• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan tingkat kecenderungan perilaku altruisme pada dewasa awal dan dewasa madya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perbedaan tingkat kecenderungan perilaku altruisme pada dewasa awal dan dewasa madya"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. PERBEDAAN TINGKAT KECENDERUNGAN PERILAKU ALTRUISME PADA DEWASA AWAL DAN DEWASA MADYA. SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi. Disusun oleh: Felinsa Oktora Tanau 129114015. FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016.

(2) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(3) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(4) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. HALAMAN MOTTO. "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." Matius 6:33. “Have faith in your dreams and someday your rainbow will come smiling through.” ~Cinderella. “Dalam Kelemahan, Kemuliaan Tuhan dinyatakan” Felinsa Oktora Tanau. ~Tunduina Puang~. iv.

(5) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Halaman Persembahan Karya ini kupersembahkan untuk:. Tuhan Yesus, yang tak pernah berhenti Menyertai, Melindungi, memberi kekuatan, dan Menyatakan Kasih Setia Nya melalui Mujizat dan Berkat Nya kepada ku.. Papah dan Mamah, Yang selalu memberikan Cinta, Kasih, Doa, Dukungan, Semangat, Dan telah sabar menantikan hasil dari karya ini.. Mba Adies, Benny, dan Tesa, Terimakasih telah menjadi saudara yang luar biasa penuh kasih sayang Dan dukungan dalam susah maupun senang.. B02, Jarak tak pernah menjadi penghalang bagi kita Untuk saling mendukung. ILY.. Teman-teman Psikologi, Yang telah dan sedang berjuang.. v.

(6) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(7) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. PERBEDAAN TINGKAT KECENDERUNGAN PERILAKU ALTRUISME PADA DEWASA AWAL DAN DEWASA MADYA Felinsa Oktora Tanau ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kecenderungan perilaku altruisme pada dewasa awal dan dewasa madya. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survey. Subjek penelitian ini berjumlah 200 subjek yang terdiri dari 100 subjek dari kelompok dewasa awal dan 100 subjek dewasa madya dengan menggunakan metode pengambilan sampel convenience sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala kecenderungan perilaku altruisme yang dikembangkan oleh peneliti. Skala kecenderungan perilaku altruisme ini memperoleh hasil reliabilitas alpha sebesar 0,925 (α=0,925). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan teknik analisis uji beda Independent Sample t-test. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan kecenderungan perilaku altruisme, yaitu t(198)= -7,657, (p<0,05) antara kelompok dewasa awal dan dewasa madya. Kelompok dewasa madya memiliki tingkat kecenderungan perilaku altruisme yang lebih tinggi dibandingkan kelompok dewasa awal.. Kata kunci : kecenderungan perilaku altruisme, dewasa awal, dewasa madya. vii.

(8) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. THE DIFFERENCES OF ALTRUISM BEHAVIORAL TENDENCY IN YOUNG ADULT AND MIDDLE ADULT Felinsa Oktora Tanau ABSTRACT The purpose of this study was to understand the differences of Altruism behavioral tendency between young adult and middle adult. This study uses survey research type. There were 200 subjects consist of 100 young adult subjects and 100 middle adult subjects. The samples were obtained using convenience sampling method. The data were obtained from altruism scales that developed by researcher. The scale of this altruistic behavior tendency obtain the results of reliability alpha 0.925 (α = 0,925). This study was quantitative difference test with Independent Sample t-test. The result showed that there was significance diference altruism behavioral tendency t(198)= -7,657, (p<0,05) between young adult and middle adult. It meant that middle adult had higher altruism behavioral tendency that the young adult. Keywords: altruism behavioral tendency, young adult, middle adult. viii.

(9) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(10) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Krisus atas Kasih dan CintaNya telah menyertai hingga penulisan skripsi dengan judul “Perbedaan Tingkat Kecenderungan Perilaku Altruisme Pada Dewasa Awal Dan Dewasa Madya” ini dapat diselesaikan dengan baik. Selama penulisan skripsi ini, penulis merasa banyak mendapat bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. T. Priyo Widianto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma. 2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si. selaku Kepala Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma. 3. Bapak Hadrianus Wahyudi, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang tidak henti-hentinya mendukung dan memberi semangat untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Ibu Dr. Tjipto Susana, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu memberikan dukungan, nasihat, saran, kritik dan menjadi ibu yang penuh kasih mendampingi serta membantu dalam pengerjaan skripsi ini dengan baik. Ibu, ILY. 5. Bapak T.M. Raditya Hernawa M.Psi. yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk berdiskusi, memberikan nasihat, dan semangat untuk peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.. x.

(11) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 6. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi yang telah mendidik dan memberikan banyak ilmu, tidak hanya Ilmu Psikologi saja namun juga mengenai nilai-nilai kehidupan. Terimakasih karna ilmu Psikologi dapat memberikan pelajaran dan makna hidup serta sedikit demi sedikit dapat peneliti terapkan dalam kehidupan sehari-hari. 7. Seluruh karyawan dan staff Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma atas segala bantuan yang diberikan. Terimakasih Bu Nanik, Mas Gandung, Pak Gi (selamat menikmati masa bahagia, Pak) dan student staff. 8. Kapolda Kalimantan Selatan beserta Jajaran yang telah berkenan menerima dan memberikan izin kepada peneliti untuk menyebarkan skala penelitian kepada anggota Polri wilayah Polda Kalimantan Selatan. Karo SDM Polda Kalsel yang telah mendampingi dalam penyebaran data, terkhusus pada anggota divisi Psikologi Polda Kalsel. Direktur Reskrimum Polda Kalsel, Direktur Reskrimsus Polda Kalsel, Direktur polair Polda Kalsel, dan Direktur Resnarkoba Polda Kalsel. 9. Bapak Pendeta Joseph Bates Raku, M.Si. Fil. Yang telah memberikan izin serta dukungan doa bagi peneliti dalam menyebarkan skala penelitian kepada jemaat GPIB Effatha Guntung-Payung. 10. Kedua Orangtua yang ku Cintai, Frans Yullius Tanau dan Endah Mulia Sari, yang tidak pernah berhenti memberi cinta dan kasih, dukungan, doa, dampingan, semangat, nasihat dan memotivasi peneliti dalam mengerjakan skripsi. 11. Meydisa Utami Tanau, M.Psi. Psikolog dan Tesalonika Tanau, yang selalu memberikan dukungan, cinta, doa, coklat, makanan dan menemani dalam susah. xi.

(12) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. maupun duka. Adikku Bennychar Saito Tanau yang sedang bertugas demi menjaga, melindungi dan membela Nusa Bangsa di Papua, Tuhan Beserta mu. I Love You So. 12. Seluruh keluarga besar yang begitu besar Tanau dan Soedjiman, Oma, Om, Tante, Sepupu, Ipar, Ponakan, dan Almarhum Eyang Bapak yang tutup usia saat peneliti melakukan pengambilan data. Selamat Jalan Eyang, ini untuk Eyang. 13. B02 (Jessica, Romo Yullius, Indri, Tiffany, dan Agnes) atas kebersamaannya, cinta, sayang, cerewet, semangat, makan-makan, jalan-jalan dan doanya kepada peneliti meskipun satu persatu sudah mulai meninggalkan Jogja yang telah mempersatukan. 14. Agnes Wijaya, S.Psi. dan Yulius Sodah, S.Psi. atas dukungan, dampingan, nasihat dan waktunya sehingga skripsi ini dapat berjalan dan selesai dengan baik. Maafkan atas gangguan tidur yang dialami demi menanggapi berbagai pertanyaan seputar skripsi. Semangat dan sukses S2 nya calon-calon Psikolog. God Speed. 15. Aji, Rifqi, Memel, Dewi, Bang Ganda, Bang Aulia, Mas Anton, Yosua, Erlin, Putri, Dennis, Ade, Leo, Tyas Dia, Yuyu, Laras, Puput, Putra Jadoel, Onyedh, Mega, SASIRUK dan seluruh Staff dan Student Staff Humas Universitas Sanata Dharma atas segala dukungan, bantuan skoring, nasihat,. serta doa sehingga peneliti dapat. menyelesaikan skripsi dengan baik. 16. Rekan-rekan Psikologi angkatan 2012, yang telah saling mendukung, berbagi suka duka, memberi semangat, petualangan dan berjuang bersama hingga saatnya masingmasing dapat meraih cita dan cinta. Tuhan Menyertai kita. 17. Pihak-pihak lain yang terkait selama proses penulisan dan pelaksanaan penelitian yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu. xii.

(13) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(14) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL ………………………………………………..……. HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ……..……….. HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………. HALAMAN MOTTO ……………………………………………………. HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA …………………………………. ABSTRAK ………………………………………………………………… ABSTRACT ................................................................................................. HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……… KATA PENGANTAR ……………………………………………………. DAFTAR ISI ……………………………………………………………… DAFTAR TABEL ……………………………………………..………… DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………... DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………….……….... i ii iii iv v vi vii viii ix x xiv xvii xviii xix. BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1. A. Latar Belakang .............................................................................. 1. B. Pertanyaan Penelitian .................................................................... 7. C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 7. D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 7. 1. Manfaat Teoritis ..................................................................... 7. 2. Manfaat Praktis ...................................................................... 8. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 10. A. ALTRUISME .............................................................................. 10. 1. Definisi Altruisme ................................................................. 10. 2. Aspek Altruisme .................................................................... 12. xiv.

(15) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. a. Aspek Kognitif ……………………………………….. 12. b. Aspek Afektif ……………………………………….... 12. c. Aspek Tindakan …………………………………….... 13. 3. Faktor yang Memengaruhi Altruisme ................................. 14. 4. Dampak dari Altruisme …………………………………... 16. 5. Individu yang Altruis …………………………………….. 17. B. DEWASA ................................................................................. 19. 1. Definisi Dewasa .................................................................. 19. 2. Dewasa Awal ...................................................................... 21. 3. Dewasa Madya ................................................................... 24. C. Dinamika Hubungan Altruisme dengan Dewasa Awal dan Dewasa Madya ................................................................... 26. D. Kerangka Pikiran ...................................................................... 35. E. Hipotesis ................................................................................... 36. BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 37. A. Jenis Penelitian ......................................................................... 37. B. Identifikasi Variabel Penelitian ................................................ 38. C. Definisi Operasional Penelitian ………………….................... 38. D. Subjek Penelitian ...................................................................... 39. E. Instrumen Pengumpul Data ...................................................... 40. F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ......................................... 42. G. Analisis Data ............................................................................. 44. xv.

(16) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 46. A. Pelaksanaan Penelitian .............................................................. 46. B. Hasil Penelitian ………………………………………………. 48. 1. Hasil Uji Coba Skala .......................................................... 48. 2. Deskripsi Subjek Penelitian …………………………….... 50. 3. Tingkat Altruisme Subjek ……………………………….. 52. 4. Uji Asumsi ……………………………………………….. 55. a. Uji Normalitas .............................................................. 55. b. Uji Homogenitas ……………………………………... 56. 5. Uji Hipotesis ....................................................................... 57. C. Pembahasan .............................................................................. 59. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 63. A. Kesimpulan ............................................................................... 63. B. Saran ......................................................................................... 64. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 66. xvi.

(17) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR TABEL. Tabel 1. Blue Print Skala Altruisme Sebelum Uji Coba ………………………... 42. Tabel 2. Blue Print Skala Altruisme Setelah Uji Coba………………………….. 49. Tabel 3. Blue Print Skala Altruisme Setelah Uji Coba (Nomor Baru)………….. 49. Tabel 4. Hasil Uji Reliabilitas………………………………………………….... 50. Tabel 5. Deskripsi Usia Subjek Penelitian…………………………………….... 51. Tabel 6. Deskripsi Jenis Kelamin, Status Pernikahan, dan Pekerjaan Subjek ….. 51. Tabel 7. Tingkat Altruisme Subjek ……………………………………………... 52. Tabel 8. Perbandingan Rerata Teoritis dan Empiris ……………………………. 53. Tabel 9. Hasil Uji-t Tingkat Altruisme …………………………………………. 54. Tabel 10. Kategorisasi Tingkat Altruisme …………………………………….... 54. Tabel 11. Hasil Uji Normalitas ………………………......................................... 56. Tabel 12. Hasil Uji Homogenitas ………………………………………………. 57. Tabel 13. Hasil Uji Independent Sample t-test …………………………............. 58. xvii.

(18) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR GAMBAR. Gambar 1. Alur Hubungan antara Dewasa Awal dan Dewasa Madya dengan Altruisme ……………………………………………………………. xviii. 35.

(19) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Blue Print Skala Altruisme …………………………………….... 70. Lampiran 2. Skala Uji Coba …………………………………………………... 75. Lampiran 3. Skala Altruisme …………………………………………………. 86. Lampiran 4. Korelasi Item Total Skala Altruisme ……………………………. 95. Lampiran 5. Uji Reliabilitas Alpha Cronbach Skala Altruisme ………............ 97. Lampiran 6. Data Deskriptif Subjek Penelitian ……………………………..... 98. Lampiran 7. Uji Normalitas ………………………………………………….. 102. Lampiran 8. Uji Homogenitas …..……………………………………………. 103. Lampiran 9. Uji Hipotesis ……………………………………………………. 104. xix.

(20) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki suatu ciri khas khusus yang tidak dimiliki oleh negara lain. Ciri khas tersebut berupa budaya gotong-royong, yang berarti masyarakatnya saling tolong menolong tanpa menuntut imbalan (KBBI). Negara Indonesia yang biasa disebut sebagai negara kolektif memiliki masyarakat yang bekerja keras bersama kelompok, aktif dalam kegiatan kelompok, mudah membantu orang lain yang membutuhkan bantuan, melakukan apa yang baik bagi orang lain dan berbagi dengan orang lain tanpa mengaharapkan imbalan (McCarty & Shrum, 2001; Widaty, 2014). Perilaku menolong orang lain tanpa menuntut imbalan disebut oleh Taylor sebagai perilaku altruisme, dimana si penolong memberikan bantuan pada orang lain tanpa mengharapkan keuntungan (Baron & Byrne, 2005; Batson, 2008 dalam Sarwono & Meinarno, 2009; Myers, 2012; Rahman, 2013). Dengan demikian, perilaku menolong tanpa menuntut suatu imbalan merupakan suatu varian dari masyarakat Indonesia yang dikenal dengan gotong royong, namun perilaku altruisme memiliki ciri khusus yaitu empati dan perspective taking. Seseorang yang altruis dapat berempati, peka, berinisiatif, rela berkorban, dan memiliki rasa tanggungjawab sosial (Myers, 1994). Hal tersebut menunjukkan bahwa altruisme memiliki kesamaan konten dengan gotong royong. Menurut Freud (dalam Irham & Wiryani, 2013), perilaku menolong terkait dengan motivasi.. 1.

(21) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 2. Bierhoff (dalam Myers, 2012) menjelaskan bahwa tingkah laku altruis berdasar pada motivasi individu yang menolong dan motivasi yang dimiliki untuk bertingkah laku prososial karena adanya empati dan perspective taking. Menurut Batson (dalam Arifin, 2015) altruisme mendorong munculnya positive feeling, yaitu empati. Seseorang yang altruis memiliki motivasi altruistik, yaitu keinginan untuk selalu menolong. Alasan internal tersebut tidak akan memunculkan egoistic motivation (Arifin, 2015). Wortman, dkk (dalam Arifin, 2015) mencetuskan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menolong yang altruis, yaitu suasana hati, meyakini keadilan dunia, sosiobiologis dan situasional. Jenis kelamin, kepribadian, tempat tinggal dan pola asuh juga mempengaruhi perilaku menolong seseorang (Sarwono, 2009). Namun, penelitian yang dilakukan oleh Retnaningsih (2005) menemukan bahwa usia memengaruhi perilaku menolong seseorang. Menurutnya, usia perkembangan yang berbeda akan menghasilkan sikap menolong yang berbeda pula. Menurut Erikson, seseorang akan melewati delapan tahapan kehidupan dan pada setiap tahapnya mempunyai keunikan tersendiri (Erikson, 1989). Tiap tahapan unik tersebut dicirikan oleh suatu tugas perkembangan fundamental yang biasa disebut sebagai “krisis identitas”. Krisis identitas adalah krisis psiko dan sosial, yang berarti suatu perasaan subjektif dan juga suatu kualitas empiris yang dapat diselidiki (Erikson, 1989). Penelitian yang dilakukan oleh Retnaningsih (2005) menggunakan subjek remaja. Menurut Erikson, individu pada tahap remaja memiliki pemikiran yang.

(22) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 3. asbtrak dan idealis yang disebabkan oleh perubahan biologis yang memicu peningkatan minat terhadap citra tubuh dan disibukan dengan pembentukan citra tubuhnya (Santrock, 2012). Selain itu, pemikiran mereka cenderungan egosentris. Menurut Retnaningsih (2005), faktor perubahan yang mengiringi pertambahan usia pada remaja dapat menurunkan perilaku menolong. Erikson menyatakan bahwa tahap dewasa awal dan dewasa madya lebih memiliki kecenderungan untuk terbuka terhadap lingkungan sosial dibandingkan tahapan lainnya. Soldz dan Vaillant (dalam Upton, 2012) individu dewasa dapat menyesuaikan diri dan merasa bertanggungjawab terhadap orang lain pada pekerjaan dan hal yang diberikan mereka untuk beramal. Erikson dalam teori perkembangannya menunjukkan periode kritis dan konflik-konflik akan muncul pada dewasa awal seputar pencarian mereka akan identitasnya (Feist & Feist, 2008). Pada masa dewasa awal individu mengalami konflik psikososial, yaitu keintiman vs isolasi. Jika perkembangan individu berjalan dengan normal maka individu dewasa awal mampu membangun keintiman dengan orang lain. Keintiman yang matang berarti melibatkan pengorbanan, kompromi dan komitmen. Sebaliknya mereka yang tidak berkembang secara normal mengalami isolasi, yaitu ketidakmampuan untuk berbagi. Pada masa dewasa awal, mereka akan cenderung mempertahankan perasaan terisolasi karena tidak sanggup menerima tanggung jawab orang-orang dewasa untuk bekerja secara produktif, prokreativitas dan memiliki cinta yang matang (Feist & Feist, 2008). Putri (2012) menunjukkan bahwa kaum dewasa awal lebih banyak mengalami.

(23) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 4. beberapa permasalahan, yaitu seputar pemilihan pekerjaan, mencapai stabilitas dalam pilihan dan penyesuaian terhadap situasi kerja. Selain itu, memutuskan untuk berkomitmen pada suatu hubungan merupakan sumber masalah bagi kaum dewasa awal (Sari & Sunarti, 2013; Wibowo, Yuliadi, & Karyanta, 2014). Hal tersebut disebut oleh Arnett (dalam Santrock, 2012) sebagai ketidakstabilan yang terjadi pada masa dewasa awal yaitu dalam hal relasi romantis, pekerjaan dan pendidikan. Teori White (dalam Santrock, 2011) tentang kematangan hubungan mengatakan bahwa kaum dewasa awal berada pada tahap berpusat pada diri sendiri (self-focused level) yaitu, tahap pertama dari kematangan hubungan (Paul & White, dalam Santrock, 2011) sehingga mereka cenderung sulit untuk berkomitmen karena mereka masih berpusat pada diri sendiri. Individu yang berada dalam tahap perkembangan dewasa madya mengalami konflik psikososial yaitu, generativitas vs stagnasi (Erikson, dalam Feist & Feist, 2008). Apabila mereka berkembang secara normal, mereka akan memiliki kualitas generativitas. Mereka akan membimbing orang lain melalui aspek-aspek penting kehidupan seperti menjadi orangtua, mengajar, memimpin, dan melakukan sesuatu yang menguntungkan masyarakat (Santrock, 2011). Individu yang berada pada tahap dewasa madya yang aktif dalam kegiatan sosial memiliki kemampuan untuk mengelola diri dengan baik meskipun mereka mengalami penurunan fungsi fisik, perubahan emosi psikologis, kemunduran kognitif, dan konflik peran (Sartika, 2014). Hal tersebut dipertegas oleh Rahayuningsih (2014) bahwa dewasa madya tetap mampu menghadapi kesulitan.

(24) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 5. psikologis dan sosial karena pengalaman hidup yang telah dilewati. Menurutnya, mereka yang berada pada tahap dewasa madya memiliki kemauan tinggi untuk berbagi, mencarikan pekerjaan untuk orang-orang muda, mengajarkan makna kehidupan dan menolong orang lain yang sedang kesusahan (Ellyazar, 2013; Rahayuningsih, 2014). Dengan demikian, orang dewasa madya memiliki orientasi untuk membantu dan berguna bagi orang lain. Menurut Erikson individu dewasa madya yang berhasil melewati konflik psikososial memiliki kekuatan dasar yang disebut dengan perhatian (Feist & Feist, 2008). Menurut Asih dan Pratiwi (2014) keterlibatan dewasa madya dalam kegiatan sosial meningkatkan penghargaan diri, kematangan emosi, penerimaan diri yang positif, dan memiliki konsep diri yang matang. Selain itu, kematangan emosi dan empati memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku prososial (Asih & Pratiwi, 2010). Menurut Dayaksini dan Hudaniah (2009), individu yang memiliki empati akan lebih menunjukkan perilaku menolong. Penelitian yang dilakukan oleh Ellyazar (2013) menunjukkan bahwa individu dewasa madya lebih memiliki kemampuan untuk aktif dan berempati kepada orang lain dibandingkan dengan dewasa awal. Seseorang dewasa madya yang aktif dalam berbagai kegiatan memiliki orientasi yang positif secara rohani dan sosial (Limanto & Setiawan, 2007). McAdams dan kawan-kawan (dalam Baron & Byrne, 2005), mendefinisikan generativitas atau dewasa madya sebagai ketertarikan dan komitmen orang dewasa pada kesejahteraan generasi berikutnya sehingga mereka cenderung lebih altruis di bandingkan dengan orang-orang yang berada di tahap perkembangan yang lainnya..

(25) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 6. Sedangkan, masa dewasa awal cenderung berfokus pada diri sendiri dan kurang terlibat aktif dalam kewajiban sosial, melakukan tugas dan berkomitmen dengan orang lain (Santrock, 2012). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara usia dengan perilaku menolong (Peterson, dalam Dayaksini & Hudaniah, 2009). Seymour (2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa di Australia pelayan kesehatan yang berusia di atas 40 tahun memiliki motivasi altruistik yang lebih tinggi dari pada pekerja yang berusia antara 18-28 tahun sehingga mereka lebih memiliki kualitas pelayanan yang baik, sigap dan mengutamakan kepentingan umum dari pada diri sendiri. Lebih lanjut lagi, Putri (2012) menemukan bahwa perilaku menolong orang-orang pada usia dewasa awal menjadi terhambat karena mereka kesulitan dalam menyesuakan diri dalam situasi baru karena masih berfokus pada diri sendiri (Putri, 2012). Dari pada jenis kelamin, usia memiliki pengaruh besar terhadap kecenderungan orang untuk prososial. Asih dan Pratiwi (2010) serta Rohmah (2015) pernah melakukan penelitian tentang perilaku menolong yang ditinjau dari perbedaan jenis kelamin, hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan antara keduanya. Oleh sebab itu, peneliti tidak menguji perbedaan jenis kelamin karena berdasarkan penelitian sebelumnya, meskipun teori Batson (dalam Arifin, 2015) mengatakan bahwa jenis kelamin berpengaruh terhadap perilaku altruisme seseorang. Kemudian, peneliti menemukan penelitian yang menunjukkan bahwa usia mempengaruhi perilaku menolong (Retnaningsih, 2005). Penelitian tersebut.

(26) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 7. bertujuan untuk menguji peranan kualitas attachment, usia dan gender pada perilaku prososial dengan subjek remaja dan usia sekolah yang hasilnya menunjukkan ada peranan yang signifikan. Staub (dalam Dayaksini & Hudaniah, 2009) menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, individu akan semakin dapat memahami atau menerima norma-norma sosial, lebih empati dan lebih dapat memahami nilai ataupun makna dari tindakan menolong yang ditunjukkan. Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, peneliti ingin menguji lebih dalam terkait usia dan kecenderungan perilaku altruisme. Teori perkembangan Erikson menunjukkan bahwa individu dalam tahap dewasa awal dan madya mulai memiliki keterbukaan untuk berelasi dengan orang lain dan menjadi berguna. Penelitian-penelitian sebelumnya hanya menguji perilaku menolong dengan melibatkan satu kelompok usia tertentu saja, misalnya seperti penelitian yang dilakukan oleh Sartika (2014), Rahayuningsih (2014), Ellyyazar (2013), Putri (2012), Sari dan Sunarti (2013). Mengukur perilaku altruisme akan menjadi sulit karena altruisme tidak hanya didasari oleh suatu bentuk perilaku, melainkan juga melibatkan aspek lain, yaitu kognitif dan afektif. Sehingga peneliti akan mengukur kecenderungan perilaku altruisme, yaitu hadirnya keinginan dari dalam diri seseorang yang mendorong atau mengarahkan untuk memberikan pertolongan. Melalui penelitian ini, peneliti akan menguji perbedaan tingkat kecenderungan perilaku altruisme pada usia perkembangan dewasa awal dan dewasa madya dengan menggunakan teori Erikson..

(27) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 8. B. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan tingkat kecenderungan perilaku altruisme pada dewasa awal dan dewasa madya? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk menguji perbedaan tingkat kecenderungan perilaku altruisme pada dewasa awal dan dewasa madya. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini memberikan sumbangan pengetahuan di bidang psikologi sosial secara khusus teori tentang altruisme. Penelitian ini juga dapat menambah pengetahuan mengenai altruisme khususnya pada orang-orang yang termasuk dalam usia perkembangan dewasa awal dan dewasa madya. Melalui penelitian ini pula dapat menunjukkan bahwa usia perkembangan yang berbeda akan menunjukkan perilaku altruis yang berbeda. Penelitian ini juga akan menyajikan bagaimana tingkat kecenderungan perilaku altruisme orang dewasa di Indonesia. Selain itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber acuan bagi peneliti-peneliti selanjutnya, terutama para peneliti yang tertarik pada bidang sosial dan perkembangan. 2. Manfaat Praktis a. Tingkah laku menolong adalah salah satu bentuk interaksi manusia yang positif sehingga perlu dipelajari lebih dalam..

(28) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 9. b. Melalui penelitian ini, dapat menjadi suatu acuan bagi individu yang memiliki pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berkaitan dengan peran individu dalam suatu pekerjaan. c. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi dewasa awal atau dewasa madya terkait fungsi individu yang berada di tahap dewasa madya pada suatu pekerjaan. d. Bagi Individu Dewasa Awal Apabila terdapat perbedaan tingkat altruisme pada perkembangan dewasa awal dan dewasa madya, maka individu yang berada pada tahap dewasa awal bisa lebih mengembangkan diri serta terlibat aktif dalam kehidupan sosial sehingga dapat mengelola krisis identitas yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal. e. Bagi Individu Dewasa Madya Apabila terdapat perbedaan tingkat altruisme pada perkembangan dewasa awal dan dewasa madya, maka individu yang berada pada tahap dewasa madya bisa lebih mengembangkan diri dan terlibat aktif dalam kegiatan sosial sehingga penghargaan diri semakin meningkat dan memiliki penerimaan diri yang semakin positif. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat membantu orang-orang yang berada pada tahap perkembangan dewasa madya untuk dapat berbagi, mengajarkan dan menjadi panutan yang baik bagi generasi muda berkaitan dengan kehidupan bersosial terutama pada peningkatan perilaku altruisme..

(29) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB II LANDASAN TEORI. A. Altruisme 1. Definisi Altruisme Seseorang yang menolong dengan motivasi untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain tanpa memerhatikan diri sendiri disebut sebagai altruisme (Arifin, 2015; Batson, dalam Sarwono & Meinarno, 2009). Myers (2012) menyatakan bahwa individu yang altruistis akan peduli dan mau membantu meskipun tidak ada keuntungan yang ditawarkan atau tidak ada harapan akan mendapatkan imbalan (Staub, 1978). Menurut teori Staub (1978), seseorang yang bertindak altruis memiliki rasa empati, yaitu dapat merasakan apa yang orang lain rasakan serta dapat memahami kondisi orang lain. Empati ini merupakan hal yang cukup besar pengaruhnya terhadap perilaku menolong seseorang karena empati dapat mendorong munculnya suatu tindakan yang ditujukan kepada orang lain (Taufik, 2012). Selain itu, seseorang yang altruis memiliki motivasi altruistik, yaitu keinginan untuk selalu menolong (Myers, 2012; Staub, 1978). Menurut Staub (1978), seseorang yang altruis digerakkan oleh keinginan dari dalam diri individu tersebut untuk menolong orang lain. Keinginan dari dalam diri individu tersebut membuat pelakunya memiliki kecenderungan untuk menolong orang lain. Kecenderungan menurut KBBI. 10.

(30) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 11. adalah suatu kesudian, kecondongan, dan keinginan akan berbuat sesuatu. Menurut Reber dan Reber (2010), kecenderungan adalah suatu kondisi internal yang di dalamnya perilaku tertentu terdorong untuk muncul dan suatu dorongan apapun yang mengarah pada suatu tindakan. Berdasarkan teori-teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa altrusime adalah suatu kecenderungan untuk menolong orang lain dengan adanya rasa empati, yaitu dapat merasakan apa yang orang lain rasakan serta dapat memahami kondisi yang dialami orang lain. Altruisme tersebut dimotivasi untuk meningkatkan kesejaheteraan orang lain tanpa memerhatikan diri sendiri. Lebih lanjut lagi, altruisme didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan tanpa menuntut imbalan. Selain itu, altruisme dilakukan karena pelakunya merasa peduli serta memiliki keinginan untuk menolong orang lain. Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat beberapa hal penting dalam altruisme yaitu adanya proses berpikir, merasakan, hingga sampai pada bentuk kecenderungan untuk bertindak yang diwujudkan dalam bentuk pertolongan yang sukarela. Hal ini berarti altruisme tidak hanya suatu perilaku menolong, melainkan suatu kecenderungan yang didasari oleh pikiran, perasaan dan dorongan bertindak untuk menolong. Berdasarkan penjelasan tersebut, diperoleh aspek penting yang terkandung dalam altruisme, yaitu kognitif, afektif dan tindakan..

(31) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 12. 2. Aspek Altruisme a) Aspek Kognitif Kognitif adalah suatu aktivitas berpikir, memahami dan bernalar (Reber & Reber, 2010). Altruisme sendiri merupakan suatu tindakan menolong yang didasari pula oleh proses berpikir, memahami, dan bernalar. Hal tersebut berarti dapat memahami mengapa orang lain bertindak demikian (Duan, dalam Baron & Byrne, 2005). Tindakan altruis tersebut dapat termotivasi oleh keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain tanpa memerhatikan diri sendiri (Arifin, 2015; Batson, dalam Sarwono & Meinarno, 2009). Proses berpikir individu, yaitu didasarkan atas pengamatan yang dilakukan oleh individu terhadap ekspresi wajah dan tubuh orang lain, apa yang orang lain katakan, dan bagaimana seseorang bertindak (Staub, 1978). Dengan demikian, individu menyadari bahwa orang lain membutuhkan bantuannya dan meyakini bahwa orang lain membutuhkan bantuannya.. b) Aspek Afektif Afektif adalah suatu emosi, perasaan, sikap, dan nilai (Reber & Reber, 2010). Hal tersebut berarti, individu dapat merasakan apa yang orang lain rasakan (Taufik, 2012). Menurut Staub (1978), altruisme menggerakan individu untuk memberikan kasih sayang dan perhatian pada orang lain. Kondisi afektif seseorang merupakan elemen yang penting sehingga ketika.

(32) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 13. seseorang menolong maka akan meningkatkan perasaan positif di dalam diri dan mengurangi perasaan negatif (Sarwono, 2009). Selain itu, ketika menolong orang lain seseorang akan merasakan suatu emosi positif di dalam diri dan merasa bahagia karena telah memberikan pertolongan (Staub, 1978). Lebih lanjut lagi, Taylor (2009) menyatakan bahwa menolong orang lain merupakan suatu ekspresi atas keyakinan akan nilai yang dianut oleh penolongnya.. c) Aspek Tindakan Tindakan adalah suatu bagian perilaku, yaitu berupa aktivitas, respon, reaksi, gerakan dan proses (Reber & Reber, 2010). Setelah seseorang berpikir, memahami, merasakan, peduli dan memiliki keinginan untuk menolong maka mereka akan terdorong untuk bertindak, yaitu memberikan pertolongan tanpa menuntut imbalan (Staub, 1978). Emosi positif yang muncul dapat memotivasi tindakan positif untuk menolong orang lain (Staub, 1978). Menurut Staub (1978), seseorang yang altruis digerakkan oleh keinginan dari dalam diri individu tersebut untuk menolong orang lain. Keinginan untuk menolong biasanya muncul berdasar pada suatu situasi yang diobeservasi oleh individu tersebut. Individu yang memiliki keinginan untuk menolong orang lain mengkespresikan nilai yang dianut melalui pertolongan yang diberikan (Taylor, 2009). Keinginan untuk menolong orang lain tersebut mendorong individu untuk mengekspresikan.

(33) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 14. kepedulian dan mencoba sesuatu untuk meringkankan penderitaan orang lain (Baron & Byrne, 2005). Altruisme adalah suatu kepedulian individu terhadap orang lain yang ditunjukkan melalui tindakan menolong tanpa pamrih, yang juga disebut sebagai suatu tindakan sukarela (Myers, 2012; Staub, 1978). Individu yang bergerak dengan sukarela merasa bahwa dirinya dibutuhkan untuk menolong orang lain yang membutuhkan (Staub, 1978). Taylor (2009) menyatakan bahwa menolong orang lain dengan sukarela mendorong seseorang untuk mengekspresikan nilai personal seperti perhatian kepada orang yang kurang beruntung. Selain itu, menolong dengan sukarela juga meningkatkan harga diri dan membuat penolongnya merasa bahagia (Sarwono, 2009; Staub, 1978).. 3. Faktor yang Memengaruhi Altruisme Perilaku menolong seseorang dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Myers (2012) menyebutkan bahwa pengaruh faktor eksternal sebagai faktor situasional, yaitu bystander, daya tarik, atribusi terhadap korban, modeling, desakan waktu dan sifat kebutuhan korban. Sedangkan, faktor internal atau disebut sebagai faktor dalam diri yaitu, suasana hati, empati, sifat, jenis kelamin, tempat tinggal, dan meyakini keadilan dunia (Wortman, dkk 1992 dalam Arifin, 2015). Peterson (dalam Dayaksini & Hudaniah, 2009).

(34) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 15. menambahkan bahwa selain faktor-faktor di atas, usia juga memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku menolong. Lebih dalam lagi, Wortman, dkk (dalam Arifin, 2015) menjelaskan bahwa di balik perilaku menolong seseorang, terdapat faktor-faktor yang dapat memunculkan suatu altruisme, yaitu: a. Suasana Hati Seseorang akan menolong orang lain jika suasana hati sedang merasa senang. Dorongan untuk menolong dilakukan karena orang tersebut ingin memperpanjang suasana hati yang sedang dirasakan dengan melakukan perilaku yang positif.. b. Meyakini Keadilan Dunia Orang yang menolong mempersepsikan dunia sebagai tempat yang adil dan percaya bahwa setiap tingkah laku yang baik akan diberi imbalan dan tingkah laku yang buruk diberi hukuman. Kepercayaan ini mengarah pada kesimpulan bahwa menolong orang yang membutuhkan adalah hal yang tepat untuk dilakukan dan adanya pengharapan bahwa orang yang menolong akan mendapat keuntungan suatu hari nanti dari melakukan sesuatu yang baik, yaitu rasa bahagia telah bertindak benar. Hal tersebut biasanya membuat penolong merasa puas dan berbahagia karena perilaku menolong yang telah dilakukannya untuk orang lain..

(35) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 16. c. Sosiobiologis Perilaku altruis memberikan kesan kontraproduktif karena mengandung resiko tinggi bagi penolong untuk terluka bahkan mati. Ketika yang ditolong dapat selamat, bisa saja yang menolong tidak selamat. Perilaku seperti itu muncul karena ada proses adaptasi dengan lingkungan terdekat, dalam hal ini orangtua. Selain itu, meskipun hal tersebut hanya berkontribusi sangat sedikit, peran genetik juga memiliki kontribusi terhadap perilaku altruis.. d. Situasional Hal yang diyakini oleh para peneliti tentang perilaku altruis seseorang adalah bahwa orang tersebut menjadi penolong lebih sebagai produk lingkungan daripada faktor yang ada pada dirinya. Kepribadian tidak terbukti berkaitan dengan altruisme. Penelitian yang pernah ada menunjukkan bahwa dalam memberikan pertolongan, tidak ada bedanya antara pelaku kriminal dan yang bukan. Oleh karena itu, faktor situasional turut mendorong seseorang untuk memberikan pertolongan kepada orang lain.. 4. Dampak dari Altruisme Ketika menolong, seseorang mungkin tidak menyadari apa keuntungan bagi dirinya. Menurut Dayaksini dan Hudaniah (2009), dengan menolong orang.

(36) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 17. lain tanpa menuntut balasan dapat membantu meningkatkan ‘well being’. Selain itu, individu yang memiliki altruisme akan memiliki harga diri yang lebih tinggi, kompetensi tinggi, internal locus of control yang tinggi, rendah dalam meminta persetujuan, memiliki perkembangan moral yang tinggi dan memiliki kemungkinan yang lebih baik dalam perilaku prososial dibandingkan dengan yang tidak memiliki altruisme (Wakefield, 1993). Respon dari kecenderungan perilaku altruisme muncul sebagai positive feeling, yaitu empati. Individu yang memiliki empati tinggi lebih termotivasi untuk menolong orang lain daripada yang memiliki empati rendah (Schlenker & Brit, dalam Perangin-angin, 2014). Perilaku altruisme selalu bersifat konstruktif, membangun, mengembangkan dan menumbuhkan kehidupan sesama (Arifin, 2015).. 5. Individu yang Altruis Seseorang yang altruis dapat berempati, peka, berinisiatif, rela berkorban, dan memiliki rasa tanggungjawab sosial (Myers, 1994). Seseorang yang altruis memiliki motivasi altruistik, yaitu keinginan untuk selalu menolong. Alasan internal tersebut tidak akan memunculkan egoistic motivation (Arifin, 2015). Namun, memiliki perilaku altruis juga mendatangkan konsekuensi negatif bagi pelakunya. Orang-orang yang altruis terkadang terlalu memikirkan orang lain dan merasa bersalah jika tidak menolong, sehingga mereka.

(37) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 18. melupakan kesejahteraannya sendiri (Arifin, 2015). Selain itu, berperilaku altruis pada beberapa situasi membuat pelakunya harus menerima konsekuensi berupa luka, kerugian waktu, materil dan sebagainya ketika berkorban bagi orang lain (Myers, 2012; Staub, 1978). Akan tetapi, memiliki perilaku menolong yang altruis justru mendatangkan lebih banyak konsekuensi yang positif bagi pelakunya. Orang-orang altruis yang menolong orang lain tanpa menuntut balasan dapat membantu meningkatkan ‘well being’ (Dayaksini dan Hudaniah, 2009). Selain itu, individu yang memiliki altruisme akan memiliki harga diri yang tinggi, kompetensi yang tinggi, internal locus of control yang tinggi, rendah dalam meminta persetujuan, memiliki perkembangan moral yang tinggi dan memiliki kemungkinan lebih baik dalam perilaku prososial dibandingkan dengan yang tidak memiliki altruisme (Wakefield, 1993). Wortman, dkk (dalam Arifin, 2015) menambahkan bahwa dengan memiliki altruisme, seseorang dapat memiliki suasana hati yang positif dan empati memunculkan rasa bahagia bagi pelakunya. Lebih lanjut lagi, ketika seseorang merasa empati, maka mereka tidak berfokus terlalu banyak pada tekanan yang dirasakan, melainkan berfokus kepada mereka yang mengalami penderitaan. Batson (dalam Myers, 2012) menyatakan bahwa ketika seseorang dapat menilai kesejahteraan orang lain, memandang orang lain sebagai orang yang membutuhkan, dan mengambil sudut pandang dari orang lain, maka orang tersebut akan merasakan kepedulian yang kuat..

(38) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 19. B. Dewasa 1. Definisi Dewasa Dewasa adalah seseorang yang telah mencapai usia 19 tahun (Erikson, 1989), orang yang telah dianggap matang yang bukan anak-anak, dan telah menjadi pria dan wanita seutuhnya (Jahja, 2011) atau mereka yang telah matang secara psikologis (Mappiare, 1983). Matang secara psikologis menurut Mappiare (1983) adalah mereka yang diharapkan memiliki kesiapan kognitif, afektif, dan psikomotor, serta dapat memainkan perannya bersama dengan individu lain dalam masyarakat. Anderson (dalam Mappiare, 1983) menyusun 7 ciri kematangan, yaitu; a) Berorientasi pada tugas, bukan pada diri atau ego, b) Memiliki tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan yang efisien, c) Mengendalikan perasaan pribadi, d) Objektif, e) Menerima kritik dan saran, f) Bertanggungjawab terhadap usaha pribadi, g) Penyesuaian yang realistis terhadap situasi-situasi baru. Akan tetapi, 7 ciri kematangan ini dianggap Anderson sebagai sesuatu yang tidak mutlak karena adanya emosi yang kadang tidak stabil terjadi pada orang dewasa. Masa dewasa adalah masa bagi seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru (Santrock,.

(39) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 20. 2011). Pada masa dewasa ini, seseorang dituntut untuk memulai kehidupan dan memerankan peran ganda seperti peran sebagai suami/istri dan peran dalam dunia kerja. Masa dewasa dikatakan sebagai masa sulit bagi individu karena pada masa ini seseorang dituntut untuk melepaskan ketergantungannya terhadap orangtua dan berusaha untuk dapat mandiri. Jahja (2011) menyatakan bahwa ciri-ciri seseorang dapat dikatakan sebagai orang yang dewasa, yaitu mereka yang mengalami masa pengaturan, masa usia produktif, masa bermasalah, masa ketegangan emosional, masa keterasingan sosial, masa komitmen, masa ketergantungan, masa perubahan nilai, masa penyesuaian diri dengan hidup baru, dan masa kreatif. Beberapa faktor yang dapat menunjukkan kedewasaan seseorang menurut Shyrock (dalam Jahja, 2011), yaitu fisik, kemampuan mental, pertumbuhan sosial, emosi, dan pertumbuhan spiritual serta moral. Dengan demikian, masa dewasa merupakan suatu masa yang cukup panjang dengan perubahan yang cukup besar dalam kehidupan seseorang. Erikson (1989) mengatakan bahwa individu akan melewati delapan tahap kehidupan dan pada setiap tahapnya mempunyai keunikan tersendiri. Santrock (2011) menjelaskan delapan tahapan yang di cetuskan oleh Erikson, yaitu masa bayi (satu tahun pertama), masa balita (1-3 tahun), masa kanakkanak awal (3-5 tahun), masa kanak-kanak pertengahan (6-pubertas), masa remaja (10-18 tahun), masa dewasa awal (19-35), masa dewasa madya (36-60) dan masa dewasa akhir (60 tahun ke atas). Pada masing-masing tahap, individu.

(40) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 21. akan dihadapkan pada sebuah krisis yang merupakan suatu tugas perkembangan unik yang harus diselesaikan. Menurut Erikson (1989), krisis bukanlah sebuah bencana namun merupakan sebuah titik balik yang ditandai oleh meningkatnya kerentanan dan potensi seseorang. Krisis identitas adalah krisis psiko dan sosial, yang berarti suatu perasaan subjektif dan juga suatu kualitas empiris yang dapat diselidiki. Selain itu, krisis identitas merupakan suatu karakteristik dari periode perkembangan, yang sebelumnya tidak dapat muncul karena prasyaratprasyarat somatik, kognitif, dan sosial. Erikson (dalam Santrock, 2011) mengungkapkan bahwa motivasi utama manusia bersifat sosial dan mencerminkan hasrat untuk bergabung dengan manusia lain. Berdasarkan delapan tahapan perkembangan yang dicetuskan oleh Erikson, dewasa awal dan dewasa madya adalah dua tahapan yang mulai memiliki keterbukaan untuk berelasi dengan orang lain dan menjadi berguna. 2. Dewasa Awal Pada masa dewasa awal individu mengalami konflik psikososial, yaitu keintiman vs isolasi. Menurut Erikson (dalam Santrock, 2011) perkembangan dewasa awal dimulai dari usia 19-35 tahun. Masa dewasa awal merupakan masa pencarian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen, masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru (Jahja, 2011). Individu pada.

(41) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 22. tahapan ini mulai selektif dalam membina hubungan yang intim yaitu, hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham dengannya (Sumanto, 2014). Lebih lanjut lagi, pada tahap ini timbul suatu dorongan untuk membentuk hubungan intim dengan orang-orang tertentu dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya. Erikson (dalam Sumanto, 2014) mengatakan bahwa jenjang ini merupakan suatu tahapan individu yang ingin mencapai kedekatan dengan orang lain dan berusaha menghindar dari kesendirian. Pemahaman kedekatan dengan orang lain mengandung arti adanya kerjasama yang terjalin dengan orang lain. Akan tetapi, peristiwa ini akan memiliki pengaruh yang berbeda apabila seseorang dalam tahap ini tidak mempunyai kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain secara baik sehingga tumbuh sifat merasa terisolasi. Individu dewasa awal cenderung mempertahankan perasaan terisolasi karena tidak sanggup menerima tanggung jawab orang-orang dewasa untuk bekerja secara produktif, prokreativitas dan cinta yang matang (Feist & Feist, 2008). Teori White (dalam Santrock, 2011) tentang kematangan hubungan mengatakan bahwa kaum dewasa awal berada pada tahap berpusat pada diri sendiri (self-focused level) yaitu, tahap pertama dari kematangan hubungan (Paul & White, dalam Santrock, 2011) sehingga mereka cenderung sulit untuk berkomitmen karena mereka masih berpusat pada diri sendiri. Erikson menyebutkan adanya kecenderungan maladaptif yang muncul dalam periode ini, yaitu rasa cuek, merasa terlalu bebas, berbuat sesuka hati.

(42) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 23. tanpa memedulikan dan merasa bergantung pada orang lain. Selain itu, ada kecenderungan untuk mengisolasi diri yang disebut oleh Erikson sebagai keterkucilan, yaitu kecenderungan untuk menutup diri dari cinta, persahabatan, masyarakat, dan merasa benci serta dendam sebagai bentuk kesendirian dan kesunyiannya (Erikson, 1989). Putri (2012) menunjukkan, bagi dewasa awal pekerjaan menjadi sumber stress, yaitu seputar pemilihan pekerjaan, mencapai stabilitas dalam pilihan dan penyesuaian diri terhadap situasi kerja. Menurut Laobouvie (dalam Santrock, 2012) ketika seorang individu pada masa dewasa awal memasuki dunia kerja, cara berpikir mereka pun berubah. Salah satu tanda perubahan cara pikir mereka adalah saat mereka menghadapi paksaan realitas yang berakibat pada penurunan idealisme yang mereka miliki. Selain pekerjaan, memutuskan untuk berkomitmen pada suatu hubungan merupakan sumber stres bagi dewasa awal (Sari & Sunarti, 2013; Wibowo, Yuliadi, & Karyanta, 2014). Hal tersebut disebut oleh Arnett (dalam Santrock, 2012) sebagai ketidakstabilan yang terjadi pada masa dewasa awal yaitu dalam hal relasi romantis, pekerjaan dan pendidikan. Pada tahap perkembangan dewasa awal, penting bagi individu untuk menyeimbangkan keintiman dan komitmen, serta kebebasan dan kemandirian. Sejauh mana individu dewasa awal mampu mengembangkan otonomi, memiliki implikasi yang penting bagi kehidupan mereka di masa yang akan datang (Santrock, 2012)..

(43) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 24. 3. Dewasa Madya Individu yang berusia 36-60 tahun masuk dalam tahap perkembangan dewasa madya (Santrock, 2011). Masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana wanita dan pria meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan perilaku yang baru (Jahja, 2011). Generativitas vs stagnasi merupakan krisis psikososial yang terjadi pada tahap perkembangan dewasa madya (Erikson, dalam Feist & Feist, 2008). Generativitas adalah perluasan cinta pada masa depan yaitu sifat peduli terhadap generasi yang akan datang. Sedangkan stagnasi berarti individu memuja diri sendiri dan sifat yang muncul adalah ketidakpedulian terhadap siapa pun (Sumanto, 2014). Pada tahap ini, manusia melampaui dunia yang awalnya terbatas pada keluarga inti, membuka diri terhadap dunia masyarakat luas untuk memberikan sumbangan diri yang berarti. Selain itu, individu dalam tahap ini sudah memiliki pengetahuan yang cukup luas dan kemampuan yang cukup berkembang (Sumanto, 2014). Perhatian pokok pada tahap ini ialah “produktivitas” yang berarti bukan hanya menghasilkan keturunan dan produktif dalam pekerjaan, tetapi juga produktif sebagai orangtua yang mengajar, mendidik, menurunkan dan memelihara generasi mudanya (Erikson, 1989). Jahja (2011) mengungkapkan bahwa dewasa madya memiliki perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, sehingga terkadang minat dan perhatiannya terhadap agama dilandasi oleh kebutuhan pribadi dan sosial..

(44) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 25. Rahayuningsih (2014) menyatakan bahwa dewasa madya mampu menghadapi kesulitan psikologis dan sosial karena pengalaman hidup yang telah dilewati. Menurutnya, mereka yang berada pada tahap dewasa madya memiliki kemauan tinggi untuk berbagi, mencarikan pekerjaan untuk orang-orang muda, mengajarkan makna kehidupan dan menolong orang lain yang sedang kesusahan (Ellyazar, 2013; Rahayuningsih, 2014). Keterlibatan. dewasa. madya. dalam. berbagai. kegiatan. sosial. meningkatkan penghargaan terhadap diri, kematangan emosi, penerimaan diri yang positif, dan memiliki konsep diri yang matang (Asih & Pratiwi, 2010; Rahayuningsih, 2014). Selain itu, kematangan emosi dan empati memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku prososial (Asih & Pratiwi, 2010). Individu dewasa madya yang merujuk pada generativitas cenderung merasa dibutuhkan oleh orang lain, berusaha memastikan bahwa orang-orang muda memperoleh kesempatan untuk berkembang serta aktif dalam komunitas dan lingkungan (Santrock, 2012). Sebaliknya, mereka yang mengalami stagnasi akan merasa diri sendiri, mengalami kebingungan terhadap hasrat dan potensinya, serta mengalami kecemasan karena tidak bisa memanfaatkan peluang yang ada. Jika individu pada tahap dewasa madya tidak bisa berkembang dengan baik, maka mereka akan mengalami stagnasi yang di tandai dengan regresi dan sikap yang berorientasi pada diri sendiri (Erikson, 1989). Stagnasi yang dialami oleh individu adalah perasaan bahwa hidupnya telah berhenti dan.

(45) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 26. membosankan, bahwa relasi dengan orang lain menjadi tertekan dan hatinya diliputi dengan rasa cemas sehingga yang dipikirkan hanyalah dirinya sendiri. Pada masa dewasa madya, individu akan mengalami penurunan kreativitas, penurunan kemampuan fisik, dan meluasnya tanggungjawab (Simonton, dalam Santrock, 2012). Baltes, Lindenberger, dan Staudinger (dalam Santrock, 2012) mengungkapkan, sekalipun individu dalam dewasa madya mengalami penurunan fungsi biologis, kehidupan sosial-kultural, karir, dan relasi tetap seimbang. C. Dinamika Hubungan Altruisme Dengan Dewasa Awal Dan Dewasa Madya Menolong orang lain adalah suatu perilaku yang dapat kita jumpai dimana pun dan kapanpun. Perilaku menolong tersebut biasanya terjadi karena ada suatu situasi yang mensinyalkan untuk menghadirkan suatu bentuk pertolongan bagi pemberi pertolongan kepada orang yang membutuhkan pertolongan. Seseorang yang menolong dengan motivasi untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain tanpa memerhatikan diri sendiri disebut sebagai altruisme (Arifin, 2015; Batson, dalam Sarwono & Meinarno, 2009). Hal tersebut menunjukkan bahwa perilaku menolong altruis memiliki kesamaan dengan gotong royong, yaitu sebagai suatu ciri dari masyarakat Indonesia. Individu yang altruistis akan peduli dan mau membantu meskipun tidak ada keuntungan yang ditawarkan atau tidak ada harapan akan mendapatkan imbalan (Myers, 2012). Menurut Wilson dan Petruska (dalam Dayaksini & Hudaniah, 2009) individu yang memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menolong biasanya.

(46) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 27. memiliki karakteristik kepribadian, yakni memiliki harga diri yang tinggi, rendahnya kebutuhan akan persetujuan orang lain, rendahnya menghindari tanggungjawab, dan lokus kendali yang internal. Individu yang altruis dapat berempati, peka, berinisiatif, rela berkorban, dan memiliki rasa tanggungjawab sosial (Myers, 1994). Bierhoff (dalam Myers, 2012) menjelaskan bahwa tingkah laku altruis berdasar pada motivasi individu yang menolong dan motivasi yang dimiliki untuk bertingkah laku prososial karena adanya empati dan perspective taking. Hal tersebut diperkuat oleh Dayaksini dan Hudaniah (2009) yang menyatakan bahwa empati merupakan dasar dari lahirnya perilaku menolong. Seseorang yang altruis memiliki motivasi altruistik, yaitu keinginan untuk selalu menolong. Alasan internal tersebut tidak akan memunculkan egoistic motivation (Arifin, 2015). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menolong yang altruis, yaitu suasana hati, meyakini keadilan dunia, sosiobiologis dan situasional (Wortman dkk, dalam Arifin 2015). Sarwono (2009) menambahkan bahwa jenis kelamin, kepribadian, tempat tinggal dan pola asuh mempengaruhi perilaku menolong seseorang. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Retnaningsih (2005) menemukan bahwa usia memengaruhi perilaku menolong seseorang. Menurutnya, perbedaan usia perkembangan akan menghasilkan sikap menolong yang berbeda. Hal tersebut di perkuat oleh pernyataan Staub (dalam Dayaksini & Hudaniah, 2009) bahwa dengan bertambahnya usia, maka seseorang menjadi lebih.

(47) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 28. empati dan memahami makna dari suatu tindakan menolong. Soldz dan Vaillant (dalam Upton, 2012) individu dewasa dapat menyesuaikan diri dan merasa bertanggungjawab terhadap orang lain pada pekerjaan dan hal yang diberikan mereka merupakan suatu bentuk amal. Papalia, Olds, dan Feldman (2009) menyatakan bahwa bagi tahap dewasa, kecerdasan emosional mengacu pada kemampuan untuk mengenali dan menghadapi perasaan sendiri dan orang lain. Selain itu, Goleman (2007) kemampuan untuk mengenali perasaan orang lain mencakup beberapa kualitas seperti optimism, kecermatan, motivasi, empati, dan kompetensi sosial. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara usia dengan perilaku menolong (Peterson, 1983, dalam Dayaksini & Hudaniah, 2009). Menurut William (dalam Dayaksini & Hudaniah, 2009), pengalaman berperan penting sebagai penentu pemberian pertolongan kepada orang lain dan perilaku menolong yang altruis dapat di tunjukkan oleh orang dewasa (Baron & Byrne, 2005). Menurut Papalia, Olds, dan Feldman (2009), orang-orang dewasa memiliki kompetensi sosial yangmeliputi kesadaran sosial, yaitu empati, orientasi untuk melayani, kesadaran, dan organisasional. Selain itu, pengalaman dapat menuntun orang dewasa mengevaluasi ulang kriteria mereka tentang apa yang benar dan salah. Mereka lebih spontan menggunakan pengalaman pribadinya sebagai jawaban atas dilema sosialnya (Papalia, Olds, dan Feldman, 2009). Berdasarkan teori dan hasil penelitian sebelumnya, hubungan antara perilaku menolong dengan usia menjadi hal yang menarik untuk dipelajari lebih dalam. Usia.

(48) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 29. atau. umur. adalah. satuan. waktu. yang. mengukur. waktu. keberadaan. suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati (KBBI). Usia tersebut terhitung sejak seseorang lahir sampai meninggal. Usia seseorang biasanya berkisar antara 0 sampai 75 tahun atau lebih, dimana seseorang melewati masa hidup dengan berbagai perkembangan yang halus sepanjang rentang kehidupan atau serangkaian perubahan mendadak (Kail & Cavanugh, 2010). Selama masa kehidupan tersebut, seseorang akan terus berubah. Bagaimana seseorang bertindak, berperilaku dan mengembangkan apa yang mereka lakukan, dapat dijelaskan melalui perkembangan hidup seseorang. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Kail dan Cavanaugh (2010) bahwa seseorang yang berlaku baik secara biologis, psikologis dan sosikultural dipengaruhi oleh perkembangan hidupnya. Seseorang akan melewati delapan tahapan kehidupan dan pada setiap tahapnya mempunyai keunikan tersendiri (Erikson, 1989). Pada masing-masing tahap, individu akan dihadapkan pada sebuah krisis yang merupakan suatu tugas perkembangan unik yang harus diselesaikan. Krisis bukanlah sebuah bencana tapi merupakan sebuah titik balik yang ditandai oleh meningkatnya kerentanan dan potensi seseorang (Erikson, 1989). Krisis identitas adalah krisis psiko dan sosial, yang berarti suatu perasaan subjektif dan juga suatu kualitas empiris yang dapat diselidiki. Berdasarkan delapan tahapan perkembangan yang dicetuskan oleh Erikson, dewasa awal dan dewasa madya adalah dua tahapan perkembangan yang mulai memiliki keterbukaan untuk berelasi dengan orang lain dan menjadi berguna..

(49) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 30. Individu dewasa berada pada kondisi psikologis dimana mereka merasa mampu mengambil tanggungjawab atas tindakan-tindakan dan mampu berinteraksi dengan orang lain (Sassler, Ciambrone, & Benway 2008 dalam Upton, 2012). Erikson dalam teori perkembangannya menunjukkan periode kritis dan konflik-konflik akan muncul pada dewasa awal seputar pencarian mereka akan identitasnya (Feist & Feist, 2008). Individu pada tahapan ini mulai selektif dalam membina hubungan yang intim, yaitu hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham dengannya (Sumanto, 2014). Menurut Erikson (dalam Sumanto, 2014), bagi orang dewasa awal jenjang ini merupakan suatu tahapan individu yang ingin mencapai kedekatan dengan orang lain dan berusaha menghindar dari kesendirian. Pemahaman kedekatan dengan orang lain mengandung arti adanya kerjasama yang terjalin dengan orang lain. Akan tetapi, peristiwa ini akan memiliki pengaruh yang berbeda apabila seseorang dalam tahap ini tidak mempunyai kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain secara baik sehingga tumbuh sifat merasa terisolasi. Individu dewasa awal cenderung mempertahankan perasaan terisolasi karena tidak sanggup menerima tanggungjawab orang-orang dewasa untuk bekerja secara produktif, prokreativitas dan cinta yang matang (Feist & Feist, 2008). Putri (2012) menunjukkan dewasa awal sering mengalami stress, yaitu seputar pemilihan pekerjaan, mencapai stabilitas dalam pilihan dan penyesuaian diri terhadap situasi kerja. Selain pekerjaan, memutuskan untuk berkomitmen pada suatu hubungan merupakan sumber stres bagi kaum dewasa awal (Sari & Sunarti, 2013; Wibowo,.

(50) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 31. Yuliadi, & Karyanta, 2014). Hal tersebut disebut oleh Arnett (dalam Santrock, 2012) sebagai ketidakstabilan yang terjadi pada masa dewasa awal yaitu dalam hal relasi romantis, pekerjaan dan pendidikan. Teori White (dalam Santrock, 2011) tentang kematangan hubungan mengatakan bahwa dewasa awal berada pada tahap berpusat pada diri sendiri (selffocused level) yaitu, tahap pertama dari kematangan hubungan (Paul & White, dalam Santrock, 2011) sehingga mereka cenderung sulit untuk berkomitmen karena mereka masih berpusat pada diri sendiri. Beberapa teori dan penelitian yang berbicara tentang dewasa awal menunjukkan bahwa pada masa tersebut individu akan mengalami banyak tantangan dalam kehidupannya. Mereka dihadapkan dengan berbagai tantangan dalam kehidupan, dituntut untuk dapat berkomitmen dan bertanggungjawab atas suatu hubungan yang di jalankan, serta memulai suatu kehidupan yang berbeda dengan masa remaja. Hal tersebut menunjukkan bahwa krisis pada masa dewasa awal membuatnya sulit untuk peduli kepada lingkungan serta orang-orang di sekelilingnya karena mereka memiliki masa peralihan yang cukup dramatis, yaitu peralihan dari masa remaja ke masa dewasa awal (Santrock, 2011). Krisis psikososial tidak hanya terjadi pada dewasa awal, tetapi juga pada masa dewasa madya. Generativitas vs stagnasi merupakan krisis psikososial yang terjadi pada tahap perkembangan dewasa madya (Erikson, dalam Feist & Feist, 2008). Generativitas adalah perluasan cinta pada masa depan yaitu sifat peduli terhadap generasi yang akan datang, sedangkan stagnasi berarti individu memuja.

(51) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 32. diri sendiri dan sifat yang muncul adalah ketidakpedulian terhadap siapa pun (Sumanto, 2014). Apabila mereka berkembang secara normal, mereka akan memiliki kualitas generativitas. Mereka akan membimbing orang lain melalui aspek-aspek penting kehidupan seperti menjadi orangtua, mengajar, memimpin, dan melakukan sesuatu yang menguntungkan masyarakat (Santrock, 2011). Individu yang berada pada tahap dewasa madya yang aktif dalam kegiatan sosial memiliki kemampuan untuk mengelola diri dengan baik meskipun mereka mengalami penurunan fungsi fisik, perubahan emosi psikologis, kemunduran kognitif, dan konflik peran (Sartika, 2014). Hal tersebut dipertegas oleh Rahayuningsih (2014) bahwa individu dewasa madya mampu menghadapi kesulitan psikologis dan sosial karena pengalaman hidup yang telah dilewati. Menurutnya, mereka yang berada pada tahap dewasa madya memiliki kemauan tinggi untuk berbagi, mencarikan pekerjaan untuk orangorang muda, mengajarkan makna kehidupan dan menolong orang lain yang sedang kesusahan (Ellyazar, 2013; Rahayuningsih, 2014). Berdasarkan penjabaran tersebut, terlihat bahwa individu dewasa madya memiliki krisis seputar hubungan kepeduliannya terhadap dunia di luar dirinya dan kecenderungan untuk berorientasi pada diri sendiri. Jika individu pada tahap dewasa madya tidak bisa berkembang dengan baik, maka mereka akan mengalami stagnasi yang ditandai dengan regresi dan sikap yang berorientasi pada diri sendiri (Erikson, 1989). Stagnasi yang dialami oleh individu adalah perasaan bahwa hidupnya telah berhenti dan membosankan, bahwa relasi dengan orang lain menjadi.

(52) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 33. tertekan, dan hatinya diliputi dengan rasa cemas sehingga yang dipikirkan hanyalah dirinya sendiri. Selain itu, pada masa dewasa madya, individu akan mengalami penurunan kreativitas, penurunan kemampuan fisik, dan meluasnya tanggungjawab (Simonton, dalam Santrock, 2012). Baltes, Lindenberger, dan Staudinger (dalam Santrock, 2012) menyatakan, sekalipun individu dalam dewasa madya mengalami penurunan fungsi biologis, namun kehidupan sosial-kultural, karir, dan relasi akan tetap seimbang. Hal tersebut menunjukkan bahwa sekalipun masa dewasa madya mengalami berbagai masalah seperti penurunan fungsi fisik, psikologis dan masalah kehidupan, mereka cenderung stabil dalam membina hubungan dengan orang-orang di lingkungannya. Menurut Asih dan Pratiwi (2014) keterlibatan dewasa madya dalam kegiatan sosial meningkatkan penghargaan diri, kematangan emosi, penerimaan diri yang positif, dan memiliki konsep diri yang matang. Kematangan emosi dan empati memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku prososial (Asih & Pratiwi, 2010). Menurut Dayaksini dan Hudaniah (2009), individu yang memiliki empati akan lebih menunjukkan perilaku menolong. Penelitian yang dilakukan oleh Ellyazar (2013) menunjukkan bahwa dewasa madya lebih memiliki kemampuan untuk aktif dan berempati kepada orang lain dibandingkan dengan dewasa awal. Seorang dewasa madya yang aktif dalam berbagai kegiatan sosial memiliki orientasi yang positif secara rohani dan sosial (Limanto & Setiawan, 2007)..

(53) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 34. McAdams. dan. kawan-kawan. (dalam. Baron. &. Byrne,. 2005),. mendefinisikan generativitas atau dewasa madya sebagai ketertarikan dan komitmen orang dewasa pada kesejahteraan generasi berikutnya sehingga mereka cenderung lebih altruis dibandingkan dengan tahap perkembangan lainnya, sedangkan masa dewasa awal cenderung berfokus pada diri sendiri dan kurang terlibat aktif dalam kewajiban sosial, melakukan tugas dan berkomitmen dengan orang lain (Santrock, 2012). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara usia dengan perilaku menolong (Peterson, dalam Dayaksini & Hudaniah, 2009). Pada usia dewasa awal perilaku menolong menjadi terhambat karena penyesuaian diri terhadap jenjang kehidupan baru yang sangat berbeda dari sebelumnya, yaitu terlepas dari orangtua dan menjadi mandiri (Putri, 2012). Akan tetapi hal ini berbeda dengan dewasa madya, sekalipun individu pada masa dewasa madya memiliki banyak hambatan, mereka akan cenderung menunjukkan perilaku menolong karena mereka juga telah matang secara usia dan memiliki peran yang berbeda dengan dewasa awal. Staub (dalam Dayaksini & Hudaniah, 2009) menyebutkan bahwa dengan bertambahnya usia, individu akan semakin dapat memahami atau menerima norma-norma sosial, lebih empati dan lebih dapat memahami nilai ataupun makna dari tindakan menolong yang ditunjukkan. Dengan demikian, individu dewasa madya memiliki kecenderungan untuk berperilaku altruis lebih tinggi dibandingkan dengan individu dewasa awal..

(54) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 35. D. Kerangka Pikiran. DEWASA. DEWASA AWAL. DEWASA MADYA.  Keintiman Vs Isolasi  Selektif dalam membina hubungan  Berorientasi pada diri  Sulit menerima tanggungjawab  Masa pemilihan pekerjaan, dan penyesuaian diri dengan lingkungan pekerjaan  Ketidakstabilan pekerjaan, cinta dan pendidikan  Penuh masalah dan ketegangan emosional  Periode isolasi sosial, periode komitmen, dan ketergantungan..  Generativitas Vs Stagnasi  Membuka diri terhadap dunia masyarakat luas untuk memberikan sumbangan diri yang berarti  Mengajar, mendidik, menolong, menurunkan dan memelihara generasi mudanya  Penurunan kreativitas, penurunan kemampuan fisik, dan meluasnya tanggungjawab  Kematangan emosi, penerimaan diri yang positif, dan memiliki konsep diri yang matang.. ALTRUISME DEWASA MADYA LEBIH TINGGI DIBANDINGKAN DEWASA AWAL. Gambar 1. Alur Hubungan antara Dewasa Awal dan Dewasa Madya dengan Altruisme.

(55) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 36. E. Hipotesis Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan tingkat kecenderungan perilaku altruisme antara individu dewasa awal dan dewasa madya. Perbedaan tersebut ditunjukkan dengan dewasa madya memiliki tingkat altruisme yang lebih tinggi dibandingkan dengan dewasa awal..

(56) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian survey. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang didasari oleh falsafah positivism yaitu ilmu yang valid, ilmu yang dibangun secara empiris, teramati, terukur, menggunakan logika matematika dan membuat generalisasi atas rerata (Sedaryanti & Hidayat, 2011). Metode penelitian kuantitatif tepat dilakukan untuk menguji suatu tingkatan permasalahan (Widi, 2010) sehingga peneliti memilih metode ini untuk menguji tingkat kecenderungan perilaku altruisme. Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah komparatif yaitu penelitian yang bersifat membandingkan hasil penelitian dari dua kelompok penelitian yang berbeda namun masih dengan variabel yang sama (Siregar, 2013). Penelitian yang akan dilakukan bersifat cross-sectional, yaitu variabel yang sama diukur hanya satu kali pada sejumlah kelompok partisipan (Supratiknya, 2015). Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan tingkat kecenderungan perilaku altruisme dewasa awal dan dewasa madya.. 37.

(57) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 38. B. Identifikasi Variabel Penelitian Berdasarkan landasan teori yang telah dijelaskan, maka yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah: o Variabel tergantung. : Altruisme. o Variabel bebas. : Usia Perkembangan Dewasa Awal dan Dewasa Madya. C. Definisi Operasional Variabel 1. Altruisme Altrusime adalah suatu kecenderungan bertindak menolong orang lain karena adanya rasa empati, yaitu dapat merasakan apa yang orang lain rasakan, memahami kondisi yang dialami orang lain dan memberikan pertolongan tanpa pamrih. Altruisme tersebut dimotivasi untuk meningkatkan kesejaheteraan orang lain tanpa memerhatikan diri sendiri. Altruisme juga merupakan suatu tindakan yang dilakukan tanpa menuntut imbalan, yaitu sukarela. Selain itu, altruisme dilakukan karena pelakunya merasa peduli serta memiliki keinginan untuk menolong orang lain. Variabel ini akan diungkap melalui skala penelitian yang dibuat berdasarkan dengan aspek-aspek kecenderungan altruisme, yaitu kecenderungan altruisme yang di dasari oleh aspek kognitif, afektif, dan tindakan. Pada penelitian ini, tingkat kecenderungan perilaku altruisme diukur melalui kualitas atau tinggi rendahnya skor (nilai) total yang diperoleh dari skala altruisme. Jadi, semakin tinggi skor total yang diperoleh pada skala kecenderungan altruisme, maka semakin tinggi pula kecenderungan perilaku altruisme yang dimiliki seseorang. Sebaliknya, semakin rendah skor total yang.

(58) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 39. diperoleh pada skala kecenderungan altruisme, maka semakin rendah kecenderungan perilaku altruisme yang dimiliki seseorang.. 2. Usia Perkembangan Dewasa Awal dan Dewasa Madya Usia perkembangan dalam penelitian ini terbagi atas dua, yaitu usia perkembangan dewasa awal dan dewasa madya. Usia perkembangan dewasa awal berarti individu yang berusia antara 19-35 tahun. Sedangkan, individu usia perkembangan dewasa madya yang berarti berusia antara 36-60 tahun.. D. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah individu-individu yang berjenis kelamin perempuan dan laki-laki yang berusia 19-60 tahun, yaitu mereka yang tergolong dalam usia perkembangan dewasa awal dan dewasa madya. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik Convenience Sampling, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan anggota populasi yang ditemui peneliti dan bersedia menjadi subjek penelitian (Siregar, 2013). Populasi antara individu dewasa awal dan dewasa madya diperkirakan masing-masing lebih dari 100 orang. Oleh sebab itu, peneliti memilih menggunakan sampel yang dapat mewakili populasi dari subjek sasaran peneliti. Berpedoman dari Arikunto (2006), jika subjek melebihi 100 orang maka dapat menggunakan sampel. Menurutnya, sampel diambil antara 10% - 15% hingga 20% - 25%. Berdasarkan penentuan pengambilan sampel tersebut, sampel yang akan.

Gambar

Gambar 1. Alur Hubungan antara Dewasa Awal dan Dewasa Madya dengan
Gambar  1.  Alur  Hubungan  antara  Dewasa  Awal  dan  Dewasa  Madya  dengan  Altruisme

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dari semua grafik indikator yang telah diperoleh, maka pembelajaran matematika dengan menggunakan model inkuiri terbimbing berbantuan macromedia

Rumpun Matematika, Statistika dan yang berkaitanRumpun Matematika, Statistika dan yang berkaitan adalah rumpun jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil yang kegiatannya berhubungan

Model pembelajaran yang mempunyai keunggulan antara lain; berpikir dan bertindak kreatif, memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis, merangsang perkembangan kemajuan

Pendidikan Agama Hindu adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memperteguh

1) validitas isi , validitas Ini mempersoalkan apakah isi dari suatu instrumen cukup representatif atau tidak. 2) Validitas yang berhubungan dengan /criteria, a

Rincian ini digunakan untuk mengetahui total keseluruhan biaya-biaya unit institusi pemerintah yang terdiri dari belanja gaji pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal,

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan dengan Wagh, et.al (2006) pada pabrik tepung di kota Jalgoan, India, dimana didapat hasil bahwa dengan rata-rata kadar

Untuk dapat menerapkan terapi Diafragmatic breathing exercise dan Pursed- lip breathing dalam menyelesaikan permasalahan pasien PPOK, perawat harus dapat merangsang pasien