PENGARUH TEKANAN TERHADAP HASIL REFINERY
MINYAK NILAM DENGAN METODE EKSTRAKSI FLUIDA
SUPERKRITIK
EFFECT OF PRESSURE ON THE YIELD OF THE REFINERY OF
PATCHOULI OIL EXTRACTED BY SUPERCRITICAL FLUID
EXTRACTION METHOD
Marina1)*, Nur Hidayat2), Edi Priyo Utomo3), dan Egi Agustian4)
1
Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian – Fakultas Teknologi Pertanian – Universitas Brawijaya 2Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian – Fakultas Teknologi Pertanian – Univ. Brawijaya
3Pengajar Jurusan Kimia – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam – Univ. Brawijaya 4
Staff Peneliti Pusat Penelitian Kimia – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia *email marinamarinaid@gmail.com
Abstrak
Minyak nilam merupakan minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan daun nilam (Pogostemon
cablin Benth). Pada umumnya minyak nilam hasil penyulingan rakyat belum memenuhi kriteria standar
SNI, sehingga dapat menurunkan nilai jualnya. Oleh karena itu dengan penelitian ini akan dilakukan ekstraksi fluida superkritik untuk memperbaiki (refinery) penampilan dan komposisinya. Selain itu adanya penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisa faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas komponen yang dihasilkan. Penggunaan metode ini dipilih karena tidak memerlukan temperatur tinggi dan tanpa pelarut cair yang dapat menyebabkan kerusakan senyawa yang ada dalam minyak nilam. Selain itu pelarut CO2 dipilih karena bersifat inert, mudah didapatkan, aman, dan ramah lingkungan. Pada penelitian ini dilakukan variasi tekanan 81,65 atm, 115,6 atm, dan 149,7 atm pada suhu tetap 35oC selama 5 jam. Hasil refinery terbaik terdapat pada kondisi ekstraksi dengan tekanan Adanya faktor tekanan mempengaruhi kualitas dan kuantitas komponen yang dihasilkan dari proses ekstraksi fluida superkritik minyak nilam. Semakin besar tekanan ekstraksi maka semakin besar rendemen yang dihasilkan dan menyebabkan adanya kenaikan dan penurunan persentase area komponen minor. Hasil terbaik berada pada kondisi tekanan 149,7 atm dengan suhu 35oC selama 5 jam berdasarkan jumlah rendemen terbesar yaitu 92,76%.
Kata Kunci: komponen minyak nilam, tekanan, pelarut CO2, ekstraksi fluida superkritik
Abstract
Patchouli oil is an essential oil obtained from the distillation of leaves of Patchouli (Pogostemon cablin Benth). In general, patchouli oil distillates people do not meet the criteria of SNI , so as to lower the resale value. So with this research will be done to fix the supercritical fluid extraction (refinery) appearance and composition. In addition the study also aims to analyze the factors that affect the quality and quantity of the resulting components . The use of this method was chosen because it requires high temperatures and without the liquid solvent that can cause damage to the existing compounds in patchouli oil . Besides CO2 solvent chosen because it is inert , readily available , safe ,
and environmentally friendly . In this research, variations of pressure at 81,65 atm, 115,6 atm, and 149,7 atm at a constant temperature of 35oC for 5 hours. Results are best refinery in existence pressure extraction conditions with pressure factors affect the quality and quantity of the components resulting from the supercritical fluid extraction of patchouli oil. The greater the pressure, the greater the extraction yield is generated and leads to an increase and a decrease in the percentage area of minor components. The best results are at 149.7 atm pressure conditions with a temperature of 35oC for 5 hours based on the largest amount of yield is 92,76 % .
PENDAHULUAN
Minyak atsiri yang diperdagangkan di dunia saat ini mencapai 80 jenis dan 40 jenis diantaranya berasal dari Indonesia. Minyak atsiri yang dapat diperdagangkan dan salah satunya adalah minyak nilam (Direktorat Tanaman Semusim, 2002). Minyak nilam merupakan minyak atsiri
yang diperoleh dari daun nilam
(Pogostemon cablin benth) dengan cara penyulingan. Minyak tersebut merupakan komoditas ekspor non migas paling besar diantara ekspor minyak atsiri di Indonesia. Tahun 2004 ekspor minyak nilam sebesar 1.295 ton, sedangkan ekspor minyak atsiri keseluruhan adalah 2.633 ton (BPS, 2006). Luas area pertanaman nilam pada tahun 2002 sekitar 21.602 ha yang banyak
tersebar di daerah Bengkulu, Aceh,
Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur (Dirjen Bina Produksi Perkebunan, 2004). Saat ini kebutuhan minyak nilam dunia sebanyak 1.500 ton per tahun, dari jumlah itu sebanyak 70 persen dipasok oleh Indonesia yang 30-45 persen merupakan nilam yang dihasilkan petani Aceh. Tahun 2013 kebutuhan minyak nilam dunia pun meningkat hingga 90 persen. Selain itu, data terakhir tahun 2012 menunjukkan bahwa harga minyak nilam mencapai Rp 500.000/kg (DAI, 2013).
Pada umumnya minyak nilam hasil
penyulingan rakyat belum memenuhi
kriteria standar SNI, sehingga dapat menurunkan nilai jualnya. Minyak nilam memiliki berbagai komponen yang banyak dimanfaatkan dalam industri kosmetik dan farmasi, seperti δ-guaiene atau α-bulnesene
diketahui mempunyai aktivitas
anti-inflamasi (Hsu et. al., 2006), α-guaiene dan
β-patchoulene mempunyai aktivitas biologi
dan dimanfaatkan sebagai antijamur
(Donelian, 2009), caryophillene dan
β-elemen sebagai agen antikanker (Huang,
2006), pogostol yang menunjukkan
aktivitas antimikroba terhadap bakteri dan fungi periodontopatik (Van, 2001),
δ-cadinene yang berfungsi sebagai
anti-serangga dan antimikroba, serta seychellene berfungsi sebagai antiseptik (Lopez et al., 2012).
Perbaikan (refinery) penampilan minyak nilam dapat dilakukan dengan cara ektraksi fluida superkritik (SCF) dengan pelarut CO2. Penggunaan ekstraksi dengan fluida
superkritik merupakan metode yang tepat, oleh karena estraksi ini menggunakan pelarut CO2 yang mudah menguap. Penggunaan sistem ekstraksi konvensional akan meninggalkan sisa pelarut yang tidak diinginkan dan sulit untuk dipisahkan sehingga nantinya akan mengganggu dalam uji kualitas ekstrak. Pelarut CO2 dipilih
karena CO2 bersifat inert, keadaan kritis di
suhu rendah, dan mudah menguap di suhu ruang. Pada teknologi ekstraksi fluida superkritik dilakukan variasi tekanan agar CO2 berada di kondisi kritik sehingga
mampu melakukan penetrasi ke dalam bahan lebih sempurna sehingga dapat
meningkatkan rendemen ekstrak dan
tekanan ini pula yang berpengaruh terhadap penetrasi fluida superkritik ke dalam bahan karena densitas yang dihasilkan berbeda pada tiap tekanan.
Maka berdasarkan latar belakang
tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil refinery dari minyak
nilam dengan menggunakan metode
ektraksi fluida superkritik dan untuk menganalisa faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas komponen yang
dihasilkan. Sehingga nantinya dapat
memberikan informasi tentang refinery minyak nilam dengan metode ekstraksi
fluida superkritik dan mampu meningkatkan kualitas minyak nilaim.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Pusat
Penelitian Kimia Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Serpong,
Tangerang dan Laboratorium Kimia
Organik, Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya, Malang. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 16 Mei 2013 sampai 28 Juli 2013.
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah serangkaian alat ekstraksi fluida
superkritik model 46-19360 buatan
Newport Scientific, Inc yang dilengkapi
dengan tabung gas CO2, kompresor,
ekstraktor, separator, pemanas, dan chiller. Alat yang digunakan untuk analisa adalah timbangan, pipet, botol, refraktometer, dan
GC- MS (Gas Cromatography-Mass
Spectrum) merk Shimadzu.
Bahan yang digunakan adalah minyak nilam hasil penyulingan rakyat desa
Kesamben, Blitar dan pelarut gas
karbondioksida (CO2), serta etanol. Gambar
1 berikut ini adalah diagram alir penelitian :
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan variasi tekanan yaitu 81,65 atm, 115,6 atm, dan 149,7 atm pada suhu tetap 35oC selama 5 jam dengan laju alir CO2 5,5 liter/menit.
Variasi tekanan dimulai pada 81,65 atm karena pelarut CO2 berada pada kondisi
kritis pada tekanan 80 atm dan suhu 31oC.
Penetapan laju alir CO2 dilakukan
berdasarkan penelitian terdahulu milik Sulaswatty, dkk (2003) yang melakukan ekstraksi fluida superkritik pada minyak nilam untuk mengisolasi patchouli alcohol. Ekstraksi fluida superkritik dilakukan sebanyak tiga kali, dengan variasi tekanan. Minyak nilam diekstraksi sebanyak 300 gram pada setiap perlakuan dan masing-masing perlakuan menghasilkan 20 ekstrak dalam 5 jam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perbandingan Kromatogram Minyak Nilam Sebelum dan Sesudah Ektraksi Fluida Superkritik
Hasil ekstraksi fluida superkritik ini
dilakukan uji kromatografi Gas
Chromatography (GC) karena uji ini
digunakan untuk komponen yang mudah menguap dan stabil pada suhu analisis.
Kromatografi yang digunakan untuk
menganalisis minyak atsiri adalah jenis kromatograf gas dengan spectrophotometer massa sebagai detektor (GC-MS) sehingga dapat teridentifikasi apa saja komponen
minor yang terdapat dalam ekstrak
(Purwati, 2011). Uji GC-MS awalnya dilakukan pada bahan baku minyak nilam yang digunakan dan hasil percobaan pendahuluan (kondisi suhu 350C, tekanan 81,65 atm selama 5 jam) pada ekstrak menit ke-60, ekstrak menit ke-120, ekstrak menit
ke-180, dan ekstrak menit ke-240.
Perbandingan hasil uji GC-MS dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 2. GC-MS Bahan Baku Minyak Nilam
Gambar 3. GC-MS Ekstrak Minyak Nilam pada Menit ke-180 Hasil GC-MS menunjukkan bahwa hasil
ekstraksi fluida superkritik minyak nilam ini menampilkan profil yang lebih baik
dibandingkan dengan bahan baku.
Komponen-komponen yang terdeteksi
semakin jelas dan dominan. Hal ini
membuktikan refinery minyak nilam
dengan metode ini dapat meningkatkan kualitas minyak nilam. Adapun tabulasi hasil GC-MS dari bahan baku dan hasil ekstraksi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komponen Bahan Baku Minyak Nilam
No Nama
Komponen
Persentase Komponen (%) Bahan Baku Ekstrak
menit ke-60 Ekstrak menit ke-120 Ekstrak menit ke-180 Ekstrak menit ke-240 1 β-patchoulene - 7,92 7,30 6,78 6,83 2 Caryophyllene 6,87 6,11 5,90 4,86 5,48 3 α-guaiene 11,63 15,95 16,15 17,21 16,50 4 seychellene 11,45 11,22 10,79 9,83 10,31 5 α-pathoulene 12,38 11,36 10,27 10,08 10,43 6 δ-guaiene 4,08 16,09 17,30 18,87 17,98 7 Patchouli alcohol 15,48 15,49 17,50 19,18 18,82
Dengan memperhatikan pola munculnya peak dari masing-masing komponen maka selanjutnya uji yang dilakukan cukup uji GC, yang mana cara kerjanya sama dengan GC-MS hanya saja pada GC tidak ada pengenalan komponen yang teridentifikasi dengan literatur, berat molekul dan struktur kimia.
Pengaruh Tekanan terhadap Persentase Area Komponen Minor Minyak Nilam
Ekstraksi fluida superkritik dilakukan dengan kondisi suhu 350C, laju alir 5,5 liter/menit, dan waktu ekstraksi 5 jam dengan variasi tekanan 81,65 atm, 115,6 atm, dan 149,7 atm. Hasil uji GC bahan
baku nilam dan ekstrak dengan adanya variasi tekanan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil GC Bahan Baku dan Ekstrak Variasi Tekanan
No Komponen Rata-rata Area Komponen (%)
Bahan Baku 81,65 atm 115,6 atm 149,7 atm
1 β-patchoulene 3,06 4,49 2,16 3,61 2 Caryophyllene 3,42 4,99 4,43 4,18 3 α-guaiene 25,53 29,93 28,72 28,73 4 Seychellene 10,24 8,80 9,86 10,00 5 α-pathoulene 1,49 0,88 0,74 0,89 6 δ-guaiene 24,42 27,79 27,36 27,47 7 Patchouli alcohol 24,76 18,15 20,76 20,44
Adanya tekanan yang semakin
meningkat menyebabkan terjadinya
kenaikan dan penurunan beberapa senyawa.
Rata-rata senyawa β-patchoulene,
Caryophyllene, dan Patchouli alcohol
mengalami penurunan seiring dengan
peningkatan tekanan. Penurunan ini dapat disebabkan daya selektivitas CO2 yang
menurun (Donelian, 2009). Rata-rata
Patchouli alcohol mengalami penurunan
karena komponen ini bersifat polar
sedangkan pelarut CO2 bersifat non polar,
sehingga proses difusi yang terjadi dalam
ekstraksi tidak sempurna. Rata-rata
senyawa seychellene, dan α-pathoulene mengalami kenaikan setelah dilakukan pemurnian dibanding dengan kandungan awal bahan baku. Semakin besar tekanan ekstraksi juga menyebabkan area komponen senyawa-senyawa ini meningkat. Hal ini terjadi karena senyawa seychellene, dan
α-pathoulene ini terdifusi lebih banyak seiring
dengan adanya peningkatan tekanan.
Kenaikan tekanan akan meningkatkan densitas CO2 sehingga akan memudahkan
penetrasi fluida superkritik ke dalam bahan yang diekstraksi (Sulaswatty, 2003). Selain itu, senyawa α-guaiene, dan δ-guaiene cenderung stabil dan menghasilkan area komponen yang lebih besar dari bahan baku. Berdasarkan data pada Tabel 2, maka
dapat diperoleh hubungan antara tekanan dan persentase area komponen dalam ekstrak. Dari 20 ekstrak yang dihasilkan dari satu kali proses, hanya enam ekstrak yang diuji GC, yaitu ekstrak ke-1 (menit ke- 15), ekstrak ke-4 (menit ke-60), ekstrak ke- 8 (menit ke-120), ekstrak ke-12 (menit ke-180), ekstrak ke-16 (menit ke-240), dan ekstrak ke-20 (menit ke-300). Hubungan tekanan dan rata-rata jumlah ekstrak yang dihasilkan dalam waktu 5 jam pada suhu 35oC dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Hubungan Tekanan terhadap persentase Area Komponen Minor
Senyawa α-guaiene mengalami
penurunan pada tekanan 115,68 atm lalu kembali naik pada tekanan 149,7 atm, begitupun dengan senyawa δ-guaiene. Senyawa β-patchoulene dan caryophyllene
peningkatan tekanan, sedangkan senyawa
seychellene dan α-patchoulene cenderung
meningkat seiring dengan peningkatan tekanan. Adanya beberapa senyawa yang meningkat dan menurun dalam variasi tekanan ini disebabkan perbedaan kepolaran dari masing-masing senyawa sehingga pada proses ekstraksi ada beberapa komponen
yang tidak dapat terdifusi dengan
sempurna. Peningkatan tekanan juga
menyebabkan densitas CO2 yang lebih
tinggi dan solubilitas yang lebih besar sehingga terjadi peningkatan hasil ekstrak namun kecenderungan mengurangi daya selektivitas. Akibatnya ada komponen yang
meningkat, ada pula yang menurun (Utami, 2009).
Pengaruh Tekanan dan Waktu Ekstraksi terhadap Rendemen
Perolehan ekstrak berbeda-beda dari tiap komponen minor yang dipisahkan seiring dengan penambahan tekanan. Hasil ekstrak dari perlakuan yaitu ekstraksi dengan variasi tekanan dan variasi suhu dalam waktu 5 jam memperoleh 20 ekstrak, dan
enam diantaranya digunakan sebagai
sampel acak untuk diuji lebih lanjut tertera pada Tabel 3.
Tabel 3. Data Sampel Ekstrak Minyak Nilam Variasi Tekanan
No Ekstrak Berat Ekstrak (gram) Rendemen (%) Indeks bias (nD) Massa yang hilang (%) Waktu Ekstraksi (menit) 1 SFE 1.1 (350C/81,65 atm) 149,58 56,87 1,494 0,60 300 2 SFE 1.2 (350C/115,68 atm) 247,87 88,79 1,496 3,35 300 3 SFE 1.3 (350C/149,7 atm) 255,04 92,76 1,496 2,71 300
Peralatan ekstraksi fluida superkritik yang kurang fleksibel dan masih manual terhadap pengambilan ekstrak maupun rafinat mempengaruhi besarnya tingkat massa yang hilang. Nilai massa yang hilang diperoleh dari berat umpan dikurangi berat ekstrak secara keseluruhan (20 ekstrak). Semakin besar suhu dapat menyebabkan
penguapan ekatrak oleh CO2 terjadi
sehingga nilai massa yang hilang paling besar ada pada suhu 45 oC. Nilai indeks bias rata-rata dari semua perlakuan adalah 1,494 hingga 1,496, dimana nilai indeks bias rata-rata komponen minor adalah 1,492 hingga 1,5 dan nilai indeks bias ini digunakan
untuk pengenalan unsur kimia dan
pengujian kemurnian minyak nilam
(Sulaswatty, 2003).
Semakin besar tekanan saat ekstraksi akan meningkatkan kelarutan minyak nilam sehingga ekstrak yang dihasilkan juga
semakin meningkat. Rendemen yang
dihasilkan proses ekstraksi mengalami peningkatan pada menit ke 60 hingga menit ke 180. Menit-menit pertama merupakan awal proses, kondisi prosesnya belum
mencapai keseimbangan dan gas
karbondioksida belum optimal memasuki tabung ekstraktor sehingga kemampuan untuk melarutkan komponen minyak relatif rendah. Setelah satu jam proses, jumlah karbondioksida yang dipakai semakin banyak sehingga komponen minyak nilam yang terekstrak semakin banyak pula.
Semakin lama waktu proses maka jumlah bahan awal atau umpan akan semakin
berkurang dan karbondioksida akan
menemukan titik kejenuhan untuk
mengekstrak komponen dalam minyak sehingga rendemen ekstrak di menit ke 240 dan menit ke 300 menjadi menurun (Utami, 2009). Hubungan antara rendemen dan waktu ekstraksi terdapat pada Gambar 5.
Gambar 5. Hubungan Tekanan dan Waktu Ekstraksi terhadap Rendemen
Adanya perubahan tekanan yang
semakin tinggi menyebabkan persentase area dan rendemen semakin meningkat. Tekanan dalam proses ekstraksi fluida superkritik akan mengkompres gas CO2
untuk menguapkan komponen dalam
minyak sehingga terjadi kontak dari keduanya. Molekul minyak nilam terdifusi ke dalam CO2 akibat tekanan sistem. Fraksi
ringan dalam minyak nilam akan lebih
mudah larut dalam CO2 sehingga
memperbesar nilai kelarutan dan perolehan
ekstrak. Semakin tinggi tekanan
menyebabkan semakin banyaknya
komponen minyak yang teruapkan dan ikut terdifusi oleh CO2 superkritik (Arai et al.,
2002). Oleh sebab itu jumlah ekstrak yang
dihasilkan akan semakin meningkat.
Namun peningkatan suhu membuat jumlah ekstrak naik di menit ke 60 dan ke 120 lalu mengalami penurunan. Hal ini dapat disebabkan setelah sampai di puncak,
terjadi kejenuhan sehingga kemampuan CO2 mengekstraksi menjadi menurun.
KESIMPULAN
Hasil penelitian dari refinery minyak nilam dengan metode ekstraksi fluida superkritik yang dilakukan maka diperoleh bahwa:
1. Penampilan dan profil komponen
minyak nilam menjadi lebih baik daripada bahan baku .
2. Adanya faktor tekanan dan waktu ekstraksi mempengaruhi kualitas dan kuantitas komponen minyak nilam yang dihasilkan dari proses ekstraksi fluida superkritik minyak nilam, dimana hasil terbaik berada pada kondisi tekanan 149,7 atm dengan suhu 35oC selama 5
jam berdasarkan jumlah rendemen
terbesar yaitu 92,76%.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada semua pihak: LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) yang membantu berlangsungnya penelitian ini, dan GUREAA (Grup Riset dan Entrepreneurial Agroindustri Atsiri) yang telah mendanai penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arai, Y., T. Sako, dan Y. Takebayashi. 2002. Supercritical Fluids Molecular Interactions, Physical Properties, and New Applications. Springer. Heideberg. Dewan Atsiri Indonesia (DAI). 2013. Atsiri
Indonesia. www.atsiri-indonesia.com. Diakses tanggal 18 April 2013
Direktorat Tanaman Semusim 2002.
Peluang Peningkatan Produksi dan Produktivitas Minyak Atsiri, Diskusi Minyak Atsiri. Departemen Pertanian.
Donelian, A., Carlsonb, L.H.C., Lopesa,
T.J., Machadoa, R.A.F., 2009.
Comparison Of Extraction Of
Patchouli (Pogostemon cablin)
Essential Oil With Supercritical
CO2 And By Steam Distillation, J. Of
Supercritical Fluids 48: 15–20
Hsu, H., Wen-Chia Y., Wei-Jern T., Chien-Chih C., Hui-Yu H., Ying-Chieh T., 2006. Α-Bulnesene, A Novel PAF Receptor Antagonist Isolated From
pogostemon cablin, Biochemical And
Biophysical Research
Communications 345: 1033–1038
Huang, L. 2006. Synthesis of (-)-Beta Elemen, (-)-Beta-Elemenal, (-)-Beta Elemenol, (-)-Beta Elemene Fluoride anf Their Analouges, Intermedietes and
Composition and Uses Thereof.
International Application Published
Under The Patent Coorperation Treaty (PCT). New York.
Lopez, S., Beatriz L., Liliana A., Luis A. E., Alejandro T., Susana Z., Julio Z., Gabrieta E. F., Maria L. 2012. Essential Oil Of Azorella Cryptantha Collected In Two Different Ocations From San Juan
Province, Argentina: Chemical
Variability And Anti-Insect And
Antimicrobial Activities Chemistry And Biodiversity 9 (8): 1452-1464
Purwati, Y. 2011. Komposisi Aroma
Minyak Nilam Komersial dari Beberapa Daerah di Indonesia.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sulaswatty, A., Wuryaningsih dan Sri H.
2003. Pemurnian Minyak Nilam
(Pogostemon cablin Benth)
Menggunakan Teknik Ekstraksi Fluida Superkritik. Pemaparan Hasil
Litbang. Pusat Penelitian
Kimia-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tangerang
Utami, P.D. 2004. Kajian Proses
Pemisahan Fraksi Minyak Akar Wangi Garut (Java Vetiver Oil)
dengan Ekstraksi Fluiuda
Karbondioksida Superkritik. Skripsi.
Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Van, V.J.L.C.H. 2001. Plant Resources Of South-East Asia 12.(2) Medicinal And
Poisonous Plant 2. Netherlands