• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADONAN BUDAYA,

Dalam dokumen INDUS TRI ORANYE - Ubaya Repository (Halaman 194-200)

ADONAN

INDUSTRI ORANYE | T h e B o o k o f O R A N G E | Part III: Industri Oranye, Apa itu?

Istilah industri kreatif pertama kali diperkenalkan oleh pemerintah Australia pada tahun 1994 ketika merilis program pembangunan nasional mereka yang disebut

Creative Nation.

Program in dirancang untuk memaksimalkan peluang tren tek- nologi informasi dan budaya yang muncul akibat fenomena media digital. Di permukaan, Creative Na- tion ini terlihat sebagai kebijakan budaya, tetapi pada dasarnya juga merupakan kebijakan ekonomi.

I

Ini adalah pertama kalinya peme- rintah federal Australia, yang saat itu dipimpin Perdana Menteri Paul Keating, secara resmi mengem- bangkan kebijakan budaya yang didukung dana tambahan sebesar 250 juta dollar Australia untuk institusi budaya. Kebijakan ini me- ngirim pesan bahwa pemerintah Australia menganggap budaya me- rupakan bagian dari identitas na- sional yang amat penting. Kebijak- an tersebut juga mendefinisikan budaya lebih luas dari konsepsi sebelumnya, dengan memasuk- kan film, radio, perpustakaan, dan area lainnya yang mengesankan terkait dengan budaya populer.

Selain itu juga ditekankan potensi ekonomi dari kegiatan budaya dan seni (Moore, 2014).

Melalui Creative Nation –yang mendefinisikan budaya secara lebih luas dengan memasukkan bentuk-bentuk budaya populer--, industri kreatif di Australia mam- pu menghasilkan apa saja?

13 miliar dolar per tahun,

mempekerjakan sekitar 336.000 orang Australia, dan berkontribusi pada pengembangan inovasi,

pemasaran, serta desain.

Melihat sukses Australia, tiga tahun kemudian, 1997, pemerin- tah Inggris melalui Department for Culture, Media, and Sport (DCMS) melakukan langkah yang lebih spesifik dengan membentuk apa yang disebut

Creative Indus- tries Task Force.

Saat itu, industri kreatif ini diru- muskan meliputi 13 bidang aktivi- tas yang berbasis pada kreativitas, keterampilan, dan bakat indivi- du (Hanan & Hemanto, 2020).

Ketigabelas bidang itu adalah advertising (periklanan), antiques (barang-barang antik), arsitektur, kerajinan, desain, fashion, film, musik, software hiburan, perfor- ming arts (pentas seni), penerbit- an, software, dan TV & radio (GOV.

UK, 1998).

Ini merupakan

transformasi penting dalam kebijak- an pemerintah Inggris terkait budaya

. Mereka

mulai menaruh perhatian pada sektor-sektor budaya komersial, setelah sebelumnya lebih berfokus pada sektor budaya yang bersifat nonprofit. Melalui Creative Indus- tries Task Force ini, pemerintah Inggris menempuh arah baru dengan menambah perhatian pada efek ekonomi dari budaya.

Arah baru kebijakan ini membuat pasar dari produk industri kreatif di Inggris membengkak termasuk nilai ekspornya (He 2014).

Sukses Inggris dan Australia ini menimbulkan gelombang kebe- ranian berbagai negara untuk menempuh jalan serupa. Kon- sep kebijakan industri kreatif ini diadopsi berbagai negara di dunia (Kawashima & Lee, 2018).

Kanada, misalnya, meluncurkan

INDUSTRI ORANYE | T h e B o o k o f O R A N G E | Part III: Industri Oranye, Apa itu?

Diawali dengan sektor-sektor yang sebelumnya dilihat sebagai bagian dari industri budaya –seperti buku, majalah, koran, audio-visual (film dan televisi), dan musik, Creative Canada kemudian menggunakan konsep industri kreatif dengan me- masukkan industri-industri yang berkontribusi pada sektor kreatif seperti desain, fashion, arsitektur, video games, media digital, dan multiplatform storytelling – trans- media (Flew, 2019).

Kebijakan ini juga diikuti diikuti institusi lokal (seperti Kota Berlin yang mendeklarasikan Creative Berlin) sampai organisasi-organi- sasi internasional (misalnya UNES- CO yang mendesain program The Creative Cities Network). Hal ini menunjukkan semakin besarnya perhatian terhadap industri kreatif dari banyak negara (tentunya termasuk Indonesia), baik dalam bentuk kebijakan maupun dukung- an fasilitas atau infrastruktur. Bisa dikatakan, dunia saat ini mema- suki era “creative movement” (He, 2014)

Laporan The Economist tahun 2011, sebagaimana dikutip De Beukelaer (2014), bahkan menye- butkan,

industri kreatif telah membukti- kan dirinya

sebagai salah

satu sektor paling

dinamis dalam

perdagangan du-

nia, termasuk di

negara-negara

sedang berkem-

bang.

Secara ringkas, mengutip Ka- washima & Lee (2018), terlihat ada perubahan dalam kebijakan banyak negara terkait dinamika ini. Sebelumnya, kebijakan budaya banyak negara lebih berfokus pada perlindungan terhadap wa- risan budaya dan mendukung apa yang disebut high art (seni tinggi, bentuk seni yang dianggap amat estetis, elitis, dan menantang dari sisi produksi, seperti patung, lukisan, dan sejenisnya).

Sedangkan era industri kreatif membuat mereka menggeser fokus dengan gencar mempro- mosikan bentuk-bentuk budaya yang lebih luas seperti budaya pop (yang dianggap low art, seni ren- dah yang berlawanan dengan high art). Di barisan budaya populer ini masuk sektor-sektor yang disebut- kan di atas; bentuk-bentuk budaya yang tidak hanya dikenali dari nilai budayanya, tetapi juga dari nilai ekonominya. Maka sejak itu, industri kreatif dikenali sebagai industri yang bersifat

“money maker”

dan

menjadi

pemain kunci

dalam ekonomi kreatif.

Mengapa dunia tiba-tiba ra- mai-ramai melirik industri kreatif?

Apa lagi kalau bukan karena output ekonomi yang dihasilkan- nya dalam perdagangan interna- sional. Merujuk laporan UNCTAD (2004, 2008, 2010), nilai ekspor produk-produk (barang dan jasa) kreatif menunjukkan kenaikan angka signifikan dari tahun ke tahun. Pada periode tahun 2002 - 2008, market share produk-pro- duk kreatif ini terus tumbuh di antara angka 8,7%, hingga 14%.

Sedangkan nilai ekspor total dari industri kreatif ini pada tahun 2008 berkisar 592 miliar dollar AS,

berlipat ganda

dari nilai ekspor total pada tahun 2002 yang “hanya” 267 miliar dollar AS. (Lebih lengkap dan men- dalam tentang besaran nilainya, lihat bagian sebelumnya tentang ekonomi kreatif).

INDUSTRI ORANYE | T h e B o o k o f O R A N G E | Part III: Industri Oranye, Apa itu?

Lalu, seperti apa kita mendefinisi- kan industri krea- tif?

Dalam banyak literatur atau kaji- an, istilah industri kreatif, industri kultural (industri budaya), dan ekonomi kreatif seringkali digu- nakan bersama-sama dan saling dipertukarkan dengan penger-

tian yang sama. Namun secara akademis, ketiganya sebetulnya memiliki arti berbeda. Terminologi ekonomi kreatif digunakan secara luas setelah John Howkins (2007) memperkenalkan istilah itu dan menyebutnya sebagai ekonomi modern yang bertumpu pada kekayaan intelektual. Sedangkan industri kreatif, mengacu UNCTAD (2008), merupakan terminologi yang diposisikan berada di pusat aktivitas dari ekonomi kreatif.

Dengan kata lain,

ekonomi kreatif merupakan sektor ekonomi di mana

produk-produk kreatif

--yang dihasilkan oleh indus-

tri kreatif-- ditransaksikan.

Dalam dokumen INDUS TRI ORANYE - Ubaya Repository (Halaman 194-200)

Dokumen terkait