• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENAFSIRAN ABDURRAHMAN AL-SA’DI DAN

A. Analisis Penafsiran Ayat Wasi>lah Abdurrahman Al-

29

30

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, carilah Wasi>lah (jalan unutk mendekatkan diri) kepada- Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) dijalan-Nya, agar kamu berunutng.52

Kata wasi>lah menurut penafsiran Abdurrahman al-Sa‟di adalah berlomba-lomba dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan orang-orang yang lebih dekat kepada Allah SWT. Pada nabi Muhammad, orang-orang saleh yang mampu mendekatkan diri kepada Allah SWT dan senatiasa melakukan amal-amal saleh.

Sikap Khauf (rasa takut), Raja‟ (pengharapan) dan Mahabbah (kecintaan) kepada Allah SWT disematkan kepada orang-orang yang dekat dengan-Nya ia merupakan asal dasar dalam melakukan kebaikan.53

2. Dengan menggunakan metode ini M. Quraish Shihab menganalisis setiap kosa kata, atau lafal dari aspek bahasa dan makna. Dalam menafsirkan ayat tentang wasi>lah M. Quraish Shihab menjelaskan dalam QS al-Maidah [5]: 35 mengajak untukmendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menyentuh jiwa manusia. Ajakan ini di tunjukan kepada orang-orang yang walaupun baru memiliki sedikit iman. Sebagaimana yang dapat dipahami dari ayat (

ًًَْ ِر الا اَهُّيَااًِ

ْىُى َمَا

) “Wahai orang-orang yang beriman” walaupun hanya sedikit

iman, (

ُهلّلاا ْى ُقاج ا

) “Bertakwalah kepada Allah” hindarilah siksa- Nya baik di dunia maupun di akhirat (

َتَلْي ِطَى ْلا ِهْيَلِا ْىُؼَتْبَو

)

Bersungguh sungguh mencari jalan” dengan cara yang dibenarkan oleh Allah SWT..Yang mendekatkan diri” kamu

52Depertemen Agama RI, (Edisi Penyempurnaan 2019), (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an 2019, hlm. 152.

53Syakih Abdurrahman Bin Nashir al-Sa‟di, Tafsir al-Qur‟an al-Sa‟d (2) Surah an-Nisa – al-An‟am, (Jakarta: Darul Haq, 2016), hlm. 267-268.

31

Kepada ridho-Nya dan berjihadlah pada jalan-Nya” yakni dengan mengarahkan segala kemampuan secara lahir dan batin untuk menegakkan nilai-nilai ajaran Allah SWT, termasuk jihad melawan hawa nafsu.54

M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa kata wasi>lah dalam QS al-Isra [17]: 57 adalah wasi>lah yang dilakukan oleh orang- orang musyrik yang mengganggap Isa, Uzair, Malaikat itu tidak dapat memberikan manfaat sedikitpun dan menolak bencana, mereka semua itu lemah. Bahwa orang-orang musyrik itu tetap berusaha untuk dapat dekat dengan Tuhan mereka dengan cara berlomba-lomba dalam tawassul yang disepakati.55

Teori Toshihiko Izutsu menggambarkan secara umum bahwa kata wasi>lah dalam al-Qur’a>n mengalami perubahan makna karena suatu kondisi tertentu terhadap masyarakat yang menggunakan perantara dalam melakukan sesuatu yang diinginkan. Beberapa ulama berpendapat yang sama untuk menguatkan.

Ibnu Taimiyah menegaskan bahwasannya di perbolehnya seseorang melakukan tawassul dengan nabi Muhammad SAW tanpa membedakan antara semasa hidup dan sesudah wafat dan antara ditengah-tengah sahabat atau tidak. Ibnu Taimiyah juga berkata “Tawassul kepada Allah SWT dengan selain nabi Muhammad, baik disebut istighosah atau bukan, saya tidak pernah mengetahui salah seorang generasi Salaf melakukannya dan meriwayatkan Atsarnya. Menurut Jalaludin as-Suyuthi dan Jalaludin al-Mahali, wasi>lah dan tawassul adalah jalan sebagai mendekatkan diri kepada Allah SWT mereka berpendapat seharusnya seorang hamba senatiasa mencari jalan unutk mendekatkan diri dan taat kepada Allah SWT. Serta menjunjung tinggi agama Islam agar kelak mendaptkan kemenangan.56

54Sofiya Ramadanti, Konsep Wailah dalam al-Qur’a>n (Studi Komparasi antara Tafsir al-Maraghi dan Tafsir Al-Misbah), (Skripsi, Institut Agama Islam Negeri Salatiga, 2021), hlm. 76-77.

55M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan, Keserasian al-Qur’a>n, vol.

3, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 180.

56Jalaluddin Muhamamd Al-Mahalli dan Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi, Tafsir Jalalain, Jilid 1, hlm. 448 dan Jilid 2, hlm. 325.

32

Al-Muhaddits as-Salafi as-Syaikh Muhammad ibn „Ali as- Syaukani dalam risalahnya yang berjudul Ad-Dhurr an-Nadhȋd Fȋ Ikhlȧsi Kalimȧti at-Tauhi>d mengatakan, “Adapun tawassul kepada Allah SWT dengan salah satu makhluk-Nya dalam mencapai sesuatu yang diinginkan seorang hamba, maka as-Syaikh „Izzuddin ibn „Abdissalam mengatakan, “Bahwasannya tidak boleh tawassul kepada Allah SWT kecuali dengan nabi Muhammad SAW jika Hadis yang menjelaskan tawassul dengan beliau ini dinilai sahih.57

a. Tawassul yang di Perbolehkan

Wasi>lah yang di bolehkan adalah sesuatu yang dapat mengantarkan kepada tujuan, melalui yamg telah disyariatkan Allah SWT dan dijelaskan dalam kitab-Nya dan Sunnah-Nya mempunyai dalil-dalil yang kuat, bukan semata-mata didasari oleh hawa nafsu. Wasi>lah Syar‟iyah hanya bertujuan untuk mencapai sesuatu dengan cara tidak membawa syirik kepada Allah SWT dan menambah ketaatan kepada-Nya. Contohnya mengucapkan dua kalimat Syahadat dan memahami maknanya merupakan wasi>lah untuk mendapatkan ganjaran Surga dan terhindar dari api Neraka. Menghindari perbuatan yang jelek dengan perbuatan yang baik adalah wasi>lah untuk menghapus kejahatan itu sendiri. Melalukan silaturrahmi juga merupakan wasi>lah untuk memperpanjang umur dan meluaskan rezeki, sebagaimana yang telah dijelaskan nabi Muhammad SAW.

ُه َم ِحَز ْل ِصَي ْلَؿ ِهِسَجَا ْيِف ُهَل َا َظْيٍَُو ِهِقْشِز ْيِف ُهَل َط َظْبًُ ْنَا َبّحَ ًَْم

Artinya: “Barang siapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan di perpanjang umurnya hendaklah ia menyambung tali persaudaraannya”

Tawassul yang disepakati Ibnu Taimiyah dan murid- muridnya hanya tawaṣul membenarkan pada tiga keadaan saja sesuai dengan nash-nash dalam al-Qur’a>n, Hadis-hadis nabi

57As-Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki al-Hasani, Mafahim Yajib an Tushohhah, terj. Abdussalam „Ammar dan Moh. Hasib Dawam, ( Surabaya:Yayasan Hai‟ah ash-Shofwah, 2014) hlm. 121-122.

33

Muhammad, amalan Salafunassaleh dan ijma‟ ulama, yaitu adalah melakukan tawassul dengan salah satu dari pada nama- nama Allah SWT atau sifat-sifat Allah SWT meminta dengan amal-amal saleh dan doa orang saleh.58

b. Tawassul yang di Pertikaian

Tawassul yang menjadi perselisihan dalam kalangan ulama yang mana ada yang mengharuskannya tetapi ada juga yang melarangnya. Ulama-ulama yang melarang ber-tawassul baik dengan nama nabi Muhammad SAW, terlebih juga dengan para wali (orang-orang yang dekat) kepada Allah SWT dikarenakan hal tersebut khawatir tidak dapat dipahami oleh masyarakat awam yang sering kali menduga bahwa mereka inilah baik yang telah wafat atau masih hidup yang dapat mengabulkan permohonan mereka atau bisa jadi mereka ini memiliki peranan yang dapat mengurangi peranan Allah SWT. dalam mengabulkan permintaannya. Keyakinan semacam ini jelas sangat terlarang bahkan salah satu bentuk mempersekutukan Allah SWT.59

Muhammad al-Maliki al-Hasani mengatakan bahwa adapun yang dipertentangkan di antara umat islam adalah masalah ber-tawassul kepada Allah SWT lewat perantara berbentuk benda dengan perantaraan manusia. Misalnya dikatakan: “Ya Allah, sesungguhnya aku ber-tawassul kepada-Mu dengan kesalehan Abu Bakar Shiddiq r.a atau dengan Umar bin Khattab r.a atau dengan perantaraan Usman r.a atau dengan perantaraan kemuliaan Ali Karamallahuwajha namun sebetulnya tawassul seperti ini merupakan tawassul yang disepakati karena orang yang ber-tawassul kepada Allah SWT dengan perantara seseorang itu dikarenakan ia mencintai orang tersebut memiliki amal baik perbuatan serta keistemewaan-keisimewaan, mereka berkeyakinan bahwa

58Fatimah Binti Abdul Khadal, Konsep Tawaṣṣul Menurut Perspektif Al- Qur‟an,(Skripsi, UIN Sulthan Thah Saefudin, Jambi, 2019),hlm. 27-28.

59M. Quraish Sihab, Tafsir al-Misbah (Pesan, Kesan dan, Keserasian al-Qur‟an), (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 107-108.

34

perantara itu mencintai Allah SWT dan berjihad di jalan-Nya dan Allah SWT juga mencintai orang tersebut.60

Namun, sebenarnya ber-tawaṣul sesama manusia itu tiada larangan dalam ayat al-Qur’a>n dan hadis bahwa tawaṣul kepada Allah SWT melalui orang-orang yang dekat dengan Allah SWT ber-tawassul kepada para Nabi, para Rasul, para sahabat Rasulullah SAW para Tabi‟in, para Syuhada, dan para

„Alim saleh. Ini disebabkan karena walaupun kita ber tawassul kepada orang-orang yang dekat dengan Allah SWT namun pastinya kita memohon kepada Allah SWT. Karena Allah SWT tempat kita meminta.

Jadi kesimpulannya para ulama menyepakati bahwa ayat tersebut dijadikan dalil yang membenarkan apa yang disebut istilah tawassul yakni mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menyebut nama nabi Muhammad SAW dan para wali (orang-oramg yang dekat dengan Allah SWT), yaitu berdoa kepada Allah SWT dengan tujuan meraih harapan apa yang di inginkan yaitu mendapatkan Ridho Allah SWT.

Sedangkan ulama yang melarang adanya tawassul dengan nama nabi Muhammad SAW dan para wali dikhawatirkan akan hal tersebut tidak dipahami oleh masyarakat awam yang sering kali menduga bahwa mereka itulah baik yang sudah wafat atau yang masih hidupitu yang dapat mengabulkan permohonan mereka dan memiliki peranan yang mengurangi peranan Allah SWT yang Maha mengabulkan doa atau permohonan. Keyakinan seperti ini jelas terlarang, bahkan termasuk kedalam menyekutukan Allah SWT.61

Dokumen terkait