• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivisme dan Karir Abdul Halim Hasan

Dalam dokumen Analisis Tafsir Al-Ahkam Abdul Halim Hasan (Halaman 54-60)

BAB III PERKEMBANGAN INTELEKTUAL SYEKH H.ABDUL HALIM

C. Aktivisme dan Karir Abdul Halim Hasan

Abdul Halim semasa hidupnya memiliki perjalanan karir yang cukup baik dan jabatan yang cukup penting. Hal ini dapat kita lihat ketika ia mengawali karirnya pada tahun 1920 sebagai guru bantu di suatu madrasah kota Binjai yaitu di madrasah Jami’atul Khairiyyah. Setelah beberapa tahun ia mengajar di madrasah tersebut, yaitu tepat

11Abdul Halim Hasan, Tafsir al-Ahkam, (Jakarta : Prenada Media, 2006), h. xxxii

12Zaini Dahlan, Abdul Halim Hasan : Akar Tradisi Intelektual, Jurnal of Contemporary Islam and Islam Society, h. 146

44

pada tahun 1927, madrasah ini berganti nama menjadi Madrasah ‘Arabiyyah (‘Arabiyyah School). Hal ini disebabkan pada masa itu adalah suatu masa peralihan dari paham-paham yang statis menuju kepada pemahaman-pemahaman yang dinamis atau disebut dengan menuju pada masa perubahan, terutama dalam bidang pendidikan agama yang harus dirubah sedemikian rupa, agar sekolah-sekolah agama yang sedang berkembang pada saat itu tidak dipandang sebagai sekolah-sekolah liar.13

Keadaan yang semakin berubah, membuat masyarakat Kedai Panjang Binjai serta mudir (pimpinan) yaitu K.H. Abd Karim sepakat untuk memberikan kepercayaan penuh kepada Abdul Halim untuk meneruskan perjuangan mengembangkan madrasah yang telah diasuh oleh Kiyai Abd Karim, dimana ia pada saat itu dilantik langsung menjadi mudir (pimpinan) madrasah tersebut.14 untuk menyesuaikan kondisi dan situasi pada saat itu, maka Abdul Halim yang telah dilantik sebagai mudir membuat beberapa kebijakan, dianataranya adalah ;

1. Merubah nama madrasah dari Jami’ayul Khairiyyah Menjadi Madrasah

‘Arabiyah (‘Arabiyah School).

2. Menyusun tenang-tenaga pengajar sesuai dengan bidang-bidangnya, yaitu : a. Pelajaran agama penuh yang dipimpin oleh Usman Do’a dan Aja Syarif.

b. Tentang agama dan dagang yang dipimpin oleh M.Idris Karim dan M.Sidik Aminoto.

c. Agama dan ilmiah dipimpin oleh al-ustad Abdurrahim Haitami dan al- ustad Zainal Arifin Abbas.

d. Pelajaran agama dan pemuda dipimpin oleh ustadz M.Ilyas Amin.

3. Memberikan pendidikan kepada murid-murid madrasah sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.

4. Bagi pelajar dianjurkan untuk membuat organisai-organisi baik di luar madrash maupun di dalam, sesuai dengan kebutuhan yang ada di masyarakat sekitar.

5. Untuk membangun hubungan dengan masyarakat, maka para pelajar diperintahkan untuk :

a. Menulis di beberapa majalah harian.

b. Menulis buku yang berkaitan tentang agama.

c. Menerjemahkan buku-buku yang berbahasa Arab tentang sejarah Islam ke bahasa Indonesia.

Melihat paparan diatas, penulis berpendapat bahwa Abdul Halim membawa suatu perubahan terhadap madrasah tersebut, yaitu menjadikan manajemen pendidikan madrasah yang lebih modernis. Terlihat ketika ia membuat beberapa kebijakan di madrasah tersebut. Bahwa anak-anak yang dididik di bawah asuhan madrasah itu harus diajarkan sesuai dengan keahlian mereka masing-masing, tidak sampai disitu saja, ia juga merubah nama madrasah lebih kelihatan modernis pada saat itu, dengan ada penggunaan bahasa Inggris dibelakang nama madrasah tersebut.

13Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara, Sejarah Ulama-Ulama Terkemuka, h.

254

14Dewan Harian Cabang Angkatan 45, Catatan Pelaku Sejarah, h. 2

45

hal ini terlaksana bukan karena jasa Abdul Halim saja, melainkan berkat bantuan- bantuan dari guru-guru lainnya yang ada di madrasah tersebut. Pastinya hal ini dilakukan agar masyarakat sadar akan pentingnya sebuah ilmu pengetahuan dan harga diri, di samping perkembangan atau perubahan yang ada di tengah-tengah masyarakat tanah air.

Pada tahun 1937, madrasah ‘Arabiyah School kembali berganti nama menjadi Madrasah ‘Arabiyah Listanawiyah, nama ini tidak jauh dari nama yang sebelumnya hanya saja nama School yang ada di belakang nama sekolah tersebut dihilangkan dan diganti dengan kalimat Listanawiyah. Pergantian nama ini dipandang oleh masyarakat sebagai pandangan Abdul Halim yang berkemajuan untuk di masa mendatang. Pada tahun 1942 Abdul Halim sendiri mengalami musibah yang tak disangka, dimana rumah ia hancur terkena banjir. Dari kejadian ini ia sempat dipindahkan sementara untuk tinggal di sekolah ‘Arabiyah, dan beberapa buku dan tulisan-tulisan ia basah dan berlumpur terkena air. Di saat penjemuran buku-bukunya yang terkena lumpur dan air datanglah seorang pangeran Langkat Hulu yang ada di kota Binjai, yaitu Teuku Amir Hamzah, dan berkata kepada ia, “tetaplah bersabar menghadapi takdir, semoga Allah membals kebaikan-kebaikan kalian”.15

Perjalanan Abdul Halim dalam hal mengajar dapat kita lihat di mulai pada tahun 1920 di kota Binjai. tercatat di kota Binjai inilah ia paling lama mengajar, yaitu sampai pada tahun 1947. Setelah tahun ini ia sudah mulai berpindah-pindah mengajar dikarenakan dari perjuangan kemerdekaan pada saat itu. Tercatat di tahun 1947 sampai dengan 1948 ia mengajar di kota Raja, di tahun 1948 hingga 1950 ia mengajar di Langsa, dan ia kembali lagi untuk mengajar di kota Binjai serta daerah Sumatera Utara dan sekitarnya pada tahun 1950 sampai dengan wafatnya yaitu tahun 1969.16 Diantara orang-orang yang pernah menjadi murid Abdul Halim adalah :

1. H.Zainal Arifin Abbas, sebagai petuah di Partai Persatuan Pembangunan di wilayah Sumatera Utara

2. Amru Daulay, SH. salah satu anak Abdul Halim, sekaligus mantan Dekan Fakultas Hukum USU, serta mantan bupati Mandailing Natal selama dua periode.

3. H.Ahmaddin, salah satu dosen fakultas syari’ah di IAIN Sumatera Utara.

4. A. Karim YS. Menjadi kepala bagian koordinasi serta pengawasan perwaklan departemen agama provinsi Sumatera Utara.

5. Sufyan Helmy Daulay, ini adalah anak kandung dari Abdul Halim

6. Izuddin Qadi, sebagai kepala penerangan mobil jawatan Provin Sumatera Utara di Medan.

7. Dul Helmy, anak kandung dan juga menjabat sebagai mantan kepala kantor telekomunikasi di Binjai

8. M.Isa Dadi, BA. guru di bidang agama SMA negeri Binjai.

9. Zainal Abidin Nurdin, mantan anggota DPR tingkat II Langkat 10. Bakhtiar Hasan, Insp, mantan penerangan agama Kabupaten Langkat

15Zaini Dahlan, Abdul Halim Hasan : Akar Tradisi Intelektual, Jurnal of Contemporary Islam and Islam Society, h. 135

16Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara, Sejarah Ulama Sumatera Utara, h. 231

46

11. A. Malik Ahmad, kepala dinas sosial tingkat II langkat Binjai

12. H.Halimah binti H.M Noor (alm), guru taman pendidikan agama Islam di Kuala Lumpur.

Perjalanan Abdul Halim dalam meberikan ilmu, tidak hanya di dalam negeri saja, tetapi juga lintas negara, terbukti ia juga memiliki murid yang berada di Malaysia.

walaupun dalam hal ini Abdul Halim dalam mengajarkan muridnya hanya bisa melalui via surat-meyurat, hal ini karena pada saat itu tidak memungkinkan bagi Abdul Halim harus pulang-pergi Malaysia untuk memberikan ilmu, diantaranya adalah:

1. M. ahmad Syah bin H. Abd Jabbar, seorang Qadhi di Johor 2. M. Bahauddin, seorang ahli nahwu di daeran Kelantan.

Abdul halim dikenal sebagai guru yang memiliki kepribadian yang baik, yang memiliki jiwa yang sabar dalam memberikan ilmu kepada murid-muridnya, dan ia juga merupakan seseorang yang tegas dalam melarang murid-muridnya melakukan sesuatu yang tidak ada manfaat bagi diri. Sebagai, contoh ia sangat melarang murid- muridnya agar tidak merokok dan memberikan pemisah (hijab) antara pria dan wanita ketika ia sedang memberikan ilmu. Dalam metode belajarnya ia juga mengajarkan kepada murid-muridnya untuk bisa mengemukakan pendapat, agar bisa saling tukar pikiran antara satu dengan lainnya.17 hal ini dilakukan untuk melatih keberanian murid-muridnya dalam memberikan pendapat.

Keberadaan Abdul Halim sangatlah penting dalam mengembangkan pendidikan di Sumatera Utara khususnya di Binjai. hal ini bisa kita lihat dari keaktifannya dalam hal mengajar di beberapa sekolah. Disamping keaktifannya dalam dunia pendidikan, ia juga memiliki sejumlah jabatan penting, baik itu di parlemen, organisasi-organisasi Islam maupun yang lainnya, beberapa jabatan yang didudukinya selama masa penajajahan belanda, yaitu, di tahun 1927 ia mendapat kepercayaan sebagai anggota pemimpin Ikhwanus Shafa, yaitu perkumpulan para intelektual atau ulama di Medan, atau sekarang disebut dengan ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia), di tahun yang sama ia juga menjabat sebagai ketua umum al-Hilal, yaitu sebuah organisasi pemuda yang berada di kampong Limau Sundai, masih d tahun yang sama, secara bersamaan ia juga menjabat sebagai mudir (pimpinan), sekaligus penasihat di madrasah ‘Arabiah School Binjai, selanjutnya di tahun 1936 ia merupakan bagian dari anggota pengurus pembangunan perguruan taman siswa di Binjai, tahun 1937 ia menjadi salah satu anggota majelis syar’iy di kota Binjai, dan di tahun 1938 ia dipercaya sebagai penasehat di sebuah organisasi Islam di Binjai yaitu al-Jami’atul Al-Washliyah. Sedangkan pada masa penjajahan Jepang ia memiliki tiga kedudukan, diantaranya pada tahun 1934 menjadi anggota pengurus Badan Oentek Membantoe Pertahanan Asia (BOMPA) di Binjai, menjadi anggota majelis tarjih Muhammadiyah di tahun 1943 di Binjai, dan di tahun yang sama juga yaitu tahun 1943 ia menjabat sebagai ketua umum Majelis Islam Tinggi (MIT) di Binjai.18

17Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara, Sejarah Ulama-Ulama Terkemuka,, h.

258.

18Dewan Harian Cabang Angkatan 45, Catatan Pelaku Sejarah, h. 3

47

Abdul Halim juga memiliki sejumlah jabatan penting menjelang kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, diantaranya adalah, menjadi ketua sidang Majelis Islam Tinggi di Binjai, dimana ketika itu ia menerima dua buah telegram dari Djamaluddin Adinegoro dan Buya A.R Sutan Mansyur. Kedua telegram ini berisikan bahwa Indonesia sudah dinyatakan merdeka, yang telah diproklamirkan oleh Soekarno dan Bung Hatta. Telegram ini diterima tepat pada jam 11.00 WIB di kota Binjai. Dengan adanya dua buah telegram ini, maka pada saat itu juga bendera merah putih dikibarkan untuk pertama kalinya di kota Binjai, dan untuk mendukung kemerdekaan ini maka dibentuklah pemerintahan Republik Indonesia di kota Binjai.

Mr. Teuku Muhammad Hasan selaku gubernur Sumatera Utara juga mengintruksikan kepada seluruh masyarakat Sumatera Utara agar membentuk pemerintahan di daerahnya masing-masing, baik itu dari desa, kecamatan, kabupaten serta membentuk Komite Nasional Indonesia (KNI) dan Barisan Pemuda Indonesia (BPI) yang telah diresmikan oleh gubernur pada tanggal 30 September 1945.19 Disamping itu ia juga menjabat sebagai ketua umum pasukan Hizbullah Sabilillah Mujahidin, ketua persatuan perjuangan Langkat Binjai, ketua makam syuhada (makam pahlawan), sebagai anggota dewan pertahanan Republik Indonesia bagian Sumatera Timur, Siantar, serta kepala jawatan agama kabupaten Langkat/Binjai.20

Pada masa perang kemerdekaan yang pertama dan kedua, ia juga medapatkan peran atau jabatan penting pada saat itu, diantaranya adalah, menjadi anggota staf gubernur militer Aceh Langkat dan Tanah Karo, dengan pangkat Letnan Kolonel Titulir, hal ini berdasarkan putusan wakil presiden atau wakil panglima tertinggi yaitu Drs. Muh. Hatta. Ia pernah juga menjabat sebagai anggota DPRD Prov. Aceh di Kuta raja, anggota pimpinan perbekalan RES. V. DIV. X. TNI.KSBO di Langsa (Aceh Timur), menjadi penasehat Local Yoint Comite (LYC), yaitu suatu lembaga yang menjadi perundingan antara pemerintahan Republik Indonesia dengan pihak Belanda. Anggota pengurus panitia penolong pemerintah Pusat Yogyakarta, di langsa pada tahun 1949 sampai dengan 1950, ia juga pernah menjadi bagian dari keanggotaan pengurus pembangunan Sekolah Menengah Islam Modern di Langsa.

Menjadi ketua Zending Islam Kabupaten Langkat dan Aceh Timur, dan selanjutnya ia juga pernah menjabat sebagai pimpinan redaksi penerbitan majalah bulanan Islam yaitu “Menara”, masa jabatan ini ia dapat hanya satu tahun saja, yaitu pada tahun 1949 sampai dengan 1950.21

Adapun jabatan yang Abdul Halim miliki pada masa negara kesatuan atau setelah masa perang kemerdekaan, adalah, ia pernah menjadi kepala jawatan agama Kabupaten Langkat/Binjai, hingga pensiun. Ia juga menjadi salah satu pencetus pertama kali dalam mengadakan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) se-Sumatera Timur pada tanggal 17/18 Januari 1951, yang diselenggarakan di Masjid Raya Binjai dan ia juga sebagai pencutus dalam mengadakan malam perayaan lailatul mina di Binjai. Salah satu anggota pengurus dalam pembangunan Universitas Islam Sumatera Utara (UISU Medan), sekaligus juga menjadi guru besar di kampus tersebut. Anggota

19Dewan Harian Cabang Angkatan 45, Catatan Pelaku Sejarah, h. 4

20Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara, Sejarah Ulama Sumatera Utara, h. 233

21Dewan Harian Cabang Angkatan 45, Catatan Pelaku Sejarah, h. 5

48

BKS-Ulama militer Sumatera Utara di Medan, juga pernah menjadi anggota pembangunan masjid agung Medan, dan terakhir ia juga pernah menjadi penasihat kesatuan aksi pengganyangan pengkhianatan G.30.S/PKI Kabupaten Langkat dan Kotamadya Binjai.22

22Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara, Sejarah Ulama Sumatera Utara, h. 235

49

Dalam dokumen Analisis Tafsir Al-Ahkam Abdul Halim Hasan (Halaman 54-60)

Dokumen terkait