• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Kemampuan e-learning Universitas Mercu Buana dengan Menggunakan emm (e-learning Maturity Model)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Evaluasi Kemampuan e-learning Universitas Mercu Buana dengan Menggunakan emm (e-learning Maturity Model)"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

0

Tugas Individu

Mata Kuliah Manajemen Bisnis Telekomunikasi

(Dosen: DR. Iwan Krisnadi)

Evaluasi Kemampuan e-Learning Universitas Mercu Buana

dengan Menggunakan eMM (e-Learning Maturity Model)

Oleh:

Muhammad Amin Bakri

NIM: 55414120028

Magister Teknik Elektro

Universitas Mercu Buana

(2)

1 DAFTAR ISI Abstrak...2 1. Pendahuluan...8 2. Metodologi Penelitian...8 2.1. Konsep Penelitian...8 2.2. Pendekatan Evaluasi...8

2.3. Prosedur dan Alat Penelitian...8

3. Teori Penalaran...11

3.1. Konsep e-Learning...11

3.2. Teknologi e-Learning...21

3.3. Evaluasi e-Learning...26

3.4. E-learning Maturity Model...28

4. Hasil dan Pembahasan...31

5. Penutup...34

(3)

2 Abstrak

Strategi impelementasi dan pengembangan program e-learning yang berkualitas dan berkesinambungan pada sebuah perguruan tinggi, membutuhkan pemahaman tentang proses serta dampak yang diberikan oleh aktifitas e-learning yang sudah ada. Untuk memahami proses implementasi e-learning yang sudah ada, dibutuhkan metode penilaian yang dianggap mampu mengungkap dan menggambarkan proses yang berjalan. Penilaian tersebut diharapkan dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang ada, serta sisi-sisi mana yang perlu diperbaiki dalam pengembangan lebih lanjut. Hasil dari penilaian tersebut selanjutnya akan menjadi pijakan yang kuat dalam melakukan strategi pengembangan e-learning ke depan. Dengan menggunakan model evaluasi eMM (e-Learning Maturity Model), penelitian ini berupaya mengungkap tingkat kekampuan e-learning yang dimiliki oleh Universitas Mercu Buana saat ini.

Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh melalui porta www.elearning2mercubuana.ac.id, ditemukan bahwa kemampuan e-learning pada tingkat ‘Terpenuhi Sebagian’, terutama dalam proses pengembangan, evaluasi, dan organisasi. Sedangkan dari aspek dimensi kemampuan, memiliki kekuatan dalam penyampaian (delivery), perencanaan (planning), dan manajemen (management), tetapi masih harus diperkuat dalam dimensi definisi (definition) dan optimisasi (optimisation).

Kata-kata Kunci: e-learning Maturity Model, Learning Management System, Multi Access Learning, online learning.

(4)

3 Bab 1 Pendahuluan

1.1. Latar belakang

Sejak e-learning diperkenalkan hingga potensi dan kekuatannya semakin berkembang, maka penting bagi setiap perguruan tinggi memberikan prioritas kepada investasi khusus dalam hal bagaimana meyediakan layanan pembelajaran baru sesuai dengan karakteristik lingkungan masing-masing: mahasiswa, dosen, perkuliahan, biaya, serta perkembangan teknologi (Gomes dan Fonseca, 2013). Kesuksesan sebuah program implementasi e-learning di perguruan tinggi sangat bergantung kepada strategi pengembangan yang menjamin tercapainya kebutuhan pembelajaran mahasiswa serta tujuan bisnis (bisnis goal) secara institusi dari lembaga perguruan tinggi tersebut. Tanpa rencana strategi e-learning, maka keuntungan jangka pendek yang diperoleh dari sekedar penghematan waktu dan biaya, justru akan mengaburkan tujuan sebenarnya yang bersifat jangka panjang, yaitu peningkatan kualitas pengetahuan dan pembelajaran yang dihasilkan

(Rosenberg, 2001). Pada sisi lain, strategi impelementasi dan pengembangan program e-learning yang berkualitas dan berkesinambungan pada sebuah

perguruan tinggi, membutuhkan pemahaman tentang proses serta dampak yang diberikan oleh aktifitas e-learning yang sudah ada (Englebrecth, 2003).

Untuk memahami proses implementasi e-learning yang sudah ada, dibutuhkan metode penilaian yang dianggap mampu mengungkap dan menggambarkan proses yang sudah berjalan. Penilaian tersebut diharapkan dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang ada, serta sisi-sisi mana yang perlu diperbaiki dalam

pengembangan lebih lanjut. Hasil dari penilaian tersebut selanjutnya akan menjadi pijakan yang kuat dalam melakukan strategi pengembangan e-learning ke depan. e-Learning Universitas Mercubuana telah mulai diimplementasikan sejak tahun 2008, terutama untuk mengembangkan strategi pembelajaran dengan

memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Penerapan e-learning ini juga dipandang sangat tepat karena pertimbangan bahwa civitas akademika, baik dosen, mahasiswa, maupun tenaga kependidikan di Universitas Mercubuana, dipandang sudah sangat familiar dengan penggunaan teknologi komputer dalam kegiatan belajar mengajar.

(5)

4 Implementasi e-learning Universitas Mercubuana juga didorong oleh adanya

kebutuhan-kebutuhan mendesak dalam hal bagaimana mengatasi kendala sumber daya belajar seperti keterbatasan ruang kelas, jumlah mahasiswa yang besar, serta kebutuhan fleksibilitas waktu dan tempat belajar. Selain itu, pemanfaatan e-learning diharapkan dapat mendukung perubahan paradigma menuju metode pembelajaran yang berpusat pada peserta belajar (student based learning). Dengan e-learning, diharapkan pula dapat memotivasi peningkatan kualitas pembelajaran dan materi ajar, kualitas aktivitas dan kemandirian mahasiswa, serta intensitas dan kualitas komunikasi interaktif antara mahasiswa dan dosen maupun antar sesama mahasiswa.

Kebijakan implementasi e-learning Universitas Mercubuana sudah dilakukan secara institusional dan dikelola di bawah Direktorat Akademik Pusat Pengembangan Bahan Ajar (PPBA) Universitas Mercu Buana. Pendekatan e-learning yang

digunakan adalah penerapan metode campuran (blended) yang menggabungkan pertemuan tatap muka di kelas dengan online learning melalui portal e-learning berbasis Learning Management System (LMS). Pendekatan ini dikenal juga dengan istilah Multi Access Learning (MAL).

Secara eksplisit, penerapan e-learning Universitas Mercubuana telah memiliki tujuan dan target manfaat yang akan diperoleh secara institusional. Tujuan dari penerapan e-learning ini adalah: 1) meningkatkan kualitas pembelajaran mahasiswa UMB; 2) mengubah budaya mengajar dosen dan belajar mahasiswa yang pasif kepada budaya belajar aktif, sehingga terbentuk budaya independent learning (belajar mandiri); 3) memperluas basis dan kesempatan belajar untuk masyarakat ; dan 4) mengembangkan dan memperluas produk dan layanan baru. Adapun target manfaat yang ingin dicapai dari penerapan e-learning ini adalah: 1) adanya perubahan

budaya belajar dan peningkatan mutu pembelajaran mahasiswa dan dosen UMB; 2) adanya perubahan pertemuan pembelajaran yang tidak lagi terfokus pada

pertemuan (tatap muka) di kelas, tetapi juga pertemuan yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu melalui fasilitas e-learning UMB; 3) tersedianya materi

pembelajaran di media elektronik melalui website e-learning UMB yang mudah diakses dan dikembangkan oleh mahasiswa dan masyarakat; 4) adanya pengayaan materi pembelajaran sesuai dengan kemajuan dan perkembangan ilmu

(6)

5 meningkatkan brand image; 6) meningkatnya kualitas pembelajaran dan kepuasan pembelajar serta kualitas pelayanan; tercapainya pengurangan biaya operasi dan peningkatan pendapatan; 7) meningkatnya interaktifitas mahasiswa; serta 8) mahasiswa menjadi lebih bertanggung jawab terhadap kesuksesannya (Learner

oriented).

Pencapaian tujuan dan target manfaat yang telah dirumuskan secara institusional, sudah barang tentu tidak bisa dipastikan tanpa melakukan penilaian terhadap kapabilitas e-learning yang dimiliki oleh Universitas Mercubuana sampai saat ini. Oleh karena itu, salah satu hal yang paling mendasar dalam mengembangkan program e-learning ini adalah dengan mengevaluasi dan mengukur kapabilitas dari e-learning Universitas Mercubuana dengan sebuah metode yang sudah baku.

Kpabilitas e-learning dalam konteks ini merujuk kepada kemampuan sebuah institusi dalam memastikan bahwa desain, pembuatan, penerapan, dan pengembangan e-learning yang dilakukan mampu memenuhi kebutuhan mahasiswa, staf, dan institusi itu sendiri (Marshall, 2008).

1.2. Rumusan Masalah

Masalah utama yang diangkat dalam tulisan ini adalah bagaimana mengetahui kapabilitas e-learning Universitas Mercubuana secara institusional dalam berbagai aspek. Setelah memperoleh gambaran mengenai kapabilitas tersebut, maka masalah selanjutnya adalah apa dan bagaimana program strategis yang tepat dilakukan untuk mengembangkan e-learning Universitas Mercubuana ke arah depan.

Karena keterbatasan waktu dan akses terhadap sumber data dan informasi, maka penelitian ini hanya akan mengandalkan informasi yang dapat diperoleh melalui portal e-learning Universitas Mercu Buana, tanpa berinteraksi langsung dengan pengelola portal maupun ehli yang terkait dengan implementasi e-learning di Universitas Mercu Buana.

(7)

6 1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari pembahasan ini adalah:

1. Memperoleh gambaran yang jelas mengenai kemampuan e-learning Universitas Mercubuana yang ada saat ini.

2. Menetapkan strategi pengembangan e-learning Universitas Mercubuana yang dapat mendukung pencapaian rumusan tujuan dan manfaat e-learning yang telah ditargetkan oleh institusi.

1.4. Sistematika Penulisan

Tulisan ini disusun dalam 5 (lima) bab dengan penjelasan isi dari masing-masing bab adalah sebagai berikut.

Bab 1. Pendahuluan

Bab ini membahas latar belakang permasalahan yang diangkat, rumusan masalah, serta tujuan yang ingin dicapai.

Bab 2. Metodologi Penelitian

Bab ini membahas metode, prosedur, serta alat/model yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian berdasarkan masalah yang telah dirumuskan. Bab 3. Teori Penalaran

Bab ini membahas teori, konsep, dan hasil penelitian terkait yang mendukung penyelesain masalah berdasarkan metodologi yang digunakan.

Bab 4. Hasil dan Pembahasan

Bab ini membahas hasil-hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan metodologi yang digunakan, kemudian dibahas dengan menggunakan perspektif teori dan hasil penelitian terkait yang sudah pernah dilakukan.

(8)

7 Bab 5. Penutup

Bab ini menyimpulkan hasil-hasil penelitian yang telah diperoleh, kemudian menyajikan beberapa saran yang terkait dengan hasil-hasil penelitian.

(9)

8 Bab II Metodologi Penelitian

Pembahasan dan analisis masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah

2.1. Konteks Penelitian

Obyek dari penelitian ini adalah kemampuan e-learning Universitas Mercubuana yang difokuskan pada penilaian terhadap kekuatan dan kelemahan yang ada pada implementasi e-learning sampai saat ini. Penelitian akan melihat proses

pembelajaran melalui e-learning yang dilakukan melalui aplikasi Learning Management System (LMS) yang diakses melalui portal

www.elearning2mercubuana.ac.id . Portal ini dikelola oleh Direktorat Akademik Pusat Pengembangan Bahan Ajar (PPBA) Universitas Mercu Buana.

Peserta pembelajaran e-learning Universitas Mercubuana melalui portal ini adalah mahasiswa kelas karyawan dari berbagai jurusan dan tersebar di tiga lokasi kampus, yaitu Meruya, Menteng, dan Bekasi. Oleh karena keterbatasan waktu dan akses sumber informasi, maka penelitian ini hanya akan mengamati salah satu mata kuliah yang ada diselenggarakan pada Semester Genap tahun Ajaran 2014/2015 dari sisi mahasiswa (peserta mata kuliah).

Penelitian akan difokuskan untuk menilai kemampuan e-learning institusi dari berbagai aspek, mulai dari penyampaian, perencanaan, standar dan definisi, manajemen, sampai dengan optimisasi program. Sedangkan proses yang akan dinilai mencakup mulai dari proses pembelajaran, pengembangan, koordinasi, evaluasi, hingga, pengorganisasian.

2.2. Pendekatan Evaluasi

Evaluasi dan penilaian terhadap kemampuan e-learning Universitas mercubuana dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap aktifitas pembelajaran yang berlangsung melalui portal e-learning www.elearning2mercubuana.co.id . Data dan informasi yang dikumpulkan mencakup mulai fasilitas Learning Management System yang digunakan sebagai basis penyelenggaraan e-learning, kebijakan implementasi, materi dan sumber belajar, sampai dengan aktifitas pembelajaran setiap saat yang berlangsung melalui portal e-learning tersebut.

Data dan informasi yang diamati dan dikumpulkan diupayakan sesuai dan memenuhi kebutuhan penilaian terhadap aspek-aspek yang akan dievaluasi. 2.3. Prosedur dan Alat

Prosedur penelitian akan dilakukan dengan mengikuti tahapan seperti ditunjukkan dalam diagram berikut.

(10)

9

Gambar 2.1. Tahapan Penelitian

Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan menggunakan alat eMM Tools yang menilai 5 kategori proses e-learning dan 5 dimensi kemampuan e-learning. Masing-masing proses terdiri dari beberapa poin pertanyaan yang harus diisi dalam bentuk peringkat praktik yang ada di lapangan. Peringkat kinerja mulai dari ‘Tidak Memadai’ sampai dengan ‘Sepenuhnya Memadai’. Peringkat pada setiap dimensi ini dilakukan berdasarkan bukti yang dikumpulkan dari institusi.

Bukti-bukti yang mendasari penilaian harus dikumpulkan betul-betul berasal dari contoh-contoh program yang benar-benar dilaksanakan oleh institusi di lapangan. Hal ini untuk memastikan bahwa penilaian yang dilakukan berdasarkan kinerja aktual, bukan asumsi ideal.

Setelah data dan bukti berhasil dikumpulkan, selanjutnya hasil penialai setiap kategori proses dihubungkan dengan masing-masing dimensi kemampuan e-learning institusi, yaitu dimensi penyampaian, perencanaan, definisi, manajemen, dan optimisasi.

Kemampuan dalam dimensi Pengiriman ditunjukkan terutama oleh output dari proses operasional, contoh nyata dari proses yang terjadi. Kemampuan dalam dimensi Perencanaan akan sering ditemukan pada dokumentasi proyek, notulen

Pengumpulan data dan informasi

Mapping antara Proses e-Learning dengan Dimensi Kempampuan

e-Learning Institusi Analisa Kemampuan e-Learning Institusi Strategi Pengembangan e-Learning

(11)

10 rapat, rencana, dan dokumentasi terkait keputusan dan manajemen pengawasan. Kemampuan dalam dimensi Definisi akan dibuktikan dengan standar, template, kebijakan, proyek dokumentasi dan rencana, dan dokumentasi terkait keputusan dan manajemen pengendalian proses kegiatan. Bukti kemampuan dalam dimensi

Manajemen akan ditemukan di resmi ulasan, evaluasi, laporan pemantauan, laporan satuan dan dokumentasi yang sama dan juga melalui sistem operasional yang digunakan untuk mempertahankan sistem dan menunjukkan kepatuhan dengan perjanjian tingkat layanan dan kontrak.

Tahapan berikutnya adalah melakukan tafsiran dan analisis atas hasil penilaian yang telah dilakukan. eMM Tools meneyediakan daftar pertanyaan yang berisi dokumen potensial yang dapat diperiksa untuk menentukan kemampuan e-learning secara institusi. Hal ini akan mudah dilakukan jika terdapat banyak bukti yang dapat memberikan keyakinan dalam hasil-hasil praktik di lapangan.

Penilaian telah dilakukan seperti dijelaskan di atas, serta bukti yang dikumpulkan harus ditinjau secara cermat untuk memastikan bahwa tidak ada informasi kunci yang diabaikan, terutama ketika memberikan penilaian ‘Tidak Memadai’ atau ‘Sebagian Memadai’.

Tujuan mengumpulkan bukti untuk mendukung penilaian kemampuan, untuk

memberikan keyakinan dalam penilaian dan untuk memulai proses perubahan untuk lebih membangun dan mengembangkan kemampuan itu. Ketika mempertimbangkan bukti selama penilaian, penilai harus bertanya pada diri sendiri dua pertanyaan kunci: Apakah bukti ini persuasif dalam mendukung penilaian kemampuan yang dibuat? dan; Bagaimana bukti ini memberikan titik awal untuk perubahan dan perbaikan ke depan?

Analisis juga dilakukan dengan menunjukkan bagaimana dan di mana peningkatan kemampuan e-learning dapat diupayakan. Analisis ini berlandaskan penilaian area mana yang masih memiliki kelemahan dengan rincian spesifik apa yang kurang, sarana yang dapat diidentifikasi kemudian diperkuat secara otomatis.

Berdasarkan analisis hasil penilaian tersebut, kemudian ditetapkanlah strategi pengembangan program e-learning ke depan.

(12)

11 Bab III Teori Penalaran

3.1. Konsep e-Learning

Ada sejumlah terminologi yang sering digunakan dan saling dipertukarkan dengan istilah e-learning dalam pengertian proses pembelajaran yang menggunakan

bantuan teknologi ICT. Istilah yang umum digunakan diantaranya adalah e-learning (belajar secara elektronis), internet learning (belajar melalui jaringan internet),

distributed learning (belajar secara terdistribusi), networked learning (belajar secara

berjejaring), tele-learning (belajar jarak jauh), virtual learning (belajar secara maya),

computer-assisted learning (belajar berbantuan komputer), web-based learning

(belajar berbasis web), serta distance learning (belajar jarak jauh). Meskipun

demikian, menurut Ally (2004), semua istilah tersebut berimplikasi pada pemahaman bahwa pemelajar (learner) dipisahkan oleh jarak dengan tutor atau instruktur atau pembelajar, sehingga pemelajar menggunakan berbagai bentuk teknologi (umumnya komputer) untuk mengakses materi belajar dan untuk melakukan interaksi, baik dengan tutor/instruktur/pembelajar maupun dengan sesama pemelajar.

Nada Dabbagh (2005) mendefinisikan belajar online (online learning) sebagai berikut:

“Belajar online adalah suatu lingkungan pembelajaran yang bersifat terbuka dan terdistribusi yang menggunakan perangkat (tools) pedagogik, yang dimungkinkan dengan penggunaan teknologi web dan internet, untuk memfasilitasi proses belajar dan konstruksi pengetahuan melalui aksi dan interaksi yang bermakna.”

Selanjutnya, Dabbagh memberikan enam atribut penting yang berkaitan dengan belajar online, yaitu:

a. Globalisasi dan pembelajaran adalah sebuah proses sosial yang bersifat inheren dan dimungkinkan melalui teknologi telekomunikasi. b. Konsep tentang grup belajar adalah sesuatu yang fundamental untuk

pencapaian dan keberlangsungan proses pembelajaran.

c. Konsep jarak (distance) sudah relatif tidak penting atau malahan kabur dan tidak lagi terbatas pada keterpisahan fisik antara pemelajar (learner) dan pembelajar (instructor).

(13)

12 d. Peristiwa belajar dan pembelajaran didistrubusikan melampaui waktu dan tempat secara sinkron dan/atau asinkron dengan menggunakan media yang berbeda-beda.

e. Pemelajar (learner) diarahkan ke dalam berbagai bentuk interaksi, yaitu learner, group, konten, dan learner-instruktur.

f. Teknologi berbasis web atau internet digunakan untuk mendukung proses belajar dan mengkonstruksi pengetahuan melalui aksi dan interaksi yang bermakna.

Dalam laporannya yang berjudul “Corporate e-Learning: Exploring a New

Frontier,” Kith Batchman (2000) membedakan belajar online (online learning)

dengan e-learning. Menurutnya, e-learning adalah belajar berbantuan teknologi (informasi dan telekomunikasi), sedangkan online learning adalah aktivitas belajar yang berbantukan teknologi web. Jadi, belajar online bisa dikatakan sebagai bagian dari e-learning, karena e-learning melingkupi semua cara belajar yang dilakukan secara elektronis, sedangkan belajar online hanya dilakukan dengan menggunakan teknologi jaringan, baik internet, intranet, maupun ekstranet. Oleh karena itu, belajar

online sangat mirip atau sama saja dengan belajar berbasis web (web-based learning).

Mungkin itulah sebabnya sehingga Dabbagh (2005) membuat korelasi antara

distance learning, online learning, dan web-based instruction seperti ditunjukkan

(14)

13 Distance Learning

Online Learning

Web-based Instruction

Gambar 3.1. Hubungan antara distance learning, online learning dan web-based learning menurut Nada Dabbagh

Meskipun demikian, dalam perkembangan selanjutnya, e-learning (belajar secara elektronis), online learning (belajar online), dan web-based instruction (pembelajaran berbasis web), memiliki pengertian dan maksud yang sama. Hampir bisa dipastikan bahwa baik e-learning, online learning, maupun web-based

instruction, saat ini telah menggunakan teknologi web atau internet/intranet sebagai

teknologi pendukungnnya.

Pada dasarnya, bentuk dan model penyebaran (delivery) materi dalam pembelajaran online dapat bermacam-macam, bergantung pada kebutuhan dan perangkat (tools) yang digunakan. Dabbagh (2005) menyebutkan beberapa contoh model aplikasi pembelajaran online yang sering diterapkan di dunia bisnis dan industri, yaitu:

a. Jaringan pengetahuan (knowledge networks), adalah jaringan telekomunikasi yang menghubungkan area geografis yang memisahkan berbagai institusi untuk keperluan berbagi informasi. b. Portal pengetahuan (portal knowledge), adalah layanan pengetahuan

melalui internet baik dalam lingkungan perusahaan, layanan pendidikan publik, dan organisasi media seputar berbagai jenis konten

(15)

14 melalui sistem single entry point atau entri poin lokal yang lebih sederhana.

c. Jaringan belajar asinkron (asynchronous learning networks), adalah jaringan belajar yang memungkinkan interaksi, baik antara pemelajar dengan konten, pemelajar dengan instruktur, pemelajar dengan sesama pemelajar, maupun antara pemelajar dengan kelompok.

d. Belajar jarak jauh (telelearning), adalah jaringan telekomunikasi yang diterapkan untuk menghubungkan pengguna dengan berbagai sumber (resources) untuk keperluan belajar yang sesuai.

e. Kelas maya (virtual classroom), adalah lingkungan belajar online berbentuk formal, jadi persis seperti belajar di kelas tetapi tanpa menggunakan interaksi tatap muka.

Pembelajaran berbasis web (web-based instruction), adalah penyebaran (delivery) sumber-sumber pembelajaran secara terintegrasi melalui teknologi world wide web dengan menggunakan teks, multimedia, hypermedia, dan kolaborasi, untuk keperluan belajar.

Dengan karakteristik lingkungan belajar seperti disebutkan di atas, sudah barang tentu penerapan strategi pembelajaran pada lingkungan belajar online, membutuhkan pertimbangan dan teknik tersendiri. Hal ini tidak lain karena lingkungan dimana proses pembelajaran berlangsung, sangat dipengaruhi oleh media teknologi web atau jaringan yang digunakan.

Kozma (2001), sebagaimana dikutip oleh Ally (2004), berargumen bahwa karakter-karakter tertentu yang dimiliki oleh komputer, perlu digunakan untuk membuat model-model yang betul-betul menggambarkan sesuatu sebagaimana aslinya (real-life models) serta ragam simulasi sebagai media yang efelktif bagai pemelajar dalam melakukan proses pembelajaran online. Yang perlu diingat adalah, bahwa bukanlah komputernya yang paling penting dalam hal ini, melainkan desain dar imodel-model dan simulasi tersebut, serta interaksi pemelajar dengan model itulah yang sangat menentukan.

Menurut Cole (2000), sebagaimana dikutip Ally (2004), belajar online memang memungkinkan fleksibilitas dalam hal akses, dimana pemelajar dapat belajar kapan dan dimana pun, sehingga menghemat waktu dan tempat, tetapi hal

(16)

15 itu membutuhkan desain materi dan aktivitas belajar yang baik sehingga mampu menantang pemelajar dan mendukung proses pembelajaran. Sementara itu, Ring dan Mathieux (2002), sebagaimana dikutip Ally (2004), menganjurkan bahwa sebaiknya belajar online memiliki otentisitas, interaktivitas, dan kolaborasi yang tinggi.

Pembelajaran online memang menjanjikan sejumlah keuntungan, tetapi tentunya hal tersebut tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus melalui proses desain dan strategi implementasi yang tepat. Bonk dan Reynolds (1997), sebagaimana dikutip oleh Mohammed Ally (2004), mengatakan bahwa untuk mendukung pembelajaran jenis pemikiran tingkat tinggi (high order thinking) melalui web, pembelajaran online harus menyediakan berbagai aktiftas menantang yang memungkinkan pemelajar (learner) mengaitkan informasi baru dan lama,

menangkap pengetahuan bermakna, dan menggunakan kemampuan

metakognitifnya. Di sini strategi instruksional, dan bukan sekedar teknologi, memegang peranan penting dalam mempengaruhi kualitas belajar.

Sejumlah studi dan penelitian mengenai belajar online telah dilakukan oleh banyak ahli, dan hasilnya patut dijadikan sebagai pertimbangan dalam menerapkan strategi pembelajaran pada lingkungan belajar online. Hara, Bonk, dan Angeli (2000), sebagaimana dikatakan oleh Dabbagh (2005), meneliti bagaimana kualitas komunikasi asinkron (asynchronous communication) dengan melakukan analisis konten (content analysis) terhadap proses kognitif 20 siswa yang mengambil mata kuliah Psikologi pada tahun awal perkuliahan. Analisis dilakukan dengan mempelajari simbol, kata, dan paragrap yang digunakan oleh responeden tersebut. Mereka menemukan bahwa pola komunikasi responden bertambah kompleks dan interaktif sebanding dengan bertambahnya waktu yang disediakan untuk komunikasi, tetapi juga bergantung pada kualitas pertanyaan yang diajukan.

Sementara itu dalam hal komunikasi sinkron (asynchronous communication), penelitian yang dilakukan oleh Chou (2001), sebagaimana dikutip Dabbgh (2005), menemukan bahwa kualitas komunikasi sinkron, seperti chat, dapat ditingkatkan dengan menerapkan petunjuk dan membuat aktivitas kelompok kecil (small-group

activity). Dalam hal intreaktivitas pembelajaran online, studi yang dilakukan oleh

(17)

16 bahwa sistem pembelajaran asinkron lebih cocok untuk mewadahi interaktivitas pada akatifitas belajar seperti pertanyaan kepada diri sendiri (self-questioning) dan rasionalisasi dengan tugas-tugas tertentu. Sementara sistem pembelajaran sinkron, lebih tepat untuk kepentingan seperti curah pendapat (brain-storming), tetapi tidak terlalu efektif untuk adu argumen dan pembuatan konsensus.

Penelitian Rovai (2001), sebagaimana dikatakan Dabbagh (2005), berupaya mempelajari perbedaan pola komunikasi pemelajar (learner), mana yang bersifat digerakkan oleh tugas (task-driven) dan mana yang sifat interaksi sosio-emosional. Ia menemukan, bahwa interkasi yang bersifat sosio-emosional tersebut mulai terbangun setelah melalui waktu 5 minggu perkuliahan online. Studi ini juga menemukan, bahwa terdapat perbedaan pola interaksi sosio-emosial yang dilakukan oleh pemelajar laki-laki dan perempuan. Perempuan secara keseluruhan lebih banyak memberikan pesan, dan jenis pesannya pun berkaitan dengan banyak hal termasuk dengan hal-hal seperti keluarga, pribadi, kehormatan dan sebagainya. Sedangkan laki-laki mengirim pesan yang lebih bersifat asertif, impersonal, independen, dan otoritatif.

Dari aspek hasil ujian dalam pembelajaran online, Lu, Zhu, dan Stokes (2000), seperti dikutip Dabbagh (2005), mempelajari hubungan antara perilaku belajar para pemelajar (learner) dalam konteks online dengan hasil ujian yang mereka peroleh dalam pelajaran fisika. Hasilnya, ditemukan bahwa hasil ujian mereka yang mengeksplorasi web site yang berkaitan dengan materi pelajaran, sedikit lebih baik dari yang tidak melakukan hal seperti itu. Selain itu, aktivitas seperti uji diri (self-test), pemberian quiz dan kesimpulan setiap topik belajar, juga meberikan hasil ujian yang lebih baik.

Lucio Paul Siragosa (2005) dalam disertasi doktoralnya yang berjudul “Identification of Effective Instructional Design Principles and Learning Strategies for

Students Studying in Web-based Learning Environment in Higher Education”,

mengidentifikasi tujuh area fokus menentukan yang berpengaruh langsung dalam merancang lingkungan belajar online yang efektif. Ketujuh area kunci tersebut adalah: 1) struktur, 2) konten,3) motivasi, 4) umpanbalik/bantuan, 5) interaksi, 6) strategi belajar, dan 7) peran pembelajar (instruktur). Selanjutnya, Siragosa

(18)

17 mengutip beberapa strategi pembelajaran yang perlu dipertimbangkan untuk diterapkan dalam pengembangan program pembelajaran online, yaitu:

a. Interaksi (interaction). Siragosa mengutip Bates (1995), bahwa terdapat dua jenis interaksi yang dapat diterapkan dalam strategi pembelejaran online. Pertama, interaksi individual antara pemelajar dengan materi belajar, misalnya dengan menggunakan hypertext

link, gambar yang dapat di-klik (clickable), atau hypermedia. Yang

kedua adalah interaksi sosial berupa interaksi antar beberapa pengguna (pemelajar-pemelajar atau pemelajar-instruktur) dalam hal materi belajar.

b. Kolaborasi (collaboration). Dengan kemungkinan interaksi sosial sebagaimana disebutkan di atas, strategi pembelajaran melalui kolaborasi online dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti berbagi tugas dan proyek, review dan komentar sejawat, diskusi, tanya-jawab, dan belajar berbasis masalah.

c. Konstruktivisme (contructivism). Pembelajaran berbasis web dapat dikreasi untuk mewadahi pembelajaran konstruktivis dalam berbagai bentuk dan teknik seperti “merebut perhatian”, mempriroitaskan pengetahuan, bekerja berkelompok, umpan balik, review, praktek, dan sebagainya.

d. Eksplorasi dan strategi mencari informasi (search strategy). Belajar online dapat memanfaatkan internet sebagai media untuk melakukan eksplorasi dan pencarian berbagai informasi eksternal yang berkaitan dengan tujuan dan materi belajar.

e. Proyek online (online project). Strategi ini dapat digunakan dalam memfasilitasi model belajar aktif dalam lingkungan belajar online, termasuk dengan melakukan aktivitas kelompok kecil (small-group

activities), belajar kooperatif, panel dan debat online, simulasi dan

permainan peran, serta aktivitas diskoveri dan proyek.

f. Belajar-berbasis masalah dan studi kasus (problem-based learning

and case studies)

(19)

18 h. Mempertanyakan dan diskusi (questioning and discussions). Strategi ini dapat dilakukan melalui forum diskusi, diskusi kelompok, real-time

chat, dan sebagainya.

i. Simulasi (simulation). Strategi pembelajarn ini dapat diterapkan untuk kepentingan menjaga keselamatan pemelajar dalam mempelajari keterampilan yang dalam kenyataan sebenarnya rentan terhadap resiko kemanan.

j. Penilaian (assessment). Lingkungan belajar online saat ini memungkinkan penerapan strategi pembelajaran melalui penilaian secara online, baik formatif maupun sumatif.

Nada Dabbagh (2005), membagi model-model pedagogik, berdasarkan karakteristik pembelajaran yang dimilikinya, menjadi tiga kategori, yaitu: ekploratoris (exploratory), dialogis (dialogic), dan integratif (integrational). Lingkungan belajar eksploratoris adalah lingkungan belajar yang dikembangkan dengan konsep dan teori belajar diskoveri (discovery learning) atau belajar berbasis inkuiri (inquiry-based

learning). Lingkungan belajar dialogis adalah lingkungan belajar yang menekankan

interaksi sosial melalui dialog dan percakapan. Jadi, lingkungan ini bermaksud membangun pengetahuan baru melalui dialog sebagai sebuah bentuk interaksi. Lingkungan belajar integratif adalah lingkungan belajar yang berlandaskan pada kemampuan dan kapabilitas yang dimiliki oleh teknologi pembuat konten (authoring

tools) berbasis web yang ada saat ini.

Dabbagh (2005), mengintegrasikan aplikasi ketiga kelompok model pedagogik tersebut dengan teknologi belajar dan konstruk teori yang sesuai, sebagaimana ditunjukkan dalam tabel berikut:

(20)

19

Tabel 3.1. Aplikasi model pedagogik serta teknologi dan konstruk teori yang sesuai (sumber: Dabbagh, 2005)

Model Pedagogik dan

Aplikasinya Teknologi Belajar Konstruk Teori

Eksploratoris Microworld

Simulasi

Lingkungan belajar maya Cognitive flexibilty

hypertexts

Cognitive apprenticeships Situated learning

Belajar berbasis kasus Belajar berbasis masalah Webquests

Hypertext dan hypermedia Grafis

Animasi

Interface manipulasi langsung

Audio dan video digital Authoring tools Mesin pencari Self-contained instructional modules Plug-ins Kendali pemelajar Interaktivitas Aktivitas otentik Contextialized learning Guided learning by doing Experiental learning Belajar berbasis inkuiri Action learning

Fleksibilitas kognitif Belajas berbasis tematik Self-directed learning Generative learning Discovery learning Dialogis

Jaringan belajar asinkron Jeringan pengetahuan Komunitas praktek Komunitas belajar Knowledg-building community Kelas maya Shared synthetic environments Belajar jarak jauh

e-mail

Bulletin boards, forum diskusi, dan listservs Computer conferencing Video teleconferencing Teknologi berbagi dokumen Groupware Virtual chat Internet relay chat Multiuser domains Komunikasi bermedia computer Belajar kolaboratif Belajar terdistribusi Self-directed learning Generative learning Cyberspace cultures Avatar

Belajar terbuka dan fleksibel

Integratif Belajar online

e-learning

instruksi berbasis web pelajaran berbasis web portal pengetahuan

Authoring tools berbasis web Course management system (CMS) Learning objects Teknologi berorientasi object Self-contained interactive modules Teknologi database Dynamic web pages

Komunikasi berbasis media Interaktivitas Belajar kolaboratif Embedded authentic activities Kendali pemelajar Belajar terdistribusi Self-directed learning Belajar terbuka atau fleksibel

(21)

20 Strategi pembelajaran online yang dapat diterapkan berdasarkan model-model pedagogik tersebut, bisa sangat bervariatif, yaitu tinggal memilih fitur teknologi belajar online yang tersedia serta dengan memperhatikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

3.2. Teknologi e-Learning

Belajar online (online learning) sudah tentu tidak bisa dipisahkan dari teknologi pendukungnya, baik yang persifat perangkat lunak (software) maupun perangkat keras (hardware). Menurut Horton (2003), jenis teknologi pendukung yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan belajar online bisa dilihat dari tiga aspek penggunaan, yaitu: teknologi (tools) untuk mengakses, teknologi (tools) untuk menyelenggarakan, dan teknologi (tools) untuk memproduksi atau mengembangkan konten belajar online (learning object). Disamping ketiga jenis teknologi tersebut, belajar online juga membutuhkan teknologi perangkat hardware (perangkat keras) dan jaringan (network) yang menjadi infrastruktur dari tools tersebut.

Teknologi untuk mengakses online learning digunakan oleh pemelajar, instruktur, pelatih, suvervisor, atau pengguna lainnya yang berkepentingan dengan materi belejar online. Tools ini ditanam (di-install) di dalam komputer yang digunakan untuk mengakses. Fungsi dan kemampuan teknologi (tools) yang digunakan untuk mengakses online learning dapat dilihat dalam table berikut:

Tabel 3.2. Teknologi (tools) untuk mengakses online learning (diadaptasi dari berbagai sumber, Bakri:2008)

Tools Fungsi Kemampuan Contoh Produk

Web Browser • Menampilkan konten • Menjalankan program • Mendownload file • Mengupload file • Mendukung eknripsi • Memiliki kompatibilitas dengan format HTML, DHTML, dan XML • Dapat menampilkan berbagai format dokumen dan media. • Mendukung kemanan server • Internet explorer • Netscape navigator • Mozilla • Amaya • AOL • Opera • Lynx • Palm OS

(22)

21 konten audio • Menjalankan konten video • Menjalankan konten flash • Menjalankan konten pdf menjalankan berbagai format media. • Memiliki kompatibilitas dengan sistem operasi komputer. • Memiliki kompatibilitas dengan web browser • Memiliki kompatibilitas dengan server media • Mampu menyimpan file • Bisa dikustomisasi player • RealOne player • Qick Time Player • Macromedia Flash

Player

• WinAmp player

Teknologi (tools) yang digunakan untuk menyelenggarakan atau mengelola pembelajaran online, biasanya digunakan oleh administrator, pengelola pelatihan, instruktur, pelatiha, dan suvervisor pelatihan. Tools ini disimpan (di-install) dalam

server, baik server yang dimiliki sendiri maupun melalui pihak lain (hosting). Fungsi

dan kemampuan teknologi (tools) yang digunakan untuk penyelenggarakan pembelajaran online ini, dapat dilihat dalam table berikut:

Tabel 3.3. Teknologi (tools) untuk menyelenggarakan online learning (diadaptasi dari berbagai sumber, Bakri:2008)

Tools Fungsi Kemampuan Contoh produk

Web server

• Memenuhi permintaan

(request) dari tools yang dilayaninya • Memiliki kompatibilitas dengan tools Online Learning • Integrasi dengan system operasi • Apache HTTP Server • Internet Information Services • Zeus Web Server • AOL Server • Lotus Domino Server LMS (Learning • Mengelola administrasi • Memiliki kompatibilitas • Aspen Learning Management

(23)

22 Management System) pemelajar • Mengelola kurikulum,

pelajaran, & konten • Mengelola jadwal

dan sumber daya pembelajaran • Mengelola aktivitas pembelajaran • Mengelola penilaian hasil belajar • Mengelola perencanaan kompetensi secara individu maupun kelompok dengan standar e-learning (SCORM dan AICC) • Memiliki tools untuk komunikasi, kolaborasi, dan interaksi (sinkron & asinkron) seperti: e-mail, chat, online discussion, forum, voting, dan whiteboard. • Memiliki kemampuan otomatisasi dalam hal administrasi, pelaporan, transaksi, pengelolaan sumebr daya, dan tracking. • Dapat diintegrasi dengan sistem dan aplikasi lain. • Dapat dikustomisasi sesuai kebutuhan pembelajaran yang ada. Server • Blackboard • Docent Enterprise • GeoExpress • Intralearn • Oracle iLearning • Pathlore LMS • Saba Learning • Total LMS • Training Partner LMS • WBT • Web Mentor LMS LCMS • Merakit materi belajar baru dari unit-unit belajar yang lebih kecil • Mengelola obyek

belajar sampai ke tingkat media • Mengelola

kompetensi sampai tingat yang rinci • Mengembangkan

materi belajar baru tanpa pemrograman • Memiliki kompatibilitas dengan standar e-learning (SCORM dan AICC) • Memiliki kemampuan dalam hal: manajemen proyek, collaborative authoring, revisi tracking, • Aspen LCMS • Docent Enterprise LCMS • Intellinex LCMS • KnowledgeOne Content Manager • SmartBuilder • TopClass LCMS

(24)

23 pelabelan metadata, model instruksional, dan pembuatan tes/ujian • Memiliki kemampuan dalam hal: impor media, menggunakan ulang konten, impor dan ekspor pelajaran, model desain dan template. Virtual Class System • Memfasilitasi belajar secara sinkron (berhadap-hdapan) baik melalui teks, audio, video, dan secara terintegrasi. • • Memiliki sistem keamanan bertingkat • Mudah digunakan • Memiliki kemampuan dalam hal: course secuence, pembuatan komunitas belajar, authoring tools, pembuatan ujian dan penilaian, penjadwalan, library, resume, penugasan, dan alat bantu belajar (study aids). • Aspen Virtual Classroom Server • Blackboard • Centra • Illuminate • Interwise • WebCT Campus Edition Media Server • Melayani permintaan media dari web browser maupun media player. • Memfasilitasi streaming audio dan video • Mendukung protokol standar • Memiliki kemampuan keamanan, multicasting, updating players, dan kustomisasi. • Windows Media Services • Qick Time Streaming Server • Darwin Streaming Server

(25)

24 Teknologi (tools) yang ketiga adalah tools yang digunakan untuk memproduksi atau mengembangkan materi belajar online. Tools ini biasanya digunakan oleh pengembang, instructional designer, Subject Matter Exper (SME), Instruktur, atau pelatih. Horton (2003), menyebutkan lima jenis tools yang biasa digunakan untuk mengembangkan konten e-learning atau web-based learning, yaitu: a. Course authoring tools. Tools ini digunakan untuk mendesain dan mengembangkan materi pembelajaran online atau e-learning. Dengan

tools ini, pengembang, instruktur, atau Subject Matter Expert (SME) dapat

membuat materi pelajaran dalam format e-learning dengan mudah tanpa harus memiliki pengetahuan pemrograman komputer yang baik.

b. Web site authoring tools. Tools ini digunakan untuk membuat materi pembelajaran dengan format HTML sehingga bisa ditampilkan di web site. Konten yang dibuat dapat berupa teks, audi-video, dan animasi.

c. Testing and assessment tools. Tools ini khusus digunakan untuk membuat berbagai jenis dan peruntukan penilaian proses dan hasil belajar, seperti

quiz, polling, soal pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan, mengisi, scoring, pertanyaan acak, dan sebagainya.

d. Media editing tools. Tools ini dugunakan untuk membuat dan mengedit berbagai jenis dan format media, baik audio, video, maupun media lainnya.

e. Conversion tools. Tools ini digunakan untuk mengkonversi berbagai jenis dokumen, seperti power point, word document, pdf, dan excel menjadi format HTML, sehingga bisa ditampilkan melalui web site.

f. Learning Management System (LMS) adalah salah satu tool belajar online yang paling popular saat ini. Menurut Dabbagh (2005), LMS sering juga disebut dengan CMS (Course Management System). Selanjutnya, Dabbagh membagi authoring tools menjadi 4 (empat) kelas, yaitu: 1)

authoring tools berbasis CD-ROM, 2) authoring tools berbasis web, 3) Course Management System atau Learning Management System, dan 4) Learning Content Management System (LCMS).

(26)

25 Menurut Dabbagh (2005), cecara konsep, sebuah LMS merupakan aplikasi web yang menggabungkan fitur teknologi dengan fungsi pedagogik dari internet ataupun world wide web ke dalam sistem atau tool tunggal yang berfungsi memfasilitasi desain, pengembangan, dan pengelolaan pelajaran berbasis web maupun lingkungan belajar online. Selanjutnya, Dabbagh (2005) megutip Barron dan Liskawa, bahwa fitur dan komponen yang dimiliki oleh sebuah LMS, paling tidak terdiri dari: kemampuan komunikasi sinkron dan asinkron, ujian online, home pages, sistem keamanan (security), desain dan pengelolaan pelajaran, pengelolaan siswa, serta system pelacakan aktifitas siswa.

Sedangkan menurut Paulsen (2002), Learning Management System (LMS) adalah sebuah istilah yang sering digunakan untuk sistem yang mengorganisir dan menyediakan akses layanan belajar online bagi siswa, guru, dan administrator. Layanan tersebut meliputi akses kontrol, materi belajar, komunikasi, serta pengelolaan kelompok pengguna. Brandon Hall (2001), sebagaimana dikutip oleh Paulsen, mendefinisikan LMS sebagai perangkat lunak (software) yang mengotomatisasi administrasi penyelenggaraan pelatihan. Menurutnya, semua LMS memiliki kemampuan dalam hal registrasi pengguna, pengelolaan katalog pelajaran, merekam data siswa, serta melaporkan proses pembelajaran ke manajemen.

3.3. Evaluasi e-Learning

Mengevaluasi sebuah program implementasi e-learning pada sebuah institusi seperti perguruan tinggi, merupakan pekerjaan yang cukup kompleks. Hal ini disebabkan karena program e-learning terdiri dari beberapa komponen dan aspek yang saling terkait. Oleh karena itu, proses evaluasi dan penilaian kapabilitas e-learning sulit dilakukan tanpa melakukan pendekatan dengan menggunakan satu atau beberapa model.

Diantara beberapa metode evaluasi program e-learning yang sudah pernah diterapkan adalah dengan menghitung retun of investmen (ROI). Metode ini lebih ditujukan untuk mengevaluasi aspek penghematan dan efisiensi yang diperoleh dari

(27)

26 penerapan sebuah program e-learning pada suatu institusi. Metode lain yang sering digunakan adalah evaluasi produk e-learning, yang lebih menekankan kepada penilaian terhadap efektifitas penggunaan tools (perangkat lunak) e-learning yang digunakan dalam program e-learning tersebut. Umumnya, produk yang sering menjadi obyek evaluasi adalah aplikasi Learning Management System (LMS),

Learning Content Management System (LCMS), ataupun Virtual Class System

(VCS). Metode evaluasi yang lain adalah evaluasi kinerja (performance evaluation) yang lebih difokuskan kepada penilaian hasil belajar dari peserta

(siswa/mahasiswa). Biasanya, metode ini termasuk mengevaluasi proses dan aktivitas pembelajaran yang berlangsung seperti interaktifitas, eksplorasi, keaktifan, kreativitas, dan sebagainya.

Persoalan paling mendasar dari evaluasi sebuah program e-learning adalah sejauh mana proses evaluasi tersebut mencakup variabel-variabel yang terlibat dalam e-learning itu sendiri. Paling tidak proses itu mencakup variabel pengguna, variabel lingkungan belajar, variabel teknologi, variabel konteks, dan variabel pedagogik. Variabel pengguna mencakup persoalan-persoalan seperti karakteristik fisik, histori pembelajaran, sikap dan motivasi, serta keakraban pengguna dengan teknologi. Variabel lingkungan belajar yang dapat dievaluasi dapat meliputi lingkungan fisik belajar, lingkungan manajemen dan organisasi institusi, serta lingkungan kurikulum dan mata kuliah. Variabel konteks e-learning menliputi faktor sosial-ekonomi, latar belakang budaya, faktor politik, serta lokasi dan area geofrafis. Adapun variabel teknologi mencakup hardware, software, konektivitas, media, dan teknik penyebaran informasi. Sedangkan variabel pedagogik mencakup masalah-masalah sistem

bantuan pengguna, aksesibilitas, metodologi, fleksibilitas, otonomi mahasiswa, penugasan dan ujian, serta sertifikasi.

Model pendekatan yang digunakan dalam evaluasi sebuah program e-learning juga dapat diklasifikasikan dalam beberapa bentuk, mulai dari pendekatan berorientasi tujuan, pendekatan berorientasi manajemen, pendekatan orientasi kustomer, pendekatan berorientasi ahli, serta pendekatan berorientasi partisipan (Attwell, 2006).

(28)

27

Gambar 3.2. Rentang Model Pendekatan Evaluasi (Attwell, 2006)

3.5. e-Learning Maturity Model

e-Learning Matiruty Model (eMM) adalah sebuah model pendekatan yang khusus dikembangkan untuk digunakan dalam menilai dan membandingkan kapabilitas learning sebuah institusi agar pengembangan dan dukungan terhadap program e-learning-nya dapat berkesinambungan. eMM dikembangkan dari Capabilitiy Maturity Model (CMM) dan Software Process Improvement and Capability Determination (SPICE).

Konsep kunci yang yang digunakan dalam menerapkan model eMM terletak pada persoalan kapabilitas e-learning. Dengan model eMM ini, kapabilitas e-learning sebuah institusi dinilai dalam 5 (lima) dimensi, yaitu: delivery (pengiriman), planning (perencanaan), definition (definisi), management (manajemen), dan optimisasin (optimisasi). Model eMM menggunakan kelima dimensi tersebut secara sinergi dan holistik dalam menilai kapabilitas e-learning secara keseluruhan.

Dimensi dan proses penggunaan model eMM ditunjukkan dalam gambar berikut

(29)

28 Penjelasan terhadap penilaian masing-masing dimensi, ditunjukkan dalam tabel berikut.

Tabel 3.4. Penjelasan penilaian masing-masing dimensi dari eMM (Marshall, 2008)

No Dimensi Penjelasan

1 Pengiriman (Delivery) Dimensi Pengiriman berkaitan dengan penciptaan dan penyediaan hasil proses. Penilaian dimensi ini bertujuan untuk

menentukan sejauh mana proses ini terlihat beroperasi dalam institusi.

2 Perencanaan (Planning) Dimensi Perencanaan menilai penggunaan tujuan dan rencana yang telah ditetapkan dalam melakukan pekerjaan setiap proses.

Penggunaan rencana yang telah ditetapkan berpotensi menjadikan proses lebih dapat dikelola secara efektif dan direproduksi jika berhasil.

3 Definisi (Definition) Dimensi Definisi mencakup pendefinisian secara kelembagaan, dokumentasi standar, pedoman,

template dan kebijakan selama pelaksanaan

proses. Institusi yang telah melakukan dimensi ini secara efektif, akan jelas menjalankan bagaimana suatu proses harus dilakukan. 4 Pengelolaan

(Management)

Dimensi Manajemen berkaitan dengan

bagaimana institusi perguruan tinggi mengelola pelaksanaan proses dan memastikan kualitas hasil. Kemampuan dalam dimensi ini

mencerminkan pengukuran dan pengendalian hasil proses.

5 Optimisasi (Optimisation) Dimensi Optimisasi menangkap sejauh mana institusi menggunakan pendekatan formal untuk meningkatkan kegiatan proses. Kemampuan dimensi ini mencerminkan budaya perbaikan secara terus-menerus.

Prinsip utama dalam penilaian program e-learning dengan menggunakan model eMM adalah adanya sinergitas antar dimensi, sehingga institusi yang memiliki

kapabilitas pada semua dimensi untuk keseluruhan proses, akan dipastikan memiliki tingkat kesinambungan dan keberhasilan program e-learning yang lebih baik.

Kekuatan pada salah satu dimensi tanpa ditunjang oleh dimensi yang lain, tetap berpotensi menyebabkan program e-learning mengalami kegagalan atau tidak tercapainya tujuan yang diinginkan.

(30)

29 Model eMM membagi kemampuan lembaga untuk mempertahankan dan

menjalankan e-learning ke dalam 5 kategori atau area proses seperti dinjukkan dalam tabel berikut.

Tabel 3.5. Kategori Proses eMM Versi 2.3 (Marshal, 2003)

Kategori Proses Penjelasan Singkat

Learning (Pembelajaran) Proses yang secara langsung berdampak pada aspek pedagogis e-learning

Development (Pengembangan)

Proses seputar penciptaan dan pemeliharaan sumber daya e-learning

Support (Dukungan) Proses seputar pengawasan dan pengelolaan e-learning Evaluation (Evaluation) Proses sekitar evaluasi dan kontrol kualitas e-learning

melalui siklus hidup secara keseluruhan

Organization (Organisasi) Proses yang terkait dengan perencanaan dan manajemen kelembagaan

(31)

30 Bab IV Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa secara umum, kemampuan (kapabilitas) e-learning Universitas Mercu Buana saat ini berada pada tingkatan 2 (terpenuhi sebagian). Dari tampilan eMM Workbook, terlihat bahwa penyelenggaraan e-learning di Universitas Mercubuana telah mencapai keberhasilan dalam dimensi penyampaian (delivery), perencanaan (planning), dan manajemen (management), sedangkan pada dimensi definisi (definition) dan optimisasi (optimisation) masih tercapai secara parsial.

Sementara dari sisi proses, program e-learning Universitas Mercu Buana sudah relatif sudah memenuhi kriteria pembelajaran (learning), pengembangan

(development), evaluasi (evaluation), dan organisasi (organisation).

Harus diakui, bahwa hasil penelitian ini masih sangat prematur. Hal ini disebabkan karena data dan informasi yang dijadikan sebagai dasar dalam menilai proses dan dimensi kemampuan e-learning masih bersandar pada sumber data yang sangat minim. Seluruh aspek penilaian diisi dengan merujuk kepada asumsi penulis terhadap hasil pengamatan terhadap portal elearning2mercubuana.ac.id dari sisi mahasiswa, tanpa mengamati dari sisi dosen maupun administrator portal.

Fitur teknologi maupun fasilitas pembelajaran e-learning yang terdapat pada portal e-learning Universitas Mercu Buana dinilai dengan merujuk kepada fitur utama dan tambahan dari LMS Moodle yang digunakan sebagai engine utama portal tersebut. Dengan hasil evaluasi seperti di atas, tampak bahwa kekuatan yang dimiliki saat ini oleh e-learning Universitas Mercu Buana diantaranya adalah: pengorganisasian program yang sudah baik, keterkaitan program dengan perencanaan strategis lembaga sudah selaras, serta penyediaan sumber daya infrastruktur e-learning yang memenuhi syarat.

Adapun kelemahan yang terungkap adalah proses dukungan yang belum begitu memadai terhadap aktifitas pembelajaran, baik dari dimensi perencanaan, definisi dan standar, maupun optimalisasi dukungan.

Oleh karena itu, secara strategis, pengembangan yang mendesak untuk dilakukan diantaranya adalah penguatan dalam hal definisi, standar, prosedur, dan jaminan mutu pembelajaran, mulai dari desain, pengembangan, implementasi, monitoring, hingga evaluasi e-learning. Selain itu, sudah saatnya pula dilakukan optimisasi dalam berbagai aspek proses seperti: peningkatan kualitas dukungan baik kepada staf pengajar maupun mahasiswa dalam mengoptimalkan proses pembelajaran, integrasi dan pemanfaatan perpustakaan untuk mendukung kualitas pembelajaran e-learning, serta pengikutsertaan mahasiswa dalam memberikan masukan dan umpan balik dalam rangka mendukung proses desain dan pengembangan program

(32)

31

Learning: Proses yang secara langsung berdampak pada pedagogik

e-learning

L1 Tujuan Pembelajaran memandu desain dan implementasi

perkuliahan 3 2 2 2 2

L2 Mahasiswa dilengkapi mekanisme interaksi dengan staf

pengajar dan mahasiswa lainnya 2 2 1 2 2

L3 Mahasiswa dilengkapi pengembangan keterampilan e-learning

2 1 2 3 2

L4 Mahasiswa dilengkapi waktu respon staff yang diharapkan untuk

komunikasi mahasiswa 3 2 2 2 2

L5 Mahasiswa menerima umpanbalik tentang kinerja mereka dalam

perkuliahan 3 2 2 2 2

L6 Siswa dilengkapi keterampilan informasi untuk mendukung

pengembanagn penelitian 2 2 2 2 2

L7 Desain dan aktivitas pembelajaran secara aktif melibatkan

mahasiswa 0 0 0 0 0

L8 Penilaian didesain untuk membangun kompetensi mahasiswa

secara progresif 0 0 0 0 0

L9 Pekerjaan mahasiswa mengikuti jadwal dan tenggat waktu

tertentu 3 3 2 2 2

L10 Perkuliahan dirancang untuk mendukung gaya dan kemampuan

belajar yang beragam 2 2 3 2 2

Development: Proses membuat dan memelihara sumber daya

e-learning

D1 Staf Pengajar yang terlibat e-learning didukung dengan desain

dan pengembangan 4 3 2 2 3

D2 Desain, pengembangan, dan penyampaian perkuliahan dipandu

dengan prosedur dan standar e-learning 4 3 2 2 2

D3 Perencanaan yang eksplisit tentang teknologi, pedagogi, dan

konten e-learning dalam perkuliahan 0 0 0 0 0

D4 Perkuliahan dirancang untuk mendukung mahasiswa

berketidakmampuan 2 2 2 2 2

D5 Semua elemen infrastruktur fisik e-learning handal, kuat, dan

efisien 3 3 3 3 3

D6 Semua elemen infrastruktur fisik e-learning terintegrasi dengan

standar yang telah ditetapkan 2 2 2 3 2

D7 Sumber daya e-learning dirancang dan dikelola untuk

optimalisasi penggunaan 3 2 2 2 2

Support: Proses seputar dukungan dan manajemen operasional

e-learning

S1 Mahasiswa disediakan bantuan teknis ketika terlibat dalam

e-learning 0 0 0 0 0

S2 Mahasiswa disediakan fasilitas perpustakaan ketika terlibat

e-learning 1 1 2 2 1

S3 Kebutuhan, pertanyaan, dan keluhan mahasiswa dikumpulkan

dan dikelola secara formal 2 2 2 2 2

S4 Mahasiswa diberi dukungan layanan personal dan pembelajaran

ketika terlibat e-learning 2 2 2 2 2

S5 Staf pengajar disediakan dukungan pedagogi dan

pengembangan profesional e-learning 0 0 0 0 0

S6 Staf Pengajar disediakan dukungan teknis dalam penggunaan

informasi digital yang dibuat mahasiswa 2 2 2 2 1

Evaluation: Proses seputar evaluasi kontrol kualitas e-learning melalui seluruh siklus hidup

E1 Mahasiswa mampu memberikan umpan balik secara teratur

tentang kualitas dan efektiftas pengalaman e-learning mereka 0 0 0 0 0

E2 Staf Pengajar mampu memberikan umpan balik secara teratur

(33)

32

Gambar 4.1. Hasil Penilaian Kemampuan e-learning berdasarkan eMM 2.3 Workbook

E3 Ulasan reguler tentang aspek e-learning perkuliahan dilakukan

3 2 2 2 2

Organisation: Proses yang terkait dengan perencanaan dan manajemen

kelembagaan

O1 Pandauan kriteri formal tentang alokasi sumberdaya untuk

desain, pengembangan, dan penyampaian e-learning 0 0 0 0 0

O2 Kebijakan belajar mengajar institusional dan strategi yang jelas

untuk pembelajaran 2 2 2 2 2

O3 Keputusan-keputusan teknologi e-learning dipandu oleh

perencanaan yang jelas 3 2 2 3 2

O4 Penggunaan informasi digital dipandu oleh sebuah perencanaan

informasi institusional yang teringrasi 3 3 2 3 2

O5 Inisiatif-inisiatif e-learning dipandu oleh perencanaan

pengembangan yang jelas 3 2 3 3 3

O6 Mahasiswa disediakan informasi tentang teknologi e-learning

yang diutamakan untuk memulai perkuliahan 3 2 2 2 2

O7 Mahasiswa disediakan informasi tentang pedagogi e-learning

yang diutamakan untuk memulai perkuliahan 2 2 2 2 2

O8 Mahasiswa disediakan informasi administrasi yang diutamakan

untuk memulai perkuliahan 0 0 0 0 0

O9 Inisiatif-inisiatif e-learning dipandu dengan perencanaan strategi

(34)

33 Bab V. Penutup

Berdasarkan pembahasan atas hasil-hasil penelitian, terdapat beberapa simpulan penting terkait dengan kemampuan e-learning Universitas Mercu Buana saat ini.

1. Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari portal

elearning2mercubuana.ac.id dari sisi mahasiswa, hasil penilaian dengan menggunakan eMM Workbook menunjukkan kemampuan e-learning pada tingkat ‘Terpenuhi Sebagian’, terutama dalam proses pengembangan, evaluasi, dan organisasi.

2. Dimensi kemampuan e-learning Universitas Mercubuana, khususnya yang terlihat dari www.elearning2mercubuana.ac.id memiliki kekuatan dalam penyampaian (delivery), perencanaan (planning), dan manajemen (management), tetapi masih harus diperkuat dalam dimensi definisi (definition) dan optimisasi (optimisation).

3. Proses yang mendesak untuk dibenahi adalah peningkatan kualitas

dukungan terhadap staf pengajar maupun mahasiswa dalam mengoptimalkan pembelajaran e-learning, baik dari aspek teknologi maupun pedagogi.

(35)

34 Daftar Pustaka

Ally, Mohammed. Foundation of Educational Theory for Online Learning dalam “Theori and Practice of Online Learning”, Ediitors: Terry Anderson and Fathi Elloumi, (Athabasca University, 2004)

Attwell, Graham (ed.). Evaluating E-learning A Guide to the Evaluation of E-learning:

Evaluate Europe Handbook Series Volume 2.

http://www.pontydysgu.org/wpcontent/uploads/2007/11/eva_europe_vol2_pref inal.pdf (20 Maret 2015)

Batchman, Kith. “Corporate e-Learning: Exploring a New Frontier,”

http://www.internettime.com/Learning/articles/hambrecht.pdf.pdf (20 Maret 2015)

Dabbagh, Nada. Online Learning: Concepts, Strategies, and Application. New Jersey. Pearson Education Inc., 2005

Engelbrecht, Elmarie. A look at e-learning models: investigating their value for

developing an e-learning strategy.

http://www.nottingham.ac.uk/~ntzcl1/literature/elearning/engelbrecht.pdf (20 Maret 2015)

Horton, William. e-Learning Tools and Technologies. San Francisco. John Wiley & Sons, Inc., 2003.

Marshall, Stephen. E-Learning Maturity Model: Process Descriptions.

http://www.utdc.vuw.ac.nz/research/emm/documents/versiontwothree/200706 20ProcessDescriptions.pdf (15 Maret 2015)

Marshall, Stephen. “E-Learning and Higher Education: understanding and supporting organization change”. Journal of Open, Flexible, and Distance Learning,

16(1).

http://journals.akoaotearoa.ac.nz/index.php/JOFDL/article/viewFile/96/66 (20 Maret 2015)

Gomes, Natália Fernandes dan Serrano, Hernández. “Building a Successful e-Learning Project in Higher Education.” GSTF Journal on Computing (JoC)

Vol.3 No.1, March 2013.

http://connection.ebscohost.com/c/articles/88012298/building-successful-e-learning-project-higher-education (20 Maret 2015).

Rosenberg, Marc J. Beyond e-Learning. San Francisco.Pfeiffer.2006.

Shank, Patti and Amy Sitze. Making Sense of Online Learning: A Guide for

Beginners and Truly Skeptical, www.learningpeaks.com/msoll., (12 Maret 2014).

(36)

35 Siragosa, Lucio Paul. Identification of Effective Instructional Design Principles and

Learning Strategies for Students Studying in Web-based Learning Environment in Higher Education. Doctoral dissertation. Curtin University of

Gambar

Gambar 3.1.  Hubungan antara distance learning, online learning dan web-based  learning menurut Nada Dabbagh
Tabel 3.2. Teknologi (tools) untuk mengakses online learning   (diadaptasi dari berbagai sumber, Bakri:2008)
Tabel 3.3.  Teknologi (tools) untuk menyelenggarakan online learning  (diadaptasi dari berbagai sumber, Bakri:2008)
Gambar 3.3.  Dimensi penilaian dalam Model eMM (Marshall, 2008)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Perbendaan antara Bentuk gigi lurus dengan bentuk gigi miring pada Roda Gigi payung ini, kurang lebih seperti perbedaan yang terdapat pada Roda

Merupakan kriteria yang mengacu pada konsep penyebab tunggal =hubungan satu sebab!satu akibat>" yaitu jika sebuah faktor spesik hanya berhubungan dengan sebuah penyakit

Uji normalitas data bertujuan untuk mendeteksi distribusi data dalam suatu variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak untuk membuktikan

sebagaimana mestinya terhadap unit asuhan pasien, atau pada keadaan gawat darurat/emergensi. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tsb adalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini akan diuraikan pengertian modalitas dan macam-macamnya dalam roman Le Tour du Monde en Quatre-vingts Jours karya Jules

Az eredményül kapott két különbség-mátrixot a változó-párok alapján kétváltozós formába alakítottam, amin páros sta- tisztikai próbával

Namun, bila dilihat dari aspek yang lain seperti nilai iluminasi cahaya, konsumsi bahan bakar, daya listrik yang dibutuhkan dan daya tahan lampu LED lebih unggul

Perwalian menurut wasiat adalah perwalian yang dilakukan atas dasar kekuasaan orang tua yang lebih berhak mengangkat wali atas seorang anak atau lebih apabila