• Tidak ada hasil yang ditemukan

REVEGETASI TEBING DENGAN METODE RAMBATAN PADA LAHAN PASCA PENAMBANGAN BATUBARA PT MANDIRI INTIPERKASA NUNUKAN KALIMANTAN TIMUR HARIADI PROPANTOKO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REVEGETASI TEBING DENGAN METODE RAMBATAN PADA LAHAN PASCA PENAMBANGAN BATUBARA PT MANDIRI INTIPERKASA NUNUKAN KALIMANTAN TIMUR HARIADI PROPANTOKO"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

i

REVEGETASI TEBING DENGAN METODE RAMBATAN

PADA LAHAN PASCA PENAMBANGAN BATUBARA

PT MANDIRI INTIPERKASA

NUNUKAN KALIMANTAN TIMUR

HARIADI PROPANTOKO

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

REVEGETASI TEBING DENGAN METODE RAMBATAN

PADA LAHAN PASCA PENAMBANGAN BATUBARA

PT MANDIRI INTIPERKASA

NUNUKAN KALIMANTAN TIMUR

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Oleh,

HARIADI PROPANTOKO

E44070046

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

iii

RINGKASAN

HARIADI PROPANTOKO. Revegetasi Tebing dengan Metode Rambatan pada Lahan Pasca Penambangan Batubara PT Mandiri Intiperkasa Nunukan Kalimantan Timur. Dibimbing IRDIKA MANSUR dan SUDJATMIKO.

Penambangan batubara maupun mineral dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar. Dampak-dampak yang timbul dari operasi penambangan antara lain adalah lahan-lahan menjadi tandus dan tidak produktif. Tingkat erosivitas yang terjadi sangat tinggi karena lahan bekas penambangan telah menghilangkan vegetasi yang tumbuh di atasnya. Tumbuhan sukar tumbuh pada areal bekas penambangan karena kandungan hara sangat rendah dan tanah berpotensi racun terhadap tumbuhan. Revegetasi merupakan usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang rusak melalui kegiatan penanaman dan pemeliharaan pada lahan pasca penambangan. Upaya revegetasi yang diterapkan penting untuk menggunakan metode yang tepat dan efisien.

Penggunaan tanaman merambat sebagai tanaman perintis dan penutup tebing merupakan upaya awal untuk melakukan revegetasi tebing pasca penambangan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis tanaman merambat dan ukuran kerangka penjalar yang tepat untuk revegetasi tebing pada lahan bekas tambang. Berdasarkan hasil penelitian ketiga tanaman merambat yang diujicobakan yaitu Waluh (Cucurbita moschata), Cipir (Psopocarpus tetragonolobus) dan Koro

(Canavalia gladiata) merupakan jenis yang tahan terhadap lahan kritis bekas

penambangan batubara. Cipir merupakan jenis yang tumbuh paling baik, dengan pertumbuhan panjang batang primer, jumlah daun dan pertumbuhan jumlah cabang yang paling baik. Penggunaan kerangka penjalar dengan 2 ukuran (petak 50 dan 30 cm) tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman.

Kata kunci: Pertambangan batubara, Revegetasi, Waluh, Cipir, Koro, kerangka penjalar

(4)

iv

SUMMARY

HARIADI PROPANTOKO. The Cliff Revegetation by Clamber Method on The

Land After Coal Mining of PT Mandiri Intiperkasa Nunukan of East Kalimantan . Under Supervision IRDIKA MANSUR and SUDJATMIKO.

Coal mining and another mineral which are done to result in negative impact to the surrounding environment. Impacts appear from mining operations such as land becomes barren and unproductive. The level of erosivity that occurs very high because land of ex mining has removed a vegetation which grows on it. Plants are hard to grow on the area of ex mining because of very low nutrient and soil has potentially toxic to the plants. Revegetation is an attempt to improve and restore damaged vegetation by planting and maintenance on the land after mining. Applied Revegetation efforts are important of using precise, efficient methods.

The uses of vines are as the pioneering plants and cover of the cliff are the first attempts to do revegetation after mining. This research aims at getting the type of vines and exactly crawler frame size for revegetation of cliffs on the land of ex mines. Based on the results of the third researches of vines which are tried out those are Pumpkin (Cucurbita moschata), Wingedbean (Psopocarpus tetragonolobus) and Swordbean (Canavalia gladiata) are the resistant kind of

critical land of ex coal mining. Wingedbean is the best kind, to the growth of long primary stalks, leaves amount and the growth the branch of the best. The use of crawler frame with 2 sizes ( 50 and 30 cm plots) do not really affect the growth of plants.

Keywords: Coal mining, Revegetation, Pumpkin, Wingedbean, Swordbean, the crawler frame

(5)

v

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Revegetasi Tebing dengan Metode Rambatan pada Lahan Pasca Penambangan Batubara PT Mandiri Intiperkasa, Nunukan Kalimantan Timur” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2011 Hariadi Propantoko

(6)

vi

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Revegetasi Tebing dengan Metode Rambatan pada Lahan Pasca Penambangan Batubara PT Mandiri Intiperkasa, Nunukan Kalimantan Timur

Nama Mahasiswa : Hariadi Propantoko

NRP : E44070046

Menyetujui : Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc Ir. Sudjatmiko

NIP.19660523 199002 1 001 NIP. 19650519 1995031 001

Mengetahui :

Ketua Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB,

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, M.S NIP.19601024 198403 1 009

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji kepada Tuhan alam semesta atas kasih dan limpahan ilmu Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini sebagai skripsi yang berjudul “Revegetasi Tebing dengan Metode Rambatan Pada Lahan Pasca Penambangan Batubara PT Mandiri Intiperkasa, Nunukan Kalimantan Timur”. Ucap salam kepada pemimpin utusan Nya Rasul Muhammad SAW yang selalu menjadi teladan bagi umat manusia.

Penambangan batubara maupun penambangan mineral banyak meninggalkan lahan bertebing yang miskin hara dan resiko yang tinggi. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pengelolaan dengan metode yang tepat. Metode rambatan yang diujicobakan dalam penelitian ini merupakan kombinasi beberapa jenis tanaman penutup yang merambat dengan kerangka penjalar sebagai media rambat tanaman. Penelitian ini untuk menguji coba daya hidup dan pertumbuhan tanaman penutup terhadap kondisi tanah yang kritis dan bertebing.

Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan penelitian selanjutnya. Semoga hasil dan sintesis yang tertulis dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi pelaku reklamasi pasca tambang dan pembaca pada umumnya.

Bogor, Desember 2011 Penulis

(8)

viii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bojonegoro, Jawa Timur pada tanggal 14 Mei 1989 dari pasangan Supriyanto dan Suparti sebagai putra ketiga dari tiga bersaudara. Pendidikan penulis dimulai sejak tahun 1995 di SD Negeri Ngulanan II Bojonegoro dan pada tahun 2001 melanjutkan di SMP Negeri 5 Bojonegoro. Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan belajar di MAN 1 (Model) Bojonegoro dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Mayor Silvikultur Fakultas Kehutanan.

Selama masa perkuliahan di IPB, penulis aktif di Ikatan Keluarga Muslim TPB sebagai staff Kewirausahaan pada tahun 2007-2008. Pada tahun 2008–2009, penulis aktif sebagai anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB komisi I internal. Pada tahun yang sama, penulis juga aktif menjadi salah satu dari 7 Pemberani Komisi Pemilihan Raya Keluarga Mahasiswa IPB sebagai Koordinator Logistik, pemungutan dan penghitungan suara. Tahun 2009–2010, penulis aktif dalam Paguyuban Angling Dharma (Organisasi Mahasiswa IPB asal Bojonegoro) sebagai Ketua Umum, selain itu juga aktif sebagai Ketua Departemen Internal pada Ikatan Mahasiswa Jawa Timur di IPB (IMAJATIM IPB). Periode 2010-2011, penulis aktif di Himpunan Profesi Silvikultur Tree Grower Community sebagai Ketua Umum. Selain itu penulis juga aktif sebagai

penggiat di komunitas Wahana Telisik Seni dan Sastra (WTS) Bogor pada tahun 2009–saat ini.

Dalam ranah akademis, penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang Timur–Papandayan (2009), Magang Profesi di SEAMEO BIOTROP (2009), Praktek Pengolahan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi (2010), menjadi Asisten praktikum mata kuliah Silvikultur (2010), serta Praktek Kerja Profesi (PKP) di PT Mandiri Intiperkasa Nunukan–Kalimantan Timur (2011). Selain kegiatan praktek keilmuan dan keprofesian, penulis juga mengikuti Program Pemberantasan Buta Aksara LPPM IPB di Kecamatan Tenjolaya (2008) dan Kecamatan Sukajaya (2009).

(9)

ix Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Revegetasi Tebing dengan Metode Rambatan Pada Lahan Pasca Penambangan Batubara PT Mandiri Intiperkasa, Nunukan Kalimantan Timur” di bawah bimbingan Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc. dan Ir. Sudjatmiko.

(10)

x

UCAPAN TERIMAKASIH

Segala puji kepada Tuhan alam semesta atas kasih dan limpahan ilmu Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini sebagai skripsi yang berjudul “Revegetasi Tebing dengan Metode Rambatan Pada Lahan Pasca Penambangan Batubara PT Mandiri Intiperkasa, Nunukan Kalimantan Timur”. Ucap salam dan kemuliaan tercurah kepada pemimpin utusan Nya Rasul Muhammad SAW yang selalu menjadi teladan bagi umat manusia.

Dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan moral, material dan spiritual, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc. selaku dosen pembimbing, yang telah berkenan memberikan nasehat, arahan dan bimbingan kepada penulis. 2. Ir. Sudjatmiko selaku pembimbing ke dua, yang telah berkenan

memberikan saran dan arahan dalam penelitian kepada penulis.

3. Ibu, Bapak dan keluarga terkasih atas semua dukungan dan kasih sayang yang diberikan baik moril, materiil dan spititual yang selalu mengalir kepada penulis

4. Seluruh tenaga pendidik dan kependidikan di Departemen Silvikultur dan Fakultas Kehutanan yang memberikan bantuan dan dukungan selama ini kepada penulis.

5. Pihak Direksi dan segenap staf PT MIP yang menerima penulis untuk melakukan penelitian di site krassi PT MIP

6. Teman-teman satu kelas angkatan 44 departemen silvikultur atas segala hal yang telah diberikan kepada penulis.

7. Teman-teman satu bimbingan Pak Ir (Miftahul Mawaddah, Puspitasari Kurniawati dan Sri Handayani), terimakasih atas kebersamaan dan kebaikan-kebaikan yang diberikan kepada penulis.

8. Teman-teman TGC (Tree Grower Community) Mas Tohirin, Mas Fai, Mas

(11)

xi Cintya, Ririn, Jeny dan Silvikultur angkatan 41, 42, 43, 45, 46 dan 47 yang selalu memberikan warna dalam keseharian penulis.

9. Teman-teman Paguyuban Angling Dharma Bojonegoro, Linda, Via, Danis, Antok, Ayu, Kafi, Tita serta yang lainnya. Terimakasih atas dukungan, semangat, pengertian dan pengalaman yang berharga.

10. Sahabat-sahabat diskusi ala warkop bateng (Aripin, Dian, Muhe, Erekso, dan semuanya yang tidak dapat penulis sebut satu persatu).

11. Rekan-rekan WTS (Wahana Telisik Seni dan Sastra) di Shelter, Pak dhe, Mas Bayu, Izzudin Abd Razak, Bang Ucok, Mas Andi, Mbak Ika, Mbak Kaka dan yang lainnya atas kebersamaanya dalam dunia kesastraan.

12. Teman-teman se Wisma Combi Penthouse, Bagus, Gan Fit, Hendrik, Rinto, Bakri, Rio, Novan, Angga, Sepo, Dul Gopir dan Deni serta Alumni Combikita yaitu Mas Andi dan Mas Beni atas kekeluargaan yang telah kita bangun.

13. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi, yang tidak dapat penilis sebutkan satu persatu.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan kesejahteraan dan membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu, baik yang tersebutkan maupun yang tidak tersebutkan.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Desember 2011

Hariadi Propantoko

(12)

xii

DAFTAR TABEL ... xiv 

DAFTAR GAMBAR ... xv 

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi 

BAB I PENDAHULUAN ... 1 

1.1  Latar belakang ... 1 

1.2  Tujuan penelitian ... 2 

1.3  Manfaat penelitian ... 3 

1.4  Hipotesis ... 3 

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4 

2.1  Reklamasi Lahan Pasca Tambang ... 4 

2.2  Erosi dan Stabilitas Lereng ... 6 

2.3  Peranan Tanaman Rambat Terhadap Stabilisasi Lereng dan Erosi ... 7 

2.4  Jenis-jenis Tanaman Merambat yang Potensial untuk Perintis ... 8 

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 14 

3.1  Iklim dan Curah Hujan ... 14 

3.2  Tata Guna Lahan ... 14 

3.3  Kualitas tanah ... 15 

3.4  Luas Lahan yang Telah Dibuka dan yang Telah Direklamasi ... 16 

3.5  Flora dan Fauna ... 16 

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 17 

4.1  Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17 

4.2  Bahan dan Alat ... 17 

4.3  Metode Penelitian ... 17 

4.4  Rancangan Percobaan ... 21 

4.5  Analisis Data ... 22 

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23 

5.1  HASIL ... 23 

(13)

xiii DAFTAR PUSTAKA ... 43 

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Hasil sidik ragam parameter panjang batang primer pada setiap minggu

setelah tanam (MST) ... 23  2 Hasil sidik ragam parameter pertumbuhan jumlah daun pada setiap Minggu

Setelah Tanam (MST) ... 25  3 Hasil sidik ragam parameter pertumbuhan jumlah batang pada setiap Minggu

Setelah Tanam (MST) ... 26  4 Hasil sidik ragam parameter laju luas penutupan tebing oleh kombinasi

tanaman merambat pada setiap Minggu Setelah Tanam (MST) ... 28  5 Rekapitulasi hasil persen hidup tanaman selama 5 MST ... 29  6 Beberapa sifat kimia tanah pada tanah asli dan tanah setelah dipupuk pada

lokasi penelitian di lapangan. ... 30  7 Beberapa sifat kimia tanah pada tanah tanaman yang tumbuh dengan baik

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Waluh : (A) Biji, (B) Buah, (C) tanaman dan daun, (D) Bunga ... 9 

2 Koro (A) biji/ benih, (B) buah, (C) bunga ... 10 

3 Cipir (A) biji/benih, (B) buah, (C) bunga dan daun ... 12 

4 Kondisi lahan penelitian ... 18 

5 (A) Pemasangan kerangka penjalar, (B) kerangka penjalar 50 x 50 cm dan (C) kerangka penjalar 30 x 30 cm terpasang pada tebing ... 19 

6 Hasil uji Duncan pengaruh jenis tanaman merambat terhadap pertumbuhan panjang batang primer pada 1 MST (Huruf beda di belakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%) ... 24 

7 Hasil panjang batang primer pada setiap jenis tanaman dan pada 1 MST–5 MST ... 25 

8 Hasil uji Duncan pengaruh jenis tanaman merambat terhadap pertumbuhan jumlah daun pada 1 MST–5 MST (Huruf beda di belakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji Duncan taraf 5% pada setiap MST) ... 26 

9 Hasil uji Duncan pengaruh jenis tanaman rambat terhadap pertumbuhan jumlah batang pada 1 MST–5 MST (Huruf beda di belakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji Duncan taraf 5%) ... 27 

10 Grafik laju luas penutupan tanaman terhadap tebing dalam %. ... 29 

11 (A) organ pelilit pada tanaman waluh, (B) tanaman koro melilit pada kerangka penjalar dengan tubuh batangnya ... 32 

12 (A) Tanaman yang tumbuh merana pada tanah yang dialiri drainase tinggi. (B) tanaman tumbuh baik, (C) tumbuhan lain dapat tumbuh di sekitar tanaman penelitian ... 32 

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Rekapitulasi Hasil anova dan hasil uji lanjut Duncan Parameter pertumbuhan

Vegetatif tanaman merambat dengan Software SPSS ... 46  2 Rekapitulasi Hasil anova dan hasil uji lanjut Duncan Parameter Penutupan

(coverage) tanaman merambat dengan Software SPSS ... 60  3 Dokumentasi Penelitian ... 63 

(17)

BAB

I

PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan sumber daya energi dan mineral, baik berupa panas bumi, minyak, gas bumi, tembaga, nikel, batubara dan lain sebagainya. Salah satu andalan energi dan mineral Indonesia adalah batubara (coal). Berdasarkan data Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

pada tahun 2010, produksi batubara telah mencapai 260 juta ton dan pada tahun 2011 Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) memproyeksikan sebesar 340 juta (Coal Investor 2010).

Eksploitasi batubara di Indonesia sebagian besar telah melakukan pembukaan lahan hutan yang luas. Kementerian ESDM (2011) menyampaikan pembukaan lahan mencapai 1.418.701,62 Ha yang. Pembukaan lahan menyebabkan munculnya permasalahan lingkungan. Lahan-lahan menjadi tandus dan tidak produktif. Tingkat erosivitas yang terjadi tinggi karena lahan yang terbuka telah menghilangkan vegetasi yang tumbuh di atasnya, serta vegetasi atau tumbuhan yang sukar tumbuh karena keadaan tanah yang rendah kandungan unsur hara dan mengandung racun bagi tumbuhan (Mansur 2010). Hal ini harus ada upaya dari perusahaan terkait dan pemerintah pusat maupun daerah untuk melakukan reklamasi lahan pasca penambangan batubara melalui keilmuan silvikultur yang tepat. Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya (Kementrian ESDM 2008). Sedangkan revegetasi adalah usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang rusak melalui kegiatan penanaman dan pemeliharaan pada lahan bekas penggunaan kawasan hutan (Kemenhut 2011). Upaya-upaya reklamasi telah mengalami perkembangan karena perhatian pemerintah yang bertambah besar, kesadaran masyarakat yang meningkat terhadap kualitas lingkungan, serta komitmen perusahaan pertambangan yang semakin tinggi dalam upaya reklamasi lahan pasca penambangan batubara dan juga telah dilakukan dengan baik oleh perusahaan terkait, tetapi hal ini masih terus

(18)

membutuhkan perbaikan dan peningkatan teknologi reklamasi untuk mendapatkan hasil yang baik, terjangkau dan efisien.

Permasalahan reklamasi pasca tambang diantaranya adalah keasaman tanah, tekstur tanah dan genangan. Selain itu, kelerengan lahan yang terjal (tebing) merupakan suatu permasalah juga dalam kegiatan reklamasi, karena dalam operasi penambangan akan menghasilkan tebing yang terjal dari pengambilan batubara atau mineral dalam tanah. Tebing sukar untuk ditanami vegetasi, belum lagi tanah yang bertebing sangat mudah tererosi oleh aliran drainase dari air hujan. Maka perlu dilakukan metode revegetasi dan jenis tanaman yang cocok dengan kondisi tebing ini. Revegetasi dengan metode

hydroseeding memberikan hasil yang baik pada tebing-tebing pasca

penambangan, tetapi metode ini kurang ekonomis. Mansur (2010) menyatakan kelemahan revegetasi dengan hydroseeding adalah biayanya mencapai 40-50 juta

per ha. Dengan demikian perlu adanya metode lain dalam revegetasi tebing pasca penambangan yang memberikan hasil baik dan terjangkau.

Melihat dari pentingnya metode revegetasi tebing pasca penambangan, maka dalam penelitian ini dilakukan pengujian metode revegetasi dengan metode rambatan. Metode rambatan adalah metode revegetasi tebing dengan tanaman merambat yang penanamannya menggunakan kerangka penjalar sebagai media merambat untuk menutup tebing. Dalam penelitian ini digunakan tanaman Waluh (Cucurbita moschata), Cipir (Psophocarpus tetragonolobus) dan Koro (Canavalia gladiata) untuk diuji sebagai tanaman merambat yang cocok dalam penggunaan

metode rambatan, serta pengujian dalam penggunaan kerangka penjalar (coconet)

yang cocok untuk penerapan metode rambatan dalam melakukan revegetasi tebing pasca penambangan.

1.2Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Menguji apakah metode rambatan cocok diterapkan dalam melakukan revegetasi pasca penambangan

2. Mendapatkan jenis tanaman merambat dan ukuran kerangka penjalar (coconet) yang tepat untuk revegetasi tebing pada lahan bekas tambang.

(19)

1.3Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah

1. Memberikan informasi tentang tanaman rambat yang mampu tumbuh dengan baik pada lahan miring bekas kegiatan pertambangan

2. Memberikan data kecepatan tumbuh tanaman rambat pada areal reklamasi lahan bekas tambang

3. Mendapatkan teknik reklamasi tebing pada lahan bekas tambang yang efektif dan efisien

4. Sebagai acuan strategis untuk pengembangan tanaman penutup tanah pada lahan reklamasi tambang batubara.

1.4Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah

1. Tanaman merambat dengan jenis Waluh (Cucurbitha moschata), Cipir

(Psophocarpus tetragonolobus) dan Koro (Canavalia gladiate) dapat

digunakan sebagai tanaman penutup pada tebing di lahan bekas penambangan batubara.

2. Kerangka penjalar dari sabut kelapa (coconet) dapat meningkatkan laju

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Reklamasi Lahan Pasca Tambang

Kegiatan penambangan merupakan kegiatan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam berupa bahan tambang (galian bumi) yang terdapat di bawah permukaan bumi atau di dalam perut bumi. Berdasarkan undang-undang nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan mineral dan batubara ditentukan tahapan kegiatan pertambangan yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Kegiatan penambangan merupakan kegiatan dengan penggunaan lahan yang bersifat sementara. Kegiatan ini berlangsung ketika material berharga yang akan ditambang masih tersedia dan masih bersifat ekonomis pada lahan tersebut. Apabila cadangan material berharga tersebut sudah habis atau sudah tidak mempunyai nilai ekonomi, maka akan dilakukan penutupan tambang.

Kegiatan penambangan memang menghasilkan keuntungan yang tinggi, tetapi hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan pertambangan juga mempunyai dampak negatif pada lahan dan lingkungan operasi penambangan. Ketika suatu daerah dibuka untuk operasi tambang maka daerah tersebut berpotensi menjadi rusak. Dalam rangka mengembalikan kondisi tanah dan lingkungan sehingga dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai dengan peruntukannya, maka pada lahan pasca penambangan selain dilakukan penutupan penambangan juga harus dilakukan pemulihan kawasan bekas pertambangan (ESDM 2010)

Setelah operasi pertambangan selesai dilakukan, biasanya meninggalkan tanah dengan kondisi yang kritis. Tanah kritis yang ditimbulkan adalah sifat tanah yang tidak subur, miskin unsur hara, tanah padat, tanah timbunan rawan erosi dan longsor, tanah tergenang dan mengandung banyak racun bagi tanaman (Mansur 2010). Tanah bekas operasi penambangan juga mempunyai kemampuan mengikat nutrisi yang rendah, Setiadi (2011) menyampaikan bahwa di lahan pasca tambang, air tidak dapat tersimpan tahan lama pada tanah karena KTK (Kapasitas Tukar Kation) tanah di bawah 16 me/100 g, sehingga ketika air disiramkam ke

(21)

tanah tambang air hanya lewat saja dan tidak terikat dan tersimpan pada tanah. KTK merupakan kemampuan tanah untuk menjerap kation yang tersimpan pada air tanah. Sedangkan kebutuhan nutrisi paling banyak diserap oleh tanaman berasal dari air (Hardjowigeno 2003).

Penambangan batubara dan mineral juga menimbulkan tebing-tebing yang curam dan menyulitkan dalam kegiatan revegetasi. Pada lahan yang terbuka apa lagi dengan kondisi miring, limpasan air tanah sangatlah tinggi, yang mana limpasan air permukaan ini dapat menurunkan kualitas permukaan tanah, dan nilai estetika. Pada kondisi semacam ini biasanya diikuti oleh menurunnya kesuburan tanah, rendahnya kelembaban tanah, serta tingginya suhu permukaan tanah. Oleh karena itu, langkah awal yang harus dilakukan pada reklamasi lahan tambang adalah dengan menanam tanaman penutup (Rasmussen 1998 dalam Daru 2009). Sebelum penanaman penutup tanah, penataan lahan diperlukan untuk mempermudah kegiatan revegetasi, mengurangi erosi, meningkatkan keberhasilan penanaman dan meningkatkan keberhasilan pertumbuhan penutup tanah dan tanaman tahunan (Mansur 2010).

Setelah dilakukan reklamasi lahan bekas tambang, langkah selanjutnya adalah revegetasi lahan pasca tambang. Secara ekologis revegetasi merupakan bagian dari program reklamasi lahan pasca tambang. Dalam pelaksanaan revegetasi sering kali mengalami kesulitan yang diakibatkan oleh sifat-sifat fisik dan kimia tanahnya. Tidak adanya top soil merupakan keadaan nyata pada lahan

pasca tambang. Kalaupun ada, kandungan nitrogen dan unsur esensial lainnya sangat rendah sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan tanaman. Kondisi seperti ini karena tidak ada proses pelapukan material tanaman/bahan organik yang telah mati. Selain itu kurangnya makroba tanah, yang membatasi pembusukan material tanaman. Kondisi ini juga diperburuk lagi dengan kondisi permukaan tanah yang berbatu, sehingga mempersulit perkembangan vegetasi akibat rendahnya laju infiltrasi dan retensi tanah (Singh 2004 dalam Daru 2009).

Kondisi lapangan menunjukan bahwa pada lahan pasca tambang batubara secara umum dicirikan oleh tekstur fisik yang sangat kasar dan beragam, mulai lempung sampai lempung berpasir. Pada beberapa lokasi penambangan tampak

(22)

berbatu, dan pada tekstur yang halus tidak mengandung bahan organik, sangat kompak, dan laju infiltrasinya sangat rendah. Pada umumnya tanah pasca tambang memiliki kandungan hara makro yang jauh di bawah kebutuhan tanaman, terutama kandungan N, P, K, Na, dan Ca, serta tingkat kemasaman tanah (pH) dan kapasitas tukar kation (KTK) yang sangat rendah. Sumbangan mineral-mineral inorganik, ataupun sumbangannya dalam zat pengatur pertumbuhan, juga sangat rendah (Hetrick et al. 1994 dalam Daru 2009)

Dalam tahapan revegetasi di lahan pasca tambang, pemilihan jenis tanaman yang akan ditanam pada lahan tersebut harus memiliki kesesuaian terhadap lingkungan dan perlu dilakukan upaya perbaikan kondisi tapak untuk mendukung daya hidup pertumbuhan tanaman tersebut. Pada tahap awal revegetasi, tanaman yang masuk dalam famili Leguminoseae dapat memberikan kontribusi penambahan nitrogen melalui fiksasi nitrogen dari udara (Skousen & Zipper 1996, Vance 2001 dalamDaru 2009).

2.2Erosi dan Stabilitas Lereng

Erosi adalah peristiwa hancurnya dan pindahnya tanah atau bagian dari tanah dari suatu tempat ke tempat lainnya oleh media alami, yaitu air, angin atau gravitasi. Di Indonesia erosi yang terpenting disebabkan oleh air (Hardjowigeno 2003). Dari segi kecepatan terjadinya, erosi dibagi menjadi dua macam yaitu erosi geologi dan erosi dipercepat. Erosi geologi merupakan erosi yang berjalan sangat lambat dimana jumlah tanah yang tererosi sama dengan tanah yang terbentuk. Erosi ini tidak berbahaya karena terjadi dalam keseimbangan alami. Erosi dipercepat adalah erosi yang dipercepat akibat kegiatan manusia yang mengganggu keseimbangan alam. Jumlah erosi lebih besar daripada tanah yang terbentuk. Erosi ini berlangsung sangat cepat sehingga tanah dipermukaan (top soil) menjadi hilang (Hardjowigeno 2003).

Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya erosi adalah curah hujan, sifat-sifat tanah, lereng, vegetasi, dan manusia. Faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi erosi adalah curah hujan. Curah hujan yang mempunyai intensitas tinggi akan meningkatkan laju erosi yang terjadi pada permukaan tanah. Gumpalan tanah yang pecah karena benturan air hujan akan menyebabkan butiran

(23)

tanah terangkut oleh aliran permukaan tanah dari hujan. Selain curah hujan, kemiringan lereng juga berperan penting dalam terjadinya erosi. Erosi akan meningkat apabila lereng semakin curam dan panjang. Lereng yang semakin curam maka kecepatan aliran permukaan meningkat, sehingga kemampuan air mengangkut butiran tanah juga semakin besar. Lereng yang semakin panjang menyebabkan volume air mengalir menjadi semakin besar (Hardjowigeno 2003).

Selain kedua faktor diatas yang berperan penting dalam terjadinya erosi, faktor keberadaan vegetasi juga memberikan pengaruh penting. Vegetasi dapat menghalangi air hujan jatuh langsung pada permukaan tanah. Vegetasi yang efektif untuk mengendalikan erosi adalah hutan yang dikelola dengan baik. Selain hutan, vegetasi yang efektif dalam mengendalikan erosi adalah rumput, maka pengelolaan hutan dan padang rumput sangat penting dalam menjaga stabilisasi tanah (Soepardi 1983).

2.3Peranan Tanaman Rambat Terhadap Stabilisasi Lereng dan Erosi

Tanaman merambat yang baik memiliki pertumbuhan yang cepat, berumur panjang (long term), mampu hidup pada kondisi tanah masam dan

rendah bahan organik, tidak mengambil hara tanah dalam jumlah besar, menghasilkan banyak serasah, memiliki nilai penutup tanah yang tinggi, mampu memperbaiki sifat tanah dan mampu mengendalikan gulma (Vesterg et al. 1998

dalam Supriyono 2007). Pemilihan jenis tanaman rambat selain mempunyai sifat di atas, tanaman rambat juga harus tahan pada kondisi tanah pasca tambang.

Beberapa penelitian penggunaan tanaman penutup tanah jenis kacang-kacangan/ legume cover crop (lcc) mampu menggantikan penggunaan pupuk

nitrogen sebesar 72–190 kg/ha (Sullivan 2003 dalam Narendra dan Multikaningsih 2006). Penelitian di Hawai juga menunjukan penggunaan Lcc menyumbangkan total N (NO3+NH4) sampai 35 ppm, dimana nilai ini berarti

sangat tinggi (Narendra dan Multiningsih 2006).

Banyak diantara tanaman bawah yang merambat dan mempunyai karakteristik di atas akan baik apabila tanaman tersebut digunakan sebagai tanaman tebing pada lahan bekas tambang. Tanaman rambat akan melindungi tanah dari erosi. Tanaman rambat bermanfaat juga sebagai tanaman pionir sebelum tanaman keras tumbuh pada tanah tebing. Tanaman tersebut

(24)

menyediakan bahan organik yang dapat dijadikan sumber nutrisi pada tanaman keras yang akan ditanam pada masa yang akan datang.

Jenis-jenis tanaman penutup tanah yang biasa digunakan oleh perusahaan dalam melakukan reklamasi antara lain Pueraria sp., Centrosema sp., Calopogonium sp. dan Mucuna sp., dimana jenis-jenis tersebut benihnya tersedia

dalam jumlah besar dan mudah diperoleh di Indonesia (Mansur 2010).

Cara penanaman cover crop yang biasa diterapkan oleh perusahaan adalah

dengan cara penanaman total pada areal reklamasi, cara jalur, maupun dengan titik-titik tanam pada jarak tertentu. Cara penanaman total pada areal merupakan cara yang cepat untuk menutup tanah, tetapi cara ini membutuhkan benih dalam jumlah besar. Penanaman dengan cara jalur merupakan cara untuk menekan kebutuhan jumlah benih dan kompos, supaya jumlah yang dibutuhkan lebih sedikit, tetapi memerlukan waktu yang lebih lama untuk menutup permukaan tanah. Sedangkan penanaman lcc pada titik-titik dengan jarak tertentu harus dilakukan penyemaian terlebih dahulu di persemaian, setelah itu baru dilakukan penanaman di areal (Mansur 2010).

2.4Jenis-jenis Tanaman Merambat yang Potensial untuk Perintis 2.4.1 Waluh (Cucurbita moschata Duch.)

Tanaman Waluh adalah tanaman semak dan merambat yang panjang bisa mencapai 25 meter, mempunyai buah yang bulat berdiameter 25–35 meter, gundul, biasanya berwarna kuning muda, berkayu lunak, bertangkal serta berbulu, dan pangkal berbulat. Tanaman waluh memiliki taksonomi sebagai berikut

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Gimnospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Cucurbitales Famili : Cucurbitaceae Marga : Cucurbita

Spesies : Cucurbita moschata Duch.

Tanaman waluh adalah tanaman dalam family Cucurbitaceae. Tanaman dengan nama latin Cucurbita moschata D. ini dikenal luas di Indonesia sebagai

(25)

bahan pembuat kolak. Waluh adalah salah satu tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia yang penanamannya tidak sulit, baik pembibitannya, perawatannya, hasilnya pun cukup memberikan nilai ekonomis untuk masyarakat. Tanaman waluh atau labu kuning berasal dari Ambon (Indonesia). Ada lima spesies labu yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima Duchenes, Cucurbita ficifolia

Bouche, Cucurbita mixta, Cucurbita moschata Duchenes, dan Cucurbita pipo L.

Kelima spesies Cucurbita tersebut di Indonesia disebut labu kuning (waluh)

karena mempunyai ciri-ciri yang hampir sama. Buah labu kuning berbentuk bulat pipih, lonjong, atau panjang dengan banyak alur (15–30 alur). Ukuran pertumbuhannya cepat sekali, mencapai 350 gram per hari.

Disampaikan oleh Suwignyo (2005) tanaman waluh dapat tumbuh pada lahan berpasir, yang tidak membutuhkan pemupukan secara intensif dan pemupukan hanya dilakukan sekali pada awal penanaman. Tanaman mampu menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang berubah-ubah. Saat hujan ataupun di musim panas/kemarau tanaman ini tetap bisa hidup dengan baik. Dataran tinggi dengan udara dingin maupun dataran rendah berhawa panas cocok ditanami tanaman waluh/labu ini. Tanah yang cenderung asam, tanaman ini dapat tumbuh dengan baik. Tetapi akan semakin baik apabila tanaman ini ditanam dengan ph 5– 6,5. Intinya daerah tropis dan subtropis tetap bisa ditanami. Tanaman ini tumbuh merambat pada media rambat. Media yang biasa digunakan oleh masyarakat adalah bambu.

Gambar 1 Tanaman Waluh : (A) Biji, (B) Buah, (C) tanaman dan daun, (D) Bunga

A

D C

(26)

2.4.2 Koro merah (Canavalia gladiate Jacq.)

Koro dalam dunia tumbuhan mempunyai susunan taksonomi sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Fabales Famili : Fabaceae Marga : Canavalia

Spesies : Canavalia gladiata (Jacq.)

Koro merah mempunyai struktur tumbuh yang merambat. Koro mempunyai akar tunggang yang tumbuh ke dalam tanah dengan kokoh, dengan diameter batang primer mencapai 5 mm dan panjang batang primer mencapai 10 m. Tanaman koro dapat tumbuh sampai pada ketinggian 2000 m dpl. Tumbuh dengan baik pada suhu 14o–27o C di lahan tadah hujan atau 12o–32o C di daerah tropis dataran tinggi. Sistem perakaran tanaman koro sangat dalam, sehingga dapat mencapai persediaan air tanah yang cukup pada kondisi permukaan tanah yang sangat kering. Pada musim kemarau tanaman koro masih dapat tumbuh dan berbiji dengan baik. Tanaman ini dapat tumbuh baik pada pH asam sampai dengan netral (4,4–6,8) dan juga pada daerah tergenang dan salinitas tinggi (Puslittan Bogor 2011)

Gambar 2 Koro (A) biji/ benih, (B) buah, (C) bunga

2.4.3 Cipir (Psophocarpus tetragonolabus)

Cipir bukan merupakan tanaman asli Indonesia dan diperkirakan berasal dari pantai timur Afrika. Meskipun keragamannya berpindah ke pulau-pulau Pasifik selatan, terutama di Papua Nugini (Anonim 2002 dalam Krisnawati 2010). Di kawasan Asia tenggara Cipir ditanam sebagai tanaman sampingan, sedangkan

(27)

di Myanmar dan Papua Nugini diproduksi secara besar-besaran. Pada kurun waktu 1980–1990 Cipir telah tersebar di seluruh kawasan tropis (Anonim 2008a dalam Krisnawati 2010).

Susunan taksonomi tanaman kecipir adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Fabales Famili : Fabaceae Marga : Psophocarpus

Spesies : Psophocarpus tetragonolobus

Cipir tergolong tanaman tahunan yang melilit dan merambat. Dengan sifat pertumbuhannya yang melilit dan merambat, sehingga dalam membudidayakan tanaman ini diperlukan penyangga dan kerangka rambatan. Jika dibiarkan tanpa rambatan, tanaman ini hanya ada pada permukaan tanah dan sebaran batangnya tidak beraturan. Tanaman ini memiliki bentuk batang yang silindris, beruas, dan jarang mengayu. Warna batang umumnya hijau, namun beberapa varietas memiliki batang keunguan, merah muda hingga cokelat. Daun majemuk dengan anak daun tiga berbentuk segitiga dengan dua daun menumpu kecil sepanjang 7– 8,5 cm. Bentuk pertulangan daun menyirip, berselang-seling dan umumnya berwarna hijau serta batang Cipir dapat tumbuh dengan panjang batang sampai 4 m (National Research Council 1981).

Sebagai tanaman tropis, Cipir sangat rentan terhadap suhu yang rendah. Cipir merupakan tanaman hari pendek yang hanya berbunga jika panjang hari kurang dari masa kritis yaitu kurang dari 12 jam (Krisnawati 2010). Biji Cipir memiliki kulit biji yang keras, sehingga dapat menurunkan kemampuan kecambahnya, dan juga dapat memperpanjang masa dormansi bijinya. Dalam banyak kasus, biji hanya mempunyai laju kemampuan berkecambah cukup rendah, yaitu antara 50–60 % jika ditanam tidak menggunakan perlakuan khusus (Krisnawati 2010).

Dormansi dapat diatasi dengan merendam biji dengan air selama 1–2 hari. Namun pada biji yang tidak dapat menyerap air, dormansi dapat diatasi dengan

(28)

mengurangi ketebalan biji atau menyayat bagian biji dengan pisau pada bagian pusat biji. Perlakuan seperti tersebut supaya terjadi proses imbibisi air (masuknya air kedalam biji). Perlakuan sebelum tanam tersebut dapat menaikkan presentase perkecambahan hingga 90 % (Anonim 2008b dalam Krisnawati 2010). Dalam pelatihan Green Earth bulan Februari tahun 2011 di Bogor disampaikan cara lain untuk mengetahui biji yang mempunyai daya kecambah baik dan serta dapat menambah pemecahan dormasi secara cepat, yaitu dengan cara merendam biji dengan klorok (pemutih pakaian) selama kurang lebih 15 menit. Dan setelah itu biji dicuci kembali dengan air biasa.

Pada dataran rendah tanaman ini sangat cocok untuk dibudidayakan. Untuk luas tanah 1 hektar dibutuhkan 10–15 kg benih. Cara menanam: lahan dibuat gembur, diberi pupuk kandang dibuat menjadi guludan, kemudian lahan dibuat lobang yang jaraknya antar lobang 25–35 ditengah guludan. Satu lubang diisi 2 sampai 3 biji. Untuk penyiraman bilamana diperlukan saja, khususnya pada waktu tanaman baru tumbuh atau masih muda. Setelah mengalami perkembangan sampai 10 cm perlu diberi bambu dengan ukuran 1,5–2,0 meter, kemudian batang tanaman tersebut diikatkan agar bisa merambat.

Cipir ini juga dapat hidup dari dataran rendah sampai ketinggian 2.000 m dpl. Iklim yang sesuai adalah iklim kering dengan suhu udara 15–32 oC, kelembaban udara 50–90%, pH tanah 5,5–6,5, curah hujan tahunan 2.500 mm dan sinar matahari penuh (Rukmana 2000 dalam Krisnawati 2010). Cipir dapat hidup pada tanah dengan bahan organik rendah, tanah berlempung, berpasir dan tanah kering. Tanaman ini juga memiliki toleransi yang baik terhadap kekeringan sehingga berpeluang ditanam pada lahan miskin hara dan kritis. Penggunaan tanaman ini sebagai tanaman revegetasi memang belum pernah dilakukan, tetapi dengan karakteristik yang disampaikan diatas, jenis ini baik digunakan dalam revegetasi lahan.

Gambar 3 Cipir (A) biji/benih, (B) buah, (C) bunga dan daun

(29)

Sumber lain mengatakan Cipir dapat hidup sampai pada ketinggian 2.200 mdpl di Highland Papua Nugini, tetapi pada ketinggian 1.600 mdpl tanaman kecipir mengalami penurunan pertumbuhan, pembuahan dan lambat berbunga. Cipir dapat dibudidayakan secara tradisional pada curah hujan 700-4000 mm per tahun dengan pertumbuhan terbaik pada daerah panas dan memliki curah hujan 2.500 mm per tahun. Cipir merupakan tanaman yang yang toleran terhadap kondisi kering. Tahun 1979 Thailand mengalami kekeringan terburuk dalam sejarah, tanaman pertanian di Thailand mengalami kematian kecuali Cipir. Cipir dapat tumbuh baik pada tanah berpasir maupun tanah liat. Cipir tidak dapat tumbuh baik pada kondisi tanah yang sangat alkali dan sangat masam. Kandungan pH tanah ideal untuk Cipir adalah 4,3–5,5. Di Ghana tanaman Cipir terbukti sangat efektif digunakan sebagai covercrop untuk melindungi tanah di bawah

tanaman produksi seperti kelapa sawit, kelapa, pisang dan lain sebagainya (National Research Council 1981).

Cipir berpotensi terserang hama dan penyakit ketika tanaman Cipir ini dibudidayakan dengan tanaman budidaya lainnya. Di Papua Nugini dan Thailand, biji dan bunga Cipir mudah diserang oleh beberapa serangga yaitu Maruna testulalis dan Lampides boeticus.

(30)

BAB III

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Iklim dan Curah Hujan

Berdasarkan dokumen penutupan tambang PT MIP site Krassi (1997)

keadaan lokasi PT MIP terletak di Kecamatan Sembakung dan Kecamatan Sesayap, Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur. PT MIP terletak pada koordinat geografis paling selatan adalah 3o 37’ 54,0” LS, paling timur 117o 16’ 6,0” BT dan paling barat 117o 11’ 0,0” BB.

Iklim di daerah ini mempunyai dua musim yaitu musim kemarau dan musin penghujan. Berdasarkan data iklim pada dokumen Rencana Penutupan Tambang (1997), PT MIP menurut penggolongan tipe iklim oleh Kopen termasuk klasifikasi AF, yaitu tipe hutan hujan tropis (Tropical Rain Forest Climate).

Apabila diperkirakan menurut penggolongan tipe curah hujan Schmidt dan Ferguson, maka data hujan di lokasi tambang termasuk tipe A yang berarti tipe curah hujan tersebut tinggi. Secara umum kondisi curah hujan perbulan berkisar 155,64 mm pada musim kemarau dan 356,03 pada musim penghujan. Suhu udara di daerah tambang PT MIP yang didapat dari stasiun Juwata Tarakan adalah rata-rata maksimum 30,4 oC–31,5 oC dan rata-rata minimum adalah 23,3 oC–24,4 oC, dengan variasi baik harian maupun bulanan yang kurang berarti, sedangkan kelembaban udara berkisar antara 57 %–97 %.

3.2 Tata Guna Lahan

Daerah rencana tambang secara umum masih merupakan kawasan pengembangan sumber daya hutan. Berdasarkan RUTR Dati II kabupaten dalam dokumen Laporan Studi Kelayakan, Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Nunukan kebijakan pemanfaatan lahan secara umum diklasifikasikan berdasarkan ketentuan penetapan fungsi kawasan budidaya dan non-budidaya.

Kawasan non budidaya berupa ruang upaya konservasi, penelitian, rehabilitasi, objek wisata lingkungan dan sejenisnya. Sedangkan kawasan budidaya adalah bentuk-bentuk pengaturan pemanfaatan ruang seperti eksploitasi pertambangan, kehutanan, pertanian dan kegiatan pembangunan pemukiman industri, pariwisata, perkebunan dan sebagainya.

(31)

Berdasarkan interpretasi lapangan dan wawancara dengan staff PT MIP, wilayah pertambangan dulunya merupakan daerah yang masih tertutupi oleh hutan primer, saat ini sebagian besar yang tumbuh pada wilayah ini adalah semak belukar, rumput ilalang dan tanaman hasil revegetasi. Tanah pertanian hanya terbatas pada daerah yang berhubungan langsung dengan perkampungan.

3.3 Kualitas tanah

Lahan yang digunakan dalam penelitian merupakan lahan bekas galian tambang batubara yang telah kehilangan lapisan top soil dan sub soil. Pengupasan top soil dan pengambilan lapisan batubara menyebabkan permukaan lahan yang

ditingalkan tidak rata dan bertebing.

Berdasarkan data bulanan dari PT. Mandiri Intiperkasa data curah hujan selama penelitian dari bulan Mei sampai bulan Agustus 2011 sebesar 251 mm per bulan. Kondisi lahan bekas penambangan pada area penelitian tergolong sangat kritis. Kemiringan tebing di atas 50o membuat laju erosi yang terjadi sangat tinggi.

Kandungan material PAF (Potential Acid Forming) yang ada pada areal

penelitian menyebabkan tanah bersifat masam dan berpotensi toksik. Top soil

yang terkupas dan hanya menyisakan lapisan tanah yang bercampur material batubara apabila terekspose dan teraliri oleh air maka potensi yang terjadi adalah munculnya air asam tambang dan rendahnya unsur hara esensial bagi tanaman. Pada kedalaman di bawah 30 cm lapisan tanah dasar tebing merupakan

overburden. Overburden merupakan lapisan tanah yang berpotensi menyebabkan

asam. Material yang mempunyai potensi penyebab timbulnya sifat asam apabila terkena oksigen dan air disebut dengan PAF (Duralie Coal 2003).

Berdasarkan dokumen AMDAL (2007) kesuburan tanah pasca penambangan pada areal tambang mengandung pirit yang bersifat sulfat masam. Kejenuhan aluminium (Al) pada lokasi pengambilan sampel pengamatan sebesar 72–84 %, dimana nilai kejenuhan di atas 60 % dapat bersifat racun terhadap tanaman.

(32)

3.4 Luas Lahan yang Telah Dibuka dan yang Telah Direklamasi

Luas lahan yang telah dibuka meliputi areal tambang, timbunan tanah/batuan penutup di luar tambang, kolam pengendap (settling pond) dan

fasilitas penunjang lainnya. Sampai pada tahun 2010 lahan yang telah dibuka dalam operasi penambangan pada PT MIP adalah seluas 1151,56 Ha. Pembukaan lahan seluas itu juga diimbangi dengan reklamasi lahan dan revegetasi. Pada tahun 2010 telah dilakukan reklamasi baik pada lahan bekas tambang maupun pada lahan di luar bekas tambang seluas 203,38 Ha dari rencana seluas 200 Ha. Reklamasi yang telah dilakukan meliputi pengisian kembali tanah pada areal bekas tambang, pengaturan permukaan lahan baik pada areal timbunan batuan/tanah penutup di areal tambang maupun diluar tambang, penaburan tanah pucuk (top soil spreading) dan penanaman tanaman pioneer pada areal reklamasi.

3.5 Flora dan Fauna

Vegetasi yang dijumpai pada lokasi tambang PT MIP dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu vegetasi rawa abadi, vegetasi genangan dan vegetasi perbukitan. Vegetasi rawa abadi terdiri dari nipah (Nipa fruticans) dan bakau

(Rhizophora sp.) yang dijumpai hampir sebagian besar daerah rencana tambang.

Pada daerah genangan, vegetasi yang dijumpai berupa Jelutung (Dyera sp.), Salak

Berduri (Salacca zalacca), Rotan berduri (Calamus sp), Kantong semar

(Nephentes sp) dan tanaman yang mempunyai sulur. Pada daerah perbukitan

dijumpai tanaman keras dengan berbagai jenis tumbuhan local antara lain Ulin (Eusyderoxilon zwageri), Shorea (Shorea sp.), Keruing (Dipterocarpus trinervis),

Kapur (Dryobalanops aromatic) dan jenis buah-buahan hutan. Jenis-jenis pohon

perbukitan saat ini jarang dijumpai karena eksploitasi yang diperuntukkan untuk konstruksi bangunan sekitar tambang.

Berdasarkan dokumen penutupan tambang (1997), fauna yang hidup sebelum aktivitas penambangan antara lain Rusa (Cervus unicolor), Beruang

madu (Helarctos malayanus), Kucing hutan (Felis bengalensis), Elang (Spilornis cheela) dan Enggang (Buceros rhinoceros). Pada saat dilakukan penelitian,

beberapa fauna yang dijumpai antara lain Elang, Enggang, Rusa, Beruang madu, Biawak (Varanus salvator) dan Anjing hutan (Cuon Alpinus).

(33)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai bulan Agustus 2011 di lapangan pada lahan bekas penambangan batubara di PT. Mandiri Intiperkasa, Nunukan Kalimantan Timur.

4.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain benih Waluh/Labu, Cipir, dan Koro, pupuk organik 9 karung (5 karung untuk pemupukan dilapangan dan 4 karung untuk media semai), polybag ukuran 10 x 15 cm, top soil 5 karung

untuk media semai, dan kerangka penjalar/ jaring dari bahan sabut kelapa (coconet). Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah golok,

cangkul, sprayer, skop, meteran 20 m, mistar 30 cm, alat-alat tulis dan kamera

digital.

4.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan dibagi menjadi beberpa bagian yaitu, 4.3.1 Pembibitan Tanaman Rambat dalam Persemaian.

Pembuatan bibit penting dipersiapkan terlebih dahulu dalam persemaian karena untuk menyiapkan bibit yang baik dan siap ditanam di lapangan. Pembibitan di persemaian dilakukan pada beberapa jenis antara lain, Waluh, Cipir, dan Koro.

Media tabur dibuat dengan komposisi tanah dan kompos. Dengan perbandingan secara berturut-turut 1 : 2. Kemudian media dimasukkan dalam polybag dengan ukuran 10 x 15 cm sebanyak 48 polybag (24 untuk Waluh, 12 untuk Cipir dan 12 lagi untuk Koro). Setelah media tabur siap dalam polybag, benih tanaman rambat ditaburkan dalam media. Media tabur harus diberikan perlakuan antara lain, kondisi media harus selalu lembab, diletakkan dalam rumah kaca dan memberikan fungisida ketika diserang oleh jamur. Setelah berumur kira-kira 4 minggu dan semai berukuran tinggi 10 cm semai ditanam di lapangan lokasi penelitian.

(34)

4.3.2 Pemilihan Lokasi Penelitian di Lapangan

Penelitian dilakukan pada lahan bekas penambangan batubara PT Mandiri Intiperkasa di Blok A3. Lahan yang digunakan dalam penelitian merupakan lahan bekas galian tambang batubara yang telah kehilangan lapisan top soil dan sub

soil. Pengupasan top soil dan pengambilan lapisan batubara menyebabkan

permukaan lahan yang ditingalkan tidak rata dan bertebing. Kondisi visual lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Kondisi lahan penelitian

Berdasarkan data bulanan dari PT. Mandiri Intiperkasa data curah hujan selama penelitian dari bulan Mei sampai bulan Agustus 2011 sebesar 251 mm per bulan. Kondisi lahan bekas penambangan pada area penelitian tergolong sangat kritis. Kemiringan tebing di atas 60o membuat laju erosi yang terjadi sangat tinggi.

4.3.3 Pemasangan kerangka penjalar

Pemasangan kerangka penjalar dilakukan dengan membentangkan kerangka penjalar ke permukaan tebing. Ukuran coconet 3x1 meter, dengan tinggi 3 meter dan lebar 1 meter. Kerangka penjalar dipasang pada tebing sebelum dilakukan penanaman tanaman rambat. Kerangka penjalar terbuat dari sabut kelapa dan biasa disebut coconet yang terdiri dari dua ukuran petak rambat yaitu

ukuran petak pertama adalah 30 x 30 cm dan ukuran petak kedua adalah 50 x 50 cm. Setelah coconet sudah disiapkan, coconet diletakkan di tebing dengan dipatok

(35)

Gambar 5 (A) Pemasangan kerangka penjalar, (B) kerangka penjalar 50 x 50 cm dan (C) kerangka penjalar 30 x 30 cm terpasang pada tebing

4.3.4 Penanaman di Lapangan

Pada bagian dasar tebing atau bagian dasar coconet dibuat lubang tanam

yang berukuran lebar 30 cm, panjang 100 cm dan kedalaman 30 cm. Selanjutnya pemberian media pupuk organik yang dicampur dengan tanah dengan berat pupuk organik 3,5 kg ke dalam lubang tanam sebanyak ukuran volume lubang tanam. Setelah lubang tanam siap dengan media tanamnya, bibit tanaman rambat siap untuk ditanam. Penanaman pada setiap lubang dan coconet, menggunakan

komposisi campuran tanaman rambat dengan pilihan antara lain Waluh (CM) : Kecipir (PT). CM : Koro (CG). Dengan setiap lubang tanam terdiri dari 4 bibit dengan presentasi campuran 50%:50% dan ditanam secara berurutan.

4.3.5 Pemeliharaan dan Evaluasi

Setelah bibit tanaman rambat ditanam, langkah selanjutnya adalah pemeliharaan tanaman. Pemeliharaan yang dilakukan adalah perlindungan hama dan penyakit, mengamati pada setiap pertumbuhan dan perubahan yang terjadi pada tanaman. Kemudian mencatat dan memberikan respon terhadap perubahan tanaman yang terjadi setiap hari serta yang selanjutnya diadakan evaluasi disetiap jenis tanaman 1 minggu sekali di lapangan. Pada saat terakhir penelitian diadakan evaluasi secara komprehensif pada pananaman tebing di lahan bekas tambang.

(36)

4.3.6 Metode Pengamatan dan Pengukuran

Parameter yang diukur adalah panjang batang primer tanaman, jumlah cabang, jumlah daun pada setiap tanaman, persen penutupan (coverage),

persentase tumbuh dan sifat kimia tanah.

Pengukuran panjang tanaman dilakukan setiap 1 minggu sekali dengan menggunakan meterán dari bahan polimer yang panjangnya 20 meter. Panjang tanaman diukur dari tanda dari kayu kecil berukuran 15 cm yang ditancapkan disamping tanaman. Pengukuran dilakukan pada minggu ke 0.

Pengukuran jumlah daun dilakukan setiap 1 minggu sekali dengan cara menghitung langsung daun yang ada pada setiap tanaman. Pengukuran jumlah batang keseluruhan pada tanaman dilakukan setiap 1 minggu sekali dengan cara menghitung langsung jumlah batang yang ada pada setiap tanaman. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui kemampuan tanaman rambat tumbuh dan kembang pada tebing lahan bekas tambang. Kemudian untuk mengetahui pengaruh atau respon tanaman rambat terhadap penggunaan media rambat atau coconet pada tebing. Perolehan data jumlah daun dan jumlah batang dilakukan dengan cara menghitung organ tersebut langsung di lapangan. Data yang diperoleh dicatat terlebih dahulu pada tally sheet.

Pengukuran luas rambatan tanaman terhadap tebing dilakukan dengan cara membandingkan luas rambatan yang dijangkau oleh tanaman kemudian dibagi dengan luas kerangka penjalar atau sesuai dengan rumus sebagai berikut :

Luas rambatan tanaman

Persen penutupan = x 100 %

Luas coconet

Luas kerangka penjalar yang digunakan sebesar 30.000 cm2. Seperti data pertumbuhan vegetatif, data penutupan tanaman juga dicatat pada tally sheet.

Data sifat kimia tanah diperoleh dari analisis laboratorium tanah SEAMEO Biotrop. Contoh tanah diambil dari lapangan sebelum dan sesudah dilakukan penanaman tanaman rambat. Pengambilan contoh tanah dengan metode komposit. Pengambilan sebelum penanaman dilakukan saat tanah belum dilakukan pemupukan dan setelah pemupukan. Pengambilan contoh tanah setelah penanaman dilakukan pada 5 Minggu Setelah Tanam (MST), yaitu pada saat terakhir pengambilan data secara keseluruhan. Pengambilan contoh tanah pada 5

(37)

MST dibedakan menjadi dua macam contoh tanah, yaitu tanah yang ditumbuhi tanaman dengan tumbuh baik dan tanah yang ditumbuhi tanaman merana.

4.4 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 faktor. Faktor yang digunakan adalah jenis tanaman dan ukuran kerangka penjalar dengan ulangan 3 kali. Jumlah unit ulangan ada sebanyak 2 jenis tanaman yang terdiri dari 2 tanaman per jenis. Faktor penelitian tersebut diterapkan terhadap masing-masing jenis, sebagai berikut,

Faktor ukuran coconet, yang terdiri dari 2 macam : 30 = penggunaan coconet ukuran 30 x 30 cm 50 = penggunaan coconet ukuran 50 x 50 cm Faktor jenis tanaman, yang terdiri dari 3 jenis yaitu

CM = Waluh PT = Cipir CG = Koro

Sidik ragam dengan uji F terhadap variabel yang diamati antara lain jenis tanaman dan penggunaan coconet (kerangka penjalar) dengan mengetahui

pengaruh interaksi antara berbagai perlakuan yang diberikan, dengan hipotesis sebagai berikut:

Untuk faktor A (kombinasi jenis)

Ho : Kombinasi tanaman rambat tidak berpengaruh nyata terhadap penutupan tebing lahan pasca tambang.

H1 : Paling sedikit ada 1 kombinasi tanaman merambat yang berpengaruh nyata terhadap penutupan tebing lahan pasca tambang, dimana A ≠ 0

Untuk faktor B (kerangka penjalar)

Ho : penggunaan coconet pada kombinasi jenis tidak berpengaruh nyata

terhadap penutupan tebing lahan pasca tambang

H1 : Paling sedikit ada 1 ukuran coconet yang berpengaruh nyata terhadap

(38)

Untuk faktor interaksi A*B (interaksi tanaman rambat dengan coconet)

Ho : interaksi kombiasi jenis dengan penggunaan coconet tidak berpengaruh nyata terhadap penutupan tebing

H1 : paling sedikit ada 1 interaksi kombiasi jenis dengan penggunaan coconet berpengaruh nyata terhadap penutupan tebing dimana A*B ≠ 0

Dari beberapa faktor di atas, maka bentuk rumus umum yang digunakan adalah sebagai berikut

Yijk = µij + α i + βj + (αβ)ij + ∑ ijk

Yijk : respon atau rata-rata pertumbuhan tanaman (panjang batang primer, jumlah daun dan jumlah batang) dalam satu minggu/tiap pengambilan data, untuk unit percobaan dengan tanaman i, coconet j dan ulangan k µij : rataan umum pengaruh jenis tanaman i dan coconet j

α I : pengaruh jenis tanaman i βj : pengaruh coconet j

(αβ)ij : pengaruh interaksi antara jenis tanaman I dan coconet j

∑ ijk : pengaruh factor acak pada unit percobaan dengan jenis tanaman I, coconet j dan ulangan k

Untuk pengambilan keputusan dari hipotesis yang diuji adalah: F hitung ≤ F tabel; Terima Ho

F hitung > F tabel; Tolak Ho

Jika hasil analisis sidik ragam Uji F terdapat pengaruh yang nyata, maka dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan melakukan Uji Duncan untuk mengetahui jenis dan perlakuan mana yang mempunyai pengaruh terhadap penutupan tebing.

4.5 Analisis Data

Data hasil pengukuran dianalisis menggunakan Microsoft Office Excel, dan software SPSS 16.0.

(39)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 HASIL

Parameter yang diukur dan diamati pada penelitian ini adalah pertumbuhan vegetatif tanaman merambat, luas penutupan tebing dari pertumbuhan tanaman rambat, presentase hidup tanaman merambat dan sifat kimia tanah.

5.1.1. Pertumbuhan Panjang Batang Primer

Pertumbuhan vegetatif yang diamati pada penelitian ini adalah pertumbuhan panjang batang primer, pertumbuhan jumlah daun dan pertumbuhan jumlah cabang yang setiap minggunya dilakukan pengukuran terhadap ketiga parameter tersebut. Rekapitulasi hasil sidik ragam parameter pertumbuhan panjang batang primer dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil analisis sidik ragam parameter panjang batang primer pada setiap minggu setelah tanam (MST).

Faktor Pertumbuhan Panjang Batang Primer

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST

Jenis * tn tn tn tn

Coconet tn tn tn tn tn

Jenis*Coconet tn tn tn tn tn

* = berbeda nyata menurut uji F pada taraf 5 % tn = tidak berbeda nyata menurut uji F pada taraf 5 %

Dari Tabel 1 di atas diperoleh hasil bahwa jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap parameter panjang batang primer tanaman pada 1 MST, pada minggu selanjutnya faktor jenis tanaman tidak berpengaruh nyata pada parameter ini. Perlakuan dengan penggunaan coconet tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan panjang batang primer tanaman. Faktor interaksi antara jenis dengan coconet juga menunjukan tidah berbeda nyata pada pertumbuhan panjang batang primer. Untuk mengetahui jenis tanaman merambat terbaik dilakukan uji Duncan yang disajikan pada Gambar 6.

(40)

Gambar 6 Hasil uji Duncan pengaruh jenis tanaman merambat terhadap pertumbuhan panjang batang primer pada 1 MST (Huruf beda di belakang angka menunjukkan pengaruh nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%)

Hasil uji Duncan yang disajikan dalam bentuk diagram batang pada Gambar 6 dapat diinterpretasikan bahwa laju pertumbuhan tanaman Waluh dan Cipir secara statistik dianggap sama walaupun nilainya berbeda, secara numerik tanaman Koro mempunyai laju pertumbuhan panjang yang berbeda dengan kedua tananaman lainnya. Dari ketiga tanaman yang menghasilkan panjang batang primer rata-rata tertinggi adalah Cipir yaitu 7,04 cm pada 1 MST. Kemudian laju pertumbuhan panjang yang kedua adalah Waluh, kemudian Koro mempunyai laju pertumbuhan paling rendah dibanding keduanya pada 1 MST.

Pemaparan data deskriptif pertumbuhan panjang batang primer dari 1 MST sampai pada 5 MST disajikan pada Gambar 7.

(41)

Gambar 7 Pertumbuhan panjang batang primer pada setiap jenis tanaman dan pada 1 MST – 5 MST

5.1.2. Pertumbuhan Jumlah Daun

Parameter pertumbuhan vegetatif yang ke dua adalah pertumbuhan jumlah daun tanaman. Rekapitulasi hasil sidik ragam pertumbuhan jumlah daun disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil analisis sidik ragam parameter pertumbuhan jumlah daun pada setiap Minggu Setelah Tanam (MST).

Faktor Pertumbuhan Jumlah Daun

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST

Jenis * * * * *

Coconet tn tn tn tn tn

Jenis*Coconet tn tn tn tn tn

* = berbeda nyata menurut uji F pada taraf 5 % tn = tidak berbeda nyata menurut uji F pada taraf 5 %

Dari Tabel 2 di atas didapatkan hasil bahwa jenis tanaman rambat berpengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan jumlah daun pada 1 MST sampai pada 5 MST. Perlakuan dengan penggunaan coconet sebagai media rambat tidak berpengaruh nyata selama 5 MST. Faktor interaksi jenis dan coconet tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan jumlah daun.

Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 2) dapat dilihat faktor jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan daun pada 1 MST sampai dengan 5 MST, sedangkan faktor penggunaan coconet dan interaksi jenis tanaman

(42)

dengan Coconet tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan jumlah daun.

Gambar 8 Hasil uji Duncan pengaruh jenis tanaman merambat terhadap pertumbuhan jumlah daun pada 1 MST – 5 MST (Huruf beda di belakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji Duncan taraf 5% pada setiap MST)

Berdasarkan uji lanjut Duncan yang disajikan pada Gambar 8 dapat diketahui bahwa jenis tanaman merambat waluh dan koro secara statistik dianggap sama dan tanaman merambat yang mempunyai pertumbuhan jumlah daun paling banyak adalah Cipir dengan pertumbuhan jumlah daun sebanyak 25,67 pada akhir pengamatan (5 MST).

5.1.3. Pertumbuhan Jumlah Cabang

Kemudian parameter ukur pertumbuhan vegetatif yang terakhir adalah pertumbuhan jumlah cabang tanaman. Hasil sidik ragam disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil sidik ragam parameter pertumbuhan jumlah batang pada setiap

Minggu Setelah Tanam (MST).

Faktor Pertumbuhan Jumlah Batang

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST

Jenis * * * * *

Coconet tn tn tn tn tn

Jenis*Coconet tn tn tn tn tn * = berbeda nyata menurut uji F pada taraf 5 %

(43)

Dari Tabel 3 di atas diperoleh hasil bahwa jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap parameter ukur pertumbuhan jumlah cabang pada 1 MST sampai pada 5 MST. Faktor coconet tidak berpengaruh nyata terhadap parameter ukur ini, dan interaksi jenis dengan coconet juga tidak berpengaruh nyata.

Pertumbuhan cabang tanaman adalah parameter pertumbuhan yang perlu diperhitungkan dalam penelitian pemilihan jenis tanaman yang digunakan sebagai tanaman penutup untuk pencegah erosi tanah. Hasil uji Duncan pengaruh jenis tanaman merambat terhadap pertumbuhan jumlah batang dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Hasil uji Duncan pengaruh jenis tanaman rambat terhadap pertumbuhan jumlah cabang pada 1 MST – 5 MST (Huruf beda di belakang angka menunjukan pengaruh nyata menurut uji Duncan taraf 5%)

Gambar 9 merupakan kurva hasil uji lanjut Duncan pada taraf 5%. Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat bahwa jenis Cipir mempunyai pertumbuhan yang berbeda nyata dengan dua jenis tanaman yang lainnya. Cipir mempunyai jumlah cabang lebih banyak pada setiap MST dibanding dengan dua jenis lainnya.

5.1.4. Luas Penutupan Tebing

Selain ketiga parameter di atas, pada penelitian ini juga diukur luas penutupan tanaman terhadap tebing dari kombinasi jenis dan penggunaan coconet. Untuk mengetahui bahwa perlakuan pada penelitian ini berbeda nyata

(44)

apa tidak, dilakukan uji F pada data yang diperoleh. Hasil sidik ragam laju penutupan tebing dengan uji F per minggunya disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil analisis sidik ragam parameter laju luas penutupan tebing oleh kombinasi tanaman merambat pada setiap Minggu Setelah Tanam (MST).

Faktor Laju Luas Penutupan

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST

Kombinasi Jenis tn tn tn tn tn

Coconet tn tn tn tn tn

Kombinasi Jenis*Coconet tn tn tn tn tn

* = berbeda nyata menurut uji F pada taraf 5 % tn = tidak berbeda nyata menurut uji F pada taraf 5 %

Berdasarkan Tabel 4 di atas, setiap perlakuan yang digunakan dalam kpenelitian ini tidak berpengaruh nyata terhadap laju luas penutupan tebing pada keseluruhan MST.

Persen penutupan (coverage) merupakan parameter yang dihitung dan

diamati dalam penelitian ini. Persen penutupan dilihat pada setiap faktor perlakuan yang dilakukan. Faktor yang digunakan pada penutupan adalah kombinasi tanaman, penggunaan kerangka penjalar (coconet) dan interaksi

kombinasi jenis dengan coconet. Sesuai dengan Tabel 5, setiap perlakuan atau faktor pada parameter laju luas penutupan tebing ini tidak berbeda nyata terhadap laju luas penutupan tebing pada taraf 5 % dengan uji F hitung. Kemudian untuk menginterpretasi laju penutupan tebing secara deskriptif disajikan dalam bentuk kurva pada Gambar 10.

(45)

Gambar 10 Grafik laju luas penutupan tanaman terhadap tebing dalam %. CMPT = kombinasi tanaman Waluh dengan Cipir CMCG = kombinasi tanaman Waluh dengan Koro

Angka 30 dan 50 di belakang kode kombinasi tanaman menunjukan ukuran petak coconet yang dipakai

Secara deskriptif pada Gambar 10 dapat diketahui bahwa penutupan pada tebing terbesar adalah kombinasi tanaman Waluh dengan Cipir pada coconet ukuran 50 yaitu pada nilai rata-rata laju penutupan sebesar 21,94 % pada 5 MST.

5.1.5. Presentase Hidup

Presentase hidup merupakan indikator tanaman pada tingkat ketahanan terhadap kondisi lahan kritis. Rekapitulasi hasil persentase hidup tanaman tiap jenis dan tiap perlakuan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Rekapitulasi hasil persen hidup tanaman selama 5 MST

Jenis Ukuran coconet jumlah Persen hidup tanaman (%)

0 MST 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST Waluh 30 12 100 100 100 100 100 91.67 Waluh 50 12 100 100 100 100 100 100 Cipir 30 6 100 100 100 100 100 100 Cipir 50 6 100 100 100 100 100 100 Koro 30 6 100 100 100 100 100 83.33 Koro 50 6 100 100 100 100 100 100

(46)

Pada Tabel 5 dapat diartikan bahwa ketiga tanaman mempunyai ketahanan untuk hidup pada kondisi tanah kritis. Nilai persen hidup masing-masing jenis pada 5 MST antara lain adalah Waluh dengan coconet 30 mempunyai daya hidup sebesar 91,67 % dan Waluh pada coconet 50 mempunyai presentase hidup sebesar 100 %, Cipir mempunyai daya tumbuh sebesar 100 % pada kedua jenis coconet yang digunakan. Kemudian pada tanaman Koro mempunyai daya hidup sebesar 83,33 % pada coconet 30 dan 100 % pada coconet 50.

5.1.6. Kondisi Tanah

Hasil analisis beberapa sifat kimia tanah asli dan tanah setelah dilakukan pemupukan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Beberapa sifat kimia tanah pada tanah asli dan tanah setelah dipupuk pada lokasi penelitian di lapangan.

No Parameter Satuan Contoh tanah

Tanah asli Tanah setelah dipupuk

1 pH H20 3.2 SM 3.1 SM CaCl2 3 SM 2.9 SM 2 C Org % 0.12 SR 0.08 SR 3 N Total % 0.02 SR 0.02 SR 4 Rasio C/N 6 R 4 SR 5 P tersedia ppm 7.48 SR 7.59 SR 6 K cmol/kg 0.06 SR 0.06 SR 7 KTK cmol/kg 1.43 SR 1.43 SR 8 Al 3+ me/100g 0.96 ST 1.34 ST 9 Fe tersedia % 3.82 ST 3.22 ST 10 Sulfida tersedia ppm 541.86 ST 542.43 ST

Keterangan : SM=sangat masam, SR=sangat rendah, R=rendah, ST=sangat tinggi

Kriteria kimia tanah di atas berdasarkan Tingkat Kesuburan Tanah Balai Penelitian Tanah Bogor (2005)

Setelah penelitain berjalan selama 5 minggu dan tanaman berusia 5 MST, untuk mengetahui ada perubahan atau tidak pada tanah di lokasi penelitian maka dilakukan pengambilan contoh tanah. Contoh tanah dianalisis di Laboratorium Seameo Biotrop dengan parameter uji antara lain pH tanah, C organik, N total, rasio C/N, P tersedia, K dan KTK tanah. Setelah mendapatkan hasil

(47)

Laboratorium,

ternyata tanah pada lokasi tanaman rambat mengalami perubahan nilai pada beberapa sifat kimia tanah. Perubahan sifat kimia tanah tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Beberapa sifat kimia tanah pada tanah tanaman yang tumbuh dengan baik dan tanah yang ditanami tanaman tumbuh merana pada 5 MST.

No Parameter uji Satuan Tanah pada tanaman Contoh tanah

tumbuh baik Tanah pada tanaman tumbuh merana

1 pH H20 3.7 SM 2.8 SM CaCl2 3.4 SM 2.7 SM 2 C Org % 0.2 SR 0.2 SR 3 N Total % 0.03 SR 0.03 SR 4 Rasio C/N 6.7 R 6.7 R 5 P tersedia ppm 40.2 ST 11.82 R 6 K cmol/kg 0.1 R 0.05 SR 7 KTK cmol/kg 1.43 SR 1.07 SR 8 Al 3+ me/100g 1.15 ST 1.53 ST 9 Fe tersedia % 3.63 ST 4.04 ST 10 Sulfida tersedia ppm 611.35 ST 654.15 ST

Keterangan : SM=sangat masam, SR=sangat rendah, R=rendah, ST=sangat tinggi

Kriteria kimia tanah di atas berdasarkan Tingkat Kesuburan Tanah Balai Penelitian Tanah Bogor (2005)

5.1.7. Gambar pertumbuhan tanaman

Dari ketiga tanaman penelitian yang digunakan berasal dari dua Famili yaitu 1 tanaman dari Cucurbitaceae dan dan 2 jenis tanaman dari Famili Leguminoceae. Dari 2 famili yang digunakan memiliki karakteristik merambat yang berbeda. Karakter tersebut dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar tanaman yang mengalami pencucian hara karena air drainase dapat dilihat pada Gambar 12.

(48)

Gambar 11 (A) organ pelilit pada tanaman waluh, (B) tanaman koro melilit pada kerangka penjalar dengan tubuh batangnya

Gambar 12 (A) Tanaman yang tumbuh merana pada tanah yang dialiri drainase tinggi. (B) tanaman tumbuh baik, (C) tumbuhan lain dapat tumbuh di sekitar tanaman penelitian

5.2 PEMBAHASAN

Luasnya lahan bertebing akibat dari aktivitas penambangan batubara maupun mineral lainnya, menjadikan hasil penelitian ini penting karena semakin banyak informasi tentang penggunaan tanaman merambat yang tepat sebagai tanaman penutup tanah untuk mencegah erosi dan pencucian unsur hara. Jenis tanaman merambat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Waluh, Cipir dan Koro. A C B A B

Gambar

Gambar 1  Tanaman Waluh : (A) Biji, (B) Buah, (C) tanaman dan daun,   (D) Bunga
Gambar 3  Cipir (A) biji/benih, (B) buah, (C) bunga dan daun
Gambar 4  Kondisi lahan penelitian
Gambar 5  (A) Pemasangan kerangka penjalar, (B) kerangka penjalar 50 x 50 cm  dan (C) kerangka penjalar 30 x 30 cm terpasang pada tebing
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Quality control untuk kualitas material dan hasil pekerjaan harus selalu diperhatikan dalam setiap pekerjaan berlangsung sampai pada pekerjaan salesai, setiap akan

was documented both immediately after the production of (3 months compared with 6 months); (4) the markers used nigrostriatal DA toxicity by MPTP (animals killed at 5 in this study

En los períodos expuestos como ejemplo de la aplicación del concepto cultura visual , se concluye que: en el mundo muisca, se puede argumen- tar la presencia de un grupo

Perkembangan masyarakat Indonesia pada saat ini dalam menghadapi era globalisasi yang penuh dengan tantangan dan kemungkinan yang bisa terjadi seakan-akan masyarakat Indonesia

Sebuah diagram Voronoi adalah metode dekomposisi suatu daerah. Asumsikan ada satu set node N dikerahkan di suatu daerah tanpa hambatan, diagram Voronoi akan

Karakteristik lain dari mata pelajaran tersebut dalam proses pembelajaran menuntut siswa dapat melakukan pekerjaan langkah demi langkah sehingga terwujud tujuan

Apabila ekonomi di Indonesia telah didasari oleh norma-norma hukum Islam, tentu tidak ditemukan orang miskin atau paling tidak orang miskin dapat diperdayakan