• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Pengaruh Qirâ’ât dalam Tafsir Al-Qurthubî

Dalam dokumen QIRÂ'ÂT DAN PENAFSIRAN AYAT-AYAT HUKUM DALAM (Halaman 120-132)

BAB III: PROFIL AL-QURTHUBÎ DAN KITAB TAFSIRNYA

C. Analisa Pengaruh Qirâ’ât dalam Tafsir Al-Qurthubî

Al-Qurthubî dalam kitab tafsirnya ternyata tidak hanya mencantumkan qirâ‟ât sab‟ah saja, melainkan ia juga mencantumkan qirâ‟ât „asyrah, arba‟a „asyrah, dan termasuk juga qirâ‟ât syadz. Dalam memaparkan qirâ‟ât, al-Qurthubî tidak selalu mencantumkan nama para imam qirâ‟ât, melainkan terkadang hanya dengan memakai sebutan

104 Al-Qurthûbî, Tafsîr al-Qurthubî, terj. Ahmad Khotib, h.635-637

105 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarir al-Thabarî, Tafsir al-Thabari, terj. Akhmad Affandi dan Benny Sarbeni, h. 301

“ahlul Madinah” (termasuklah disini Imam Nâfi‟). Ketika mengungkapkan perbedaan qirâ‟ât, al-Qurthubî sering sekali hanya menyebutkan ragam qirâ‟ât yang terdapat dalam suatu ayat yang sedang ditafsirkan tanpa menjelaskan penafsiran mengenai qirâ‟ât tersebut secara meluas.

Pemaparan qirâ‟ât sab‟ah yang dicantumkan al-Qurthubî dalam kitabnya pada ayat-ayat hukum surah an-Nisâ‟ dan al-Mâidah terdapat pada 13 ayat, yaitu 8 ayat pada surah an-Nisâ‟ dan 5 ayat dalam surah al- Mâidah. Pada 13 ayat tersebut, ternyata tidak semuanya berpengaruh terhadap pemaknaan maupun penafsiran al-Qurthubî dikarenakan perbedaan lahjah seperti bacaan tashil, imalah, taqlil, tarqiq, tafkhim, dan sebagainya.

Adapun yang berpengaruh terhadap pemaknaan ataupun penafsiran dalam surah an-Nisâ‟ terdapat pada tiga tempat, yaitu:

1. Ayat 19 pada lafal

اًىْرَك

dan

ٍِةَنِّيَ بُم

Pertama, pada lafal

اًىْرَك

Imam Hamzah dan al-Kisâ‟î membacanya dengan men-dhammah-kan huruf „kâf‟ (

اًىْرُك

).

Sedangkan imam qirâ‟ât lainnya membaca dengan mem-fathah-kan huruf „kâf‟ (

اًىْرَك

). Penafsiran pada qirâ‟ah

اًىْرَك

berarti larangan menjadikan perempuan sebagaimana harta warisan yang dapat dikuasai oleh ahli waris laki-laki dengan cara paksa. Sedangkan penafsiran pada qirâ‟ah

اًىْرُك ِِ

ِberarti larangan menelantarkan istri karena kebencian kepadanya lalu dia menunggu agar istri menggugat cerai dengan membayar tebusan atau membiarkannya sampai meninggal, sehingga ia mendapatkan harta warisan darinya.

Kedua, pada lafal

ٍِةَنِّي َِ بُم

Imam Nâfi‟ dan Abû „Amr membacanya dengan meng-kasrah-kan huruf „ya‟ (

ٍِةَنِّيَ بُم

). Sementara imam qirâ‟ât yang lain membacanya dengan mem-fathah-kan huruf „ya‟ (

ٍِةَن ِ يَ بُم

)).

Adapun Qirâ‟ât yang meng-kasrah-kan huruf „ya‟ (

ٍِةَنِّيَ بُم

) maksudnya adalah perilaku yang jelas terlihat keburukannya, seperti nusyûz (pembangkangan atau penolakan atas keinginan suami), berselingkuh dengan laki-laki lain sampai berbuat zina, atau melecahkan suami maupun keluarganya. Sedangkan pada qirâ‟ât yang meng-fathah-kan huruf „ya‟ (

ٍِةَن ِ يَ بُم

) berarti perbuatan tersebut dilakukan secara sembunyi-sembunyi, sehingga perlu dibuktikan dengan menghadirkan para saksi yang melihatnya secara langsung.

2. Ayat 25 pada lafal ِ نِصْحُأ

Pada lafal tersebut Imam „Âshim, Hamzah, dan al-Kisâî membacanya dengan mem-fathah-kan huruf hamzah (ِ نِصْحَِأ).

Sementara imam lainnya membaca dengan men-dhammah-kan huruf hamzah (ِ نِصْحُأ). Jika lafal tersebut dibaca dengan harakat fathah pada huruf hamzah akan melahirkan makna “Jika wanita-wanita tersebut telah masuk Islam, maka kehormatan mereka terjaga dari perbuatan haram.” Sedangkan lafal yang dibaca dengan harakat dhammah akan melahirkan makna “apabila wanita tersebut telah menikah, maka mereka menjadi wanita yang terjaga kehormatannya dari perbuatan haram dengan pasangannya”.

3. Ayat 43 pada lafal

ِْمُتْسَم َلَ

Pada lafal tersebut Imam Nâfi‟, Ibnu Katsîr, Abû „Amr, Ibnu

„Âmir, dan „Âshim membacanya dengan „alif‟ (

ُِمُتْسَم َلَ)

, sementara Hamzah dan al-Kisâî membacanya dengan membuang huruf „alif‟

(ِْمُتْسَمَل)

. Lafal

ِْمُتْسَم َلَ

yang dibaca tanpa „alif‟ (

ِْمُتْسَمَل

) mempunyai tiga makna, yaitu pertama bermakna jâma‟tum (berjima‟), kedua bermakna bâsyartum (bersenang-senang atau meraba-raba), dan ketiga lafal ini mencakup kedua makna tersebut secara bersamaan.adapun pendapat yang diriwayatkan dari Muhammad bin Yazîd, ia berkata bahwa

ِْمُتْسَم َلَ

bermakna qabaltum (mencium), sedangkan

ِْمُتْسَمَل

bermakna ghasyaitum (memeluk) atau masastum (menyentuh).

Selanjutnya, qirâ‟ât yang berpengaruh terhadap pemaknaan ataupun penafsiran dalam surah al-Mâidah terdapat pada 3 tempat, yaitu:

1. Ayat 2 pada lafal

ِْمُكو دَصِْنَأ

Pada lafal tersebut Ibnu Katsîr dan Abû „Amr membacanya dengan meng-kasrah-kan huruf „hamzah‟ (

ِْمُكو دَصِ ْن ِِإ

). Sementara imam qirâ‟ât lainnya membacanya dengan fathah (

ِْمُكو دَصِ ْنَأ

).

Qirâ‟ât yang mem-fathah-kan huruf hamzah (

ِْمُكو دَصِ ْنَأ

)

melahirkan makna “Janganlah sekali-kali kebencian kepada suatu kaum, karena mereka menghalang-halangi kalian dari Masjidil Haram, mendorong kalian berbuat zhalim. Sedangkan qirâ‟ât

yang meng-kasrah-kan huruf hamzah (

ِْمُكو دَصِ ْن ِِإ

) melahirkan makna “Janganlah sekali-kali kebencian kepada suatu kaum, mereka menghalang-halangi kalian dari Masjidil Haram, mendorong kalian berbuat zhalim.

2. Ayat 6 pada lafal

ِْمُكَلُجْرَأَو

Pada lafal tersebut Imam Nâfi‟, Ibnu „Âmir, dan al-Kisâî membacanya dengan nashab (

ِْمُكَلُجْرَأَو

). Sementara Ibnu Katsîr, Abû „Amr dan Hamzah membacanya dengan jar (

ِْمُك ِِلُجْرَأَو

).

Menurut ath-Thabarî dalam tafsirnya bahwa qirâ‟ât dengan kasrah berarti yang diwajibkan untuk kedua kaki adalah menyapu. Adapun Wahbah al-Zuhaili dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa qirâ‟ât yang membacanya dengan jar bermaksud untuk memberikan catatan tentang perlunya berhemat dalam menggunakan air ketika membasuh kaki.

3. Ayat 89 pada lafal

ُِْتْد ق َِع

Pada lafal tersebut Syu‟bah membaca lafal tersebut dengan tanpa tasydîd (

ُِْتْد َِقَع

)

,

Ibnu „Âmir membacanya dengan tambahan alif

( ُِْتْد َِعاَِق

). Sementara imam qirâ‟ât lainnya membaca dengan memakai tasydîd dan tanpa alif (

ُِْتْد ق َِع

). Qirâ‟ât dengan men- tasydid-kan huruf qâf-nya, maknanya adalah

ُِْتْدَمَعَ ت

(kamu

sengaja), qirâ‟ât tanpa tasydîd berasal dari kata

ُِدْقَعلا

yang berarti akad atau ikatan, sedangkan qirâ‟ât dengan menambahkan alif

setelah huruf „ain, berarti mengikuti wazan

َِل َِعاَف

berarti

mengadakan perjanjian.

109 PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pembahasan dalam skripsi ini memaparkan bahwa berbagai macam qirâ’ât sudah ada sejak zaman Rasulullah Saw. Ragam qirâ’ât tersebut merupakan salah satu upaya untuk memudahkan umat manusia dalam memahami Al-Qur’an. Namun dalam hal ini, perbedaan qirâ’ât sab’ah terkadang juga berpengaruh terhadap pemaknaan maupun penafsiran ayat Al-Qur’an. khususnya pada ayat- ayat hukum. Contohnya seperti yang telah penulis paparkan sebelumnya, yaitu dalam tafsir al-Qurthubî pada surah an-Nisâ’dan al-Mâidah.

Al-Qurthubi mamaparkan qirâ’ât sab’ah pada ayat-ayat hukum dalam kedua surah ini terdapat pada 13 ayat, yaitu 8 ayat pada surah an-Nisâ’ dan 5 ayat dalam surah al-Mâidah. Pada 13 ayat tersebut tidak semuanya berpengaruh terhadap pemaknaan maupun penafsiran al-Qurthubî. .

Adapun yang berpengaruh terhadap pemaknaan ataupun penafsiran terdapat pada surah an-Nisâ’ ayat 19 pada lafal

اًهْرَك

dan

ٍ ةَنِّيَ بُم,

ayat 25 pada lafal

ٍ نِصْحُأ,

ayat 43 pada lafal

ٍْمُتْسَم َلَ.

Sementara dalam surah al-Mâidah terdapat pada ayat 2 pada lafal

ٍْمُكوُّدَصٍْنَأ,

ayat

6 pada lafal

ٍْمُكَلُجْرَأَو

dan ayat 89 pada lafal

ٍُْتْد ق . ٍَع

Berikut contoh qirâ’ât yang berpengaruh terhadap penafsiran

ayat-ayat hukum yang penulis teliti dalam skripsi ini, yaitu seperti

surah al-Mâidah ayat 6 pada lafal

ٍْمُكَلُجْرَأَو.

Imam Nâfi’, Ibnu ‘Âmir, dan al-Kisâî membacanya dengan nashab (

ٍْمُكَلُجْرَأَو

), sedangkan Ibnu Katsîr, Abû ‘Amr dan Hamzah membacanya dengan jar (

ٍْمُك ٍِلُجْرَأَو

).

Menurut ath-Thabarî dalam tafsirnya bahwa qirâ’ât dengan kasrah berarti yang diwajibkan untuk kedua kaki adalah menyapu.

Sedangkan qirâ’ât dengan fathah berarti yang diwajibkan untuk kedua kaki adalah membasuhnya.

B. SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah penulis paparkan, tentunya skripsi ini masih banyak kurangnya dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran dari pembaca sekalian agar kedepannya bisa menghasilkan karya ilmiah yang sempurna. Selain itu, semoga semakin banyak akademisi lainnya yang mendalami ilmu qirâ’ât.

110

Al-Anshârî, Abû Ja‟far Ahmad bin „Alî bin Ahmad bin Khalaf. al-Iqna’ fi al- Qirâ’ât al-Sab’, Damaskus: Dâr al-Fikri, t.t.

Al-Ghanî, Abd Fattâh Abd al-Qâdhi. Al-Buduru az-Zâhirah fî al-Qirâ‟ât al- Asyr al-Mutawâtirah min Tharîq asy-Syâthibiyyah wa ad-Durrah, Beirut: Dâr al-Kitâb, t.t

Al-Ja‟fi, Muhammad bin Isma‟il Abu Abdillah al-Bukhari. Shahîh al- Bukhârî, Mesir: Dar Thuq an-Najah, t.t.

Al-Naisaburi, Abû al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyair Shahîh Muslim, Beirut: Dâr al-Kutub al-„Alamiah, 1991

Al-Siddieqy, Teungku Muhammad Hasbi Sejarah dan Pengantar Ilmu Al- Qur’an dan Tafsir, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009

Al-Thabarî, Abû Ja‟far Muhammad bin Jarir. Tafsir al-Thabari, terj. Akhmad Affandi dan Benny Sarbeni, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008

Al-Qaththan, Manna Khalil Studi Ilmu-ilmu Qur’an, ter. Mudzakir, Bogor:

Pustaka Litera Antar Nusa, 2013

Al-Qurthubî, Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad bin Abî Bakr al-Jamî’ li Ahkam Al-Qur’an, Mesir: Muassah al-Risâlah, 2006

Al-Qurthûbî, Tafsîr al-Qurthubî, terj. Ahmad Khotib Jakarta: Pustaka Azzam, 2008

Anwar, Rosihon Ulum Al-Qur’an, Bandung: PustakaSetia, 2017

Arifin, M. Zaenal Khazanah Ilmu Al-Qur’an, Tangerang: Yayasan Mesjid al- Taqwa, 2018

Ayub, Mahmud. Al-Qur’an dan Para Penafsiran, Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1991

Dahlan, Abdul Azis. Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996

Drajat, Amroeni Ulumul Qur’an Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Depok:

Kencana, 2017

Fahrudin, Ali, “Pengaruh Perbedaan Qirâ`ât Dalam Penafsiran Ayat-ayat Tentang Relasi Gender,” Tesis, UIN Syarif Hidayatullah, 2006, h.

209, Tidak diterbitkan

Fathoni, Ahmad. Tuntunan Praktis Plus Surah Al-Baqarah s/d Surah Ali Imran Qirâ’ât Nafi’ Riwayat Qalun,Tangerang: IIQ Jakarta Press, 2018

_________, Tuntunan Praktis Plus Surah Ibrahim s/d Surah al-Kahfi Qirâ’ât Nafi’ Riwayat Warsy, Tangerang: IIQ Jakarta Press, 2018 _________, Kaidah Qirâ’ât Tujuh,(Tangerang: Yayasan Bengkel

Metode Maisura, 2016

_________, Tuntunan Praktis 99 Maqra’ Qirâ’ât Ibnu Katsir, Tangerang: Pesantren Takhassus IIQ Jakarta, 2018

_________, Petunjuk Praktis Tahsin Tartil Al-Qur’an Metode Maisura, Tangerang: Yayasan Bengkel Metode Maisura, 2017

_________, Tuntunan Praktis 101 Qirâ’ât Mujawwad &

ةيشرفلا ةملكلا

Abu ‘Amr Riwayat al-Dûry & al-Sûsy Dalam Thariq al-Syathibiyyah Jilid 1, Tangerang : IIQ Jakarta, 2016

Hikmawati, Masna. Perbedaan Qirâ’ât dan Pemaknaan : Analisis Semantik- Gramatikal dalam Al-Qur’an, Tangerang: Young Progressive Muslim, 2017

https://belajarbahasaarab.org/biografi-imam-al-kisai/#. Diakses pada tanggal 13 Juni 2019

http://tulisnama.blogspot.com/2014/12/tafsir-al-qurthubi/%3famp. Diakses pada 5 juli 2019

Husaini, Adian Hermeneutika & Tafsir Al-Qur‟an, Jakarta: Gema Insani, 2007

Izzan, Ahmad. Metodologi Ilmu Tafsir, Bandung: Tafakur, t.t

Jurnal al-Mu’ashirah, Vol. 10, Nomor 2, Juli 2013

Jurnal al-Irfani STAI Darul Kamal NW Kembang kerang, Vol. 5, No 1 2019, Jurnal Epistemé, Vol. 9, No. 1, Juni 2014

Jurnal Iqra’, Vol. 8 No.1 Mei 2014

Jurnal Kalam, Vol. 11 No. 2 Desember 2017

Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, Vol. 5, No. 1, Juni 2016 Jurnal Muwazah, Vo. 8, No. 1, Juni 2016

Jurnal Studia Islamika, Vol. 11, No. 1, Juni 2014

Jurnal Syahadah Ilmu Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 5 No.1, April 2017 Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an, Jakarta: Amzah, 2012

Manzhûr, al-„Allâmah ibn Lisân al-Arab, Mesir: Dâr al-Hadîs, 2003 Mawardi dan Junaidi. Pengantar Ulumul Qur’an, Banda Aceh: Pena, 2013 Muhaisin, Muhammad Salim. al-Irsyâdât al-Jaliyyah fî Qirâ’ât al-Sab’ min

Thariq al-Syâthibiyyah, Beirut: Dârul Jîl, 1997

________, al-Qirâ’ât wa Atsariha fî ‘Ulûm al-‘Arabiyyah, Mesir: Maktabah al-Kulliyat al-Azhariyyah, 1984, juz. 2,

Munawwir, Ahmad Warson, al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, Surabaya:

Pustaka Progressif, 1997

Munthe, Saifuddin Herlambang. Studi Tokoh Tafsir Dari Klasik Hingga Kontemporer, Pontianak: IAIN Pontianak Press, 2018

Nasution, Rofiatul Khairiah “Pengaruh Perbedaan Qirâ’ât Mutawâtir

Terhadap Penafsiran Ayat-Ayat Gender (Studi Kitab Tafsir At-Tahrir Wa At-Tanwîr Karya Ibn „Âsyûr),” Skripsi, Institut Ilmu Al-Qur‟an Jakarta, 2018, h. 26. tidak diterbitkan

Manna al-Qaththan, Pengantar Studi ilmu Al-Qur’an, terj. Mifdhol Abdurrahman, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005

Setiawan, Rudi, Metodologi Penelitian Teknologi Informasi, Malang: CV.

Seribu Bintang, 2018

Shihab, Quraish Tafsîr al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002

Wahbah al-Zuhaili, Tafsîr al-Munîr, terj. „Abdul Hayyie al-Kattani, Jakarta: Gema Insani, 2016

Siregar, Ahmad Sholihin, Ayatul Ahkam Jilid 1: Dasar Seleksi dan Kontruksi, Tangerang: Mahara Publishing, 2018

Suyuti. Studi Al-Qur’an Komprehensif, ter. Tim Editor Indiva, Surakarta:

Indiva Pustaka, 2008

Suma, Muhammad Amin, Tafsir Ahkam Ayat-ayat Ibadah, Tangerang:

Lentera Hati, 2016

Syauqi, Kitab al-Sab’ah fî al-Qirâ’ât li Ibn Mujahid, Mesir: Dâr al-Ma‟ârif, t.t.

Syibromalisi, Faizah Ali dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik Modern, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Jakarta, 2011 Wahid, Ramli Abdul. Ulumul Qur’an, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

1993

Wahid, Abdul dan Muhammad Zaini. Pengantar ‘Ulumul Qur’an dan

‘Ulumul Hadis, Banda Aceh: Penerbit Pena, 2016

Widayati, Romlah Implikasi Qirâ’ât Syadzdzah Terhadap Hukum Islam, Tangerang: Transpustaka, 2015

________, Ilmu Qirâ’ât 1, Tangerang: IIQ Jakarta Press, 2015

Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an, Yoyakarta: Itqan Publishing, 2014

Dalam dokumen QIRÂ'ÂT DAN PENAFSIRAN AYAT-AYAT HUKUM DALAM (Halaman 120-132)

Dokumen terkait