• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Hasil Pemantauan Lingkungan PT. PLN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Hasil Pemantauan Lingkungan PT. PLN"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

Hal - 1 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

BAB II

PELAKSANAAN DAN EVALUASI

A. PELAKSANAAN

Untuk pelaksanaan pemantauan dan pengelolaan lingkungan hidup pada Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Lueng Bata dilakukan oleh pihak Manajemen PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara Sektor Pembangkitan Lueng Bata secara berkala per-tiga bulan (triwulan) selama setahun sesuai dengan dokumen Penyajian Evaluasi Lingkungan (PEL) PLTD Lueng Bata. Dimana Dokumen PEL PLTD Lueng Bata ini menjadi landasan untuk menyusun Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Jadi semua parameter lingkungan yang dievaluasi di dalam dokumen RKL-RPL PLTD Lueng Bata ini sebagian besar berpedoman pada Dokumen PEL Lueng Bata ini.

Selain berpedoman pada Dokumen PEL Lueng Bata, sebagian lagi berpedoman pada Undang-undang dan peraturan-peraturan Lingkungan Hidup yang berlaku saat ini, antara lain:

1) Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,

2) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran air

3) Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 tentang Baku Mutu Udara Ambient Nasional,

4) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 21 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Pembangkit Tenaga Listrik Termal,

5) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 45 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)

6) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 48 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan

7) Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri

(2)

Hal - 2 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

8) Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 51 tahun 1999 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan

A.1 Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)

Permasalahan lingkungan yang dapat menimbulkan dampak besar dan penting akibat pengoperasian PLTD Lueng Bata harus mendapat perhatian dari Manajemen PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara Sektor Pembangkit Lueng Bata. Pengelolaan yang tepat dengan mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dan disepakati pada dokumen RKL dan RPL perlu dilakukan untuk meminimalkan dampak besar dan penting yang bersifat negatif.

A.1.1 Aspek Kimia Fisik

A.1.1.1 Kualitas Udara Ambien dan Emisi Gas Buang

Penurunan kualitas udara di sekitar PLTD Lueng Bata dapat terjadi akibat emisi gas buang yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar pada mesin pembangkit. Komponen pencemar yang mungkin terdapat pada gas buang ini, antara lain debu, NO2, SO2, CO, dan CO2. Secara teknis, PLTD Lueng Bata dilengkapi cerobong asap dengan ketinggian 20 m yang digunakan untuk mengalirkan gas buang hasil pembakaran ke atmosfir. Penggunaan cerobong tinggi ini diharapkan dapat membantu penyebaran komponen pencemar oleh udara secara turbulen pada ketinggian tersebut. Cerobong tinggi ini dapat juga mendorong agar bahan-bahan pencemar dapat segera terangkat lebih tinggi ke atmofir sehingga dapat meminimalkan dampak pada lingkungan di sekitar PLTD Lueng Bata. Kondisi cerobong gas buang dari mesin pembangkit PLTD Lueng Bata diperlihatkan pada Gambar 2.1.

Pada siang hari mesin yang beroperasi 3 jenis, seperti yang terlihat pada Gambar 2.1. Hal ini ditunjukkan dari asap hitam yang keluar dari cerobong dari mesin pembangkit.

(3)

Hal - 3 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Gambar 2.1 Cerobong gas buang PLTD Lueng Bata

Pengelolaan pencemaran udara juga dilakukan dengan prosedur preventif, yaitu dengan cara menjalankan pengoperasian mesin pembangkit sesuai Standard Operational Procedure (SOP), antara lain perawatan mesin secara rutin, pemasangan dan pembersihan saringan (filter), serta penggantian minyak pelumas sesuai ketentuan teknis. Berdasarkan kemungkinan arah angin yang berhembus, komponen pencemar udara diperkirakan dapat tersebar ke beberapa desa yang terdapat di sekitar PLTD, yaitu Desa Lueng Bata dan Desa Cot Mesjid yang termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Lueng Bata serta Desa Pango Raya dan Desa Pango Dayah dalam wilayah Kecamatan Ulee Kareng. Tolok ukur pengelolaan kualitas udara ambien adalah PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, sedangkan untuk kualitas emisi gas buang mesin pembangkit adalah Peraturan Menteri LH No 21 tahun 2008 tentang Baku mutu Emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik thermal.

A.1.1.2 Kebisingan

Kebisingan (noise) terjadi dari suara dan getaran yang dihasilkan oleh pengoperasian mesin diesel, sistem air pendingin (cooler radiator), dan blower (turbo charger). Pengelolaan dampak kebisingan dilakukan dengan cara mempertahankan pengoperasian mesin pembangkit sesuai dengan SOP meliputi kegiatan perawatan mesin, pemasangan peredam, dan penggantian minyak pelumas secara reguler. Untuk mengurangi tingkat kebisingan, di sekeliling pagar PLTD Lueng Bata ditanami jenis

(4)

Hal - 4 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

pepohonan tinggi yang dapat meredam kebisingan seperti cemara pantai, jati, dan jenis pepohonan lainnya yang diharapkan dapat meredam suara yang berasal dari mesin-mesin PLTD Lueng Bata. Dampak kebisingan terutama dirasakan oleh penduduk di sekitar PLTD Lueng Bata seperti masyarakat Desa Pango Raya yang menyatakan keluhan, seperti sedikit bising terutama pada malam hari dan tidak dapat beristirahat dengan tingkat kenyamanan yang maksimal (tenang). Tolok ukur pengelolaan kebisingan di sekitar PLTD adalah Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-48/ MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan dan Baku Mutu Keputusan Menaker No. 51 tahun 1999 untuk pekerja PLTD.

A.1.1.3 Kualitas Air

Penurunan kualitas air dapat terjadi pada bagian hilir Krueng Aceh dari lokasi PLTD sebagai akibat dari pengaliran air keluaran Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PLTD. Parameter penurunan kualitas air Krueng Aceh ini antara lain minyak dan lemak, Mn, Fe, Chlorida, Pb, amonia, ammoniak, dan lain-lain. Bahan pencemar tersebut diperkirakan berasal dari kegiatan PLTD seperti tumpahan atau bocoran bahan bakar, minyak pelumas mesin, dan bahan-bahan lain yang terbawa oleh aliran air dari kegiatan perawatan mesin, pencucian lantai, dan air hujan (jika terjadi hujan). Dampaknya dapat mempengaruhi kualitas air di sekitar PLTD seperti keasaman (pH) yang tidak netral, suhu air yang tinggi, penurunan kandungan oksigen terlarut (DO), COD, dan BOD yang tinggi, serta kandungan mikroorganisme dan plakton yang meningkat.

PLTD Lueng Bata dilengkapi dengan unit IPAL yang bertujuan untuk mengantisipasi penurunan kualitas air akibat dari kegiatan PLTD Lueng Bata. Pengelolaannya dilakukan dengan mengalirkan air dari lingkungan PLTD ke saluran drainase dan kemudian ditampung pada bak perangkap minyak (oil trap) secara bertingkat untuk memisahkan minyak dengan air. Minyak diangkat, dipisahkan secara regular, dan ditampung pada bak penampungan sementara yang selanjutnya dikirim secara reguler kepada pihak pengumpul (yang memenuhi persyaratan sebagai pengumpul) untuk diolah dan dimanfaatkan lebih lanjut. Sedangkan air yang sudah dipisahkan dari minyak tersebut tetapi masih mengandung sedikit minyak dialirkan ke IPAL untuk dipisahkan fase air dari minyak yang masih tersisa. Proses pemisahan terjadi berdasarkan prinsip dekatansi (perbedaan densitas), di mana minyak yang memiliki densitas lebih rendah (minyak) akan mengapung membentuk lapisan tipis sedangkan air akan berada di bawahnya. IPAL dirancang dan dilengkapi dengan beberapa bak untuk memisahkan minyak secara

(5)

Hal - 5 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

sempurna. Air dari oil trap masuk ke bak I, kemudian air tersebut dialirkan ke bak II dan selanjutnya ke bak III (terakhir), minyak akan tertinggal dalam bak penampung I dan diambil secara terjadwal. Air bebas minyak dari keluaran IPAL selanjutnya dialirkan ke Krueng Aceh yang berada ± 30 m dari IPAL melalui saluran drainase. Pada saat pemantauan dilakukan, manajen PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara Sektor Pembangkitan Lueng Bata sudah melakukan modifikasi IPAL dan rencananya akan kembali memodifikasi IPAL yang sudah ada dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi pengolahan limbahnya. Modifikasi dilakukan dengan mengubah arah aliran dan menambah sekat/baffle sehingga meningkatkan waktu tinggal air limbah di IPAL. Skema IPAL PLTD Lueng Bata dan desain IPAL yang dimodifikasi diperlihatkan masing-masing pada Gambar 2.2 dan 2.3.

(6)

Hal - 6 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Gambar 2.3 Outlet IPAL menuju Sungai Krueng Aceh

(7)

Hal - 7 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Upaya preventif yang dilakukan oleh manajemen PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara Sektor Pembangkitan Lueng Bata meliputi pemeriksaan dan perawatan bagian-bagian peralatan yang dapat menjadi sumber kebocoran minyak, misalnya pemeriksaan pada packing mesin dan kerangan atau katup (valve). Pengisian minyak diesel dari mobil tangki ke tangki penampung minyak juga dilakukan sesuai SOP dan selalu dikontrol sehingga tidak ada minyak yang tercecer. Tolok ukur pengelolaan kualitas air adalah Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 08 Tahun 2009 tentang baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal dan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran air.

Pada waktu dilakukan pemantauan lingkungan PLTD Lueng Bata yakni triwulan IV 2010 yaitu bulan November, kolam IPAL sedang dalam proses pembersihan dan perawatan. Seluruh bak-bak kolam penampungan limbah dikosongkan dan dibersihkan. A.1.1.4 Limbah Padat Domestik dan Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)

Kegiatan PLTD Lueng Bata juga menghasilkan sejumlah limbah padat domestik yang berupa sampah kertas, plastik, kaleng, dan lainnya. Pengelolaan limbah padat ini dilakukan dengan mengumpulkannya pada tempat penampungan yang diletakkan di setiap sudut PLTD. Pengumpulan limbah padat ini dibagi atas 3 jenis limbah padat, yaitu organik, an-organik, dan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3). Masing-masing tempat pengumpul dibedakan warnanya agar lebih mudah dalam pengelolaannya, seperti limbah organik menggunakan bak berwarna hijau, limbah an-organik menggunakan bak berwarna kuning, dan Limbah B3 menggunakan bak berwarna merah, seperti terlihat pada Gambar 2.5 dan Gambar 2.6. Limbah padat ini selanjutnya dikelola dengan mengangkutnya secara terjadwal ke TPA Gampong Jawa.

(8)

Hal - 8 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Gambar 2.5 Tempat pengumpulan sementara limbah padat domestik dan limbah cair B3

Gambar 2.6 Tangki Tempat Penyimpanan Limbah Cair B3

Kegiatan PLTD Lueng Bata juga diprediksikan menghasilkan limbah B3 baik berupa cair maupun padat. Limbah padat B3 yang dihasilkan berupa baterai dan transformator bekas. Bahan ini merupakan bahan buangan yang telah digunakan untuk start up awal mesin genset. Pengelolaan limbah padat B3 ini dilakukan dengan mengumpulkannya di tempat pengumpulan sementara yang selanjutnya diolah dan dikelola oleh pihak ketiga untuk didaur ulang. Sementara itu, limbah cair B3 yang dihasilkan berupa minyak pelumas bekas yang dipakai untuk mesin pembangkit dan minyak yang berasal dari hasil pengolahan IPAL PLTD. Pengelolaan limbah cair B3 ini dilakukan dengan mengumpulkannya di tempat pengumpulan sementara yang selanjutnya diserahkan kepada pihak pengumpul yang memenuhi persyaratan. Tolok ukur pengelolaan limbah padat domestik adalah PP Nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, sedangkan pengelolaan bahan B3 adalah Keputusan Kepala Bapadal No. 01/BAPEDAL/09/1995 dan 02/BAPEDAL/09/1995. Pengumpulan sementara limbah B3 ini dilakukan tidak lebih dari 90 hari.

A.1.2 Aspek Biologi

Jika terjadi perubahan kualitas lingkungan yang diakibatkan suatu kegiatan dan/ atau usaha, akan berpengaruh terhadap flora dan fauna yang ada disekitar kegiatan dan/ atau usaha tersebut. Dampak terhadap flora dan fauna dapat terjadi akibat unsur pencemaran udara maupun pencemaran air terutama di sekitar lokasi PLTD Lueng Bata

(9)

Hal - 9 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

melebihi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di lokasi tersebut. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, mahluk hidup lain, dan keseimbangan anatar keduanya. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energy, dan/ atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.

Pengelolaan dampak aspek biologi dilakukan secara preventif dan berkala oleh pihak manajemen PT. PLN (Persero) Sektor Sektor Pembangkitan Lueng Bata, yaitu dengan cara mencegah atau meminimalkan terjadinya pencemaran udara dan air dengan mengikuti ketentuan pengelolaan lingkungan (Tabel 2.1) sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan. Mengganti, membersihkan dan merperbaiki wadah IPAL secara berkala. Di samping itu, manajemen PLN Sektor Pembangkitan Lueng Bata melakukan penanaman tumbuh-tumbuhan (pohon pelindung, pohon peredam suara, dan bunga-bungaan) di lingkungan PLTD dan melakukan perawatan dan penggantian tanaman yang telah tercemar dengan tanaman baru yang lebih tahan terhadap unsur pencemar. Untuk mencegah dampak kepada biologi akuatik, perawatan dan pembersihan IPAL dilakukan secara kontinyu sehingga kualitas air buangan tetap dalam batas baku mutu yang ditetapkan. Tolok ukur pengelolaan aspek biologi adalah keberadaan tumbuhan langka dan dominan.

A.1.3 Aspek Sosial, Ekonomi, Budaya, dan Kesehatan Masyarakat

Keberadaan PLTD Lueng Bata diharapkan lebih banyak memberikan dampak positif dibandingkan dampak negatif terhadap aspek sosial, ekonomi dan budaya, terutama dengan tersedianya suplai listrik yang mencukupi dan berkelanjutan. Walaupun demikian, adanya dampak negatif diperkirakan tetap akan muncul, seperti meningkatnya kebisingan yang menyebabkan kenyamanan masyarakat di sekitar lokasi terganggu bahkan lebih jauh dapat mengganggu kesehatan (pendengaran). Pengelolaan dampak aspek sosial, ekonomi, dan budaya ini dilakukan dengan cara musyawarah (persuatif). Di samping itu, kegiatan pembangunan masyarakat (community development) dapat ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat di sekitar PLTD Lueng Bata. Kegiatan yang menyangkut dengan kebijakan peningkatan kesehatan masyarakat hingga saat ini belum merupakan prioritas utama, mengingat keberadaan PLTD belum mempengaruhi timbulnya penyakit yang diakibatkan oleh aktivitas PLTD. Pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh manajemen PLTD Lueng Bata secara ringkas ditabulasikan pada Tabel 2.1. Tolok ukur

(10)

Hal - 10 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

pengelolaan ini adalah peningkatan perekonomian, pendidikan, kegiatan sosial-budaya, dan jenis penyakit dominan yang ditemui di masyarakat sekitar.

Tabel 2.1 Ringkasan RKL pada PLTD Lueng Bata

No. Dampak Penting Sumber Dampak Tolok Ukur Parameter Pengelolaan

1. Aspek Kimia Fisika a. Kualitas

Udara Ambient

Gas buang hasil pembakaran bahan bakar pada mesin pembangkit yang dikeluarkan melalui

cerobong (stack) dan

menyebar di lingkungan. Gas diperkirakan mengandung unsur pencemar SO2, NO2, CO, dan debu (TSP). PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara • Pemeliharaan mesin secara benar dan rutin

• Mempertahankan pengoperasian unit pembangkit sesuai SOP

• Penanaman dan pera-watan pohon cemara dan pepohonan pere-dam suara lainnya dengan kerapatan tinggi di sekitar PLTD b. Kualitas Emisi

gas Buang

Gas buang hasil pem-bakaran bahan bakar pada mesin pembangkit yang dikeluarkan melalui cerobong (stack). Gas di-perkirakan mengandung unsur pencemar SO2,

NO2, CO, dan debu

(TSP).

Per Men LH No 21 tahun 2008 tentang Baku mutu Emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik thermal

• Pemeliharaan mesin secara benar dan rutin

• Mempertahankan pengoperasian unit pembangkit sesuai SOP

c. Kebisingan Suara mesin diesel, sistem air pendingin (cooler), radiator, dan

blower turbo charger

• Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-48/ MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan • Keputusan Menteri

Negara Tenaga Kerja No. 51/1999

• Melakukan penanaman dan perawatan pepohonan rimbun dan tinggi di sekitar PLTD sebagai peredam bunyi • Mempertahankan pengoperasian unit sesuai SOP d. Kualitas Badan Penerima Air

Tumpahan dan bocoran bahan bakar dan minyak pelumas yang terbawa air pencucian lantai, air saat perawatan mesin dan air hujan. Air limbah

ini diperkirakan mengandung unsur ammoniak, Besi, Mangan, minyak dan lemak, Timbal, Chlor (Cl2), TDS, TSS yang menyebabkan penurunan kualitas air (pH, DO, BOD dan COD)

• Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran air • Pemeriksaan dan perawatan rutin bagian-bagian yang rentan kebocoran • Ceceran minyak solar

dan pelumas yang bercampur dialirkan pada saluran drainase ke unit oil trap dan IPAL

• Peningkatan

Kapasitas IPAL dan Efesiensi IPAL dengan perbaikan,

pembersihan dan pemeliharaan

(11)

Hal - 11 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

No. Dampak Penting Sumber Dampak Tolok Ukur Parameter Pengelolaan

secara benar dan rutin.

• Pengisian bahan bakar dan minyak pelumas sesuai dengan SOP. e. Kualitas Limbah cair pengeluaran IPAL

Tumpahan dan bocoran bahan bakar dan minyak pelumas yang terbawa air pencucian lantai, air saat perawatan mesin dan air hujan. Air limbah

ini diperkirakan mengandung unsur ammoniak, Besi, Mangan, minyak dan lemak, Timbal, Chlor (CL2), TDS, TSS yang menyebabkan penurunan kualitas air (pH, DO, BOD dan COD)

• Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 08 Tahun 2009 tentang baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal • Kepmen

51/MENLH/10/1995 tentang tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri • Pemeriksaan dan perawatan rutin bagian-bagian yang rentan kebocoran • Perawatan dan pembersihan IPAL secara rutin sesuai dengan SOP.

f. Limbah Padat Limbah padat domestik dari aktivitas PLTD berupa kaleng, plastik, dan lainnya. • PP Nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah • Keputusan Direksi PT PLN (Persero) No. 036.K/DIR/2009 Dikumpulkan dan diangkut secara terjadwal ke TPA Gampong Jawa

g. Limbah B3 Limbah B3 dari aktivitas

PLTD berupa baterai bekas, filter, catridge bekas, transformator bekas, oli bekas, dan yang sejenis

• Keputusan Kepala Bapadal No. 01/BAPEDAL/09/1995

tentang tata cara dan persyara-tan teknis penyim-panan dan pengumpulan limbah B3. • Keputusan Kepala Bapadal No. 02/BAPEDAL/09/1995 tentang dokumen limbah B3 • Keputusan Direksi PT PLN (Persero) No. 036.K/DIR/2009 Dikumpulkan dan secara berkala/terjadwal diserahkan kepada badan pengumpul (CV. Arum, Medan) untuk diolah dan didaur ulang

2. Aspek Biologi Pencemaran udara dan pencemaran air di sekitar lokasi PLTD

Tumbuhan langka dan

dominan • Melakukan perawatan rutin terhadap IPAL • Mencegah terjadinya

pencemaran air dan udara

• Melakukan penanam-an dpenanam-an penghijaupenanam-an di lingkungan PLTD dan sekitarnya

(12)

Hal - 12 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

No. Dampak Penting Sumber Dampak Tolok Ukur Parameter Pengelolaan

3. Aspek Sosial, Ekonomi, Budaya, dan Kesehatan Masyarakat Pengoperasian PLTD

Luengbata Peningkatan perekonomian,

pendidikan, kegiatan sosial-budaya, dan jenis penyakit dominan yang ditemui di masyarakat sekitar • Pengembangan masyarakat (Community Development) • Musyawarah (persuasif), • Menerapkan K3 bagi karyawan dan masya-rakat yang berintegrasi dengan PLTD • Pengobatan bagi masyarakat yang terkena dampak

A.2 Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)

Rencana Pemantauan Lingkungan digunakan untuk mengamati hasil pelaksanaan RKL dengan memperhatikan tingkat pencapaian usaha yang dilakukan dalam menekan atau meminimalkan dampak yang terjadi akibat pengoperasian PLTD Lueng Bata terhadap lingkungan di sekitarnya. Melalui kegiatan RPL, diharapkan juga dapat teridentifikasi secara dini kemungkinan adanya hal-hal yang dapat menimbulkan dampak negatif di kemudian hari. Selanjutnya dapat ditetapkan langkah-langkah antisipatif atau pencegahan, bahkan jika diperlukan dapat ditetapkan perbaikan-perbaikan dalam kegiatan pengelolaan lingkungan. Kegiatan pemantauan dilakukan dengan merujuk pada parameter dampak penting yang teridentifikasi pada dokumen RKL.

A.2.1 Aspek Kimia Fisik

A.2.1.1 Kualitas Udara Ambient

Pemantauan kualitas udara dilakukan terhadap kualitas udara ambient di sekitar lokasi PLTD Lueng Bata dengan radius 500 m dan 1000 m yang diperkirakan akan terkena dampak terutama terhadap lokasi permukiman di sekitar Desa Cot Mesjid dan Desa Lueng Bata di Kecamatan Lueng Bata, serta Desa Pango Raya dan Desa Pango Dayah di Kecamatan Ulee Kareng. Pemantauan dilakukan secara langsung di lapangan terhadap parameter-parameter pencemaran yang tercantum pada Tabel 2.2 yang diukur sesuai dengan metode dan peralatan yang ditetapkan pada PP No. 41 tahun 1999. Hasil

(13)

Hal - 13 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

pengukuran ini selanjutnya dibandingkan dengan kriteria baku mutu kualitas udara (PP No. 41 tahun 1999) sebagaimana dicantumkan pada Lampiran 2.

Tabel 2.2 Metode pemantauan kualitas udara ambient di sekitar PLTD Lueng Bata

No. Parameter Metode

1. Sulfur Dioksida (SO2) Pararosanilin/Spektrofotometri

2. Nitrogen Oksida (NO2) Saltzman/Spektrofotometri

3. Carbon Monooksida (CO) Gastec

4. Total Partikel Debu(TSP) Gravimetri

A.2.1.2 Kualitas Emisi Gas Buang

Pemantauan kualitas udara dilakukan terhadap kualitas emisi gas buang pada cerobong mesin pembangkit PLTD Lueng Bata. Pemantauan dilakukan secara langsung di lapangan terhadap parameter-parameter pencemaran yang tercantum pada Tabel 2.3 yang diukur sesuai dengan metode dan peralatan yang ditetapkan pada PP No. 41 tahun 1999. Hasil pengukuran ini selanjutnya dibandingkan dengan kriteria baku mutu kualitas udara (Permen LH Nomor 21 tahun 2008) sebagaimana dicantumkan pada Lampiran 3.

Tabel 2.3 Metode pemantauan emisi mesin pembangkit PLTD Lueng Bata

No. Parameter Metode

1. Sulfur Dioksida (SO2) Turbidimetri

2. Nitrogen Dioksida (NO2) Saltzman

3. Carbon Monooksida (CO) Gas Analyzer

4. Partikulat Gravimetri

5. Opasitas visual

A.2.1.3 Kebisingan

Kegiatan pemantauan tingkat kebisingan yang timbul akibat pengoperasian PLTD Sektor Pembangkitan Lueng Bata adalah dengan melakukan pengukuran intensitas bunyi pada beberapa titik sampling, yang dilakukan baik pada waktu siang hari maupun malam hari, dengan lokasi ke arah Utara, Barat, Selatan, dan Timur dari PLTD Lueng Bata, yaitu seperti berikut ini:

(14)

Hal - 14 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

(1) Titik sampling 1 pada 500 m pada daerah pemukiman penduduk di sekitar PLTD yaitu Desa Lueng Bata, dengan posisi koordinat (050 59’ 15,9” LU – 950 12’ 31,4” BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari. Titik ini mewakili daerah Barat. (2) Titik sampling 2 pada 1000 m pada daerah pemukiman penduduk di sekitar PLTD

yaitu Desa Lueng Bata, dengan posisi koordinat (050 59’ 04,1” LU – 950 12’ 63,3” BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari. Titik ini mewakili daerah Barat. (3) Titik sampling 3 pada 500 m pada daerah pemukiman penduduk di sekitar PLTD

yaitu Desa Cot Mesjid, dengan posisi koordinat (050 59’ 34,0” LU – 950 12’ 07,2” BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari. Titik ini mewakili daerah Utara. (4) Titik sampling 4 pada 1000 m pada daerah pemukiman penduduk di sekitar PLTD

yaitu Desa Cot Mesjid, dengan posisi koordinat (050 59’ 36,1” LU – 950 13’ 34,9” BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari. Titik ini mewakili daerah Utara. (5) Titik sampling 5 pada 500 m pada daerah pemukiman penduduk di sekitar PLTD

yaitu Desa Pango Raya, dengan posisi koordinat (050 59’ 55,9” LU – 950 12’ 44,2” BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari. Titik ini mewakili daerah Selatan.

(6) Titik sampling 6 pada 1000 m pada daerah pemukiman penduduk di sekitar PLTD yaitu Desa Pango Raya, dengan posisi koordinat (050 59’ 68,6” LU – 950 12’ 28,8” BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari. Titik ini mewakili daerah Selatan.

(7) Titik sampling 7 pada 500 m pada daerah pemukiman penduduk di sekitar PLTD yaitu Desa Pango Dayah, dengan posisi koordinat (050 59’ 53,4” LU – 950 12’ 31,4” BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari. Titik ini mewakili daerah Timur. (8) Titik sampling 8 pada 1000 m pada daerah pemukiman penduduk di sekitar PLTD yaitu Desa Pango Dayah, dengan posisi koordinat (050 59’ 32,8” LU – 950 12’ 31,9” BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari. Titik ini mewakili daerah Timur. Lokasi pengukuran tingkat kebisingan juga dilakukan di sekitar mesin pembangkit dengan jarak masing-masing 5 m (yang berada di dalam ruang mesin) dan 10 meter (yang berada di luar ruang mesin). Yaitu:

1) Titik sampling 1 pada 5 meter sekitar mesin dengan posisi koordinat (050 59’ 44,2” LU – 950 12’ 9,6” BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari.

(15)

Hal - 15 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Lsm = 10 Log 1/24 (16 x 10 0,1 Ls + 8 x 10 0,1 (Lm + 5) ) dB(A)

2) Titik sampling 2 pada 10 meter sekitar dalam daerah PLTD Lueng Bata dengan posisi koordinat (050 59’ 40,8” LU – 950 12’ 70,9” BT). Waktu Pengukuran siang hari dan malam hari.

Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan in-situ dengan menggunakan instrumen

sound level meter pada siang hari (Ls) dan pada malam hari (Lm). Pengukuran dilakukan dengan pengulangan di setiap 10 menit. Setiap lokasi pengukuran dilakukan hingga 5 kali, selanjutnya untuk mengetahui tingkat kebisingan rata-rata (Lsm) digunakan rumus seperti berikut ini.

Untuk menentukan tingkat kebisingan yang memenuhi persyaratan, maka pengukuran merujuk kepada prosedur dan baku mutu yang diatur pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan dan Keputusan Menteri Negara Tenaga Kerja No. 51/1999 (Lampiran 4).

A.2.1.4 Kualitas Badan Air Penerima

Kegiatan pemantauan terhadap kualitas badan air penerima dilakukan dengan pengambilan sampel air Sungai Kreung Aceh pada 4 (tiga) lokasi, yaitu seperti berikut ini.

(1) Titik sampling 1 pada titik pencampuran antara air limbah dari outlet IPAL dengan air Krueng Aceh, posisi koordinat (050 49’ 50,8” LU – 950 11’ 40,3” BT).

(2) Titik sampling 2 yaitu tepat di outlet IPAL, posisi koordinat (050 53’ 81,8” LU – 950 34’ 4,3” BT). Seperti pada Gambar 2.3 Outlet IPAL menuju Sungai Krueng Aceh. (3) Titik sampling 3 yaitu 500 m dari titik pencampuran antara air limbah dengan air

Krueng Aceh ke arah hilir, posisi koordinat (050 15’ 28,6” LU – 950 20’ 07,8” BT). (4) Titik sampling 4 yaitu 500 m dari titik pencampuran antara air limbah dengan air

Krueng Aceh ke arah hulu, posisi koordinat (050 41’ 28,6” LU – 950 76’ 35,6” BT).

Tabel 2.4 memperlihatkan parameter pengujian kualitas badan air penerima yang diukur menurut prosedur yang diatur pada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran air kelas II (Lampiran 6).

(16)

Hal - 16 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Tabel 2.4 Metode analisis kualitas air pada kegiatan pemantauan

No. Parameter Metode

1. BOD5 JIS K-0102-21

2. COD Colorimetric Determination

3. DO JIS K-0102-24

4. Minyak dan Lemak JIS K-0102-24.2

5. Total Dissolve Solid (TDS) Konduktimetri

6. Total Suspended Solid (TSS) Photometrik

7. Ammoniak (NH3-N) Salicylate Method

8. Keasaman (pH) Potensiometri

9. Besi (Fe) Atomisasi

10. Mangan (Mn) Atomisasi

11. Timbal (Pb) Atomisasi

12. Chlor (Cl2) DPD Method

13. Suhu Potensiometri

A.2.1.5 Kualitas Limbah Cair Pengeluaran IPAL

Kegiatan pemantauan terhadap kualitas limbah keluaran IPAL dilakukan dengan pengambilan sampel air pada bagian akhir pengeluaran IPAL. Parameter pengujian diperlihatkan pada Tabel 2.4 dan selanjutnya dibandingkan dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 08 Tahun 2009 tentang baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal dan Kepmen LH Nomor 51/MENLH/10/1995 tentang tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri (Lampiran 5).

A.2.1.6 Limbah Padat

Kegiatan pemantauan terhadap pengelolaan limbah padat dilakukan dengan meninjau dan mengevaluasi dokumen manifest hingga pengelolaan limbah padat yang telah dilakukan oleh manajemen PLTD. Kegiatan pemantauan ini dilakukan dengan mengacu kepada PP Nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah dan Keputusan Direksi PT PLN (Persero) No. 036.K/DIR/2009. Evaluasi juga dilakukan terhadap ketersediaan fasilitas pendukung pengelolaan limbah padat seperti tempat pengumpul sementara dan lainnya.

(17)

Hal - 17 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi A.2.1.7 Limbah B3

Kegiatan pemantauan terhadap pengelolaan limbah B3 dilakukan dengan meninjau dan mengevaluasi dokumen manifest hingga pengelolaannya yang telah dilakukan oleh manajemen PLTD. Kegiatan pemantauan ini dilakukan dengan mengacu kepada Keputusan Kepala Bapadal No. 01/BAPEDAL/09/1995 tentang tata cara dan persyaratan teknis penyimpanan dan pengumpulan limbah B3, Keputusan Kepala Bapadal No. 02/BAPEDAL/09/1995 tentang dokumen limbah B3, dan Keputusan Direksi PT PLN (Persero) No. 036.K/DIR/2009. Evaluasi juga dilakukan terhadap ketersediaan fasilitas pendukung pengelolaan limbah B3 seperti tempat pengumpul sementara, badan pengumpul, dokumen pendukung, dan lainnya.

A.2.2 Aspek Biologi

Kegiatan pemantauan lingkungan terhadap komponen biologi dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan terhadap kondisi tumbuh-tumbuhan atau vegetasi yang terdapat di sekitar Lueng Bata, baik berupa tanaman pekarangan maupun kebun penduduk, dan mengamati keadaan biologi akuatik dengan mengukur kadar plankton dan bentos pada sampel air outlet IPAL dan Krueng Aceh (jarak < 500 m dari titik pencampuran ke arah hilir dan hulu).

A.2.3 Aspek Sosial, Ekonomi, Budaya, dan Kesehatan Masyarakat

Kegiatan pemantauan lingkungan pada aspek sosial, ekonomi, budaya, dan kesehatan masyarakat bertujuan untuk melihat dan mengamati pengaruh yang timbul di lingkungan masyarakat sekitar yang diakibatkan oleh pengoperasian PLTD Lueng Bata. Parameter pengamatan aspek ini mencakup keadaan kependudukan, persepsi masyarakat, pertumbuhan kegiatan perekonomian, penyakit dominan, dan kenyamanan lingkungan yang dirasakan masyarakat sekitar PLTD Lueng Bata. Metode yang digunakan dalam pemantauan ini adalah :

(1) pengumpulan data sekunder (data statistik dari kantor desa, kecamatan, dan puskesmas); dan

(2) pengumpulan data primer melalui wawancara dengan masyarakat yang tinggal di sekitar PLTD Lueng Bata antara lain mewakili masyarakat Desa Lueng Bata dan Desa Cot Mesjid (Kecamatan Lueng Bata) serta Desa Pango Raya dan Desa Pango Dayah (Kecamatan Ulee Kareng).

(18)

Hal - 18 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi B. HASIL EVALUASI

B.1 Aspek Kimia Fisika dan Evaluasi Trend B.1.1 Kualitas Udara Ambient

Tabel 2.5 memperlihatkan hasil analisis tingkat kualitas udara ambient pada lokasi sekitar PLTD Lueng Bata. Apabila dibandingkan dengan Baku Mutu PP No. 41 Tahun 1999, diperoleh bahwa tingkat kualitas udara ambien sekitar PLTD Lueng Bata (yaitu Desa Cot Mesjid, Desa Lueng Bata, dan Desa Pango Dayah) masih termasuk dalam kategori baik dan masih di bawah baku mutu yang ditetapkan untuk semua parameter. Hasil ini menunjukkan bahwa pengelolaan yang dilakukan oleh manajemen PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Lueng Bata telah baik dengan selalu melakukan perbaikan kinerja mesin secara berkala, baik melalui perawatan maupun pengoperasian sesuai SOP. Pengelolaan yang baik ini perlu dipertahankan.

Tabel 2.5 Konsentrasi udara ambient di sekitar PLTD Lueng Bata

No. Parameter Hasil Analisa Satuan Baku Mutu Acuan Metode Desa Pango Raya (050 32’ 442” LU – 950 20’ 532” BT) (500 m ke Selatan) Desa Lueng Bata (050 32’ 252” LU – 950 20’ 337” BT) (500 m ke Barat) Desa Cot Masjid (050 32’ 07,0” LU – 950 20’ 553” BT) (500 m ke Utara) Desa Pango Dayah (050 32’ 254” LU – 950 20’ 612” BT) (1000 m ke Timur) 1. SO2 69,30 63,75 188,35 46,6 µg/Nm3 900 Pararosanilin 2. NO2 ≤ 1 ≤ 1 23,13 ≤ 1 µg/Nm3 400 Salztman 3. TSP 57,83 34,82 62,43 29,52 µg/Nm3 90 Gravimetri 4. CO 882,21 719,25 1373 518 µg/Nm3 30.000 NDIR

5. Cuaca Cerah Cerah Cerah Cerah

Sumber: Hasil Analisa Maret 2011 PT. Surveyor Indonesia Banda Aceh

Pada pemantauan periode ini dibuat evaluasi trend dari enam (6) hasil pengukuran selama ini yaitu dimulai dari Tri Wulan 4 Tahun 2009 hingga Tri Wulan 1 Tahun 2011. Hasil pemantauan kualitas udara yang diukur dan kecendrungannya dari Tri Wulan 4 Tahun 2009 hingga Tri Wulan 1 Tahun 2011 diperlihatkan pada Gambar 2.7 – 2.10. Hasil pemantauan memperlihatkan bahwa parameter SO2, NO2, CO, dan TSP memperlihatkan kecendrungan menurun dan berada di bawah baku mutu dibandingkan hasil pengukuran pada periode sebelumnya.

(19)

Hal - 19 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Seperti parameter CO, NO2, SO2 dan TSP trendnya dari hasil pengukuran Tri Wulan III 2010 terhadap periode-periode sebelumnya cenderung menurun dan konstan.

Gambar 2.7 Grafik Kecendrungan konsentrasi CO (μg/Nm3) di udara sekitar PLTD

(20)

Hal - 20 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Gambar 2.9 Grafik Kecendrungan konsentrasi SO2 (μg/Nm3 ) di udara sekitar PLTD

(21)

Hal - 21 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi B.1.2 Kualitas Emisi Gas Buang

Pada saat pengukuran, hanya 4 mesin pembangkit yang beroperasi yaitu Sulzer 4, Sulzer 5, SWD 6 TM dan 6 TW BM. Sementara beberapa mesin pembangkit lainnya tidak beroperasi dikarenakan terjadi gangguan. Tabel 2.6 memperlihatkan hasil pengukuran emisi cerobong pembangkit yang meliputi parameter SOx, NOx, CO, dan debu (TSP).

Tabel 2.6 Komposisi emisi gas buang mesin pembangkit PLTD Lueng Bata

No. Parameter Hasil Analisa Satuan Baku Mutu Acuan Metode Sulzer 4 (500 59’ 46,63” LU - 950 12’ 10,25” BT) Sulzer 5 (500 59’ 47,02” LU - 950 12’ 10,27” BT) SWD 6 TM (500 59’ 47,08” LU - 950 12’ 10,28” BT) 1. SO2 ≤1 ≤1 ≤1 mg/m3 800 Turbidimetri 2. NO2 86,25 356,21 594,22 mg/m3 1000 Salzmant 3. CO 439,2 622,1 779,51 mg/m3 600 Gas Analyzer 4. Partikulat - - - mg/m3 1000 Gravimetri 5. Opasitas 12 10 11 % 20 Visual

6. Waktu Sampling Malam Malam Malam Malam

7. Cuaca Cerah Cerah Cerah Cerah

No. Parameter

Hasil Analisa

Satuan Baku Mutu Metode Acuan

6 TM BW (500 59’ 43,8” LU - 950 12’ 12,3” BT) 1. SO2 ≤1 mg/m3 800 Turbidimetri 2. NO2 481,42 mg/m3 1000 Salzmant 3. CO 388,35 mg/m3 600 Gas Analyzer 4. Partikulat - mg/m3 1000 Gravimetri 5. Opasitas 8 % 20 Visual

6. Waktu Sampling Malam Malam

7. Cuaca Cerah Cerah

Sumber: Hasil Analisa Maret 2011 PT. Surveyor Indonesia Banda Aceh

Hasil pengukuran kualitas emisi gas buang dari ke empat mesin PLTD Lueng Bata yang beroperasi pada saat evaluasi dilakukan, menunjukkan bahwa emisi gas buang yang dihasilkan oleh kelima mesin pembangkit masih memenuhi baku mutu kualitas emisi gas buang yang ditetapkan Permen LH Nomor 21 tahun 2008.

(22)

Hal - 22 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Gambar 2.11 Grafik Kecendrungan konsentrasi CO (μg/Nm3) yang keluar dari cerobong

Gambar 2.12 Grafik Kecendrungan konsentrasi NO2 (μg/Nm3) yang keluar dari cerobong

(23)

Hal - 23 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Gambar 2.13 Grafik Kecendrungan konsentrasi SO2 (μg/Nm3) yang keluar dari cerobong

Gambar 2.14 Kecendrungan konsentrasi Partikulat (μg/Nm3) yang keluar dari cerobong

Apabila dibandingkan dengan hasil pemantauan terhadap mesin pada periode sebelumnya (Triwulan IV tahun 2009) hingga Tri Wulan I 2011, pengukuran emisi pada cerobong cenderung menurun dan konstan, walaupun demikian masih berada di bawah baku mutu yang ditetapkan. Trend paramater CO, NO2, SO2 dan Partikulat yang diukur dari

Baku Mutu = 150

Baku Mutu = 800

(24)

Hal - 24 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Tri Wulan IV Tahun 2009 hingga Tri Wulan I Tahun 2011 pada cerobong seperti yang terdapat pada Gambar 2.11 - Gambar 2.14 cenderung menurun dan konstan.

Hal ini menunjukkan bahwa emisi gas buang dari pengoperasian mesin pembangkit di PLTD Lueng Bata tidak memberikan dampak negatif terhadap kualitas lingkungan di sekitarnya. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa vegetasi darat (flora) yang tumbuh pada lingkungan PLTD dan sekitarnya tidak memperlihatkan adanya gejala-gejala kematian atau kelainan pertumbuhan akibat pencemaran udara. Walaupun demikian, manajemen PLN Sektor Pembangkitan Lueng Bata tetap harus mempertahankan dan meningkatkan pengelolaan lingkungannya, dengan cara:

(1) Merawat kualitas pemeliharaan mesin secara reguler untuk mereduksi kebocoran minyak/pelumas di dalam proses pembakaran dan meningkatkan efisiensi pembakaran bahan bakar solar (hal ini dapat terjadi terkendala dengan jenis dan umur mesin yang sudah tua), dan

(2) Meningkatkan perawatan dan peremajaan pohon (sejenis cemara, jati, mahoni, dan lainnya) di sekitar bantaran Krueng Aceh, baik pada sisi PLTD maupun sisi Desa Pango Raya.

B.1.3 Kebisingan

B.1.3.1 Kebisingan di ruang PLTD Lueng Bata

Intensitas kebisingan di ruang mesin PLTD Lueng Bata diperlihatkan pada Tabel 2.7. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa intensitas kebisingan pada jarak 5 – 15 m dari sumber (mesin pembangkit) nilainya tinggi dan berisiko terhadap kesehatan pekerja. Dampak atas tingginya kebisingan ini yang lebih merasakannya adalah para pekerja dan karyawan PLTD. Oleh karena itu, pekerja yang berinteraksi dengan ruangan mesin ini harus mematuhi SOP dan dilengkapi dengan earplug sehingga dapat mencegah terjadinya kerusakan gendang telinga. Ruang operator kedap suara yang telah dirancang, harus benar-benar digunakan oleh operator pada saat melakukan aktivitasnya. Hal ini juga merupakan prioritas utama dalam pengawasan pihak manajemen PLTD Lueng Bata terhadap pekerja dan karyawan PLTD.

(25)

Hal - 25 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Tabel 2.7 Evaluasi intensitas kebisingan (dBA) pada mesin PLTD

No. PengukuranWaktu

Jarak dari Sumber (m) Kebisingan (dBA) Lokasi Baku Mutu KepMenaker No. 51 tahun 1999 Acuan Metode 1. Siang Hari 5 meter (050 59’ 44,2” LU – 950 12’ 9,6” BT)

86,78

Dalam Ruang Mesin 85 dB (A) Sound Level Meter

2. 15 meter (050 59’ 40,8” LU – 950 12’ 70,9” BT)

71,96

Luar Ruang Mesin 85 dB (A) Sound Level Meter

3. Malam Hari 5 meter (050 59’ 44,2” LU – 950 12’ 9,6” BT)

86,64

Dalam Ruang Mesin 85 dB (A) Sound Level Meter

4. 15 meter (050 59’ 40,8” LU – 950 12’ 70,9” BT)

74,55

Luar Ruang Mesin 85 dB (A) Sound Level Meter Sumber: Hasil Analisa Maret 2011 PT. Surveyor Indonesia Banda Aceh

Pada saat pemantauan dilakukan, setiap orang yang akan memasuki kawasan mesin pembangkit wajib memakai peralatan keselamatan dan kesehatan kerja. Setiap karyawan memakai earplug dan menempati ruang kedap suara dalam melakukan aktivitasnya. Sumber kebisingan utama di PLTD Sektor Pembangkitan Lueng Bata adalah dari mesin pembangkit listrik, diikuti oleh sistem air pendingin (cooler), radiator, dan

blower turbo charger.

B.1.3.1 Kebisingan di Pemukiman Penduduk

Hasil pengukuran tingkat kebisingan di daerah pemukiman pada jarak 1000 m dari PLTD, tingkat kebisingan tertinggi adalah sebesar 67.77 dB(A) di Desa Lueng Bata, sedangkan tingkat kebisingan terendah adalah pada 51,78 dB(A) di Desa Pango Dayah. Pada jarak 1000 m dari PLTD yaitu untuk 3 (empat) desa yang dipantau, tingkat kebisingan yang terjadi masih berada di bawah baku mutu (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-48/ MENLH/II/1996) untuk kawasan pemukiman, kecuali Desa Lueng Bata yaitu 67,77 dB(A). Apabila dibandingkan dengan hasil pemantauan sebelumnya (Triwulan II 2010) trend-nya cenderung menurun, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.15.

(26)

Hal - 26 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Gambar 2.15 Grafik Evaluasi kecendrungan kebisingan (dBA) dalam jarak 1000 m Pada waktu survey persepsi masyarakat benar bahwa masyarakat sudah terbiasa dengan kebisingan dari operasi PLTD ini, tetapi sudah mulai berkurang. Hal ini juga dipengaruhi oleh arah angin, mengingat angin sebagai faktor yang mempengaruhi distribusi suara.

Sedangkan pada jarak 500 m dari lokasi PLTD tingkat kebisingan yang terjadi di semua lokasi pengukuran masih melebihi baku mutu untuk daerah pemukiman 55 dB(A).

(27)

Hal - 27 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Trend kecenderungan kebisingan pada jarak 500 m dari PLTD ke daerah pemukiman penduduk cenderung naik kecuali untuk daerah Desa Pango Raya dan Desa Pango Dayah. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor angin pada waktu pengukuran.

Keadaan ini perlu diperhatikan oleh pihak PLTD dengan terus memperbaiki sistem peredaman mesin PLTD dengan baik. Dengan metode Sabuk Hijau (Green Belt). Jenis pohon yang lebat perlu ditanam meredam suara mesin pembangkit listrik PLTD Sektor Pembangkitan Lueng Bata. Pohon-pohon yang ditanami selama ini perlu dirawat terutama pohon-pohon yang rimbun daunnya untuk meredam kebisingan.

B.1.4 Hidrologi dan Kualitas Air B.1.4.1 Hidrologi

Lebar alur Krueng Aceh berkisar 20 – 30 m dengan kedalaman kurang lebih 10 m. Berdasarkan hasil studi data hidrogeologi, daerah studi termasuk pada zona akifer cukup produktif. Hasil pengamatan di lokasi, penduduk umumnya mengambil air untuk keperluan sehari-hari dengan membuat sumur dangkal. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, masyarakat umumnya menggunakan air tanah dangkal (air sumur) sebagai sumber air untuk kebutuhan sehari-hari, baik untuk air minum maupun untuk mandi, cuci, dan kakus (MCK). Sekitar 2 km ke arah Selatan dari PLTD Lueng Bata dijumpai tempat pengolahan air minum PDAM Tirta Daroy yang mengolah air minum dari air Krueng Aceh dan di sekitar bantaran sungai terdapat usaha penambangan galian C (pasir) dan usaha produksi pupuk magnesium.

B.1.4.2 Kualitas Badan Penerima Air

Pengukuran kualitas air yang merupakan indikator pengelolaan dampak terhadap hasil pengelolaan lingkungan di PLTD Lueng Bata telah dilaksanakan dan hasil pengamatan parameter yang dikelola diperlihatkan pada Tabel 2.8. Untuk menentukan kesesuaian parameter yang dikelola dilakukan dengan mengacu kepada baku mutu kualitas air Kelas II PP Nomor 82 Tahun 2001. Parameter yang dikelola berkaitan kualitas air adalah BOD5, COD, DO, minyak & lemak, Mn, Fe, Chlorida, Pb, amonia, ammoniak, pH, TSS, ColiformTDS, Suhu, Fecal Coliform dan Total . Hasil pengujian parameter air limbah PLTD menunjukkan bahwa seluruh parameter kualitas air limbah yang masuk ke badan air Sungai Krueng Aceh berada di bawah baku mutu yang ditentukan. Hasil ini menunjukkan

(28)

Hal - 28 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

bahwa kualitas keluaran limbah cair dari OUTLET IPAL PLTD Lueng Bata telah mereduksi kandungan minyak/lemak dan parameter lainnya. Dengan kata lain, pihak manajemen PLTD Lueng Bata telah berhasil melakukan pengelolaan lingkungan dengan baik, terbukti dari hasil pengujian sampel analisa air limbah cair dari OUTLET PLTD yang masuk ke badan air Sungai Krueng Aceh. Kualitas limbah cair yang dihasilkan tidak berpengaruh terhadap lingkungan karena masih berada dibawah baku mutu. Hasil ini dapat dijelaskan dengan melihat evaluasi kualitas Limbah Cair PLTD pada badan air pada Tabel 2.8 sampai Tabel 2.10.

Tabel 2.8 Hasil Analisa Kualitas Air Limbah di Hulu Sungai Krueng Aceh

No. Parameter

Hasil Analisa

Satuan Acuan Metode

Hulu Sungai Krueng Aceh (050 41’ 28,6” LU – 950 76,6’ 35,6” BT) Baku Mutu PP No. 82/2001 Kelas II 1. pH 7,76 6 – 9 Potensiometri

2. Suhu 26,3 Dev 3 0C Potensiometri

3. TSS 15 50 mg/L Photometric 4. TDS 104,5 1000 mg/L Konduktimetri 5. Cl2 0,01 (-) mg/L DPD Method 6. BOD5 0,1 50 mg/L JIS K-0102-21 7. TOC 1,1 100 mg/L Colorimetric Determination 8. DO 6,03 4 (min) mg/L JIS K-0102-24 9. NH3-N 0,5 (-) mg/L Salicylate Method

10. Minyak & Lemak < 0,1 1 mg/L JIS K-0102-24.2

11. Fe 0,072 (-) mg/L Atomisasi

12. Pb < 0,012 0,03 mg/L Atomisasi

13. Mn 0,038 (-) mg/L Atomisasi

14. Total Coliform 7 0,03 Jml/100 ml MPN Sumber: Hasil Analisa April 2011 PT. Surveyor Indonesia Banda Aceh

Tabel 2.9 Hasil Analisa Kualitas Air Limbah di Hilir Sungai Krueng Aceh

No. Parameter

Hasil Analisa

Satuan Acuan Metode

Hilir Sungai Krueng Aceh (050 15’ 28,6” LU – 950 20’ 07,8” BT) Baku Mutu PP No. 82/2001 Kelas II 1. pH 7,77 6 – 9 Potensiometri

(29)

Hal - 29 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

No. Parameter

Hasil Analisa

Satuan Acuan Metode

Hilir Sungai Krueng Aceh (050 15’ 28,6” LU – 950 20’ 07,8” BT) Baku Mutu PP No. 82/2001 Kelas II 3. TSS 46 50 mg/L Photometric 4. TDS 105 1000 mg/L Konduktimetri 5. Cl2 0,02 (-) mg/L DPD Method 6. BOD5 0,2 50 mg/L JIS K-0102-21

7. TOC 2,4 100 mg/L Determination Colorimetric

8. DO 6,06 4 (min) mg/L JIS K-0102-24

9. NH3-N 0,67 (-) mg/L Salicylate Method

10. Minyak & Lemak < 0,1 1 mg/L JIS K-0102-24.2

11. Fe 0,64 (-) mg/L Atomisasi

12. Pb < 0,012 0,03 mg/L Atomisasi

13. Mn 0,0832 (-) mg/L Atomisasi

14. Total Coliform 11 5000 Jml/100 ml MPN Sumber: Hasil Analisa April 2011 PT. Surveyor Indonesia Banda Aceh

Tabel 2.10 Hasil Analisa Kualitas Air Limbah pada titik pertemuan air limbah dari OUTLET PLTD dengan Sungai Krueng Aceh

No. Parameter

Hasil Analisa

Satuan Acuan Metode

Titik Pertemuan Sungai dan OUTLET PLTD (050 49’ 50,8” LU – 950 11’ 40,3” BT) Baku Mutu PP No. 82/2001 Kelas II 1. pH

7,85

6 – 9 Potensiometri

2. Suhu

26,3

Dev 3 0C Potensiometri

3. TSS

57

50 mg/L Photometric

4. TDS

113

1000 mg/L Konduktimetri

5. Cl2

0,04

(-) mg/L DPD Method

6. BOD5

0,94

50 mg/L JIS K-0102-21

7. TOC

2,1

100 mg/L Determination Colorimetric

8. DO

6,12

4 (min) mg/L JIS K-0102-24

9. NH3-N

0,71

(-) mg/L Salicylate Method

10. Minyak & Lemak

< 0,1

1 mg/L JIS K-0102-24.2

(30)

Hal - 30 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

No. Parameter

Hasil Analisa

Satuan Acuan Metode

Titik Pertemuan Sungai dan OUTLET PLTD (050 49’ 50,8” LU – 950 11’ 40,3” BT) Baku Mutu PP No. 82/2001 Kelas II 12. Pb

< 0,012

0,03 mg/L Atomisasi 13. Mn

0,0624

(-) mg/L Atomisasi 14. Total Coliform

7,00

5000 Jml/100 ml MPN Sumber: Hasil Analisa April 2011 PT. Surveyor Indonesia Banda Aceh

Selanjutnya apabila kita mengikuti trend kecenderungan pergerakan untuk parameter pH badan air sungai seperti pada Gambar 2.17, pH-nya cenderung konstan dari Tri Wulan II 2010 sampai Tri Wulan I 2011.

(31)

Hal - 31 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Gambar 2.18 Grafik Evaluasi kecendrungan BOD Badan Air

Kemudian untuk parameter BOD dari Grafik pada Gambar 2.18 trend grafiknya cenderung menurun di Tri Wulan I 2011 dari pengukuran sebelumnya (Tri Wulan IV 2010). BOD pengukuran TW IV masih jauh dibawah baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 50 mg/L.

Gambar 2.19 Grafik Evaluasi kecendrungan COD Badan Air

Kemudian untuk parameter COD dari Grafik pada Gambar 2.19 trend grafiknya turun pada pengukuran di Tri Wulan I 2011 dari pengukuran Tri Wulan IV 2010. COD pengukuran TW III masih jauh dibawah baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 100 mg/L.

(32)

Hal - 32 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Gambar 2.20 Grafik Evaluasi kecendrungan TDS Badan Air

Selanjutnya untuk parameter TDS dari grafik pada Gambar 2.20 trend grafiknya cenderung menurun di pengukuran Tri Wulan I 2011. TDS pengukuran TW I 2011 masih jauh dibawah baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 100 mg/L. Khusus untuk Trend III, yang mewakili daerah hulu; pergerakan trend TDS cenderung konstan. Karena tidak dipengaruhi oleh buangan limbah dari PLTD.

Gambar 2.21 Grafik Evaluasi kecendrungan TSS Badan Air

Selanjutnya untuk parameter TSS dari Grafik pada Gambar 2.21 pada TW I 2011 khusus untuk pengambilan di titik pertemuan Outlet dengan air sungai (titik I) dan di titik II (hilir sungai), trend grafiknya naik dibandingkan dengan pengukuran sebelumnya dan

(33)

Hal - 33 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

untuk titik I, nilainya di atas baku mutu. Sedangkan di titik 3 (hulu sungai) hasil pengukuran TSS masih jauh dibawah baku mutu.

Gambar 2.22 Grafik Evaluasi kecendrungan DO Badan Air

Selanjutnya untuk parameter DO dari Grafik pada Gambar 2.22 trend grafiknya cenderung sama baik di hulu, di hilir dan pada pertemuan Outlet dengan Badan Air. Trend DO di pengukuran TW I 2011 semuanya naik. Hasil pengukuran DO 2 periode terakhir masih dibawah baku mutu.

Selanjutnya untuk parameter suhu air dari Grafik pada Gambar 2.23 trend grafik suhu cenderung turun secara konstan pada pengukuran TW I 2011. Deviasi suhu secara keseluruhan <3, jadi masih dibawah baku mutu.

(34)

Hal - 34 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Gambar 2.23 Grafik Evaluasi kecendrungan Suhu Badan Air

Selanjutnya untuk parameter Amonia (NH3) dari Grafik pada Gambar 2.24 trend grafik Amonia di hulu, di hilir dan pertemuan outlet dengan badan air naik pada pengukuran TW I 2011.

Gambar 2.24 Grafik Evaluasi kecendrungan NH3 Badan Air

Selanjutnya untuk parameter Cl2 dari Grafik pada Gambar 2.25 trend grafik Cl2 di hulu, di hilir dan pertemuan outlet dengan badan air konstan dan jauh dibawah baku mutu.

(35)

Hal - 35 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Gambar 2.25 Grafik Evaluasi kecendrungan Cl2 Badan Air

Selanjutnya untuk parameter Minyak dan Lemak dari Grafik pada Gambar 2.26 trend grafiknya baik di hulu, di hilir dan pertemuan outlet dengan badan air pada pengukuran TW I 2011 menurun tajam dan di bawah baku mutu.

Gambar 2.26 Grafik Evaluasi kecenderungan Minyak & Lemak pada Badan Air Keterangan:

I. Pertemuan Outlet dengan Badan Air Penerima II. Hilir Sungai

(36)

Hal - 36 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Jadi dapat disimpulkan dari semua parameter limbah cair yang dianalisa menunjukkan bahwa penangan limbah cair PLTD yang dibuang ke badan air sudah semakin baik dari sebelumnya.

B.1.4.3 Kualitas Limbah Cair Keluaran IPAL (OUTLET)

Hasil pengujian parameter kualitas limbah cair keluaran IPAL (Outlet) ditabulasikan pada Tabel 2.11 dan menunjukkan bahwa secara umum kualitas air limbah yang dihasilkan oleh IPAL PLTD Lueng Bata telah memenuhi kriteria dan berada di bawah baku mutu yang berlaku, baik berdasarkan KepmenLH No. Kep-51/MENLH/10/1995 Gol II (Lampiran C), Peraturan Pemerintah No. 82/2001 dengan Kelas air: Kelas II, maupun Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 08 Tahun 2009.

Sehingga apabila dibuang ke badan air (dalam hal ini Sungai Krueng Aceh) sudah aman, karena masih dibawah baku mutu yang berlaku.

Tabel 2.11 Hasil Analisa Kualitas Air Limbah di OUTLET PLTD

No. Parameter

Hasil Analisa

Satuan Acuan Metode

OUTLET PLTD (050 53’ 81,8” LU – 950 34’ 4,3” BT) Baku Mutu 1 2 1. pH 8,04 6 - 9 6 - 9 Potensiometri 2. Suhu 26,4 38 0C Potensiometri 3. TSS 82 200 100 mg/L Photometric 4. TDS 291 2000 mg/L Konduktimetri 5. Cl2 0,13 1 0,5 mg/L DPD Method 6. BOD5 23,58 50 mg/L JIS K-0102-21

7. TOC 9,2 100 300 mg/L Determination Colorimetric

8. DO 5,38 - mg/L JIS K-0102-24

9. NH3-N 1,53 1 mg/L Salicylate Method

10. Minyak & Lemak 8,9 10 10 mg/L JIS K-0102-24.2

11. Fe 0,38 5 3 mg/L Atomisasi

12. Pb < 0,012 0,1 mg/L Atomisasi

13. Mn 0,026 2 mg/L Atomisasi

(37)

Hal - 37 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Tabel 2.12 Perkembangan Kualitas air keluaran IPAL PLTD (OUTLET IPAL PLTD)

No Parameter Unit Hasil Uji Triwulan I Maret 2010 Hasil Uji Triwulan II Mei 2010 Hasil Uji Triwulan III Agustus 2010 Hasil Uji Triwula n IV Des. 2010 Hasil Uji Triwula n I Maret 2011 Baku Mutu 1 2 1 Keasaman (pH) - 7,29 8,87 8,76 8,04 6 – 9 6 – 9 2 BOD5 mg/L 13 24 22 23,58 50 3 TOC mg/L 9,2 100 300

4 Total Dissolve Solid

(TDS) mg/L 613,3 205 189 291 2000

5 Total Suspended Solid (TSS) mg/L 56,6 5,6 5,4 82 200 100

6 DO mg/L 4,14 3,2 3,1 5,38 - 7 Mangan (Mn) mg/L 0,0079 < 0,001 < 0,001 0,026 2 8 Besi (Fe) mg/L 0,05768 < 0,01 < 0,01 0,38 5 3 9 Chlor (Cl2) mg/L 0,11 0,01 0,01 0,13 1 0,5 10 Timbal (Pb) mg/L 0,0016 < 0,01 < 0,01 < 0,012 0,1 11 Ammoniak (NH3-N) mg/L 0,58 0,1 0,1 1,53 1

12 Minyak dan Lemak mg/L 5,6 1,1 0,7 8,9 10 10

13 Suhu oC 31 33,8 32,3 26,4 38

Sumber: Hasil Analisa Maret 2011 PT. Surveyor Indonesia Banda Aceh Baku Mutu:

(1) KepmenLH No.: Kep-51/MENLH/10/1995 Gol II (Lampiran C) (2) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 08 Tahun 2009

Gambar 2.27 Grafik Evaluasi kecenderungan Suhu Limbah Cair di Outlet IPAL

Dari analisa kecenderungan grafik (trend), untuk parameter TDS trend grafik menunjukkan bahwa pada pengukuran TW I 2011 trend-nya naik. Kadar TSS-nya masih jauh dibawah baku mutu yang berlaku.

(38)

Hal - 38 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Gambar 2.28 Grafik Evaluasi kecenderungan TDS Limbah Cair di Outlet IPAL

Begitu juga trend grafik TSS seperti yang terdapat pada Gambar 2.29 kecenderungan grafik (trend) untuk parameter TSS menunjukkan bahwa pada pengukuran TW I 2011 trend-nya naik tajam.

Gambar 2.29 Grafik Evaluasi kecenderungan TSS Limbah Cair di Outlet IPAL

Selanjutnya untuk grafik kecenderungan pH, trend-nya cenderung naik perlahan mulai pada TW I 2011. pH limbah cair masih di batasan baku mutu yang berlaku.

(39)

Hal - 39 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Gambar 2.30 Grafik Evaluasi kecenderungan pH Limbah Cair di Outlet IPAL

Untuk grafik kecenderungan NH3, trend-nya terus mengalami kenaikan di TW I 2011 seperti yang terdapat pada Gambar 2.31. Kadar ammonia pada limbah cair jauh di atas baku mutu yang berlaku.

Gambar 2.31 Grafik Evaluasi kecenderungan NH3 Limbah Cair di Outlet IPAL

Untuk grafik kecenderungan Cl2, trend-nya konstan di TW I 2011. Kadar Cl2 masih jauh dibawah baku mutu yang berlaku.

(40)

Hal - 40 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Gambar 2.32 Grafik Evaluasi kecenderungan Cl2 Limbah Cair di Outlet IPAL Untuk grafik kecenderungan DO, trend-nya naik di angka 5,4 pada TW I 2011.

Gambar 2.33 Grafik Evaluasi kecenderungan DO Limbah Cair di Outlet IPAL

Untuk grafik kecenderungan BOD, trendnya konstan di TW I 2011. Secara keseluruhan hasil pengkuran BOD masih jauh dibawah baku mutu.

(41)

Hal - 41 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Gambar 2.34 Grafik Evaluasi kecenderungan BOD Limbah Cair di Outlet IPAL

Untuk grafik kecenderungan COD, trend-nya terus menurun perlahan di TW I 2011. Secara keseluruhan hasil pengkuran COD masih jauh dibawah baku mutu.

(42)

Hal - 42 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Gambar 2.36 Grafik Evaluasi kecenderungan Minyak & Lemak pada Limbah Cair di Outlet IPAL

Untuk grafik kecenderungan Minyak dan Lemak, trend-nya naik di TW I 2011. Hasil pengkuran Minyak dan Lemak masih jauh dibawah baku mutu.

Untuk grafik kecenderungan Pb, trend-nya konstan di TW I 2011. Hasil pengkuran Pb masih jauh dibawah baku mutu.

(43)

Hal - 43 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Untuk grafik kecenderungan Mn, trend-nya naik di TW I 2011. Hasil pengkuran Pb masih jauh dibawah baku mutu.

Untuk grafik kecenderungan Mn, trend-nya naik di TW I 2011. Hasil pengkuran Fe masih jauh di atas baku mutu.

(44)

Hal - 44 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi B.1.4.4 Limbah Padat

Limbah padat domestik yang berupa sampah kertas, plastik, kaleng, dan lainnya dikelola dengan mengumpulkannya pada tempat penampungan yang diletakkan di setiap sudut PLTD. Pengumpulan limbah padat ini dibagi atas 3 jenis limbah padat, yaitu organik, an-organik, dan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3). Masing-masing tempat pengumpul dibedakan warnanya agar lebih mudah dalam pengumpulannya, seperti organik (hijau), an-organik (kuning), dan Limbah B3 (merah). Pengelolaannya telah sesuai dengan pengeloaan yang diatur dalam PP Nomor 18 tahun 2008 dan Keputusan Direksi PT PLN (Persero) No. 036.K/DIR/2009. Limbah padat ini selanjutnya dikelola dengan mengangkutnya secara terjadwal ke TPA Gampong Jawa

B.1.4.5 Limbah B3

Limbah padat B3 yang dihasilkan berupa baterai dan transformator bekas. Bahan ini merupakan bahan buangan yang telah digunakan untuk start up awal mesin genset. Pengelolaan limbah padat B3 ini telah sesuai dengan Keputusan Direksi PT PLN (Persero) No. 036.K/DIR/2009 yang dilakukan dengan mengumpulkannya di tempat pengumpulan sementara yang selanjutnya diolah dan dikelola oleh pihak ketiga untuk didaur ulang. Sementara itu, limbah cair B3 yang dihasilkan berupa minyak pelumas bekas yang dipakai untuk mesin pembangkit dan minyak yang berasal dari hasil pengolahan IPAL PLTD. Pengelolaan limbah cair B3 ini dilakukan dengan mengumpulkannya di tempat pengumpulan sementara dengan mengacu kepada Kep. Kepala Bapedal No. 1/Bapedal/09/1995 dan No. 2/Bapedal/09/1995, serta Keputusan Direksi PT PLN (Persero) No. 036.K/DIR/2009, yang selanjutnya diserahkan untuk diolah dan dikelola oleh badan pengumpul yang memenuhi persyaratan pengumpul. Badan pengumpul yang ditunjuk oleh PLTD Sektor Pembangkitan Lueng Bata adalah CV. Arum, Medan. Dokumen pelaksanaan pengelolaan limbah B3 ini dilampirkan pada Lampiran 10.

B.2 Biologi

Salah satu bidang yang terkena dampak penting (dampak positif dan negatif) dari pengoperasian PLTD Lueng Bata adalah bidang biologi. Flora, fauna, dan biota perairan merupakan komponen biologi yang akan menerima dampak yang ditimbulkan karena pengoperasian PLTD tersebut. Untuk meningkatkan dampak positif dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan hidup maka dilakukan kegiatan RKL dan RPL.

(45)

Hal - 45 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi B.2.1 Flora

Hasil pemantauan flora pada semua kelompok baik herba, semak dan pohon yang dilakukan pada saat ini di kawasan PLTD Lueng Bata memperlihatkan tidak adanya perbedaan indeks keanekaragaman yang menyolok dari pemantauan sebelumnya yang dilakukan pada bulan-bulan sebelumnya. Namun apabila ditinjau dari segi komposisi spesies mengalami perubahan meningkat untuk kelompok herba dan semak, serta dari kelompok pepohonan cenderung stabil. Indeks keanekaragaman pada kelompok herba terjadi peningkatan dari 3.397 menjadi 4,53. Demikian juga halnya pada kelompok semak, indeks keanekaragaman meningkat dari 2.535 menjadi 2.6. Nilai indeks keanekaragaman herba dan semak digolongkan kepada kategori sedang menuju tinggi. Kondisi ini mencerminkan keadaan vegetasi herba dan semak berada dalam kondisi cukup baik dan perlu dipertahankan untuk masa mendatang.

B.2.1.1 Herba

Berdasarkan kepada Indeks Nilai Penting (INP) maka jenis herba yang paling dominan adalah dari jenis rumput gajah (Penisetum purpureum) dan tebu (Saccharum officinarum) seperti diilustrasikan masing-masing pada Gambar 2.12 dan 2.13. Kedua jenis dari famili Poaceae ini merupakan kelompok herba yang dibudidayakan oleh masyarakat sekitar pada kedua sisi bantaran Krueng Aceh yang bersisian dengan PLTD Lueng Bata. Pembudidayaan rumput gajah adalah untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak para penduduk setempat. Namun tebu ditanam untuk penambahan pendapatan masyarakat sekitar dengan cara dijual sebagai sumber bahan baku pembuatan air tebu, dan gula tebu. Jenis dari kelompok herba non budidaya yang dominan adalah Desmodium adscendens

dan Desmodium triflorum dari famili Fabaceae. Jenis ini sangat berguna untuk meningkatkan kesuburan tanah dengan cara menambat Nitrogen bebas melalui akar yang bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium.

(46)

Hal - 46 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi B.2.1.2 Semak

Kelompok semak berdasarkan nilai INP yang diperoleh dari masing-masing jenis maka diketahui jenis yang paling dominan adalah tanaman pisang (Musa paradisiaca) dari famili Musaceae (Gambar 2.14) dan ubi kayu (Manihot utilissima) dari family Euphorbiaceae. Sama halnya dengan kelompok herba, pada kelompok semak ini jenis-jenis yang dominan adalah jenis dari tumbuhan budidaya. Jenis dari kelompok semak non budidaya yang memiliki nilai INP paling besar adalah tanaman seri (Montingia calabura)

dari famili Elaeocarpaceaeyang tumbuh secara liar pada bantaran sungai (Gambar 2.16). Gambar 2.37 Rumput gajah (Penisetum

purpureum) herba dominan pada bantaran Krueng Aceh dekat PLTD

Gambar 2.38 Semak Belukar herba dominan pada bantaran Krueng Aceh dekat PLTD

Gambar 2.39 Pisang (Musa paradisiaca) semak budidaya yang dominan di belakang PLTD (sisi Sungai Krueng Aceh)

(47)

Hal - 47 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi Gambar 2.40 Pohon Sukun (Arthocarpus comunis) tepat di belakang cerobong PLTD

Gambar 2.41 Pohon Mahoni tepat di belakang cerobong PLTD

B.2.1.3 Pohon

Kelompok tumbuhan yang ada di sekitar PLTD masih jenis tumbuh-tumbuhan sebelumnya dari tahun-tahun sebelumnya. Jenis yang dominan dari kelompok ini adalah mangga (Mangifera indica), Kelapa (Cocos nucifera), sukun (Arthocarpus comunis), pinang

(Areca catechu) dan nangka (Arthocarpus integra).

Kelompok pohon lainnya adalah pohon budidaya yang ditanam secara khusus oleh pihak PLTD untuk mengurangi dan menghalangi pencemaran asap dalam jangkauan yang lebih luas. Kelompok ini terdiri dari Cemara laut (Casuarina equisetifolia), Mahoni

(Swietenia macrophila dan S. mahagoni) dan Jati (Tectona grandis). Pepohonan ini ditanam disepanjang pinggir jalan yang bersisian dengan cerobong asap dari PLTD Sektor Pembangkitan Lueng Bata (Gambar 2.19 – 2.21). Cemara laut sebagai pohon yang sangat dominan dipilih dengan pertimbangan memiliki daun berbentuk jarum dengan struktur yang sangat rapat sehingga sangat direkomendasikan sebagai pohon penghalang pencemaran disekitar pabrik yang menghasilkan gas buangan dalam bentuk asap dan debu. Selain itu jenis ini juga bisa mengurangi perambatan suara yang dihasilkan oleh deru mesin seperti mesin PLTD. Penanaman pepohonan ini akan mengurangi dampak negatif yang dihasilkan dari aktifitas PLTD tersebut.

(48)

Hal - 48 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

Semua jenis tumbuhan kelompok herba, tumbuhan kelompok semak, dan tumbuhan kelompok pohon tidak ada satu jenis pun yang merupakan jenis tumbuhan yang dilindungi oleh undang-undang di Negara Republik Indonesia maupun oleh hukum Internasional lainnya.

Di sisi yang lain, rendahnya kehadiran jenis-jenis tertentu pada kelompok semak dan pohon disebabkan oleh rendahnya nilai ekonomis atau nilai ekologis yang dihasilkan oleh jenis tersebut. Dengan demikian manusia tidak tertarik untuk mengembangkan

Gambar 2.42 Pohon Cemara Laut yang di belakang cerobong asap PLTD

Gambar 2.43 Pohon Jati yang di belakang cerobong asap PLTD di sisi jalan dan di pinggir Sungai Krueng Aceh

(49)

Hal - 49 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

tanaman tersebut sebagai tanaman budidaya baik di tempat yang berdekatan dengan PLTD Lueng Bata maupun di tempat lain yang jauh dari PLTD ini.

B.2.2 Fauna B.2.2.1 Mamalia

Pemantauan terhadap fauna atau hewan pada lokasi sekitar PLTD Lueng Bata dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kategori, yaitu mamalia, aves, dan reptil. Kelompok mamalia yang diamati adalah kelompok hewan budidaya dan kelompok hewan liar. Dari hasil pemantaun diketahui bahwa ada 9 (sembilan) jenis mamalia dari kedua kelompok tersebut hadir di lokasi pemantaun. Dari semua jenis ini ada 4 (empat) jenis yang merupakan hewan peliharaan (budidaya) seperti sapi (Bos taurus), anjing (Canis canis), Kambing (Capra sp) dan Kucing (Felis domesticus). Jenis hewan yang ditemukan pada pemantauan terdahulu juga dijumpai pada pemantau yang sekarang.

Pencatatan kehadiran jenis dari mamalia ini didasarkan kepada hasil pengamatan observer pada saat pemantauan di lapangan dan hasil wawancara dengan masyarakat sekitar. Hal ini dilakukan karena sifat hewan yang bergerak bebas (mobile) dan sifatnya yang sangat sensitif terhadap kehadiran manusia. Selain itu pemantauan dilakukan pada siang hari sehinggga hewan-hewan yang mempunyai waktu aktif pada malam hari

(nokturnal) akan luput dari pantauan observer.

Pemantauan terhadap mamalia ini hanya mampu mendapatkan hasil yang rendah. Diduga mamalia liar yang terdapat pada lokasi PLTD ini lebih banyak dari hasil yang ditemukan sekarang. Terbatasnya waktu pemantauan yang ada merupakan salah satu sebab dari rendahnya jumlah spesies mamalia yang terpantau dari lokasi pengamatan. Tingkat sensitivitas hewan mamalia yang tinggi juga menjadi sebab lainnya dari rendahnya angka perjumpaan satwa tersebut dengan observer.

B.2.2.2 Aves

Berdasarkan hasil pemantauan terhadap kelas Aves (unggas/burung) yang dilakukan di lokasi sekitar PLTD Lueng Bata dijumpai sebanyak 19 (sembilan belas) jenis unggas/burung. Dari semua jenis unggas/burung ini termasuk ke dalam 13 (tiga belas) famili. Secara umum unggas/burung ini dapat digolongkan ke dalam kelompok hewan

(50)

Hal - 50 Bab II Pelaksanaan dan Evaluasi

peliharaan dan hewan liar. Kelompok hewan unggas/ burung peliharaan umumnya Ayam (Gallus gallus), Itik (Anas sp) dan Merpati (Columba livia). Disisi yang lain, kelompok unggas/burung yang termasuk ke dalam unggas liar adalah burung yang hidup secara bebas di alam. Dari kelompol liar ini beberapa diantaranya termasuk ke dalam daftar hewan yang dilindungi yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti jenis yang kurang tersedianya informasi, endemik, sebaran terbatas, dan terancam punah. Penentuan unggas/burung dilindungi dari laporan ini mengacu kepada Buku Burung-Burung di Sumatra, Jawa, Bali, dan Kalimantan yang ditulis oleh John MacKinno, dkk yang diterbitkan oleh Puslitbang Biologi LIPI, Indonesia.

Ada 8 (delapan) jenis unggas/burung yang dilindungi yang berhasil didata dari lokasi pengamatan di sekitar PLTD Lueng Bata. Untuk unggas/burung yang dilindungi ini harus diberikan perhatian yang khusus oleh pihak pelaksana kegiatan (PLTD Lueng Bata) terhadap kelestarian dari hewan ini. Penyediaan habitat yang sesuai untuk masing-masing unggas/burung dilindungi ini akan menjamin kelestariannya. Namun perusakan habitat dan penangkapan unggas/burung ini akan mengganggu populasi dari unggas/burung tersebut. Hal ini akan mengakibatkat penurunan populasi mereka di habitat alami.

Apabila dibandingkan hasil pemantauan terdahulu pada lokasi yang sama maka diperoleh hasil yang sama dari sebelumnya. Jumlah spesies yang ditemui tidak mengalami peningkatan dari 19 jenis. Namun tidak semua jenis yang ditemui sebelumnya juga ditemui pada pemantauan sekarang. Ada beberapa jenis yang tidak terpantau lagi seperti burung raja udang (Halcyon chloris) dan burung walet sarang putih (Collocalia fuchipaga).

Namun ada juga beberapa jenis baru yang berhasil dijumpai pada pemantauan kali ini seperti raja udang (Alcedo atthis) dan belibis kembang (Dendrocygna arquata). Meskipun jumlah spesies yang ditemui lebih banyak dari sebelumnya namun Indeks keanekaragaman mengalami penurunan. Indeks keanekaragaman pemantauan terdahulu adalah 2.525 sedangkan pemantauan sekarang adalah 2.228. Hal ini terjadi karena jumlah individu yang berhasil dijumpai lebih sedikit dari sebelumnya. Mengacu kepada indeks keanekaragaman yang diperoleh (2.228) maka lokasi ini memiliki kekayaan unggas/burung dalam katagori sedang sehingga pemeliharaan kelompok flora/tumbuhan akan mampu mempertahankan jumlah populasi burung/unggas di wilayah ini.

Gambar

Gambar 2.1 Cerobong gas buang PLTD Lueng Bata
Gambar 2.3 Outlet IPAL menuju Sungai Krueng Aceh
Gambar 2.5 Tempat pengumpulan sementara limbah padat domestik dan limbah cair B3
Tabel 2.4 Metode analisis kualitas air pada kegiatan pemantauan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata gain ternormalisasi motivasi belajar matematika mahasiswa berada pada kategori sedang dan terdapat peningkatan motivasi belajar

Geseran yang terjadi selama proses Cetak Tekan inilah yang akan mengubah orientasi butir material sebagai akibat pergerakan atom-atom pada saat melalui daerah geser sehingga

OCBC Bank Singapore adalah salah satu Bank tertua di Singapura yang didirikan tahun 1912 dan merupakan salah satu perusahaan keuangan terbesar di Asia, dengan aset grup usaha lebih

Dalam hubungan ini, Plato menunjukkan betapa jauhnya penyair dari peran politik yang ideal, yang dijalankan oleh seorang legislator, nomothete s

a) Merumuskan masalah dalam kompetisi CTF dan materi kuliah keamanan jaringan komputer. Pada langkah pertama ini mendata semua model-model soal keamaan jaringan komputer

Pengakuan anak luar kawin adalah perbuatan hukum yang diajukan ke Pengadilan Negeri terhadap anak yang lahir diluar nikah tapi sebelum mengajukan permohonan

Penerapan metode pembelajaran pemecahan masalah merupakan usaha untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan bertindak dengan tepat sebagai upaya proses belajar yang

satu bank maka masyarakat akan enggan menyimpan dana pada bank tersebut?. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap suatu lembaga keuangan