• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tahapan Proses Pemulihan Korban Kekerasan

Dalam dokumen pemulihan trauma psikososial pada perempuan (Halaman 90-103)

BAB III PEMBAHASAN

A. Analisis Tahapan Proses Pemulihan Korban Kekerasan

BAB III

melaksanakan perubahan perilaku serta mengakhiri sesi konseling.86

Dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa setiap klien mengalami tahapan emosi yang berbeda-beda dalam sesi konseling seperti penyangkalan, kemarahan, penawaran, depresi dan penerimaan. Tiap klien juga diberi tindakan dan treatment yang berbeda-beda sesuai dengan permasalahannya. Seperti mba Ratih selaku psikolog RH yang menggunakan tehnik client centre dalam menangani klien L. Teknik ini dipilih oleh mba Ratih karena ia ingin klien L bisa menemukan solusi untuk masalahnya sendiri secara mandiri dan melihat bagaimana sudut pandang L terhadap permasalahannya. Hal ini sejalan dengan tujuan client centre, yaitu membimbing klien untuk menemukan solusi mereka sendiri terhadap masalah yang tengah mereka hadapi.87

Tahap penggunaan teknik client centre pada klien L, yaitu tahap awal mba Ratih selaku psikolog membangun hubungan yang baik dengan L, membuat L merasa nyaman dan percaya dengan mba Ratih jika ia diterima dan akan berhasil pulih. Tahap selanjutnya, ketika L sudah mulai merasa nyaman dengan mba

86 Juli Andriyani, “Konsep…, hlm. 27-28.

87 John Mcload, Pengantar Konseling:

Teori Dan Studi Kasus, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 178.

Ratih, barulah L mulai menceritakan permasalahannya. Pada tahap ini mba Ratih menjadi pendengar yang sabar dan peka terhadap semua cerita L dan bersikap empati. Tahap selanjutnya, mba Ratih lebih berfokus pada potensi-potensi yang dimiliki L, sehingga hal tersebut dapat membantu L sebagai solusi permasalahannya. Dari hasil konseling L, dapat disimpulkan bahwa teknik client centre yang digunakan mba Ratih berhasil. Hal ini ditandai dengan perubahan pola pikir dan perilaku klien L. L memiliki cara berpikir yang lebih positif dan sudah lebih berani untuk berbaur dengan lingkungannya.

Client Centre sendiri menurut Rogres88 merupakan teknik konseling dimana yang paling berperan adalah klien sendiri, klien dibiarkan menemukan solusi mereka sendiri terhadap masalah yang tengah mereka hadapi.89

Hal ini memberi pengertian bahwa klien dipandang sebagai partner dan konselor hanya sebagai pendorong dan pencipta situasi yang memungkinkan klien untuk bisa berkembang sendiri. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sukardi yang biasa menyebut Client Center Counseling (konseling yang berpusat pada

88 Carl Rogers adalah seorang psikolog yang terkenal dengan pendekatan terapi klinis yang berpusat pada klien (client centered). Ia lahir pada tanggal 8 Januari, 1902, di Oakpark, Illinois, pinggiran kota Chicago.

89 John Mcload, Pengantar…, hlm. 178.

klien). Sebagai konseling non-direktif pada bukunya yang berjudul pengantar bimbingan dan konseling menyatakan bahwa client centered counseling adalah suatu teknik dalam bimbingan konseling yang menjadi pusatnya adalah klien dan bukan konselor.

Oleh karena itu dalam proses konseling ini kegiatan sebagian besar diletakkan pada klien itu sendiri.90

Jadi, client centred merupakan salah satu tehnik dalam bimbingan konseling yang lebih menekankan pada aktifitas klien dan tanggung jawab klien sendiri, sebagian besar proses konseling diletakkan pada klien sendiri untuk memecahkan masalahnya dan konselor hanya berperan sebagai partner dalam membantu klien merefleksikan sikap dan perasaan-perasaannya dan mencari serta menemukan cara atau solusi terbaik dalam pemecahan masalahnya.

Berbeda dengan mba Indah selaku psikolog RH yang memilih menggunakan teknik CBT (Cognitive Behavioral Therapy) untuk klien D dan positive reiformance dalam menangani klien A. Mba Indah menggunakan teknik CBT pada klien D karena D memiliki ketakutan untuk bertemu dan disentuh orang lain.

Sehingga mba Indah memutuskan menggunakan CBT agar bisa

90 Dewa Ketut Sukardi, ―Pengantar Pelaksanaan Promgram Bimbingan dan Konseling‖, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 121.

merubah cara D berpikir tentang lingkungan sosialnya dan lebih berani untuk berbaur. Hal ini sejalan dengan tujuan CBT, yaitu untuk menurunkan distress psikologis dan perilaku maladaptive dengan mengubah cara individu berpikir dan menginterpretasikan dirinya, kehidupannya dan masa depannya. CBT mendasarkan diri pada asumsi bahwa perilaku dan perasaan (afeksi) merupakan produk dari proses kognitif. Perubahan pada pikiran akan berimbas pada perubahan perasaan dan perilaku. CBT merangkum elemen pokok dari teori-teori perilaku maupun teori kognitif.91

Adapun tahap penggunaan tehnik CBT ini, yaitu pada tahap awal mba Indah membangun hubungan yang baik dengan D, membangun kepercayaan D bahwa ia akan dipahami dan akan pulih. Tahap selanjutnya, mba Indah mencoba menenangkan pikiran dan perasaan D dengan cara-cara sederhana seperti menarik nafas dan menghembuskannya sampai pikiran dan perasaan D lebih lega. Setelah D merasa lebih tenang, barulah D mencoba menceritakan permasalahan yang ia alami. Setelah itu, mba Indah melakukan asesmen mengenai tingkah laku, self control, motivasi dan lingkungan sosial klien D seperti apa. Kemudian barulah mba Indah mencoba memberikan makna-makna positif yang bertujuan

91 Ibid., hlm. 2

merubah pola pikir D tentang lingkungan sosial dan merubah tingkah laku D di lingkungan sosialnya agar lebih berani untuk berbaur. Mba Indah juga memaparkan potensi-potensi yang D bisa kembangkan pada dirinya, sehingga D lebih optimis dengan masa depannya. Dari hasil konseling, dapat disimpulkan bahwa teknik CBT yang digunakan mba Indah dalam menangani klien D berhasil, hal ini ditandai dengan perubahan perilaku D yang signifikan. D sudah mau berbaur dengan lingkungan disekitarnya dan ketakutannya ketika disentuh sudah berkurang.

Menurut Kendal92, terapi kognitif perilaku merupakan sebuah bentuk terapi yang singkat dan terstruktur yang berdasar pada premis bahwa pikiran, perasaan, dan perilaku saling memengaruhi satu sama lain melalui proses timbal-balik (reciprocal ways). Sebagai contoh, pikiran negatif atau interpretasi irasional terhadap suatu kejadian sering kali memicu munculnya perasaan dan mood negatif. Pikiran-pikiran menakutkan akan secara langsung meningkatkan perasaan cemas dan perilaku menghindar akibat rasa cemas tersebut. Pikiran-pikiran tentang kemarahan sering kali memicu munculnya perasaan marah tak

92 Philip C. Kendal adalah professor Universitas terhormat dan professor psikologi Laura H. Carnell. Kendal juga direktur klinik gangguan kecemasan anak dan remaja di Temple Univerity dan psikolog klinis anak dan remaja.

terkendali, yang kemudian memicu tindakan agresif. Oleh karena itu, untuk mengubah perasaan cemas dan takut secara langsung seringkali sulit dilakukan, maka CBT memecahkannya dengan secara tidak langsung dengan mengubah pikiran-pikiran dan perilaku yang berhubungan dengan rasa cemas klien.93

Tujuan dari CBT (Cognitive Behavioral Therapy) adalah untuk menurunkan distress psikologis dan perilaku maladaptive dengan mengubah cara individu berpikir dan menginterpretasikan dirinya, kehidupannya dan masa depannya. CBT mendasarkan diri pada asumsi bahwa perilaku dan perasaan (afeksi) merupakan produk dari proses kognitif. Perubahan pada pikiran akan berimbas pada perubahan perasaan dan perilaku. CBT merangkum elemen pokok dari teori-teori perilaku maupun teori kognitif.94

Menurut Habsy, karakteristik konseling kognitif perilaku tidak hanya menekankan pada perubahan pemahaman konseli dari sisi kognitif namun memberikan konseling pada perilaku ke arah yang lebih baik dianggap sebagai pendekatan konseling yang tepat untuk diterapkan di Indonesia. Hal ini senada dengan dasar utama konseling merupakan upaya membantu manusia untuk menjadi apa

93 Triantoro Safaria, ―Terapi Kognitif Untuk Anak‖, (Yogyakarta: UAD Press, 2021), hlm. 1.

94 Ibid., hlm. 2

yang bisa dia perbuat dan bagaimana dia harus menjadi dan berada.95

Adapun klien A yang ditangani oleh mba Indah juga, namun ditangani dengan tehnik yang berbeda, yaitu tehnik positive reinformance. Alasan mba Indah menggunakan teknik ini pada klien A karena A memiliki pandangan negatif terhadap lingkungan sosialnya yang membuatnya ketakutan untuk berbaur. Adapun tahap dalam melakukan teknik ini, yaitu tahap awal mba Indah mencoba membangun hubungan baik dan kepercayaan A pada mba Indah bahwa A dapat dipahami dan akan pulih. Tahap selanjutnya mba Indah mencoba memberikan hypnoterapi untuk menenangkan alam bawah sadar A, setelah A merasa lebih tenang barulah ia menceritakan permasalahannya. Kemudian mba Indah melakukan asesmen awal mengenai perilaku, pola pikir, self control dan motivasi A. Setelah itu mba Indah memeberikan makna-makna positif pada A mengenai potensi yang masih bisa ia kembangkan agar memiliki harapan hidup yang lebih baik. Mba Indah juga selalu memantau tiap perubahan klien A pada tiap sesi konseling.

Dari hasil konseling klien A, dapat disimpulkan bahwa teknik positive reinformance yang digunakan mba Indah berhasil. Hal ini

95 Habsy, B. A., Model…, hlm. 21- 35

dikarenakan klien A memunculkan perubahan yang signifikan dari sebelum konseling dan sesudah konseling.

Teknik reinforcement positive merupakan suatu proses penguatan perilaku operan (reinforcement positive atau negative) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut berulang atau menghilang sesuai dengan keinginan.96 Reinforcement positive adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding). Bentuk-bentuk reinforcement positive dapat berupa hadiah, perilaku atau penghargaan.97

Efek langsung dari reinforcement positive adalah meningkatnya frekuensi respon karena konsekuensi penguat yang segera diberikan. Sedangkan efek tidak langsung dari prinsip penguatan adalah menguatkan sebuah respons karena akan diikuti penguat, walaupun penguatnya tidak diberikan dalam waktu yang bersamaan.98

Dari hasil wawancara dengan A.A Sagung Ratih Damayanti, M.Psi dan Nur Indah Agustini, M.Psi dapat

96 Nelson. R., & Jones. Teori dan praktik konseling dan terapi, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 90.

97 Martin, G. & Pear, J. Modifikasi perilaku makna dan penerapannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm 50.

98 Martin, G. & Pear, J. ―Modifikasi…, hlm. 55.

disimpulkan bahwa klien ditangani dengan teknik yang berbeda- beda sesuai dengan permasalahannya. Salah satu teknik yang digunakan oleh psikolog RH dalam menangani korban kekerasan seksual adalah teknik client centre, CBT (Cognitive Behavior Teraphy) dan positive reinformance. Dari hasil wawancara juga menunjukkan pentingnya membangun hubungan yang baik dengan klien karena dengan begitu klien akan merasa nyaman dan percaya pada psikolog, hal ini akan memudahkan psikolog untuk mengeksplor permasalahan klien.

Dari hasil wawancara, peneliti menganalisis teori dan karakteristik trauma yang sudah dipaparkan diatas dengan trauma yang dialami klien menunjukkan hal yang sejalan. Karakteristik trauma menurut Kusmawati Hatta99:

a. Seorang penderita trauma akan memiliki ingatan yang mengganggu terhadap peristiwa yang membuatnya mengalami trauma tersebut. Hal ini sejalan dengan yang di alami klien A, D dan L selama proses konseling. Mereka menunjukkan reaksi marah, ketakutan, cemas dan bahkan menangis ketika bercerita karena mereka berusaha mengingat kembali kejadian yang tidak menyenangkan itu.

99 Dini Fitriani, Ifdil, Peran…, hlm 65.

b. Pola pemikiran yang dialami seseorang yang menderita trauma cenderung memiliki perasaan yang negatif. Hal ini sejalan dengan yang dialami klien A, D dan L, ketika di konseling mereka cenderung berpikiran negatif pada diri mereka. Mereka menganggap jika sudah mengalami hal tersebut (kekerasan seksual) maka mereka sudah tidak memilki masa depan lagi, merasa dirinya sudah tidak pantas untuk dihargai dan dicintai.

c. Merasa putus asa dengan apapun yang berkaitan dengan kejadian atau peristiwa traumatis. Hal ini sejalan dengan yang dialami klien A, D dan L mereka merasa putus asa dengan masa depannya karena menganggap jika sudah mengalami hal tersebut (kekerasan seksual) makan mereka sudah tidak memiliki masa depan lagi, tidak diterima di masyarakat dan tidak ada laki-laki yang ingin bersamanya. Maka sebab itu, korban kekerasan seksual cenderung menarik diri dari lingkungannya karena takut terkucilkan di masyarakat.

d. Perubahan emosi, seseorang yang menderita trauma akan memiliki perubahan emosi yang sangat cepat atau memilki kecenderungan badai perasaan. Hal ini juga sejalan dengan yang dialami klien A, D dan L, saat sesi konseling berlangsung mereka cenderung memiliki perubahan emosi yang sangat

kompleks terutama ketika mereka menceritakan kejadian itu kembali pada sesi konseling. Seringkali klien A, D dan L menunjukkan emosi marah, menangis, cemas, ketakutan dan emosinya sangat cepat berubah-ubah.

Teori Erik H. Erikson mengenai psikososial, juga sejalan dengan hasil penelitian di lapangan. Erik H. Erikson berpendapat bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial dan kepribadian berkembang dalam beberapa tingkatan.100 Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari beberapa klien, seperti klien L. Pada tahap kehidupan masa kecilnya, L sering mendapat asumsi yang negatif dari neneknya yang mengatakan jika wanita bertubuh besar seperti L akan susah mendapatkan pasangan kelak. Hal ini lah yang membuat makna negatif pada diri L dan menganggap dirinya tidak berharga dan tidak layak dicintai. Oleh sebab itu, pengaruh-pengaruh sosial dilingkungan sangat mempengaruhi terbentuknya karakter dan cara berpikir seseorang.

Dalam teorinya Erikson berpendapat juga bahwa perkembangan ego selalu berubah berdasarkan pengalaman dan informasi baru yang kita dapatkan dalam berinteraksi dengan orang

100 Adang Hambali dan Ujam Jaenudin. Psikologi…, hlm. 94-98.

lain. Erikson percaya bahwa kemampuan memotivasi sikap dan perbuatan dapat membantu perkembangan menjadi positif.101 Hal ini sejalan dengan apa yang peneliti temukan dilapangan, yaitu pada klien L. Setelah diberi makna-makna positif oleh psikolog, barulah secara perlahan pemikiran L mulai berubah menjadi lebih positif.

Tabel tahapan proses pemulihan korban kekerasan seksual

Psikolog

A.A Sagung Ratih Damayanti, M.Psi

Nur Indah Agustini, M.Psi

Korban Klien L Klien A Klien D

Usia 21 tahun 18 tahun 17 tahun

Hubungan korban dengan pelaku

Tidak ada

hubungan apapun dan hanya sekali bertemu

Pacar dan teman Tetangga

Bentuk kekerasan seksual

Eksploitasi seksual Eksploitasi seksual Perkosaan

Tahapan 1. Penyangkalan 1. Penyangkalan 1. Kemarahan

101 Ibid., hlm. 98

pemulihan 2. Depresi 3. Penerimaan

2. Kemarahan 3. Penawaran 4. Depresi 5. Penerimaan

2. Depresi 3. Penerimaan

B. Analisis faktor pendukung dan penghambat proses pemulihan

Dalam dokumen pemulihan trauma psikososial pada perempuan (Halaman 90-103)

Dokumen terkait