• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUKURAN DENSITAS IKAN MENGGUNAKAN SISTEM AKUSTIK BIM TERBAGI (SPLIT BEAM) DI LAUT JAWA PADA BULAN MEI 2006

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGUKURAN DENSITAS IKAN MENGGUNAKAN SISTEM AKUSTIK BIM TERBAGI (SPLIT BEAM) DI LAUT JAWA PADA BULAN MEI 2006"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh : Roy Burdah

C 64103001

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

Intitut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENDAHULUAN

Perairan Laut Jawa merupakan salah satu perairan dangkal yang ada di Indonesia. Lokasinya yang relatif strategis dengan potensi sumber daya ikan yang tidak sedikit, menjadikan perairan ini sebagai pusat daerah favorit penangkapan ikan bagi nelayan yang berada di pesisir utara Pulau Jawa. Akan Tetapi belum dimanfaatkan secara optimum, pemanfaatan sumber daya ikan dapat dilakukan secara optimal apabila data keberadaan ikan diketahui secara akurat.

Pendugaan stok ikan dalam perairan yang luas seperti di Indonesia telah banyak diantaranya adalah dengan menggunakan metode akustik. Metode akustik memiliki kecepatan tinggi dalam menduga besarnya stok ikan sehingga

memungkinkan memperoleh data secara real time, akurat dan berkecepatan tinggi sehingga dapat memberikan kontribusi yang cukup tinggi bagi penyediaan data dan informasi sumberdaya perikanan (Maclennan dan Simmonds, 1992).

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur nilai dan sebaran kepadatan akustik ikan dengan menggunakan metode hidroakustik (Split Beam ) di Laut Jawa pada bulan Mei 2006 dan mengetahui pengaruh faktor-faktor oseanografi (suhu dan salinitas) terhadap nilai dan sebaran densitas ikan di perairan yang bersangkutan

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan data hasil survei yang dilakukan oleh Balai Riset Perikanan Laut (BRPL), Jakarta yang dilakukan pada 15 – 31 Mei 2006. Data yang digunakan meliputi data akustik dan data oseanografi. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu komputer portabel yang dilengkapi program ER-60, echoview 4.0, surfer 8.0, Ocean Data View serta dongle.

Data akustik yang diperoleh berupa echogram kemudian diolah lebih lanjut dengan menggunakan software Echoview 4.0 . Hasilnya disimpan dalam bentuk DG, selanjutnya diolah dengan Microsoft exel dan Surfer 8.0 . Analisis data

Judul Penelitian : Pengukuran Densitas Ikan Menggunakan Sistem Akustik Bim Terbagi di Laut Jawa Pada Bulan Mei 2006.

Pemrasaran : Roy Burdah

NRP : C64103001

Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Bonar P. Pasaribu, M. Sc. Dr. Ir. Henry M. Manik M. T.

Hari/Tanggal : Mei 2008

Waktu : 00.00 – 23.59 WIB

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam pengolahan data akustik untuk memperoleh nilai densitas ikan perlu diketahui nilai TS dan SV nya terlebih dahulu, kemudian dilakukan pendugaan nilai densitas ikan dari suatu perairan. Sebaran nilai TS dan SV per strata kedalaman disajikan pada Gambar 1 dan 2.

-60 -50 -40 -30 -20 -10 0 T a rg e t S tr e n g th ( d B ) 1(10-15) 2(15-20) 3(20-25) 4(25-30) 5(30-35) 6(35-40) 7(40-45) 8(45-50) 9(50-55) 10(55-60) 11(60-65) 12(65-70) 13(70-75) 14(75-80) 15(80-85) 16(85-90) Strata Kedalaman (m)

Gambar 1. Sebaran nilai TS rata-rata di Laut Jawa bulan Mei 2006

-90 -80 -70 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 V o lu m e B a c k s c a tt e ri n g S tr e n g th ( d B ) 1(10-15)2(15-20 ) 3(20-25) 4(25-30) 5(30-35) 6(35-40 ) 7(40 -4 5) 8(45-50) 9(50-55) 10(55-6 0) 11(60 -6 5) 12(65-70) 13 (70-75) 14 (75-80 ) 15(8 0-85)16 (8 5-90) Strata Kedalaman (m)

Gambar 2. Sebaran nilai SV rata-rata di Laut Jawa bulan Mei 2006.

Pada Gambar 1, nilai TS rata-rata terbesar terdapat pada strata kedalam 16 (85-90 m) yaitu sebesar -44,05 dB dan nilai TS rata-rata terkkecil terdapat pada strata kedalaman 1 (10-15 m) yaitu sebesar -55,67 dB. Nilai TS merupakan indikasi dari ukuran target yang terdeteksi, dimana semakin besar nilai TS maka ukuran target akan semakin besar. Sebaliknya, jika nilai TS semakin kecil maka ukuran target yang terdeteksi akan semakin kecil.

Sedangkan pada Gambar 2, nilai SV rata-rata terbesar terdapat pada strata kedalaman 16 (85-90 m) yaitu sebesar -59,16 dB dan nilai rata-rata SV terkecil terdapat pada strata kedalam 5 (20-25 m) yaitu sebesar -88,86 dB. Nilai Volume SV menunjukan nilai pantulan dari target suatu kelompok ikan yang terdeteksi, semakin besar nilai Sv maka pengelompokan target semakin besar. Semakin kecil nilai Sv yang diperoleh maka pengelompokan target yang terdeteksi akan semakin sedikit

Dari hasil penelitian didapat nilai densitas rata-rata ikan berdasarkan strata

(4)

dalam pengambilan data akustik yaitu sebesar 620,1 ikan/1000 m³ dan nilai densitas ikan rata-rata terendah terdapat pada hari ke tiga dalam pengambilan data akustik yaitu sebesar 65,6 ikan/1000 m

0 20 40 60 80 100 120 140 D e n s it a s I k a n ( ik a n /1 0 0 0 m 3) 1(10-15) 2(15-20) 3(20-25)4(25-30)5(30-35)6(35-40)7(40-45)8(45-50) 9(50-55)10(55-60) 11(60-65)12(65-70)13(70-75)14(75-80) 15(80-85) 16(85-90) Strata Kedalaman (m)

Gambar 3. Sebaran vertikal densitas ikan di Laut Jawa bulan Mei 2006

0 10 20 30 40 50 60 70 80 D e n s it a s I k a n ( ik a n /1 0 0 0 m 3) 1(10-15) 2(15-20) 3(20-25) 4(25-30) 5(30-35) 6(35-40) 7(40-45) 8(45-50) 9(50-55) 10(55-60) 11(60-65) 12(65-70) 13(70-75) 14(75-80) 15(80-85) 16(85-90) Strata Kedalaman (m)

Sebaran Densitas Ikan Rata-rata Per Strata Kedalaman di Perairan Laut Jawa Bulan Mei 2006

Gamba 4. Sebaran vertikal densitas ikan menurut strata kedalaman

Sebaran densitas ikan secara horizontal secara keseluruhan dapat dilihan pada Gambar 4.

(5)

L

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1) Nilai target strength rata-rata terbesar terdapat pada strata kedalam 16

(85-90 m) yaitu sebesar -44,05 dB dan nilai target strength rata-rata terkecil terdapat pada strata kedalaman 1 (10-15 m) yaitu sebesar -55,67 dB. 2) Nilai volume backscattering strength rata-rata terbesar terdapat pada strata

kedalaman 16 (85-90 m) yaitu sebesar -59,16 dB dan nilai rata-rata Volume backscattering strength terkecil terdapat pada strata kedalam 5 (20-25 m) yaitu sebesar -88,86 dB.

3) Densitas ikan pada bulan Mei 2006 di Laut Jawa secara vertikal berkisar antara 65,6 – 620,1 ikan/1000 m³ dan secara horizontal densitas ikan berkisar antara 3,4 – 72,5 ikan/1000 m³. Secara strata kedalaman densitas ikan tertinggi terdapat pada strata kedalaman 9 (50 – 55 m) dan mengalami penurunan seiring bertambahnya kedalaman.

Saran :

Perlu dilakukan survei akustik dengan pengambilan jalur trek yang sistematis dan teratur yang mencakup seluruh area di Perairan Laut Jawa yang

merupakan daerah favorit kebanyakan nelayan Indonesia untuk mencari ikan.

DAFTAR PUSTAKA

MacLennan, D. N. Dan E. J. Simmonds. 2005. Fisheries Acoustic, 2nd

edition. Blackwell Science. Oxford. UK.

(6)

Akustik Bim Terbagi (Split Beam) di Laut Jawa pada Bulan Mei 2006.

Dibimbing oleh BONAR P. PASARIBU dan HENRY M. MANIK.

Indonesia memiliki potensi dan prospek perikanan yang sangat besar. Oleh

karena itu, perlu adanya pengukuran stok sumber daya ikan di laut dan

pengembangan teknologi penangkapan ikan yang efektif, efesien dan produktif

dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya alam. Sebagai upaya untuk

mendukung tersedianya informasi tersebut, dilakukan penelitian dengan

menggunakan sistem akustik bim terbagi ( split beam acoustic system).

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur nilai dan sebaran kepadatan akustik ikan

dengan menggunakan metode hidroakustik di Laut Jawa pada bulan Mei 2006 dan

mengetahui pengaruh faktor-faktor oseanografi (suhu dan salinitas) terhadap nilai dan

sebaran densitas ikan di perairan yang bersangkutan.

Penelitan dilaksanakan di perairan Laut Jawa yang terletak di Utara pantai Tegal

hingga Kendal, Jawa Tengah pada tanggal 15 – 31 Mei 2006, dengan posisi

6°10'002” LS, 109°10'00” BT dan 6°35'38” LS, 109°10'00” BT sampai dengan

6°35'38” LS, 110°11'38” BT dan 6°48'00” LS, 110°11'38” BT. Perangkat akustik

yang digunakan yaitu echosounder split beam

EK-60 dengan menggunakan frekuensi

120 kHz. Survei terhadap kondisi oseanografi Laut Jawa yang dilakukan meliputi

pengukuran suhu, salinitas dan kedalaman perairan untuk melihat pengaruhnya

terhadap sebaran nilai densitas ikan. Nilai suhu dan salinitas perairan diukur dengan

menggunakan CTD (Conductivity Temperature Depth) Sea Bird.

Secara garis besar, sebaran nilai Target Strength (TS) dan Volume Backscattering

Strength

(Sv) di Laut Jawa cenderung bervariasi. Kecenderungan ini

mengindikasikan bahwa perairan Laut Jawa memiliki keragaman spesies yang tinggi.

Nilai TS terbesar berada pada strata kedalam 16 (85-90 m) yaitu sebesar -44,05 dB

dan TS terkecil terdapat pada strata kedalaman 1 (10-15 m) yaitu sebesar -55,67 dB.

Sedangkan nilai SV terbesar terdapat pada strata kedalaman 16 (85-90 m) yaitu

sebesar -59,16 dB dan nilai SV terkecil terdapat pada strata kedalam 5 (20-25 m)

yaitu sebesar -88,86 dB.

Nilai densitas ikan tertinggi dijumpai pada hari ke-13 dengan nilai 620,1

ikan/1000m

3

dan densitas terendah pada hari ke-3 dengan nilai 65,6 ikan/1000m

3

.

Nilai suhu dan salinitas perairan mempunyai sebaran yang hampir seragam,

sebaran nilai suhu berkisar antara 28,07 °C sampai 29,46 °C dan kisaran suhu

maksimumnya sebesar 29,68 °C sampai 31,01 °C dan sebaran nilai salinitas berkisar

antara 32,12 psu sampai 33,74 psu. Densitas ikan di lokasi penelitian dipengaruhi

oleh kedalaman. Kisaran nilai suhu dan salinitas di lokasi penelitian cenderung

memiliki nilai yang seragam sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap densitas

ikan

(7)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

PENGUKURAN DENSITAS IKAN MENGGUNAKAN SISTEM AKUSTIK BIM TERBAGI (SPLIT BEAM) DI LAUT JAWA PADA BULAN MEI 2006

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantum dalam daftarpustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2008

ROY BURDAH C64103001

(8)

©

Hak cipta Milik Roy Burdah, tahun 2008

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya

(9)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkah, rahmat dan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi yang berjudul “Pengukuran Densitas Ikan Menggunakan Sistem Akustik Bim

Terbagi (Split Beam) Di Laut Jawa Pada Bulan Mei 2006”

disusun sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan, pada Departemen Ilmu dan Teknologi

Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bonar P. Pasaribu, M. Sc dan Bapak Dr. Ir. Henry M.

Manik, M. T selaku komisi pembimbing atas arahan, saran dan nasehat yang

diberikan selama penyusunan skripsi ini.

2. Staf Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) BRKP DKP , khususnya Bapak Asep

Priyatna S.Pi dan Bapak M. Natsir S.Pi atas masukan, waktu dan kesempatan

yang diberikan.

3. Bapak, Ibu, kakak-kakak tercinta yang senantiasa memberikan dorongan

semangat, doa dan dukungan yang diberikan baik moral maupun materil.

4. Keluarga besar Asrama Sylvalestari atas dukungan dan persaudaraannya.

5. Deka Berkah Sejati S. Pi atas dukungan semangat dan doa.

6. Warga IPB, FPIK dan warga ITK khususnya Colourful ITK 40, dan

7. Seluruh pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Bogor, Juni 2008

Roy Burdah

(10)

Halaman

DAFTAR GAMBAR

... iii

DAFTAR TABEL

...

vi

DAFTAR LAMPIRAN

...

vii

1. PENDAHULUAN

...

1

1.1 Latar Belakang ... ...

1

1.2 Tujuan ... ...

3

2. TINJAUAN PUSTAKA

... ...

4

2.1 Metode Akustik... ...

4

2.1.1 Prinsip Kerja Metode Akustik... ...

4

2.1.2 Sistem Akustik Beam Terbagi (Split Beam Acouatic system) ...

6

2.2 SIMRAD EK- 60 scientific echosounder………. 8

2.3 Target Strength ... ...

9

2.4 Volume Backsccatering Strength (SV)... ...

13

2.5 Pengukuran SV dengan Split Beam Scientific Echosounder... ...

15

2.6 Faktor-faktor oseanografi yang mempengaruhi distribusi ikan ... ...

16

2.6.1 Suhu ... ...

16

2.6.2 Salinitas... ...

18

2.8 Kondisi perairan laut jawa ... ...

21

2.9 Potensi Sumberdaya Ikan di perairan Laut Jawa Bagian Utara

Jawa Tengah... ...

23

3. METODOLOGI PENELITIAN

... ...

24

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... ...

24

3.2 Wahana dan Peralatan Penelitian... ...

25

3.2.1 Kapal Penelitian ... ...

25

3.2.2 Perangkat Penelitian... ...

25

3.3 Metode Perolehan Data... ...

26

3.3.1 Desain Survei ... ...

26

3.3.2 Data Akustik ... ...

28

3.3.3 Data Oseanografi... ...

28

3.4 Metode Pemrosesan dan Analisis Data... ...

29

3.4.1 Data Akustik ... ...

29

3.4.2 Pola Sebaran Kepadatan Akustik Ikan... ...

31

3.4.3 Pola Sebaran Suhu dan Salinitas... ...

32

(11)

ii

4 . HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Nilai dan Sebaran Target Strength (TS)... ...

34

4.2 Nilai dan Sebaran Volume Backscattering Strength (SV) ... ...

35

4.3 Nilai dan Sebaran Densitas Ikan Secara Vertikal ... ...

37

4.4 Nilai dan Sebaran Horizontal Densitas Ikan ... ...

43

4.5 Sebaran Suhu dan Salinitas ... ...

50

4.5.1 Sebaran Vertikal Suhu... ...

51

4.5.2 Sebaran Horizontal Suhu... ...

52

4.5.3 Sebaran Vertikal Salinitas... ...

52

4.5.4 Sebaran Horizontal Salinitas... ...

56

4.6 Hubungan antara faktor oseanografi dengan densitas ikan ... ... 58

5.

KESIMPULAN DAN SARAN

... ... 61

6.1 Kesimpulan... ... 61

6.2 Saran ... ... 62

DAFTAR PUSTAKA

... ... 63

LAMPIRAN

... ... 66

(12)

iii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Prinsip Kerja Metode Akustik ...

5

2. Split Beam Tranducer...

7

3. Diagram Pengaruh Suhu Air Laut Terhadap Kelimpahan,

Keberadaan dan Distribusi Ikan...

18

4. Sebaran vertikal salinitas... 19

5 . Diagram Pengaruh Salinitas Terhadap Distribusi dan

Kelimpahan Sumber Daya Ikan ...

21

6. Lokasi Pengambilan data akustik...

24

7. Display dan Transduser SIMRAD EK- 60 ...

25

8 . Dongle...

26

9. Trek stasiun oseanografi ... ...

27

10. Diagram Alir pengambilan dan perekaman data akustik ... 28

11. Diagram pengolahan data akustik... 31

12. Diagram alir penelitian ………... 33

13. Sebaran Nilai TS rata-rata di Laut Jawa bulan Mei 2006 ...

34

14. Sebaran nilai SV rata-rata di Laut Jawa Bulan Mei 2006...

36

15. Contoh Echogram SV Laut Jawa bulan Mei 2006...

36

16. Densitas rata-rata (ikan/1000m

3

) per strata kedalaman ...

42

17 Densitas ikan pada strata kedalaman: (a) 10 – 15 m,(b) 15 – 20 m,

(c) 20 – 25 m, (d) 25 – 30 m, (e) 30 – 35 m, (f) 35 – 40 m, (g) 40 –

45 m, (h) 45 – 50 m, (i) 50 – 55 m, (j) 55 – 60 m, (k) 60 – 65 m, (l)

65 – 70 m, (m) 70 – 75 m, (n) 75 – 80 m, (o) 80 -85 m, (p) 85-90 m.... 44

(13)

iv

18 Sebaran Suhu secara vertikal pada Leg 1(1,2,3,4,5)...

51

19 Sebaran Suhu secara vertikal pada Leg 6 (26,27,28)...

51

20 Sebaran suhu secara vertikal ...

52

21 Sebaran salinitas secara vertikal pada Leg 1 (1,2,3,4,5) ...

54

22 Sebaran salinitas secara vertikal pada Leg 6 (26,27,28) ...

55

23 Sebaran horizontal salinitas...

56

24. Sebaran horizontal densitas terhadap salinitas……….

58

25. Sebaran horizontal TS terhadap salinitas ……….

59

26. Sebaran horizontal densitas terhadap suhu………..

60

(14)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Potensi Tangkapan Ikan di Utara Propinsi Jawa Tengah (Laut Jawa)...

23

2. Densitas ikan rata-rata per hari di Laut jawa bulan Mei 2006………… 37

3. Kisaran suhu pada stasiun oseanografi di Laut Jawa bulan Mei 2006...

50

4. Kisaran salinitas pada stasiun oseanografi di Laut Jawa bulan Mei 2006... 53

5. .Kisaran salinitas dan suhu pada stasiun oseanografi di Laut Jawa bulan

(15)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Spesifikasi SIMRAD EK – 60……… ....

66

Lampiran 2. Contoh Echogram SV………... … 67

Lampiran 3. Contoh tampilan proses pengolahan data pada program (a) ER-60

(b) Echoview 4.0 untuk SV, (c) Echoview 4.0 untuk TS...

68

Lampiran 4. Contoh data hasil ekspor data dari program Echoview 4.0...

70

Lampiran 5. Contoh data parameter oseanografi (suhu dan salinnitas) ...

72

Lampiran 6. Jenis biota hasil tangkapan ...

73

Lampiran 7. Jenis ikan demersal yang tertangkap pada saat trawling di

perairan Laut Jawa Mei 2006 ...

75

Lampiran 8. Kapal Riset Bawal Putih...

78

(16)

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang mempunyai wilayah perairan yang lebih luas jika dibandingkan dengan luas wilayah daratannya. Kira-kira dua pertiga luas wilayah indonesia adalah perairan laut yang terdiri dari laut pesisir, laut lepas, teluk dan selat. Perairan Laut Indonesia mempunyai luas sekitar 7.900.000 km2 termasuk ZEEI atau 81 % luas keseluruhan wilayah Indonesia

dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (Direktorat Wilayah Laut dan PT Suficindo (Persero), 2000).

Potensi sumberdaya ikan laut di seluruh perairan Indonesia diduga sebesar 6.110.000 ton per tahun, terdiri atas ikan pelagis besar (975,05 ribu ton), ikan damersal (1786,35 ribu ton), ikan karang konsumsi (63,99 ribu ton), udang peneid (74,00 ribu ton), lobster (4,8 ribu ton), dan cumi-cumi (28,25 ribu ton). Sementara produksi tahunan ikan laut Indonesia mencapai 2.930.000 ton pertahun. Apabila dilihat dari sifat sumber daya ikan, maka sumber daya ikan ini termasuk sumber daya yang dapat dipulihkan sehingga dengan sifat dapat dipulihkan ini pemanfaatan sumber daya ikan harus dilakukan dengan

memperhatikan struktur umur ikan dan rasio kelamin dari populasi ikan yang tersedia atau memperhatikan potensi lestari MSY (Maximum Sustainable Yield) (Aziz,K. A et.al., 1998 in Dahuri, 2007).

Dalam rangka pemanfaatan sumber daya tersebut maka harus didukung oleh kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) untuk menentukan potensi dan metode pemanfaatan yang tepat,

(17)

efektif, dan efisien serta menunjang usaha kelestarian sumber daya dan lingkungan hidup. Dari penelitian tersebut akan diperoleh metode tepat guna yang sangat menunjang perencanaan pembangunan kelautan secara

keseluruhan.

Salah satu metode adalah dengan metode hidroakustik yang cukup efisien untuk mendapatkan informasi stok ikan dan habitatnya. Metode ini memiliki beberapa keunggulan yaitu dapat meliputi perairan yang cukup luas, ketelitian cukup tinggi, tidak merusak kelestarian sumber daya dan lingkungan, dapat mengukur scattering dasar laut dan biota laut seperti ikan, plankton dan nekton secara simultan (Manik, H. M, 2006). Metode akustik yang sudah berkembang dan banyak digunakan misalnya split-beam acoustic system (sistem akustik bim terbagi). Ide bim terbagi pertama kali ditemukan di Amerika, namun untuk penerapan teknologinya dikembangkan oleh Norwegia dengan diproduksi SIMRAD. Sistem ini merupakan pengembangan keunggulan teknologi yang dimiliki oleh Norwegia dari SIMRAD QD-Echo Integrator (digital echo integrator) yang mempunyai kelemahan dalam mendapatkan nilai in situ target strength. Sistem bim terbagi dapat mengukur in situ target strength dengan lebih akurat dan satu kelebihan lainnya adalah dapat

mengukur posisi sudut target di dalam bim dari kecepatan renang dari target. Oleh karena keterbatasan informasi mengenai stok ikan (densitas ikan) beserta sebarannya di Laut Jawa maka survei dan penelitian mengenai densitas ikan dilakukan untuk mendapatkan informasi dan gambaran penyebaran densitas ikan yang selanjutnya dapat memudahkan dalam pemanfaatananya.

(18)

1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengukur nilai dan sebaran kepadatan ikan dengan menggunakan metode Bim terbagi (Split Beam )hidroakustik di Laut Jawa pada bulan Mei 2006. 2. Mengkaji pengaruh faktor-faktor oseanografi seperti suhu dan salinitas

(19)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Metode Akustik

2.1.1 Prinsip Kerja Metode Akustik

Akustik kelautan merupakan ilmu yang mempelajari tentang gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium air laut. Pendeteksian objek bawah air menggunakan sistem sonar yang terdiri dari dua sistem yang active sonar system (untuk mendeteksi dan menerima echo target bawah air) dan passive sonar system yang hanya digunakan untuk menerima suara-suara yang dihasilkan oleh objek bawah air.

MacLennan and Simmonds (1992) menerangkan beberapa keunggulan komparatif metode akustik sebagai berikut :

1) Berkecepatan tinggi, sehingga sering disebut “quick assesment method”. 2) Estimasi stok ikan secara lansung karena tidak tergantung dari statistik

perikanan atau percobaan tagging dan secara lansung dilakukan terhadap target dari survei.

3) Dapat memperoleh dan memproses data secara real time 4) Akurasi dan ketepatan yang tinggi

5) Tidak berbahaya atau merusak objek yang diteliti karena pendeteksian dilakukan dari jarak jauh dengan menggunakan suara (underwater sound) Sistem akustik diklasifikasikan menjadi dua sistem pancar, yaitu echosounder (sistem pancar vertikal) dan sonar (sistem pancar horizontal) (Burczynsky, 1982). Suatu pulsa listrik dipicu dengan timebase untuk menjalankan pemancar yang menghasilkan pulsa dengan frekuensi dan waktu tertentu, yang kemudian

(20)

dipancarkan melalui tranducer. Energi listrik yang masuk ke transducer diubah menjadi energi suara/gelombang sinyal sebelum dipancarkan ke medium air. Gelombang sinyal tersebut akan merambat pada medium air dan apabila mengenai objek/target seperti ikan atau dasar perairan maka gelombang sinyal tersebut akan dipantulkan sebagai gema. Gema ini dideteksi oleh transducer dan dikonversikan menjadi energi listrik sebagai sinyal penerima. Waktu yang diperlukan saat sinyal dipancarkan sampai diterima kembali oleh transducer penerima dan diperkuat oleh amplifier yang selanjutnya dikirim ke bagian display dan direkam di recoder. Gambar dari target yang ada di display divisualisasikan dalam bentuk echogram untuk menunjukan kedalaman atau range sebagai jarak dan nilai transmisi (Gambar 1).

Gambar 1. Prinsip kerja metode hidroakustik (MacLennan and Simmonds, 1992)

Time Base Display

Transmitter

Receiver Transducer

Recorder

(21)

2.1.2 Sistem Akustik Bim Terbagi (Split Beam Acoustic System)

Bim terbagi merupakan metode baru yang dikembangkan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan dari metode sebelumnya seperti sistem akustik bim tunggal (sinhle beam) dan sistem akustuk bim ganda (dual beam). Metode untuk

mendeteksi kelompok ikan dengan menggunakan echo integrator pertama kali ditemukan oleh Ehrenberg yang kemudian dikembangkan di Norwegia Pada sistem akustik bim tunggal tidak menghasilkan nilai in situ Target Strength (TS) secara statistik dan akurasi yang dihasilkan rendah. Untuk mengatasi kelemahan ini dikembangkan sistem akustik bim ganda agar mendapatkan nilai rata-rata in situ TS dan digital echo integrator yang

menghasilkan nilai rata-rata volume backsccatering strength ( SV) (Manik, H.M, 1994). Seiring dengan perkembangan teknologi dan upaya untuk memperoleh akurasi tinggi maka penelitian-penelitian tentang pendugaan stok ikan sekarang ini banyak menggunakan sistem akustik bim terbagi.

Perbedaan split beam dengan metode sebelumnya terdapat pada konstruksi transduser yang digunakan, dimana pada echosounder ini tranducer terbagi dalam empat kuadran (Gambar 2). Menurut Simrad (1993) pada prinsipnya tranduser split beam terdiri dari empat kuadran yaitu Fore (bagian depan), Aft (buritan kapal), Port (sisi kiri kapal), dan Starboard (sisi kanan kapal) yang dipasang pada towed body yang ditempatkan pada lambung kapal sebelah kiri. Untuk Simrad EK 60 yang mempunyai frekuensi 38 kHz, 120 kHz, dan 200 kHz mempunyai lebar beam 7° mampu menentukan posisi target dalam bim suara (Simmonds and MacLennan, 2005).

(22)

Gambar 2. Konfigurasi transduser split beam (simmonds dan Maclennan, 2005)

Gelombang suara dipancarkan dengan bim penuh (full beam) yang merupakan penggabungan ke empat kuadran secara simultan. Sinyal yang memancar kembali dari target diterima oleh masing-masing kuadran secara terpisah. Output dari masing-masing kuadran kemudian digabung lagi untuk membentuk suatu bim penuh. Target tunggal diisolasi dengan menggunakan output dari bim penuh sedangkan posisi sudut target dihitung dari perbedaan fase akustik.

Selama pengukuran, fase pada bidang alongship (membujur) didapat dari penjumlahan sinyal antara bagian Fore port (FP) dengan Fore Starboard (FS) dari transducer, dan jumlah sinyal antara Aft Port (AT) dengan Aft Starboard (AS) dari transducer (Gambar 2). Pengukuran fase pada bidang tranverse (melintang) juga diperoleh dengan cara yang sama. Fase alongship dan fase transverse ini digunakan untuk menentukan arah target relatif terhadap sumbu pusat dalam bidang bim suara.

FORE PORT STARBOARD AFT FP AP AS FS

(23)

Kelebihan sistem akustik bim terbagi dibanding dengan sistem lainnya adalah lebih sensitif terhadap gangguan noise karena echo dikompensasi oleh empat beam. Selama penerimaan berlangsung keempat bagian transducer menerima echo dari target, dimana target yang terdeteksi oleh tranducer terletak pada pusat bim suara dan echo dari target akan dikembalikan dan diterima oleh ke empat bagian tranducer pada waktu yang bersamaan. Target yang terdeteksi apabila tidak terletak tepat pada sumbu pusat dari bim suara, maka echo yang kembali akan diterima lebih dahulu oleh bagian tranducer yang paling dekat dari target atau dengan mengisolasi target dengan menggunakan output dari bim penuh.

Sistem akustik bim terbagi modern memiliki fungsi Time Varied Gain (TVG) di dalam sistem perolehan data akustik yang berfungsi secara otomatis untuk meminimalisasi pengaruh atenuasi yang disebabkan oleh frekuensi suara yang dikirim, medium yang digunakan, dan resistansi dari medium yang digunakan maupun absorbsi suara ketika merambat dalam air.

2.2 SIMRAD EK-60 Scientific Echosounder

EK- 60 merupakan salah satu scientific echosounder modern. EK-60 mempunyai beberapa keistimewaan dibandingkan dengan echosounder lainnya, yaitu :

1) Sistem lebih fleksibel dan mudah digunakan

2) Menu pemakai dan fungsi sistem menggunakan mouse sedangkan input data menggunakan keyboard

(24)

4) Tampilan EK-60 dibuat menyesuaikan dengan cara kerja Microsoft Windows sehingga lebih mudah

5) Data output dalam bentuk kertas echogram dapat dikurangi karena data yang tidak terproses tersimpan secara langsung ke hard disk

Diskripsi detail dari EK-60 meliputi : frekuensi bim terbagi transducer tersedia dari 12~710 kHz, dapat berhubungan dengan sensor lain seperti navigasi, motion, sensor twal input, datagaram output dan remote control, General Purpose Transciever (GPT) terdiri dari transmitter dan receiver elektronik dimana receiver didisain rendah terhadap noise dan meneyediakan dynamic amplitude range pada 160 dB, kabel ethernet yang terhubung antara GPT dengan komputer bisa lebih dari 100 m, mayoritas fungsi-fungsi pada echosunder berhubungan dengan software dimana penerapan algoritma pendeteksian dasar berbeda-beda untuk setiap frekuensi yand dipakai.

2.3 Target Strength

Target Strength (TS) didefinisikan sebagai suatu ukuran yang menggambarkan kemampuan suatu target untuk memantulkan gelombang suara yang datang mengenainya. Sedangkan Coates (1990) menyatakan target strength adalah ukuran desibel intensitas suara yang dikembalikan oleh target yang diukur pada jarak standar satu meter dari pusat akustik target, relatif terhadap intensitas yang mengenai target. Nilai TS didefinisikan sebagai 10 kali nilai logaritma intensitas suara yang dipantulkan yang diukur pada jarak 1 m dari ikan dibagi dengan intensitas suara yang mengenai ikan ( Johannesson and Mitson, 1993). Dalam pendugaan stok ikan menggunakan metode akustik, TS merupakan faktor yang

(25)

penting untuk diketahui karena nilai TS merupakan nilai dari pantulan ikan tunggal sehingga biomassa dari ikan disuatu perairan dapat diduga.

Pada saat gelombang akustik mengenai target, echo akan dipantulkan dan diterima oleh receiver. TS adalah merupakan backscattering cross section (σbs)

dari target yang menggembalikan sinyal dan dinyatakan dalam bentuk persamaan: TS = 10 log (σ/4π) = 10 log σbs...(1)

Sebuah model geometrik sederhana untuk menghitung energi backscater berdasarkan ukuran ikan dikemukakan oleh MacLennan (1990), yaitu:

σbs = boL2 ...(2) TS = 20 log L + A ...(3) Kemudian Love (1971) memperkenalkan persamaan yang

menghubungkan backscattering cross section (σ), panjang ikan (L) dan panjang gelombang (λ) sebagai berikut :

σ/ λ2 = a (L/ λ)b (dB) ...(4)

dimana a dan b adalah konstanta yang tergantung dari anatomi, ukuran ikan dan panjang gelombang. Dari persamaan di atas dapat dirubah dalam bentuk

logaritmik, yaitu:

TS = a log (L) + b log (f) + A ...(5) Dimana TS adalah target strength, f adalah frekuensi suara dan a,b adalah konstanta, dan A adalah 10 log bo.

Menurut Foote (1987) dalam, hubungan antara TS dan panjang ikan (L) (khususnya ikan-ikan yang memiliki gelembung renang) sebagai berikut :

(26)

Dimana nilai 68 merupakan normalized target strength (nilai TS per 1 cm panjang ikan) yang bersangkutan (bladder fish physoclist).

Dalam kenyataannya nilai 20 log L dalam persamaan (3) juga bervariasi tergantung dari spesies ikan dan faktor instrumen yang digunakan. Untuk ikan yang mempunyai gelembung renang (bladder fish) pada umumnya nilai TS maksimum tidak tepat pada dorsal aspect, karena membentuk sudut terhadap sumbu horizontal ikan sebesar 2,2°-10° dengan rataan 5,6°. Sedangkan ikan yang tidak mempunyai gelembung renang (bladderless fish) nilai TS maksimum tepat pada dorsal aspect, kecuali untuk ikan yang bentuk tubuhnya tidak stream line.

Johannesson dan Mitson (1983) mendefinisikan target strength menjadi dua yaitu, intensity target strength dan energy target strength.

Intensity target strength dirumuskan sebagai berikut :

TSi = 10 log

i r

I

I ……… (7) dimana : TSi = Intensity target strength

Ir = reflected intensity; r = 1 m Ii = Incident intensity

Energy target strength dirumuskan sebagai berikut :

TSe = 10 log

i r

E

E ………. (8) dimana : TSe = energy target strength

Er = reflected energy; r = 1 m Ei = Incident energy

Hubungan antara intensitas (I) dan energi (E) adalah sebagai berikut :

(27)

I = P2(rec)/ρc;...(10) dimana : I = Intensity

ρc = acoustic impedance

P(rec) adalah pressure yang diterima oleh receiver dari echosounder

Johannesson dan Mitson (1983) yang secara matematis dapat didefenisikan sebagai berikut :

P(rec) = Gb2σ s ……… ………. (11)

dimana : s = bentuk gelombang dari sinyal echo G = Cumulative gain

b2 = Transmit dari receive beam pattern σ = Scattering cross section

Backscattering cross section (σbs) sama dengan σ

(

θ,φ

)

) untuk θ = - π dan φ = 0 (MacLennan and Simmonds, 2005) yakni parameter yang ditunjukkan pada

bentuk-bentuk fisik merupakan perbandingan intensitas suara yang dipantulkan oleh target (Ir) dengan intensitas suara yang mengenai target (Ii).

(σbs) =

i r

I

I ……….….. (12) dimana : (σbs) = Backscattering cross section

Ir = reflected intensity; r = 1 m Ii = Incident intensity

sehingga persamaan (2) menjadi :

(28)

Metode hidroakustik mendefinisikan konsep gain (G) sebagai rasio intensitas suara pada suatu titik kejauhan di dalam air saat menggunakan transducer dan input power yang konstan pada omni directional transducer. Hubungan gain dengan direktifitas transducer (D) adalah (Johannesson dan Mitson (1983)) :

G(α,β) = η. D (α,β) ……….….(14) Property echo dari target disebut sebagai acoustic backscattering cross

section yaitu : σ = r r PtG α λ π 4 2 2 2 3 10 64 Pr ……….…(15)

Secara umum property echo lebih sering disebut backscattering strength daripada backscattering area. Persamaan yang menyatakan backscattering

strength adalah: r r r PtG r Sp α λ π π σ 4 2 2 2 0 2 2 2 0 10 16 Pr 4 = = ………..(16)

Persamaan (10) dalam bentuk logaritma dapat dinyatakan sebagai berikut : 10 log (Sp) = 10 log (Pr) + 10 log (16π2) + 10 log (r4 102 αr) – 10 log

(PtG2r

02λ2)...(17)

dimana : Pr = Power dari echo yang diterima Pt = power yang dipancarkan ke dalam air G = gain terhadap target

r = jarak antara transducer dengan target α = konstanta atenuasi suara

σ = area backscattering cross section

2.4 Volume Backsccatering Strength (SV)

Pengertian volume backscatering strength mirip dengan target strength, dimana target strength adalah refleksi ikan tunggal sedangkan volume

(29)

backscatering strength untuk kelompok ikan. Volume backscatering strength (SV) adalah ratio antara intensitas yang direfleksikan oleh suatu kelompok single target yang berada pada suatu volume air tertentu (1m3) dan diukur pada jarak 1 meter dari target dengan intensitas suara yang mengenai target.

Volume reverberasi digunakan untuk mendapatkan volume backscatering strength dari kelompok ikan. Total intensitas suara yang dipantulkan oleh multiple target adalah jumlah dari intensitas suara yang dipantulkan oleh masing-masing target tunggal :

Irtotal = Ir1 + Ir2 + Ir3 + ….. + Irn………....(18) dimana : n = jumlah target

Jika n memiliki sifat-sifat akustik yang sama, maka :

Irtotal = n. Ir ………....(19) dimana : Ir = intensitas rataan yang direfleksikan oleh target tunggal.

Sehingga acoustic cross section rataan tiap target adalah :

σ=

= n j j 1 1 σ ………..……….……(20)

Nilai σ juga dapat dicari dengan menggunakan persamaan :

σ = 4πro2       i r I I ………...(21

sehingga Ir = σ. Ii/4πro dan Irtotal dicari dengan menggunakan persamaan :

Irtotal =        2 0 4 . r n π σ Ii dengan ro = 1m ……….…...(22)

Persamaan (22) dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu : Irtotal= n. σ . Ii ……….…...(23)

(30)

Persamaan diatas akan memungkinkan untuk mencari nilai rataan target

strength

( )

TS . Bila ρv =

volume n

, dalam satuan dB, maka nilai Sv (Volume

backscatering strength) dapat ditulis dalam persamaan :

Sv = 10 log ρv + TS ……….…..(24)

Metode echo integration digunakan untuk mengukur volume backscattering strength berdasarkan pada pengukuran total power backscattered pada transducer.

2.5 Pengukuran SV dengan Split Beam Scientific Echosounder

Perhitungan densitas ikan dilakukan dengan mengintegrasi echo yang berasal dari kelompok-kelompok ikan yang terdeteksi. Kelompok ikan tersebut dianggap membentuk suatu lapisan perairan dengan tebal perairan yang sesuai dengan ketebalan kelompok ikan. Lapisan ini merupakan bidang-bidang datar dan pengintegrasian dilakukan untuk bidang datar berlapis-lapis dan berurut-turut hingga seluruh volume perairan yang dibentuk kelompok ikan terintegrasi secara menyeluruh (Simrad, 1993a). SV yang berasal dari lapisan perairan dapat dihitung dengan:

Sv = ((δσ/δV)/4πro2)= (Pr32 r2/PtGo2ro2 λ2cτΨ)r2 102αr……….(25)

Persamaan menjadi (Simrad, 1993b): 10 log(Sv) = 10log (Pr) + 10log(r2

102αr)-10 log(Pr32 r2/PtGo2ro2 λ2cτΨ/32π2)..(26) Berdasarkan nilai 10 log Sv di atas diperoleh:

δσ/δv = 4πro2 Sv……….(27) δσ/δA = (δσ/δv)dr dengan δA = rata-rata(δσ/δA)………...(28)

(31)

Persamaan (25) mengubah nilai SV menjadi nilai area backscattering strength (SA) per unit volume. Hubungan antara SA (m2/nm2) dengan δA (m2/nm2)

dinyatakan sebagai berikut:

SA= (1852 m/nm)2 δA……….(29) SA = 4πro (Sv x(1852m/nm))2………...(30) Untuk memperoleh Volume backscattering crosss section (Sv) dari area

backscattering SV=

(

) (

2 2 1

)

2 1852 / . 4 R m nm R R SA − π ... ... (31)

Metode integrasi echo ini merupakan teknik yang efisien dan dapat dipercaya untuk pengukuran stok ikan dan pengukuran bottom scattering(Manik, et.al, 2006).

2.6 Faktor-faktor Oseanografi yang Mempengaruhi Distribusi Ikan 2.6.1. Suhu

Suhu adalah suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya bahang yang terkandung dalam suatu benda yang umumnya diukur dalam satuan derajat Celcius (oC). Di samudera, suhu bervariasi secara horizontal sesuai dengan garis

lintang, dan juga secara vertikal sesuai dengan kedalaman. Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme (Nybakken, 1992).

Distribusi suhu air laut di permukaan dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu jumlah bahang yang diterima dari matahari, evaporasi, curah hujan, pemasukan air tawar dari sungai, dan pembekuan serta pencairan es abadi di kutub (Stewart, 2003). Suhu air permukaan di perairan nusantara kita umumnya berkisar antara

(32)

28 – 31oC dan suhu air di dekat pantai biasanya lebih tinggi dari pada di lepas pantai (Nontji, 1987).

Suhu dapat mempengaruhi fotosintesa di laut baik secara langsung atau tidak langsung. Pengaruh tidak langsung yakni suhu berperan untuk mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesa. Tinggi suhu dapat menaikan laju maksimum fotosintesa (Pmax), sedangkan pengaruh tidak langsung yakni dalam

merubah struktur hidrologi kolom perairan yang dapat mempengaruhi distribusi fitoplankton (Tomascik et al.,1997 in Sutrisno, 2002). Secara umum laju fotosintesa meningkat dengan meningkatnya suhu perairan, tetapi akan menurun secara drastis setelah mencapai suatu titik suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap spesies fitoplankton selalu beradaptasi terhadap suatu kisaran suhu tertentu.

Suhu dapat mempengaruhi proses metabolisme yaitu dalam hal pertumbuhan, perkembangan , daya hidup ikan dan juga mempengaruhi aktifitas yang dilakukan oleh ikan. Ikan dapat merasakan perubahan suhu perairan sampai dengan 0.03 oC. Pada perairan laut dalam, suhu relatif stabil yaitu antara 4-8 oC sehingga suhu

perairan tidak berpengaruh terhadap distribusi lokal ikan laut dalam (Laevastu dan Hayes, 1981). Pengaruh suhu air laut terhadap kelimpahan, keberadaan dan distribusi ikan disajikan dalam diagram seperti pada Gambar 3.

(33)

Gambar 3. Diagram Pengaruh Suhu Air Laut Terhadap Kelimpahan, Keberadaan dan Distribusi Ikan (Laevastu dan Hayes, 1981)

2.6.2. Salinitas

Salinitas didefinisikan sebagai jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut dalam satu liter air, biasanya dinyatakan dalam satuan o/

oo (per mil).

Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Nilai salinitas akan menurun dengan bertambahnya pemasukan air tawar dan presipitasi namun akan meningkat jika terjadi evaporasi (Nontji, 1987).

Suhu air laut

(mempengaruhi Distribusi dan kelimpahan ikan) Metabolisme dan Aktifitas Kecepatan renang dan migrasi Makan dan pencernaan Perubahan Perkemba-

ngan gonad Musim dan Daerah keberadaan ikan Mampu menghindar Bertahan hidup (dewasa) Bertelur (rekuitmen)

Pemindahan telur dan penundaan waktu bertelur

(34)

Gambar 4. Sebaran vertikal salinitas (windows.ucar.edu/.../sm_salinity_depth, 2008)

Perubahan salinitas pada perairan bebas (laut lepas) adalah relatif lebih kecil bila dibandingkan perairan pantai. Hal ini disebabkan perairan pantai banyak memperoleh masukan air tawar dari muara-muara sungai terutama pada waktu banyak hujan. Salinitas juga erat hubungannya dengan penyesuaian tekanan osmotik antara sitoplasma dari sel-sel dalam tubuh ikan dengan keadaan salinitas lingkungan. Perubahan salinitas sering menunjukan perubahan massa air dan keadaan salinitasnya. Ikan cenderung untuk memilih medium dengan kadar salinitas yang lebih sesuai dengan tekanan osmotik tubuh mereka masing-masing (Laevastu dan Hayes, 1981).

(35)

Salinitas bersifat lebih stabil di perairan terbuka, walaupun di beberapa tempat kadang-kadang mereka menunjukan adanya fluktuasi perubahan. Distribusi salinitas rendah di lapisan permukaan laut-laut Asia Tenggara selama terjadinya angin musim barat (north-east monsoon) dari bulan Desember sampai Mei. Di bawah kedalaman 1000 m, hanya terjadi perubahan salinitas yang kecil, dimana nilai perubahan berkisar secara tetap diantara 34.5 o/

oo dan 35 o/oo untuk seluruh

daerah lintang (Hutabarat dan Evans, 2000).

Salinitas di perairan terbuka variasinya sangat terbatas, tetapi di perairan estuaria, pada teluk dan muara sunai sangat bervariasi menurut musimnya. Organisme pada perairan terbuka biasanya sternohaline (yaitu memiliki batas toleransi yang sangat kecil untuk perubahan salinitas), sedangkan organisme pada perairan payau dekat pantai biasanya euryhaline. Organisme lautan kebanyakan memiliki kandungan garam di dalamnya isotonik degan air laut, sehingga

osmoregulasi tidak menjadi masalah, kecuali jika salinitas berubah (Odum, 1971). Salinitas mempunyai peranan penting dalam kehidupan organisme, misalnya distribusi biota akuatik sangat erat kaitannya dengan salinitas. Salinitas pada kedalaman 100 m pertama dapat dikatakan konstan, walupun terdapat sedikit perbedaan-perbedaan tetapi tidak mempengaruhi ekologi secara nyata (Nybakken, 1992). Diagram pengaruh salinitas terhadap distribusi dan kelimpahan sumber daya ikan disajikan pada Gambar 4.

(36)

Gambar 5. Diagram Pengaruh Salinitas Terhadap Distribusi dan

Kelimpahan Sumber Daya Ikan (Laevastu dan Hayes, 1981)

2.8 Kondisi Perairan Laut Jawa

Laut Jawa dengan luas permukaan 467.000 km2 terletak di bagian tenggara

paparan Sunda. Kondisi hidrologi Laut Jawa sangat di pengaruhi adanya dua jenis angin muson, yaitu angin muson barat dan angin muson timur. Kedua pola angin tersebut menyebabkan timbulnya perubahan yang sangat nyata pada pola arus dan kecepatan arus, salinitas, serta produktifitas primer dari perairan ini (Wyrtki, 1961). Selama bertiup angin muson barat, di Laut Jawa berlangsung musim barat, dan sebaliknya selama berlangsung angin muson timur, di Laut Jawa sedang berlangsung musim timur.

Puncak musim barat berlangsung sekitar bulan Desember sampai dengan bulan Februari. Sedangkan puncak musim timur terjadi pada bulan Juni sampai Agustus setiap tahunya. Selama musim Barat, angin bertiup ke arah barat dengan

Salinitas lingkungan

Distribusi (fungsi dari pemilihan dan toleransi salinitas

Orintasi Migrasi (respon terhadap perubahan salinitas)

Dewasa Distribusi/perse

(37)

kecepatan 1.5 knot (Emerly et .al.,1972). Selanjutnya pada musim Barat juga berlangsung musim penghujan, sehingga salinitas air Laut Jawa turun menjadi kira-kira 30.0 ‰ dari rata-rata sebesar 32.6 ‰. Penurunan salinitas juga disebabkan oleh banyaknya sungai-sungai besar yang bermuara di sepanjang pantai Utara Jawa. Menurut Boely dan Linting (1986), salinitas Laut Jawa bervariasi dari 33 ‰ sampai 34 ‰ baik pada permukaan maupun pada seluruh kolom air. Pada saat yang sama produktifitas primer mencapai 1.0 gram C/jam/m³ yang dijumpai hampir diseluruh Laut Jawa (Doty et. al., 1963).

Keadaan Laut Jawa tersebut akan mulai berganti pada bulan April/Mei yaitu angin muson Barat menjadi angin musim Timur dan pada bulan

September/Oktober angin musim Timur menjada angin musim Barat. Pada umumnya selama musim transisi tersebut,angin bertiup dengan

kecepatan rendah dan arah yang tidak menentu. Akan tetapi pada bulan Juni-Juli angin bertiup begitu kencang hingga mencapai kekuatan 4 pada skala Beafort (13-18 knot atau 21-21 Km/jam) terutama dibagian paling timur dari Laut Jawa (Wyrki, 1961).

Arus permukaan akan membalik ke arah barat selama musim Timur

berlangsung. Pada masa itu massa air dengan salinitas 33.8 ‰ yang berasal dari Laut Flores dan Selat Makasar memasuki Laut Jawa dan bergerak ke arah barat (Emerly et al., 1972). Suhu minimum diamati pada bulan Juni-Agustus dan Desember-Januari (27°C) dan maksimum pada bulan April, Mei, dan Nopember (30°) selama musim peralihan. Sedangkan suhu dari permukaan laut sampai ke seluruh kolom air diatas 29° C (Boely dan Linting, 1986).

(38)

2.9. Potensi Sumberdaya Ikan di Perairan Laut Jawa Bagian Utara Jawa Tengah

Jawa Tengah diapit oleh Laut Jawa di sebelah utara dan Samudra Indonesia disebelah selatan. Dengan memiliki panjang pantai 656,1 km khususnya dibagian selatan (Samudera Hindia), maka tersedia peluang pengembangan usaha

perikanan yang cukup besar, serta potensi budidaya tambak yang cukup berarti. Tersedianya peluang pengembangan perikanan ini dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 1. Potensi Tangkapan Ikan di Utara Propinsi Jawa Tengah (Laut Jawa)

(Sumber : www.dinasperikanandankelautan.com/propinsijateng 2007)

Selain perikanan laut, perikanan darat juga memberi peluang untuk pengembangan. Beberapa jenis ikan perairan darat yang prospektif dan perlu dikembangkan untuk komuditas ekspor adalah ikan mas, mujair, tawes seta gurame.

NO JENIS KOMODITAS POTENSI (ton) LAUT JAWA 1. Tongkol 29.000 2. Tenggiri 26.000 3. Pelagis kecil 336.000 4. Demersal 431.000 5. Udang 11.000 6. Lobster 500 7. Cumi-cumi 5.042 8. Ikan karang 4.973 JUMLAH 843.515

(39)

3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, dimana survei dilaksanakan pada tanggal 15 - 31 Mei 2006 oleh Balai Riset Perikaan Laut (BRPL), DKP. Kegiatan di Utara pantai Tegal hingga Kendal, Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada 4°10'002” LS - 108°10'00” BT dan 6°35'38” LS - 108°10'00” BT sampai dengan 6°35'38” LS - 115°11'38” BT dan 6°48'00” LS - 115°11'38” BT . Peta lokasi penelitian dan trek akustik ditunjukan pada Gambar 6.

(40)

3.2 Wahana dan Peralatan Penelitian 3.2.1 Kapal Penelitian

Wahana yang digunakan dalam pengambilan data adalah kapal riset Bawal Putih milik Balai Riset Perikanan Laut, Departemen Kelautan dan Perikanan. Kapal riset Bawal Putih merupakan kapal yang memiliki bobot 188 GT dengan penggerak utama mesin (inboard engine). Pada kapal tersebut dipasang peralatan akustik, navigasi dan peralatan lain yang menunjang kegiatan penelitian.

3.2.2 Perangkat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam pengambilan dan pengolahan data lapangan antara lain :

1) Perangkat akustik berupa:

- Split Beam Scientific Echosounder SIMRAD EK-60

(i) (ii) Gambar 7. Display dan Transduser SIMRAD EK-60 - Split Beam Transducer (120 kHz)

- Personal Computer (PC) - Dongle( hard key)

(41)

Gambar 8. Dongle

2) GPS (Global Positioning System) untuk penentu posisi kapal

3) Peralatan Oseanografi berupa Curent meter Valeport seri 108/308 yang dilengkapi dengan CTD

4) Perangkat lunak analisis data - Sonar Data Echoview 4.0 - Microsoft Office Excell - Surfer versi 8.0

- Ocean Data View

3.3 Metode Perolehan Data 3.3.1 Desain Survei

Desain survei yang digunakan dalam penelitian ini adalah systematic parallel transect yang menggambarkan trek survei akustik dan posisi stasiun oseanografi seperti terlihat pada Gambar 9. Pemilihan bentuk systematic parallel transect ini diharapkan dapat memperoleh data yang cukup banyak dan mewakili seluruh perairan yang disurvei.

(42)

3.3.2. Data Akustik

Pengambilan data akustik diperoleh dengan menggunakan Scientific Echosounder SIMRAD EK60. Data akustik yang diperoleh dari lapangan dalam bentuk data gram (DG), diagram alir perekam data akustik disajikan pada Gambar 10. Penelitian dilaksanakan di pesisir Utara Jawa Tengah dengan bentuk jalur survei adalah systematic triangular transect. Data akustik diambil secara terus menerus selama pelayaran.

Gambar 10 . Diagram alir pengambilan dan perekaman data akustik

3.3.3. Data Oseanografi

Pengambilan data oseanogafi dilakukan dengan menggunakan Current Meter (Valeport seri 108/308) yang dilengkapi dengan CTD ( Conductivity Temperature Depth) yang dilakukan pada 78 stasiun.

Parameter oseanografi yang diambil pada penelitian ini adalah data suhu dan salinitas. Data ini diperoleh dengan menggunakan alat CTD yang diukur pada beberapa stasiun yang dapat mewakili daerah penelitian. CTD diturunkan sampai

SIMRAD

EK 60 DATAGRAM (DG) Personal computer 1

Tranduser Back up datagram

Data format zip Target

(43)

pada kedalaman 55 m. Data suhu dan salinitas digunakan untuk mendukung dalam penentuan densitas ikan di perairan tersebut.

3.4 Metode Pemrosesan dan Analisis Data 3.4.1 Data Akustik

Pengambilan data akustik dilakukan dalam 16 hari. Data yang didapat dari survei akustik berupa data dalam bentuk RAW, BOT dan IDX file yang selanjutnya akan diolah menggunakan software echoview 4.0. (SonarData pty ltd). Koreksi noise dilakukan 10 m dari permukaan perairan dan 10 m dari dasar perairan hal ini dilakukan agar nilai yang termasuk noise tidak masuk kedalam perhitungan dan analisis.

Analisis data akustik dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1) Data echogram yang diperoleh menunjukkan nilai target strength (TS) yang terdeteksi dalam nilai selang TS, dimana keluarannya berupa TS mean, TS maksimum dan TS minimum.

2) Selain nilai TS di atas, nilai volume backscattering strength juga diperoleh berupa Sv mean :

1. Sv_mean (single beam data)

(44)

(

)

( )

= inA s s s vs s s s Sv ε τ ε ... (32) dimana:

sv = Sv linear rata-rata semua sampel pada dearah A (m2/m3). A = Daerah sampel yang dianalisis.

svs = Nilai Sv linear dari sampel (m2/m3) =

s

τ

0 jika sample dibawah treshold yang telah dituntukan, selain itu 1

εs = 0 jika sample diluar data, data eror atau tidak ada data, selain itu 1

2. Sv mean (target-locked data)

Perhitungan ini digunakan untuk menghitung Sv mean yang hanya didapat dari pembacaan data dari target. Diamana penghitungan Sv mean (target-locked data) dirumuskan : |N . σ bs|α = s in s vsV S .

α …... (33) dimana : |N . σ

bs|α = backscattering cross-sectional untuk keseluruhan area pengambilan

data (m2)

Svs = nilai Sv linear sample (m2/m3)

(45)

3) Selanjutnya dengan bantuan microsoft excel, nilai TS rata-rata dan Sv rata-rata yang didapat ditabulasikan baik secara vertikal dan horizontal.

4) Data yang telah ditabulasikan kemudian diplot dengan menggunakan bantuan sofware dan microsoft excel untuk membentuk grafik distribusi vertikal dan horizontal TS dan Sv.

5) Untuk mendapatkan nilai densitas ikan dalam satuan ikan/1000m³ maka digunakan rumus :

Densitas = 10^((Sv mean-Ts mean)/10) ... (34) Adapun proses pengolahan data akustik disajikan dalam Gambar 11.

(46)

Gambar 11. Diagram pengolahan data akustik

3.4.2 Pola Sebaran Kepadatan Akustik Ikan

Pola sebaran kepadatan akustik ikan ditampilkan secara vertikal dan horizontal. Pola sebaran vertikal digambarkan dengan persebaran nilai kepadatan ikan pada seluruh strata kedalaman. Sedangkan pola sebaran horizontal ditunjukan dengan gambar hasil overlay dari track area dengan kelompok kisaran nilai kepadatan akustiknya dengan menggunakan program perangkat lunak surfer versi 8.0.

PC

RAW, BOT, IDX file

Sv / file TS / file

Tabel Sv harian

dan perkedalaman Tabel TS harian dan perkedalaman

Grafik Sv Grafik TS

Densitas rata-rata harian dan per kedalaman

(47)

3.4.3 Pola Sebaran Suhu dan Salinitas

Data Oseanografi hasil pengukuran dengan CTD ( Conductivity Temperature Depth) berupa data suhu dan salinitas. Data diperoleh dapat dibuka dengan menggunakan spread Excell, kemudian data disusun sesuai format ODV dan disimpan dengan format text (MS DOS). Setelah itu, data dapat diolah dengan menggunakan program ODV untuk memperoleh informasi sebaran suhu dan salinitas secara vertikal dan horizontal dari daerah survei akustik.

3.4.4 Analisis Data Oseanografi

Data oseanografi yang diperoleh hanya 78 stasiun, untuk memudahkan dalam menganalisis data oseanografi, khususnya untuk membandingkan kondisi suhu dan salinitas tiap stasiun maka dilakukan pengelompokan stasiun berdasarkan trek pengambilan data akustik, yaitu dibagi dalam 9 leg yaitu lokasi pengambilan data yang mempunyai posisi lintang atau bujur yang hampir sama dalam pengambilan data akustik. Data suhu dan salinitas yang didapat dari hasil pengukuran diolah dengan menggunakan software surfer versi 8.0, ODV dan microsoft excel, sehingga diperoleh profil suhu dan salinitas secara vertikal dan horizontal untuk setiap leg stasiun. Proses pengolahan data penelitaian dijelaskan dalam bentu diagram pada Gambar 11.

(48)

Gambar 12. Diagram alir penelitian Metode hidroakustik

Data akustik EK-60 (data direkam dengan software ER-60)

Pengelompokan data nilai Sv, TS dan densitas ikan serta posisi lintang dan bujur

Sebaran vertikal dan horizontal ikan

Tampilan tabel, gambar dan grafik

Analisa

Pengaruh suhu dan salinitas terhadap nilai dan sebaran densitas ikan

Lingkungan perairan

Parameter oseanografi

Pengelompokan data nilai suhu dan salinitas

Sebaran vertikal dan horizontal suhu dan salinitas

(49)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Nilai dan sebaran Target Strength (TS)

Dalam pemrosesan data akustik untuk perlu diketahui nilai TS-nya terlebih

dahulu, kemudian dilakukan pengukuran nilai densitas ikan dari suatu perairan.

Sebaran nilai TS rata-rata per kedalaman di Laut Jawa disajikan dalam bentuk grafik

pada Gambar 13.

Gambar 13. Sebaran nilai TS rata-rata di Laut Jawa bulan Mei 2006

TS (dB)

(50)

TS ratarata terbesar terdapat pada strata kedalaman 16 (8590 m) yaitu sebesar

-44,05 dB dan nilai TS rata-rata terkecil terdapat pada strata kedalaman 1 (10-15 m)

yaitu sebesar -55,67 dB. Berdasarkan rumus yang digunakan yaitu TS = 20 log L –

68.0 ( Foote, 1987), maka dapat diduga bahwa panjang ikan terbesar sebesar 15,76

cm dan terkecil sebesar 4,14 cm. Nilai TS merupakan indikasi dari ukuran target

yang terdeteksi, dimana semakin besar nilai TS maka ukuran target akan semakin

besar dan sebaliknya.

Nilai TS di permukaan dibandingkan dengan dilapisan kolom air yang lebih

dalam diduga karena pada lapisan permukaan banyak terdapat ikan-ikan pelagis

berukuran kecil, dimana dorsal aspect dari ikan tersebut lebih kecil dari pada ikan

pelagis besar.

4.2 Nilai dan sebaran Volume Backscattering Strength (SV)

Nilai volume SV menunjukan nilai pantulan dari target suatu kelompok ikan yang

terdeteksi. Semakin besar nilai SV maka pengelompokan target semakin besar.

Semakin kecil nilai SV yang diperoleh maka pengelompokan target yang terdeteksi

akan semakin sedikit.

(51)

Gambar 14. Sebaran nilai Sv rata-rata di Laut Jawa bulan Mei 2006.

(52)

Pada Gambar contoh echogram Sv laut Jawa pada bulan Mei 2006, mempunyai

jumlah ping sebear 350 sampai 2 x 10

4

ping dan juga mempunyai kedalaman 45

sampai 70 m.

4.3 Nilai dan sebaran densitas ikan secara vertikal

Nilai dan sebaran densitas ikan di Laut Jawa pada bulan Mei 2006 dibagi

berdasarkan strata kedalaman, dimana di jelaskan pada Tebel 3.

Tabel 3. Densitas ikan rata-rata per hari di Laut Jawa bulan Mei 2006

Hari ke- Strata kedalaman (m) Densitas (ikan/1000 m3)

10 – 15

1.82

15 – 20

1.12

20 – 25

5.27

25 – 30

9.18

30 – 35

18.8

35 – 40

136.1

1

40 – 45

77.34

10 – 15

0.95

15 – 20

0.82

20 – 25

1.18

25 – 30

2.79

30 – 35

9.74

35 – 40

13.4

2

40 – 45

22.7

10 – 15 0.17 15 – 20 0.14 20 – 25 0.18 25 – 30 0.12 30 – 35 0.2 35 – 40 2.49 40 – 45 6.24 45 – 50 13.3 3 50 – 55 42.7 10 – 15 3.6 15 – 20 1.8 20 – 25 13.6 25 – 30 17.6 30 – 35 6.4 35 – 40 18.3 4 40 – 45 74.3

(53)

Tabel 3. (Lanjutan)

Hari ke-

Strata kedalaman (m)

Densitas (ikan/1000 m

3

)

10 – 15 5.3 15 – 20 13.2 20 – 25 13.1 25 – 30 17.9 30 – 35 22.6 35 – 40 15.3 40 – 45 13.1 5 45 – 50 111 10 – 15 0.9 15 – 20 5.6 20 – 25 1.52 25 – 30 6.5 30 – 35 4.5 35 – 40 15 40 – 45 37 45 – 50 37 6 50 – 55 192 10 – 15 51.5 15 – 20 30.1 20 – 25 23.8 25 – 30 13.5 30 – 35 23.6 35 – 40 26 7 40 – 45 61

10 – 15

9

15 – 20

26

20 – 25

14.4

25 – 30

13

30 – 35

13

35 – 40

29

40 – 45

40

45 – 50

34

9

50 – 55

35.4

(54)

Tabel 3. (Lanjutan)

Hari ke- Strata kedalaman (m) Densitas (ikan/1000 m3)

10 – 15 6.1 15 – 20 6 20 – 25 9 25 – 30 9 30 – 35 13 35 – 40 58 10 40 – 45 82 10 – 15 12 15 – 20 10 20 – 25 13 25 – 30 9.2 30 – 35 9 35 – 40 14.4 40 – 45 27 45 – 50 19 50 – 55 41 11 55 – 60 14 10 – 15 8 15 – 20 10 20 – 25 12 25 – 30 15 30 – 35 16 35 – 40 10 40 – 45 5.4 45 – 50 43 50 – 55 20 55 – 60 23 60 - 65 15 12 65 - 70 8.3 10 – 15 4.1 15 – 20 6 20 – 25 6.4 25 – 30 6 30 – 35 6 35 – 40 7 40 – 45 8 45 – 50 12 50 – 55 274 55 – 60 287 60 - 65 2 13 65 - 70 3

(55)

Tabel 3. (Lanjutan)

Hari ke- Strata kedalaman (m) Densitas (ikan/1000 m3)

10 – 15 8.1 15 – 20 10 20 – 25 7 25 – 30 13 30 – 35 14 35 – 40 17 40 – 45 16 45 – 50 17 50 – 55 11 55 – 60 8 60 - 65 9.1 65 - 70 6.2 70 – 75 5 75 – 80 12 80 – 85 5 14 85 – 90 4 10 – 15 23.3 15 – 20 28 20 – 25 31 25 – 30 33 30 – 35 35.4 35 – 40 43 40 – 45 24.4 45 – 50 29.1 50 – 55 27 55 – 60 12.1 60 - 65 4.1 65 - 70 5 70 – 75 4 75 – 80 2.3 15 80 – 85 17 10 – 15 0.3 15 – 20 3.1 20 – 25 4 25 – 30 6 30 – 35 6 35 – 40 6.2 40 – 45 8 45 – 50 7 50 – 55 19 55 – 60 11 60 - 65 18 16 65 - 70 27

(56)

Gambar 16. Densitas rata-rata (ikan/1000 m³) per strata kedalaman

Perbedaan strata kedalaman akan mempengaruhi tingkah laku ikan pada suatu

perairan. Hal ini disebabkan tiap spesies ikan mempunyai toleransi yang berbeda

terhadap faktor fisika dan kimia perairan seperti tekanan, suhu dan salinitas sehingga

akan mempengaruhi pengelompokan ikan dan jenis ikan disuatu perairan. Faktor

suhu, salinitas dan ketersediaan plankton sebagai makanan merupakan faktor

pembatas bagi organisme ekosistem perairan yang menentukan nilai dan sebaran

densitas ikan.

Gambar 16 terlihat bahwa densitas rata-rata tertinggi berdasarkan strata

kedalaman terdapat pada strata kedalaman 9 (50 – 55 m) yaitu dengan kepadatan 73

ikan/1000 m³ sedangkan densitas rata-rata terendah terdapat pada strata kedalaman 16

(57)

(85 – 90 m) dengan kepadatan 4 ikan/1000 m³. Tingginya nilai rata-rata densitas ikan

pada lapisan tercampur adalah karena ikan cenderung mencari tempat dengan

fluktuasi yang rendah sehingga ikan tidak memerlukan usaha yang besar untuk

menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang ada.

Nilai densitas ikan rata-rata cenderung menurun seiring dengan bertambahnya

kedalaman. Densitas terendah berdasarkan strata kedalaman adalah pada strata

kedalaman 16 (85 – 90 m) yaitu sebesar 3,4 ikan/1000 m³. Hal ini diduga

berhubungan semakin kecilnya tingkat toleransi ikan terhadap faktor suhu, salinitas,

intensetas cahaya serta akan ketersediaan makanan yang semakin berkurang. Hewan

laut hidup dalam batas toleransi suhu tertentu, ada yang mempunyai toleransi tinggi

terhadap suhu (euritherm), sebaliknya ada juga yang tingkat toleransinya rendah

(stenotherm) (Nontji, 1993). Perubahan suhu dapat menyebabkan terjadainya

sirkulasi massa air dan stratifikasi air, sehingga dapat mempengaruhi distribusi

organisme.

4.4 Nilai dan sebaran horizontal densitas ikan

Nilai dan sebaran densitas ikan rata-rata di Laut Jawa ditampilkan per strata

kedalaman untuk melihat pola penyebaran dan fluktuasi atau tinggi rendahnya nilai

densitas ikan rata-rata secara horizontal.

Nilai densitas ikan secara horizontal didapatkan dari hasil overlay trek area

dengan sebaran ikan secara horizontal. Nilai densitas ikan ditunjukan melalui bentuk

bulatan (bubble scatter), dimana semakin besar ukuran bulatan nilai densitas ikan

semakin besar.

(58)

Gambar 17 (a) Gambar 17 (b)

Gambar 17 (c) Gambar 17 (d)

Gambar densitas ikan pada strata kedalaman:

17 (a) kedalaman 10 - 15 m

17 (b) kedalaman 15- 20 m

17 (c) kedalaman 20 - 25 m

(59)

Gambar 17 (e) Gambar 17 (f)

Gambar 17 (g) Gambar 17 (h)

Gambar densitas ikan pada strata kedalaman:

17 (e) kedalaman 30 -35 m

17 (f) kedalaman 35 - 40 m

17 (g) kedalaman 40 - 45 m

(60)

Gambar 17 (i) Gambar 17 (j)

Gambar 17 (k) Gambar 17 (l)

Gambar densitas ikan pada strata kedalaman:

17 (i) kedalaman 50 - 55 m

17 (j) kedalaman 55 - 60 m

17 (k) kedalaman 60 - 65 m

(61)

Gambar 28

Gambar 29

Gambar 17 (m) Gambar 17 (n)

Gambar 17 (o) Gambar 17 (p)

Gambar densitas ikan pada strata kedalaman:

17 (m) kedalaman 70 -75 m

17 (n) kedalaman 75 - 80 m

17 (o) kedalaman 80 - 85 m

Gambar

Gambar 2. Sebaran nilai SV rata-rata di Laut Jawa bulan Mei 2006.
Gambar 3.  Sebaran vertikal densitas ikan di Laut Jawa bulan Mei 2006
Gambar dari target yang ada di display divisualisasikan dalam bentuk  echogram  untuk menunjukan kedalaman atau range sebagai jarak dan nilai transmisi  (Gambar 1)
Gambar 3. Diagram Pengaruh Suhu Air Laut Terhadap Kelimpahan, Keberadaan          dan Distribusi Ikan (Laevastu dan Hayes, 1981)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum Revolusi Hijau, usaha peningkatan produksi pangan telah dilakukan oleh negara Indonesia pada tahun 1952-1956 dengan menerapkan kebijakan .... Rencana Kemakmuran

Sebagai pemahaman bagi masyarakat mengenai peran fisioterapi pada kondisi stroke khususnya pada stroke non haemoragik stadium recovey sehingga dapat mengetahui

Fasilitas merupakan hal yang penting dalam perkembangan perusahaan untuk masa-masa yang akan datang, dimana fasilitas dikatakan sebagai sarana dan prasarana yang

:"ANIALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAI\ DAN HARGA TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN (Studi Kasus Pada Bengkel Servis Motor AHASS Honda Universitas Muhammadiyah

Memprediksi perubahan yang terjadi pada ekosistem tertentu bila salah satu komponen dalam rantai makanan punah atau berkembang dengan pesat.. Hubungan antarmakhluk hidup

Pada pembahasan kompetensi dasar sebelumnya perihal mensurvei harga bahan baku dan pendukung yang berlaku di pasaran telah dijelaskan tentang definisi kalkulasi,

Menurut Van Horne (1998) kemampuan memperoleh laba berbanding terbalik dengan likuiditas. Jadi, semakin tinggi likuiditas perusahaan maka kemampuan perusahaan

+$ Kurva kesetimbangan X,Y,T Ethanol-Air dari data literatur Gambar 4 menunjukkan grafik kurva kesetimba- ngan sistem biner Ethanol-Air dari data literatur, dengan kurva

These recommendations can be used to increase the density and associated strength indicators of moistened loess soils lying within the compressible thickness of the base, the value of