BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
2.4 Pengelolaan Jembatan dengan Bridge Management System (BMS) Menurut Murdick (1984), bahwasanya resep dari sebuah keputusan
2.5.2 Akhiran Ruas Jalan
Penggunaan akhiran ruas jalan untuk menunjukkan bagian ruas jalan dimulai beberapa tahun setelah database jembatan selesai dan akhiran ruas jalan ini tidak mudah digabungkan, pada tempat yang tepat dengan sembilan angka nomor jembatan yang sudah ada, yaitu bersebelahan dengan nomor ruas jalan. Oleh karena itu nomor ini digabungkan secara terpisah dan ditambahkan pada akhir dari
31 sembilan angka yang ada.
Semua laporan pemeriksaan harus menggunakan Nomor Akhiran Ruas Jalan yang benar kalau tidak, BMS MIS akan menghasilkan data IRMS yang tidak benar untuk jembatan tersebut.
Akhiran Ruas Jalan sudah dialokasikan pada semua jembatan dalam database.
Setiap bagian ruas jalan memiliki titik awal dan titik akhir kilometer. Kilometer lokasi jembatan harus dicatat dengan benar supaya agar sesuai dengan akhiran ruas jalan. Jika lokasi Km jembatan berada di luar batas Km untuk bagian ruas jalan, maka BMS MIS tidak akan mengenal jembatan tersebut.
Gambar 2.5 Penggunaan Akhiran Jalan untuk Menunjukkan pada Suatu Ruas Jalan
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia 2.5.3 Lokasi Jembatan
Dalam arti jarak, jembatan dibangun dari kota asal yang biasanya merupakan awal dari suatu ruas jalan. Setiap kota asal diberi kode abjad beerjumlah tiga huruf, misalnya: JKT, BDG, SMG, KDL dan seterusnya. Jarak diukur dalam kilometer, biasanya dengan menggunakan odometer kendaraan.
Setiap jembatan hanya boleh dicatat satu kali saja. Pada awalnya setiap pemeriksaan dimulai dari kota asal dan jembatan
32 diperiksa secara urut sepanjang jalan tersebut, untuk menghindari pencatatan ganda. Angka yang tertera pada odometer dicatat pada titik awal di kota asal. Angka pada odometer dibutuhkan untuk menentukan lokasi jembatan.
Bila jembatan akan ditambahkan pada database, jaraknya dapat diukur dari jembatan atau patok kilometer dan hektometer yang sudah ada dan jarak dari kota asal dapat dihitung.
Gambar 2.6 Lokasi Jembatan
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia 2.5.4 Penomoran Komponen dan Elemen Jembatan
Untuk mencatat kondisi komponen utama dari suatu jembatan atau mencatat lokasi masing-masing elemen atau sekelompok elemen yang cacat, mutlak diperlukan suatu sistem penomoran pada komponen dan elemen jembatan.
1) Penomoran Komponen Utama
Tiga komponen utama digunakan untuk membantu menentukan lokasi elemen dan elemen yang cacat. Ketiga komponen tersebut adalah: Kepala jembatan, pilar dan bentang, yang diberi kode abjad-angka misalnya: A1, K1, P1, B2. Kode-kode ini digunakan di semua jenis pemeriksaan.
33 Komponen-komponen utama masing-masing diberi nomor secara urut, dimulai dari komponen yang terdekat dengan kota asal, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Penomoran Komponen Utama Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia 2) Penomoran Elemen
Penomoran elemen digunakan hanya untuk menemukan elemen- elemen yang rusak menurut pemeriksaan detail. Individual elemen-elemen gelagar, kolom dan rangka dan bagian-bagian dari elemen seperti batang tepi atas atau bawah dan batang diagonal, diberi nomor secara memanjang, melintang dan vertikal. Elemen-elemen ini secara berturut-turut diberi nomor pada sumbu X, Y dan Z seperti yang terlihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Penomoran Elemen
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia
34 Elemen-elemen dalam arah memanjang diberi nomor secara urut, dimulai dari elemen yang terdekat dengan kepala jembatan 1 (A1) seperti yang terlihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Penomoran Elemen Arah Memajang Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia Elemen-elemen dalam arah melintang diberi nomor dari kiri ke kanan dilihat dari arah meninggalkan A1 seperti yang terlihat pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Penomoran Elemen Arah Melintang Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia
Penomoran dalam arah vertikal biasanya hanya berlaku pada bagian-bagian dari suatu elemen struktur secara individual, misalnya dalam suatu struktur rangka. Bagian-bagian ini diberi
35 nomor dari atas ke bawah seperti terlihat pada Gambar 2.11
Gambar 2.11 Penomoran Elemen Arah Vertikal
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia 2.5.5 Urutan Pemeriksaan
Semua pemeriksaan seharusnya diawali dari sebelah kiri jembatan 1 (A1). Urutan ini berlaku baik untuk jembatan berbentang tunggal atau lebih, dengan kepala jembatan dan bentang akhir yang harus diperiksa sebelum bentang tengah.
Urutan ini mungkin perlu dirubah sesuai dengan jembatan- jembatan yang berbeda-beda karena masalah akses, masalah lalu lintas dan karakteristik lokasi pilar serta sungai.
Gambar 2.12 Urutan Pemeriksaan
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia
36 Gambar 2.13 Alur Rute Pemeriksaan
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia 2.5.6. Data Administrasi
Data administrasi dicatat dalam kotak-kotak pada halaman 1 dan 3 dari laporan pemeriksaan, seperti yang terlihat dalam Gambar 2.14. Kotak-kotak pada kedua halaman harus diisi, karena masing- masing dapat diphotokopi dan digunakan untuk tujuan-tujuan yang berbeda.
RUAS TAMBAHAN
No. Jembatan
Nama jembatan Cabang
Lokasi jembatan dari km
Nama Kota Asal Jarak dari kota asal
Tanggal Pemeriksaan Nama Pemeriksa
NIP.
Gambar 2.14 Data Administrasi
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia
37 2.5.7 Jenis Lintasan dan Data Geometris
Data ini dicatat dalam Formulir laporan pemeriksaan, seperti yang terlihat dalam Gambar 2.15.
Jenis Lintasan
Jumlah bentang (S, KA, JN, L)
Panjang total (m)
Tahun Pembangunan Sudut Miring (derajat)
Gambar 2.15 Jenis Lintasan dan Data Geometris Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia Keterangan :
a) Jenis Lintasan dicatat menggunakan salah satu kode berikut:
S : Sungai KA : Kereta Api JN : Jalan
L : Lain, terowongan pejalan kaki, pipa air, dst.
b) Panjang total adalah Panjang jembatan yang diukur dari expansion joint ke expansion joint pada kepala jembatan, seperti yang terlihat dalam Gambar 2.16. Panjang total dicatat dengan toleransi 0,1 meter yang diukur sepanjang as jembatan.
38 Gambar 2.16 Pengukuran Panjang Total dan Bentang Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia 2.5.8 Sudut Miring Jembatan
Bila as jembatan tidak tegak lurus terhadap as jalan, jembatan disebut jembatan bersudut. Sudut miring adalah sudut antara as pilar / kepala jembatan dan garis tegak lurus terhadap as jalan.
Sudut miring dapat bersifat positif atau negatif, seperti yang terlihat dalam Gambar 2.17.
39 Gambar 2.17 Sudut Miring pada Jembatan
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia Bila suatu jembatan berupa busur lengkung dibangun di atas ikungan, jembatan tersebut bukan jembatan miring dan dicatat sebagai jembatan busur dalam tikungan. Gambar 2.18.
memperlihatkan suatu jembatan busur di tikungan.
Gambar 2.18 Jembatan busur di tikungan
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia 2.5.9 Data Bentang dan Komponen Utama
Secara historis, hanya ada dua komponen utama jembatan, yaitu bangunan atas dan bangunan bawah, yang dipertimbangkan dalam pemeriksaan inventarisasi. Untuk tujuan pemeriksaan detail, diputuskan bahwa komponen utama ketiga, yaitu aliran sungai/tanah timbunan untuk pengelompokkan elemen jembatan.
Data Bentang:
a) Panjang Bentang (m) biasanya diukur dari expansion joint pada
40 kepala jembatan sampai expansion joint yang terletak pada pilar atau dari as pilar ke as pilar. Panjang bentang diukur dengan toleransi 0,1 meter terdekat.
b) Lebar Antar Kerb diukur dengan toleransi 0,1 meter terdekat, seperti terlihat pada Gambar 2.19. Bila lebar pada setiap bentang sama, pengukuran tidak perlu dilakukan pada setiap bentang.
c) Lebar Trotoar (Tempat Pejalan Kaki) (m) adalah lebar total dari kedua trotoar (bila lebih dari satu) yang diukur dengan toleransi 0,1 meter terdekat.
Gambar 2.19 Pengukuran Lebar Jalan dan Lebar Trotoar Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia 2.5.10 Ruang Bebas Lalu Lintas Vertikal
Ruang bebas lalu lintas vertikal adalah jarak vertikal dari permukaan jalan ke penghalang di atas kepala yang diukur dengan toleransi 0,1 meter terdekat, seperti terlihat pada Gambar 2.20.
Banyak jembatan tidak memiliki pembatasan. Dalam jembatan rangka, ruang bebas lalu lintas vertikal dihambat oleh ikatan angin atas atau sistem penerangan. Bila tidak ada hambatan masukkan ke dalam catatan.
41
Gambar 2.20 Ruang Bebas Lalu Lintas Vertikal Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia 2.5.11 Jenis Komponen dan Data Material
Data ini dicatat untuk 5 (lima) komponen utama dari bangunan atas dan bangunan bawah dalam setiap bentang jembatan:
1. Bangunan atas:
a) Struktur bangunan atas, yaitu rangka, gelagar, dst.
b) Permukaan lantai kendaraan.
c) Sandaran 2. Bangunan bawah:
a) Pondasi
b) Kepala jembatan dan pilar
Sumber atau negara asal dari bangunan atas dicatat juga bila sesuai dan menggunakan kode abjad yang terdaftar dalam Laporan pemeriksaan inventarisasi, dapat dilihat pada dalam Lampiran nomor: 2 halaman 170.