Tingkat suku bunga yang rendah kurang memberikan insentif bagi pihak swasta untuk menyimpan uangnya di bank, sebaliknya mereka lebih condong untuk melakukan investasi.

Sedangkan peningkatan kualitas lingkungan disebabkan karena pembatasan jumlah wisatawan yang datang berkunjung ke Pulau Morotai. Batas maksimal yang bisa ditolerir (carrying capacity) adalah sebanyak 20.400 orang perhari. Sedangkan hingga saat ini, jumlah wisatawan yang datang berkunjung hanya 26.455,0 orang pertahun. Dengan demikian, masih memungkinkan bagi wisatawan yang datang dalam jumlah yang lebih besar. Kualitas lingkungan akan mulai stabil hingga seterusnya dengan asumsi tingkat investasi tidak bertambah ekstrim dan tingkat kunjungan wisatawan juga stabil. Dengan demikian, untuk menjaga kestabilan kualitas lingkungan ini, maka tingkat investasi perlu dibatasi dan tingkat kunjungan wisatawan tidak boleh melebihi dari daya dukung lingkungan yang ada. Gambar 16 berikut menjelaskan interaksi antara komponen wisatawan, komponen lingkungan dan komponen investasi pada pengembangan wisata bahari di Pulau Morotai.

(22)

66

Gambar 16. Hasil Simulasi Perilaku wisatawan, lingkungan dan investsi pada Pengembangan Wisata Bahari di Pulau Morotai

Dari Gambar 16 di atas terlihat bahwa tingkat kunjungan wisata mengalami peningkatan yang drastis. Namun di satu sisi, terjadi penurunan kualitas lingkungan di sekitar lokasi wisata Pulau Morotai. Sedangkan investasi di sektor wisata ini terus mengalami penurunan. Jika investasi ditingkatkan, maka akan berpengaruh terhadap tingkat kunjungan wisata, sehingga akan menyebabkan kualitas lingkungan akan semakin menurun. Dengan demikian rencana pengembangan kawasan wisata rekreasi pantai Pulau Morotai, sudah tentu harus sesuai dengan kemampuan daya dukung kawasan yang ada.

12:33:28 AM 12:33:33 AM 0 5 10 15 20 T ourism Environm ent Capital

Gambar

Tabel 12 Tingkat Pendidikan Responden
Gambar 9 Rata-rata Tingkat Pendapatan Responden
Tabel 13 Biaya Perjalanan Wisatawan ke Pulau Morotai  Daerah
Gambar 11 Rata-rata Pengeluaran Wisatawan ke Pulau Morotai
+5

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu kampanye ini juga tidak cukup hanya meningkatkan kesadaran tapi juga mampu memberikan wawasan dasar pada masyarakat tentang apa yang harus dilakukan

APPENDIX C ; The licores of the Posttest from the Experimental Group. and

Dalam pengefraisan gigi rack, pencekaman benda kerja dapat dilakukan dengan menjepit benda kerja pada ragum, menggunakan fixture dan dapat pula diklem langsung

Inflasi kumulatif sampai dengan bulan Oktober 2014, Kota Surabaya menduduki peringkat pertama dengan kumulatif inflasi sebesar 4,23 persen, diikuti Sumenep sebesar 3,98

Model pembelajaran pragmatik terintegrasi dengan hasil penelitian konteks sosial, sosietal, situasional, dan kultural, berbasis paradigma pedagogi reflektif ini disusun dengan

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan

Dari hasil pengujian statlstik dengan tingkat ke- percayaan 1 0 % menunjukkan bahwa suhu yang didapatkan dari pendugaan dengan menggunakan a rata-rata tidak ber-

Puji dan Syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “JENIS DAN