• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Sumatera Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Sumatera Selatan"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

SEGALA HAL DARI

SUMATERA SELATAN

(2)

Suku - Suku di Sumatera Selatan

Indonesia memang kaya akan suku bangsanya, khusus dari daerah sumatera selatan saja sudah menyumbang 12 suku besar yang terkenal, belum lagi dengan suku - suku yang kurang terkenal.

Ingin tahu suku apa saja yang ada di Sumatera Selatan....??? berikut ini daftarnya:

1. Suku Komering

Komering merupakan salah satu suku atau wilayah budaya di Sumatra Selatan, yang berada di sepanjang aliran Sungai Komering. Seperti halnya suku-suku di Sumatra Selatan, karakter suku ini adalah penjelajah sehingga penyebaran suku ini cukup luas hingga ke Lampung. Suku Komering terbagi atas dua kelompok besar: Komering Ilir yang tinggal di sekitar Kayu Agung dan Komering Ulu yang tinggal di sekitar kota Baturaja.

Suku Komering terbagi beberapa marga, di antaranya marga Paku

Sengkunyit, marga Sosoh Buay Rayap, marga Buay Pemuka Peliyung, marga Buay Madang, dan marga Semendawai. Wilayah budaya Komering

merupakan wilayah yang paling luas jika dibandingkan dengan wilayah budaya suku-suku lainnya di Sumatra Selatan. Selain itu, bila dilihat dari karakter masyarakatnya, suku Komering dikenal memiliki temperamen yang tinggi dan keras.

Berdasarkan cerita rakyat di masyarakat Komering, suku Komering dan suku Batak, Sumatra Utara, dikisahkan masih bersaudara. Kakak beradik yang datang dari negeri seberang. Setelah sampai di Sumatra, mereka berpisah. Sang kakak pergi ke selatan menjadi puyang suku Komering, dan sang adik ke utara menjadi puyang suku Batak.

2. Suku Palembang

Kelompok suku Palembang memenuhi 40 - 50% daerah kota palembang. Suku Palembang dibagi dalam dua kelompok : Wong Jeroo merupakan keturunan bangsawan/hartawan dan sedikit lebih rendah dari orang-orang istana dari kerajaan tempo dulu yang berpusat di Palembang, dan Wong Jabo adalah rakyat biasa. Seorang yang ahli tentang asal usul orang Palembang yang juga keturunan raja, mengakui bahwa suku Palembang merupakan hasil dari peleburan bangsa Arab, Cina, suku Jawa dan kelompok-kelompok suku lainnya di Indonesia. suku Palembang sendiri memiliki dua ragam bahasa, yaitu Baso Palembang Alus dan Baso Palembang Sari-Sari.

(3)

Suku Palembang masih tinggal/menetap di dalam rumah yang didirikan di atas air. Model arsitektur rumah orang Palembang yang paling khas adalah rumah Limas yang kebanyakan didirikan di atas panggung di atas air untuk melindungi dari banjir yang terus terjadi dari dahulu sampai sekarang. Di kawasan sungai Musi sering terlihat orang Palembang menawarkan

dagangannya di atas perahu. 3. Suku Gumai

Suku Gumai adalah salah satu suku yang mendiami daerah di Kabupaten Lahat. Sebelum adanya Kota Lahat, Gumai merupakan satu kesatuan dari teritorial GUMAI, yaitu Marga Gumai Lembak, Marga Gumai Ulu dan Marga Gumai Talang.

Setelah adanya kota Lahat, maka Gumai menjadi terpisah dimana Gumai Lembak dan Gumai Ulu menjadi bagian dari Kecamatan Pulau Pinang sedangkan Gumai Talang menjadi bagian dari Kecamatan Kota Lahat. 4. Suku Semendo

Suku Semendo berada di Kecamatan Semendo, Kabupaten Muara Enim, Propinsi Sumatera Selatan. Menurut sejarahnya, suku Semendo berasal dari keturunan suku Banten yang pada beberapa abad silam pergi merantau dari Jawa ke pulau Sumatera, dan kemudian menetap dan beranak cucu di

daerah Semendo.

Hampir 100% penduduk Semendo hidup dari hasil pertanian, yang masih diolah dengan cara tradisional. Lahan pertanian di daerah ini cukup subur, karena berada kurang lebih 900 meter di atas permukaan laut. Ada dua komoditi utama dari daerah ini : kopi jenis robusta dengan jumlah produksi mencapai 300 ton per tahunnya, dan padi, dimana daerah ini termasuk salah satu lumbung padi untuk daerah Sumatera Selatan.

Adat istiadat serta kebudayaan daerah ini sangat dipengaruhi oleh nafas keIslaman yang sangat kuat. Mulai dari musik rebana, lagu-lagu daerah dan tari-tarian sangat dipengaruhi oleh budaya melayu Islam. Bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari adalah bahasa Semendo. Setiap kata pada setiap bahasa ini umumnya berakhiran "e."

(4)

Suku Melayu Lintang hidup dari bercocok tanam yang menghasilkan : kopi, beras, kemiri, karet dan sayur-sayuran. Mereka juga beternak kambing, kerbau, ayam, itik, bebek, dll. Mereka tidak mencari nafkah di sektor perikanan walaupun tinggal di tepi sungai.

Orang Lintang adalah penganut Islam yang cukup kuat. Hal ini terlihat dengan banyaknya mesjid-mesjid dan pesantren untuk melatih kaum mudanya.

6. Suku Kayu Agung

Suku Kayu Agung berdomisili di Sumatera Selatan, tepatnya di Kabupaten Ogan Komering Ilir dengan ibukotanya Kayu Agung. Wilayah ini dialiri sungai Komering. Bahasanya terdiri atas dua dialek, yaitu dialek Kayu Agung dan dialek Ogan.

Mata pencaharian suku ini bertani, berdagang, dan membuat gerabah dari tanah liat. Bentuk pertanian kebanyakan bersawah tahunan karena

daerahnya terdiri dari rawa-rawa. Jadi sawah hanya dikerjakan saat musim hujan.

Suku Kayu Agung mayoritas beragama Islam, tetapi mereka juga

mempertahankan kepercayaan lama, yaitu kepercayaan mengenai dunia roh. Suku Kayu Agung percaya bahwa roh-roh nenek moyang dapat

mengganggu manusia. Oleh karena itu, sebelum mayat dikubur harus

dimandikan dengan bunga-bunga supaya arwah roh yang mati lupa jalan ke rumahnya. Mereka juga percaya akan dukun yang membantu dalam upacara pertanian, baik saat menanam maupun saat panen. Selain itu ada tempat-tempat keramat yang mereka anggap sebagai tempat-tempat bersemayamnya para arwah.

7. Suku Lematang

Suku Lematang tinggal di daerah Lematang yang terletak di antara

Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Lahat. Daerah ini berbatasan dengan daerah Kikim dan Enim. Suku ini menempati wilayah di sepanjang sungai Lematang, di sekitar kota Muaraenim dan kota Prabumulih.

Asal usul orang Lematang dari kerajaan Majapahit, keturunan orang Banten dan Wali Sembilan.

Orang Lematang sangat terbuka dan memiliki sifat ramah tamah dalam menyambut setiap pendatang yang ingin mengetahui seluk beluk dan keadaan daerah dan budayanya. Mereka juga memiliki rasa kebersamaan yang tinggi. Hal itu terbukti dari sikap gotong royong dan tolong menolong

(5)

bukan hanya kepada masyarakat Lematang sendiri tetapi juga kepada masyarakat luar.

8. Suku Ogan

Suku Ogan terletak di Kabupaten Ogan Komering Ulu dan Ogan Komering Ilir. Mereka mendiami tempat sepanjang aliran Sungai Ogan dari Baturaja

sampai ke Selapan. Orang ogan biasa juga disebut orang Pagagan. Suku Ogan terbagi menjadi 3 (tiga) sub-suku, yakni: Suku Pegagan Ulu, Suku Penesak, dan Suku Pegagan Ilir. Kelompok masyarakat ini adalah penduduk asli dan bertani, tetapi banyak juga yang menjadi pegawai negeri. Makanan pokok suku ini ialah hasil pertanian.

9. Suku Pasemah

Suku Pasemah adalah suku yang mendiami wilayah kabupaten Empat Lawang, kabupaten Lahat, Ogan Komering Ulu, dan di sekitar kawasan gunung berapi yang masih aktif, gunung Dempo. Suku bangsa ini juga banyak yang merantau ke daerah-daerah di provinsi Bengkulu.

menurut sejarah, suku ini berasal dari keturunan Raja Darmawijaya

(Majapahit) yang menyeberang ke Palembang (pulau Perca). Suku ini banyak yang tersebar di pegunungan Bukit Barisan, khususnya di lereng-lerengnya. Menurut mitologi nama Pasemah berasal dari kata Basemah yang berarti berbahasa Melayu. Hasil utama masyarakat suku ini ialah kopi, sayur-sayuran dan cengkeh dengan makanan pokoknya ialah beras.

10. Suku Sekayu

Suku Sekayu terletak di Propinsi Sumatera Selatan. Dalam wilayah Kabupaten Musi Banyuasin. Mayoritas penduduknya petani. Hasil

pertaniannya adalah padi, singkong, ubi, jagung, kacang tanah dan kedelai. Hasil perkebunan yang menonjol adalah karet, cengkeh dan kopi. Industri rakyat yang terkenal berupa bata dan genteng.

Suku Sekayu merupakan "manusia sungai" dan senang mendirikan rumah-rumah yang langsung berhubungan dengan sungai Musi. Tidak seperti

umumnya suku-suku di Indonesia, suku Bugis, Minangkabau atau Jawa, suku Sekayu jarang berpindah-pindah ke tempat yang jauh. Keinginan untuk lebih maju dan mencari keberuntungan mereka lakukan hanya sampai di ibukota propinsi.

(6)

11. Suku Rawas

Suku ini terletak di wilayah propinsi Sumatera Selatan, tepatnya di sekitar dua aliran sungai Rawas dan sungai Musi bagian utara. Suku ini menempati wilayah di Kecamatan Rawas Ulu, Rawas Ilir, dan Muararupit, di Kabupaten Musi Rawas. Bahasa Rawas masih tergolong ke dalam rumpun melayu. Di wilayah ini banyak terdapat kebun karet rakyat.

12. Suku Banyuasin

Suku ini terutama tinggal di kab. Musi Banyuasin yaitu di kec. Babat Toman, Banyu Lincir, Sungai Lilin, dan Banyuasin Dua dan Tiga. Umumnya mereka tinggal di dataran rendah yang diselingi rawa-rawa dan berada di daerah aliran sungai. Sungai terbesar adalah sungai Musi yang memiliki banyak anak sungai. Mata pencaharian pokoknya adalah bertani di sawah dan ladang. Mereka masih percaya terhadap berbagai takhyul, tempat keramat dan benda-benda kekuatan gaib. Mereka juga menjalani beberapa upacara dan pantangan.

(7)

Rumah Limas, Rumah Tradisional Sumatera Selatan

Rumah Limas merupakan rumah tradisional khas Provinsi Sumatera Selatan. Dari namanya, jelaslah bahwa rumah ini berbentuk limas. Bangunannya bertingkat-tingkat dengan filosofi budaya tersendiri untuk setiap tingkatnya. Tingkat-tingkat ini disebut masyarakat sebagai bengkilas. Apabila Anda bertamu ke salah satu Rumah Limas di wilayah Sriwijaya ini, Anda akan diterima di teras atau lantai dua saja. Rumah Limas sangat luas dan seringkali digunakan sebagai tempat berlangsungnya hajatan atau acara adat. Luasnya mulai dari 400 hingga 1000 meter persegi. Bahan material dalam membuat dinding, lantai, serta pintu menggunakan kayu tembesu. Sementara untuk tiang rumah, pada umumnya menggunakan kayu unglen yang tahan air. Berbeda dengan rangka rumah yang terbuat dari kayu Seru. Kayu ini cukup langka. Kayu ini sengaja tidak digunakan untuk bagian bawah Rumah Limas, sebab kayu Seru dalam kebudayaannya dilarang untuk diinjak atau dilangkahi. Nilai-nilai budaya Palembang juga dapat Anda rasakan dari ornamen ukiran pada pintu dan dindingnya. Selain berbentuk limas, rumah

tradisional Sumatera Selatan ini juga tampak seperti rumah panggung

dengan tiang-tiangnya yang dipancang hingga ke dalam tanah. Hal ini disebabkan oleh kondisi geografis lingkungannya yang berada di daerah perairan.

(8)

Adat yang kental sangat mendasari pembangunan Rumah Limas. Tingkatan yang dimiliki rumah ini disertai dengan lima ruangan yang disebut dengan

kekijing. Hal ini menjadi simbol atas lima jenjang kehidupan bermasyarakat,

yaitu usia, jenis, bakat, pangkat dan martabat. Detail setiap tingkatnya pun berbeda-beda.

Pada tingkat pertama yang disebut pagar tenggalung, ruangannya tidak memiliki dinding pembatas, terhampar seperti beranda saja. Suasana di tingkat pertama lebih santai dan biasa berfungsi sebagai tempat menerima tamu saat acara adat. Kemudia kita beranjak ke ruang kedua. Jogan, begitu mereka menyebutnya, digunakan sebagai tempat berkumpul khusus untuk pria. Naik lagi ke ruang ketiga yang diberi nama kekijing ketiga. Posisi lantai tentunya lebih tinggi dan diberi batas dengan menggunakan penyekat. Ruangan ini biasanya untuk tempat menerima para undangan dalam suatu acara atau hajatan, terutama untuk handai taulan yang sudah separuh baya. Beranjak ke kekijing keempat, sebutan untuk ruang keempat, yang memiliki posisi lebih tinggi lagi. Begitu juga dengan orang-orang yang dipersilakan untuk mengisi ruangan ini pun memiliki hubungan kekerabatan lebih dekat dan dihormati, seperti undangan yang lebih tua, dapunto dan datuk. Nah, ruang kelima yang memiliki ukuran terluas disebut gegajah. Didalamnya terdapat ruang pangkeng, amben tetuo, dan danamben keluarga. Amben adalah balai musyawarah. Amben tetuo sendiri digunakan sebagai tempat tuan rumah menerima tamu kehormatan serta juga menjadi tempat pelaminan pengantin dalam acara perkawinan. Dibandingkan dengan ruang lainnya, gegajah adalah yang paling istimewa sebab memiliki kedudukan privasi yang sangat tinggi. Begitulah setiap ruang dan tingkatan Rumah Limas yang memiliki karakteristiknya masing-masing.

Garis Keturunan

Tingkat atau kijing yang dimiliki Rumah Limas menandakan garis keturunan asli masyarakat palembang. Dalam kebudayaannya, dikenal tiga jenis garis keturunan atau kedudukan seseorang, yaitu Kiagus, Kemas dan atau

(9)

Massagus, serta Raden. Tingkatan atau undakannya pun demikian. Yang

terendah adalah tempat berkumpul golongan Kiagus. Selanjutnya, yang kedua diisi oleh garis keturunan Kemas dan atau Massagus. Kemudia yang ketiga, diperuntukkan bagi golongan tertinggi yaitu kaum Raden.

Di sisi lain, hiasan atau ukiran yang ada di dalam Rumah Limas pun memiliki simbol-simbol tertentu. Jika Anda melihat dengan seksama ke dalamnya, akan terlihat ornamen simbar atau tanduk pada bagian atas atap. Simbar dengan hiasan Melati melambangkan mahkota yang bermakna kerukunan dan keagungan rumah adat ini. Tanduk yang menghiasi atap juga bermakna tertentu sesuai dengan jumlahnya.

Saat ini pembangunan Rumah Limas Sumatera Selatan sudah jarang dilakukan. Luas wilayahnya memakan biaya yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan membangun rumah tempat tinggal biasa. Namun jangan khawatir, Anda dapat berkunjung ke Rumah Limas milik keluarga Bayuki Wahab di Jl. Mayor Ruslan dan Hasyim Ning di Jl. Pulo, 24 Ilir, Palembang. Di sini, Anda akan merasakan seperti berada di masa lalu dengan nuansa rumah adat yang sangat kental pengaruh budayanya.

(10)

Pakaian Adat Sumatera Selatan

Propinsi Sumatera Selatan yang beribukota di Palembang ini di kenal juga dengan sebutan “Bumi Sriwijaya”. Hal ini dikarenakan pada abad ke-7 sampai abad ke-13 Masehi wilayah ini merupakan pusat kerajaan maritim terbesar dan terkuat di Indonesia yakni Kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan catatan sejarah pakaian adat yang dikenakan oleh masyarakat Sumatera Selatan yang dipanggil dengan istilah “Wong Kito Galo” berasal dari jaman kesultanan Palembang, dan terinspirasi dari zaman kerajaan Sriwijaya yang pernah berjaya di wilayah sumatera selatan.

Pakaian Adat Sumatera Selatan

(11)

Sumber : http://www.kaskus.co.id

Sebagai salah satu kekayaan budaya bangsa Indonesia, pakaian Adat Sumatra Selatan dapat diartikan sebagai simbol peradaban budaya masyarakat yang mendiami wilayah Sumatera Selatan. Hal ini didasarkan pada unsur filosofi hidup dan keselarasan yang bisa dilihat dari pemilihan warna dan corak serta kelengkapan yang menghiasi pakaian adat tersebut. Pakaian adat Sumatera Selatan dikenal dengan nama Aesan Gede yang melambangkan kebesaran dan Aesan Pesangkon yang melambangkan keanggunan. Dalam adat Sumatera Selatan pakaian ini hanya digunakan pada upacara pernikahan.

Pakaian Adat Sumatera Selatan

(12)

Sumber : http://insan-kamil-mistik.blogspot.com

Salah satu busana pengantin yang digunakan pada adat Palembang adalah gaya Aesan Gede. Busana ini merupakan busana kebesaran raja Sriwijaya yang kemudian diterjemahkan sebagai busana pengantin Palembang. Warna merah jambu (pink) dan keemasan serta gemerlap perhiasan dan mahkota yang dipadukan dengan baju dodot dan kain songket semakin mempertegas keagungan bangsawan Sriwijaya. Kesan mewah pada pakaian adat Aesan Gede ini tidak terlepas dari penggunaan perhiasan yang umumnya berupa bungo cempako, mahkota Aesan Gede, kelapo standan, dan kembang

goyang.

Pakaian Adat Sumatera Selatan

(13)

Sumber : http://prasetyadamar.blogspot.com

Sama seperti Aesan Gede, baju adat Aesan Paksangkong juga mencerminkan kebesaran. Warna yang mendominasi pakaian adat aesan paksangkong adalah warna merah dan emas, untuk pakaian wanita biasanya mengenakan baju kurung warna merah berhiaskan motif bertabur bunga bintang keemasan yang dipadukan dengan kain songket lepus bersulam emas. Busana ini dilengkapi dengan penutup dada, perhiasan, dan mahkota dengan untaian bunga. Sedangkan untuk pakaian pria yang digunakan berupa jubah bertabur bunga emas, celana, dan kain songket serta songkok emas sebagai penghias kepala.

Pakaian Adat Sumatera Selatan

(14)

Sumber : http://info-bisnis-usaha.blogspot.com

Disamping faktor sejarah yang kuat, bagi masyarakat Sumatera Selatan penggunaan pakaian adat juga dianggap sebagai penghormatan kepada leluhur sebagai upaya untuk menjunjung tinggi adat dan budaya mereka. Hal paling terpenting dalam menjaga dan melestarikan hasil cipta karya budaya manusia adalah sikap memegang teguh dan rasa bangga untuk tetap menggunakan pakaian tradisional dalam setiap moment upacara adat.

Senjata Tradisional Sumatera Selatan

Senjata-senjata tradisional yang pernah dipakai pada masa Kesultanan Palembang Darussalam untuk pertahanan diri dari serangan musuh. Terdapat bermacam-macam jenis senjata yang di gunakan sebagai pertahanan diri maupun menunjukan kelas sosial mereka dalam masyarakat Sebenarnya

(15)

banyak jenis senjata tradisional di wilaya Palembang seperti Tombak, Keris Palembang, beberapa jenis Pedang, juga di kenal senjata Tombak Trisula maupun senjata tradisonal lainnya bernama Skin.

Jika dicermati, senjata-senjata tersebut merupakan bentuk dari akulturasi budaya-budaya besar saat itu. Misalnya, kebudayaan Tionghoa, kebudayaan India, dan kebudayaan Arab. Akulturasi tersebut merupakan bukti tingginya peradaban anak negeri yang mampu menyerap berbagai budaya dan menyatukannya dalam sebuah budaya berbeda dari aslinya.

Keris

Keris Palembang (http://tappikawali.blogspot.com)

Senjata tradisional yang terkenal di Sumatera Selatan adalah keris. Keris situ ada yang berlekuk 7, 9 atau 13, yaitu dengan jumlah ganjil.

(16)

Tombak (Trisula) - http://juansst.blogspot.com

Belum ada sumber yang bisa menjelaskan dengan pasti awal mula senjata tombak dengan ujung berbentuk trisula ini. Ada sebagian ahli berasumsi bahwa tombak trisula punya kaitan dengan perkembangan budaya Hindu pada masa pemerintahan Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Kota Palembang.

Namun, tombak trisula khas daerah Sumatera Selatan punya dua ujung sisi yang bisa digunakan sebagai senjata. Salah satu ujungnya berbentuk trisula, sedangkan ujung yang lainnya berupa mata tombak berbentuk segitiga yang

diukir demikian cantik.

(17)

Ilustrasi Skin (http://www.archipelago-sandata.com)

Skin yang sering juga disebut jembio, rambai ayam (berbentuk menyerupai ekor ayam) atau taji ayam, adalah suatu artefak yang berupa senjata tusuk genggam yang bentuknya meruncing dengan tajaman di salah satu sisi bilahnya.

Skin mempunyai kedudukan yang penting bagi seseorang, sehingga fungsinya tidak hanya sebagai senjata, melainkan juga sebagai benda keramat yang memiliki unsur kimpalan mekam atau kimpalan sawah

(mempunyai kekuatan magis).

6 Tari Tradisional Sumatera Selatan dan

Penjelasannya

1. Tari Gending Sriwijaya

Gending Sriwijaya merupakan lagu daerah dan juga tarian yang cukup populer dari kota Palembang Sumatera Selatan. Lagu Gending Sriwijaya ini

(18)

zaman di mana pada saat itu Sriwijaya pernah menjadi pusat studi agama Buddha di dunia.

Tari Gending Sriwijaya dari Sumatera Selatan ini dibawakan untuk

menyambut tamu-tamu agung. Biasanya tarian ini dibawakan oleh sebanyak 13 orang penari, yang terdiri dari 9 orang penari inti dan 4 orang

pendamping dan penyanyi :

 Satu orang penari utama pembawa tepak (tepak, kapur, sirih),  Dua orang penari pembawa peridon (perlengkapan tepak),  Enam orang penari pendamping (tiga dikanan dan tiga kiri),  Satu orang pembawa payung kebesaran (dibawa oleh pria),  Satu orang penyanyi Gending Sriwijaya,

 Dua orang pembawa tombak (pria).

Namun saat ini penyanti gending sriwijaya sudah banyak digantikan dengan media digital dan elektronik seperti VCD maupun tape recorder.

2. Tari Tanggai

Tari Tanggai merupakan tarian tradisional dari Sumatera Selatan yang juga

dipersembahkan untuk menyambut tamu kehormatan. Berbeda dengan tari Gending Sriwijaya, Tari Tanggai dibawakan oleh lima orang dengan memakai pakaian khas daerah seperti kain songket, dodot, pending, kalung, sanggul malang, kembang urat atau rampai, tajuk cempako, kembang goyang, dan tanggai yang berbentuk kuku terbuat dari lempengan tembaga.

Tari ini merupakan perpaduan antara gerak yang gemulai dengan busana khas daerah. Tarian ini menggambarkan masyarakat Palembang yang ramah dan menghormati, menghargai serta menyayangi tamu yang berkunjung ke daerahnya.

(19)

3. Tari Mejeng Basuko

Tarian mejeng basuko adalah tarian khas muda mudi Sumatera Selatan (Sumsel). Tarian ini menggambarkan muda mudi yang berkumpul dan bersenda gurau untuk menarik hati lawan jenisnya. Tak jarang ada yang sampai jatuh hati dan mendapatkan jodoh dari pertemuan tersebut.

4. Tari Rodat Cempako

Tarian Rodat Cempako adalah tarian khas masyarakat Sumsel yang dipengaruhi oleh gerakan dari Timur Tengah. Tarian Rodat Cempako ini merupakan tarian masyarakat Sumsel yang bernafaskan Islam.

5. Tari Tenun Songket

Tarian Tenun Songket dari Sumatera Selatan ini menggambarkan masyarkat Sumsel khususnya kaum wanita yang memanfaatkan waktu luangnya untuk

(20)

Tari Madik / Nindai adalah tarian khas Sumatera Selatan yang

menggambarkan proses pemilihan calon menantu. Di Sumatera Selatan terdapat kebiasaan dimana orang tua pria akan berkunjung ke rumah calon menantunya untuk melihat dan menilai (Madik dan Nindai) kepribadian sehari-hari calon menantu tersebut.

(21)

Alat Musik Tradisional Sumatera Selatan

Provinsi Sumatera Selatan dengan ibukota Palembang, berbeda alat musik tradisionalnya dengan daerah atau provinsi yang ada di Pulau Sumatera.

Perkembangan musik dan jenis musik dikota Palembang ini sangat dipengaruhi “situasi zaman” yang melingkupinya. Dimasa Sriwijaya saya kira banyak dipengaruhi oleh unsur musik India, Cina dan musik lokal. Nuansa musiknya mungkin sekali banyak dipengaruhi unsur agama Budha yang ketika itu adalah agama resmi Kerajaan Sriwijaya. Pada masa Kesultanan Palembang, yang sudah tentu banyak pengaruh atau unsur budaya Islam dan Arab, jadi nuansa musik dan jenis musik pun bernuansa keislaman dan kearab-araban, contoh musiknya mungkin gambus, terbangan syarofalanam, kasidahan dll. Group gambus yang terkenal sekitar tahun 1950-an adalah group musik gambus “Sri Palembang” pimpinan Wak Neng.

Menurut buku dengan judul “Terbangan: alat musik tradisional Sumatera Selatan”, Pengarang: Sukanti, Penerbit: Departemen Pendidikan Nasional,

(22)

tradisional Sumatera Selatan sebagai berikut :

Rebana (Terbangan)

Ilustrasi Rebana (Terbangan) - http://arifmuria.blogspot.com

Rebana (terbangan) merupakan alat musik alat musik terdiri empat rebana Hadrah dan satu buah Jidur (Bedug kecil), biasanya berwarna merah, hitam, dan emas, warna yang khas Sumatera Selatan. Terbangan, kadang-kadang bersama dengan serunai (oboe seperti buluh ganda atau serdam) dan biola.

Seruling

Alat musik ini terbuat dari bambu. Seruling termasuk jenis alat musik tiup melintang (transverse flute) yang dimainkan secara horizontal, salah satu ujungnya diberi penyekat, dilengkapi enam lubang nada dan satu lubang

(23)

tiup. Seruling ini dapat dimainkan baik secara tunggal maupun berkelompok dengan alat musik lainnya. Permainannya dapat diselaraskan untuk mengiringi lagu-lagu daerah dan lagu-lagu yang mengungkapkan perasaan hati.

Kulintang (Kolintang)

Kulintang (Kolintang) - http://masyarakat-komering.blogspot.com

Kulintang atau kolintang ada di masyarakat Komering, merupakan alat musik yang terdiri dari barisan gong kecil yang diletakkan mendatar.

(24)

Alat musik tradisional kenong dapat ditemui juga di beberapa daerah di Pulau Jawa. Kenong merupakan alat musik yang terbuat dari tembaga yang merupakan salah satu alat musik tradisi yang melengkapi gamelan jawa. Di Sumatera Selatan terdapat alat musik kenong khas gamelan suku Basemah di daerah Pagar Alam Sumatera Selatan.

Burdah atau Gendang Oku (*)

Burdah atau Gendang Oku ini adalah alat musik tradisional dari Sumatera Selatan sejenis rebana yang terbuat dari kayu dan kulit binatang. Dibandingkan dengan rebana, ukuran burdah lebih besar. Di Sumatera Selatan, alat musik tradisional Burdah / gendang oku ini dimainkan untuk mengiringi lagu Islami (barjanji) pada acara keagamaan yang dimainkan sendiri maupun berkelompok. Burdah juga sering digunakan untuk mengiringi kesenian pencak silat.

(25)

Genggong (http://www.tradisikita.my.id)

Selain ditemukan di daerah Bali, ternyata Genggong juga ada di Sumatera Selatan. Namun walaupun namanya sama ternyata bentuknya sangat berbeda.

Genggong ini merupakan salah satu alat musik tradisional yang dimiliki oleh masyarakat Besemah Kota Pagaralam, sejenis alat musik tiup yang menghasilkan suara mirip harmonika.

Alat musik ini terbuat dari bilah bambu, kayu, pelepah enau atau logam dan dimainkan dengan cara dipegang ditangan kiri dan bagian sisinya ditempelkan ke bibir. Selanjutnya dengan mainkan lidah getar yang ada pada genggong dengan tangan kanan maka genggong akan menghasilkan bunyi. Sedangkan untuk mengubah nada-nada dalam melodi genggong dilakukan dengan mengolah posisi rongga mulut yang juga berfungsi sebagai resonator.

(26)

Alat musik tradisional dari Sumatera Selatan selanjutnya disebut dengan alat musik tenun. Disebut alat musik tenun dikarenakan alat musik ini biasanya dipergunakan sebagai penghibur para pekerja yang sedang menenun. Alat musik tenun ini terbuat dari kayu yang berbentuk persegi panjang, dengan ornamen segitiga berangkai ditengahnya. Segitiga berangkai yang berada di tengah alat musik inilah yang dibunyikan dengan cara dipukul sehingga menimbulkan bunyi dengan nada-nada tertentu.

Marawis (*)

Alat musik ini terbuat dari kayu, kulit binatang dan tali. Alat musik seperti gendang berkepala ganda namun berbadan rendah, dimainkan sebagai pengiring lagu bernuansa Islam saat acara keagamaan, selain itu dimainkan untuk mengiringi tarian zapin.

(27)

Gambus (*)

Alat musik ini terbuat dari kayu. Alat musik petik jenis lut yang memiliki enam dawai. Bentuk gambus sangat khas dengan badan cembung. Permainan gambus berfungsi sebagai pengiring lagu berirama timur tengah dan Melayu.

Biola (*)

Alat musik ini terbuat dari kayu dan tali senar. Alat musik gesek menyerupai biola Eropah. Instrumen ini memiliki empat dawai dan busur. Biola dimainkan

(28)

Terompet (*)

Alat musik ini terbuat dari stenlis. Alat musik ini bentuknya seperti terompet Eropah. Terompet ini merupakan bagian dari seperangkat alat musik jidor atas blas karena dimainkan karena dimainkan oleh belasan orang. Dilihat dari bentuknya, alat musik jidor ini banyak mendapat pengaruh dari Eropah, seperti terompet, sak seto (saxofon alto), klarinet, tenorak, dan alat musik khas Eropah lainnya. Alat musik ini dimainkan untuk mengiring pengantin,tari serta hiburan lainnya.

Gong (*)

Alat musik ini terbuat dari kuningan. Gong dapat dimainkan secara tunggal maupun berkelompok dengan alat musik lainnya. Dalam musik tradisional,

(29)

gong berfungsi sebagai suara bass. Gong digunakan pula sebagai media pemberitahuan kepada khlayak ramai.

(30)

Ragam Bahasa Daerah Sumatera Selatan

Bahasa Komering

Bahasa Komering atau bahasa Kumoring adalah bahasa yang dituturkan oleh suku Komering yang tersebar di sepanjang sungai Komering, dari danau Ranau hingga dekat Palembang. Bahasa ini termasuk dalam rumpun bahasa Lampung.

Bahasa Komering, Umum

Bahasa Komering, dialek Umum, adalah bahasa yang dituturkan oleh suku Komering yang tersebar di sepanjang sungai Komering, dari danau Ranau hingga dekat Palembang. Bahasa ini termasuk dalam rumpun bahasa Lampung.

Bahasa Komering, Kayu Agung Asli

Bahasa Komering Kayu Agung Asli, adalah salah satu dialek bahasa Komering yang dituturkan di daerah Kayu Agung.

Bahasa Komering, Kayu Agung Pendatang

Bahasa Komering Kayu Agung Pendatang, adalah bahasa yang dituturkan oleh suku Komering, di Kayu Agung, Sumatra Selatan. Bahasa ini kemungkinan berasal dari pendatang dari daerah Lampung sejak ratusan tahun yang lalu, bahasa yang hampir mirip dengan bahasa Komering Asli, tetapi mereka bukan penduduk asli Sumatra Selatan.

Bahasa Komering (Ulu), Adumanis

Bahasa Komering (Ulu) Adumanis, adalah salah satu dialek bahasa Komering yang dituturkan di daerah Adumanis, Sumatra Selatan.

Bahasa Komering (Ulu), Damarpura

Bahasa Komering (Ulu), Damarpura, adalah salah satu dialek bahasa Komering, yang dituturkan di Damarpura, Sumatra Selatan.

Bahasa Komering (Ulu), Perjaya

Bahasa Komering (Ulu), Perjaya, adalah salah satu dialek bahasa Komering, yang dituturkan di Perjaya, Sumatra Selatan.

(31)

Bahasa Komering (Ilir), Palau Gemantung

Bahasa Komering (Ilir), Palau Gemantung, adalah salah satu dialek dari bahasa Komering, yang diucapkan di Palau

Gemantung, Sumatra Selatan.

Kubu (Anak Dalam) Bahasa Lahat

Bahasa Lahat, kadang disebut juga sebagai bahasa Pagar Alam, yang dituturkan oleh masyarakat di Lahat dan Pagar Alam, Sumatra Selatan. Bahasa ini adalah salah satu dialek dari rumpun bahasa Melayu.

Bahasa Lahat ini mempunyai keterkaitan dan kemiripan dengan bahasa Muara Enim, Semende dan Ogan.

Melayu Palembang Musi

Bahasa Ogan

Bahasa Ogan, adalah bahasa yang dituturkan sebagian besar masyarakat yang terdapat di Kabupaten Ogan Ilir (Tanjungraja,

Inderalaya, Pemulutan, Muara Kuang), Ogan Komering Ilir (Pampangan, Tulung Selapan), dan Ogan Komering Ulu (Baturaja), Sumatra Selatan. Bahasa Ogan yang dituturkan oleh sebagian masyarakat yang tinggal di pesisir atau tepian Sungai Ogan. Bahasa Ogan yang digunakan oleh masyarakat di tepian sungai Ogan dikenal salah satu suku dari rumpun Melayu yaitu suku Ogan. Batasan Suku Ogan dikenal adanya istilah, Ulu Ogan (daerah Kelumpang), Ogan Ulu (daerah kecamatan

Pengandonan), Ogan Baturaja (Kota Baturaja), dan Ogan Ilir (daerah Lubuk Batang dan Muara Kuang).

Bahasa Pasemah

(32)

Gambar

Ilustrasi Skin (http://www.archipelago-sandata.com)
Ilustrasi Rebana (Terbangan) - http://arifmuria.blogspot.com

Referensi

Dokumen terkait

183 Winda Husna Putri Sumatera Selatan 184 Reza Putri Wahyuni Sumatera Selatan 185 Mutiara Zhafirah Sumatera Selatan 186 Wastika Royana Sihombing Sumatera Utara 187

Walaupun pemerintah sudah mencangkan program BOS yang sangat membantu masyarakat dalam bidang pendidikan, pandangan masyarakat bahwa sekolah gratis memiliki kualitas yang

Formulasi biakan bakteri yang selanjutnya disebut dengan pupuk organik adalah formulasi biakan murni bakteri Rhizobium.. Fisik biakan biasanya dibuat dalam bentuk padatan

a) Batubara yang digunakan adalah batubara lignit. b) Batubara peringkat rendah yang digunakan diperoleh dari daerah Sumatera Selatan (Pendopo), Sumatera Selatan

Kegiatan proses penilaian risiko (risk assessment) pada sarana pendukung teknologi informasi dan sistem aplikasi yang digunakan unit kerja Divisi Audit Internal pada Bank

• Kultur sel merupakan kultur sel-sel yang berasal dari jaringan atau organ yang telah diuraikan secara mekanis ataupun enzimatis menjadi suspensi sel, suspensi inilah

Dapat di simpulkan bahwa sistem informasi adalah perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan dengan tujuan untuk mengelola data sehingga menghasilkan informasi yang

Rahardi (2006: 100-101) menjelaskan, di dalam linguistik, konteks wacana atau teks dapat dibedakan menjadi sedikitnya menjadi tiga. 1) Konteks tuturan (context of utterance),